Sindrom Down
description
Transcript of Sindrom Down
BAB I
PENDAHULUAN
Anak-anak dengan sindrom Down adalah suatu kondisi
keterbelakangan perkembangan fisik dan mental karena adanya
penambahan materi genetik dari kromosom 21. Kelainan tersebut
ditemukan pertama kali oleh John Longdon Down pada 1866. Pada
tahun 1970-an, lebih dari 100 tahun berselang, untuk menghormati
sang penemu, para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama
kelainan tersebut dengan Sindrom Down.(1)
Sindrom Down adalah kelainan kromosom autosomal yang
paling banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan angka kejadiannya
terakhir adalah 1,0 – 1,2 per 1000 kelahiran hidup, dimana 20 tahun
sebelumnya dilaporkan 1,6 per 1000. Penurunan ini diperkirakan
berkaitan dengan menurunnya kelahiran dari wanita yang berumur
diatas 35 tahun.
Kelainan dalam jumlah kromosom yang paling sering dijumpai
adalah trisomi. Ini terjadi bila ada 3 gambaran kromosom utama
disamping 2 kromosom biasa. Trisomi biasanya akibat meiosis tidak
bersambung (kegagalan pasangan kromosom untuk memisahkan diri)
1
Sindrom Down atau Trisomi 21 adalah sindrom retardasi mental-
malformasi yang paling sering terjadi pada manusia. Kondisi ini dulu
dinamakan mongolisme karena deskripsi wajah oleh Landon Down
mirip dengan orang Asia (Mongol). Kondisi itu sekarang disebut
Sindrom Down atau Trisomi 21.
Menurut catatan Indonesia Center for Biodiversity dan
Biotechnology (ICBB), Bogor, di Indonesia terdapat lebih dari 300
ribu anak pengidap sindrom Down. Sedangkan angka kejadian
penderita sindrom Down di seluruh dunia diperkirakan mencapai 8
juta jiwa(2)
Penderita sindrom Down pada umumnya mengalami
keterbelakangan perkembangan fisik dan mental, seperti gangguan
dalam koordinasi sensori-motorik, gangguan dalam kognitif, dan
sebagainya yang seringkali menyebabkan mereka kurang diterima
secara sosial, karena perilakunya yang tidak terkoordinasi dengan
baik. Penderita sindrom Down mengalami perubahan fisik lebih cepat,
terutama dalam mengalami penuaan. Gejala seperti demensia,
alzheimer, kehilangan daya ingat, penurunan lebih lanjut dalam hal
intelek, dan perubahan kepribadian, dapat berkembang pada usia dini.
Penyakit jantung dan leukemia sering menjadi penyebab kematian
2
anak dengan sindrom Down. Hal ini dapat diminimalisir dengan
menggunakan terapi-terapi bagi penderita sindrom Down, sehingga
mereka juga dapat berkembang dan menjalani hidup secara lebih
optimal. Prinsip penatalaksanaan sindrom Down adalah memperbaiki
kualitas hidup pasien. (2)
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal
sebagai trisomi, karena individu yang mendapat sindrom Down
memiliki kelebihan satu kromosom. Mereka mempunyai tiga
kromosom 21 dimana orang normal hanya mempunyai dua saja.
Kelebihan kromosom ini akan mengubah keseimbangan genetik
tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik fisik dan
kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi
tubuh.
Terdapat tiga tipe sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler,
translokasi dan mosaik. Tipe pertama adalah trisomi 21 reguler.
Kesemua sel dalam tubuh akan mempunyai tiga kromosom 21.
Sembilan puluh empat persen dari semua kasus sindrom Down
adalah dari tipe ini.
Tipe yang kedua adalah translokasi. Pada tipe ini,
kromosom 21 akan berkombinasi dengan kromosom yang lain.
Seringnya salah satu orang tua yang menjadi karier kromosom
4
yang ditranslokasi ini tidak menunjukkan karakter penderita
sindrom Down. Tipe ini merupakan 4% dari total kasus.
Tipe ketiga adalah mosaik. Bagi tipe ini, hanya sel yang
tertentu saja yang mempunyai kelebihan kromosom 21. Dua
persen adalah penderita tipe mosaik ini dan biasanya kondisi si
penderita lebih ringan(2,3)
II. Epidemiologi
Sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal
yang paling banyak terjadi pada manusia. Kejadian Sindroma
Down diperkirakan satu per 800 sampai satu per 1000 kelahiran.
Pada tahun 2006, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
memperkirakan tingkat kejadiannya sebagai satu per 733
kelahiran hidup di Amerika Serikat (5429 kasus baru per tahun).
Sekitar 95% dari kasus ini adalah trisomi 21. Sindrom Down
terjadi pada semua kelompok etnis dan diantara semua golongan
tingkat ekonomi. Kebanyakan anak dengan Sindrom Down
dilahirkan oleh wanita yang berusia di atas 35 tahun. Sindrom
Down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan angka kejadian
pada orang kulit putih lebih tinggi dari orang hitam. Sumber lain
5
mengatakan bahwa angka kejadian 1,5 per 1000 kelahiran,
terdapat pada penderita retardasi mental sekitar 10%, secara
statistik lebih banyak dilahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari
30 tahun, prematur dan pada ibu yang usianya terlalu muda.
III. Faktor Risiko
Risiko untuk mendapat bayi dengan sindrom Down
didapatkan meningkat dengan bertambahnya usia ibu saat hamil,
khususnya bagi wanita yang hamil pada usia di atas 35 tahun
namun wanita yang hamil pada usia muda tidak bebas terhadap
risiko mendapat bayi dengan sindrom Down.
Harus diingat bahwa kemungkinan mendapat bayi dengan
sindrom Down adalah lebih tinggi jika wanita yang hamil pernah
mendapat bayi dengan sindrom Down, atau jika adanya anggota
keluarga yang terdekat yang pernah mendapat kondisi yang sama
tetapi kebanyakan kasus yang ditemukan didapatkan ibu dan
bapaknya normal(4,5)
Berikut merupakan rasio mendapat bayi dengan sindrom
Down berdasarkan umur ibu yang hamil:
0 tahun: 1 per 1,500
6
25 tahun: 1 per 1,300
30 tahun: 1 per 900
35 tahun: 1 per 350
40 tahun: 1 per 100
45 tahun: 1 per 30
IV. Etiologi
Penyebab kelainan kromosom adalah terjadinya pemecahan
kromosom dan pecahnya hilang/melekat pada kromosom lain.
Kejadian ini disebut translokasi. Pengaturan kembali yang
dilakukan sel dapat menghasilkan keseimbangan normal tetapi
dapat juga menjadi tidak seimbang. Jika terjadi keseimbangan
normal, total materi genetik didalam sel dengan kromosom
normal. Pengaturan semacam ini biasanya tidak akan
menimbulkan sindrom klinis. Apabila terjadi ketidakseimbangan
maka terjadi kelebihan atau kekurangan materi genetik dalam
barisan sel-sel tersebut. Pengaturan semacam ini biasanya
menimbulkan perubahan dalam fenotip klinis.
Dijumpai penderita Sindrom Down yang hanya memiliki 46
kromosom. Individu ini ialah penderita Sindrom Down
7
translokasi 46.t (14q21q). Setelah kromosom dari orang tuanya
diselidiki terbukti bahwa ayahnya normal, tetapi ibunya
hanyamemiliki 45 kromosom, termasuk satu atau autosom 21, 1
atau autosom 14 dan 1 autosom translokasi 14q21q.
V. Klasifikasi
Terdapat tiga tipe Sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler,
translokasi dan mosaik. Tipe pertama adalah trisomi 21 reguler.
Kesemua sel dalam tubuh akan mempunyai tiga kromosom 21.
94% dari semua kasus Sindrom Down adalah dari tipe ini.
Tipe yang kedua adalah translokasi. Pada tipe ini,
kromosom 21 akan berkombinasi dengan kromosom yang lain.
Seringnya salah satu orang tua yang menjadi karier kromosom
yang ditranslokasi ini idak menunjukan karakter penderita
Sindrom Down. Tipe ini merupakan 4% dari total kasus.
Tipe ketiga adalah mosaik. Bagi tipe ini, hanya sel yang
tertentu saja yang mempunyai kelebihan kromosom 21. Dua
persen adalah penderita tipe mosaik ini dan biasanya kondisi
penderita lebih ringan.
8
VI. Patofisiologi
Pada sel-sel yang tidak membelah, DNA ditemukan hampir
diseluruh bagian dalam nukleus. Walaupun dengan mikroskop,
molekul DNA tidak dapat lolos sebagai struktur tersendiri, tetapi
hanya sebagai bagian dari bahan dalam nukleus yang diwarnai
dengan jelas. Sewaktu sel mulai membelah, bahan tersebut mulai
mengatur dirinya untuk membentuk untaian kromosom.
Kromosm ini mengandung banyak molekul DNA yang tersusun
dalam urutan tertentu.
Sel-sel tubuh manusia pada umumnya terdiri dari 46
kromosom/23 pasang, merupakan susunan diploid. Dari ke-23
pasang disebut sebagai autosom dan 1 pasang kromosom seks.
Wanita memiliki 2 kromosom X dan pria memiliki 1 kromosom
X dan 1 kromosom Y dalam setiap sel. Dalam terminologi
standar, seorang wanita normal ditandai dengan 46 XX dan
seorang pria normal ditandai dengan 46 XY. Kromosom yang
terbentuk pada setiap individu berasal dari kesua orang tua dalam
porsi yang sama. Ovum dan sperma normal masing-masing
mengandung 23 kromosom, merupakan susunan haploid,
9
sehingga pembuahan menghasilkan zigot yang tersusun diploid
dari 23 pasang yang homolog.
Akan tetapi, kadang-kadang dijumpai penderita Sindrom
Down yang hanya memiliki 46 kromosom. Individu ini adalah
penderita Sindrom Down translokasi 46.t (14q21q), setelah
kromosom orang tuanya diselidiki terbukti bahwa ayahnya
normal, tetapi ibunya hanya memiliki 45 kromosom, termasuk 1
autosom 21, 1 autosom 14 dan satu autosom translokasi 14q21q.
Pada Sindrom Down trisomi 21, dapat terjadi tidak hanya
pada meiosis pada waktu pembentukan gamet, tetapi juga pada
mitosis awal dalam perkembangan zigot, walaupun kejadian
yang lebih sering terjadi adalah kejadian yang pertama. Oosit
primer yang terhenti perkembangannya saat profase pada meiosis
I stasioner pada tahap tersebut sampai terjadi ovulasi, yang
jaraknya dapat mencapai hingga 40 sampai 45 tahun. Di antara
waktu tersebut, oosit mungkin mengalami disposisi (non-
disjunction). Pada kasus Sindrom Down, dalam meiosis I
menghasilkan ovum yang mengandung 2 buah autosom 21 dan
apabila dibuahi oleh spermatozoa normal yang membawa
10
autosom 21, maka terbentuk zigot trisomi 21. Beberapa sebab
dapat terjadinya non-disjunctionini adalah :
a. Infeksi virus atau radiasi dimana makin mudah berpengaruh
pada wanita usia tua
b. Kandungan antibodi tiroid yang tinggi
c. Mundurnya sel telur di tuba falopii setelah 1 jam tidak dibuahi.
Oleh karena itu para ibu yang berusia agak lanjut (>35 tahun)
biasanya mempunyai risiko yang lebih besar untuk mendapat
anak Sindrom Down Tripel-21
Non-disjunction hanya ditemukan terjadi pada oogenesis,
sementara tidak pernah ada non-disjunction dalam
spermatogenesis terjadi setiap hari dan tidak ada waktu
penundaan spermatogenesis seperti halnya pada oogenesis.
Akibat dari adanya trisomi 21 dalam zigot, kromosom penderita
Sindrom Down jenis ini memiliki 47 kromosom (47,XX,+21 atau
47,XY,+21).
Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua
sistem organ danmenyebabkan perubahan sekuensi spektrum
fenotip. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam
nyawa, dan perubahan proses hidup yang signifikan secara klinis.
11
Sindrom Down akan menurunkan survival prenatal dan
meningkatkan morbiditas prenatal dan postnatal. Anak – anak
yang terkena biasanya mengalami keterlambatan pertumbuhan
fisik, maturasi, pertumbuhan tulang dan pertumbuhan gigi yang
lambat.
Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21
memberikan tampilan fisik yang tipikal seperti retardasi mental,
struktur fasial yangkhas, anomali pada ekstremitas atas, dan
penyakit jantung kongenital. Hasil analisis molekular
menunjukkan regio 21q.22.1-q22.3 pada kromosom 21
bertanggungjawab menimbulkan penyakit jantung kongenital
pada penderita sindrom Down. Sementara gen yang baru dikenal,
yaitu DSCR1 yang diidentifikasi pada regio 21q22.1-q22.2,
adalah sangat terekspresi pada otak dan jantung dan menjadi
penyebab utama retardasi mental dan defek jantung (6,7)
Abnormalitas fungsi fisiologis dapat mempengaruhi
metabolisme tiroid dan malabsorpsi intestinal. Infeksi yang
sering terjadi dikatakan akibat dari respons sistem imun yang
lemah, dan meningkatnya insidensi terjadi kondisi aotuimun,
termasuk hipothiroidism dan juga penyakit Hashimoto. Penderita
12
dengan sindrom Down sering kali menderita hipersensitivitas
terhadap proses fisiologis tubuh, seperti hipersensitivitas
terhadap pilocarpine dan respons lain yang abnormal. Sebagai
contoh, anak – anak dengan sindrom Down yang menderita
leukemia sangat sensitif terhadap methotrexate. Menurunnya
buffer proses metabolik menjadi faktor predisposisi terjadinya
hiperurisemia dan meningkatnya resistensi terhadap insulin. Ini
adalah penyebab peningkatan kasus Diabetes Mellitus pada
penderita Sindrom Down
Anak – anak yang menderita sindrom Down lebih rentan
menderita leukemia, seperti Transient Myeloproliferative
Disorder dan AcuteMegakaryocytic Leukemia. Hampir
keseluruhan anak yang menderita sindrom Down yang mendapat
leukemia terjadi akibat mutasi hematopoietic transcription factor
gene yaitu GATA1. Leukemia pada anak – anak dengan sindrom
Down terjadi akibat mutasi yaitu trisomi 21, mutasi GATA1, dan
mutasi ketiga yang berupa proses perubahan genetik yang belum
diketahui pasti(7)
13
VII. Manifestasi Klinis
Anak dengan sindrom Down pada umumnya memiliki berat
badan lahir yang kurang dari normal. Diperkirakan 20% kasus
memiliki berat badan lahir 2500 gram atau kurang. Secara
fenotip karakteristik yang terdapat pada bayi dengan Sindrom
Down yaitu :
1. Sutura sagitalis yang terpisah
2. Fisura paslpebralis yang oblique
3. jarak yang lebar antara jarak kaki I dan II
4. “plantar crease” jari kaki I dan II
5. Hiperfleksibilitas
6. Peningkatan jaringan sekitar leher
7. Bentuk palatum yang abnormal
8. Tulang hidung hipoplasia
9. Kelemahan otot
10. Hipotonia
11. Bercak Brushfieldpada mata
12. Mulut terbuka
13. Lidah terjulur
14. Lekukan epikantus
14
15. “single palmar crease” pada tangan kanan dan kiri
16. “Brachyclinodactily” tangan kanan dan kiri
17. Jarak pupil yang lebar
18. Tangan yang pendek dan lebar
19. Oksiput yang datar
20. Ukuran telingan yang abnormal
21. Kaki yang pendek dan lebar
22. Bentuk atau struktur telinga abnormal
23. Letak telinga yang abnormal
24. Kelainan tangan dan kaki lainnya
25. Kelainan mata dan mulut lainnya
26. Sindaktili
Karakteristik dari sindrom tersebut ada yang berubah
dengan bertambahnya umur anak, misalnya lekukan epikantus
atau jaringan tebal disekitar leher akan berkurang dengan
bertambahnya umur anak. Berdasarkan atas ditemukannya
karakteristik dengan frekuensi yang tinggi pada Sindrom Down,
maka gejala-gejala tersebut dianggap “cardinal sign” dan
petunjuk diagnostik dalam mengidentifikasi Sindrom Down
secara klinis. Tetapi yang perlu diketahui adalah tidak adanya
15
kelainan fisik yangterdapat secara konsisten dan patognomik
pada Sindrom Down. Bentuk wajah anak dengan Sindrom Down
pada umumnya mirip dengan ras Mongoloid.(8)
Selain beberapa tampilan dari anak dengan Sindrom Down
terdapat juga kelainan klinis antara lain :
1. Cacat jantung bawaan, cacat jantung kongenital yang umum
(40-50%) jantung bawaan yang paling sering endocardial
cushion defect (43%), ventricular septal defect (32%),
secundum atrial septal defect (10%), tetralogy of Fallot cacat
septum atrium (6%) dan isolated patent ductus arteriosus
(4%), lesions pada patent ductus arteriosus (16%) dan
pulmonic stenosis (9%). Sekitar 70% dari semua endocardial
cushion defects terkait dengan Sindrom Down.
16
2. Vision Disorders
3. Hearing Disorders
4. Obstructive sleep apnue syndrome
5. Wheezing airway disorders
6. Congenital defect pada gastrointestinal tract
7. Coeliac disease
8. Obesity dan bertubuh pendek selama remaja
9. Transient myeloproliverative disorder
10. Thyroid disorders, yaitu hipotiroidism
11. Atlanto-axial instability
12. Anomali saluran kemih
13. Masalah kulit seperti Atopik eksim, seborrhoeic eczema,
Alopecia areata, Vitiligo Syringomas, Perforans elastosis
serpiginosa, Onychomycosis, Tinea corporis, Anetoderma,
Folliculitis, Chelitis, Keratosis pilaris, Psoriasis, Cutis
marmorata ivedo reticularis, Xerosis, hyperkeratosis Palmar
atau hiperkeratosis Plantar.
14. Behaviour problems, spontanitas alami, kehangatan, ceria,
kelembutan dan kesabaran sebagai karakteristik toleransi.
Beberapa pasien menunjukkan kecemasan dan keras kepala
17
15. Psychiatric disorder, prevalensi dari 17,6% gangguan
kejiwaan di kalangan anak-anak dan di antara orang dewasa
adalah 27,1%. Anak-anak dan remaja berada pada risiko
tinggi untuk autisme, attention deficit hiperactivity disorder
dan conduct disorder. Obsessive-compulsive disorder,
Tourette syndrome, gangguan depresi dan dapat terjadi
selama transisi dari remaja sampai dewasa.
16. Gangguan kejng 5-10%, yaitu umumnya kejang infantil pada
bayi, sedangkan kejang tonik-klonik umumnya diamati pada
pasien yang lebih tua. (7,8)
VIII. Efek Pada Fisik Dan Sistem Tubuh
Temuan Fisik
Fisikalnya pasien sindrom Down mempunyai rangka tubuh
yang pendek. Mereka sering kali gemuk dan tergolong dalam
obesitas. Tulang rangka tubuh penderita sindrom Down
mempunyai ciri – ciri yang khas. Tangan mereka pendek dan
melebar, adanya kondisi clinodactyly pada jari kelima dengan jari
kelima yang mempunyai satu lipatan (20%), sendi jari yang
18
hiperekstensi, jarak antara jari ibu kaki dengan jari kedua yang
terlalu jauh, dan dislokasi tulang pinggul (6%).
Bagi penderita sindrom Down, biasanya pada kulit mereka
didapatkan xerosis, lesi hiperkeratosis yang terlokalisir, garis –
garis transversal pada telapak tangan, hanya satu lipatan pada jari
kelima, elastosis serpiginosa, alopecia areata, vitiligo,
follikulitis, abses dan infeksi pada kulit yang rekuren.
Retardasi mental yang ringan hingga berat dapat terjadi.
Intelegent quatio (IQ) mereka sering berada antara 20 – 85
dengan rata-rata 50. Hipotonia yang diderita akan meningkat
apabila umur meningkat. Mereka sering mendapat gangguan
artikulasi.
Penderita sindrom Down mempunyai sikap atau prilaku
yang spontan, sikap ramah, ceria, cermat, sabar dan bertoleransi.
Kadang kala mereka akan menunjukkan perlakuan yang nakal
dengan rasa ingin tahu yang tinggi.
Infantile spasms adalah yang paling sering dilaporkan
terjadi pada anak – anak sindrom Down sementara kejang tonik
klonik lebih sering didapatkan pada yang dewasa. Tonus kulit
yang jelek, rambut yang cepat beruban dan sering gugur,
19
hipogonadism, katarak, kurang pendengaran, hal yang
berhubungan dengan hipothroidism yang disebabkan faktor usia
yang meningkat, kejang, neoplasma, penyakit vaskular
degeneratif, ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu, pikun,
dementia dan Alzheimer dilaporkan sering terjadi pada penderita
sindrom Down. Semuanya adalah penyakit yang sering terjadi
pada orang – orang lanjut usia.
Penderita sindrom Down sering menderita Brachycephaly,
microcephaly, dahi yang rata, occipital yang agak lurus,
fontanela yang besar dengan perlekatan tulang tengkorak yang
lambat, sutura metopik, tidak mempunyai sinus frontal dan
sphenoid serta hipoplasia pada sinus maksilaris.
Mata pasien sindrom Down bentuknya seperti tertarik ke
atas (upslanting) karena fissura palpebra yang tidak sempurna,
terdapatnya lipatan epicanthal, titik – titik Brushfield, kesalahan
refraksi sehingga 50%, strabismus (44%), nistagmus (20%),
blepharitis (33%), conjunctivitis, ruptur kanal nasolacrimal,
katarak kongenital, pseudopapil edema, spasma nutans dan
keratoconus.
20
Pasien sindrom Down mempunyai hidung yang rata,
disebabkan hipoplasi tulang hidung dan jembatan hidung yang
rata .
Apabila mulut dibuka, lidah mereka cenderung menonjol,
lidah yang kecil dan mempunyai lekuk yang dalam, pernafasan
yang disertai dengan air liur, bibir bawah yang merekah, angular
cheilitis, anodontia parsial, gigi yang tidak terbentuk dengan
sempurna, pertumbuhan gigi yang lambat, mikrodontia pada gigi
primer dan sekunder, maloklusi gigi serta kerusakan periodontal
yang jelas .
Pasien sindrom Down mempunyai telinga yang kecil dan
heliks yang berlipat. Otitis media yang kronis dan kehilangan
pendengaran sering ditemukan. Kira – kira 60–80% anak
penderita sindrom Down mengalami kemerosotan 15 – 20 dB
pada satu telinga.(7,8)
Hematologi
Anak penderita sindrom Down mempunyai risiko tinggi
mendapat Leukemia, termasuklah Leukemia Limfoblastik Akut
dan Leukemia Myeloid. Diperkirakan 10% bayi yang lahir
21
dengan sindrom Down akan mendapat klon preleukemic, yang
berasal dari progenitor myeloid pada hati yang mempunyai
karekter mutasi pada GATA1, yang terlokalisir pada kromosom
X. Mutasi pada faktor transkripsi ini dirujuk sebagai Transient
Leukemia, Transient Myeloproliferative Disease (TMD), atau
Transient Abnormal Myelopoiesis (TAM).
Penyakit Jantung Kongenital
Penyakit jantung kongenital sering ditemukan pada
penderita sindrom Down dengan prevelensi 40-50%. Kasus lebih
sering ditemukan pada penderita yang dirawat di RS (62%) dan
penyebab kematian yang paling sering adalah aneuploidy dalam
dua tahun pertama kehidupan.
Antara penyakit jantung kongenital yang ditemukan
Atrioventricular Septal Defects (AVD) atau dikenal juga sebagai
Endocardial Cushion Defect (43%), Ventricular Septal Defect
(32%),Secundum Atrial Septal Defect (ASD) (10%), Tetralogy
of Fallot (6%),dan Isolated Patent Ductus Arteriosus (4%). Lesi
yang paling seringditemukan adalah Patent Ductus Arteriosus
(16%) dan Pulmonic Stenosis(9%). Kira - kira 70% dari
22
endocardial cushion defects adalah terkaitdengan sindrom Down.
Dari keseluruhan penderita yang dirawat, kira - kira 30%
mempunyai beberapa defek sekaligus pada jantung mereka.
Atrioventricular septal defects (AVD)
Atrioventricular septal defects (AVD) adalah kondisi
dimana terjadinyakelainan anatomis akibat perkembangan
endocardial cushions yang tidaksempurna sewaktu tahap embrio.
Kelainan yang sering di hubungkandengan AVD adalah patent
ductus arteriosus, coarctation of the aorta,atrial septal defects,
absent atrial septum, dan anomalous pulmonaryvenous return.
Kelainan pada katup mitral juga sering terjadi.Penderita AVD
selalunya berada dalam kondisi asimtomatik padadekade pertama
kehidupan, dan masalah akan mula timbul pada dekadekedua dan
ketiga kehidupan. Pasien akan mula mengalami
penguranganpulmonary venous return, yang akhirnya akan
menjadi left-to-right shuntpada atrium dan ventrikel. Akhirnya
nanti akan terjadi gagal jantungkongestif yang ditandai dengan
antara lain takipnu dan penurunan beratbadan.
23
AVD juga boleh melibatkan septum atrial, septum ventrikel,
dan pada salah satu, atau kedua dua katup atrioventikuler. Pada
penderita dengan penyakit ini, jaringan jantung pada bagian
superior dan inferior tidak menutup dengan sempurna.
Akibatnya, terjadi komunikasi intratrial melalui septum atrial.
Kondisi ini kita kenal sebagai defek ostium primum. Akan terjadi
letak katup atrioventikuler yang abnormal, yaitu lebih rendah dari
letak katup aorta. Perfusi jaringan endokardial yang tidak
sempurna juga mangakibatkan lemahnya struktur pada leaflet
katup mitral.
Pada penderita sering terjadi predominant left-to-right
shunting. Apabila penderita mengalami kelainan yang parsial,
shunting ini sering terjadi melalui ostium primum pada septum.
Kalau penderita mendapat defek yang komplit, maka dapat
terjadi defek pada septum ventrikel dan juga insufisiensi
valvular. Kemudian akan terjadi volume overloading pada
ventrikel kiri dan kanan yang akhirnya diikuti dengan gagal
jantung pada awal usia. Sekiranya terjadi overload pulmonari,
dapat terjadi penyakit vaskuler pulmonari yang diikuti dengan
gagal jantung kongestif.
24
Ventricular Septal defect (VSD)
Ventricular Septal Defect kondisi ini adalah spesifik
merujuk kepada kondisi dimana adanya lubang yang
menghubungkan dua ventrikel. Kondisi ini boleh terjadi sebagai
anomali primer, dengan atau tanpa defek kardiak yang lain.
Kondisi ini dapat terjadi akibat kelainan seperti Tetralogy of
Fallot (TOF), complete atrioventricular (AV) canal defects,
transposition of great arteries,dan corrected transpositions.
Secundum Atrial Septal Defect (ASD)
Pada penderita secundum atrial septal defect, didapatkan
lubang atau jalur yang menyebabkan darah mengalir dari atrium
kanan ke atrium kiri, atau sebaliknya, melalui septum interatrial.
Apabila tejadinya defek pada septum ini, darah arterial dan darah
venous akan bercampur, yang bisa atau tidak menimbulkan
sebarang gejala klinis. Percampuran darah ini juga disebut
sebagai ‘shunt’. Secara medis, right-to-left-shunt adalah lebih
berbahaya.
25
Tetralogy of Fallot (TOF)
Tetralogy of Fallot merupakan jenis penyakit jantung
kongenital pada anak yang sering ditemukan. Pada kondisi ini,
terjadi campuran darah yang kaya oksigen dengan darah yang
kurang oksigen. Terdapat empat abnormalitas yang sering terkait
dengan Tetralogy of fallot. Pertama adalah hipertrofi ventrikel
kanan. Terjadinya pengecilan atau tahanan pada katup pulmonari
atau otot katup, yang menyebabkan katup terbuka kearah luar
dari ventrikel kanan. Ini akan menimbulkan restriksi pada aliran
darah akan memaksa ventrikel untuk bekerja lebih kuat yang
akhirnya akan menimbulkan hipertrofi pada ventrikel. Kedua
adalah ventricular septal defect. Pada kondisi ini, adanya lubang
pada dinding yang memisahkan dua ventrikel, akan
menyebabkan darah yang kaya oksigen dan darah yang kurang
oksigen bercampur. Akibatnya akan berkurang jumlah oksigen
yang dihantar ke seluruh tubuh dan menimbulkan gejala klinis
berupa sianosis. Ketiga adalah posisi aorta yang abnormal.
Keempat adalah pulmonary valve stenosis. Jika stenosis yang
terjadi ringan, sianosis yang minimal terjadi karena darah masih
lagi bisa sampai ke paru. Tetapi jika stenosisnya sedang atau
26
berat, darah yang sampai ke paru adalah lebih sedikit maka
sianosis akan menjadi lebih berat (1,2)
Isolated Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Pada kondisi Patent ductus arteriosus (PDA) ductus
arteriosus si anakgagal menutup dengan sempurna setelah si anak
lahir. Akibatnya terjadibising jantung. Simptom yang terjadi
antara lain adalah nafas yang pendekdan aritmia jantung. Apabila
dibiarkan dapat terjadi gagal jantung kongestif. Semakin besar
PDA, semaki buruk status kesehatan penderita
Immunodefisiensi
Penderita sindrom Down mempunyai risiko 12 kali lebih
tinggi dibandingkan orang normal untuk mendapat infeksi karena
mereka mempunyai respons sistem imun yang rendah.
Contohnya mereka sangat rentan mendapat pneumonia.
Sistem Gastrointestinal
Kelainan pada sistem gastrointestinal pada penderita
sindrom Down yang dapat ditemukan adalah atresia atau
27
stenosis, Hirschsprung disease (<1%), TE fistula, Meckel
divertikulum, anus imperforata dan juga omphalocele. Selain itu,
hasil penelitian di Eropa dan Amerika didapatkan prevalensi
mendapat Celiac disease pada pasien sindrom Down adalah
sekitar 5-15%. Penyakit ini terjadi karena defek genetik, yaitu
spesifik pada human leukocyte antigen (HLA) heterodimers DQ2
dan juga DQ8. Dilaporkan juga terdapat kaitan yang kuat antara
hipersensitivitas dan spesifikasi yang jelek
Sistem Endokrin
Tiroiditis Hashimoto yang mengakibatkan hipothyroidism
adalah gangguan pada sistem endokrin yang paling sering
ditemukan. Onsetnya sering pada usia awal sekolah, sekitar 8
hingga 10 tahun. Insidens ditemukannya Graves disease juga
dilaporkan meningkat. Prevelensi mendapat penyakit tiroid
seperti hipothirodis kongenital, hipertiroid primer, autoimun
tiroiditis, dan compensated hypothyroidism atau
hyperthyrotropenemia adalah sekitar 3-54% pada penderita
sindrom Down, dengan persentase yang semakin meningkat
seiring dengan bertambahnya umur.(7)
28
Gangguan Psikologis
Kebanyakan anak penderita sindrom Down tidak memiliki
gangguan psikiatri atau prilaku. Diperkirakan sekitar 18-38%
anak mempunyai risiko mendapat gangguan psikis. Beberapa
kelainan yang bisa didapat adalah Attention Deficit Hyperactivity
Disorder (ADHD), Oppositional Defiant Disorder, gangguan
disruptif yang tidak spesifik dan gangguan spektrum Autisme .
Trisomi 21 mosaik
Trisomi 21 mosaik biasanya hanya menampilkan gejala –
gejala sindrom Down yang sangat minimal. Kondisi ini sering
menjadi kriteria diagnosis awal bagi penyakit Alzheimer. Fenotip
individu yang mendapat trisomi 21 mosaik manggambarkan
persentase sel – sel trisomik yang terdapat dalam jaringan yang
berbeda di dalam tubuh(3)
IX. DIAGNOSIS
Tidak ada kriteria diagnosis khusus untuk sindrom Down,
namun retardasi mental merupakan gambaran yang menumpang
tindih dengan sindrom Down. Sebagian besar orang dengan
29
sindrom ini mengalami retardasi mental sedang atau berat, hanya
sebagian kecil yang memiliki IQ diatas 50. Perkembangan mental
tampak normal dari lahir hingga usia 6 bulan dan nilai IQ secara
bertahap menurun dari hampir normal pada usia 1 tahun hingga
sekitar 30 pada usia yang lebih tua. Penurunan intelegensi dapat
nyata atau jelas. 1 derajat atau tingkat retardasi mental
diekspresikan dalam berbagai istilah. Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision
(DSM-IV-TR) memberikan empat tipe retardasi mental, yang
mencerminkan tingkat gangguan intelektual antara lain : retardasi
mental ringan, sedang, berat dan sangat berat. Adapun kriteria
diagnostik untuk retardasi mental menurut DSM-IV antara lain:13
a. Fungsi intelektual yang secara bermakna di bawah rata-rata :
IQ kira-kira 70 atau kurang pada tes IQ yang dilakukan secara
individual (untuk bayi, pertimbangan klinis adanya fungsi
intelektual yang jelas di bawah rata-rata)
b. Adanya defisit atau gangguan yang menyertai dalam fungsi
aditif sekarang (yaitu, efektivitas orang tersebut untuk
memenuhi standar-standar yang dituntut menurut usianya
dalam kelompok kulturalnya) pada sekurangnya dua bidang
30
ketrampilan berikut : komunikasi, merawat diri sendiri,
ketrampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana
masyarakat, mengarahkan diri sendiri, ketrampilan akademik
fungsional, pekerjaan dan liburan, kesehatan dan keamanan
c. Onset sebelum usia 18 tahun
Penulisan didasarkan pada derajat keparahan yang
mencerminkan tingkat gangguan intelektual :
Retardasi mental ringan : tingkat IQ 50-55 sampai 70
Retardasi mental sedang : tingkat IQ 35-40 sampai 50-55
Retardasi mental berat : tingkat IQ 20-25 sampai 35-40
Retardasi mental sangat berat : tingkat IQ dibawah 20 atau 25
Retardasi mental, keparahan tidak ditentukan : jika terdapat
kecurigaan kuat adanya retardasi mental tetapi intelegensi
pasien tidak dapat diuji oleh intelegensi baku.
Pada anamnesis riwayat penyakit paling sering didapatkan
dari orang tua atau pengasuh, dengan perhatian khusus pada
kehamilan ibu, persalinan, kelahiran, riwayat keluarga retardasi
mental dan gangguan herediter. Selain itu, sebagai bagian
riwayat penyakit, klinisi sebaiknya menilai latar belakang
31
sosiokultural pasien \, iklim emosional di rumah dan fungsi
intelektual pasien
Pada pemeriksaan fisik berbagai bagian tubuh mungkin
memiliki karakteristik tertentu yang sering ditemukan pada orang
dengan retardasi mental seperti sindrom Down ini dan
kemungkinan memiliki penyebab pranatal. Pemeriksaan fisik
pasien dengan sindrom Down dapat dilihat dari gambaran klinis
fisik pasien yang telah dijelaskan sebelumnya(3,4)
Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan radiologi pada
kasus yang tidak khas. Pada pemeriksaan radiologi, didapatkan
“brachycephalic”, sutura dan fontanela yang terlambat menutup.
Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut asetabular
yang lebih lebar. Pemeriksaan kariotiping pada semua penderita
sindrom Down adalah untuk mencari adanya translokasi
kromosom. Jika ada, maka kedua-ayah ibunya harus diperiksa.
Jika dari salah satu ayah/ibunya karier, maka keluarga lainnya
juga perlu diperiksa, hal ini sangat berguna untuk pencegahan.
Kemungkinan terulangnya kejadian sindrom Down yang
disebabkan translokasi kromosom adalah 5-15%, sedangkan
kalau trisomi hanya 1%. Diagnosis antenatal dengan pemeriksaan
32
cairan amnion atau vili kronik, dapat dilakukan secepatnya pada
kehamilan 3 bulan. Dengan kultur jaringan dan kariotiping 99%
sindrom Down dapat didiagnosis antenatal. Diagnosis antenatal
perlu pada ibu hamil yang berumur lebih dari 35 tahun atau pada
ibu yang sebelumnya pernah melahirkan anak dengan sindrom
Down. Bila didapatkan bahwa janin yang dikandung menderita
sindrom Down, maka dapat ditawarkan terminasi kehamilan
kepada orang tuanya.
Pemeriksaan sindrom Down secara klinis pada bayi
seringkali meragukan, maka pemeriksaan dermatoglifik (sidik
jari, telapak tangan dan kaki) pada sindrom Down menunjukkan
adanya gambaran yang khas. Dermatoglifik ini merupakan cara
yang sederhana, mudah dan cepat, serta mempunyai ketepatan
yang cukup tinggi dalam mendiagnosis sindrom Down.[4]
X. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan untuk memperbaiki sindroma Down.
Prinsip pengobatan medis digunakan untuk memperbaiki kualitas
hidup dan memperpanjang usia penderita dengan cara:
a. Pencegahan terhadap infeksi
33
b. Rehabilitasi medis
c. Alat bantu pendengaran bila didapatkan gangguan
pendengaran
d. Pengobatan dan pelatihan perilaku dilakukan jika ada
kelainan psikiatri
e. Hormon tiroid diberikan bila didapatkan tanda-tanda
hipotiriod, untuk mencegah terjadinya deteorisasi intelektual
dan memperbaiki kemampuan individual.
Walaupun berbagai usaha sudah dijalankan untuk mengatasi
retardasi mental pada penderita sindrom Down, masih belum ada
yang mampu mengatasi kondisi ini. Walau demikian usaha
pengobatan terhadap kelainan yang didapat oleh penderita
sindrom Down akan dapat memperbaiki kualitas hidup penderita
dan dapat memperpanjang usianya.
Beberapa pemeriksaan secara reguler dapat dilakukan untuk
memantau perkembangan tingkat kesehatan penderita sindrom
Down, baik anak ataupun dewasa. Beberapa hal yang dapat
dilakukan adalah pemeriksaan audiologi, pemeriksaan
optalmologi secara berkala sebagai pencegah keratokonus,
opasitas kornea atau katarak. Untuk kelainan kulit seperti
34
follikulitis, xerosis, dermatitis atopi, dermatitis seboroik, infeksi
jamur, vitiligo dan alopesia perlu dirawat segera. Masalah
kegemukan pada penderita sindrom Down dapat diatasai dengan
pengurangan komsumsi kalori dan meningkatkan aktivitas fisik(5)
Skrining terhadap penyakit Celiac juga harus dilakukan,
yang ditandai dengan kondisi seperti konstipasi, diare, bloating,
tumbuh kembang yang lambat dan penurunan berat badan. Selain
itu, kesulitan untuk menelan makanan harus juga diperhatikan,
dipikirkan kemungkinan terjadi sumbatan pada jalan nafas.
Perhatian khusus harus diberikan terhadap proses operasi
dikarenakan tidak stabilnya atlantoaxial dan masalah yang
mungkin terjadi pada sistem respirasi. Selain itu, jangan lupa
untuk melakukan skrining untuk kemungkinan tejadinya penyakit
Hipothiroidism dan Diabetes Mellitus. Jangan dilupakan untuk
memberi perhatian terhadap kebersihan yang berkaitan dengan
menstrual, seksual, kehamilan dan sindrom premenstruasi.(6)
Kelainan neurologis dapat menyebabkan retardasi mental,
hipotonia, kejang dan stroke. Pastikan juga perbaikan
kemampuan berkomunikasi dan terapi bicara diteruskan, dengan
35
memberi perhatian pada aplikasi bahasa nonverbal dan
kecerdasan otak.
Bagi pasien sindrom Down, baik anak atau dewasa harus
sentiasa dipantau dan dievaluasi gangguan prilaku, seperti fobia,
ketidakmampuan mengatasi masalah, prilaku streotipik, autisme,
masalah makanan dan lain – lain. Tatalaksana terhadap kondisi
mental yang timbul pada penderita sindrom Down harus
dilakukan.
Selain dari aspek medis, harus diperhatikan juga aspek
sosial dan pergaulan. Yaitu dengan memberi perhatian terhadap
fase peralihan dari masa anak ke dewasa. Penting untuk memberi
pendidikan dasar juga harus diberikan perhatian seperti dimana
anak itu akan bersekolah dan sebagainya. Hal – hal berkaitan
dengan kelangsungan hidup juga perlu diperhatikan, contohnya
bagaimana mereka akan meneruskan kehidupan dalam
komunitas.(7,8)
XI. Komplikasi
Kelainan bisa menyebabkan penderitanya mengalami
kelainan fisik seperti kelainan jantung bawaan, otot-otot
36
melemah (hypotonia), dan retardasi mental akibat hambatan
perkembangan kecerdasan dan psikomotor. Kelainan lain yang
juga dilaporkan adalah penyakit alzheimer’s (penyakit
kemunduran susunan syaraf pusat), leukimia (penyakit dimana
sel darah putih melipat ganda tanpa terkendalikan)
XII. Prognosis
44 % sindrom Down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14
% hidup sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit
jantung bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan 80 %
kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada sindrom
Down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer
yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44
tahun.
37
BAB III
KESIMPULAN
1. Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai
trisomi, karena individu yang mendapat sindrom Down memiliki
kelebihan satu kromosom.
2. Sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang
paling banyak terjadi pada manusia. Kejadian Sindroma Down
diperkirakan satu per 800 sampai satu per 1000 kelahiran.
3. Faktor resiko sindrom Down ialah usia ibu >35 tahun, genetik,
paparan radiasi, proses autoimun.
4. Terdapat tiga tipe Sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler,
translokasi dan mosaik.
5. Anak dengan sindrom Down pada umumnya memiliki berat badan
lahir yang kurang dari normal. Diperkirakan 20% kasus memiliki
berat badan lahir 2500 gram atau kurang.
6. Tidak ada kriteria diagnosis khusus untuk sindrom Down, namun
retardasi mental merupakan gambaran yang menumpang tindih
dengan sindrom Down.
7. Tidak ada pengobatan untuk memperbaiki sindroma Down. Prinsip
pengobatan medis digunakan untuk memperbaiki kualitas hidup
dan memperpanjang usia penderita.
8. Komplikasi sindrom Down berupa kelainan fisik seperti kelainan
jantung bawaan, otot-otot melemah (hypotonia), dan retardasi
38
mental akibat hambatan perkembangan kecerdasan dan
psikomotor.
9. 44 % sindrom Down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup
sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung
bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan 80 % kematian.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Adkinson R.L, Brown M.D. Disorders of Gender Differentiation and Sexual developmental in Elsevier’s Integrated Genetics, 2007.
2. N Heyn, Sietske 2011. Available at: Down Syndrome. http://www.medicinenet.com/Down_syndrome/article.htm. [Accessed on June 8th 2013]
3. Sherman SL., Allen EG, Bean LH, Freeman SB. Epidemiology of Down Syndrome, Mental Retardation And Developmental Disabilities Research Reviews, 2007
4. Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC; Jakarta
5. Van Cleve SN, Cohen WI. Part 1: Clinical practice guidelines with Down syndrome from birth to 12 years. J Pediatric Health Care 2006; 20:47-54.
6. Williams L. W. Sindrom Down. Rudolph A. M. : editor. Dalam : Buku Ajar Pediatri Rudolph. EGC. 2006;340-42
7. Wahab, A. Samik, editor. Genetika Manusia. Dalam : Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 volume 1. Jakarta: EGC. 2000; 392-3 \
8. Williams L. W. Sindrom Down. Rudolph A. M. : editor. Dalam : Buku Ajar Pediatri Rudolph. EGC. 2006;340-42
40