Law and Rhetoric in Commercial Shipwreck Cases: Isolating ...
Shipwreck Removal
description
Transcript of Shipwreck Removal
0
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Shipwreck Removal” tepat pada waktunya.
Makalah ini dapat tersusun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis akan mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya, khususnya kepada :
1. Allah SWT.
2. Ir. Hesty Anita Kurniawati, M.Sc., selaku dosen mata kuliah Peraturan Statutori.
3. Orang tua, yang telah memberikan doa dan motivasi kepada kami.
4. Teman-teman Mahasiswa Transportasi Laut yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini.
5. Semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis sangat menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan dan sangat
jauh dari sempurna. Karena tidak ada manusia yang diciptakan sempurna sehingga penulis
hanya dapat memberikan yang terbaik dari yang terbaik. Oleh sebab itu penulis
mengharapkan kritik, saran, dan masukan yang membangun dari para pembaca yang
sekiranya dapat menyempurnakan makalah ini dan sebagai pedoman penulis dalam
melangkah ke arah yang lebih baik lagi. Semoga karya tulis ini dapat berguna bagi kita
semua. Amin.
Akhir kata, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan, penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Surabaya, 15 Desember
2013
Tim Penyusun
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................................1
Daftar Isi...................................................................................................................................2
BAB I - Pendahuluan...........................................................................................................3
BAB II - Shipwreck Removal................................................................................................4
2.1 Latar Belakang...............................................................................................................4
2.2 Definisi..........................................................................................................................5
2.3 Prosedur Penanganan Shipwreck ..................................................................................6
2.4 Tanggung Jawab dari Kejadian Shipwreck....................................................................8
2.5 Kasus Shipwreck Removal….........................................................................................9
BAB III - Penutup................................................................................................................13
Daftar Pustaka......................................................................................................................14
2
BAB I
PENDAHULUAN
Negara kepulauan harus berkonsentrasi dalam proteksi lingkungan laut and
menganggap kecelakaan tidak berbahaya bagi navigasi, mereka menganggap masalah sepele.
pemindahan/pembersihan kecelakaan sangat mahal. IMO memperkirakan sekitar 1300
kecelakaan kapal (karam) yang terjadi, beberapa menimbulkan masalah. Berdasarkan
meningkatnya kecelakaan di lautan dan juga laporan meningkatnya kapal yang ditinggalkan
setelah kecelakaan, akan menimbulkan masalah yang mebahayakan bagi keselamatan jalur
pelayaran.
Berdasarkan pertimbangan masalah ini, IMO memulai membuat regulasi untuk
berkosentrasi tentang pembersihan/pemindahan kecelakaan. Pada bulan Mei Tahun 2007,
Nairobi Convention mulai diadopsi oleh Diplomatic Conference yang diadakan pada Mei
2007 yang bermarkas di United Nation Office at Nairobi (UNON), Kenya.
Dalam paper ini kami akan membahas tentang Shipwreck Removal sebagaimana yang
telah diatur dalam Nairobi Convention. Adapun hal-hal yang akan kami bahas adalah latar
belakang Shipwreck Removal dan Nairobi Convention, Definisi Shipwreck Removal,
Prosedur Penanganan Shipwreck, Tanggung Jawab dari Kejadian Shipwreck, dan diakhir
penjelasan akan kami sampikan juga contoh Kasus Shipwreck Removal.
3
BAB II
SHIPWRECK REMOVAL
2.1 Latar Belakang
Berdasarkan meningkatnya kecelakaan di lautan dan juga laporan meningkatnya kapal
yang ditinggalkan setelah kecelakaan, akan menimbulkan masalah yang mebahayakan bagi
keselamatan jalur pelayaran. Negara kepulauan biasanya berkonsentrasi dalam proteksi
lingkungan laut and mengagnggap kecelakaan tidak berbahaya bagi navigasi, mereka
menganggap masalah sepele. pemindahan/pembersihan kecelakaan sangat mahal. IMO
memperkirakan sekitar 1300 kecelakaan kapal (karam) yang terjadi, beberapa menimbulkan
masalah. Terdapat 3 masalah utama dalam kecelakaan kapal :
1. Bergantung pada lokasi, kapal karam akan berbahaya bagi navigasi, berpotensial
mengancam kapal lain lain beserta krunya.
2. Bergantung pada cargo alami, kecelakaan kapal karam juga berpotensial
menyebabkan bahaya yang besar bagi kelautan dan lingkungan laut.
3. Potensial kenaikan harga yang tinggi di pembersihan kapal yang berpotensi
berbahaya.
Nairobi Convention
Nairobi Convention bertujuan untuk memastikan ketepatan dan efektifitas dari
pembersihan kapal karam yang mana dapat menyebabkan bahaya bagi keselamatan dan
properti laut, yang berhubungan dengan lingkungan laut. Nairobi Convention diperuntukkan
untuk semua kapal yang berlayar dan semua tipe kapal, termasuk kapal hydrofoil, floating
craft, and floating platform kecuali ketika platform yang sedang melakukan eksplorasi,
eksploitasi, dan produksi sumberdaya minyak. Konvensi ini tidak berlaku bagi:
1. Kapal perang
2. Kapal milik negara (bukan kapal komersial)
3. Nairobi Convention diaplikasikan untuk kecelakkan pada Convention Area, yang
mana Convention Area ini berarti zona ekonomi eksklusif (ZEE), ini sesuai dengan
hukum internasional.
4
Konvensi ini dibuat pada 18 Mei 2007 dan sampai sekarang belum diberlakukan.
Nairobi Convention membutuhkan pendaftaran oleh pemilik kapal pada kapal lebih besar
sama dengan dari 300 GT untuk mempunyai sebuah sertifikat insuransi atau keamanan
finansial yang lain yang memperdulikan tanggungjawab untuk pemberihan kecelakaan.
Nairobi Convention menetapkan untuk menyuarakan dasar hukum yang legal dalam
membersihkan/memindahkan kecelakaan kapal yang dapat menimbulkan bahaya pada
keselamatan di lautan dan juga tetang keselamatan lingkungan. Itu akan membuat para
pemilik kapal bertanggungjawab secar finansial dan membutuhkan asuransi untuk mengcover
biaya pembersihan kecelakaan kapal.
2.2 Definisi Shipwreck Removal
Ship "Kapal" berarti suatu kapal yang dapat berlayar dari jenis apapun dan termasuk
kapal hidrofoil, kapal selam, kecuali seperti platform yang pada lokasi yang bergerak di
bidang eksplorasi, eksploitasi atau produksi dasar laut sumber daya mineral.
"Wreck", berikut ini di atas korban maritim, artinya:
(a) Kapal tenggelam atau terdampar, atau
(b) Setiap bagian dari kapal yang tenggelam atau terdampar, termasuk benda yang sedang
atau telah di kapal tersebut, atau
(c) Benda yang hilang di laut dari sebuah kapal dan yang terdampar, cekung atau terpaut
pada
laut, atau
(d) Sebuah kapal yang adalah tentang, atau wajar dapat diharapkan,
Jadi Shipwreck Removal, adalah langkah-langkah efektif untuk membantu, peringanan,
pembersihan kapal atau properti yang berbahaya dalam kapal pada saat terdampar atau
tenggelam.
5
2.3 Prosedur Penanganan Shipwreck
1. PelaporanKecelakaan (Reporting Wrecks)
“State Party” harus mensyaratkan master dan operator kapal yang mengibarkan
benderanya untuk melaporkan kepada Negara yang terkena dampak (Affected State)
dengan segera ketika kapal yang telah mengalami kecelakaan(wreck). Laporan tersebut
harus memberikan informasi tentang hal-hal dibawah ini yang akan dipakai sebagai
penentuan bahaya/dampak yang ditimbulkan.
Laporan tersebut berisi
a. lokasi tepat terjadinya kecelakaan
b. jenis, ukuran dan konstruksi kecelakaan
c. sifat kerusakan dan kondisi kecelakaan
d. sifat dan kuantitas kargo, khususnya zat berbahaya dan beracun
e. jumlah dan jenis minyak, termasuk minyak bunker dan minyak pelumas
2. Penentuan Bahaya (determination of hazard)
Ketika menentukan apakah kecelakaan menimbulkan bahaya, kriteria berikut harus
diperhitungkan oleh NegaraTerkena dampak (affected state):
a. jenis, ukuran dan konstruksi kecelakaan
b. kedalaman air di daerah kecelakaan
c. Kisaran pasang surut dan arus di daerah kecelakaan
d. wilayah laut atau area yang jelas dari zona ekonomi eksklusif sesuai UNCLOS
e. kedekatan rute pengiriman atau jalur lalu lintas yang ditetapkan
f. kepadatan lalu lintas dan frekuensi
g. jenis lalu lintas
h. sifat dan jumlah kargo bangkai kapal, jumlah dan jenis minyak (seperti
minyak bunker dan pelumas)
i. kerentanan fasilitas pelabuhan
j. kondisi meteorologi dan hidrografi yang berlaku
6
k. daerah topografi kapal selam
l. ketinggian bangkai kapaldi atas atau di bawah permukaan air sesuai kondisi
astronomi air terendah
m. profil akustik dan magnetik dari kecelakaan
n. kedekatan dengan instalasi lepas pantai, pipa, kabel telekomunikasi dan
struktur serupa
o. keadaan lain yang mungkin.
3. Penentuan Letak kecelakaan (LocatingWrecks)
Setelah menyadari kecelakaan, Negara Terkena Dampak akan menggunakan segala
cara praktis, untuk memperingatkan pelaut dan Negara yang bersangkutan sifat dan lokasi
kecelakaan sebagai hal yang mendesak. Jika Negara Terkena Dampak (Affected State)
memiliki alasan bahwa kecelakaan menimbulkan bahaya, maka harus menjamin bahwa
semua langkah praktis yang diambil untuk menetapkan lokasi yang tepat dari kecelakaan.
4. Penandaan Kecelakaan (Marking of Wrecks)
Jika Affected State menentukan bahwa kecelakaan merupakan bahaya, Negara itu
harus menjamin langkah yang diambil aman dan memberkan penandaan.Dan dalam
penandaannya dapat memanfaatkan system buoyage.
5. langkah-langkah untuk memfasilitasi wrecks removal
1. Jika Affected State menyatakan bahwa kecalakaan berbahasa, maka negara
tersebut hasus segera :
a. mengonfirmasikan Negara registry kapal dan pemilik kapal
b. berkonsultasi dengan Negara registry kapal dan Negara – Negara lain yang
terkena dampak
2. Pemilik terdaftar harus melakukan wreck removal dengan bekerjasama dengan
perusahaan penanganan wreck removal. Dalam hal ini affected state sebatas
7
memantau dan membantu sebatas yang dibutuhkan agar proses removal sesuai
dengan pertimbangan keselamatan dan aman bagi lingkungan.
3. Affected State harus menetapkan batas waktu yang wajar kepada pemilik kapal
untuk melakukan removal. Jika proses removal tidak dapat ditangani pemilik
redaftar dalam batas waktu yang sudah diberikan atau pemilik kapal tidak dapat di
hubungi maka Affected state dapat melakukan Removal dengan cara yang praktis
dan sesuai dengan pertimbangan keselamatan dan keamanan linngkungan
Diagram Prosedur Penanganan Shipwreck
2.4 Tanggung jawab dari kejadian Shipwreck
Sesuai dengan article 11, pemilik kapal bertanggung jawab atas biaya lokasi, penandaan
dan menghapus bangkai kapal yang sudah diatur dalam artikel 7, 8, dan 9 , masing-masing,
kecuali pemilik terdaftar membuktikan bahwa korban maritim yang disebabkan:
(a) dihasilkan dari tindakan perang, permusuhan, perang sipil, pemberontakan, atau alami
fenomena karakter yang luar biasa, tak terelakkan dan tak tertahankan ;
(b) yang sepenuhnya disebabkan oleh tindakan atau kelalaian yang dilakukan dengan
maksud untuk menyebabkan kerusakan oleh pihak ketiga, atau
(c) yang sepenuhnya disebabkan oleh kelalaian atau tindakan salah lainnya dari
Pemerintah atau otoritas lain yang bertanggung jawab atas pemeliharaan lampu atau alat
bantu navigasi lainnya dalam melaksanakan fungsi tersebut.
8
By Owner to Affected State
Reporting and Locating a wreck
By the Affected State
Determination of hazard
By the Affected State
Marking of a wreck
By Owner to Affected State
Reporting and Locating a wreck
Asuransi wajib / jaminan keuangan lainnya
Convention on Limitation of Liability for Maritime Claims, 1976, as amended
Menurut Article 12 dari Nairobi International Convention On the Removal Wrecks,
2007 Pemilik terdaftar dari sebuah kapal lebih besar sama dengan dari 300 GT dan
mengibarkan bendera suatu Negara Pihak wajib menjaga asuransi atau jaminan keuangan
lainnya, seperti jaminan dari bank atau lembaga sejenis, untuk menutupi kewajiban
berdasarkan Konvensi ini dalam jumlah yang sama dengan batas-batas kewajiban di bawah
rezim pembatasan nasional atau internasional yang berlaku, tetapi dalam semua kasus tidak
melebihi jumlah yang dihitung sesuai dengan Pasal
Certificate of Insurance or Other Financial Security in Respectof Liability for the Removal
of Wrecks
Sebuah sertifikat membuktikan bahwa asuransi atau jaminan keuangan lainnya adalah
berlaku sesuai dengan ketentuan-ketentuan konvensi ini harus dikeluarkan untuk setiap kapal
lebih besar sama dengan dari 300 GT oleh otoritas yang tepat. Negara registry kapal setelah
menentukan bahwa persyaratan ayat 1 telah dipenuhi. Sehubungan dengan kapal yang
terdaftar di Negara Pihak, sertifikat tersebut akan diterbitkan atau disahkan oleh otoritas yang
tepat Negara registry kapal, sehubungan dengan kapal tidak terdaftar di suatu negara pihak itu
dapat diterbitkan atau disertifikasi oleh otoritas yang tepat dari setiap Negara Pihak. Sertifikat
asuransi wajib ini harus dalam bentuk model yang ditetapkan dalam lampiran Konvensi ini,
dan memuat keterangan sebagai berikut:
(a) Nama kapal , nomor khusus atau huruf dan registrasi pelabuhan;
(b) Gross Tonnage dari kapal;
(c) Nama dan tempat utama bisnis dari pemilik yang terdaftar;
(d) Nomor identifikasi kapal IMO;
(e) Jenis dan durasi keamanan;
(f) Nama dan tempat usaha utama dari perusahaan asuransi atau orang yang memberikan
keamanan lainnya dan, jika sesuai, tempat usaha di mana asuransi atau keamanan didirikan.
9
(g) Masa berlaku sertifikat, dengan jumlah tidak lebih lama dari periode validitas asuransi
atau keamanan lainnya.
2.5 Contoh Kasus Removal Shipwreck
Peristiwa Kapal Costa Concordia
Kapal Costa Concordia karam akibat menabrak karang di dekat Pulau Giglio, Italia, Jumat 13 Januari 2012. Akibatnya, lambung kapal robek sepanjang 50 meter. Kapal pesiar itu mengangkut 4.000-an penumpang dan awak kapal. Mereka terdiri dari seribu penumpang asal Italia, 500 warga Jerman, 160 asal Perancis, 126 warga Amerika, dan sekitar seribu awak kapal.
Carnival Corporation, induk perusahaan pemilik operator kapal pesiar Costa Concordia, bersama dengan pemegang asuransi menghitung kerugian yang dialami akibat musibah karamnya kapal. Penghitungan akan dilakukan di London Stock Exchange sejak Senin 16 januari 2012.
Nilai asuransi Costa Concordia adalah £ 335 juta atau sekitar Rp 4,1 trilyun. Asuransi diberikan oleh sejumlah perusahaan, salah satunya adalah XL Group yang merupakan anak perusahaan Lloyd. Perusahaan asuransi Inggris, RSA dan perusahaan asuransi Italia, Generali, juga ambil bagian.
Pada April, 21, 2012, Costa Crociere dan Kantor Costa Concordia Darurat Komisaris mengumumkan bahwa tender untuk memindahkan kapal dari Pulau Giglio telah diberikan kepada Titan Salvage yaitu kemitraan dengan perusahaan Italia Micoperi. Pekerjaan dimulai pada awal Mei setelah persetujuan akhir dari pihak berwenang Italia. Titan Salvage adalah perushaan penyelamatan dan penghapusan atau pemindahan kecelakaan spesialis kelautan milik Amerika, perushaan ini bagian dari Crowley
10
Group, dan merupakan pelopor dunia dalam bidangnya. Rencana pemindahan kapal dibagi dalam enam tahap yaitu :
1. StabilisationTahap pertama melibatkan anchoring dan stabilisasi kecelakaan untuk mencegah tergelincir atau tenggelamnya kapal di dasar laut yang curam. Hal ini akan memungkinkan untuk bekerja dengan aman bahkan dalam cuaca buruk sekalipun. Stabilisasi dilakukan menggunakan sistem penahan terdiri dari empat blok jangkar kapal selam tetap ke dasar laut antara pusat kecelakaan dan pantai.
2. Installaiton of Subamrine support and port side caissonsPemasangan platform – platform dibawah laut yang diperlukan untuk proses evakuasi kapal. Termasuk pemasangan lambung buatan di bagain bawah kapal.
3. The Parbuckling
Rotasi akan memakan waktu sekitar beberapa hari, karena gerakan harus sangat halus dan terus-menerus dipantau. Parbuckling akan dilakukan dengan menggunakan jack untai yang akan diketatkan dengan beberapa kabel yang terpasang ke bagian atas dan platform, yang akan ditarik menuju ke laut, sedangkan kabel yang terpasang pada menara kanan akan digunakan untuk menyeimbangkan. Ini adalah fase yang sangat halus, di mana harus diimbangi dengan hati-hati untuk memutar kapal tanpa deformasi lambung.
11
4. Starboard Sponsons
Selanjutnya sebnayak 15 spon untuk membuat kapal mengambang lainnya akan melekat pada sisi kanan dari kecelakaan. Caissons ini akan digunakan selama tahap re-floating.
5. Refloating
Pada tahap ini lambung yang telah berada di bawah dengan kedalaman sekitar 30 m. Sebuah sistem pneumatik akan digunakan untuk mengosongkan air secara bertahap dari caissons di
12
kedua sisi kecelakaan, memberikan dorongan yang cukup untuk mendorong ke atas. Setelah menyelesaikan proses pengosongan, bagian dari 18 m akan tetap terendam.
BAB III
PENUTUPDi akhir makalah ini, penulis mengharap kritik dan saran apabila ada kesalahan dalam
penyusunan makalah ini, selain itu juga sebagai bahan perbaikan untuk penyusunan makalah atau tugas berikutnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Kurniawati, Hesti Anita (2013). Statutory Regulation, ITS Surabaya
WWW. IMO.ORG
WWW.WIKIPEDIA.COM
14