SINERGITAS PEMERINTAH KABUPATEN PACITAN, KABUPATEN ...
Transcript of SINERGITAS PEMERINTAH KABUPATEN PACITAN, KABUPATEN ...
SINERGITAS PEMERINTAH KABUPATEN
PACITAN, KABUPATEN WONOGIRI DAN
KABUPATEN GUNUNGKIDUL DALAM
PENGELOLAAN GUNUNG SEWU UNESCO
GLOBAL GEOPARK
SKRIPSI
Diajukan untuk menempuh ujian Sarjana
pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
NUR FITRIASARI
NIM. 145030100111017
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
2018
ii
MOTTO
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan
(Q.S Al Insyirah : 5)
Memulai, menjalani dan mengakhiri sama-sama tidak ada yang mudah. Untuk itu,
berdoalah lebih banyak untuk meminta kekuatan, kesabaran dan segala hal yang
berguna untuk menghadapinya. Sebab, perjalanan ke depan tidak pernah
dijanjikan akan semakin mudah
(Kurniawan Gunadi)
iii
iv
v
vi
LEMBAR PERSEMBAHAN
Untuk Bapak dan Ibu yang selalu mendukung dan mendoakan apapun pilihanku
Giyono dan Sunarni
Untuk dua adik laki-laki yang kusayang
Ferry Setyawan dan Januar Fandhika Setyawan
vii
RINGKASAN
Nur Fitriasari, 2018, Sinergitas Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Wonogiri Dan Kabupaten Gunungkidul Dalam Pengelolaan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark, M. Chazienul Ulum S.SOS, M.AP, Ali Maskur,
S.AP., M.AP., MA, 122 Halaman
Geopark merupakan suatu konsep manajemen pengembangan kawasan
secara berkelanjutan, yang memadu-serasikan tiga keragaman alam, yaitu
keragaman geologi, keragaman hayati, dan keragaman budaya, dengan tujuan
untuk pembangunan serta pengembangan ekonomi kerakyatan yang berbasis pada
asas perlindungan (konservasi) terhadap ketiga keragaman tersebut. Pengesahan
Gunung Sewu sebagai Global Geopark oleh UNESCO dirasa belum berdampak
pada kemajuan perekonomian masyarakat di wilayah Kabupaten Pacitan dan
Kabupaten Wonogiri. Oleh karena itu perlu untuk mengkaji lebih jauh tentang
sinergitas Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten
Gunungkidul dalam pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Terdapat dua fokus
penelitian, yang pertama yaitu sinergitas Pemerintah Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan Gunung
Sewu UNESCO Global Geopark, dan yang kedua adalah tantangan yang
dihadapi Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten
Gunungkidul dalam pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark. Jenis
data penelitian ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Terdapat tiga teknik
pengumpulan data yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini
menggunakan teknik analisis data model Creswell. Untuk menguji kebenaran dari
hasil penelitian, peneliti menggunakan metode triangulasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi yang terjadi antara
Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul
dilakukan melalui rapat, grup whatsapp dan email, ketiga daerah mempunyai
inisiatif untuk melakukan komunikasi terlebih dahulu. Sedangkan koordinasi
masih menemui kendala, terutama berkaitan dengan kelanjutan kesepakatan
bersama dengan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Kementerian
Pendidikan, Kementerian Pariwisata, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Provinsi
Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu, Tim
Pengelola Gunung Sewu UNESCO Global Geopark yang telah disepakati
bersama dibentuk oleh Bupati Gunungkidul tidak melakukan pengelolaan secara
keseluruhan di tiga kabupaten, sehingga setiap daerah melakukan pengelolaan
geosite yang ada di daerahnya masing-masing secara mandiri.
Kata Kunci: Global Geopark, Komunikasi, Koordinasi
viii
SUMMARY
Nur Fitriasari, 2018, Government Synergy of Pacitan Regency, Wonogiri
Regency and Gunungkidul Regency In Management of Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark, M. Chazienul Ulum S.SOS, M.AP, Ali Maskur,
S.AP., M.AP., MA, 122 Pages
Geopark is a management concept of sustainable development of the
region, combining three natural diversity, namely geological diversity,
biodiversity, and cultural diversity, with the aim of growing and developing a
populist economy based on the principle of protection (conservation) of the three
diversities. The ratification of Gunung Sewu as a Global Geopark by UNESCO
felt not have an impact on the economic progress of the community in the region
of Pacitan and Wonogiri. Therefore it is necessary to study more about the
synergy of the Government of Pacitan Regency, Wonogiri Regency and
Gunungkidul Regency in the management of Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark
The type of research used in this research is descriptive research using
qualitative approach. The focus of this research is the synergy of the Government
of Pacitan Regency, Wonogiri Regency and Gunungkidul Regency in the
management of Gunung Sewu UNESCO Global Geopark, and the second is the
challenges faced by Pacitan Regency, Wonogiri Regency and Gunungkidul
Regency in the management of Gunung Sewu UNESCO Global Geopark. This
type of research data there are two types of data that is primary data and
secondary data. Technique of data collecting there are three that is observation,
interview, and documentation. This research uses Creswell model data analysis
technique. The aim is to test the truth of research result, researcher use
triangulation method.
The results showed that the communication between Pacitan Regency,
Wonogiri Regency and Gunungkidul Regency through meetings, whatsapp groups
and email, the three regions have initiatives to communicate first. While
coordination still encountered obstacles, mainly related to the continuation of the
agreement with the Ministry of Energy and Mineral Resources, Ministry of
Education, Ministry of Tourism and Government of East Java Province, Central
Java Province and Special Region of Yogyakarta Province. In addition, the
management of Gunung Sewu UNESCO Global Geopark which has been jointly
agreed to be formed by the Bupati of Gunungkidul, does not conduct overall
management in three districts, so that each region manages geosite management in
their respective areas independently.
Keywords: Global Geopark, Communication, Coordination
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Sinergitas Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri Dan
Kabupaten Gunungkidul Dalam Pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark”. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi
syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Administrasi Publik (SAP) pada Fakultas
Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini menyampaikan terima kasih yang
sangat tulus kepada :
1. Bapak Giyono dan Ibu Sunarni selaku orang tua saya
2. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, M.S selaku Dekan Fakultas
Ilmu Adminstrasi
3. Bapak Drs. Andy Fefta Wijaya, MDA., Ph.D selaku Ketua Jurusan
Administrasi Publik
4. Bapak Dr. Fadillah Amin, M.AP., Ph.D selaku Ketua Program Studi
Ilmu Administrasi Publik
5. Bapak M. Chazienul Ulum S.SOS, M.AP selaku Ketua dosen
pembimbing skripsi
6. Bapak Ali Maskur, S.AP., M.AP., MA selaku Anggota dosen
pembimbing skripsi
7. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Administrasi
8. Bapak Teguh S selaku Kepala Bidang Kerjasama Bagian Administrasi
Pemerintahan Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul
9. Ibu Retno Utari selaku Kepala Bidang Kerjasama Bagian Tata
Pemerintahan Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri
x
10. Bapak Tulus Wahyudi Saptono Putro selaku Kasubag Kerjasama
Bagian Tata Pemerintahan dan Kerjasama Sekretariat Daerah
Kabupaten Pacitan
11. Bapak Fredy Perwakilan Dinas Pariwisata Kabupaten Wonogiri
12. Sahabat-sahabatku yang membersamai perjalanan meraih gelar sarjana
Wulan Ningsih, Khetimareta Pratungga Damastuti, Dina Alyani Putri,
Novela Dwi Putri Kusuma Hardini dan Dhina Fiersa Anandita
13. Teman yang sudah banyak kurepotkan Ulfiona Rizki, Mariyatul
Kiptiyah, Abdul Aziz, Adi Nugroho, Itsnaini Nurfaizah, Titah
Werdimastuti dan Vingga Moris Pangestu
14. Teman-teman Jurusan Administrasi Publik 2014
15. Teman-teman RSC 2014 dan seluruh Keluarga RSC
16. Keluarga Sukoharjo Makmur Tercinta (Skuter)
17. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu oleh penulis
Demikian laporan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat
penulis harapkan, semoga laporan skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan
sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Malang, 1 Oktober 2018
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ............................................................................... i
MOTTO ...................................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ...................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITA SKRIPSI .............................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ....................................................... v
LEMBAR PERSEMBAHAN ..................................................................... vi
RINGKASAN ............................................................................................. vii
SUMMARY ................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ................................................................................ ix
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv
DAFTAR BAGAN ..................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 10
D. Kontribusi Penelitian ................................................................. 11
E. Sistematika Pembahasan ............................................................ 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Administrasi Publik ................................................................... 13
B. Otonomi Daerah
1. Pengertian Otonomi Daerah ................................................... 17
2. Prinsip-prinsip Otonomi Daerah ............................................. 19
C. Pemerintahan Daerah
1. Konsep Pemerintahan Daerah ................................................ 20
2. Urusan Pemerintahan Daerah .................................................. 23
3. Asas Pemerintahan Daerah ..................................................... 25
D. Kerjasama Antar Daerah .............................................................. 26
E. Sinergitas
1. Pengertian Sinergitas ............................................................. 33
2. Jenis Sinergi Kelembagaan .................................................... 37
xii
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian .......................................................................... 41
B. Fokus Penelitian ........................................................................ 42
C. Lokasi dan Situs Penelitian ........................................................ 43
D. Jenis dan Sumber Data ............................................................... 43
E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 45
F. Instrumen Penelitian .................................................................. 46
G. Analisis Data ............................................................................. 47
H. Keabsahan Data ......................................................................... 50
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
1. Gunung Sewu UNESCO Global Geopark ................................ 51
2. Badan Kerjasama Antar Daerah Pacitan-Wonogiri-
Wonosari (Pawonsari) .............................................................. 55
B. Penyajian Data
1. Sinergitas Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
a. Komunikasi ......................................................................... 60
b. Koordinasi ........................................................................... 66
2. Tantangan Yang Dihadapi Pemerintah Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul dalam
pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark ............ 92
C. Analisis dan Interpretasi Data
1. Sinergitas Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
c. Komunikasi ........................................................................ 94
d. Koordinasi .......................................................................... 96
2. Tantangan Yang Dihadapi Pemerintah Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul dalam
pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark ............. 112
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 117
B. Saran ............................................................................................ 121
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 123
LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................... 126
xiii
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1. Daftar Geosite Setiap Kabupaten Yang Termasuk Kedalam
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark.......................................... 6
2. Tugas Tim Pengelola Gunung Sewu UNESCO Global Geopark ........ 82
3. Hasil Analisis dan Interpretasi Data ................................................... 114
xiv
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1. Data Kunjungan Wisatawan di Kawasan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark 2012-2016 .............................................. 8
2. Data Pendapatan Asli Daerah di Kawasan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark ................................................................ 9
3. Spiral Analisis Data .......................................................................... 49
4. Alur Menjadi Anggota Global Geopark Network (GGN) .................. 52
5. Peta Gunung Sewu UNESCO Global Geopark .................................. 53
6. Geosite Goa Gong di Kabupaten Pacitan .......................................... 54
7. Pertemuan yang dilakukan oleh perwakilan dari Pemerintah
Kabupaten Pacitan-Kabupaten Wonogiri-Kabupaten
Gunungkidul di Kabupaten Pacitan ................................................... 64
8. Badingah (Bupati Gunungkidul) melakukan penandatanganan
Peraturan Bersama Bupati Pacitan-Bupati Wonogiri-Bupati
Gunungkidul tentang Pelestarian Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark ................................................................................. 70
xv
DAFTAR BAGAN
No Judul Halaman
1. Struktur Organisasi BKAD Pawonsari ............................................ 59
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Pengantar Riset Fakultas .............................................. 126
Lampiran 2. Interview Guide ..................................................................... 127
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian ......................................................... 128
Lampiran 4. Transkrip Wawancara ........................................................... 130
Lampiran 5. Pengelompokan Hasil Koding ............................................... 145
Lampiran 6. Dokumen Data Sekunder ....................................................... 153
Lampiran 7. Curriculum Vitae .................................................................. 159
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desentralisasi menurut United Nations Development Programme
(UNDP) dalam Noor (2012: 5) ialah merujuk pada restrukturisasi atau
reorganisasi wewenang sehingga ada sebuah sistem tanggungjawab bersama
antara institusi pemerintah pada tingkat pusat dan daerah menurut prinsip
subsidiaritas, hal tersebut diharapkan mampu meningkatkan keseluruhan
kualitas dan keefektifan sistem pemerintahan, dan juga meningkatkan
wewenang dan kapasitas daerah. Desentralisasi diharapkan dapat menciptakan
pemerintahan yang baik, meningkatkan peluang bagi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam bidang ekonomi, sosial dan berbagai keputusan politik,
membantu kapasitas masyarakat yang masih dalam taraf berkembang,
memperluas tanggungjawab, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan
pemerintahan.
Kebijakan desentralisasi di Indonesia membawa dampak pada pergeseran
format hubungan antar pemerintah daerah. Pemerintah daerah sebagai daerah
otonom memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri,
sesuai dengan pendapat Muluk (2009: 62) bahwa otonomi daerah merupakan
wewenang untuk mengatur urusan pemerintahan yang bersifat lokalitas
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat. Otonomi
daerah di Indonesia diperkuat dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014
2
tentang Pemerintahan Daerah. Pada pasal 1 ayat 6 dijelaskan bahwa otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal tersebut
membuat posisi pemerintah daerah setara antara satu dengan yang lainnya.
Pergeseran hubungan antar pemerintah daerah tersebut memunculkan
permasalahan baru dalam hubungan antar pemerintah daerah, yaitu
kecenderungan daerah memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk
kepentingan pihak-pihak tertentu dan munculnya sikap kedaerahan. Pendapat
tersebut diperkuat dengan pernyataan Kurniawan (2014: 45) bahwa terdapat
kekayaan alam yang tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, digadaikan
kepada pihak ketiga yang memiliki modal, dan hal tersebut dilakukan untuk
menguntungkan elit lokal serta pejabat daerah setempat. Perihal munculnya
sikap kedaerahan, menurut Hertanto (2014: 21) hubungan antar pemerintah
daerah (provinsi, kabupaten/kota dan sebaliknya) cenderung mundur kembali
dengan adanya otonomi daerah, yang dimaksud mundur kembali tersebut ialah
muncul sifat kedaerahan.
Disisi lain, daerah yang berdekatan memiliki potensi, keadaan geografis
dan juga keadaan masyarakat yang sebagian besar sama. Kondisi yang
berdekatan semakin meningkatkan interaksi masyarakat. Kebutuhan
masyarakat seringkali dapat dipenuhi dari daerah lain karena faktor jarak yang
dekat dan juga memiliki keadaan yang sama, yaitu jauh dari pusat
3
pemerintahan. Hal tersebut menyebabkan adanya peningkatan kebutuhan akan
adanya kerjasama daerah.
Kerjasama daerah dilakukan agar potensi yang dimiliki oleh setiap
daerah dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 pasal 363 ayat 1 yang menjelaskan
bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerintah daerah dapat
mengadakan kerjasama dengan pertimbangan efisiensi dan efektivitas
pelayanan publik serta saling menguntungkan. Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah yang
dimaksud dengan kerjasama daerah adalah kesepakatan yang dilakukan antara
gubernur dengan gubernur atau gubernur dengan bupati/wali kota atau antara
bupati/wali kota dengan bupati/wali kota yang lain, dan atau gubernur,
bupati/wali kota dengan pihak ketiga, yang dibuat secara tertulis serta
menimbulkan hak dan kewajiban.
Salah satu bentuk kerjasama daerah di Indonesia adalah Badan
Kerjasama Antar Daerah (BKAD) Pacitan-Wonogiri-Wonosari (Pawonsari)
yaitu kerjasama daerah yang dilakukan oleh tiga kabupaten yang secara
geografis letaknya berdekatan tetapi berada dalam tiga provinsi yang berbeda.
Kabupaten Pacitan berada di Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Wonogiri di
Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Gunungkidul di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Potensi yang dimiliki oleh ketiga daerah tersebut sama,
yaitu kawasan karst, areanya yang didominasi oleh pegunungan berbukit-bukit,
4
batuan kapur, goa-goa, sungai bawah tanah, air terjun, daerah cekungan dan
lain sebagainya (www.geomagz.geologi.esdm.go.id).
BKAD Pawonsari telah berdiri sejak 4 November 2002 ditandai dengan
ditandatanganinya Surat Keputusan Bersama Nomor: 272 Tahun 2002, Nomor:
05 Tahun 2002 dan Nomor: 240/KPTS/2002 tentang Kerjasama Antar Daerah
Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul yang
selanjutnya disebut dengan Pawonsari (Pacitan-Wonogiri-Wonosari) di
Kabupaten Pacitan. Kesepakatan Bersama tersebut menjadi tonggak awal
komitmen ketiga kabupaten dalam melakukan kerjasama. Awal disetujuinya
kesepakatan bersama tersebut mempunyai fokus untuk mengurangi adanya
kemungkinan konflik perbatasan dan pengembangan layanan publik terutama
pendidikan, kesehatan, ketersediaan air bersih, perhubungan jalan dan tata
infrastruktur jalan. Saat ini yang menjadi fokus kerjasama adalah pengelolaan
dan pelestarian Gunung Sewu UNESCO Global Geopark. Hal tersebut
diungkapkan oleh Ibu Retno Utari (Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat
Daerah Kabupaten Wonogiri) pada 30 November 2017 bahwa setelah
Sekretariat BKAD Pawonsari berpindah ke Kabupaten Gunungkidul tahun
2015 telah disepakati untuk berfokus pada pengelolaan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark.
Tanggal 9 September 2015 United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization (UNESCO) menetapkan bentang alam Gunung Sewu
sebagai Global Geopark. Gunung Sewu UNESCO Global Geopark merupakan
taman geologi dengan luas wilayah mencapai 1.802 km² sehingga secara
5
administratif masuk dalam tiga provinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah dan
D.I. Yogyakarta (www.unesco.org). Geopark merupakan singkatan dari
Geological Park yang apabila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
sebagai taman geologi atau taman bumi. Global Geopark berada dibawah
naungan badan dunia UNESCO, kemudian dikembangkan dan difasilitasi
oleh Global Geopark Network (GGN). Di Indonesia terdapat dua Global
Geopark, yaitu Batur Global Geopark dan Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark.
Geopark merupakan konsep pengelolaan pengembangan kawasan secara
berkelanjutan, yang menggabungkan tiga keragaman alam, yaitu keragaman
geologi (geodiversity), keragaman hayati (biodiversity), dan keragaman budaya
(cultural diversity), dengan tujuan untuk pembangunan serta pengembangan
ekonomi kerakyatan yang berbasis pada asas perlindungan (konservasi)
terhadap ketiga keragaman tersebut, seperti penjelasan Global Geoparks
Network (2010: 3) bahwa,
“Geopark is a geographical area where geological heritage sites are
part of a holistic concept of protection, education and sustainable
development. The Geopark should take into account the whole
geographical setting of the region, and shall not solely include sites of
geological significance. The synergy between geodiversity, biodiversity
and culture, in addition to both tangible and non-tangible heritage are
such that non-geological themes must be highlighted as an integral part
of each Geopark, especially when their importance in relation to
landscape and geology can be demonstrated to the visitors. For this
reason, it is necessary to also include and highlight sites of ecological,
archaeological, historical and cultural value within each Geopark. In
many societies, natural, cultural and social history are inextricably
linked and cannot be separated.”
(Geopark adalah wilayah geografis dimana situs peninggalan geologi
menjadi bagian dari konsep holistik tentang perlindungan, pendidikan
dan pembangunan berkelanjutan. Geopark harus mempertimbangkan
6
keseluruhan wilayah geografis dan tidak boleh hanya mencakup situs-
situs yang memiliki makna geologis. Sinergi antara keanekaragaman
geologi, keanekaragaman hayati dan budaya, baik warisan berwujud dan
tidak berwujud adalah tema non-geologi yang harus disorot sebagai
bagian integral dari setiap geopark, terutama sangat penting berkaitan
dengan landscape dan geologi yang dapat ditunjukkan untuk para
pengunjung. Untuk alasan ini, perlu juga memasukkan dan menyoroti
lokasi ekologi, arkeologi, sejarah dan nilai budaya di dalam setiap
Geopark. Di masyarakat, sejarah alam, budaya dan sosial saling terkait
erat dan tidak dapat dipisahkan)
Untuk mendukung pengembangan dan pelestarian Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark maka dibuat Keputusan Bersama antara Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Menteri Pariwisata, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Gubernur Jawa
Tengah, Gubernur Jawa Timur, Bupati Gunungkidul, Bupati Wonogiri dan
Bupati Pacitan dengan Nomor: 003/PJ/45/MEM/2015 tentang Pengembangan
dan Pelestarian Geopark Gunung Sewu.
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark memiliki keragaman alam
yang kaya. Terdapat tiga belas geosite di Kabupaten Gunungkidul, tujuh
geosite di Kabupaten Wonogiri dan tiga belas geosite di Kabupaten Pacitan
yang termasuk kedalam Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
(www.gunungkidulkab.go.id). Berikut ini daftar keragaman alam yang berada
di Gunung Sewu UNESCO Global Geopark:
Tabel 1. Daftar Geosite Setiap Kabupaten Yang Termasuk
Kedalam Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
No. Wilayah Geosite
1 Pacitan Pantai Klayar, Pantai Buyutan, Pantai Watukarung,
Pantai Srau, Teluk Pacitan, Goa Gong, Tabuhan,
Luwengombo, Luwengjaran, Situs Song Terus, Bak
Soka, Guyang Warak dan Situs Ngrijangan
2 Wonogiri Museum Kars, Sungai Bengawan Solo Purba, Goa
Tembus, Goa Sodong, Goa Potro Bunder, Goa Sonyo
7
No. Wilayah Geosite
Ruri dan Pantai Sembukan
3 Gunungkidul Gunung Api Purba Ngglangeran, Kaling Ngalang,
Hutan Wanagama, Air Terjun Sri Gethuk, Goa kali
Suci, Goa Jomblang, Goa Pindul, Lembah Karst Mulo,
Pantai Baron-Pantai Kukup-Pantai Krakal,Pantai Siung-
Gunung Batur-Pantai Krakal, Hutan Wisata Turunan,
Goa Cokro dan Lembah Kering Sadeng
Sumber : Olahan Peneliti berdasarkan Paparan General Manager Gunung
Sewu UNESCO Global Geopark dalam Peluncuran Pedoman
Teknis Asasmen Sumber Daya Warisan Geologi di Bandung, 2018.
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark perlu dikelola dengan baik
karena salah satu sektor dari Gunung Sewu UNESCO Global Geopark, yaitu
sektor pariwisata, menyebabkan kesejahteraan masyarakat meningkat. Menurut
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Gunungkidul, Sumarwiyanto penurunan
angka kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul disebabkan pesatnya
perkembangan pariwisata selama beberapa tahun terakhir. Menurut Sekretaris
Dinas Pariwisata Gunungkidul Harry Sukmono seperti dikutip oleh
www.cnnindonesia.com mengatakan saat ini terdapat sekitar 30 kelompok
sadar wisata yang aktif mengelola wisata dan memperoleh pendapatan
langsung dari sektor pariwisata. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan angka
kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul pada 2016 sebesar 19,34%. Angka ini
mengalami penurunan jika dibandingkan pada 2015 yang mencapai 21,73%.
Pernyataan tersebut juga sejajar dengan hasil penelitian tesis Fadiah Khairina
yang berjudul Dampak Perubahan Pemanfaatan Kawasan Karst Gunung Sewu
Terhadap Resiliensi Ekonomi Rumahtangga Di Kabupaten Gunungkidul yang
mengambil lokasi penelitian di Desa Bedoyo dan Desa Bejiharjo (merupakan
desa yang termasuk dalam geosite di Goa Pindul) pada tahun 2017
8
menunjukkan bahwa perubahan penggunaan kawasan karst di kedua desa
memberikan dampak yang berbeda kepada masyarakat di sekitarnya. Secara
umum, tingkat kesejahteraan rumah tangga di kedua desa mengalami
peningkatan karena tersedianya sumber penghasilan yang baru.
Gambar 1. Data Kunjungan Wisatawan Di Kawasan
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
Tahun 2012-2016
Sumber: Paparan General Manager Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark dalam Peluncuran Pedoman Teknis Asasmen
Sumber Daya Warisan Geologi di Bandung, 2017
Berdasarkan data kunjungan wisatawan tersebut dapat dilihat bahwa
kunjungan yang paling banyak dilakukan oleh wisatawan ke Kabupaten
Gunungkidul dan paling sedikit ke Kabupaten Wonogiri, sementara kenaikan
paling banyak di Kabupaten Pacitan sebesar 435.867 orang. Meskipun begitu
setelah menjadi anggota GGN pada tahun 2015 kunjungan wistawan ke tiga
daerah tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2015 ke tahun 2016. Selain
itu pendapatan asli daerah (PAD) ketiga kabupaten tersebut juga mengalami
9
peningkatan. Kenaikan PAD tertinggi di Kabupaten Pacitan sebesar Rp
2.834.458.600,- dapat dilihat dalam Gambar 2 berikut ini:
Gambar 2. Data Pendapatan Asli Daerah Di Kawasan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark
Sumber: Paparan General Manager Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark dalam Peluncuran Pedoman Teknis Asasmen
Sumber Daya Warisan Geologi di Bandung, 2017
Meskipun mengalami peningkatan jumlah kunjungan wisatwan dan
peningkatan pendapatan asli daerah, pengesahan Gunung Sewu sebagai Global
Geopark oleh UNESCO dirasa belum berdampak pada kemajuan
perekonomian masyarakat di wilayah Kabupaten Pacitan dan Kabupaten
Wonogiri. Hal tersebut diungkapkan oleh General Manager Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark Budi Martono saat Focus Group Disscusion (FGD)
Geopark Gunung Sewu Menuju Destinasi Pariwisata Prioritas Nasional di
Lobby DPRD DIY Selasa 27 Desember 2016 (www.krjogja.com). Peran
BKAD Pawonsari masih belum terlihat meskipun telah disepakati adanya
10
kerjasama untuk melakukan pengelolaan dan pelestarian Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti
mengangkat penelitian dengan judul Sinergitas Pemerintah Kabupaten
Pacitan, Kabupaten Wonogiri Dan Kabupaten Gunungkidul Dalam
Pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sinergitas Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri
dan Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark?
2. Apa saja tantangan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark?
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan tentang sinergitas Pemerintah Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark.
2. Mendeskripsikan tentang tantangan yang dihadapi oleh Pemerintah
Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul
dalam pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark.
11
D. Kontribusi Penelitian
1. Kontribusi Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan dan dapat
digunakan sebagai bahan kajian bagi peneliti selanjutnya dalam hal
pengelolaan global geopark dengan format kerjasama antar pemerintah.
2. Kontribusi Praktis
a. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan dan
bahan kajian kepada Badan Kerjasama Antar Daerah Pacitan-Wonogiri-
Wonosari dalam pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
agar dapat mempertahankan keikutsertaannya dalam Global Geopark
Network dan juga supaya pariwisata yang ada dapat mensejahterakan
masyarakat di kawasan tersebut.
b. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi masyarakat
untuk mendukung dan ikut serta dalam menjaga dan mengelola kawasan
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark.
E. Sistematika Pembahasan
1. BAB I : PENDAHULUAN
Berisi latar belakang peneliti melakukan penelitian tentang
sinergitas Pemerintah Kabupaten Pacitan-Kabupaten Wonogiri-
Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan Gunung Sewu
12
UNESCO Global Geopark, tujuan penelitian yang dilakukan,
kontribusi yang diharapkan serta sistematika pembahasan
penelitian.
2. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisi teori-teori yang berkaitan dengan penelitian yang
dilakukan. Peneliti mencantumkan teori administrasi publik, teori
otonomi daerah, teori kerjasama antar daerah, konsep sinergitas
3. BAB III : METODE PENELITIAN
Berisi jenis penelitian, fokus penelitian, pemilihan lokasi dan situs
penelitian, sumber data, pengumpulan data, instrumen penelitian,
metode analisis dan keabsahan data.
4. BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berisi gambaran umum lokasi penelitian, penyajian data hasil
wawancara serta analisis dan interpretasi data.
5. BAB V : PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Administrasi Publik
Administrasi didefinisikan kedalam dua hal, dalam artian sempit dan
artian luas. Secara sempit administrasi berkaitan dengan kegiatan surat
menyurat dan tata usaha, sedangkan administrasi secara luas berkaitan dengan
pencapaian tujuan bersama. Luther Gullick dalam Islamy (2015: 2)
mengatakan administration has to do with getting things done with the
accomplishment of defined objectives (administrasi berkaitan dengan
pelaksanaan suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditentukan), sedangkan Siagian dalam Islamy (2015: 5) mendefinisikan
administrasi sebagai keseluruhan tindakan kerjasama yang dilakukan oleh dua
orang manusia atau lebih yang dilakukan atas dasar rasionalitas tertentu untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Secara umum administrasi
dapat dimaknai sebagai kerjasama antara dua orang atau lebih untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan bersama.
Administrasi memiliki dimensi-dimensi yang harus dipenuhi. Pasolong
(2013: 3) menyebutkan terdapat dua dimensi administrasi, yaitu dimensi
karakteristik dan dimensi unsur-unsur yang melekat pada administrasi. Yang
termasuk dimensi karakteristik administrasi terdiri atas:
14
1. Efisien, dapat diartikan bahwa pencapaian tujuan administrasi dilakukan
untuk mencapai hasil secara efektif (dapat berhasil guna) dan efisien (dapat
berdaya guna)
2. Efektivitas, dapat diartikan sasaran yang telah ditetapkan tercapai karena
adanya proses kegiatan
3. Rasional, dapat diartikan tujuan dicapai dengan sadar dan disengaja serta
memiliki manfaat untuk maksud yang baik
Dimensi yang kedua adalah dimensi unsur-unsur yang melekat pada
administrasi, yaitu:
1. Terdapat tujuan yang hendak dicapai dan tujuan tersebut ditetapkan sebelum
melaksanakan suatu pekerjaan
2. Terdapat kerjasama yang dilakukan oleh sekelompok orang
3. Terdapat sarana yang digunakan dalam pencapaian tujuan
Arti kata publik dapat dipahami sebagai manusia yang mempunyai
pemikiran yang sama. Sejalan dengan pendapat tersebut, Syafi’ie dalam
Pasolong (2013:6) mengatakan bahwa publik adalah sekelompok manusia yang
memiliki harapan, pemikiran, sikap dan tindakan yang sama berdasarkan nilai-
nilai dan norma yang mereka miliki. Sementara itu Frederickson dalam
Wibowo (2012: 4) membedakan berbagai perspektif dalam mendefinisikan
publik, sebagai berikut:
1. Publik sebagai kelompok kepentingan (perspektif pluralis)
2. Publik sebagai pemilih rasional (perspektif pilihan publik)
3. Publik sebagai pihak yang diwakili (perspektif perwakilan)
15
4. Publik sebagai pelanggan (perspektif penerima pelayanan publik)
5. Publik sebagai warga negara
Secara umum publik dapat dipahami secara luas, tidak hanya sebagai warga
negara, tetapi juga sekumpulan manusia yang mempunyai tujuan tertentu.
Berdasarkan pengertian publik dilihat dari perspektif perwakilan, publik
sebagai pihak yang diwakili, memperkuat salah satu pendapat Jhon M. Pfiffner
dan Robert V Presthus dalam Islamy (2015: 20) yang menjelaskan pengertian
administrasi publik dengan beberapa ungkapan. (1) Public administration
involves the implementation of publik policy which has been determined by
representative political bodies (Administrasi publik meliputi implementasi
kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan oleh badan-badan perwakilan
politik). Pada bagian lain dikatakan bahwa (2) Public administration may be
defined as the coordination of individual and group efforts to carry out publik
policy. It is mainly occupied with the daily work of governments (Administrasi
publik dapat didefinisikan sebagai koordinasi usaha-usaha perorangan dan
kelompok untuk melaksanakan kebijakan pemerintah. Hal ini terutama
meliputi pekerjaan sehari-hari pemerintah). Penjelasan tersebut diakhiri dengan
(3) In sum, public administration is a process concerned with carrying out
publik policies, en compassing innumerable skills and techniques which give
order and purpose to the efforts of large numbers of people (Secara
menyeluruh, administrasi publik adalah suatu proses yang bersangkutan
dengan pelaksanaan kebijakan-kebijakan pemerintah, pengarah kecakapan-
kecakapan dan teknik-teknik yang tak terhingga jumlahnya yang memberi arah
16
dan maksud terhadap usaha-usaha sejumlah besar orang). Pendapat lain
dikemukakan oleh Lembaga Administrasi Negara dalam Indradi (2016: 109),
mendefinisikan administrasi publik (negara) yaitu:
“Administrasi mengenai negara dalam arti, unsur, dimensi dan
dinamikanya. Dalam situasi dan kondisi negara bagaimanapun,
administrasi negara harus tetap berperan memberikan dukungan terhadap
penyelenggaraan negara, mengemban tugas penyelenggaraan negara,
mengemban misi perjuangan bangsa dalam bernegara; memberikan
perhatian dan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat dan
membuka peluang kepada masyarakat untuk berkarya dalam upaya
mencapai tujuan bersama dalam bernegara, ataupun untuk melakukan
peran tertentu dalam pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik yang
secara tradisional dilakukan oleh aparatur negara”
Sejalan dengan pengertian administrasi publik yang telah dijelaskan
sebelumnya, terdapat pengertian lain tentang administrasi publik dengan
membaginya kedalam empat aspek. Shafritz dan Russel dalam Lionardo (2009:
1) menjelaskan aspek tersebut meliputi pengertian administrasi publik dalam
aspek politik, legal, manajerial dan jabatan (occupation). Administrasi publik
dalam perspektif politik yaitu kemampuan pemerintah dalam mengatasi
persoalan publik. Dalam perspektif legal menjelaskan bahwa administrasi
publik merupakan implementasi setiap kebijakan publik yang berdampak pada
aktualisasi hak masyarakat dimana kebijakan publik tersebut adalah produk
hukum yang harus dipatuhi oleh warga negara dan pemerintah. Administrasi
publik dalam perspektif manajemen lebih menekankan pada pengelolaan sektor
private sebagai civil society yang harus dilayani pemerintah. Konsep
administrasi publik sebagai occupation berkaitan dengan evaluasi setiap
program publik yang telah direncanakan sebelumnya yang berada dibawah
pemerintah sebagai pemilik jabatan (authority). Kategorisasi-kategorisasi
17
sesungguhnya bermakna sebagai “the rationale for public administration to be
an academic discipline”. Dari penjelasan tersebut peneliti menarik kesimpulan
bahwa administrasi publik adalah kegiatan yang dilakukan pemerintah dalam
membuat peraturan dan mengimplemestasikannya untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
B. Otonomi Daerah
1. Pengertian Otonomi Daerah
Secara etimologi otonomi berasal dari kata auto dan nomos yang
memiliki arti sendiri dan peraturan atau perintah. Merujuk pada arti yang
dimiliki tersebut, maka otonomi dapat diartikan sebagai ‘peraturan yang
dibuat oleh satu entitas (pemerintah tersendiri)’ atau menurut Riant Nugroho
dalam Agustino (2014: 13) berarti ‘memerintah sendiri’. Samoff dalam
Agustino (2014: 13) menyatakan otonomi sebagai transferred power and
authority over decision making to local units are the core of autonomy
(transfer kekuasaan dan wewenang atas pengambilan keputusan kepada unit
lokal adalah inti dari otonomi). Pendapat lain dikemukakan Rosenbloom
dalam Agustino (2014: 13) menjelaskan bahwa otonomi merupakan wujud
penyerahan suatu kuasa kepada pemerintah yang lebih rendah tingkatannya
untuk mengatur wilayah secara bebas tanpa campur tangan pemerintah
pusat. Salah satu pemindahan otoritas yang diberikan kepada pemerintah
daerah ialah kebebasan untuk memformulasikan kebijakan, seperti
dikatakan Escobar-lemmon dalam Agustino (2014: 14) menyatakan otonomi
18
sebagai pemindahan otoritas, fungsi dan tanggungjawab dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah dalam hal pembuatan kebijakan dan
keputusan.
Walaupun kewenangan diberikan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah, bukan berarti ada kebebasan yang mutlak. Menurut
Bagir Manan dalam Fitriyah (2003: 103) otonomi adalah kemandirian
walaupun bukan suatu kebebasan sebuah satuan yang merdeka. Terlepas
dari makna pemindahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah, menurut Nyakman dalam Fitriyah (2003: 103) otonomi
diartikan sebagai kewenangan sebuah organisasi untuk mengembangkan
fungsi-fungsi yang dimiliki. Dalam konteks pemerintahan, terdapat tiga
dimensi otonomi. Pertama, otonomi negara yang berhubungan dengan
kekuatan-kekuatan yang ada dalam masyarakat (terutama masyarakat
ekonomi dan partai-partai politik). Kedua, otonomi pemerintah daerah
dalam hubungannya dengan pemerintah pusat. Ketiga, otonomi unit-unit
terendah pemerintahan dalam hubungannya dengan unit yang lebih tinggi.
Otonomi daerah di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dijelaskan
pada pasal 1 ayat 6 otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Peneliti menyimpulkan bahwa otonomi daerah adalah
19
kemandirian daerah untuk mengatur sendiri urusan pemerintahannya
berdasarkan kepentingan masyarakat.
2. Prinsip-prinsip Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari prinsip-prinsip yang
harus dijadikan dasar atau acuan dalam bertindak. Prinsip tersebut seperti
dijelaskan oleh Abdullah (2007: 5), yaitu:
a. Prinsip Otonomi Luas
Pada prinsip otonomi luas, kepala daerah memiliki tugas, wewenang,
hak, dan kewajiban untuk melakukan pengelolaan urusan pemerintahan
yang tidak dikelola oleh pemerintah pusat, hal tersebut membuat isi
otonomi suatu daerah lebih beragam. Selain itu, daerah diberi keleluasaan
untuk merumuskan tujuan daerahnya masing-masing. Tujuan utama
pemberian otonomi daerah agar dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat, pemerintah daerah dapat melakukan sesuai dengan potensi
dan karakteristik masing-masing daerah.
b. Prinsip Otonomi Nyata
Pada prinsip otonomi nyata pemerintah daerah diberikan tugas,
wewenang dan kewajiban untuk menangani urusan pemerintahan yang
telah ada sebelumnya, dimana daerah tersebut memiliki potensi untuk
tumbuh dan berkembang sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh
daerah.
20
c. Prinsip Otonomi yang Bertanggungjawab
Pada prinsip otonomi yang bertanggung jawab pemerintah daerah
melakukan penyelenggaraan otonomi sejalan dengan tujuan pemberian
otonomi, yaitu untuk memberdayakan daerah, termasuk didalamnya
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
C. Pemerintahan Daerah
1. Konsep Pemerintahan Daerah
Pemerintahan daerah merupakan salah satu lembaga pelaksana
pembangunan pada tingkat daerah. Kewenangan yang dimiliki oleh
pemerintah daerah disebabkan oleh adanya penyerahan kekuasaan dari
pemerintah pusat yang biasa dikenal dengan istilah desentralisasi.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan desentralisasi adalah
penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah
otonom berdasarkan asas otonomi yaitu prinsip dasar penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Menurut Smith (dalam Muluk, 2007: 8) menyebutkan
bahwa:
“Desentralisasi mencakup beberapa elemen, yakni: (1) desentralisasi
memerlukan pembatasan area, yang bisa didasarkan pada tiga hal (pola
spasial kehidupan sosial dan ekonomi, rasa identitas politik, dan efisiensi
pelayanan publik yang bisa dilaksanakan); dan (2) desentralisasi yang
meliputi pula pendelegasian wewenang, baik itu kewenangan politik
maupun maupun kewenangan birokratis.”
21
Pendapat lain dikemukakan oleh Hoessein (dalam Muluk, 2007:9)
bahwa “desentralisasi mencakup dua elemen pokok, yakni pembentukan
daerah otonom dan penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah otonom
tersebut”. Atas pendapat–pendapat tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa desentralisasi merupakan pendelegasian wewenang atas urusan
pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sebagai
pelaksana pemerintahan di daerah otonom. Berdasarkan penjelasan tersebut
di atas maka lahirlah istilah Pemerintahan Daerah (Local Government).
Local Government merupakan sebuah konsep pemerintahan yang
timbul dari adanya desentralisasi. Menurut Muluk (2007:12) bahwa “Local
Government dapat dimaknai menjadi tiga hal. Pertama, sebagai
pemerintahan daerah yang mengacu pada organ yang melaksanakan urusan
dan fungsi yang didesentralisasikan. Kedua, sebagai pemerintahan daerah
yang mengacu pada fungsi yang dijalankan dalam kerangka desentralisasi.
Ketiga, sebagai daerah otonom tempat dimana lokalitas berada dan
membentuk kesatuan hukum sendiri yang meskipun tidak berdaulat tetapi
memiliki hak untuk mengurus dirinya sendiri”. Berikutnya menurut
Hoessein dalam Kristiono (2005: 95) mengungkapkan bahwa Local
Government ini merupakan sebuah konsep yang dapat mengandung tiga arti.
Pertama, ia berarti pemerintah lokal yang kerap kali dipertukarkan dengan
local outhoity yang mengacu pada organ, yakni council dan mayor dimana
rekrutmen pejabatnya didasarkan pada pemilihan. Kedua, ia mengacu pada
pemerintahan lokal yang dilakukan oleh pemerintah lokal. Arti kedua ini
22
lebih mengacu pada fungsi. Dalam menentukan fungsi yang menjadi
kewenangan Pemerintah Daerah, terdapat prinsip yang lazim dipergunakan,
pemerintah daerah dapat bertindak pada hal-hal tertentu atau memberikan
pelayanan tertentu saja, fungsi atau urusan pemerintahan bagi pemerintah
daerah dirinci sedangkan fungsi pemerintahan yang tersisa menjadi
kompetensi Pemerintah Pusat. Ketiga, ia bermakna daerah otonom. Menurut
Hoessein pembentukan daerah otonom yang secara simultan merupakan
kelahiran status otonomi berdasarkan atas aspirasi dan kondisi objektif dari
masyarakat yang berada di wilayah tertentu sebagai bagian dari bangsa dan
wilayah nasional. Masyarakat yang menuntut otonomi melalui desentralisasi
menjelma menjadi daerah otonom sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Menurut UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
yang disebut dengan Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dapat ditarik kesimpulan bahwa Local Government dimaknai
sebagai Pemerintahan Daerah yang memiliki kewenangan mengurus
wilayahnya sendiri sesuai dengan fungsi yang dimiliki berdasarkan daerah
otonom. sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
23
2. Urusan Pemerintahan Daerah
Urusan pemerintahan daerah ada dua, yaitu urusan pemerintahan
wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah
urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua daerah. Pada
ayat 2 pasal 11 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Urusan
Pemerintahan Wajib terdiri atas urusan pemerintahan yang berkaitan dengan
pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak berkaitan dengan
Pelayanan Dasar. Pada ayat 1 pasal 12 Undang-undang Nomor 23 Tahun
2014 menyebutkan bahwa urusan pemerintah yang berkaitan dengan
pelayanan dasar meliputi:
a. Pendidikan;
b. Kesehatan;
c. Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang;
d. Perumahan Rakyat Dan Kawasan Permukiman;
e. Ketenteraman, Ketertiban Umum, Dan Pelindungan Masyarakat; Dan
f. Sosial.
Sedangkan pada ayat 2 pasal 12 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014
urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar
meliputi:
a. Tenaga kerja;
b. Pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak;
c. Pangan;
d. Pertanahan;
24
e. Lingkungan hidup;
f. Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
g. Pemberdayaan masyarakat dan desa;
h. Pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
i. Perhubungan;
j. Komunikasi dan informatika;
k. Koperasi, usaha kecil, dan menengah;
l. Penanaman modal;
m. Kepemudaan dan olah raga;
n. Statistik;
o. Persandian;
p. Kebudayaan;
q. Perpustakaan; dan
r. Kearsipan.
Urusan pemerintahan pilihan adalah urusan pemerintahan yang wajib
diselenggarakan oleh daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah.
Urusan pemerintahan pilihan menurut pada ayat 3 pasal 12 Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2014 meliputi:
A. Kelautan Dan Perikanan;
B. Pariwisata;
C. Pertanian;
D. Kehutanan;
E. Energi Dan Sumber Daya Mineral;
25
F. Perdagangan;
G. Perindustrian; Dan
H. Transmigrasi
3. Asas Pemerintahan Daerah
Menurut Syafiie (2013: 83) terdapat tiga asas pemerintahan daerah, yaitu:
a. Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan sebagian urusan dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengatur
daerahnya sendiri. Hal yang dimaksud dengan sebagian urusan adalah
tidak semua urusan dapat diserahkan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah, seperti penyerahan urusan pertahanan keamanann
akan menimbulkan keberanian daerah untuk melawan pusat secara
separatis.
b. Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari aparat
pemerintah pusat atau pejabat diatasnya (misalnya wilayah provinsi).
Jadi, begitu suatu departemen di tingkat pusat melimpahkan
wewenangnya kepada pejabat kepala kantor wilayah provinsi atau
pejabat kepala wilayah provinsi tersebut melimpahkan wewenang kepada
kepala kantor departemen di tingkat kabupaten maka terkadang muncul
egoisme sektoral karena pemerintah daerah tidak mengetahui
pelaksanaan dan sulit untuk ikut mengawasinya. Misalnya dalam hal
kemungkinan munculnya tumpang tindih pekerjaan, baik waktunya
26
maupun biayanya. Contohnya adalah pembangunan bongkar pasang jalan
karena pemasangan pipa air minum, kabel telepon dan jaringan listrik.
c. Tugas Pembantuan
Di satu pihak pemerintah pusat khawatir penyerahan semua urusan
kepada daerah akan membuat daerah menjadi separatis, tetapi di pihak
lain pemerintah daerah curiga karena pemerintah pusat akan merongrong
kekayaan daera maka tarik ulur antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah tidak pernah selesai dari dulu. Diketahui desentralisasi
pemerintahan pada zaman penjajahan sangat dibatasi sehingga aparat
dekonsentrasi sangat kewalahan. Oleh karena itu dalam urusan
pemerintahaan tertentu pemerintah daerah diikutsertakan. Kata lain dari
tugas pembantuan adalah medebewind. Mede dalam bahasa Belanda
artinya ikut serta atau turut serta, sedangkan bewind juga dalam bahasa
Belanda artinya berkuasa atau memerintah. Jadi Pemerintah Daerah ikut
serta mengurus sesuatu urusan tetapi kemudian urusan itu harus
dipertanggungjawabkan kepada Pemerintah Pusat.
D. Kerjasama Antar Daerah
Pemerintah daerah tidak dapat melakukan pengelolaan potensi daerahnya
sendiri, membutuhkan bantuan dari berbagai pihak, tidak terkecuali pemerintah
daerah lain. Dua pihak yang saling membantu tersebut memiliki tujuan yang
hendak dicapai bersama-sama. Ramses dan Bowo dalam Domai (2010: 28)
menyatakan bahwa hakekat kerjasama adalah adanya dua pihak atau lebih yang
27
secara dinamis melakukan interaksi dalam upaya mencapai tujuan bersama.
Sementara itu Flo Frank and Anne Smith dalam Utomo (2005: 70)
mengemukakan bahwa kerjasama merupakan hubungan dua pihak atau lebih
yang berjanji untuk melakukan sesuatu bersama dan memiliki tujuan yang
ingin dicapai bersama. Kerjasama yang dilakukan juga harus menguntungkan
kedua belah pihak, supaya tidak ada yang dirugikan dan dapat memenuhi
keinginan masing-masing pihak. Hal ini diperkuat dengan pendapat Lembaga
Administrasi Negara dalam Utomo (2005: 70) kerjasama berhubungan dengan
orang-orang yang bekerja bersama dalam suatu hubungan yang
menguntungkan, pekerjaan yang dilakukan secara bersama-sama yaitu
pekerjaan yang mungkin tidak dapat dicapai apabila sendirian.
Kaitan kerjasama dengan pemerintah daerah dapat dilihat dari tujuan
dilakukannya kerjasama tersebut. Paterson dalam Domai (2013: 27)
menyatakan bahwa kerjasama antar pemerintah adalah tata cara yang
digunakan antara satu atau lebih pemerintahan dalam mencapai tujuan
bersama, pemberian jasa atau pemecahan masalah. Lebih lanjut kerjasama
antar pemerintah tersebut diarahkan untuk kepentingan masyarakat. Utomo
(2005: 71) menjelaskan bahwa kerjasama antar daerah adalah suatu tindakan,
kegiatan atau usaha yang dilakukan bersama oleh dua atau lebih daerah
otonom, dalam rangka mencapai tujuan bersama untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat.
Kerjasama antar daerah tidak dapat serta merta dilakukan, ada basis-basis
pengembangan kerjasama antar daerah yang harus diperhatikan. Menurut
28
Pratikno dalam buku Model Kerjasama Antar Daerah yang diterbitkan oleh
Program S2 PLOD UGM dan APEKSI (2007: 9) terdapat beberapa basis bagi
pengembangan kerjasama antar daerah yaitu:
1. Basis ketetanggaan secara geografis, karena daerah yang secara geografis
bertetangga, cenderung mempunyai potensi konflik tinggi sekaligus memiliki
potensi kepentingan bersama yang tinggi pula. Dengan demikian, kedekatan
secara geografis daerah dapat menjadi basis kerjasama.
2. Basis kesetaraan potensi, karena daerah-daerah ternyata memiliki potensi
sama, seperti pariwisata, potensi laut dan sebagainya, juga mungkin
mempunyai permasalahan yang hampir sama dan cenderung berkompetisi
secara ketat. Dengan membangun kerjasama, daerah dapat melakukan
negosiasi secara kuat menghadapi aktor lain, baik dari pemerintah pusat,
maupun aktor swasta.
3. Basis kesetaraan permasalahan, karena biasanya kerjasama juga dilandasi dari
adanya permasalahan yang serupa yang dihadapi daerah otonom, seperti
adanya trauma konflik sosial dan kekerasan di daerah rentan konflik. Bisa
juga karena adanya persamaan permasalahan yang berasal dari kondisi alam,
seperti kebakaran hutan, banjir, longsor dan sebagainya. Kerjasama bisa
dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dan tidak bisa diatasi
daerah snediri tanpa harus melibatkan daerah lain yang mempunyai
persamaan serupa dengan melakukan sharing pengalaman penanganan.
Kerjasama antar daerah memiliki bentuk yang didasarkan pada
kesepakatan antar daerah yang melakukan kerjasama. Gary D. Taylor dalam
29
Wahyudi dan Sari (2011: 290) menjelaskan tentang bentuk yang dapat
diwujudkan dalam kerjasama antar daerah, yaitu:
1. Handshake Agreement, merupakan bentuk kerjasama yang berdasarkan
komitmen dan kepercayaan yang tinggi secara politis antar daerah yang
bekerjasama. Kerjasama ini dilakukan tanpa dokumen perjanjian formal.
2. Fee for service contracts (service agreements), merupakan bentuk kerjasama
dimana pelayanan publik yang diberikan oleh suatu daerah dapat dinikmati
pula oleh masyarakat dari daerah lain. Pelayanan publik tersebut misalnya
pelayanan kesehatan, pendidikan, listrik, air bersih, dan sebagainya, dengan
sistem kompensasi (harga) dan jangka waktu yang disepakati bersama.
3. Joint Agreements (pengusahaan bersama), dalam bentuk ini penyediaan dan
pengelolaan pelayanan publik dilakukan secara bersama-sama sehingga
dibutuhkan keterlibatan masing-masing daerah.
4. Jointly–formed authorities (pembentukan otoritas bersama). Disepakati oleh
daerah yang bekerjasama untuk menyerahkan pengelolaan kerjasama
kepada pihak pihak ketiga yaitu pihak yang professional.
Untuk melihat pengaruh dari kerjasama antar pemerintah daerah, maka harus
terlebih dahulu melihat variabel kerjasamanya. Menurut Program S2 PLOD
UGM dan APEKSI (2007: 7) efektivitas kerjasama antar pemerintah daerah
tergantung pada tujuh variabel yaitu:
1. Transparansi
Dalam kerjasama ada transparansi (transparency), berupa kemudahan
proses pengawasan atau penegasan kepatuhan anggota dengan prinsip utama
30
kerjasama. Sebuah institusi kerjasama akan efektif jika anggotanya
mematuhi aturan yang tercantum di dalam hak-hak dan kewajiban mereka.
Kepatuhan dapat dibangun dengan tiga prinsip berbeda yaitu, kemudahan
untuk mendeteksi pelanggaran yang dilakukan anggota, kemungkinan
pelanggar akan menerima sanksi, dan besarnya sanksi yang akan diterima.
Hal terpenting yang harus dikembangkan dalam menjaga efektifitas sebuah
kerjasama bukan pada pemberian sanksi ataupun besarnya sanksi, tetapi lebih
ditekankan pada deteksi akan pelanggaran yang dilakukan anggota. Karena
pemberian sanksi dalam jangka waktu lama justru akan memperlemah ikatan
kerjasama. Penggunaan rasa malu dan hukuman sosial pada anggota yang
melanggar kesepakatan kerjasama akan berfungsi sebagai kontrol pada
kepatuhan anggota. Dengan demikian kepatuhan anggota akan terjaga yang
selanjutnya bisa menjadi jaminan bagi efektivitas kerjasama yang ada.
2. Kekokohan dan keluwesan (robustness)
Efektivitas sebuah lembaga kerjasama tergantung kepada adanya
kekokohan dan keluwesan (robustness) dalam menyelesaikan segala persoalan
yang timbul dalam kerjasama, serta adanya keluwesan dalam mensikapi
perkembangan yang terjadi antar anggota tanpa melalui perubahan radikal.
Sebuah kerjasama yang terlalu rapuh (fragile) ataupun terlalu kaku (brittle)
akan menjadi tidak efektif, persoalan antar anggota dan perubahan yang
terjadi dalam lingkungan sosial dapat menjadikan kerjasama tidak efektif
apabila tidak ada prinsip yang kokoh sebagai acuan dan keluwesan dalam
mensikapi berbagai permasalahan yang timbul.
31
3. Perubahan aturan (transformation rules)
Perubahan aturan (transformation rules) yang terlalu sering dilakukan
dalam lembaga kerjasama akan menjadikan kerjasama tidak efektif,
perubahan aturan justru akan melemahkan efektivitasnya karena ada
peluang bagi anggota untuk selalu merubah aturan yang dipandang
memberatkan. Perubahan aturan yang sulit dilakukan justru akan menjaga
efektivitas kerjasama karena akan mendorong anggota untuk mentaati
aturan kerjasama.
4. Kapasitas pemerintah (anggota kerjasama)
Efektivitas sebuah kerjasama sangat tergantung pada kapasitas
pemerintah (capacity of governments) anggota dalam mengimplementasikan
aturan yang telah dikeluarkan dalam wilayah yuridiksi pemerintahannya.
Keterbatasan sumberdaya pemerintah anggota kerjasama menjadi
penghambat implementasi aturan, selain itu lemahnya legitimasi
pemerintah anggota kerjasama juga akan menjadi sebab lain yang
menjadikan aturan kerjasama tidak bisa dijalankan di dalam yuridiksi
anggota. Lemahnya legitimasi menyebabkan tidak adanya kepatuhan
masyarakat pada peraturan yang dikeluarkan pemerintah. Apabila ini terjadi
maka efektivitas dari kerjasama akan melemah karena tidak bisa
diimplementasikan di dalam wilayah anggota.
5. Distribusi kekuasaan (distribution of powers)
Ketimpangan yang tajam dalam distribusi kekuasaan (distribution of
powers) di antara anggota akan membatasi efektivitas kerjasama, karena
32
akan ada anggota yang sangat dominan dan dapat memaksakan kemauan pada
anggota lain. Tetapi di sisi lain akan ada anggota yang selalu berada dalam
posisi untuk tidak bisa menolak kemauan anggota yang lebih dominan.
Anggota yang mendapat kekuasaan besar cenderung bisa mengabaikan
aturan yang tidak sesuai dengan kepentingannya, sehingga mendorong
timbulnya rasa tidak suka dari anggota lain yang akan menghambat
berjalannya kerjasama. Keseimbangan pembagian kekuasaan antar anggota
akan menjadikan kerjasama lebih efektif karena tidak adanya kekuatan yang
cukup besar untuk melawan kesepakatan yang telah dibuat.
6. Tingkat ketergantungan (interdependence) antar anggotanya
Efektivitas kerjasama akan tergantung pada tingkat ketergantungan
(interdependence) antar anggotanya. Ketergantungan timbul apabila aksi dari
satu anggota mempengaruhi kesejahteraan anggota lain dalam kerjasama.
Mereka yang saling tergantung akan sangat sensitif pada perilaku satu sama
lain, sehingga antar anggota akan saling menjaga interaksi mereka untuk
tidak bertentangan dengan angota lain. Tingkat ketergantungan yang tinggi
akan meningkatkan efektivitas kerjasama karena masing-masing anggota
akan saling menjaga kepentingan anggota lain.
7. Ide intelektual (intellectual order)
Kerjasama antar daerah tidak dapat bertahan efektif dalam jangka
waktu lama apabila substruktur intelektual yang mendasarinya runtuh atau
mengalami pengikisan. Efektivitas kerjasama sangat dipengaruhi oleh
kekuatan ide dan gagasan yang mendasarinya. Sebuah bentuk kerjasama
33
tidak akan efektif dan tahan lama apabila ide intelektual (intellectual order)
yang mendasarinya telah roboh, tidak peduli apakah ada ide atau gagasan
lain yang menggantikan atau tidak. Efektivitas sebuah kerjasama akan sangat
tergantung pada kuat-lemahnya ide atau gagasan yang mendasarinya.
E. Konsep Sinergitas
1. Pengertian Sinergi
Najiyati dan Rahmat dalam Rahmawti (2014) mengartikan sinergi
sebagai suatu kombinasi atau perpaduan unsur atau bagian yang dapat
menghasilkan keluaran lebih baik dan lebih besar. Menurut Podugge dalam
Puspita (2017: 22) menyatakan bahwa sinergi berarti melakukan kegiatan
secara bersama-sama, ini tentunya memerlukan koordinasi yang baik,
perasaan saling memberi, saling menguntungkan dan saling membutuhkan
untuk mencapai suatu maksud tertentu yang telah disepakati bersama. Jadi
sinergi dapat dipahami sebagai operasi gabungan atau perpaduan unsur
untuk menghasilkan output yang lebih baik. Menurut Pratiwi dalam Puspita
(2017: 23) sinergitas dapat terbangun melalui dua cara, yaitu:
a. Komunikasi
Sofyandi dan Garniwa dalam Puspita (2015: 23), pengertian komunikasi
dapat dibedakan atas dua bagian, yaitu:
1) Pengertian komunikasi yang berorientasi pada sumber menyatakan
bahwa, komunikasi adalah kegiatan dengan mana seseorang (sumber)
34
secara sungguh-sungguh memindahkan stimuli guna mendapatkan
tanggapan.
2) Pengertian komunikasi yang berorientasi pada penerima memandang
bahwa, komunikasi sebagai semua kegiatan di mana seseorang
(penerima) menanggapi stimulus atau rangsangan.
b. Koordinasi
Selain adanya komunikasi, dalam menciptakan sinergitas juga
memerlukan koordinasi. Hal tersebut seperti apa yang dikatakan oleh
Hasan (2005: 18) bahwa komunikasi tidak dapat berdiri sendiri tanpa
adanya koordinasi, dalam komunikasi dibutuhkan koordinasi. Silalahi
(2011: 217) menyatakan bahwa koordinasi adalah integrasi dari kegiatan-
kegiatan individual dan unit-unit ke dalam satu usaha bersama yaitu
bekerja kearah tujuan bersama. Menurut Tripethi dan Reddy dalam
Moekijat (1994: 39-42) ada sembilan syarat untuk mewujudkan
koordinasi yang efektif, yaitu:
1) Hubungan langsung
Koordinasi dapat lebih mudah dicapai melalui hubungan pribadi
langsung diantara orang-orang yang bertanggung jawab. Melalu
hubungan pribadi langsung, ide-ide, cita-cita, tujuan-tujuan
pandangan-pandangan dapat dibicarakan dan salah paham dapat
dijelaskan jauh lebih baik ketimbang melalui metode apapun lainnya.
35
2) Kesempatan awal
Koordinasi dapat dicapai lebih mudah dalam tingkat-tingkat awal
perencanaan dan pembuatan kebijaksanaan. Misalnya, sambil
mempersiapkan rencana itu sendiri ada konsultasi bersama. Dengan
cara demikian tugas penyesuaian dan penyatuan dalam proses
pelaksanaan rencana lebih mudah.
3) Kontinuitas
Koordinasi merupakan suatu proses yang kontinyu dan harus
berlangsung pada semua waktu, mulai dari tahapan perencanaan. Oleh
karena itu koordinasi merupakan dasar struktur organisasi, maka
koordinasi harus berlangsung selama perusahaan berfungsi.
4) Dinamisme
Koordinasi harus secara terus menerus diubah mengingat perubahan-
perubahan lingkungan intern maupun ekstern. Dengan kata lain
koordinasi itu jangan kaku. Koordinasi akan meredakan masalah-
masalah apabila timbul koordinasi yang baik akan mengetuai masalah
secara dini dan mencegah kejadiannya.
5) Tujuan yang jelas
Tujuan yang jelas itu penting untuk memperoleh koordinasi yang
efektif dalam suatu perusahaan, manajer-manajer bagian harus
diberitahu tentang tujuan perusahaan dan diminta agar berkerja untuk
tujuan bersama perusahaan. Suatu tujuan yang jelas dan diberikan
keselarasan tindakan.
36
6) Organisasi yang sederhana
Struktur organisasi yang sederhana memudahkan koordinasi yang
efektif. Penyusunan kembali bagian-bagian dapat dipertimbangkan
untuk memiliki koordinasi yang lebih baik diantara bagian.
Pelaksanaan pekerjaan dan fungsi yang erat berhubungan dapat
ditempatkan di bawah beban seorang pimpinan apabila hak ini akan
mempermudah pengambilan tindakan yang diperlukan untuk
koordinasi agar semua bagian yang saling berhadapan dapat
dibicarakan kepada seorang atasan bersama untuk menjamin
koordinasi yang lebih baik. Suatu sub bagian merupakan suatu contoh
jelas pengelompokan ini. Suatu sub bagian membuat koordinasi lebih
mudah dan membantu penyusunan yang cepat terhadap perubahan
lingkungan.
7) Perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas
Faktor lain yang memudahkan koordinasi adalah wewenang dan
tanggung jawab yang jelas untuk masing-masing individu dan bagian.
Wewenang yang jelas tidak harus mengurangi pertentangan diantara
pegawai-pegawai yang berlainan, tetapi juga membantu mereka dalam
pelaksanaan pekerjaan dengan kesatuan tujuan. Selanjutnya,
wewenang yang jelas membantu manajer dalam mengawasi bawahan
bertanggung jawab atas pelanggaran pembatasan-pembatasan.
37
8) Komunikasi yang efektif
Komunikasi yang efektif merupakan salah satu persyaratan untuk
koordinasi yang baik. Melalui saling tukar informasi secara terus
menerus, perbedaan individu dan bagian dapat diatasi dan perubahan-
perubahan kebijaksanaan, penyesuaian program-program, untuk
waktu yang akan datang, dan sebagainya, dapat dibicarakan. Melalui
komunikasi yang efektif tindakan-tindakan atau pelaksanaan-
pelaksanaan pekerjaan yang bertentangan dengan tujuan-tujuan
perusahan dapat dihindarkan dan kegiatan-kegiatan keseluruhan staf
dapat diarahkan secara harmonis menuju ke pelaksanaan tujuan
perusahan yang ditentukan.
9) Kepemimpinan dan supervisi yang efektif
Suksesnya koordinasi banyak dipengaruhi oleh hakikat kepemimpinan
dan supervisi. Kepemimpinan yang efektif menjamin koordinasi
kegiatan orang-orang, baik pada tingkatan perencanaan maupun pada
tingkat pelaksanaan. Kepemimpinan yang efektif merupakan metode
koordinasi yang paling baik dan tidak ada lain yang dapat
menggantikannya.
2. Jenis Sinergi Kelembagaan
`Sinergi kelembagaan, baik antar kelembagaan negara dan/atau instansi
pemerintahan maupun dengan organisasi masyarakat madani sesungguhnya
telah lama menjadi pusat perhatian di negara-negara demokrasi modern.
Negara-negara maju yang menerapkan sistem demokrasi modern yang
38
tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development
menyatakan bahwa sinergi kelembagaan ikut menentukan suksesnya
pelaksanaan pembangunan. Organization for Economic Cooperation and
Development dalam Puspita (2017: 25) mendefinisikan beberapa jenis
sinergi, yaitu:
a. Sinergi Horizontal
Sinergi horizontal yaitu semua bentuk sinergi, koordinasi dan
sinkronisasi antar kelembagaan negara dan/atau instansi pemerintahan
yang diajukan untuk meminimalkan semua potensi dan peluang
inkonsistensi penerapan kebijakan publik yang digagas oleh masing-
masing instansi pada sektor tertentu. Sinergi horizontal juga ditujukan
untuk mencegah semua bentuk pertentangan dari pencapaian tujuan
kebijakan publik yang berbeda. Sinergi horizontal merupakan salah satu
pilar penting yang mencerminkan pemerintahan yang kokoh, kuat,
tangguh dan berwibawa.
Beberapa langkah pendekatan pada pemeliharaan dan pemantapan
sinergi horizontal antar kelembagaan negara dan/atau instansi
pemerintahan, antara lain adalah memastikan bahwa semua pemangku
kepentingan pembangunan telah dilibatkan pada proses penetapan
kebijakan guna mengurangi resiko konflik kebijakan; perluasan dan
percepatan fasilitasi komunikasi kebijakan bagi para pemangku
kepentingan; pengawasan kolektif pada pelaksanaan berbagai kebijakan
publik; penetapan mediator dan arbiter diantara kalangan pemerintahan
39
guna memfasilitasi penerapan kebijakan yang koheren dan efektif serta
pemeliharaan hubungan kerja yang bersifat kolaboratif antar semua
sektor pemerintahan.
b. Sinergi Vertikal
Yaitu semua bentuk sinergi koordinasi dan sinkronisasi unit kerja
dalam sebuah kelembagaan negara dan/atau instansi pemerintahan guna
memberikan pelayanan publik yang terbaik. Sinergi vertikal ditujukan
utamanya untuk mencegah semua bentuk inkonsistensi internal dalam
sebuah instansi, khusunya pada lingkup pemerintahan yang kredibel dan
akuntabel dalam pemberian layanan bagi para pemengku kepentingan
pembangunan.
Untuk memantapkan sinergi vertikal langkah pendekatan yang
dapat ditempuh antara lain adalah dengan menerapkan rezim manajemen
kinerja dan evaluasi kebijakan, fasilitasi komunikasi kebijakan internal
instansi pemerintahan dan pemeliharaan hubungan kerja yang bersifat
kolaboratif antar seluruh unit kerja di instansi pemerintahan.
c. Sinergi Temporal
Yaitu semua bentuk sinergi dan koordinasi serta sinkronisasi antar
kelembagaan negara dan/atau instansi pemerintahan baik yang bersifat
eksternal maupun internal yang ditujukan untuk menyikapi isu dan
kondisi yang bersifat insidentil dan kontijensi ditengah pelaksanaan
agenda pembangunan. Sinergi temporal adalah pilar penting bagi
pemerintahan yang tanggap, responsif dan antisipatif dalam menyikapi
40
beragam dinamika pembangunan peradaban, khusunya yang bersifat
gejolak dan mendadak.
Pemantapan sinergi temporal dapat diupayakan dengan
memperbesar kualitas sinergi vertikal dan horizontal antar instansi
pemerintahan. Pemeliharaan sinergi temporal juga dapat dilakukan
dengan memperbesar lingkup kerjasama kolaboratif instansi
pemerintahan dengan beragam komponen masyarakat sipil.
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Ulber (2009:
27) penelitian deskriptif merupakan penelitian yang menyajikan suatu
gambaran yang terperinci tentang satu situasi khusus, setting social, atau
hubungan. Peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan tujuan
untuk menggambarkan sinergitas Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark secara sistematis, faktual, dan akurat. Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan kualitatif.
Menurut Sugiyono (2014: 9) metode penelitian kualitatif adalah metode
penelitian untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, instrumen
kuncinya adalah peneliti itu sendiri, teknik pengumpulan data dilakukan
dengan cara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/deduktif, dan
hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.
Kondisi alamiah yang dimaksud adalah kondisi dimana obyek berkembang apa
adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak
mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut. Peneliti menggunakan
42
pendekatan kualitatif karena obyek pada penelitian ini mempunyai kondisi
yang alamiah.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian digunakan untuk membatasi cakupan masalah dan
daerah yang akan diteliti. Menurut Sugiyono (2014 : 207) fokus adalah batasan
masalah dalam penelitian kualitatif, yang berisi pokok masalah yang masih
bersifat umum. Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sinergitas Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri dan
Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark:
a. Komunikasi
b. Koordinasi
1) Hubungan langsung
2) Kesempatan awal
3) Kontinuitas
4) Dinamisme
5) Tujuan yang jelas
6) Organisasi yang sederhana
7) Perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas
8) Komunikasi yang efektif
9) Kepemimpinan supervisi yang efektif
43
2. Tantangan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark.
C. Lokasi dan Situs Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat peneliti menggambarkan keadaan yang
sebenarnya dari obyek yang diteliti. Adapun lokasi pada penelitian ini
bertempat di Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten
Pacitan. Situs penelitian adalah tempat dimana peneliti menggambarkan pusat
penelitian dari obyek yang diteliti. Adapun situs pada penelitian ini bertempat
di Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul, Sekretariat Daerah Kabupaten
Wonogiri dan Sekretariat Daerah Kabupaten Pacitan. Alasan peneliti memilih
Kabupaten Gunungkidul karena Sekretariat BKAD Pawonsari berada dibawah
Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul. Pemilihan Kabupaten Wonogiri
dan Kabupaten Pacitan karena keduanya merupakan dua daerah yang ikut serta
dalam kerjasama.
D. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan 2 (dua) jenis data yaitu data primer dan data
sekunder. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah dari informan
dan dokumentasi. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
44
1. Data Primer
Data ini diperoleh dari informasi yang didapat secara langsung dari
sumber data yang akan diteliti. Informan dalam penelitian ini adalah
a. Bapak Teguh S selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat
Daerah Kabupaten Gunungkidul
b. Ibu Retno Utari selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat
Daerah Kabupaten Wonogiri
c. Bapak Tulus Wahyudi Saptono Putro selaku Kasubag Kerjasama
Sekretariat Daerah Kabupaten Pacitan
d. Bapak Fredy selaku perwakilan Dinas Pariwisata Kabupaten
Wonogiri
2. Data Sekunder
Data ini diperoleh secara tidak langsung dan merupakan data
pendukung bagi penelitian yang dilakukan. Data sekunder meliputi
dokumen, foto, arsip, buku, jurnal dan laporan resmi yang berkaitan
dengan penelitian ini. Dokumen yang termasuk data sekunder yang
digunakan sebagai pendukung dalam penelitian ini yaitu:
a. Kesepakatan Bersama antara Menteri Energi Dan Sumber Daya
Mineral, Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan, Menteri
Pariwisata, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Gubernur
Jawa Tengah, Gubernur Jawa Timur, Bupati Gunungkidul, Bupati
Wonogiri dan Bupati Pacitan tentang Pengembangan dan
Pelestarian Geopark Gunung Sewu
45
b. Peraturan Bersama Bupati pacitan, Bupati Wonogiri dan Bupati
Gunungkidul Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pembentukan
Pengelola Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
c. Keputusan Bupati Gunungkidul Nomor 171/KPTS/TIM/2017
tentang pembentukan pengelola Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark
E. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini terdapat tiga teknik pengumpulan data yaitu
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berikut penjelasannya:
1. Observasi
Peneliti melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti
dan pengamatan ini dilakukan dengan waktu yang berbeda-beda. Hal ini
bertujuan agar peneliti mengetahui fakta atau kenyataan dari kerjasama
Pemerintah Kabupaten Pacitan-Kabupaten Wonogiri-Kabupaten
Gunungkidul dalam pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark.
Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
observasi terus terang.
2. Wawancara
Teknik yang dilakukan dalam mengumpulkan data selanjutnya dengan
wawancara, peneliti melakukan tanya jawab secara langsung terhadap
informan yang sudah ditetapkan. Hal ini bertujuan dengan melakukan
wawancara, peneliti bisa mendapatkan data/informasi yang valid/benar.
46
Teknik wawancara dalam penelitian ini adalah teknik wawancara
terstruktur.
3. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data ketiga yang digunakan oleh peneliti adalah
dokumentasi, yaitu mengutip atau menyalin dokumen yang relevan untuk
digunakan sebagai data dalam penelitian. Hal ini bertujuan untuk
mendukung data-data observasi dan wawancara, guna meyakinkan bahwa
data yang diperoleh valid.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen Penelitian merupakan alat atau sarana yang digunakan dalam
mengumpulkan data-data penelitian. Karena salah satu teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, sehingga
instrumen penelitian yang digunakan sebagai berikut:
1. Peneliti itu sendiri, karena peneliti yang melakukan wawancara terhadap
informan
2. Pedoman wawancara (interview guide) daftar pertanyaan yang digunakan
untuk membatasi dan mengarahkan peneliti dalam mencari data-data yang
diperlukan sesuai dengan fokus yang telah ditetapkan
3. Perekam suara dan kamera untuk dokumentasi sebagai alat penunjang untuk
pungumpulan data
47
G. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data model Creswell. Berikut
ini merupakan langkah-langkah analisis data menurut Creswell (2015: 254):
1. Mengorganisasikan Data (Manajemen Data)
Manajemen data, lingkaran pertama dalam spiral tersebut,
mengawali proses analisis data. Pada tahap awal tersebut, para peneliti
biasanya mengorganisir data mereka kedalam file-file komputer. Di
samping mengorganisasikan file-file, para peneliti mengonversi file-file
mereka menjadi satuan-satuan teks yang sesuai (misalnya, sebuah kata,
sebuah kalimat, sebuah cerita lengkap) untuk analisis baik dengan tangan
ataupun dengan komputer. Bahan-bahan harus mudah ditempatkan dalam
database yang besar dari teks (atau gambar).
2. Membaca dan Membuat Memo (Memoing)
Setelah mengorganisasikan data, para peneliti melanjutkan proses
analisis dengan memaknai data base tersebut secara keseluruhan. Agar
dalam Cresswel (2015: 256) menyarankan agar peneliti membaca transkrip-
transkrip tersebut secara keseluruhan beberapa kali, menenggelamkan diri
dalam detailnya, mencoba memaknai wawancara tersebut sebagai sebuah
kesatuan sebelum memecahnya menjadi bagian-bagian. Menulis catatan
atau memo dibagian tepi dari catatan lapangan atau transkrip atau dibawah
foto akan membantu dalam proses awal eksplorasi data base. Memo ini
berupa frasa pendek, ide, atau konsep penting yang muncul dalam pikiran
analisis ketika memeriksa semua catatan lapangan mulai dari pengamatan,
48
transkrip wawancara, bukti jejak fisik, dan bahan audio visual
mengesampingkan pertanyaan yang telah diajukan sebelumnya sehingga
dapat memahami apa yang dikatakan oleh partisipan yang diwawancarai.
3. Mendeskripsikan, Mengklasifikasikan, dan Menafsirkan Data Menjadi Kode
dan Tema.
Langkah berikutnya adalah bergerak dari tahap membaca dan
membuat memo dalam spiral tersebut menuju tahap untuk mendeskripsikan,
mengklasifikasikan, dan menafsirkan data. Dalam lingkaran ini,
pembentukan kode atau kategori merupakan jantung analisis data kualitatif.
Peneliti membuat deskripsi secara detail, mengembangkan tema atau
dimensi, dan memberikan penafsiran menurut sudut pandang mereka dan
dari perspektif yang ada dalam literature. Proses pengodean (coding)
dimulai dengan mengelompokkan data teks atau visual menjadi kategori
informasi yang lebih kecil. Mencari bukti untuk kode tersebut dari berbagai
data base yang digunakan dalam studi, kemudian memberikan label pada
kode tersebut. Setelah tahap pengodean, berikutnya adalah tahap klasifikasi,
yaitu memilah-milah teks atau informasi kualitattif, dan mencari kategori,
tema, atau dimensi informasi. Sebagai bentuk analisis yang popular
klasifikasi dimulai dengan mengidentifikasi lima hingga tujuh tema umum.
Tema dalam penelitian kualitatif (juga disebut kategori) adalah satuan
informasi yang luas yang tersusun dari beberapa kode yang dikelompokkan
untuk membentuk ide umum. Yang ketiga adalah menafsirkan data,
penafsiran dalam penelitian kualitatif adalah keluar dari kode dan tema
49
menuju makna yang lebih luas dari data. Hal ini merupakan proses yang
dimulai dengan pengembangan kode, pembentukan tema dari kode tersebut
dan disusul dengan pengorganisasian tema menjadi satuan abstraksi yang
lebih luas untuk memaknai data. Peneliti akan menghubungkan
penafsirannya dengan literature riset yang lebih luas yang dikembangkan
oleh ilmuwan lain.
4. Menyajikan data dan memvisualkan data
Pada fase akhir peneliti menyajikan data yaitu mengemas apa yang
ditemukan dalam bentuk teks, tabel, atau bagan atau gambar.
Berikut gambar tahapan atau alur analisis data menurut Creswell:
Gambar 3. Spiral Analisis Data
Sumber : Creswell (2015: 255)
50
H. Keabsahan Data
Setiap penelitian perlu dilakukan uji kebasahan data, hal ini bertujuan
agar hasil penelitian bisa valid, akurat, dan reliabel. Uji keabsahan data juga
dilakukan agar hasil penelitian bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Untuk menguji kebeneran dari hasil penelitian digunakan uji kredibilitas,
dalam menguji kebenaran dari hasil penelitian, peneliti menggunakan metode
triangulasi. Menurut Sugiyono (2014: 273) triangulasi dalam pengujian
kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber, berbagai
cara, dan berbagai waktu. Peneliti menggunakan triangulasi sumber data dan
triangulasi teknik pengumpulan data, berikut penjelasannya:
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang sudah
didapatkan dari lapangan melalui beberapa sumber. Jadi data tidak
bersumber dari satu sumber di satu tempat saja, tetapi juga dari daerah lain
yang melakukan kerjasama pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark.
2. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek kepada sumber yang
sama, namun menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda. Jadi
tidak hanya menggunakan teknik wawancara saja dalam pengumpulan
data, tetapi juga menggunakan teknik pengumpulan data observasi dan
dokumentasi.
51
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
1. Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
Tahun 2004 United Nations of Educational, Scientific and Cultural
Organization (UNESCO) membentuk Global Geopark Network (GGN),
yaitu suatu jaringan pertukaran dan kerjasama global terkait warisan
geologi. Warisan geologi yang menjadi anggota GGN disebut dengan
UNESCO Global Geopark. UNESCO Global Geopark adalah area
geografis terpadu di mana situs dan lanskap geologi dikelola dengan
konsep perlindungan holistik, pendidikan dan pembangunan berkelanjutan
melalui pendekatan bottom-up. Saat ini, terdapat 120 UNESCO Global
Geoparks yang tersebar di 33 negara.
Menurut Oktariadi dalam landspatial.bappenas.go.id anggota GGN
mempunyai kewajiban untuk (1) Melakukan pelestarian peninggalan
geologi agar dapat diketahui oleh generasi saat ini dan masa depan. (2)
Mendidik dan mengajarkan kepada masyarakat mengenai ilmu geologi
serta kaitannya dengan permasalahan lingkungan. (3) Melakukan
pembangunan sosio‐ekonomi dan budaya yang berkelanjutan. (4)
Membangun jembatan multi‐budaya untuk warisan dan konservasi serta
melakukan pemeliharaan baik budaya maupun geologi, menggunakan
52
skema partisipasi dan co‐partnership. (5) Menginisiasi adanya penelitian
geologi. (6) Aktif dalam memberikan kontribusi terhadap kehidupan
jaringan melalui kerjasama inisiatif (publikasi, komunikasi, pertukaran
informasi, partisipasi dalam pertemuan dan proyek‐proyek), dan (7)
kontribusi artikel ke GGN Newsletters, buku dan publikasi lainnya.
Terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui untuk menjadi anggota
GGN. Tahapan-tahapan tersebut terdiri dari aspiring geopark,
mengundang GGN UNESCO, mengirimkan dossier (laporan) sesuai
dengan pedoman GGN UNESCO, verifikasi dokumen dan pengecekan
dossier (laporan), dekstop evaluation, field asessment oleh Assesor GGN
UNESCO lalu yang tekahir adalah pengumuman. Dari tahapan Aspiring
Geopark hingga pengumuman membutuhkan waktu selama satu tahun.
Tahapan-tahapan tersebut dalam dilihat dalam gambar dibawah ini:
Gambar 4. Alur Menjadi Anggota Global Geopark Network (GGN)
Sumber: landspatial.bappenas.go.id, 2014
53
Gunung Sewu dinobatkan menjadi UNESCO Global Geopark oleh
UNESCO pada tanggal 21 September 2015. Masuknya Gunung Sewu
tersebut merupakan hasil keputusan Simposium Geoparks Network Asia-
Pasifik yang ke-4, di San’in Kaigan Geopark, Jepang, pada tanggal 15
hingga 20 September 2015. Perjuangan untuk menjadi anggota Global
Geopark Network (GGN) UNESCO melewati proses yang panjang. Pada
Koferensi GGN UNESCO pada 17-22 September 2014 di Saint John, New
Bruwnswich, Kanada, Gunung Sewu gagal menjadi anggota GGN
UNESCO. Hal tersebut dikarenakan hanya geosite Gunung Sewu yang
berada di Kabupaten Pacitan yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten
Pacitan, padahal Gunung Sewu memanjang dan berada di tiga wilayah
yang berbeda. Kemudian setelah itu disepakati pengembangan dan
pelestarian geopark Gunung Sewu bersama-sama oleh Pemerintah
Kabupaten Pacitan-Kabupaten Wonogiri-Kabupaten Gunungkidul
(www.pacitanku.com).
Gambar 5. Peta Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
Sumber : Dokumen Kabupaten Gunungkidul, 2017
54
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark merupakan taman geologi
dengan luas wilayah mencapai 1.802 km² sehingga secara administratif
masuk dalam tiga provinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah dan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Selain nilai estetis dan rekreasinya, Gunung Sewu
kaya akan keanekaragaman hayati, arkeologi, sejarah dan aspek budaya.
Gunung Sewu merupakan zona kapur pegunungan besar yang ditandai
oleh bukit-bukit karst berbentuk kerucut. Maulipaksi (pada website
www.kemdikbud.go.id) menyatakan bahwa bentang alam karst tumbuh
melalui pembubaran, bermula saat batu kapur terangkat dari dasar laut
sekitar 1,8 juta tahun yang lalu. Hal tersebut kemudian menyebabkan
pembentukan teras pantai dan sungai serta singkapan batu pasir. Tanda-
tanda awal dari kelahiran manusia telah ada sekitar 180.000 tahun yang
lalu, dengan bukti pemukiman di sepanjang bantaran sungai dan di batu
kapur batu-tempat penampungan dan gua di Gunung Sewu.
Gambar 6. Geosite Goa Gong di Kabupaten Pacitan
Sumber: wisata.pacitan.go.id
55
Goa Gong merupakan salah satu geosite Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark yang berada di wilayah Kabupaten Pacitan. Goa Gong
merupakan salah satu bukti kelahiran manusia telah ada sekitar 180.000
tahun yang lalu.
2. Badan Kerjasama Antar Daerah (BKAD) Pacitan-Wonogiri-
Wonosari (Pawonsari)
Anggota Badan Kerjasama Antar Daerah (BKAD) Pacitan-
Wonogiri-Wonosari (Pawonsari) terdiri dari Kabupaten Pacitan Provinsi
Jawa Timur, Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten
Gunungkidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Pacitan
terdiri dari 12 kecamatan, yaitu Punung, Donorojo, Pacitan, Pringkuku,
Nawangan, Kebonagung, Tegalombo, Arjosari, Bandar, Sudimoro,
Tulakan, Ngadirojo (Kabupaten Pacitan Dalam Angka, 2017). Kabupaten
Wonogiri terdiri dari 25 kecamatan, yaitu Pracimantoro, Paranggupito,
Batuwarno, Baturetno, Giritontro, Giriwoyo, Girimarto, Manyaran,
Karangtengah, Tirtomoyo, Nguntoronadi, Eromoko, Wuryantoro, Selogiri,
Wonogiri, Ngadirojo, Sidoharjo, Kismantoro, Purwantoro, Bulukerto,
Puhpelem, Slogohimo, Jatiroto, Jatisrono, Jatipurno (Kabupaten Wonogiri
Dalam Angka, 2017). Sedangkan Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 18
kecamatan, yaitu Panggang, Purwosari, Paliyan, Ponjong, Playen, Patuk,
Saptosari, Tepus, Tanjungsari, Rongkop, Girisubo, Semin, Semanu,
Karangmojo, Wonosari, Gedangsari, Nglipar, Ngawen (Kabupaten
Gunungkidul Dalam Angka, 2017). Secara geografis wilayah Pawonsari
56
berada pada 110º21’-111º25’BT dan 7º32’-8º9’ LS (Suryani, 2006: 88-89).
Adapun batas-batas wilayah Pawonsari adalah:
a. Utara : Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten
Klaten dan Kabupaten Sleman.
b. Selatan : Samudera Indonesia
c. Barat : Kabupaten Bantul
d. Timur : Kabupaten Trenggalek
Berdasarkan Dokumen Kerjasama BKAD Pawonsari dijelaskan
bahwa Program Pacitan-Wonogiri-Wonosari (Pawonsari) merupakan cikal
bakal terbentuknya BKAD Pawonsari. Program Pawonsari merupakan
implementasi pasal 65 Undang-undang No. 5 Tahun 1974 yang digagas
oleh Bupati Pacitan H. Mochtar Abdul Kadir pada tahun 1986. Pawonsari
saat itu belum terbentuk menjadi sebuah badan sebagaimana sekarang ini,
semua kegiatan lintas batas dikendalikan dan berada dibawah kewenangan
Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Pusat, sehingga implementasi
kegiatannya masih dalam batas wacana dan belum memenuhi harapan
sebagaimana maksud dan tujuan adanya program tersebut. Fokus Program
Pawonsari saat itu yaitu penanganan wilayah perbatasan yang seringkali
terabaikan oleh Pemerintah Pusat, hal tersebut membuat adanya
kesenjangan hasil (outcome) dari pembangunan wilayah perbatasan.
Kesenjangan tersebut dapat dilihat dari pendekatan pembangunan IPM,
komponen pendidikan (lama pendidikan dan melek huruf) dan daya beli
masyarakat.
57
Secara administratif wilayah perbatasan adalah suatu kesatuan atau
suatu bagian dari daerah-daerah, sedangkan secara strategis wilayah
perbatasan merupakan pintu gerbang memasuki wilayah atau daerah yang
dapat menggambarkan keadaan dan ciri khas suatu daerah. Program
Pawonsari secara substansi mempunyai tujuan meningkatkan derajat
kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah perbatasan. Program
Pawonsari mempunyai peran yang sangat strategis yaitu sebagai wahana
untuk menjalin kerjasama antar daerah perbatasan dalam rangka
memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada di wilayah perbatasan.
Faktor pendorong lain terbentuknya program Pawonsari antara lain yaitu
adanya kesamaan potensi sumberdaya alam seperti bahan tambang, hasil
hutan, pertanian, pariwisata alam (pantai dan goa) dan adanya kesamaan
sosio kultural yaitu cara pandang, pola pikir, perilaku dan budaya
masyarakat di tiga kabupaten.
Tahun 1995-2000 Program Pawonsari masih sebatas wacana,
sinkronisasi rencana program penanganan perbatasan dilaksanakan melalui
rapat koordinasi perbatasan (rakortas) yang diselenggarakan di tingkat
provinsi, antara Provinsi Jawa Timur dengan Jawa Tengah. Sejak
digulirkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, dengan sendirinya payung hukum yang digunakan
mengalami perubahan. Bupati Pacitan, Bupati Wonogiri dan Bupati
Gunungkidul periode 2001-2006 mempunyai keinginan yang sama untuk
membuka isolasi daerah khususnya di wilayah perbatasan antara
58
Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul.
Keinginan tersebut diwujudkan dengan kesepakatan bersama antara tiga
derah perbatasan, yakni dengan ditandatangani Kesepakatan Bersama
antara Bupati Pacitan, Bupati Wonogiri dan Bupati Gunungkidul.
Tindak lanjut dari Kesepakatan Bersama tersebut dibentuklah Badan
Kerjasama Antar Daerah Pacitan, Wonogiri, Wonosari (Gunungkidul) atau
disingkat BKAD Pawonsari guna menangani program-program
pembangunan di kawasan perbatasan dalam mewujudkan sinkronisasi dan
pelaksanaan program. Kegiatan BKAD Pawonsari dibiayai bersama dari
dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masing-masing
dengan memberikan kontribusi yang besarannnya disesuaikan dengan
kesepakatan bersama. Kesekretariatan dilaksanakan secara bergantian
dengan urutan sebagai berikut:
a. Periode I tahun 2002-2006 sekretariat berada di Kabupaten Wonogiri
b. Peridoe II tahun 2006-2009 sekretariat berada di Kabupaten
Gunungkidul
c. Periode III tahun 2009-2012 sekretariat berada di Kabupaten Pacitan
d. Periode IV tahun 2012-2015 sekretariat berada di Kabupaten Wonogiri
e. Periode V tahun 2015-2018 sekretariat berada di Kabupaten
Gunungkidul
59
Bagan 1. Struktur Organisasi BKAD Pawonsari Sumber: Olahan Penulis berdasarkan wawancara dengan Bapak Teguh
selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten
Gunungkidul, 2018
Penanggungjawab BKAD Pawonsari adalah Bupati Pacitan, Bupati
Wonogiri, dan Bupati Gunungkidul. Ketua BKAD Pawonsari adalah
Sekretaris Daerah Kabupaten Gunungkidul, Wakil Ketua I adalah
Sekretaris Daerah Pacitan dan Wakil Ketua II adalah Sekretaris Daerah
Kabupaten Wonogiri. Setiap daerah mempunyai koordinator masing-
masing dan setiap daerah memiliki penghubung dan pokja-pokja, yaitu
pokja pemerintahan, pokja fisik, pokja pariwisata, pokja sosek, pokja
visualisasi.
Koordinator
Program
Gunungkidul
Penghubung Gunungkidul
Pokja Sosek
Pokja Visualisasi
Pokja Pemerintahan
Pokja Fisik
Pokja Pariwisata
Koordinator
Program Wonogiri
Penghubung Wonogiri
Pokja Pemerintahan
Pokja Fisik
Pokja Pariwisata
Pokja Sosek
Pokja Visualisasi
Koordinator
Program Pacitan
Penghubung Pacitan
Pokja Pemerintahan
Pokja Fisik
Pokja Pariwisata
Pokja Sosek
Pokja Visualisasi
Penanggung Jawab
Ketua
Wakil Ketua I
Wakil Ketua II
Sekretaris I
Sekretaris II
Bendahara
60
B. Penyajian Data
1. Sinergitas Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri dan
Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark
Kerjasama pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
dilakukan oleh Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul. Komunikasi dilakukan
oleh tiga daerah, setiap daerah dapat menjadi pengirim maupun penerima
pesan. Koordinasi dilakukan oleh ketiga daerah sesuai dengan tugasnya
masing-masing. Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul sebagai
koordinator, Pemerintah Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Wonogiri
sebagai anggota. Ruang lingkup komunikasi dan koordinasi meliputi (a)
kelengkapan dokumen administrasi, (b) penyediaan sarana dan prasarana,
(c) pengembangan pariwisata dan pendidikan, (d) pengembangan partisipasi
masyarakat, (e) pembentukan lembaga pengelola (f) pendampingan,
pelatihan dan sosialisasi, (g) pengembangan, pelestarian, perlindungan dan
konservasi, serta (h) hal-hal lain yang disepakati oleh ketiga daerah.
Sinergitas Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri dan
Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark dapat dilihat sebagai berikut:
a. Komunikasi
Komunikasi merupakan hal yang penting dalam proses kerjasama
antar daerah, dengan adanya komunikasi maka tujuan serta langkah-
61
langkah yang akan diambil dalam proses kerjasama dapat disusun sesuai
dengan kehendak ketiga daerah. Komunikasi yang baik akan terjadi
apabila setiap daerah dapat terbuka satu sama lain. Dalam kerjasama
pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark ini komunikasi
dilakukan oleh perwakilan masing-masing pemerintah daerah.
Perwakilan masing-masing daerah tersebut diambil dari bagian kerjasama
Sekretariat Daerah masing-masing daerah.
Berdasarkan Kesepakatan Bersama, Pemerintah Kabupaten yang
menjadi Ketua BKAD Pawonsari juga dijadikan sebagai koordinator
pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark. Sehingga
koordinator kerjasama pengelolaan Gunung sewu UNESCO Global
Geopark adalah Pemerintah Kabupaten Gunungkidul. Meskipun
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul sebagai koordinator, tetapi inisiatif
untuk melakukan komunikasi tidak hanya dimulai dari Pemerintah
Kabupaten Gunungkidul, tetapi juga dari Pemerintah Kabupaten
Wonogiri dan Kabupaten Pacitan, hal ini sesuai dengan pernyataan
Bapak Teguh selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah
Kabupaten Gunungkidul bahwa masing-masing daerah mempunyai
kepentingan yang sama untuk mengembangkan Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark sehingga inisiatif bisa datang dari Sekda Kabupaten
Gunungkidul, Sekda Kabupaten Pacitan maupun Sekda Kabupaten
Wonogiri (wawancara pada 20 Mei 2018 via email).
62
Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri dan
Kabupaten Gunungkidul mempunyai inisiatif untuk melakukan
komunikasi terlebih dahulu, karena setiap daerah mempunyai perannya
masing-masing dalam pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark. Inisiatif untuk berkomunikasi terlebih dahulu membuat seluruh
informasi dapat tersampaikan dan informasi tersebut diketahui oleh daerah
lain untuk selanjutnya ditindaklanjuti. Setiap daerah harus menjaga
komunikasi antara satu dengan yang lainnya, karena kesibukan masing-
masing perangkat daerah berbeda-beda, sehingga antar daerah harus
menjaga hubungannya, hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu Retno Utari
selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri
bahwa antar daerah harus saling menjaga hubungan yang telah terjalin
selama ini (Wawancara pada 20 April 2018 bertempat di Sekretariat
Daerah Wonogiri).
Komunikasi dalam kerjasama pengelolaan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark dilakukan secara langsung dengan bertatap
muka maupun secara tidak langsung melalui media lainnya, yaitu melalui
grup whatsapp dan email. Komunikasi secara langsung dilakukan melalui
pertemuan antar pemerintah daerah dengan agenda yang telah ditetapkan
sebelumnya, hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Teguh selaku Kepala
Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul sebagai
berikut:
“Menyelenggarakan pertemuan antar kabupaten sehingga media
untuk melakukan koordinasi, konsolidasi dan pertukaran informasi
63
tentang pengembangan geosite antar kabupaten sehingga satu
kabupaten dapat mengembangkan potensi daerah masing-masing
dengan terus belajar dari daerah lainnya (wawancara pada 24 April
2018 bertempat di Sekretariat Daerah Gunungkidul).”
Pertemuan dilakukan melalui forum-forum resmi, maupun forum yang
bersifat insidental. Forum resmi dilakukan sekurang-kurangnya tiga bulan
sekali, dalam forum ini biasanya mempunyai agenda untuk membahas
permasalahan yang dihadapi terkait pengelolaan Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark dan cara penyelesaian masalah tersebut, hal ini sesuai
dengan pernyataan Bapak Teguh selaku Kepala Bagian Kerjasama
Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul sebagai berikut:
“Untuk forum resmi dilakukan secara langsung dalam rapat-rapat
antar perangkat daerah terkait yang difasilitasi oleh Sekretariat
BKAD Pawonsari atau oleh masing-masing anggota sesuai
kebutuhan, sekurang-kurangnya tiga bulan sekali dengan
permasalahan permasalahan pengelolaan geopark dan cara
penyelesaiannya (wawancara pada 24 April 2018 bertempat di
Sekretariat Daerah Gunungkidul).”
Meskipun dilaksanakan sekurang-kurangnya tiga bulan sekali, tetapi
pertemuan dapat dilaksanakan kurang dari tiga bulan atau dapat lebih dari
tiga bulan. Pertemuan tersebut dilakukan dapat dilakukan apabila terdapat
hal yang mendesak dan hanya dapat disampaikan dalam forum resmi,
seperti pertemuan atau rapat-rapat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu
Retno Utari selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah
Kabupaten Wonogiri bahwa intensitas pertemuan menurut kebutuhan yang
membahas tentang pengembangan geopark kedepan (wawancara pada 20
April 2018 bertempat di Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri).
64
Gambar 7. Pertemuan yang dilakukan oleh perwakilan
dari Pemerintah Kabupaten Pacitan-Kabupaten
Wonogiri-Kabupaten Gunungkidul di
Kabupaten Pacitan
Sumber: Dokumentasi Sekretariat Daerah Kabupaten Pacitan, 2015
Selain melakukan komunikasi secara langsung melalui forum-
forum resmi, komunikasi juga dilakukan secara tidak langsung melalui
surat menyurat. Surat menyurat dapat dilakukan melalui pos maupun juga
surat menyurat secara elektronik atau email, hal ini sesuai dengan
pernyataan Bapak Teguh selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat
Daerah Kabupaten Gunungkidul bahwa komunikasi yang dilakukan oleh
ketiga daerah melalui surat menyurat serta melalui forum-forum
koordinasi yang dilakukan secara formal melalui perangkat daerah terkait
dari masing-masing kabupaten (wawancara pada 20 Mei 2018 melalui
email).
65
Setiap tahun masing-masing daerah membuat laporan
pertanggungjawaban yang diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten
Gunungkidul sebagai koordinator, komunikasi berkaitan laporan
pertanggungjawaban tersebut dilakukan melalui grup whatsapp dan email.
Masing-masing kabupaten mengirimkan data-data berupa dokumen
kegiatan dan foto-foto ke Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul, hal
ini sesuai dengan pernyataan Ibu Retno Utari selaku Kepala Bagian
Kerjasama Sekretariat Daerah Wonogiri sebagai berikut:
“Lewatnya pakai grup juga, jadi data-data dimasukkan dari
masing-masing kabupaten ke Gunungkidul ke Dinas Pariwisatanya
di Pak Hari. Jadi dikumpulkan data dari masing-masing kabupaten
ya isinya dokumen kegiatan, foto-foto, itu kan unsurnya tiga ya
geopark itu kan edukasi, konservasi sama pemberdayaan
masyarakat. Ada unsur pendidikan, pelestariaan sama
pemberdayaan masyarakat yang ada disitu apakah dapat
berkembang menghasilkan meningkatkan kesejahteraan mereka
(wawancara pada 21 Mei 2018 bertempat di Sekretariat Daerah
Kabupaten Wonogiri).”
Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Ibu Retno Utari bahwa untuk
mengadakan event pariwisata bersama yang berkaitan dengan Gunung
Sewu UNESCO Global Geopark maka dilakukan komunikasi secara tidak
langsung via email sebagai berikut:
“Kalau saya sih ya kalau Dispar itu kan orang pariwisata ada
semua ya. Kalau dari kabupaten ada dari unsur kelembagaan,
perencanaan itu kan dari dinas-dinas terkait ada semua di grup dan
sebenarnya bisa jalan juga eee kayak misalkan minta event
pariwisata tahun 2017 saya dapet itu humas yang diemail ‘ini mas
email’ (wawancara pada 21 Mei 2018 bertempat di Sekretariat
Daerah Kabupaten Wonogiri).”
Komunikasi yang dilakukan memiliki beberapa hambatan, salah
satunya adalah pejabat daerah di masing-masing kabupaten mempunyai
66
tugas lain sebagai perangkat daerah sehingga komunikasi hanya dapat
dilakukan melalui grup whastapp. Apabila komunikasi dilakukan melalui
grup whatsapp atau email, respon yang diberikan tidak cepat dan
permasalahan yang dihadapi tidak mendapatkan jalan keluar secepatnya,
hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu Retno Utari selaku Kepala Bagian
Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri bahwa selama ini
hambatan koordinasi adalah karena pengelola di masing-masing kabupaten
juga banyak yang mempunyai tugas lain di perangkat daerah (wawancara
pada 20 April 2018 bertempat di Sekretariat Daerah Wonogiri).
Komunikasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pacitan-
Kabupaten Wonogiri-Kabupaten Gunungkidul berjalan dua arah. Setiap
kabupaten aktif dalam menjalin komunikasi, hal tersebut dapat dilihat dari
inisiatif untuk melakukan komunikasi tidak hanya dari koordinator
kerjasama Gunung Sewu UNESCO Global Geopark, yaitu Kabupaten
Gunungkidul. Selain itu, komunikasi tidak hanya dilakukan secara
langsung melalui pertemuan-pertemuan, tetapi juga secara tidak langsung
melalui grup whatsapp dan email.
b. Koordinasi
1) Hubungan langsung
Hubungan yang terjadi dalam proses kerjasama dapat dilihat
apakah secara secara pribadi (personal) diluar perannya sebagai pejabat
daerah atau juga dilaksanakan secara impersonal. Hubungan yang
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri
67
dan Kabupaten Gunungkidul tidak dilakukan melalui hubungan secara
pribadi atau perseorangan. Hubungan dilakukan secara impersonal
sebagai pejabat pemerintah daerah yang mempunyai tugas dan fungsi di
bidang kerjasama antar daerah, hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak
Teguh selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten
Gunungkidul bahwa tidak ada hubungan secara personal dalam
kerjasama pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark,
namun kerjasama dilakukan secara formal oleh pejabat yang
mempunyai tugas dan fungsi di bidang kerja sama antar daerah dan
yang menangani Badan Kerjasama Antar Daerah (wawancara pada 20
Mei 2018 via email). Walaupun tidak ada hubungan secara pribadi
untuk mendukung kerjasama, tetapi tercipta hubungan pertemanan yang
baik diluar kerjasama, hal ini diungkapkan oleh Ibu Retno Utari selaku
Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri
bahwa hubungan yang dilakukan adalah hubungan pertemanan diluar
kerjasama, tetapi untuk mengelola kerjasama hubungan secara
profesional (wawancara pada 21 Mei 2018 bertempat di Sekretariat
Daerah Kabupaten Wonogiri).
Hal berbeda diungkapkan oleh Bapak Tulus Wahyudi Saptono
Putro selaku Kasubag Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Pacitan
sebagai berikut:
“Sekda tiga wilayah Pacitan, Wonogiri dan Gunungkidul terdapat
hubungan kekerabatan atau pertemanan dalam rangka
mengembangkan Geopark Gunung Sewu yang sudah masuk
68
dalam Global Geopark Network (GGN) (wawancara pada 26 Mei
2018 via whatsapp).”
Menurut Bapak Tulus Wahyudi Saptono Putro hubungan kekerabatan
atau pertemanan secara tidak langsung terbangun dalam rangka
mengembangkan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark, sehingga
secara tidak langsung akan mempengaruhi kerjasama yang dilakukan.
Pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark dilakukan
oleh perangkat daerah masing-masing kabupaten. Hubungan yang
dilakukan antar pemerintah daerah bersifat impersonal dan sesuai tugas
dan fungsinya di bidang kerjasama. Tidak terdapat hubungan pribadi
atau perseorangan yang mendukung kerjasama tersebut. Meskipun
begitu, tercipta hubungan kekerabatan dan pertemanan yang erat antara
perangkat daerah yang menjadi perwakilan setiap daerah dalam
kerjasama tersebut.
2) Kesempatan awal
Koordinasi tidak hanya dilakukan dalam pelaksanaan kerjasama,
tetapi juga dilaksanakan dari awal perencanaan dan pembuatan
kebijakan, artinya koordinasi dilakukan dari tahap awal Pemerintah
Daerah memutuskan untuk melakukan kerjasama. Proses kerjasama
antara Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri dan
Kabupaten Gunungkidul diawali ketika Dinas Pariwisata Pacitan
mengusulkan geopark yang ada di Kabupaten Pacitan kepada
UNESCO, namun pengusulan tersebut ditolak oleh UNESCO karena
geopark tersebut membentang dari Kabupaten Pacitan, Kabupaten
69
Wonogiri hingga Kabupaten Gunungkidul, hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Bapak Tulus Wahyudi Saptono Putro selaku Kasubag
Kerjasama Sekretariat Daerah Pacitan sebagai berikut:
“Sebenarnya ide geopark muncul dari Pacitan almarhum Bapak
M. Fathony dulu pernah di Dinas Pariwisata Pacitan mengusulkan
ke UNESCO dengan nama Geopark Pacitan, namun ditolak oleh
UNESCO, berkat bantuan dari badan geologi kementerian
ESDM bapak Hanang Samodra, diusulkan lagi dengan Geopark
Gunung Sewu yang meliputi wilayah Pawonsari, dengan proses
yg panjang akhirnya tahun 2015 bisa diakui UNESCO. Mengapa
tiap kabupaten mengelola sendiri-sendiri karena memang belum
ada anggaran dari pusat untuk pengelolaan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark, walau demikian laporan pelestarian
dan pengembangan dihimpun jadi satu di sekretariat Geopark
Gunung Sewu di Gunungkidul pengelolaan bersama sudah
menjadi komitmen bersama tiga kabupaten yang juga melibatkan
Provinsi Jateng, Provinsi DIY dan Provinsi Jatim. Dan
melibatkan tiga kementerian, yaitu Kementerian ESDM,
Pariwisata dan Pendidikan (wawancara pada 26 Mei 2018 via
whatsapp).”
Setelah pengajuan oleh Kabupaten Pacitan yang tidak disetujui oleh
UNESCO, maka atas inisiatif Kabupaten Pacitan melakukan diskusi
bersama dengan Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul.
Setelah dijelaskan permasalahan yang dihadapi, maka dicari jalan
keluar bersama dan disetujui untuk mengajukan Geopark di tiga daerah
tersebut dengan nama Gunung Sewu Global Geopark, hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Ibu Retno Utari selaku Kepala Bagian
Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri bahwa proses
perumusan komitmen diawali dengan diskusi, mengerucut ke tema
permasalahan dan mencari pemecahan permasalahan (wawancara pada
20 April 2018 bertempat di Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri).
70
Gambar 8. Badingah (Bupati Gunungkidul) melakukan
penandatanganan Peraturan Bersama
Bupati Pacitan-Bupati Wonogiri-Bupati
Gunungkidul tentang Pelestarian Gunung
Sewu UNESCO Global Geopark
Sumber: gunungkidulkab.go.id, 2015
Masalah lain yang muncul dalam pengelolaan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark adalah letaknya di tiga kabupaten yang
berbeda dan dalam tiga provinsi yang berbeda. Kebijakan yang diambil
tiap daerahpun berbeda-beda, termasuk perihal anggaran. Maka hal
pertama yang dilakukan untuk pengelolaan Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark adalah melakukan manajemen pengembangan kawasan
Gunung Sewu Global Geopark, hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak
Teguh selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten
Gunungkidul sebagai berikut:
“Melakukan manajemen pengembangan kawasan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark secara berkelanjutan yang memadukan
dan menserasikan keragaman alam dengan tetap memperhatikan
aspek konservasi, edukasi dan pertumbuhan dan pemberdayaan
71
masyarakat lokal (wawancara pada 24 April 2018 bertempat di
Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul).”
Berkaitan dengan adanya permasalahan kebijakan yang berbeda-
beda tiap daerah, maka tiap daerah membahas bersama perangkat
daerah terkait di wilayahnya masing-masing lalu setelah ada
kesepakatan di internal masing-masing, hasil kesepakatan itu dibahas
lagi secara bersama tiga daerah, hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak
Teguh selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah
Gunungkidul bahwa perwakilan daerah membahas lagi tentang
kesepakatan yang telah diambil bersama perangkat daerah terkait yang
difasilitasi oleh bagian yang mempunyai tugas merumuskan komitmen
atau perjanjian kerjasama (wawancara pada 24 April 2018 bertempat di
Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul).
Dari awal terbentuknya kerjasama ini terdapat kendala mengenai
anggaran. Anggaran tiap daerah untuk pengelolaan Global geopark ini
berbeda-beda, hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu Retno Utari selaku
kepala bagian kerjasama Sekretariat daerah Wonogiri sebagai berikut:
“Itu kendala kita ya itu, karna kita yang susah ada di tiga
kabupaten, tiga provinsi dengan tiga kebijakan jadi kan kita tidak
bisa memaksakan kebijakan Gunungkidul dan Pacitan. Misalnya
kan kebijakannya begini tapi anggaran di Gunungkidul segini,
Pacitan segini, misalnya anggaran tidak tersedia yasudah. Kalau
satu kabupaten saja enak banget maju sendiri. Sementara kan ini
harus maju bersama sementara dari UNESCO tidak mau ada geo
area, maunya satu manajemen, tidak mau tahu di tiga provinsi
pokoknya jadi satu kawasan. Kita peraturan di Indonesia kan tiap
wilayah itu berwenang (wawancara pada 21 Mei 2018 bertempat
di Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri).”
72
Disisi lain dengan diakuinya Gunung Sewu sebagai Global Geopark hal
tersebut membuat anggaran di setiap daerah naik, hal ini disampaikan
oleh Bapak Fredy perwakilan dari Dinas Pariwisata Kabupaten
Wonogiri. Dari sisi anggaran semenjak ditetapkan geopark Gunung
Sewu oleh UNESCO anggaran di Kabupaten Wonogiri agak lebih
signifikan ketimbang sebelum ditetapkan sebagai Global Geopark
Sampai saat ini perihal anggaran ini belum dapat diselesaikan,
karena tiap daerah mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda, sehingga
tidak bisa dipaksakan. Hal ini justru memunculkan pertanyaan
mengenai komitmen ketiga daerah tersebut sejak awal. Meskipun begitu
seharusnya menurut Kesepakatan Bersama Menteri ESDM, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Pariwisata, Gubernur DIY,
Gubernur Jawa Tengah, Gubernur Jawa Timur, Bupati Gunungkidul,
Bupati Wonogiri dan Bupati Pacitan Nomor 003/PJ/45/MEM/2015
tentang Pengembangan dan Pelestarian Geopark Gunung Sewu Pasal 5
perihal pembiayaan, biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan
kesepakatan bersama dibebankan kepada:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa
tengah
73
d. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa
Timur
e. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten
Gunungkidul
f. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten
Wonogiri
g. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten
Pacitan
h. Sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat
Jadi tidak hanya berasal dari APBD masing-masing kabupaten tetapi
juga dapat berasal dari APBD Pemerintah Provinsi dan APBN.
Awal mula kerjasama pengelolaan Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark yaitu ketika Kabupaten Pacitan mengajukan geopark
yang ada di wilayahnya kepada UNESCO. Hal tersebut ditolak oleh
UNESCO karena geopark tersebut memanjang dan melewati tiga
daerah. Akhirnya dibuat kesepakatan bersama dengan Kabupaten
Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul untuk dilakukan pengelolaan
bersama. Proses perumusan komitmen diawali dengan diskusi,
mengerucut ke tema permasalahan dan mencari pemecahan
permasalahan. Masalah yang belum dapat diselesaikan hingga saat ini
adalah perihal anggaran untuk kerjasama, anggaran yang dimiliki setiap
daerah berbeda-beda sehingga tiap daerah tidak dapat maksimal dalam
74
pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark di wilayahnya
masing-masing.
3) Kontinuitas
Koordinasi yang terjalin antara Pemerintah Kabupaten Pacitan-
Kabupaten Wonogiri-Kabupaten Gunungkidul dilakukan secara berkala
dan sifatnya insidental. Koordinasi yang dilakukan berkala untuk saling
mengetahui informasi pengembangan geosite di setiap kabupaten, hal
ini sesuai dengan pernyataan Bapak Teguh S selaku Kepala Bagian
Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul sebagai berikut:
“Sekretariat Pawonsari serta Pengelola Gunung Sewu Global
Geopark, yang saat ini berada di Kabupaten Gunungkidul secara
berkala dan insidentil sesuai kebutuhan menyelenggarakan
pertemuan antar kabupaten sehingga media untuk melakukan
koordinasi, konsolidasi dan pertukaran informasi tentang
pengembangan geosite antar kabupaten sehingga satu kabupaten
dapat mengembangkan potensi daerah masing-masing dengan
terus belajar dari daerah lainnya (wawancara pada 24 April 2018
bertempat di Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul).”
Pernyataan tersebut ditegaskan oleh Bapak Teguh bahwa keberlanjutan
dari kerjasama pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
dilakukan melalui rapat-rapat antar perangkat daerah, dalam rapat
tersebut membahas permasalahan-permasalahan pengelolaan geopark
dan cara penyelesaiannya, hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak
Teguh selaku kepala bagian kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten
Gunungkidul sebagai berikut:
“Untuk forum resmi dilakukan secara langsung dalam rapat-rapat
antar perangkat daerah terkait yang difasilitasi oleh Sekretariat
BKAD Pawonsari atau oleh masing-masing anggota sesuai
kebutuhan, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali dengan
75
membahas permasalahan permasalahan pengelolaan geopark dan
cara penyelesaiannya (wawancara pada 24 April 2018 bertempat
di Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul).”
Kebijakan terkait Gunung Sewu UNESCO Global Geopark juga
didukung dengan adanya Kesepakatan Bersama antara Kementerian
Pendidikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),
Kementerian Pariwisata, Gubernur Jawa Timur, Gubernur Jawa
Tengah, Gubernur D.I. Yogyakarta, Bupati pacitan, Bupati Wonogiri
dan Bupati Gunungkidul. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak
Fredy selaku perwakilan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Wonogiri
sebagai berikut:
“Setelah ditetapkan oleh UNESO untuk MoU dan perjanjian
kerjasama nanti bisa dicek di bagian kerjasama di tempatnya mbak
Retno untuk nomor dan pasal pasalnya bisa dicek hak dan kewajiban
para pihak, itu ada sembilan para pihak mulai dari Kabupaten
Wonogiri, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Gunungkidul, Pemerintah
Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Kementrian Pariwisata,
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dan satu lagi Kementrian
ESDM (wawancara pada 28 September 2018 melalui whatsapp).”
Baik Kementerian, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten mempunyai perannya masing-masing, tetapi selama ini yang
aktif dalam pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
hanyalah di tataran Pemerintah Kabupaten. Peran Kementerian dan juga
Pemerintah Provinsi belum signifikan, hal ini sesuai dengan pernyataan
Ibu Retno Utari selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah
Kabupaten Wonogiri sebagai berikut:
“Karena menterinya ganti jadi konsistensi dan asistensi terhadap
suatu hal kan beda juga. Nggak tahu ya bagaimana menurut yang
lain, tapi kalau menurut saya peran kementerian belum signifikan
76
termasuk di provinsi juga begitu, padahal setiap tahun kita
laporan, tiap monev juga kita berikan laporan dan kita butuh
bimbingan ya tapi ya sama juga. Masing-masing perlu
meningkatkan peran, bersinergi (wawancara pada 21 Mei 2018
bertempat di Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri).”
Kerjasama yang dilakukan dilakukan ditindaklanjuti melalui
rapat-rapat yang telah disepakati bersama. Keberlanjutan kerjasama
pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark lebih banyak
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten, di tingkat yang lebih tinggi yaitu
Pemerintah Provinsi dan Kementerian sangat kurang dalam
memberikan perhatian terhadap kerjasama ini. Peran Pemerintah
Provinsi dan Kementerian tidak ada meskipun tiap tahun Pemerintah
Daerah juga mengirimkan hasil monitoring dan evaluasi serta laporan.
4) Dinamisme
Kerjasama pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
dilaksanakan berdasarkan Kesepakatan Bersama yang telah disepakati
oleh Pemerintah Kabupaten Pacitan-Kabupaten Wonogiri-Kabupaten
Gunungkidul. Kesepakatan Bersama tersebut dijalankan dengan
semaksimal mungkin, tetapi dapat diperbaiki apabila ada yang tidak
sesuai seiring berjalannya kerjasama. Kesepakatan Bersama tersebut
dapat mengalami adendum, hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu Retno
Utari selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten
Wonogiri bahwa perjanjian yang sudah ada semaksimal mungkin
dilaksanakan, tetapi apabila karena suatu hal harus diperbaiki, bisa
dilakukan adendum terhadap suatu perjanjian kerjasama (wawancara
77
pada 20 April 2018 bertempat di Sekretariat Daerah Kabupaten
Wonogiri).
Seiring dengan berjalannya kerjasama pengelolaan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark, maka banyak faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi proses kerjasama tersebut. Faktor-faktor tersebut dapat
berasal dari internal kerjasama maupun dari eksternal kerjasama. Faktor
internal berkaitan dengan kinerja tim pengelola Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark yang berfokus di Kabupaten Gunungkidul,
hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu Retno Utari selaku Kepala Bagian
Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri bahwa di
Kabupaten Gunungkidul lebih berkembang, timnya pengelola ada di
Kabupaten Gunungkidul dan menggandeng tim dari UGM dan UNY
(wawancara pada 21 Mei 2018 di Sekretariat Daerah Wonogiri). Karena
Tim Pengelola tersebut berfokus pada pengembangan di Kabupaten
Gunungkidul akhirnya Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Pacitan
mengelola geosite yang ada di wilayahnya sendiri, seperti yang
disampaikan oleh Ibu Retno Utari selaku Kepala Bagian Kerjasama
Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri bahwa masing-masing
kekuatannya per kabupaten, terdapat kelebihan dan kekurangan, dapat
dilakukan revisi dan dapat dikelola sama pihak ketiga (wawancara pada
21 Mei 2018 di Sekretariat Daerah Wonogiri).
Selain faktor internal, juga terdapat faktor eksternal. Faktor
eksternal yang mempengaruhi kerjasama adalah kondisi tiap daerah dan
78
pendanaan oleh masing-masing daerah yang berbeda-beda. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Bapak Teguh selaku Kepala Bagian
Kerjasama Sekretariat Daerah Gunungkidul bahwa ada faktor situasi
dan kondisi dan pendanaan oleh masing-masing daerah yang
mempengaruhi jalannya kerjasama (wawancara pada 20 Mei 2018 via
email). Pengaruh eksternal yang lain adalah peraturan-peraturan dari
pusat yang berubah dan mempunyai pengaruh secara tidak langsung
kepada pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark, Hal ini
sesuai dengan pernyataan Bapak Tulus Wahyudi Saptono Putro selaku
Kasubag Kerjasama Sekretariat Daerah Pacitan sebagai berikut:
“Mungkin bisa saja berubah, penyebabnya mungkin kebijakan-
kebijakan dari pusat yang berubah, contoh saja daerah kabupaten
dulu mengelola pertambangan, sekarang tidak lagi dan saat ini
menjadi wewenangnya provinsi (wawancara pada 26 Mei 2018
via whatsapp).”
Kesepakatan bersama antara ketiga daerah dapat mengalami
adendum apabila dalam kerjasama terdapat hal yan tidak sesuai. Banyak
faktor yang mempengaruhi adanya perubahan, baik faktor internal
maupun eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi yaitu terkait
dengan tim pengelola yang lebih berfokus pada pengelolaan geosite di
Kabupaten Gunungkidul. Faktor dari eksternal yang mempengaruhi
kerjasama adalah kondisi tiap daerah dan pendanaan oleh masing-
masing daerah yang berbeda-beda. Pengaruh eksternal yang lain adalah
peraturan-peraturan dari pusat yang berubah dan mempunyai pengaruh
79
secara tidak langsung kepada pengelolaan Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark
5) Tujuan yang jelas
Setiap kerjasama yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
tentunya mempunyai tujuan yang hendak dicapai, begitu juga kerjasama
antara Pemerintah Kabupaten Pacitan-Kabupaten Wonogiri-Kabupaten
Gunungkidul dalam pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark. Salah satu tujuan kerjasama Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark adalah untuk menjaga kelestarian alam Gunung Sewu dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sepanjang Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark, hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak
Teguh selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten
Gunungkidul sebagai berikut:
“Salah satu manfaat adanya Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark itu selain untuk kelestarian juga didalamnya ada tujuan
kesejahteraan. Itu sangat kelihatan dari yang
menggerakan/memanfaatkan dilestarikan oleh masyarakat sekitar.
Sekarang banyak sekali di bagian utara yang tidak termasuk
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark tapi menjadi geosite
yang berkembang dan memanfaatkan potensi alam dan budaya
(wawancara pada 27 Maret 2018 bertempat di Sekretariat Daerah
Kabupaten Gunungkidul).”
Selain untuk menjaga kelestarian alam Gunung Sewu, kerjasama antara
Pemerintah Daerah Kabupaten Pacitan-Kabupaten Wonogiri-Kabupaten
Gunungkidul mempunyai komitmen untuk mensinergikan bidang
pariwisata dengan bidang pendidikan yang bertujuan untuk
mewujudkan sinergitas dalam upaya optimalisasi pengembangan dan
80
pelestarian Gunung Sewu UNESCO Global Geopark dalam bidang
kepariwisataan, hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Teguh selaku
Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul
sebagai berikut:
“Dalam perjanjian kerjasama antara Pemda DIY, Pemprov Jawa
Tengah, Pemprov Jawa Timur, Pemkab Gunungkidul, Pemkab
Wonogiri dan Pemkab Pacitan tentang Pengembangan dan
Pelestarian Gunung Sewu UNESCO Global Geopark dalam
Bidang Kepariwisataan, dan Pendidikan secara bersama-sama
berkomitmen untuk mensinergikan kepariwisataan dan bidang
pendidikan dalam pengembangan dan Pelestarian Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark. Tujuannya adalah untuk mewujudkan
sinergitas dalam upaya optimalisasi pengembangan dan
pelestarian Gunung Sewu UNESCO Global Geopark dalam
bidang kepariwisataan. Komitmen tersebut yang yang menjadi
pedoman tiga pemerintah Kabupaten sehingga segala
permasalahan yang muncul oleh tiga daerah dapat diselesaikan
dengan baik (wawancara pada 24 April 2018 bertempat di
Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul).”
Kerjasama yang dilakukan tentunya memiliki tujuan yang hendak
dicapai. Tujuan kerjasama Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
adalah untuk menjaga kelestarian alam Gunung Sewu dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sepanjang Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark. Selain untuk menjaga kelestarian alam
Gunung Sewu, kerjasama antara Pemerintah Daerah Kabupaten
Pacitan-Kabupaten Wonogiri-Kabupaten Gunungkidul mempunyai
komitmen untuk mensinergikan bidang pariwisata dengan bidang
pendidikan yang bertujuan untuk mewujudkan sinergitas dalam upaya
optimalisasi pengembangan dan pelestarian Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark dalam bidang kepariwisataan.
81
6) Organisasi yang sederhana
Pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark menjadi
salah satu bentuk kerjasama yang dinaungi oleh BKAD Pawonsari.
Kewenangan BKAD Pawonsari diberikan dari Bupati kepada Sekretaris
Daerah, sehingga perangkat daerah yang melakukan kerjasama
Pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark adalah Sub
Bagian Kerjasama Bagian Tata Pemerintahan masing-masing
Sekretariat Daerah, hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Teguh
selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten
Gunungkidul sebagai berikut:
“BKAD Pawonsari akan melaksanakan kerjasama itu difasilitasi
oleh BKAD Pawonsari dan keanggotaannya itu Pemerintah
Kabupaten Pacitan, Wonogiri, dan Gunungkidul kemudian
BKAD Pawonsari itu ditetapkan dengan Keputusan Bersama
BKADnya itu, tadi kan kerjasamanya untuk mendukung BKAD
Pawonsari tersebut dibentuk sekber dan sekber ditentukan
bergantian setiap tiga tahun sekali (wawancara pada 27 Maret
2018 bertempat di Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul).”
Struktur organisasi kerjasama sederhana dengan penanggungjawab
Bupati masing-masing daerah. Ketuanya adalah sekretaris daerah
masing-masing daerah, sedangkan yang melakukan pengelolaan adalah
bagian kerjasama masing-masimg daerah.
Disepakati oleh tiga daerah yang melakukan kerjasama
pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark dibentuk tim
pengelola yang terdiri dari penasehat, ketua, pelaksana harian, komisi-
komisi, ahli geologi lokal dan sekretariat, hal ini sesuai dengan
82
pernyataan Bapak Teguh selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat
Daerah Kabupaten Gunungkidul sebagai berikut:
“Pembentukannya, pembentukan diatur dengan peraturan bersama
pengelola Gunung Sewu UNESCO Global Geopark seperti di
ayat 1 itu terdiri dari penasehat, lalu ketua badan
pengelola,pelaksana harian. Ketua badan pengelola itu dijabat
oleh sekda dimna sekber pawonsari bertempat itu untuk sekarang.
Komisi-komisi ada komisi ilmu pengetahuan, komisi konservasi,
komisi pengembangan, komisi promosi, komisi kelembagaan, ahli
geologi lokal dan sekretariat. Itu ditunjuk Ketua pengelola
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark itu ditetapkan dengan
keputusan bupati dimana sekber Pawonsari bertempat
(wawancara pada 27 Maret 2018 bertempat di Sekretariat Daerah
Kabupaten Gunungkidul).”
Hal ini juga didukung dengan pernyataan Bapak Tulus Wahyudi
Saptono Putro selaku Kasubag Kerjasama Sekretariat Daerah
Kabupaten Pacitan yang menyatakan bahwa struktur organisasi
pengelola Gunung Sewu UNESCO Global Geopark terdiri dari
Penasehat, Ketua Badan pengelola, pelaksana harian, komisi-komisi,
ahli geologi lokal dan sekretariat (wawancara pada 26 Mei 2018 via
whatsapp)
Tabel 2. Tugas Tim Pengelola Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
No Jabatan Tugas
1 Penasehat Memantau dan memberikan nasehat dalam rangka
kelestarian Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
2 Ketua Badan
Pengelola
a. Memimpin dan mengkoordinasikan semua kegiatan
dalam rangka menjaga kelestarian geopark gunung
sewu
b. Mempertahankan sebagai anggota UNESCO global
geopark
3 Pelaksana
Harian
Mengadakan koordinasi secara berkala untuk membahas
dan memecahkan berbagai permasalahan yang berkaitan
dengan pengelolaan dan pengembangan geopark,
meliputi:
a. Program pengembangan ilmiah
83
No Jabatan Tugas
b. Pengembangan dan peningkatan infrastruktur
c. Program rehabilitasi dan pemulihan/konservasi
d. Program peningktaan pengawsan dan pengendalian
Sumber Daya Alam
e. Program promosi dan pengembangan daya tarik
wisata
Program pengembangan partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat
4 Komisi Ilmu
Pengetahuan
Memberikan arahan dan saran dibidang ilmiah guna
pembangunan dan konservasi geopark
5 Komisi
Konservasi
Merekomendasikan wilayah dan obyek wisata untuk
keperluan rehabilitasi dan pemulihan/konservasi
6 Komisi
Pengembangan
Melaksanakan perencanaan, pengembangan, dan
peningkatan infrastruktur masa depan geopark
7 Komisi
Promosi
Mempromosikan dan mengembangkan daya tarik wisata
di kawasan Geopark Gunung Sewu skala nasional dan
internasional
8 Komisi
Kelembagaan
Melakukan pengembangan partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat
9 Ahli Geologi
Lokal
Melaksanakan penelitian terhadap potensi batuan
10 Sekretariat a. Melaksanakan administrasi pengelolaan gunung
sewu
b. Mengkoordinasikan penyebaran informasi geopark
Sumber: Keputusan Bupati Gunungkidul Nomor 171/KTSP/tim/2017, 2017
Pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark menjadi
salah satu bentuk kerjasama yang dinaungi oleh BKAD Pawonsari.
Kewenangan BKAD Pawonsari diberikan dari Bupati kepada Sekretaris
Daerah, sehingga perangkat daerah yang melakukan kerjasama
Pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark adalah Sub
Bagian Kerjasama Bagian Tata Pemerintahan masing-masing
Sekretariat Daerah. Kesepakatan tiga daerah yang melakukan kerjasama
pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark dibentuk tim
pengelola yang terdiri dari penasehat, ketua, pelaksana harian, komisi-
komisi, ahli geologi lokal dan sekretariat.
84
Pada kenyataannya tim yang dibentuk oleh Bupati Gunungkidul
dan memusatkan pengembangan dan pengelolaannya di Kabupaten
Gunungkidul. Salah satu bentuk pengelolaan di Kabupaten
Gunungkidul yang tidak dilakukan di daerah lain adalah pelibatan
akademisi, hal ini diketahui berdasarkan wawancara dengan Ibu Retno
Utari selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten
Wonogiri yang menyatakan bahwa kalau di Wonogiri kan dari birokrasi
semua, kalau di Gunungkidul itu lebih berkembang, karena timnya
pengelola bekerjasama dengan tim dari Universitas Gadjah Mada dan
Universitas Negeri Yogyakarta (wawancara pada 21 Mei 2018 di
Sekretariat Daerah Wonogiri). Sedangkan untuk Kabupaten Pacitan dan
Kabupaten Wonogiri pengelolaannya dilakukan sendiri oleh daerah
tersebut, dibawah Sekretaris Daerah. Tetapi untuk laporan kegiatan
setiap tahunnya Pemerintah Kabupaten Pacitan dan Kabupaten
Wonogiri mengirimkan kepada Tim pengelola yang berada di
Kabupaten Gunungkidul dan lalu diteruskan oleh Tim Pengelola
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark ke Global Geopark Network
UNESCO.
7) Perumusan wewenang dan tanggungjawab yang jelas
Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri dan
Kabupaten Gunungkidul mempunyai peran masing-masing dalam
pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark. Setiap daerah
memiliki wewenang dan tanggungjawab yang berbeda. Ketiga daerah
85
telah membuat Peraturan Bersama untuk memperjelas wewenang dan
tanggungjawab masing-masing daerah, hal ini sesuai dengan pernyataan
Bapak Teguh selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah
Kabupaten Gunungkidul bahwa wewenang telah ditetapkan dalam
Peraturan Bersama Bupati Pacitan, Bupati Wonogiri Dan Bupati
Gunungkidul (wawancara Pada 20 Mei 2018 via email).
Kabupaten Gunungkidul sebagai koordinator memiliki wewenang
dan tanggungjawab yang harus dilakukan berkenaan dengan posisinya
tersebut, yang pertama adalah mengembangkan dan melestarikan
destinasi Pariwisata Kawasan Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark. Hal kedua yang harus dilakukan adalah mengembangkan
pemasaran Pariwisata Kawasan Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark. Terakhir adalah mengembangkan kelembagaan
kepariwisataan Kawasan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark, hal
ini sesuai dengan pernyataan Bapak Teguh selaku Kepala Bagian
Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul sebagai berikut:
“Yang harus dilakukan satu mengembangkan dan melestarikan
destinasi Pariwisata Kawasan Gunung Sewu UNESO Global
Geopark. Kedua mengembangkan pemasaran Pariwisata Kawasan
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark. Ketiga
mengembangkan kelembagaan kepariwisataan Kawasan Gunung
Sewu UNESCO Global Geopark (wawancara pada 24 April 2018
bertempat di Sekretariat Daerah Gunungkidul).”
Sementara itu Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Wonogiri sebagai
angggota harus mendukung Kabupaten Gunungkidul dan
86
menyampaikan tentang pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark kepada internal pemerintah masing-masing.
Wewenang dan tanggungjawab yang jelas dapat membantu
mempermudah dalam mencapai tujuan kerjasama. Untuk memperjelas
wewenang dan tanggungjawab setiap daerah maka harus
mengoptimalkan poin-poin yang ada didalam perjanjian, hal ini sesuai
dengan pernyataan Ibu Retno Utari selaku Kepala Bagian Kerjasama
Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri bahwa mengoptimalkan point-
point yang ada dalam perjanjian menjadi suatu hal yang mutlak, bukan
hanya sebatas perjanjian diatas kertas saja (wawancara pada 20 April
2018 bertempat di Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri).
Setiap daerah memiliki wewenang dan tanggungjawab yang
berbeda yang tidak tumpang tindih. Ketiga daerah telah membuat
Peraturan Bersama untuk memperjelas wewenang dan tanggungjawab
masing-masing daerah. Untuk memperjelas wewenang dan
tanggungjawab setiap daerah maka harus mengoptimalkan poin-poin
yang ada didalam perjanjian. Wewenang dan tanggungjawab
koordinator dan anggota berbeda-beda.
8) Komunikasi yang efektif
Komunikasi yang terjalin antara Pemerintah Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul cukup baik, hal ini
sesuai dengan pernyataan Ibu Retno selaku Kepala Bagian Kerjasama
Sekretariat Daerah Wonogiri bahwa komunikasi cukup baik,
87
hambatannya adalah karena pengelola di masing-masing kabupaten
juga banyak yang mempunyai tugas lain di perangkat daerah
(wawancara pada 20 April 2018 bertempat di Sekretariat Daerah
Kabupaten Wonogiri). Pendapat tersebut juga didukung oleh Bapak
Teguh selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten
Gunungkidul yang menyatakan bahwa:
“Pada prinsipnya tidak ada permasalahan yang berarti dalam
komunikasi antar daerah. Namun perbedaan nomenklatur
perangkat daerah yang berbeda-beda serta perbedaan tugas dan
fungsi masing-masing perangat daerah membuat pejabat terkait di
masing-masing pemerintah daerah harus memiliki pemahaman
mendalam tentang perbedaan tersebut (wawancara pada 24 April
2018 bertempat di Sekretariat Daerah Gunungkidul).”
Komunikasi yang terjadi selama ini bersifat setara, saling membutuhkan
dan saling menguntungkan antar daerah, hal ini sesuai dengan
pernyataan Bapak Teguh selaku kepala bagian kerjasama Sekretariat
daerah Gunungkidul yang menyatakan bahwa:
“Hubungan kerja sama antar daerah dapat efektif apabila
hubungan tersebut bersifat setara, saling membutuhkan dan saling
menguntungkan antar daerah. Dengan berpindahnya sekretariat
setiap tiga tahun sekali maka permasalahan tersebut dapat diatasi
(wawancara pada 20 Mei 2018 via email).”
Penggunaan media sosial dan email dirasa membuat komunikasi
lebih efektif. Hal ini berkaitan dengan undangan via pos yang akan
terlalu lama untuk sampai kepada tempat yang dituju akan lebih cepat
apabila melalui email, hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Teguh
selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten
Gunungkidul yang menyatakan bahwa:
88
“Komunikasi ini, saya kira juga efektif dan biasanya akan
mengadakan pertemuan/ rapat dengan melibatkan OPD terkait di
tempat yg ditentukan, bisa di pacitan bisa di wonogiri, atau di
gunungkudul (bergantian tempatnya) Jika kirim undangan via
post misalnya nanti akan terlalu lama, lebih cepat via email, kita
hub personil yg biasa menangani kerjasama di lingkup pawonsari,
bahwa kami kirim email mohon di cek, ini yg sering dilakukan
untuk koordinasi. Segala biaya untuk mengadakan suatu rapat
ditanggung kabupaten yg berketempatan (wawancara pada 26
Mei 2018 via whatsapp).”
Komunikasi yang terjalin antara Pemerintah Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul cukup baik, tetapi
terkendala perbedaan nomenklatur perangkat daerah yang berbeda-beda
serta perbedaan tugas dan fungsi masing-masing perangat daerah.
Komunikasi yang terjadi selama ini bersifat setara, saling membutuhkan
dan saling menguntungkan antar daerah. Penggunaan media sosial dan
email dirasa membuat komunikasi lebih efektif. Hal ini berkaitan
dengan undangan via pos yang akan terlalu lama untuk sampai kepada
tempat yang dituju akan lebih cepat apabila melalui email.
9) Kepemimpinan supervisi yang efektif
Kerjasama pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
berada dibawah BKAD Pawonsari, sehingga kepemimpinannya juga
dibawah daerah yang ditunjuk sebagai Ketua BKAD Pawonsari.
Kerjasama pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark saat
ini dikoordinatori oleh Pemerintah Kabupaten Gunungkidul yang juga
sebagai Ketua BKAD Pawonsari. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul
melakukan koordinasi kepada dua daerah lainnya, baik pada tingkat
perencanaan maupun pada tingkat pelaksanaan kerjasama. Ketua
89
BKAD Pawonsari sendiri mengalami pergantian setiap tiga tahun
sekali, begitu juga koordinator pengelolaan Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark, hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Teguh selaku
Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul
sebagai berikut:
“BKAD Pawonsari tersebut dibentuk sekber dan sekber
ditentukan bergantian setiap tiga tahun sekali dengan keputusan
bersama juga jadi ada keputusan bersama yang ditetapkan setiap
tiga tahun itu tentang giliran, jadi saat ini di Gunungkidul terakhir
kemudian setelah nanti 2018 sampai tiga tahun berikutnya di
Pacitan, tiga tahun di Wonogiri dan tiga tahun selanjutnya
kembali ke Gunungkidul (wawancara pada 27 Maret 2018
bertempat di Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul).”
Kerjasama yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul menggunankan
prinsip pengeloaan terpadu dengan membentuk Sekretariat Bersama,
saat ini Sekretariat Bersama tersebut berada di Kabupaten Gunungkidul,
hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu Retno Utari selaku Kepala Bagian
Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri bahwa kerjasama
dilakukan dengan pengelolaan terpadu, koordinator di gunungkidul,
kabupaten lain mengirimkan potensi daerahnya untuk disosialisasikan
(wawancara pada 20 April 2018 bertempat di Sekretariat Daerah
Kabupaten Wonogiri).
Kabupaten Gunungkidul sebagai koordinator memiliki beberapa
hal yang harus dilakukan berkenaan dengan posisinya tersebut, yang
pertama adalah mengembangkan dan melestarikan destinasi Pariwisata
Kawasan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark.. Hal kedua yang
90
harus dilakukan adalah mengembangkan pemasaran Pariwisata
Kawasan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark. Terakhir adalah
mengembangkan kelembagaan kepariwisataan Kawasan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark, hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak
Teguh selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten
Gunungkidul sebagai berikut:
“Yang harus dilakukan satu mengembangkan dan melestarikan
destinasi Pariwisata Kawasan Gunung Sewu Unesco Global
Geopark. Kedua mengembangkan pemasaran Pariwisata Kawasan
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark. Ketiga
mengembangkan kelembagaan kepariwisataan Kawasan Gunung
Sewu UNESCO Global Geopark (wawancara pada 24 April 2018
bertempat di Sekretariat Daerah Gunungkidul).”
Hal lain yang menjadi tugas ketua BKAD Pawonsari adalah untuk
mengkoordinasikan anggotanya dan membuat program kegiatan, hal ini
sesuai dengan pernyataan Bapak Tulus Wahyudi Saptono Putro selaku
Kasubag Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Pacitan sebagai
berikut:
“Sebagai ketua sekretariat mengkoordinasikan anggotanya dan
membuat program kegiatan yang harus disepakati bersama,
sebagai ketua sekretariat Pawonsari sekaligus juga berketempatan
sebagai sekretariat pengelola geopark, bisa di Dinas Pariwisata
atau Dinas Pendidikan. Tiap tahun dan tiap kabupaten
berkewajiban membayar iuran ke UNESCO sebesar 1000 euro
sebelum tahun 2018 secara bergiliran, untuk tahun 2018 iuran
menjadi 1500 euro, jadi sebagai ketua maupun anggota semua
berjewajiban membayar iuran ke UNESCO sesuai peraturan dari
UNESCO, tahun 2018 ini waktunya Kabupaten Wonogiri yang
membayar iuran. Gunung Sewu UNESCO Global Geopark,
merupakan satu kesatuan yg tak bisa dipisahkan, artinya milik
bersama, dilestarikan dan dikembangkan bersama, sebelumnya
seperti berdiri sendiri-sendiri geo area pacitan, geo area wonogiri
dan geo area gunungkidul, sekarang tidak lagi. Hanya satu
91
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark (wawancara pada 26
Mei 2018 via whatsapp)
Kepemimpinan yang berganti setiap tiga tahun sekali membuat
ketua BKAD Pawonsari yang saat ini menjadi pemimpin untuk
memberikan laporan yang dapat digunakan oleh ketua sekretariat
periode berikutnya, hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Teguh
selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten
Gunungkidul sebagai berikut:
“Setiap perpindahan BKAD ada laporan progres kegiatan dan
berita acara serah terima, dari laporan tersebut digunakan oleh
Ketua BKAD berikutnya tentang apa yang telah dilaksanakan dan
apa yang belum dilaksanakan serta program-program yang
menjadi tanggung jawab antar perangkat daerah (wawancara pada
20 Mei 2018 via email).”
Kerjasama pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
saat ini dikoordinatori oleh Pemerintah Kabupaten Gunungkidul.
Kerjasama yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul menggunankan prinsip
pengeloaan terpadu dengan membentuk Sekretariat Bersama.
Kabupaten Gunungkidul sebagai koordinator memiliki beberapa hal
yang harus dilakukan berkenaan dengan posisinya tersebut. Salah satu
yang menjadi tugas Pemerintah Kabupaten Gunungkidul adalah untuk
mengkoordinasikan anggota kerjasama dan membuat program kegiatan.
92
2. Tantangan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan Gunung
Sewu UNESCO Global Geopark
Setiap kerjasama tentunya memiliki tantangan yang dihadapi.
Tantangan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark berkaitan perbedaan nomenklatur dan adanya
pergantian pejabat di masing-masing daerah. Perbedaan nomenklatur
menyebabkan setiap daerah harus menyesuaikan dengan nomenklatur
daerahnya masing-masing dalam setiap pengambilan keputusan, sehingga
menyamakan pandangan ketiga daerah berlangsung lama. Pergantian
pejabat di masing-masing daerah juga menjadi tantangan tersendiri, dimana
pejabat yang baru harus menyesuaikan dengan hal-hal yang sebelumnya
tidak menjadi tanggungjawabnya. Kedua hal tersebut menyulitkan dalam
koordinasi, hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Teguh selaku Kepala
Bagian Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul sebagai
berikut:
“Terjadinya perbedaan nomenklatur perangkat daerah dan seringnya
pergantian pejabat di masing-masing daerah, menyulitkan dalam
koordinasi, padahal koordinasi pengelolaan GSUGG harus dilakukan
secara intensif, berkelanjutan dan terus menerus”. (Wawancara pada
20 Mei 2018 via email)
Tantangan yang dihadapi juga perihal anggaran yang berbeda-beda di
setiap daerah. Pendapatan yang didapatkan oleh setiap daerah berbeda,
begitu juga kebutuhan pengeluarannya. Apabila salah satu daerah tidak
93
memiliki anggaran untuk menghadiri kegiatan yang berhubungan dengan
Global Geopark diluar kegiatan kerjasama, maka daerah lain tidak dapat
memaksanya untuk menghadiri kegiatan tersebut, hal ini sesuai dengan
pernyataan Ibu Retno Utari selaku Kepala Bagian Kerjasama Sekretariat
Daerah Kabupaten Wonogiri sebagai berikut:
“Kita yang susah ada di tiga kabupaten, tiga provinsi dengan tiga
kebijakan jadi kan kita tidak bisa memaksakan kebijakan Gunungkidul
dan Pacitan. Misalnya kan kebijakannya begini tapi anggaran di
Gunungkidul segini, Pacitan segini, misalnya anggaran tidak tersedia
yasudah. Kalau satu kabupaten saja enak banget maju sendiri.
Sementara kan ini harus maju bersama sementara dari UNESCO tidak
mau ada geo area, maunya satu manajemen, tidak mau tahu di tiga
provinsi pokoknya jadi satu kawasan. Kita peraturan di Indonesia kan
tiap wilayah itu berwenang”. (wawancara pada 21 Mei 2018 di
Sekretariat Daerah Wonogiri)
Selain berpengaruh terhadap keikutsertaan daerah dalam kegiatan-kegiatan
nasional maupun internasional yang berkaitan dengan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark, anggaran yang terbatas dan berbeda tiap
daerah juga berpengaruh terhadap tindak lanjut perjanjian kerjasama. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak Tulus Wahyudi Saptono Putro
selaku Kasubag Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Pacitan sebagai
berikut:
“Biasanya kegiatan yang sudah dibuat kesepakatan tidak berlanjut
dengan perjanjian kerjasama, perjanjian kerjasama sudah dibuat
nggak jalan lagi karena anggaran yg sangat terbatas di masing-masing
kabupaten berbeda, SDM juga sangat berpengaruh (wawancara pada
26 Mei 2018 via whatsapp).”
Tantangan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Pacitan-Kabupaten
Wonogiri-Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan pariwisata Gunung
Sewu UNESCO Global Geopark ada dua. Pertama, berkaitan dengan
94
perbedaan nomenklatur dan adanya pergantian pejabat di masing-masing
daerah. Kedua adalah perihal anggaran yang berbeda-beda di setiap
daerah.
C. Analisis dan Interpretasi Data
1. Sinergitas Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri dan
Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark
a. Komunikasi
Menurut Sofyandi dan Garniwa (2007), komunikasi dapat
dibedakan atas dua bagian. Pertama yaitu komunikasi yang berorientasi
pada sumber menyatakan bahwa, komunikasi adalah kegiatan dengan
mana seseorang (sumber) secara sungguh-sungguh memindahkan stimuli
guna mendapatkan tanggapan. Kedua yaitu komunikasi yang berorientasi
pada penerima memandang bahwa, komunikasi sebagai semua kegiatan
di mana seseorang (penerima) menanggapi stimulus atau rangsangan.
Komunikasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark dimulai ketika Kabupaten
Pacitan gagal mendaftarkan geopark yang ada di Pacitan untuk menjadi
Global Geopark dibawah UNESCO. Kegagalan tersebut disebabkan
geopark tersebut memanjang dari Kabupaten Pacitan hingga Kabupaten
Gunungkidul, sehingga tidak dapat diajukan secara terpisah. Setelah itu
95
ketiga daerah bersepakat untuk melakukan pengelolaan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark dibawah BKAD Pawonsari.
Inisiatif untuk melakukan komunikasi dapat dimulai dari semua
Kabupaten, meskipun Pemerintah Kabupaten Gunungkidul sebagai
koordinator, tetapi inisiatif komunikasi juga muncul dari Pemerintah
Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Wonogiri. Pemerintah Kabupaten
Pacitan, Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul mempunyai
inisiatif untuk melakukan komunikasi terlebih dahulu, karena setiap
daerah mempunyai perannya masing-masing dalam pengelolaan Gunung
Sewu UNESCO Global Geopark. Inisiatif untuk berkomunikasi terlebih
dahulu membuat seluruh informasi dapat tersampaikan dengan baik dan
hubungan yang terjadi akan semakin erat.
Komunikasi dalam kerjasama pengelolaan Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark dilakukan secara langsung dengan bertatap muka
maupun secara tidak langsung melalui media lainnnya, yaitu grup
whatsapp dan email. Komunikasi secara langsung dilakukan melalui
pertemuan antar pemerintah daerah dengan agenda yang telah ditetapkan
sebelumnya. Komunikasi selama ini lebih banyak dilakukan secara tidak
langsung melalui grup whatsapp dan email karena kesibukan masing-
masing sebagai perangkat daerah dan juga keterbatasan waktu yang
dimiliki.
Menurut Sofyandi dan Garniwa (2007), komunikasi yang
berorientasi pada sumber menyatakan bahwa, komunikasi adalah
96
kegiatan dengan mana seseorang (sumber) secara sungguh-sungguh
memindahkan stimulus guna mendapatkan tanggapan. Selanjutnya
komunikasi yang berorientasi pada penerima memandang bahwa,
komunikasi sebagai semua kegiatan di mana seseorang (penerima)
menanggapi stimulus atau rangsangan. Pemerintah Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Wonogiri maupun Kabupaten Gunungkidul bertindak sebagai
sumber yang mengirimkan pesan, hal ini dapat dilihat bahwa inisiatif
untuk melakukan komunikasi tidak hanya berasal dari Gunungkidul
sebagai koordinator kerjasama tetapi juga dari Pemerintah kabupaten
Pacitan dan Kabupaten Wonogiri. Komunikasi dilakukan secara langsung
melalui rapat-rapat maupun tidak langsung melalui grup whatsapp dan
email. Tanggapan yang diberikan oleh masing-masing daerah terhadap
permasalahan yang terjadi cenderung cepat apabila melalui rapat-rapat
dan cenderung kurang cepat apabila melalui grup whatsapp maupun
email, hal ini karena masing-masing perwakilan memiliki pekerjaan yang
harus diselesaikan berkenaan tanggungjawabnya sebagai pejabat di
lingkungan Pemerintah Daerahnya masing-masing.
b. Koordinasi
Menurut Tripethi dan Reddy dalam Moekijat (1994:39-42) syarat
untuk mencapai koordinasi yang efektif ada sembilan, yaitu:
1) Hubungan langsung
Menurut Tripethi dan Reddy dalam Moekijat (1994: 39-42)
koordinasi dapat lebih mudah dicapai melalui hubungan pribadi
97
langsung diantara orang-orang yang bertanggungjawab. Melalui
hubungan pribadi langsung, ide-ide, cita-cita, tujuan-tujuan,
pandangan-pandangan dapat dibicarakan dan salah paham dapat
dijelaskan jauh lebih baik ketimbang melalui metode apapun lainnya.
Hubungan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark tidak dilakukan melalui
hubungan personal, melainkan dilakukan secara impersonal sebagai
pejabat pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang
kerjasama antar daerah. Walaupun tidak ada hubungan secara pribadi
untuk mendukung kerjasama, tetapi tercipta hubungan pertemanan dan
kekerabatan yang baik diluar kerjasama. Ide-ide, cita-cita, tujuan-
tujuan dan pandangan-pandangan yang disampaikan secara
profesional mewakili pemerintah daerah akan lebih mengikat dan
cepat mendapatkan respon.
Menurut Tripethi dan Reddy dalam Moekijat (1994:39-42)
melalui hubungan pribadi langsung, ide-ide, cita-cita, tujuan-tujuan,
pandangan-pandangan dapat dibicarakan dan salah paham dapat
dijelaskan jauh lebih baik ketimbang melalui metode apapun lainnya.
Namun pada kenyataannya dalam kerjasama antara pemerintah
Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul
ide-ide, cita-cita, tujuan-tujuan, pandangan-pandangan dari masing-
masing daerah dapat dijelaskan lebih baik melalui posisinya sebagai
98
perangkat daerah. Perangkat daerah yang mempunyai tanggungjawab
dalam kerjasama pengelolaan Gunung sewu UNESCO Global
Geopark menjalankan tugasnya sebagai perwakilan dari daerah,
sehingga membuat masing-masing daerah cepat memberikan
tanggapan.
2) Kesempatan awal
Menurut Tripethi dan Reddy dalam Moekijat (1994:39-42)
koordinasi dapat dicapai lebih mudah dalam tingkat-tingkat awal
perencanaan dan pembuatan kebijaksanaan. Misalnya, sambil
mempersiapkan rencana itu sendiri ada konsultasi bersama. Dengan
cara demikian tugas penyesuaian dan penyatuan dalam proses
pelaksanaan rencana lebih mudah.
Proses kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul diawali ketika
Dinas Pariwisata Pacitan mengusulkan geopark yang ada di
Kabupaten Pacitan kepada UNESCO, namun pengusulan tersebut
ditolak oleh UNESCO karena geopark tersebut membentang dari
Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri hingga Kabupaten
Gunungkidul. Setelah pengajuan oleh Kabupaten Pacitan yang tidak
disetujui oleh UNESCO, maka atas inisiatif Kabupaten Pacitan
melakukan diskusi bersama dengan Kabupaten Wonogiri dan
Kabupaten Gunungkidul. Akhirnya dibuat kesepakatan bersama
dengan Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul untuk
99
melakukan pengelolaan bersama. Proses perumusan kebijakan di awal
kerjasama ini dilakukan tidak memiliki hambatan karena masing-
masing daerah memiliki keinginan untuk mengembangkan geopark
yang ada di wilayahnya.
Terdapat satu masalah yang dari awal sudah disadari dan
dibahas, tetapi belum dapat diselesaikan hingga saat ini. Masalah
tersebut adalah perihal anggaran untuk kerjasama. Anggaran yang
dimiliki setiap daerah berbeda-beda sehingga tiap daerah tidak dapat
maksimal dalam pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark di wilayahnya masing-masing. Meskipun perihal anggaran
ini sudah dibahas diawal tetapi belum mendapatkan jalan keluar yang
tepat hingga saat ini.
Menurut Tripethi dan Reddy dalam Moekijat (1994:39-42)
koordinasi dapat dicapai lebih mudah dalam tingkat-tingkat awal
perencanaan dan pembuatan kebijaksanaan, hal yang sama dilakukan
oleh Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri dan
Kabupaten Gunungkidul dimulai dari awal pengajuan kepada
UNESCO sampai dalam tahap pengelolaan Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark. Meskipun begitu terdapat satu permasalahan yang
belum dapat diselesaikan dari awal hingga saat ini, yaitu perihal
anggaran yang berbeda-beda di setiap kabupaten, sehingga jalannya
pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark tidak bisa
maksimal dan dikembalikan lagi sesuai dengan kemampuan daerah
100
masing-masing. Koordinasi pada awal kerjasama dilakukan sangatlah
penting, tetapi seringkali hal ini diabaikan sehingga permasalahan
yang terjadi di awal menjadi berulang setiap tahunnya.
3) Kontinuitas
Menurut Tripethi dan Reddy dalam Moekijat (1994:39-42)
koordinasi merupakan suatu proses yang kontinyu dan harus
berlangsung pada semua waktu, mulai dari tahapan perencanaan. Oleh
karena itu koordinasi merupakan dasar struktur organisasi, maka
koordinasi harus berlangsung selama perusahan berfungsi. Koordinasi
yang terjalin antara Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul dilakukan secara berkala dan
sifatnya insidental. Koordinasi yang dilakukan berkala untuk saling
mengetahui informasi pengembangan geosite di setiap kabupaten.
Keberlanjutan dari kerjasama pengelolaan Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark dilakukan melalui rapat-rapat antar perangkat daerah,
dalam rapat tersebut membahas permasalahan-permasalahan
pengelolaan geopark dan cara penyelesaiannya. Rapat dilakukan
dengan pertemuan langsung dan dilaksanakan minimal tiga bulan
sekali.
Kebijakan terkait Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
didukung dengan adanya Kesepakatan Bersama antara Kementerian
Pendidikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),
Kementerian Pariwisata, Gubernur Jawa Timur, Gubernur Jawa
101
Tengah, Gubernur D.I. Yogyakarta, Bupati Pacitan, Bupati Wonogiri
dan Bupati Gunungkidul. Baik Kementerian, Pemerintah Provinsi dan
Bupati mempunyai perannya masing-masing, tetapi selama ini yang
aktif dalam pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
hanyalah di tataran Pemerintah Kabupaten. Pada tingkat yang lebih
tinggi yaitu Kementerian dan Pemerintah Provinsi sangat kurang
dalam memberikan perhatian terhadap kerjasama ini. Peran
Kementerian dan Pemerintah Provinsi tidak ada meskipun tiap tahun
Pemerintah Daerah juga mengirimkan hasil monitoring dan evaluasi
serta laporan.
Menurut Tripethi dan Reddy dalam Moekijat (1994:39-42)
koordinasi merupakan suatu proses yang kontinyu dan harus
berlangsung pada semua waktu, mulai dari tahapan perencanaan.
Kerjasama pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
yang dilakukan oleh Pemerintah kabupaten Pacitan, Kabupaten
Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul berkelanjutan dapat dilihat
dari bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan, Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pariwisata,
Gubernur Jawa Timur, Gubernur Jawa Tengah, Gubernur D.I.
Yogyakarta, Bupati pacitan, Bupati Wonogiri dan Bupati
Gunungkidul dan ditindaklanjuti lagi dengan keputusan bersama antar
tiga kabupaten. Setelah itu terus berkelanjutan dengan adanya evaluasi
setiap tahunnya dan persiapan penilaian oleh UNESCO. Meskipun
102
dilakukan secara kontinyu tetapi tidak menjamin dukungan dari
pemerintah provinsi dan kementerian yang terlibat, justru dukungan
pemerintah provinsi dan kementerian tidak berlanjut meski selalu
diberikan laporan setiap tahunnya.
4) Dinamisme
Menurut Tripethi dan Reddy dalam Moekijat (1994:39-42)
koordinasi harus secara terus menerus diubah mengingat perubahan-
perubahan lingkungan intern maupun ekstern. Dengan kata lain
koordinasi itu jangan kaku. Koordinasi akan meredakan masalah-
masalah apabila timbul koordinasi yang baik akan mengetuai masalah
secara dini dan mencegah kejadiannya.
Kerjasama pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark dilaksanakan berdasarkan Kesepakatan Bersama yang telah
disepakati oleh Pemerintah Kabupaten Pacitan-Kabupaten Wonogiri-
Kabupaten Gunungkidul. Kesepakatan Bersama tersebut dijalankan
dengan semaksimal mungkin, tetapi dapat diperbaiki apabila ada yang
tidak sesuai seiring berjalannya kerjasama. Kesepakatan Bersama
tersebut dapat mengalami adendum. Banyak faktor yang menjadi
alasan Kesepakatan Bersama dapat berubah. Faktor internal yang
mempengaruhi yaitu Tim Pengelola Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark yang berfokus dengan pengelolaan dan pengembangan di
Kabupaten Gunungkidul tetapi kurang di dua kabupaten yang lainnya.
Faktor ekstern yang mempengaruhi kerjasama adalah kondisi tiap
103
daerah dan pendanaan oleh masing-masing daerah yang berbeda-beda.
Pengaruh ekstern yang lain adalah peraturan-peraturan dari pusat yang
berubah dan mempunyai pengaruh secara tidak langsung kepada
pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark.
Menurut Tripethi dan Reddy dalam Moekijat (1994:39-42)
koordinasi harus secara terus menerus diubah mengingat perubahan-
perubahan lingkungan intern maupun ekstern. Kerjasama pengelolaan
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark yang dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten Pacitan-Kabupaten Wonogiri-Kabupaten
Gunungkidul mendapatkan pengaruh internal tentang kinerja tim
pengelola yang masih bias. Selain itu juga faktor ekstern yaitu berupa
pendanaan masing-masing daerah dan peraturan dari pusat yang
secara tidak langsung mempengaruhi. Kerjasama ini bersifat fleksibel
dan dapat dirubah sewaktu-waktu. Tetapi sampai saat ini masih
relevan dan belum ada perubahan.
5) Tujuan yang jelas
Menurut Tripethi dan Reddy dalam Moekijat (1994:39-42)
tujuan yang jelas itu penting untuk memperoleh koordinasi yang
efektif dalam suatu perusahan, manajer-manajer bagian harus
diberitahu tentang tujuan perusahan dan diminta agar berkerja untuk
tujuan bersama perusahan. Suatu tujuan yang jelas dan diberikan
keselarasan tindakan.
104
Salah satu tujuan kerjasama Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark adalah untuk menjaga kelestarian alam Gunung Sewu dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sepanjang Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark. Selain untuk menjaga kelestarian alam
Gunung Sewu, kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul mempunyai
komitmen untuk mensinergikan bidang pariwisata dengan bidang
pendidikan yang bertujuan untuk mewujudkan sinergitas dalam upaya
optimalisasi pengembangan dan pelestarian Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark dalam bidang kepariwisataan.
Menurut Tripethi dan Reddy dalam Moekijat (1994:39-42)
tujuan yang jelas itu penting untuk memperoleh koordinasi yang
efektif. Berdasarkan hasil di lapangan diketahui bahwa kerjasama
pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark memiliki tujuan
yang jelas yaitu untuk menjaga kelestarian alam Gunung Sewu dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sepanjang Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark. Meskipun sudah memiliki tujuan yang
jelas, tetapi kegiatan yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan
masih bersifat kedaerahan, artinya upaya yang dilakukan dirancang
oleh masing-masing pemerintah daerah tanpa melibatkan tim
pengelola.
105
6) Organisasi yang sederhana
Menurut Tripethi dan Reddy dalam Moekijat (1994:39-42)
struktur organisasi yang sederhana memudahkan koordinasi yang
efektif. Penyusunan kembali bagian-bagian dapat dipertimbangkan
untuk memiliki koordinasi yang lebih baik diantara bagian.
Pelaksanaan pekerjaan dan fungsi yang erat berhubungan dapat
ditempatkan di bawah beban seorang pimpinan apabila hak ini akan
mempermudah pengambilan tindakan yang diperlukan untuk
koordinasi agar semua bagian yang saling berhadapan dapat
dibicarakan kepada seorang atasan bersama untuk menjamin
koordinasi yang lebih baik. Suatu sub bagian merupakan suatu contoh
jelas pengelompokan ini. Suatu sub bagian membuat koordinasi lebih
mudah dan membantu penyusunan yang cepat terhadap perubahan
lingkungan.
Pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark menjadi
salah satu bentuk kerjasama yang dinaungi oleh BKAD Pawonsari.
Kewenangan BKAD Pawonsari diberikan dari Bupati kepada
Sekretaris Daerah, sehingga perangkat daerah yang melakukan
kerjasama Pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
adalah Sub Bagian Kerjasama Bagian Tata Pemerintahan masing-
masing Sekretariat Daerah. Kerjasama dilakukan dibawah BKAD
Pawonsari.
106
Kesepakatan tiga daerah yang melakukan kerjasama
pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark dibentuk tim
pengelola yang terdiri dari penasehat, ketua, pelaksana harian, komisi-
komisi, ahli geologi lokal dan sekretariat. Pembentukan tim
diserahkan bupati dimana sekretariat BKAD Pawonsari berada, saat
ini berada di Kabupaten Gunungkidul. Tim pengelola yang dibentuk
oleh Bupati Gunungkidul ini memusatkan pengembangan dan
pengelolaannya di Kabupaten Gunungkidul. Sedangkan untuk
Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Wonogiri pengelolaannya
dilakukan sendiri oleh daerah tersebut dibawah Sekretaris Daerah.
Tetapi untuk laporan Pemerintah Kabupaten Pacitan dan Kabupaten
Wonogiri mengirimkannya kepada tim pengelola di Kabupaten
Gunungkidul dan lalu meneruskan ke Global Geopark Network
(GGN) UNESCO.
Menurut Tripethi dan Reddy dalam Moekijat (1994:39-42)
struktur organisasi yang sederhana memudahkan koordinasi yang
efektif. Dalam kerjasama pengelolaan Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark masih tumpang tindih karena tim pengelolan yang
disepakati bersama antara tiga daerah justru hanya menjadi
koordinator dalam rapat dan pembuatan laporan kepada GGN
UNESCO. Hal tersebut menyebabkan Kabupaten Wonogiri dan
Kabupaten Pacitan melakukan pengelolaan geopark yang ada
diwilayahnya oleh Dinas pariwisata dan Dinas Pendidikan masing-
107
masing dengan dikoordinatori oleh bagian kerjasama Sekretariat
Daerah.
7) Perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas
Menurut Tripethi dan Reddy dalam Moekijat (1994:39-42)
faktor lain yang memudahkan koordinasi adalah wewenang dan
tanggung jawab yang jelas untuk masing-masing individu dan bagian.
Wewenang yang jelas tidak harus mengurangi pertentangan diantara
pegawai-pegawai yang berlainan, tetapi juga membantu mereka dalam
pelaksanaan pekerjaan dengan kesatuan tujuan. Selanjutnya,
wewenang yang jelas membantu manajer dalam mengawasi bawahan
bertanggung jawab atas pelanggaran pembatasan-pembatasan.
Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri dan
Kabupaten Gunungkidul mempunyai peran masing-masing dalam
pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark. Setiap daerah
memiliki wewenang dan tanggungjawab yang berbeda yang tidak
tumpang tindih. Kabupaten Gunungkidul sebagai koordinator dan dua
kabupaten lainnya sebagai anggota. Sebagai koordinator mempunyai
tugas untuk untuk mengkoordinasikan anggotanya dan membuat
program kegiatan. Sebagai anggota mempunyai tugas untuk
mendukung dan mengelola daerahnya masing-masing serta
mengkomunikasikan kepada pejabat daerah di masing-masing
wilayah.
108
Menurut Tripethi dan Reddy dalam Moekijat (1994:39-42)
faktor lain yang memudahkan koordinasi adalah wewenang dan
tanggung jawab yang jelas untuk masing-masing individu dan bagian.
Setiap pejabat daerah yang diberi wewenang dalam kerjasama
bertugas melakukan koordinasi baik dengan daerah lainnya maupun
dengan intern daerahnya masing-masing. Tetapi wewenang yang
diberikan itu justru menjadi tumpang tindih ketika disetujui adanya
tim pengelola yang terdiri dari penasehat, ketua, pelaksana harian,
komisi-komisi, ahli geologi lokal dan sekretariat telah dijelaskan
dalam Keputusan Bupati Gunungkidul Nomor 171/KTPS/TIM/2017.
Kinerja tim pengelola tersebut masih bersifat kedaerahan, lebih
banyak melakukan pengelolaan di Kabupaten Gunungkidul.
8) Komunikasi yang efektif
Menurut Tripethi dan Reddy dalam Moekijat (1994:39-42)
komunikasi yang efektif merupakan salah satu persyaratan untuk
koordinasi yang baik. Melalui saling tukar informasi secara terus
menerus, perbedaan individu dan bagian dapat diatasi dan perubahan-
perubahan kebijaksanaan, penyesuaian program-program, untuk
waktu yang akan datang, dan sebagainya, dapat dibicarakan. Melalui
komunikasi yang efektif tindakan-tindakan atau pelaksanaan-
pelaksanaan pekerjaan yang bertentangan dengan tujuan-tujuan
perusahan dapat dihindarkan dan kegiatan-kegiatan keseluruhan staf
109
dapat diarahkan secara harmonis menuju ke pelaksanaan tujuan
perusahan yang ditentukan.
Komunikasi yang terjalin antara Pemerintah Kabupaten Pacitan-
Kabupaten Wonogiri-Kabupaten Gunungkidul cukup baik.
Komunikasi yang terjadi selama ini bersifat setara, saling
membutuhkan dan saling menguntungkan antar daerah. Penggunaan
grup whatsapp dan email dirasa membuat komunikasi lebih efektif.
Hal ini berkaitan dengan undangan dan pengiriman data via pos yang
akan terlalu lama untuk sampai kepada tempat yang dituju akan lebih
cepat apabila melalui email.
Menurut Tripethi dan Reddy dalam Moekijat (1994:39-42)
komunikasi yang efektif merupakan salah satu persyaratan untuk
koordinasi yang baik. Komunikasi yang efektif dapat dilihat melalui
saling tukar informasi secara terus menerus. Komunikasi yang terjadi
selama ini bersifat setara dan saling membutuhkan. Tetapi disisi lain,
setiap daerah tidak dapat leluasa menyampaikan keluhannya karena
merasa tidak mempunyai hak untuk ikut campur atas permasalahan
yang dihadapi oleh daerah lain.
9) Kepemimpinan supervisi yang efektif
Menurut Tripethi dan Reddy dalam Moekijat (1994:39-42)
suksesnya koordinasi banyak dipengaruhi oleh hakikat kepemimpinan
dan supervisi. Kepemimpinan yang efektif menjamin koordinasi
kegiatan orang-orang, baik pada tingkatan perencanaan maupun pada
110
tingkat pelaksanaan. Kepemimpinan yang efektif merupakan metode
koordinasi yang paling baik dan tidak ada lain yang dapat
menggantikannya.
Kerjasama pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark berada dibawah BKAD Pawonsari, sehingga
kepemimpinannya juga dibawah daerah yang ditunjuk sebagai Ketua
BKAD Pawonsari. Kerjasama pengelolaan Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark saat ini dikoordinatori oleh Pemerintah Kabupaten
Gunungkidul yang juga sebagai Ketua BKAD Pawonsari. Pemerintah
Kabupaten Gunungkidul melakukan koordinasi kepada dua daerah
lainnya, baik pada tingkat perencanaan maupun pada tingkat
pelaksanaan kerjasama. Ketua BKAD Pawonsari sendiri mengalami
pergantian setiap tiga tahun sekali, begitu juga koordinator
pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark.
Kerjasama yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Pacitan-
Kabupaten Wonogiri-Kabupaten Gunungkidul menggunankan prinsip
pengeloaan terpadu dengan membentuk Sekretariat Bersama, saat ini
Sekretariat Bersama tersebut berada di Kabupaten Gunungkidul.
Kabupaten Gunungkidul sebagai koordinator memiliki beberapa hal
yang harus dilakukan berkenaan dengan posisinya tersebut, yang
pertama adalah mengembangkan dan melestarikan destinasi
Pariwisata Kawasan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark. Hal
kedua yang harus dilakukan adalah mengembangkan pemasaran
111
Pariwisata Kawasan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark.
Terakhir adalah mengembangkan kelembagaan kepariwisataan
Kawasan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark. Hal lain yang
menjadi tugas ketua sekretariat adalah untuk mengkoordinasikan
anggotanya dan membuat program kegiatan. Kepemimpinan yang
berganti setiap tiga tahun sekali membuat ketua sekretariat yang saat
ini menjadi pemimpin untuk memberikan laporan yang dapat
digunakan oleh ketua sekretariat periode berikutnya.
Menurut Tripethi dan Reddy dalam Moekijat (1994:39-42)
kepemimpinan yang efektif menjamin koordinasi kegiatan orang-
orang, baik pada tingkatan perencanaan maupun pada tingkat
pelaksanaan. Kabupaten Gunungkidul sebagai koordinator memiliki
tanggungjawab sebagai koordinator, yang pertama adalah
mengembangkan dan melestarikan destinasi pariwisata kawasan
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark. Hal kedua yang harus
dilakukan adalah mengembangkan pemasaran Pariwisata Kawasan
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark. Terakhir adalah
mengembangkan kelembagaan kepariwisataan Kawasan Gunung
Sewu UNESCO Global Geopark. Hal lain yang menjadi tugas ketua
sekretariat adalah untuk mengkoordinasikan anggotanya dan membuat
program kegiatan. Pada kenyataannya Kabupaten Gunungkidul belum
dapat menggerakkan anggota tim pngelola untuk mencapai tujuan
kerjasama.
112
2. Tantangan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan Gunung
Sewu UNESCO Global Geopark
Setiap kerjasama tentunya memiliki tantangan yang dihadapi.
Tantangan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark berkaitan dengan anggaran setiap daerah untuk
pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark yang masih belum
sama rata. Menurut Yudhoyono dalam buku Model Kerjasama Antar
Daerah yang diterbitkan oleh Program S2 PLOD UGM dan APEKSI (2007:
8) dalam kerjasama terdapat Sharing of Burdens, yaitu dengan kerjasama,
maka daerah dapat bersama-sama menanggung biaya secara proposional
dan tidak ada daerah yang terbebani. Dengan kata lain, anggaran pengelolaan
dan penyediaan prasarana yang besar dapat ditanggung bersama sehingga tidak
terlalu membebani keuangan dari daerah tertentu. Anggaran yang
ditanggung sendiri-sendiri di tiap kabupaten membuat jumlah anggaran
yang digunakan untuk pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark besarannya berbeda-beda. Tidak adanya kesepakatan mengenai
anggaran ini menyebabkan daerah yang memiliki anggaran besar tidak
berani mendesak daerah yang memiliki anggaran lebih kecil. Hal tersebut
berpengaruh terhadap komitmen setiap daerah dalam pengelolaan Gunung
Sewu UNESCO Global Geopark.. Dengan tidak adanya sharing of burdens,
maka daerah yang mempunyai anggaran kecil menjadi tidak maksimal dan
113
cenderung komitmen yang dimiliki untuk melakukan pengelolaan Gunung
Sewu UNESCO juga rendah.
Selain tantangan tersebut, ada tantangan lain yang dihadapi yaitu
berkaitan dengan adanya pergantian pejabat di masing-masing daerah.
Pergantian pejabat di masing-masing daerah menjadi tantangan tersendiri,
pergantian pejabat daerah dalam hal ini kepala daerah dapat mempengaruhi
susunan pejabat daerah, secara tidak langsung hal tersebut berdampak pada
pejabat daerah yang ditunjuk sebagai perwakilan dalam kerjasama Gunung
Sewu UNESCO Global Geopark. Pejabat yang baru harus menyesuaikan
dengan hal-hal yang sebelumnya tidak menjadi tanggungjawabnya.
114
Tabel 3. Hasil Analisis dan Interpretasi Data
FOKUS
PENELITIAN TEORI TEMUAN
Sinergitas Pemerintah
Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Wonogiri
dan Kabupaten
Gunungkidul dalam
pengelolaan Gunung
Sewu UNESCO Global
Geopark
Komunikasi
(Sofyandi dan
Garniwa dalam
Puspita (2015:
23))
Pemerintah Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri maupun Kabupaten
Gunungkidul bertindak sebagai sumber yang mengirimkan dan menerima pesan,
hal ini dapat dilihat bahwa inisiatif untuk melakukan komunikasi tidak hanya
berasal dari Kabupaten Gunungkidul sebagai koordinator kerjasama tetapi juga dari
Pemerintah Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Wonogiri. Komunikasi dilakukan
secara langsung melalui rapat dan pertemuan maupun tidak langsung melalui grup
whatsapp dan email.
Koordinasi
(Menurut Tripethi
dan Reddy dalam
Moekijat (1994:
39-42))
1. Hubungan langsung: Dilakukan melalui hubungan impersonal.
Perangkat daerah yang mempunyai tanggungjawab dalam kerjasama
pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark menjalankan tugasnya
sebagai perwakilan dari daerah.
2. Kesempatan awal: Koordinasi sudah dilakukan dari awal tetapi tidak
maksimal.
Terdapat permasalahan yang terjadi di awal kerjasama hingga saat ini, yaitu
berkaitan dengan anggaran dimana tiap daerah tidak dapat memberikan
dukungan dana yang sama untuk kerjasama pengelolaan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark.
3. Kontinuitas: Proses kerjasama masih berlanjut hingga saat ini.
Koordinasi yang dilakukan berlangsung mulai dari tahapan perencanaan dan
masih berlangsung sampai saat ini dengan dilakukan pertemuan secara berkala.
Disisi lain tindak lanjut kerjasama dengan pemerintah provinsi dan
kementerian justru tidak berkelanjutan, selama ini tidak ada respon terhadap
laporan yang diberikan.
115
4. Dinamisme: Kerjasama berjalan secara dinamis.
Faktor yang mempengaruhi ada dua, yaitu faktor internal, yaitu pengelolaan
yang berfokus di Kabupaten Gunungkidul dan faktor eksternal yaitu kondisi
setiap daerah yang berbeda-beda.
5. Tujuan yang jelas: Memiliki tujuan tetapi upaya mencapai tujuan belum jelas.
Tujuan pengelolaan Gunung SewuUNESCO Global Geopark untuk menjaga
kelestarian Gunung Sewu dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
berada di Gunung Sewu. Meskipun tujuan sudah jelas, tetapi upaya dalam
mencapai tujuan masih belum jelas, karena hal tersebut dikembalikan kepada
daerah masing-masing.
6. Organisasi yang sederhana: Struktur organisasi tumpah tindih antara BKAD
Pawonsari dan Tim Pengelola Global Geopark.
Perangkat daerah yang melakukan kerjasama Pengelolaan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark adalah Sub Bagian Kerjasama Bagian Tata
Pemerintahan masing-masing Sekretariat Daerah. Sementara Tim Pengelola
dibuat berdasarkan kesepakatan bersama yang kewenangan pembentukannya
membentuknya diberikan kepada Bupati Gunungkidul. Tetapi dalam
pelaksanaan justru tim pengelola tersebut belum dapat melakukan tugasnya
secara menyeluruh di tiga kabupaten.
7. Perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas: Wewenang dan
tanggungjawab jelas.
Tugas dan wewenang masing-masing daerah sudah dilaksanakan sesuai dengan
posisinya baik sebagai koordinator maupun anggota. Tetapi tugas dan
wewenang menjadi tidak maksimal ketika tim pengelola tidak menjalankan
tugasnya.
8. Komunikasi yang efektif: Hubungan yang saling ketergantungan.
Komunikasi yang terjalin kurang baik meskipun masing-masing daerah yang
saling bertukar informasi secara terus menerus. Komunikasi yang terjadi
116
selama ini bersifat setara dan saling membutuhkan, tetapi disisi lain setiap
daerah tidak leluasa menyampaikan keluhannya.
9. Kepemimpinan supervisi yang efektif: Kepemimpinan Kabupaten
Gunungkidul yang tidak maksimal.
Dalam melakukan tugasnya belum dapat menggerakkan anggota tim pengelola
untuk melakukan pengelolaan di tiga daerah.
Tantangan yang
dihadapi Pemerintah
Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Wonogiri
dan Kabupaten
Gunungkidul dalam
pengelolaan Gunung
Sewu UNESCO Global
Geopark.
1. Anggaran setiap daerah untuk pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark yang masih belum sama rata. Padahal terdapat Sharing of Burdens,
yaitu dengan kerjasama, maka daerah dapat bersama-sama menanggung biaya
secara proposional dan tidak ada daerah yang terbebani. Dengan kata lain,
anggaran pengelolaan dan penyediaan prasarana yang besar dapat ditanggung
bersama sehingga tidak terlalu membebani keuangan dari daerah tertentu.
Apabila tidak ada sharing of burdens maka akan menimbulkan kecemburuan
sosial dari pihak yang mengeluarkan anggaran paling besar, hal tersebut dapat
berdampak pada komitmen daerah dalam melaksanakan kerjasama, sehingga
sinergitas tidak berjalan baik.
2. Pergantian pejabat di masing-masing daerah menjadi tantangan tersendiri,
pergantian pejabat daerah dalam hal ini kepala daerah dapat mempengaruhi
susunan pejabat daerah, secara tidak langsung hal tersebut berdampak pada
pejabat daerah yang ditunjuk sebagai perwakilan dalam kerjasama Gunung
Sewu UNESCO Global Geopark. Pejabat yang baru harus menyesuaikan
dengan hal-hal yang sebelumnya tidak menjadi tanggungjawabnya.
Sumber: Olahan Penulis berdasarkan Analisis dan Interpretasi Data, 2018
117
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Sekretariat Daerah
Kabupaten Pacitan, Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri dan Sekretariat
Daerah Kabupaten Gunungkidul tentang sinergitas pemerintah Kabupaten
Pacitan, Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul dalam pengelolaan
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark dapat disimpulkan sinergitas masih
belum maksimal, masih terdapat hal-hal yang perlu diperbaiki lagi untuk
meningkatkan sinergitas kerjasama terutama berkaitan dengan koordinasi.
Koordinasi masih menemui kendala, terutama berkaitan dengan kelanjutan
kesepakatan bersama dengan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral,
Kementerian Pendidikan, Kementerian Pariwisata, Pemerintah Provinsi Jawa
Timur, Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selain itu, Tim Pengelola Gunung Sewu UNESCO Global Geopark yang telah
disepakati bersama dibentuk oleh Bupati Gunungkidul tidak melakukan
pengelolaan secara keseluruhan di tiga kabupaten, sehingga setiap daerah
melakukan pengelolaan geosite yang ada di daerahnya masing-masing secara
mandiri.
118
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis menghasilkan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Komunikasi yang dilakukan tidak hanya berasal dari Gunungkidul sebagai
koordinator kerjasama tetapi juga dari Pemerintah kabupaten Pacitan dan
Kabupaten Wonogiri sebagai anggota. Komunikasi dilakukan secara
langsung melalui rapat-rapat maupun tidak langsung melalui grup
whatsapp dan email. Tanggapan yang diberikan oleh masing-masing
daerah terhadap permasalahan yang terjadi cenderung cepat apabila
melalui rapat-rapat dan cenderung kurang cepat apabila melalui grup
whatsapp maupun email, hal ini karena masing-masing perwakilan
memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan berkenaan tanggungjawabnya
sebagai pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah masing-masing.
2. Koordinasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul berjalan tidak
maksimal, hal ini dapat dilihat dari kesimpulan sebagai berikut:
a. Koordinasi yang dilakukan melalui hubungan impersonal membuat
daerah yang melakukan kerjasama lebih cepat memberikan respon. Hal
tersebut karena perangkat daerah yang mempunyai tanggungjawab
dalam kerjasama pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
menjalankan tugasnya sebagai perwakilan dari daerah, sehingga
membuat masing-masing daerah cepat memberikan tanggapan.
b. Walaupun hubungan dilakukan dari awal dilakukannya kerjasama
hingga pelaksanaan, tapi terdapat permasalahan yang berulang setiap
119
tahunnya, yaitu berkaitan dengan anggaran dimana tiap daerah tidak
dapat memberikan dukungan dana yang sama.
c. Koordinasi yang dilakukan berlangsung mulai dari tahapan perencanaan
dan masih berlangsung sampai saat ini dengan dilakukan pertemuan
secara berkala. Koordinasi yang dilakukan berkala untuk saling
mengetahui informasi pengembangan geosite di setiap kabupaten.
Disisi lain tindak lanjut kerjasama dengan pemerintah provinsi dan
kementerian justru tidak berkelanjutan, selama ini tidak ada respon
terhadap laporan yang diberikan oleh masing-masing daerah.
d. Kerjasama yang dilakukan berlanjut dari tahun 2015 hingga saat ini,
setiap tiga bulan sekali mengadakan rapat untuk membahas pelaksanaan
kerjasama dan juga mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi
tiap daerah maupun yang dihadapi bersama. Hal tersebut karena
kerjasama ini sifatnya dinamis menyesuaikan dengan faktor faktor lain.
Faktor yang mempengaruhi ada dua, yaitu faktor internal, yaitu
pengelolaan yang berfokus di Kabupaten Gunungkidul dan faktor
eksternal perihal anggaran dan peraturan dari pusat yang secara tidak
langsung mempengaruhi kerjasama.
e. Kerjasama pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark
mempunyai tujuan yang jelas yaitu untuk menjaga kelestarian Gunung
Sewu dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berada di
Gunung Sewu. Meskipun tujuan sudah jelas, tetapi upaya dalam
120
mencapai tujuan masih belum jelas, karena hal tersebut dikembalikan
kepada daerah masing-masing.
f. Pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark menjadi salah
satu bentuk kerjasama yang dinaungi oleh BKAD Pawonsari.
Kewenangan BKAD Pawonsari diberikan dari Bupati kepada Sekretaris
Daerah, sehingga perangkat daerah yang melakukan kerjasama
Pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global Geopark adalah Sub
Bagian Kerjasama Bagian Tata Pemerintahan masing-masing
Sekretariat Daerah. Melalui kesepakataan bersama antara tiga daerah
dibuatlah Tim Pengelola yang kewenangan membentuknya diberikan
kepada Bupati Gunungkidul. Tetapi dalam pelaksanaan justru Tim
pengelola tersebut belum dapat melakukan tugasnya secara menyeluruh
di tiga kabupaten, yang terjadi justru muncul kembali sifat kedaerahan
dengan melakukan pengelolaan yang maksimal di Kabupaten
Gunungkidul.
g. Tugas dan wewenang masing-masing daerah sudah dilaksanakan sesuai
dengan posisinya baik sebagai koordinator maupun anggota. Tetapi
tugas dan wewenang menjadi tumpang tindih ketika tim pengelola tidak
menjalankan tugasnya.
h. Komunikasi yang terjalin kurang baik meskipun masing-masing daerah
yang saling bertukar informasi secara terus menerus. Komunikasi yang
terjadi selama ini bersifat setara dan saling membutuhkan, tetapi disisi
lain setiap daerah tidak leluasa menyampaikan keluhannya.
121
i. Kabupaten Gunungkidul sebagai Ketua BKAD Pawonsari memiliki
tanggungjawab sebagai koordinator, yang pertama adalah
mengembangkan dan melestarikan destinasi pariwisata kawasan
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark. Hal kedua yang harus
dilakukan adalah mengembangkan pemasaran Pariwisata Kawasan
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark. Terakhir adalah
mengembangkan kelembagaan kepariwisataan Kawasan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark. Hal lain yang menjadi tugas ketua
sekretariat adalah untuk mengkoordinasikan anggotanya dan membuat
program kegiatan. Dalam melakukan tugasnya belum dapat
menggerakkan anggota tim pengelola untuk melakukan pengelolaan di
tiga daerah.
3. Tantangan yang dihadapi yaitu perihal anggaran yang berbeda di setiap
daerah yang berdampak pada komitmen daerah untuk melakukan
kerjasama. Selain itu juga adanya pergantian pejabat di masing-masing
daerah. Pergantian pejabat di masing-masing daerah juga menjadi
tantangan tersendiri, dimana pejabat yang baru harus menyesuaikan
dengan hal-hal yang sebelumnya tidak menjadi tanggungjawabnya.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian di atas, ada beberapa saran
dari peneliti agar sinergitas kerjasama pengelolaan Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark dapat berjalan lebih baik, diantaranya:
122
1. Permasalahan pengelola dimana tiap daerah mempunyai tim pengelola
masing-masing karena tim pengelola yang telah disepakati bersama yang
dibentuk oleh Bupati Gunungkidul hanya fokus melakukan pengelolaan di
Kabupaten Gunungkidul, maka sebaiknya kesepakatan bersama mengenai
tim pengelola tersebut diperbaiki dan diperbarui dengan membentuk tim
pengelola independen yang mengelola tiga kabupaten, sehingga tidak ada
ketimpangan di tiga kabupaten tersebut.
2. Perihal anggaran yang berbeda-beda dari setiap kabupaten, dapat
ditindaklanjuti dengan kesepakatan bersama menetapkan besaran dana
secara adil dan rata, hal ini juga dapat meningkatkan komitmen setiap
daerah dalam kerjasama pengelolaan Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark.
3. Optimalisasi peran Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
Kementerian ESDM, Kementerian Pendidikan dan Kementerian Pariwisata
dilakukan dengan memperbarui Kesepakatan Bersama dan juga melakukan
riset potensi sumber daya alam di wilayah Gunung Sewu UNESCO Global
Geopark yang dapat dikembangkan dan menjadi potensi baru dalam
berbagai bidang, termasuk bidang keilmuan dan pariwisata.
123
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali. 2007. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala
Daerah Secara Langsung. Jakarta : PT Raja Grasindo.
Agustino, Leo. 2014. Politik Lokal Dan Otonomi Daerah. Bandung: Penerbit
Alfabeta.
CNN Indonesia. 2017. Angka Kemiskinan di Gunungkidul Turun karena Sadar
Wisata dalam https://www.cnnindonesia.com/gaya-
hidup/20170620142920-307-223011/angka-kemiskinan-di-gunungkidul-
turun-karena-sadar-wisata/ diakses pada 15 November 2017.
Creswell, John. 2015. Penelitian Kualitatif & Desain Riset Memilih Di Antara
Lima Pendekatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Domai, Tjahjanulin. 2010. Kebijakan Kerjasama Antar Daerah Dalam Perspektif
Sound Governance. Surabaya: Jenggala Pustaka Utama.
Fitriyah. 2003. Penguatan Demokrasi Lokal, dalam Warsito dan Teguh Yowono,
Otonomi Daerah : Capacity Building dan Penguatan Demokrasi Lokal.
Semarang : Puskodak UNDIP.
Geomagz. 2014. Gunung Sewu Seribu Keelokan Kars Tropis Warisan Dunia
dalam http://geomagz.geologi.esdm.go.id/gunung-sewu-seribu-keelokan-
kars-tropis-warisan-dunia/ diakses pada 4 Desember 2017.
Global Geoparks Network. 2010. Guidelines and Criteria for National Geoparks
seeking UNESCO's assistance to join the Global Geoparks Network
(GGN). France: United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization.
Hasan, Erliana. (2005). Komunikasi Pemerintahan. Bandung: Refika Aditama
Indradi, Sjamsiar. 2016. Dasar-dasar dan Teori: Administrasi Publik. Malang:
Intrans Publishing.
Islamy, La Ode. 2015. Bahan Ajar Teori-Teori Administrasi. Bau-bau: Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Dayanu Ikhsanuddin
Kabupaten Gunungkidul. 2017. Penandatanganan Kesepakatan Bersama Antara
Gunung Sewu UNESCO Global Geopark Dan Geopark Nasional Rinjani.
Gunungkidul: Pemerintah Kabupaten Gunungkidul. Dalam
http://gunungkidulkab.go.id/D-88a0baef8aff3b0bd65e40c34ee7e294-NW-
114c14b7d4672b60279a2d3d3fb39eb7-0.html diakses pada 15 November
2017.
Kesepakatan bersama yang dibuat bersama Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Pariwisata,
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Gubernur Jawa Temgah,
Gubernur Jawa Timur, Bupati Gunungkidul, Bupati Wonogiri dan Bupati
Pacitan dengan Nomor : 003/PJ/45/MEM/2015, Nomor :
0217/MPK.A/HK/2015, Nomor : KB.3/KS.001/MP/2015, Nomor :
4/KSP/II/2015, Nomor : 007/2015, Nomor : 120.1/149/012/2015, Nomor :
415.4/KB/05/2015, Nomor : 5/KSB/2015, Nomor : 546/04/408.12/2015
tentang Pengembangan dan Pelestarian Geopark Gunung Sewu.
124
Khairina, Fadiah. 2017. Dampak Perubahan Pemanfaatan Kawasan Karst
GunungSewu Terhadap Resiliensi Ekonomi Rumah Tangga di Kabupaten
Gunungkidul. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Kristiono, Natal. 2015. Buku Ajar Otonomi Daerah.Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
Labpolokda JIP UNILA & MIP FISIP UNILA. 2014. Desentralisasi atau
Resentralisasi? Tinjauan Kritis Terhadap UU No. 23/2014. Bandar
Lampung: UNILA.
Lionardo, Andries. 2009. Administrasi Pemerintahan Daerah. Malang : Program
Pasca Sarjana Universitas Brawijaya.
Martono, Budi. 2017. Pemanfaatan Geoheritage Dalam Pengembangan Geopark
Disampaikan pada Peluncuran Pedoman Teknis Assesmen Sumber Daya
Warisan Geologi. Bandung.
Maulipaksi, Desliana. 2015. Gunung Sewu Ditetapkan UNESCO sebagai geopark
Internasioanl. Artikel di
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2015/09/gunung-sewu-
ditetapkan-unesco-sebagai-geopark-internasional-4645-4645-4645 diakses
pada 10 Mei 2018
Muluk, Khairul. 2009. Peta Konsep Desentralisasi & Pemerintahan Daerah.
Surabaya: ITS Press
Moekijat. 1994. Koordinasi (Suatu Tinjauan Teoritis). Bandung : Mandar Maju
Noor, Muhammad. 2012. Memahami Desentralisasi Indonesia. Yogyakarta:
Interpena.
Oktariadi, Oki. 2014. Geopark Dan Penataan Ruang. Jakarta: Badan geologi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (dalam
landspatial.bappenas.go.id diakses 10 Juli 2018)
Pacitanku. 2015. Jalan Panjang Gunung Sewu Menjadi Geopark Kelas Dunia
dalam https://pacitanku.com/2015/09/21/jalan-panjang-gunung-sewu-
menjadi-geopark-kelas-dunia/ diakses pada 10 Mei 2018
Pasolong, Harbani.2013. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.
Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kerjasama Daerah
Perjanjian Kerjasama antara Bupati Pacitan, Bupati Wonogiri dan Bupati
Gunungkidul Nomor : 27 tahun 2017, Nomor : 25 Tahun 2017, Nomor :
24 Tahun 2017 tentang Pembentukan Pengelola Gunung Sewu UNESCO
Global Geopark.
Perjanjian Kerjasama antara Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemudan Dan
Olahraga Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Wonogiri serta Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Gunungkidul Nomor :
415.4/1222/408.35/2015, Nomor : 415.4/PK/1223/2015, Nomor :
415.4/PK/24/2015 tentang Pengembangan Kepariwisataan Gunung Sewu
UNESCO Global Geopark.
Program S2 PLOD UGM dan APEKSI. 2007. Model Kerjasama Antar Daerah.
Yogyakarta : Program S2 PLOD UGM dan APEKSI.
Puspita, Mega. 2017. Sinergitas Stakeholders Dalam Pengelolaan Sampah Di
Kota Probolinggo. Univeersitas Brawijaya: Malang.
125
Rahmawati, Triana. 2014. Sinergitas Stakeholders Dalam Inovasi Daerah (Studi
Pada Program Seminggu Di Kota Probolinggo (SEMIPRO)). Universitas
Brawijaya: Malang.
Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung : Refika Aditama.
Silalahi, Ulber. 2011. Asas-asas Manajemen. Bandung: Refika Aditama.
Sudjatmiko, Tomi. 2016. Geopark Gunungsewu, Wonogiri dan Pacitan Butuh
Perhatian. Yogyakarta: krjogja.com. Dalam
http://krjogja.com/web/news/read/19953/Geopark_Gunungsewu_Wonogir
i_dan_Pacitan_Butuh_Perhatian diakses pada 8 November 2017.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta.
Surat Keputusan Bersama Nomor : 272 Tahun 2002, Nomor : 05 Tahun 2002 dan
Nomor : 240/KPTS/2002 tentang Kerjasama Antar Daerah Kabupaten
Pacitan, Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunungkidul selanjutnya
disebut dengan Pawonsari (Pacitan-Wonogiri-Wonosari).
Syafiie,Inu Kencana. 2013. Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Bumi Aksara.
UNESCO. Gunung Sewu Unesco Global Geopark (Indonesia).
http://www.unesco.org/new/en/natural-sciences/environment/earth-
sciences/unesco-global-geoparks/list-of-unesco-global-
geoparks/indonesia/gunung-sewu/ diakses pada 15 November 2017
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah
Utomo, Tri. 2005. Prospek Pengembangan Kerjasama Antar Daerah
Kabupaten/Kota Di Kalimantan Timur Dalam Penyelenggaraan Urusan
Pembangunan Dan Pelayanan Masyarakat.
Wahyudi dan Sari. 2011. Kerjasama Antar Daerah Untuk Meningkatkan
Pembangunan Daerah Dan Pelayanan Publik Di Kawasan Perbatasan.
dalam Jurnal Borneo Administrator Vol. 7 No. 3 Tahun 2011. Samarinda:
Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III, Lembaga
Administrasi Negara.
Wibowo, Agung. 2012. Perbedaan Administrasi Publik dan Administrasi Negara
Dalam Konteks Indonesia. Universitas Indonesia: FISIP UI.