Sinus Maxila
-
Upload
susi-susanti -
Category
Documents
-
view
239 -
download
0
Transcript of Sinus Maxila
-
7/30/2019 Sinus Maxila
1/19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sinus Paranasal
2.1.1 Anatomi Sinus Paranasal
Manusia mempunyai sekitar 12 rogga sepanjang atap dan bagian lateral rongga udara
hidung. Jumlah, bentuk, ukuran dan simetri bervariasi. Sinus-sinus ini membentuk rongga di
dalam beberapa tulang wajah dan diberi nama yang sesuai. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel
saluran pernapasan yang mengalami modifikasi dan mampu menghasilkan mukus dan bersilia,
sekret disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara2
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsikan
karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal mulai
dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan
kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk
rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal.
Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan sinus frontal berkembang
dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus
sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung.
Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksila 15-18 tahun.1
-
7/30/2019 Sinus Maxila
2/19
Gambar. 1: Gambar Sinus Paranasal
2.1.2 Fisiologi Sinus Paranasal
Banyak teori menyatakan tentang fungsi sinus. Fungsi sinus termasuk untuk
menghangatkan atau melembabkan udara yang dihirup, membantu pengaturan tekanan intranasal
dan tekanan gas serum (dan terkadang ventilasi permenit), berperan dalam pertahanan tubuh,
meningkatkan area permukaan mukosa, meringankan tengkorak, memberikan resonansi suara,
penyerap shock dan berperan dalam pertumbuhan tulang muka. 3
Hidung adalah pelembab dan penghangat udara yang menakjubkan. Bahkan dengan
aliran udara 7 liter permenit, hidung belum mencapai kemampuan maksimalnya untuk
melaksanakan fungsi ini. Proses melembabkan nasus telah berkontribusi sebanyak 6,9 mm Hg
serum pO2. Meskipun mukosa nasus paling baik untuk melaksanakan tugas ini, sinus juga
berkontribusi. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa individu yang bernafas dengan mulut
mempunyai penurunan volume tidal CO2 yang dapat menaikkan serum CO2 dan sleep apnea.4
Sinus memproduksi mukus dalam jumlah besar, maka sinus berkontribusi besar terhadap
sistem imun/ filtrasi udara melalui hidung. Mukosa nasus dan sinus bersilia dan berfungsi untuk
menggerakkan mukus menuju choana dan gaster di inferior. Lapisan superfisial yang menebal
pada mukosa nasal bertindak sebagai perangkap bakteri dan memecah substansi melalui sel-sel
imun, antibodi dan protein antibakteri, lapisan sol yang mendasari lebih tipis dan menghasilkan
substrat yang dapat menggerakkan silia; ujung silia melekat pada lapisan superfisial dan
mendorong substrat ke arah gerakan. Kecuali tersumbat oleh penyakit ataupun variasi anatomi,
sinus menggerakkan mukus keluar dari ostium menuju choana. Penelitian paling mutakhir
mengenai fungsi sinus berfokus pada molekul Nitrous Oxide (NO). Penelitian menunjukkan
bahwa produksi NO intranasal terutama di dalam sinus. NO toksik terhadap bakteri, jamur dan
virus pada tingkat 100 ppb. Konsentrasi substansi NO dalam nasus dapat mencapai 30.000 ppb
sehingga beberapa peneliti mengusulkan sebagai mekanisme sterilisasi sinus. NO juga dapat
meningkatkan motilitas silia.4
Fisiologi dan fungsi sinus paranasalis adalah subjek yang merefleksikan kompleksitas
anatominya. Penelitian berkelanjutan akan dapat mengungkapkan bahwa fungsi ini merupakan
bagian dari gambaran yang lebih besar dari yang nampak sekarang. Sampai saat ini belum ada
-
7/30/2019 Sinus Maxila
3/19
persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus
paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa- apa karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan
tulang muka. Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain3:
1) Sebagai pengatur kondisi udara
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban
udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak didapati
pertukaran udara yang definitif antara sinus dan rongga hidung. Volumen pertukaran
udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernapas,
sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagi pula
mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa
hidung.
2) Sebagai penahan suhu (thermal insulator)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa
serebri dari suhu rongga hidung yang berubah- ubah. Akan tetapi kenyataannya sinus-
sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang dilindungi.
3) Membantu Keseimbangan Kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan
tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan
pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak
bermakna.
4) Membantu Resonasi Suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonancia suara dan mempengaruhi
kualitas suara, akan tetapi ada yang berpendapat bahwa posisi sinus dan ostiumnya tidak
memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonador yang efektif. Lagipula tidak ada
korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan - hewan tingkat rendah.
5) Sebagai Peredam Perubahan Tekanan Udara
Fungsi ini berjalan bila tidak ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,
misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.
-
7/30/2019 Sinus Maxila
4/19
6) Membantu Produksi Mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan
mukus yang dihasilkan oleh rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel
yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius,
tempat yang paling strategis.
Gambar 2: Gambar Pergerakan silia dalam drainase sinus
2.1.3 Sinus Maxillaris
1. Perkembangan
Sinus maxillaris (antrum Highmori) adalah sinus yang pertama berkembang. Struktur ini biasanya
terisi cairan saat lahir. Pertumbuhan sinus ini terjadi dalam dua fase sela pertumbuhan tahun 0-3 dan 7-12.
Selama fase terakhir, pneumatisasi menyebar lebih ke arah inferior ketika gigi permanen erupsi.
Pneumatisasi dapat sangat luas hingga akar gigi terlihat dan selapis tipis jaringan lunak menutupi mereka.
2. Struktur
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran
maksimal, yaitu 15 ml (34x33x23mm) saat dewasa.1
-
7/30/2019 Sinus Maxila
5/19
Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os
maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal
maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding superiornya adalah dasar
orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di
sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infindibulum
etmoid.
Dari lahir hingga usia 9 tahun, lantai sinus berada di atas cavitas nasalis. Pada usia 9
tahun, lantai sinus biasanya berada sejajar dengan lantai nasus. Lantai biasanya terus
berkembang ke inferior seiring dengan pneumatisasi sinus maxillaris. Karena hubungannya
berdekatan dengan gigi geligi, penyakit gigi dapat menyebabkan infeksi sinus maxillaris dan
ekstraksi gigi dapat mengakibatkan fistula oroantral.
Gambar 3. Gambar Sinus Maxillaris
3. Suplai Darah
Sinus maxillaris disuplai oleh arteri maxillaris interna. Arteri ini termasuk
mempercabangkan arteri infraorbitalis (berjalan bersama nervus infraorbitalis), sphenopalatina
rami lateralis, palatina mayor dan arteri alveolaris. Drainase vena berjalan di sebelah anterior
menuju vena facialis dan di sebelah posterior menuju vena maxillaris dan jugularis terhadap
sistem sinus dural.
-
7/30/2019 Sinus Maxila
6/19
4. Inervasi
Sinus maxillaris diinervasi oleh rami maxillaris. Secara rinci, nervus palatina mayor dan nervus
infraorbital.
5. Struktur Terkait
Ductus nasolacrimalis
Ductus nasolacrimalis merupakan drainase saccus lacrimalis dan berjalan dari
fossa lacrimalis pada cavum orbita, dan bermuara pada bagian anterior meatus nasalis
inferior. Ductus terletak sangat berdekatan dengan ostium maxillaris kira-kira 4-9 di
sebelah anterior ostium.
Ostium Natural
Ostium maxillaris terletak di bagian superior dinding medial sinus. Ostium ini
biasanya terletak setengah posterior infundibulum ethmoidalis atau di sebelah posterior
sepertiga inferior processus uncinatus. Tepi posterior ostia bersambungan dengan lamina
papyracea, sehingga menjadi patokan batas lateral diseksi bedah. Ukuran ostium kira-kira
2,4 mm tetapi dapat bervariasi dari 1 17 mm. Delapan puluh delapan persen ostium
maxillaris tersembunyi di posterior processus uncinatus dan dengan demikian tidak dapatterlihat dengan endoskopi.
Ostium accessoris/ Fontanella Anterior/ Posterior
Ostium ini non-fungsional dan berfungsi untuk drainase sinus jika ostium natural
tersumbat dan tekanan atau gravitasi intrasinus menggerakkan material keluar dari
ostium. Ostium accessoris biasanya ditemukan di fontanela posterior.
-
7/30/2019 Sinus Maxila
7/19
2.2.1 Definisi
Sinusitis adalah kondisi klinis yang karakteristiknya berupa radang pada mukosa
sinus paranasalis. Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai
beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut
pansinusitis.
Sinusitis maksilaris adalah peradangan pada mukosa sinus maksilaris. Sinusitis
maksilaris diklasifikasikan menjadi akut, sub akut dan kronik. Sinusitis akut bila gejalanya
berlangsung beberapa hari sampai 4 minggu. Sinusitis subakut bila berlangsung dari 4
minggu sampai 3 bulan dan sinusitis kronis bila berlangsung lebih dari 3 bulan. Sinusitis
akut bila terdapat tanda-tanda radang akut, sinusitis subakut bila tanda-tanda radang akut
sudah reda dan sinusitis kronik bila terjadi perubahan histologis mukosa sinus yang
irreversible, sehingga untuk menentukan sinusitis tersebut akut,subakut atau kronik
diperlukan pemeriksaan histopatologis.
Gambar 4: Perbandingan sinus maxillaris normal dengan sinusitis maxillaris
2.2.2 Etiologi
-
7/30/2019 Sinus Maxila
8/19
a. Secara Odontogen
Faktor-faktor etiologi sinusitis maksilaris secara dentogen adalah sebagai
berikut:
1. Komplikasi infeksi
Infeksi periapikal
Infeksi periodontal
Gigi impaksi, unerupted, supemumerary
Infeksi residual
Infeksi akar gigi/ gangren radix
2. Komplikasi akibat trauma
Terambilnya sebagian dasar sinus yang mengelilingi akar gigi.
Terbukanya sinus maksilaris dan masuknya akar gigi kedalam
sinus.
Masuknya gigi yang impacted/supemumerer kedalam sinus
pada waktu ekstraksi.
3. Komplikasi akibat kista (dentigerous/folikuler) dan
tumor/neoplasma.
Adanya peradangan periapikal mengakibatkan destruksi dan resorbsi tulang
sekitar gigi. Teknik pencabutan yang kurang baik pada gigi P atau M atas akan
mengakibatkan terambilnya sebagian dasar sinus yang mengelilingi gigi tersebut
Kebanyakan gigi yang impacted pada rahang atas seperti C, P, dan M, hanya
dipisahkan oleh tulang tipis atau hanya lapisan epitel saja terhadap dinding sinus.
Dengan demikian pengambilan secara sectional memungkinkan akar masuk
kedalam sinus.
Adanya kista dalam sinus maksilaris menyebabkan dinding sinus habis dan
epitel sinus melekat dengan dinding kista, dan menurut Kruger kista yang paling
sering adalah kista dentigerous. Iritasi bakteri melalui pulpa gigi atau akibat
trauma dapat menyebabkan peradangan supuratif pada sinus maksilaris. Infeksi
-
7/30/2019 Sinus Maxila
9/19
akut dan kronis pada gigi rahang atas dapat menyebabkan terjadinya sinusitis
maksilaris dan dapat juga infeksi terjadi akibat bakteri yang ikut aliran darah.
2.2.3 Epidemiologi
Prevalensi sinusitis tinggi di masyarakat. Di bagian THT Departement Ilmu
Kesehatan Anak RSCM Jakarta, pada tahun 1999 didapatkan data sekitar 25% anak-anak
dengan ISPA menderita sinusitis maxillaris akut.5 Sedang pada Departement THT sub
bagian Rinologi didapatkan data dari sekitar 496 penderita rawat jalan, 249 penderita
terkena sinusitis sebesar 50%.6
Di Amerika Serikat diperkirakan 0,5% dari infeksi saluran nafas atas karena virus
dapat menyebabkan sinusitis akut. Sinusitis kronis mengenai hampir 31juta rakyat Amerika
Serikat.6
2.2.4 Patogenesis
Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae telah disepakati sebagai
patogen primer pada sinusitis bakterial, selain itu M. Cattarhalis juga didapatkan pada
sinusitis maksilaris (40% pada anak-anak)7
Faktor-faktor predisposisi sinusitis maxillaris adalah obstruksi mekanik, rinitis
kronis serta rinitis alergi, polusi, udara dingin dan kering, riwayat trauma, menyelam,
berenang, naik pesawat, riwayat infeksi pada gigi, infeksi pada faring. Rinitis merupakan
faktor predisposisi yang paling penting dalam terbentuknya sinusitis1
Pada saat terjadi infeksi baik infeksi virus dan bakteri,akan terjadi reaksi radang
yang salah satunya berupa edema. Edema tersebut terjadi di daerah kompleks ostiomeatal
yang sempit. Mukosa yang saling berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak
dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan
ventilasi di dalam sinus, lendir yang diproduksi oleh muksa sinus akan menjadi kental.
Lendir yang kental tersebut menjadi media yang baik bagi pertumbuhan bakteri patogen.
Bila sumbatan berlangsung terus menerus maka akan terjadi hipoksia dan retensi lendir
sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.1,7
-
7/30/2019 Sinus Maxila
10/19
Pada infeksi virus, virus juga memproduksi enzim dan neuraminidase yang
mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini
menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih
kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri pathogen.
Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus
dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob.
Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktiviitas leukosit
Gambar 6: Patofisiologi sinusitis maxillaris
2.2.5 Gejala Klinis
Demam, malaise.
Nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian aspirin. Sakit
dirasa mulai dari pipi ( di bawah kelopak mata ) dan menjalar ke dahi atau gigi. Sakit
bertambah saat menunduk.
Wajah terasa bengkak dan penuh.
Nyeri pipi yang khas : tumpul dan menusuk, serta sakit pada palpasi dan perkusi.
Kadang ada batuk iritatif non-produktif.
Sekret mukopurulen yang dapat keluar dari hidung dan kadang berbau busuk.
Adanya pus atau sekret mukopurulen di dalam hidung, yang berasal dari metus
media, dan nasofaring.
Penurunan atau gangguan penciuman.
-
7/30/2019 Sinus Maxila
11/19
2.2.6 Diagnosis
o Pemeriksaan fisik:
Tampak pembengkakan di daerah pipi dan kelopak mata bawah sisi yang
terkena
Pada rinoskopi anterior, mukosa konka tampak hiperemi dan edema,
selain itu tampak pus atau nanah di meatus media
Pada rinoskopi posterior tampak pus di nasofaring
o Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan Transiluminasi:
Sinus yang sakit akaan terlihat suram atau gelap. Akan lebih
bermakna hasilnya bila hanya salah satu sisi sinus saja yang sakit,
sehingga terlihat sekali perbedaannya antara yang suram atau sakit
dengan yang normal.
Pemeriksaan Radiologi:
Foto Waters PA dan lateral, akan tampak perselubungan atau
penebalan mukosa atau air-fluid levelpada sinus yang sakit.
Gambar : Foto Waters pada sinusitis maxillaries kanan
CTscan merupakan pemeriksaan yang dapat memberikan
gambaran yang paling baik akan adanya kelainan pada mukosa dan
variasi antominya yang relevan untuk mendiagnosis sinusitis
kronis maupun akut. Walaupun demikian, harus diingat bahwa CT
-
7/30/2019 Sinus Maxila
12/19
Scan menggunakan dosis radiasi yang sangat besar yang berbahaya
bagi mata.
Gambar : Hasil CT scan sinusitis maxillaris
Pemeriksaan kultur Sample diambil dari secret dari meatus medius atau meatus
superior. Pasien harus dirujuk ke otolaringologis untuk aspirasi
maksila dan kultur bila tidak sembuh dengan pengobatan
antibiotika yang sesuai dan adekuat.
Sinoscopy
Merupakan satu-satunya cara yang memberikan informasi akurat
tentang perubahan mukosa sinus, jumlah secret yang ada dalam
sinus dan letak serta keadaan dari ostium sinus. Namun, sinoscopy
memberikan suatu keadaan yang tidak menyenangkan buat pasien.
-
7/30/2019 Sinus Maxila
13/19
Gambar : Sinoscopy
2.2.7 Diagnosa Banding
Sinus Maksilaris Vakum
Infeksi gigi geraham atas
Benda asing rongga hidung ( anak-anak )
2.2.8 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan dari sinusitis adalah mengembalikan fungsi silia mukosa,
memperbaiki drainase, eradikasi bakteri dan menghilangkan keluhan nyeri
Terapi Medikamentosa
o Antibiotik (diberikan minimal 2minggu):
Lini pertama:
Amoxycilline 3x500mg.
Cotrimoxazole 2x1tablet.
Erythromycine 4x500mg.
Lini kedua:
Bila ditemukan kuman menghasilkan enzim beta-laktamase
diberikan kombinasi Amoxycilline+Clavulanic acid, cefaclor atau
cephalosporine generasi II atau III oral
o Dekogestan
Topikal:
Solusio Efedrin 1% tetes hidung
-
7/30/2019 Sinus Maxila
14/19
Oxymethazoline 0,025% tetes hidung untuk anak, 0,05%
semprot hidung. Jangan digunakan lebih dari 5 hari
Sistemik:
Fenil Propanolamine
Pseudoefedrine 3x60mg
o Mukolitik: N-acetytilcystein, bromhexine
o Analgesik/antipiretik (bila perlu):
Parasetamol 3x500mg
Metampiron 3x500mg
o Antihistamin (diberikan pada penderita dengan latar belakang alergi)
CTM
Loratadine
Tindakan non invasif
o Diatermi dengan gelombang pendek. Digunakan pada sinusitis subakut
sebanyak 5-6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi
sinus.
o Irigasi sinus maxilla
Dilakukan bila resorpsi sekret sinus maxilla tidak adekuat
Bila keadaan akut telah reda dan demam berkurang baru dapat dilakukan
irigasi melalui ostium. Bila sekresi berlebih atau tidak dapat dilakukan
melalul ostium, maka dinding antral dibawah concha inferior dibuan
suatu iubang dengan antral trokar.
-
7/30/2019 Sinus Maxila
15/19
Gambar : Gambar Irigasi Sinus
Tidakan pembedahan8
o Dilakukan bila pengobatan konservatif gagal yaitu dengan mengangkat mukosa
yang patologis dan membuat drainase sinus yang terkena. Tipe pembedahan
yang dilakukan adalah antrostomi intra nasal dan operasi Caldwell-Luc.
-
7/30/2019 Sinus Maxila
16/19
Gambar: Operasi Caldwell-Luc
Teknik Operasi Caldwell-Luc:
Operasi ini dilakukan dibawah anastesi umum endotracheal atau
dengan blok syaraf maksila. Jika menggunakan anastes endotracheal maka
dapat diberikan injeksi lokal vaso konstriktor yang efeknya untuk
mengurangi perdarahan di daerah operasi.
Insisi dibuat pada batas gusi dibawah gingivo labial folg sisi posterior
gigi C sampai M1 dan M2. Mukosa periosteum diangkat dari fosa kanina dan
dikaitkan dengan 2 retraktor. Antrum dibuka dengan menggunakan pahat
atau bor kemudian selaput mukosa sinus diinsisi, sehingga tampak rongga
sinus maksilaris. Dinding atronasal pada meatus nasi inferior diangkat dan
selaput mukosa pada sisi hidung dari dinding antro nasal dibuka, sehingga
terbentuk suatu lubang. Sinus maksilaris terbuka dan dibuat hubungan
antara rongga hldung dan sinus maksilaris melalui dinding antro nasal
dibawah turbinate nasalis inferior, untuk menjamin drainage yang tetap
kedalam hidung. Insisi sub labial dijahit dengan jahitan interupted
o Selain itu ada pembedahan non radikal yaitu dengan Bedah Sinus Endoskopi
Fungsional (BSEF), yang telah menjadi tindakan pembedahan utama untuk
menangani sinus. Prinsipnya adalah membuka dan membersihkan daerah ostio-
meatal yang menyadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan
drainase menjadi lancar kembali melalui ostium alami. Tingkat
keberhasilannya mencapai 90% dengan tanpa meninggalkan jaringan parut
2.2.9 Komplikasi
1 Selulitis orbita dan abses
Komplikasi ini terjadi secara langsung melalui atap rongga sinus maksilaris atau
karena penjalaran infeksi melalui sinus etmoid dan sinus frontalis. Rasa nyeri
disekitar mata diikuti pembengkakan kelopak mata dan konjunctiva, gerakan bola
-
7/30/2019 Sinus Maxila
17/19
mata terbatas. Pasien mengeluh rasa sakit yang hebat dan bila mengenai N.
Optikus akan menyebabkan kebutaan. Apabila tidak dilakukan perawatan, selulitis
orbita ini akan menjadi abses.
2 Meningitis
Biasanya disebabkan karena perluasan langsung dari sinusitis maksilaris atau
tromboflebitis yang menyebar.
3 Abses otak
Merupakan kelanjutan peradangan otak, biasanya ditandai dengan adanya
gangguan ingatan, sikap dan tingkah laku serta sakit kepala yang hebat.
4 Mukokel
Terjadi akibat adanya penimbunan dan retensi sekresi mukus dan mukoid
sehingga terjadi penyumbatan osteum sinus. Jika terdapat pus didalam sinus
dikenal sebagai mukokel atau piokel.
5 Trombosis sinus cavemosus
Keadaan ini terjadi akibat adanya infeksi melalui vena, memiliki tanda yang mirip
dengan abses orbita, biasanya meliputi kedua sisi. Penyebaran infeksi ini
berlangsung cepat dan pasien dapat meninggal.
6 Fistula oro antral
Fistula ori antral didefinisikan sebagai lubang sinus yang bertahan selama lebih
dari 48 jam, lubang ini terbentuk setelah pembedahan (sengaja atau tidak sengaja)
dan akibat trauma pada sinus dan jarang sekali disebabkan cacat perkembangan
atau infeksi. Tidak semua lubang kearah antrum akan menyebabkan fistula.
Fistula lebih mungkin terjadi bila lubang yang terbentuk lebih dari 3 mm dan
melibatkan dasar, adanya sinusitas serta bila perawatan yang dilakukan tidak
memadai. Keluhan pasien biasanya adalah masuknya isi rongga mulut kedalam
hidung, keluarnya udara kedalam mulut dan rasa tidak enak. Rasa sakit jarang
dikeluhkan kecuali bila ada infeksi.
7 Osteomyelitis
Terjadi karena perluasan proses nekrosis, pada dinding sinus maksilaris.
menghasilkan nanah yang dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Hal ini dapat
-
7/30/2019 Sinus Maxila
18/19
juga terjadi akibat kesalahan perawatan pada sinusitis maksilaris akut. Bila
keadaan ini tidak dirawat akan menyebar keseluruh maksila, orbita dan dinding
lateral rongga hidung.
Daftar Pustaka
1. Mangunkusumo Endang, Rifki Nusjirwan. Sinusitis, in: Soepardi Efianty A, Iskandar
Nurbaiti, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok edisi 4. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta 2000, p. 121-125
-
7/30/2019 Sinus Maxila
19/19
2. Goeorge L, Adams, Lawrence R. Boies, Peter H. Higler; alih bahasa, Caroline Wijaya;
editor, Harjanto Effendi. Boies: Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2000. p
240-259
3. 3.Anon, Jack B., et al, Anatomy of the Paranasal Sinuses, Theime, New York, c1996.
4. 4.Watelet, J.B., Cauwenberge P. Van, Applied Anatomy and Physiology of the Nose and
Paranasal Sinuses. Allergy 1999; 54, Supp 57:14-25.
5. 5.Soetjipto Damayanti. Patogenesis, Diagnosis dan Penatalaksanaan Medik Sinusitis,
disampaikan dalam: Simposium Penatalaksanaan Otitis Media Supuratifa Kronik,
Sinusitis dan Demo Timpanoplasti 22-23 Maret 2003, Denpasar, Bali
6. 6.Dykewicz Mark S, Corren Jonathan. Rhinitis, Nasal Polyps, Sinusitis and Otitis Media.
In: Adelman Daniel C, Casale Thomas B, Corren Jonathan, editors. Manual of Allergy
and Immunology: diagnosis and therapy 4th edition. Lippincott Williams & Wilkins
Publishers, New York, 2002, p:316-324
7. 7. Shames Richard S, Kishiyama Jeffrey L. Disorders of the Immune System, in: McPhee
Stephen J, Lingappa Vishwanath R, Ganong William F, editors. Pathophysiology of
Disease: An Introduction to Clinical Medicine 4th editions. Mc Graw Hill, Philadelphia,
2003. P 31-57
8. 8. Peterson L. 1998. Oral and Maxillofaciat Surgery. 3rd ed., Mosby-year book, Inc., St
Lois, Missouri, USA.
9. 9. Sadvosky R. Antibiotic Therapy for Severe Acute Maxillary Sinusitis. Journal of
American Academy of Family Physicians, June 15 th 2004
10. 10. Suardana W, et al. Rhinologi in: Suardana W, Bakta M. editor: Pedoman Diagnosis
dan Terapi Komite Medik RSUP Sanglah, Denpasar, 2000
11. 11. Siswantoro,Pawarti D, Soerarso Bakti. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu
Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok RSUD Dr. Soetomo. Edisi 3. Surabaya, 2005