Sick Building Syndrome 03
-
Upload
annie-bukang -
Category
Documents
-
view
102 -
download
11
Transcript of Sick Building Syndrome 03
PBL Blok 27 Sick Building Syndrome
Septriani bukang
102009086
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email: [email protected]
Pendahuluan
Kehidupan modern di kota-kota besar negara kita menuntut tersedianya prasarana
yang memadai. Salah satu di antaranya adalah gedung-gedung kantor yang megah yang
dilengkapi dengan sistem AC sentral. Gedung-gedung seperti ini biasanya dibuat tertutup dan
mempunyai sirkulasi udara sendiri. Gedung yang baik dengan sarana yang memadai tentu
menjadi tempat yang amat nyaman untuk bekerja, dan karena itu dapat pula meningkatkan
produktifitas kerja karyawan. Tetapi, di pihak lain, kita perlu mengenal kemungkinan adanya
gangguan kesehatan pada gedung-gedung seperti itu yang pada akhirnya justru akan
menurunkan produktifitas kerja karyawannya yang bekerja di dalam gedung-gedung itu. Para
ahli di beberapa negara mulai banyak menulis tentang adanya gedung-gedung pencakar langit
yang "sakit", dan menimbulkan sindrom gedung sakit.
Istilah sindrom gedung sakit (sick building syndrome) pertama-tama
diperkenalkan oleh para ahli dari negara Skandinavia di awal tahun 1980an yang lalu. Istilah
ini kemudian digunakan secara luas dan kini telah tercatat berbagai laporan tentang sindrom
ini dari berbagai Negara Eropa, Amerika dan bahkan dari negara tetangga kita Singapura.
Sindrom gedung sakit adalah kumpulan gejala akibat adanya gedung yang "sakit",
artinya terdapat gangguan pada sirkulasi udara di dalam gedung itu. Adanya gangguan itulah
yang menyebabkan gedung tersebut dikatakan "sakit", sehingga timbul sindrom ini yang
memang terjadi karena para penderitanya menggunakan suatu gedung yang sedang "sakit".
Gejala-gejala yang timbul memang berhubungan dengan tidak sehatnya udara di
dalam gedung. Keluhan yang ditemui pada sindrom ini antara lain dapat berupa batuk-batuk
kering, sakit kepala, iritasi di mata, hidung dan tenggorok, kulit yang kering dan gatal, badan
lemah dan lain-lain. Keluhan-keluhan tersebut biasanya menetap setidaknya dua minggu.
Keluhan-keluhan yang ada biasanya tidak terlalu hebat, tetapi cukup terasa mengganggu dan
yang penting amat berpengaruh terhadap produktifitas kerja seseorang. Sindrom gedung sakit
baru dapat dipertimbangkan bila lebih dari 20%, atau bahkan sampai 50%, pengguna suatu
gedung mempunyai keluhan-keluhan seperti di atas. Kalauhanya dua atau tiga orang maka
mereka mungkin sedang kena flu biasa.
7 langkah diagnosis
a. Diagnosis
1. Anamaneis
Anamnesis tentang riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan dimaksudkan
untuk mengetahui kemungkinan salah satu faktor di tempat kerja, pada pekerjaan dan
atau lingkungan kerja menjadi penyebab penyakit akibat kerja.
Riwayat penyakit meliputi antara lain awal-mula timbul gejala atau tanda
sakit, gejala atau tanda sakit pada tingkat dini penyakit, perkembangan penyakit, dan
terutama penting hubungan antara gejala serta tanda sakit dengan pekerjaan dan atau
lingkungan kerja.
Riwayat pekerjaan harus ditanyakan kepada penderita dengan seteliti telitinya
dari permulaan sekali sampai dengan waktu terakhir bekerja. Jangan sekali-kali hanya
mencurahkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan waktu sekarang, namun harus
dikumpulkan informasi tentang pekerjaan sebelumnya, sebab selalu mungkin bahwa
penyakit akibat kerja yang diderita waktu ini penyebabnya adalah pekerjaan atau
lingkungan kerja dari pekerjaan terdahulu. Hal ini lebih penting lagi jika tenaga kerja
gemar pindah kerja dari satu ke pekerjaan lainnya. Buatlah tabel yang secara
kronologis memuat waktu, perusahaan tempat bekerja, jenis pekerjaan, aktivitas
pekerjaan, faktor dalam pekerjaan atau lingkungan kerja yang mungkin menyebabkan
penyakit akibat kerja. Penggunaan kuestioner yang direncanakan dengan tepat sangat
membantu.
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan laboratoris dimaksudkan untuk mencocokkan benar tidaknya
penyebab penyakit akibat kerja yang bersangkutan atau produk mertabolisme dari
padanya ada dalam tubuh tenaga kerja yang menderita penyakit tersebut. Guna
menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, biasanya tidak cukup sekadar
pembuk-tian secara kualitatif yaitu tentang adanya faktor penyebab penyakit,
melainkan harus ditunjukkan juga banyaknya atau pembuktian secara kuantitatif.
Sebagai ilustrasi, adanya timah hitam dalam darah tenaga kerja tidak cukup
menunjukkan yang bersangkutan keracunan timah hitam; namun kadar timah
hitam darah yang tinggi misalnya di atas 0,8 mg per 100 cc darah lengkap
merupakan indikasi sangat kuat bahwa tenaga kerja dimaksud menderita
keracunan timah hitam. Selain kadarnya dalam darah, kadar faktor kimiawi dalam
urin atau bahan lainnya dapat membantu dalam upaya menegakkan suatu diagnosa
penyakit akibat kerja.
- Pemeriksaan rontgen sering sangat membantu dalam menegak-kan diagnosa
penyakit akibat kerja, terutama untuk penyakit yang disebabkan penim-bunan
debu dalam paru dan reaksi jaringan paru terhadapnya yaitu yang dikenal dengan
nama pnemokoniosis. Hasil pemeriksaan sinar tembus baru ada maknanya jika
dinilai dengan riwayat penyakit dan pekerjaan serta hasil pemeriksaan lainnya dan
juga data lingkungan kerja. Pemeriksaan penunjang lainnya sesuai dengan
kemajuan teknik-teknologi kedokteran/kesehatan lain dapat sangat berguna bagi
upaya menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingan.
4. Pemeriksaan tempat kerja
yang dimaksudkan untuk memastikan adanya dan mengukur kadar
faktor penyebab penyakit di tempat atau ruang kerja. Hasil pengukuran
kuantitatif di tempat atau ruang kerja sangat perlu untuk melakukan penilaian
dan mengambil kesimpulan, apakah kadar zat sebagai penyebab penyakit
akibat kerja cukup dosisnya atau tidak untuk menyebabkan sakit. Sebagai
misal, kandungan udara 0,05 mg timah hitam per meter kubik udara ruang
kerja tidaklah menyebabkan keracunan Pb, kecuali jika terdapat absorpsi
timah hitam dari sumber lain atau jam kerja per hari dan minggunya sangat
jauh melebihi batas waktu 8 (delapan) jam sehari dan 40 jam seminggunya.
Kelima unsur dari metoda diagnosa tersebut merupakan satu kesatuan utuh
yang tidak terpisahkan dengan muaranya kepada kesimpulan profesional
medis yaitu diagnosa penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja. Pada
akhirnya keputusan tentang diagnosa penyakit akibat kerja berada di tangan
dokter apakah Dokter Pemeriksa ataukah Dokter Penasehat yang dengan
segala latar ilmu pengetahuan dan kompetensi medisnya serta juga etika
profesi yang dimilikinya; Dokter Pemeriksa dan Dokter Penasehat memiliki
kewenangan legal, profesional dan sosio-kultural untuk menetapkan diagnosa
penyakit akibat kerja serta memikul tanggung jawab penuh atas keputusan
penetapannya. Dengan melaksanakan kelima unsur metoda diagnosa atau
menelaah laporan pelaksanaan kelima unsur tersebut dan hasilnya, maka
diagnosa penyakit akibat kerja pasti dapat ditegakkan dengan baik. Metoda
diagnosa penyakit akibat kerja bukan masalah yang rumit lebih-lebih lagi
bukan metoda yang tidak dapat dilaksanakan. Metoda dimaksud tidak
menuntut prosedur teknis-teknologis yang mahal biayanya sehingga tidak
mungkin diterapkan. Acapkali suatu penyakit akibat kerja sangat mudah
diperkirakan sekalipun segenap unsur belum selesai dilakukan. Dari riwayat
penyakit dan riwayat pekerjaan saja sungguh sangat banyak informasi yang
membawa dokter ke arah suatu diagnosa penyakit akibat kerja. Dengan
menemukan simptom/sindrom dan tanda penyakit, diagnosa sudah mulai
terarah kepada suatu atau beberapa penyakit spesifik yang penyebabnya
adalah pekerjaan atau lingkungan kerja. Data lingkungan akan sangat
memperkuat keputusan dokter dalam menetapkan diagnosa penyakit akibat
kerja.
Suatu hal yang sangat mengganggu adalah pendapat bahwa diagnosa
penyakit akibat kerja tidak dapat ditegakkan jika tidak ada data awal
pemeriksaan kesehatan yaitu pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja. Hal ini
tidak benar dan pandangan seperti itu harus segera dihilangkan. Penyakit
akibat kerja pasti dapat dibuat diagnosanya tanpa adanya data awal kesehatan
tenaga kerja yang bersangkutan, asalkan kelima unsur metoda diagnosa
penyakit akibat kerja dilaksanakan dengan memadai. Jika riwayat penyakit
dan pekerjaan, temuan pemeriksaan kesehatan, hasil pemeriksaan penunjang,
data dan informasi pekerjaan dan tempat kerja dengan jelas mengarah ke suatu
penyakit akibat kerja, maka dokter pada tempatnya menetapkan diagnosa
penyakit akibat kerja. Sekali lagi tidaklah benar apabila diagnosa penyakit
akibat kerja hanya dapat dibuat apabila data awal kesehatan tersedia.
b. Pajanan yang di alami
- Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini.
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerjaadalah
esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini
perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti,
yang mencakup:
a. Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh
penderita secarakhronologis
b. Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan,
c. Bahan yang diproduksi
d. Materi (bahan baku) yang digunakan
e. Jumlah pajanannya
f. Pemakaian alat perlindungan diri (misal: masker)
g. Pola waktu terjadinya gejala
h. Informasi mengenai tenaga kerja lain(apakah ada yang mengalami gejala
serupa)
i. Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan
(MSDS, label, dansebagainya)
c. Hubangan pajanan dengan penyakit
Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit
tersebut. Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalamkepustakaan yang mendukung
pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika
dalam kepustakaan tidakditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut
di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika
dalamkepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus
mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yangdiderita (konsentrasi,
jumlah, lama, dan sebagainya)
d. pajanan yang dialami cukup besar untuk.
Jika penyakit yangdiderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu,
maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih
lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan
diagnosis penyakit akibat kerja
e. peran factor individu
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupunriwayat pekerjaannya,
yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat
adanya pajanan serupa sebelumnyasehingga risikonya meningkat. Apakah pasien
mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih
rentan/lebihsensitif terhadap pajanan yang dialami
Sick Building Syndrome
- Pengertian Sick Building Syndrome
Dalam NSC (Nasional Safety Council) Sick Building Syndrome (SBS)
adalah situasi dimana para penghuni sebuah bangunan mengalami gangguan
kesehatan akut yang dikaitkan dengan banyaknya waktu yang dihabiskan di
dalam bangunan tersebut, tetapi bukan merupakan penyakit yang spesifik dan
dapat diidentifikasi. Keluhan terjadi di ruangan atau di wilayah tertentu yang
biasa kita kunjungi di gedung tersebut seperti ruang tamu, fotokopi, printer.
Istilah Sick Building Syndrome telah dipakai secara luas, yang
mengacu pada definisi “gedung sakit”, meskipun tidak jelas bagaimana
mendiagnosa gedung tersebut sehingga dikatakan sakit. Penggunaan istilah
Sick Building Syndrome apabila terdapat petunjuk-petunjuk utama bahwa
gedung sebagai penyebabnya, antara lain (a) adanya gejala-gejala ketika
bekerja atau tinggal di dalam gedung, (b) kejelasan berkurangnya gejalagejala
ketika meninggalkan gedung atau bekerja di tempat lain untuk sementara, (c)
munculnya gejala-gejala ketika kembali ke gedung, serta (d) adanya gejala-
gejala yang dialami oleh banyak orang.
Secara frekuensi, masalah muncul ketika perawatan dan penggunaan
sebuah gedung tidak konsisten serta tidak sesuai dengan desain asli dan
penggambaran prosedur operasinya. Terkadang muncul masalah udara yang
berada di dalamnya yang diakibatkan oleh kurang sesuainya desain bangunan
serta aktivitas para penghuninya.
- Polusi Udara Dalam Ruang
Penyebab terjadinya Sick Building Syndrome berkaitan erat dengan ventilasi
udara ruangan yang kurang memadai karena kurangnya udara segar masuk ke dalam
ruangan gedung, distribusi udara yang kurang merata, serta kurang baiknya
perawatan sarana ventilasi. Dilain pihak, pencemaran udara dari dalam gedung itu
sendiri yang berasal dari misalnya asap rokok, pestisida, bahan pembersih ruangan
dan sebagainya. Bahan pencemar udara yang mungkin ada dalam ruangan dapat
berupa gas CO, CO2, beberapa jenis bakteri, jamur, kotoran binatang, formaldehid
dan berbagai bahan organik lainnya yang dapat menimbulkan efek iritasi pada selaput
lendir dan kulit.
Kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality) sebenarnya ditentukan
secara sengaja ataupun tidak sengaja oleh penghuni ruangan itu sendiri. Ada gedung
yang secara khusus diatur, baik suhu maupun frekuensi pertukaran udaranya dengan
memakai peralatan ventilasi khusus, ada pula yang dilakukan dengan
mendayagunakan keadaan cuaca alamiah dengan mengatur bagian gedung yang dapat
dibuka. Kualitas udara dalam ruangan juga dipengaruhi oleh temperatur dan
kelembaban yang dapat mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan
penghuninya.Dengan demikian kualitas udara tidak bebas dalam ruangan sangat
bervariasi. Apabila terdapat udara yang tidak bebas dalam ruangan, maka bahan
pencemar udara dalam konsentrasi yang cukup memiliki kesempatan untuk
memasuki tubuh penghuninya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan NIOSH (The National lnstitutefor
Occupational Safety and Health), suatu badan untuk kesehatan dan
keselamatan di Amerika Serikat menunjukkan enam sumber utama
pencamaran udara di dalam suatu gedung yaitu:
Pencemaran dari alat-alat di dalam gedung (17%) Pencemaran akibat mesin foto
kopi, asap rokok, pestisida, bahanbahan pembersih ruangan dan lain-lain.
Pencemaran dari luar gedung (11 %)
Masuknya gas buang kendaraan bermotor yang lalu lalang, gas dari cerobong
asap atau dapur yang terletak di dekat gedung, yang kesemuanya dapat terjadi
akibat penempatan lokasi lubang pemasukan udara yang tidak tepat.
Pencemaran akibat bahan bangunan (3%) Formaldehid, lem, asbes, fiber glass dan
bahan-bahan lain yang merupakan komponen bangunan pembentuk gedung tersebut.
Pencemaran mikroba (5%) Bakteri, jamur, protozoa dan produk mikroba lainnya
yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin (AC) beserta seluruh
sistemnya.
Gangguan ventilasi (52%)
Kurangnya udara segar yang masuk, buruknya distribusi udara dan kurangnya
perawatan sistem ventilasi udara temyata punya peranan besar dalam menentukan
sehat tidaknya lingkungan udara di dalam suatu gedung.
Tak diketahui (12%)
Kualitas udara dalam ruangan yang baik didefinisikan sebagai udara yang
bebas bahan pencemar penyebab iritasi, ketidaknyamanan atau terganggunya
kesehatan penghuni. Temperatur dan kelembaban ruangan juga mempengaruhi
kenyamanan dan kesehatan penghuni. Baku mutu bahan pencemar tertinggi yang
diperkenankan dari beberapa bahan pencemar udara ruangan telah dideskripsikan
dalam American Society of Health, Refrigerating, and Air Conditioning Engineers
(ASHRAE) tahun 1989. Sedangkan baku mutu tertinggi yang diperkenankan untuk
kelompok bahan pencemar spesifik dan pedoman kenyamanan dalam ruangan untuk
parameter fisik yang spesifik diuraikan dalam Guideline for Good Indoor Air Quality.
Polusi udara dalam ruang adalah tingginya konsentrasi partikel polusi yang
mengudara (airborne contaminants), bau, dan penyebab alergi yang ditimbulkan oleh
penghuni/ pengguna gedung itu sendiri atau merupakan kontaminasi polusi udara luar
yang masuk ke dalam gedung. Polusi dalam ruang digolongkan menjadi:
1. Polusi fisik
Yang termasuk ke dalam polusi fisik adalah:
a. Pendingin udara (kaitannya dengan suhu dan kelembaban ruang) Secara
umum, pengkondisian udara (air-conditioning) dilakukan dengan
mengkondisikan udara dari luar bisa dipanaskan (untuk heating mode
seperti di negeri-negeri dingin) atau didinginkan (untuk cooling mode
seperti halnya di Indonesia) sehingga udara yang disemburkan ke dalam
ruangan mencapai kondisi set-point (temperatur dan kelembaban) yang
diinginkan.
Pendingin udara diklasifikasikan menjadi pendingin udara lokal
dan sentral. Pendingin udara lokal yaitu pendingin udara yang umum
dipakai di rumah-rumah, atau beberapa ruangan kantor (biasanya ruang
pejabat struktural, namun sekarang hampir seluruh ruang baik ruang staf
maupun umum sudah dipasang pendingin udara/AC), sedangkan pendingin
udara sentral adalah pendingin udara yang dikendalikan dari satu tempat
tersendiri oleh operator khusus, biasanya hotel-hotel, pusat perbelanjaan,
dan gedung perkantoran berskala besar. Kedua pendingin udara ini
berpotensi dalam menyebarkan berbagai virus dan bakteri. Idealnya, filter
mesin AC dibersihkan dan dibubuhi disinfektan setidaknya 3-4 kali
setahun. Jika tidak, AC menjadi lokasi ideal bagi perkembangbiakan
rombongan bakteri. Kawanan Chlamydia sp, Escherichia sp, dan
Legionella sp, akan bersarang dengan nyaman di sela filter AC yang berair
dan lembab. Ketika udara AC menyembur ke seluruh sudut ruangan, saat
itu pula koloni kuman menyusup ke saluran pernapasan, terhirup melalui
mulut, hidung, atau masuk lewat lubang kuping. Bagi orang sehat dengan
stamina prima, masuknya kuman tak mendatangkan masalah. Lain soal
jika korban yang dijambangi kuman adalah mereka yang daya tahan
tubuhnya sedang buruk.
b. Debu di ruangan kerja
Debu merupakan partikel-partikel zat padat, yang disebabkan oleh
kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran,
pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari bahan,
baik organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu, bijih, logam, arang
batu, butir-butir zat dan sebagainya, yang memiliki ukuran antara 0,1 – 2,5
mikron.
Sumber alamiah partikulat atmosfir adalah debu yang memasuki
atmosfir karena terbawa oleh angin. Oleh karena itu, debu bisa terdapat di
mana saja, misalnya untuk indoor, penumpukan barang-barang bekas yang
menimbulkan debu. Karena ukurannya yang kecil, debu dapat terhirup dan
tersangkut di dalam paru sehingga dapat mengganggu akivitas pernafasan
manusia.
c. Karpet yang tidak dirawat
Karpet merupakan salah satu bahan bangunan yang paling
membahayakan bagi kesehatan, dan apabila memungkinkan, maka disarankan
pencegahan penggunannya. Hal tersebut karena partikel debu yang dibawa
oleh manusia dari luar ruangan, pestisida yang disemprotkan ke ruangan, akan
menempel pada karpet. Selain itu ada juga kutu debu yang biasanya tinggal di
antara sela-sela karpet, mengkonsumsi partikel-partikel kulit mati yang
diproduksi oleh manusia setiap harinya. Sebagian iritasi pada Sick Building
Syndrome disebabkan oleh alergen yang terdapat pada karpet, seperti tungau
atau kapang. Juga alas karpet serta perekat yang digunakan untuk merekatkan
karpet tersebut acap kali mengeluarkan senyawa-senyawa organik yang mudah
menguap. Sebagian besar orang pernah merasakan bau kuat yang menyengat
dari karpet yang baru dipasang. Bila karpet tidak terawat, jarang dibersihkan
dan dijemur, maka pertikel debu, dan pencemar lain yang menempel di karpet
akan ikut masuk ke dalam sistem pernafasan manusia sehingga dapat
mengganggu kesehatan.
2. Polusi biologi
Polusi biologi disebabkan oleh kutu debu, jamur, bakteri, serbuk sari
tanaman, dan organisme lain. Terutama, perkantoran modern yang biasanya
menggunakan pendingin tanpa ventilasi alami. Pekerja
dapat berisiko mengidap penyakit, diantaranya:
- Humidifier fever yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh organisme yang
menyebabkan sakit pada saluran pernafasan dan alergi. Organisme ini biasanya
terdapat dan hidup pada air yang terdapat di sistem pendingin.
- Legionnaire disease penyakit ini juga berhubungan dengan sistem pendingin dalam
ruang namun disebabkan oleh spesifik bakteri terutama bakteri legionella
pneumophila. Penyakit ini terutama akan lebih berbahaya pada pekerja dengan usia
lanjut. Reaksi legionella memang sering tidak sertai gejala mencolok bahkan seperti
flu biasa. Paling-paling hanya demam, menggigil, pusing, batuk berdahak, badan
lemas, tulang ngilu dan selera makan lenyap.
3. Polusi kimia
Penggunaan pewangi ruangan merupakan salah satu penyebab polusi dalam
ruang karena pewangi ruangan tersebut akan memaparkan bermacam bahan yang
serba kimiawi. Ada yang bisa menyebabkan alergi, pusing, hingga mual. Dilaporkan
bahwa 95% bahan kimia dalam pewangi adalah senyawa sintesis yang berasal dari
petrokimia, termasuk turunan benzene, aldehida dan banyak toksin serta agen
pembuat peka lain. Pajanan yang berulang-ulang akan memicu peningkatan
sensitivitas dan reaksi yang semakin kuat. Sensitivitas ke beragam bahan lain. Bahan-
bahan ini dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan, termasuk reaksi alergi,
masalah pernapasan dan sensitivitas.pada pajanan berulang, bahanbahan tersebut
dapat meyebabkan keadaan yang lebih serius, misalnya cacat lahir, gangguan saraf
pusat, dan kanker. Selain itu, juga penyemprot nyamuk, rokok, mesin fotokopi yang
mengeluarkan ozon, penggunaan berbagai desinfektan, hingga tanaman hidup yang
tidak pernah dikeluarkan dari ruangan. Tanaman yang jarang dikeluarkan dari
ruangan juga kurang baik karena pada malam hari tanaman mengeluarkan
karbondioksida dan mengkonsumsi oksigen. Terlebih jika tanaman tersebut berada di
dalam ruangan kantor yang jarang dibuka ventilasi udara segarnya.
4. Polusi gas
Polusi gas, selain datang dari asap pembuangan kendaraan bermotor, juga
terjadi di bangunan tempat tinggal kita seperti tungku api dan pemanas yan g tidak
disertai dengan sistem ventilasi yang baik, dan juga dari kompor gas yang
mengeluarkan karbonmonoksida, karbondioksida, dan nitrogen dioksida. Selain itu
juga banyak materi bangunan modern, seperti cat rumah yang masih baru
diaplikasikan, papan partikel (particle board), papan fiber (fiber board), dan berbagai
macam perabotan plastik yang mengeluarkan gas organik dalam jangka tahunan.
5. Polusi radiasi
a. Radiasi alam
Di antara sekian banyak sumber radiasi alam, radon merupakan sumber radiasi
alam yang paling banyak mendapatkan perhatian sehubungan dengan efek merugikan
yang ditimbulkannya. Efek merugikan tersebut berkaitan dengan kesehatan manusia.
Radon merupakan gas radioaktif yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa, dan secara kimia tidak reaktif. Zat ini terbentuk dari turunan radium-226 yang
termasuk dalam rantai luruhan uranium-238 yang ada di dalam batu, tanah dan air.
Zat ini dapat bermigrasi dari batuan dan tanah masuk ke atmosfir. Berbagai bahan
bangunan seperti granit, italian tuff serta alum shale konkrete ringan, mengandung
konsentrasi radium-226 yang dapat menjadi sumber migrasi radon di dalam ruangan.
Ternyata udara luar berperan penting bagi masuknya radon ke udara ruangan melalui
ventilasi udara maupun pintu dan jendela.
Komponen terbesar dari paparan radon pada manusia melalui inhalasi radon
dan turunannya yang berumur pendek. Radon dan sekitar sepertiga hasil luruhannnya
akan terinhalasi dan masuk ke dalam organ paru sebagai organ target. Gas radon yang
terinhalasi ini dapat masuk ke dalam darah serta berbagai organ maupun jaringan
tubuh manusia. Penggunaan bahan-bahan tambang seperti asbes dan sisa-sisa hasil
pengolahan bahan tambang sebagai bahan bangunan untuk perumahan atau gedung,
dapat memperbesar kadar radon.
- Gejala –gejala Sick Building Syndrome
Keluhan dari para penghuni gedung dengan adanya gejala-gejala yang
muncul yang diasosiasikan dengan ketidaknyamanan yang ada. Gejala-gejala
tersebut mencakup sakit kepala, iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokkan,
batuk kering, kulit kering dan iritasi, pusing dan mual, kesulitan dalam
berkonsentrasi, lemah dan letih, dan sensitif terhadap bau-bauan. Tidak ada
definisi spesifik mengenai SBS, apakah masuk ke dalam kategori penyakit
atau tidak. Secara kimia dan biologi kontaminasi udara dapat disimpulkan
sebagai penyebab gejala-gejala tersebut muncul. Banyak dari keluhan tersebut
akan terobati sesaat setelah meninggalkan gedung tersebut.
SBS mengurangi produktivitas pekerja dan juga dapat meningkatkan jumlah
ketidakhadiran para pekerja.
- Indikator Sick Building Syndrome
Indikator Sick Building Syndrome yaitu:
1. Penghuni gedung mengeluh sakit kepala, iritasi mata, hidung atau tenggorokan,
batuk kering, kulit kering atau gatal, pusing dan mual, kesulitan dalam
berkonsentrasi, kelelahan dan peka terhadap bau.
2. Penyebab dari gejala tidak diketahui.
3. Sebagian besar pengadu melaporkan lega segera setelah meninggalkan gedung.
Sedangkan indikator sakit yang disebabkan oleh kondisi bangunan yaitu:
1. Penghuni gedung mengeluhkan gejala seperti batuk, dada sesak, demam,
menggigil dan nyeri otot.
2. Gejala-gejala dapat didefinisikan secara klinis dan telah diidentifikasi
penyebabnya secara jelas.
3. Penghuni gedung mungkin memerlukan waktu pemulihan yang lama setelah
meninggalkan gedung.
- Pencegahan Sick Building Syndrome
Keluhan yang timbul pada penderita biasanya dapat ditangani secara
simtomatis asal diikuti dengan upaya agar suasana lingkungan udara di gedung tempat
kerja menjadi Iebih sehat. Yang perlu mendapat perhatian utama tentu bagaimana
pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari suatu gedung menjadi penyebab
sindrom gedung sakit ini. Ternyata upaya pencegahannya cukup luas, menyangkut
bagaimana gedung itu dibangun, bagaimana desain ruangan, bahan-bahan yang
digunakan di dalam gedung, perawatan alat-alat dan lain-lain.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan meliputi:
1. Umumnya penderita Sindrom Gedung Sakit akan sembuh apabila keluar dari dalam
gedung tersebut, gejala-gejala penyakitnya dapat disembuhkan dengan obat-obat
simtomatis (obat-obat penghilang gejala penyakit).
2. Upaya agar udara luar yang segar dapat masuk ke dalam gedung secara baik dan
terdistribusi secara merata ke semua bagian di dalam suatu gedung. Dalam hal ini
perlu diperhatikan agar lubang tempat masuknya udara luar tidak berdekatan dengan
sumbersumber pencemar di luar gedung agar bahan pencemar tidak terhisap masuk ke
dalam gedung. Ventilasi dan sirkulasinya udara dalam gedung diatur sedemikian rupa
agar semua orang yang bekerja merasa segar, nyaman dan sehat, jumlah supply udara
segar sesuai dengan kebutuhan jumlah orang didalam ruangan, demikian pula harus
diperhatikan jumlah supply udara segar yang cukup apabila ada penambahan-
penambahan karyawan baru dalam jumlah yang signifikan.
3. Perlu pula diperhatikan pemilihan bahan-bahan bangunan dan bahan pembersih
ruangan yang tidak akan mencemari lingkungan udara di dalam gedung dan lebih
ramah lingkungan (green washing, non toxic, natural, ecological friendly).
4. Penambahan batas-batas ruangan dan penambahan jumlah orang yang bekerja dalam
satu ruangan hendaknya dilakukan setelah memperhitungkan agar setiap bagian
ruangan dan setiap individu mendapat ventilasi udara yang memadai.
5. Jangan asal membuat sekat ruangan saja, dan jangan terus menerus menambah jumlah
orang untuk bekerja dalam satu ruangan sehingga menjadi penuh sesak.
6. Alat-alat kantor yang mengakibatkan pencemaran udara, seperti mesin fotocopy,
diletakkan dalam ruangan terpisah.
7. Renovasi kantor dengan menggunakan bahan-bahan bangunan baru, cat baru, lem
baru, agar dipasang exhaust fan yang memadai agar pencemaran dari volatile organic
compounds (VOCs), terutama uap benzene dan formaldehyde yang berasal dari
bahan-bahan bangunan baru dapat segera dibuang.
Penatalaksanaan
- Madika mentosa
- Non medika mentosa