SFB Protein

21
Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Jum’at/ 11 Oktober 2013 Struktur dan Fungsi Biomolekul Waktu : 08.00-11.00 WIB PJP : Inda Setyawati, S.TP, M.Si Asisten : Ahmad Ajruddin M. Syahrul Mustofa Safirah Tasa N.F Lia Kusuma Dewi PROTEIN (Uji Millon, Uji Hopkins-Cole, Uji Ninhdrin, Uji Belerang, Uji Xantoproteat, Uji Biuret ) Kelompok 2 C Whyranti Nurarfa G84110005 Cindy Swastiratu G84110052 Freddy Simatupang G84110028 Andrea Faadhilah G84110078

description

SFB Protein

Transcript of SFB Protein

Page 1: SFB Protein

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Jum’at/ 11 Oktober 2013Struktur dan Fungsi Biomolekul Waktu : 08.00-11.00 WIB

PJP : Inda Setyawati, S.TP, M.SiAsisten : Ahmad Ajruddin M.

Syahrul Mustofa Safirah Tasa N.F Lia Kusuma Dewi

PROTEIN(Uji Millon, Uji Hopkins-Cole, Uji Ninhdrin, Uji Belerang, Uji Xantoproteat, Uji Biuret )

Kelompok 2 C

Whyranti Nurarfa G84110005Cindy Swastiratu G84110052Freddy Simatupang G84110028Andrea Faadhilah G84110078

DEPARTEMEN BIOKIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR

2013

Page 2: SFB Protein

Pendahuluan

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh

karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat

pembangun dan pengatur. Protein ialah polimer alami yang terdiri atas sejumlah

unit asam amino yang berikatan satu dengan lainnya melalui ikatan amida atau

peptida. Protein juga dapat diartikan sebagai senyawa organik kompleks dengan

bobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam

amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Protein dapat

digolongkan berdasarkan bentuk dan sifat-sifat fisik tertentu, yaitu protein

globular dan protein serat. Protein serat merupakan material struktural hewan dan

bersifat tidak larut air. Protein globular cenderung larut air dan bentuknya hampir

bulat. Protein globular memainkan peranan penting dalam aktivitas biologis.

Protein globular lebih kompleks dan reaktif seperti hemoglobin, mioglobin, atau

sitokrom sedangkan protein serat digunakan untuk pertahanan luar seperti keratin,

kolagen, miosin, dan aktin (Hart 2003).

Protein merupakan polimer panjang yang tersusun atas asam-asam amino,

yang seringkali disebut sebagai “residu” yang terikat secara kovalen oleh ikatan-

ikatan peptida. Ikatan peptida yang menggabungkan dua asam amino yang

bersebelahan saat sintesis protein adalah sebuah ikatan kovalen yang kuat, dimana

atom-atom berpasangan melalui penggunaan bersama sebuah elektron. Masing-

masing jenis asam amino berbeda dalam hal sifat rantai samping atau radikal yang

melekat ke karbon α-nya. Misalnya, glisin memiliki rantai samping yang paling

sederhana, terdiri dari sebuah atom hidrogen (Susan & William 2002).

Ada empat tingkat struktur dasar dari protein, yaitu struktur primer,

sekunder, tersier, dan kuartener. Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis, dan

urutan asam amino dalam molekul protein. Struktur sekunder protein adalah

struktur tiga dimensi dari berbagai rangkaian asam amino pada protein yang

distabilkan oleh ikatan hidrogen (Lehninger 2004). Gabungan dari aneka ragam

dari struktur sekunder akan menghasilkan struktur tiga dimensi yang dinamakan

struktur tersier. Struktur tersier biasanya berupa gumpalan. Beberapa molekul

protein dapat berinteraksi secara fisik tanpa ikatan kovalen membentuk oligomer

yang stabil dan membentuk struktur kuartener (Fessenden dan Fessenden 1997).

Page 3: SFB Protein

Ada 20 jenis asam amino yang diketahui sampai sekarang yang terdiri atas

9 asam amino esensial (asam amino yang tidak dapat dibuat tubuh dan harus

diperoleh dari makanan) dan 11 asam amino non esensial (Selain dari makanan

dapat juga disintesa didalam tubuh melalui proses transaminasi) (Girindra 1986).

Peran dan aktivitas protein dalam proses biologis antara lain sebagai

katalis enzimatik yaitu makromolekul yang disebut enzim yang merupakan satu

jenis protein. Peran lainnya adalah sebagai transport dan penyimpanan yang

dilakukan oleh hemoglobin dan mioglobin dalam transport oksigen pada eritrosit.

Selain itu terdapat beberapa jenis protein lainnya seperti filament yang berfungsi

dalam koordinasi gerak; protein fibrosa untuk menjaga ketegangan kulit dan

tulang; protein kolagen yang merupakan komponen serat utama dalam kulit,

tulang, tendon, tulang rawan dan gigi; antibodi protein yang dapat mengenal serta

berkombinasi dengan benda asing seperti virus, bakteri dan sel dari organisme

lain; serta rodopsin yang merupakan suatu protein yang sensitif terhadap cahaya,

terdapat pada sel batang retina (Katili Abubakar Sidik 2009).

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui adanya protein pada suatu

sampel dengan menggunakan beberapa uji, seperti uji Millon, uji Hopkins-Cole,

uji Ninhidrin, uji Xantoproteat, uji belerang, dan uji Biuret.

Metode praktikum

Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Departemen Biokimia

FMIPA IPB pada hari Jum’at tanggal 11 Oktober 2013 pukul 08.00-11.00 WIB.

Peralatan yang digunakan pada praktikum ini adalah adalah tabung reaksi, pipet

mohr, bulb, penangas air, pipet tetes, gelas kimia. Serta bahan-bahan yang

digunakan pada praktikum ini adalah albumin 2%, gelatin 2%, kasein 2%, pepton

2%, fenol 2%, pereaksi Millon, asam pekat, pereaksi Hopkins-Cole, larutan

ninhidrin 0.1%, larutan Pb-asetat 5%, NaOH 10%, HNO3 pekat, NaOH 40%, dan

CuSo4 0.1%,

Uji Millon. Uji dilakukan dengan cara ditambahkan 5 tetes pereaksi

Millon ke dalam 3 mL larutan protein, lalu dipanaskan selama 3 menit. Uji ini

dilakukan pada senyawa protein albumin 2%, gelatin 2%, kasein 2%, pepton 2%,

dan fenol 2%.

Page 4: SFB Protein

Uji Hopkins-Cole. Larutan bahan sebanyak 2 mL yang akan diperiksa

dicampurkan dengan 2 mL pereaksi Hopkins-Cole. Dengan hati-hati dan

dikerjakan dalam ruang asam, asam pekat 2 mL ditambahkan melalui dinding

tabung yang dimiringkan sehingga terbentuk lapisan cairan.

Uji Ninhidrin. Ditambahkan 0.5 mL larutan ninhidrin 0.1% ke dalam 3

mL larutan protein. Kemudian dipanaskan di dalam penangas air mendidih selama

10 menit.

Uji Belerang. Larutan protein 2 mL ditambahkan dengan 5 mL NaOH

10%, dididihkan beberapa menit. Kemudian ditambahkan 2 tetes larutan Pb-asetat

5%, lalu dilanjutkan pemanasan beberapa menit dan diamati perubahan warna

yang terjadi.

Uji Xantoproteat. Larutan protein sebanyak 2 mL ditambahkan dengan 1

mL HNO3 pekat, lalu dicampurkan baik-baik dan dipanaskan dengan hati-hati.

Perhatikan timbulnya warna kuning tua. Tabung kemudian didinginkan,

ditambahkan tetes demi tetes larutan NaOH pekat sampai menjadi larutan yang

basa kemudian diamati perubahan yang terjadi.

Uji Biuret. Ditambahkan 1 mL NaOh 10% ke dalam 3 mL larutan protein,

kemudian dikocok. Lalu ditambahkan satu tetes larutan CuSo4 0.1%, dikocok

kembali.

Hasil dan Pembahasan

Uji Millon digunakan untuk mengidentifikasi protein yang mengandung

tirosin dalam suatu sampel yang ditandai dengan terbentuknya kompleks

berwarna merah pada sampel protein. Tirosin merupakan asam amino yang

mengandung gugus fenol pada rantai samping-nya (gugus R-nya). Pereaksi millon

mengandung merkuri dan ion merkuro dalam asam nitrit dan asam nitrat. Gugus

fenol pada tirosin ini akan ternitrasi membentuk garam merkuri dengan pereaksi

millon yang akan membentuk kompleks berwarna merah (Poedjiadi 2007). Uji ini

dilakukan pada sampel albumin, gelatin, kasein, pepton, dan fenol dengan

konsentrasi 2%.

Page 5: SFB Protein

Tabel 1 Hasil uji MillonSampel Pengamatan Warna

Albumin 2% - Larutan tidak berwarnaGelatin 2% + Larutan berwarna merahKasein 2% - Larutan berwarna coklatPepton 2% - Larutan tidak berwarnaFenol 2% - Larutan tidak berwarna

Keterangan: (+) : Mengandung tirosin(-) : Tidak mengandung tirosin

a b c d e

Gambar 1 Pengamatan uji Millon terhadap berbagai larutan: uji Millon

terhadap larutan a (Albumin 2%); uji Millon terhadap larutan b

(Gelatin 2%); uji Millon terhadap larutan c (Kasein 2%); uji Millon

terhadap larutan d (Pepton 2%); uji Millon terhadap larutan e

(Fenol 2%)

Hasil percobaan menunjukkan bahwa sampel gelatin 2% mengandung

gugus tirosin pada proteinnya. Hal ini terlihat dari adanya perubahan warna pada

larutan yang menjadi merah dan terbentuknya endapan kuning. Sampel albumin,

kasein, pepton, dan fenol menunjukkan reaksi negatif dengan tidak ada perubahan

warna yang terjadi pada sampel. Larutan fenol 2% yang berfungsi sebagai kontrol

seharusnya mengalami perubahan warna menjadi merah dan terbentuk endapan

kuning, namun percobaan bereaksi negatif. Dimungkinkan sampel sudah

terkontaminasi oleh zat lain sehingga menghasilkan reaksi yang negatif. Demikian

untuk sampel kasein. Hasil menunjukkan bahwa larutan kasein bereaksi negatif

dengan uji Millon, sedangkan menurut Sajuthi Dondin et al (2010) kasein

merupakan protein yang paling banyak mengandung asam amino tirosin,

kontaminan sampel mungkin terjadi juga pada kasein.

Page 6: SFB Protein

Gambar 1.1 Reaksi Uji Millon (Joshy dan Saraswat 2002)

Gambar 1.2 Gugus asam amino tirosin (Yuwono Triwibowo 2005)

Tirosin merupakan gugus R dari asam amino polar yang larut dalam air

atau lebih hidrofilik dibandingkan dengan asam amino nonpolar, karena golongan

ini mengandung gugus fungsional yang mengikat ikatan hydrogen dengan air.

Bentuk yang umum adalah L-tirosin (S-tirosin), yang juga ditemukan dalam

tiga isomer struktur: para, meta, dan orto (Lehninger 1982). Tirosin dalam bentuk

tirosina, memiliki peran kunci dalam pengaktifan beberapaenzim tertentu melalui

proses fosforilasi (membentuk fosfotirosina) pada transduksi signal. Bagi

manusia, tirosina merupakan prekursor hormon tiroksin dan triiodotironin yang

dibentuk dikelenjar tiroid, pigmen kulit melanin, dan dopamin, norepinefrin dan

epinefrin (Winarno FG 2004).

Tabel 2 Hasil uji Hopkins-ColeSampel Pengamatan Warna

Albumin 2% + Cincin violet (ungu)Gelatin 2% - Larutan tidak berwarnaKasein 2% + Cincin violet (ungu)Pepton 2% + Cincin violet (ungu)

Keterangan : (+) : ada triptofan(-) : Tidak ada triptofan

Page 7: SFB Protein

a b c dGambar 3 Pengamatan uji Hopkins-Cole terhadap berbagai larutan: uji

Hopkins-Cole terhadap larutan a (Albumin 2%); uji Hopkins-Cole

terhadap larutan b (Gelatin 2%); uji Hopkins-Cole terhadap larutan

c (Kasein 2%); uji Hopkins-Cole terhadap larutan d (Pepton 2%);

uji Hopkins-Cole terhadap larutan e (Fenol 2%)

Uji Hopkins-Cole digunakan untuk menunjukan inti indol asam amino

triptofan yang ditandai dengan terbentuknya cincin berwarna ungu pada sampel

percobaan. Pereaksi Hopkins-Cole mengandung asam glioksilat. Prinsip uji

Hopkins-Cole adalah kondensasi inti indol dengan aldehid jika terdapat asam kuat

yang menyebabkan terbentuknya cincin ungu pada bidang batas. Reaksi tersebut

hanya akan berhasil jika ada oksidator kuat, seperti senyawa H2SO4 yang

digunakan pada percobaan ini. Fungsi penambahan asam sulfat ini adalah sebagai

oksidator agar terbentuk cincin ungu pada larutan sampel (Poedjiadi 2007).

Gambar 2.1 Reaksi Hopkins-Cole (Joshy dan Saraswat 2002)

Semua sampel yang diuji kecuali gelatin menghasilkan reaksi positif, yaitu

terbentuk cincin berwarna violet pada perbatasan dua fase cairan. Reaksi negatif

yang terjadi pada sampel gelatin 2% menunjukkan bahwa pada gelatin tidak

terdapat inti indol asam amino triptofan. Inti indol asam amino triptofan

terkandung pada sampel albumin, kasein, pepton dan fenol dengan terbentuknya

cincin berwarna violet.

Page 8: SFB Protein

Gambar 2.2 Gugus asam amino Triptofan (Yuwono Triwibowo 2005)

Triptofan merupakan salah satu asam amino yang memiliki gugus

aromatik dan bersifat relatif non polar dan hidrofobik. Gugus fungsional yang

dimiliki triptofan, indol tidak dimiliki asam-asam amino dasar lainnya. Akibatnya,

triptofan menjadi precursor banyak senyawa biologis penting yang tersusun dalam

kerangka indol. Triptofan adalah prekursor melatonin (hormon perangsang tidur),

serotonin (suatu transmitter pada sistem saraf) dan niasin (vitamin).

Uji Ninhidrin digunakan untuk identifikasi asam amino bebas yang

terdapat dalam sampel. Asam amino bebas adalah asam amino yang gugus

aminonya tidak terikat (Robinson 1995). Ninhidrin adalah reagen yang berguna

untuk mendeteksi asam amino dan menetapkan konsentrasinya dalam larutan.

Senyawa ini merupakan hidrat dari triketon siklik dan bila bereaksi dengan asam

amino akan menghasilkan zat warna ungu. Hanya atom nitrogen dari zat warna

ungu yang berasal dari asam amino, selebihnya terkonversi menjadi aldehid dan

karbondioksida. Jadi, zat warna ungu yang sama dihasilkan dari semua asam

amino α dengan gugus amino primer dan intensitas warnanya berbanding lurus

dengan konsentrasi asam amino yang ada (Hart 2003).

Tabel 3 Hasil uji NinhidrinSampel Pengamatan Warna

Albumin 0.02% + Biru unguGelatin 0.02% + Biru unguKasein 0.02% + Biru unguPepton 0.02% + Biru ungu

Keterangan : (+) : Ada gugus amino bebas(-) : Tidak ada gugus amino bebas

Page 9: SFB Protein

a b c d

Gambar 4 Pengamatan uji Ninhidrin terhadap berbagai larutan: uji Ninhidrin

terhadap larutan a (Albumin 0.02%); uji Ninhidrin terhadap larutan

b (Gelatin 0.02%); uji Ninhidrin terhadap larutan c (Kasein 0.02%);

uji Ninhidrin terhadap larutan d (Pepton 0.02%); uji Ninhidrin

terhadap larutan e (Fenol 0.02%)

Hasil percobaan menunjukkan bahwa semua sampel yang diuji bereaksi

positif yakni mengandung gugus amino bebas. Adanya kandungan gugus karboksil

(COOH) dan amino bebas (NH3) pada sampel protein tersebut ditunjukkan dengan

perubahan warna sampel menjadi biru muda. Semakin banyak ninhidrin pada zat

uji yang dapat bereaksi, semakin pekat warnanya. Pemanasan yang dilakukan pada

tiap uji percobaan bertujuan untuk koagulasi protein sehingga tidak dapat larut

dalam air dan terbentuknya endapan.

Gambar 3 Reaksi uji Ninhidrin (Bintang M 2010)

Tabel 4 Hasil uji belerangSampel Pengamatan Warna

Albumin 0.02% + HitamGelatin 0.02% - CokelatKasein 0.02% - Tidak berwarnaPepton 0.02% - Cokelat

Keterangan : (+) : Adanya sistein(-) : Tidak ada sistein

Page 10: SFB Protein

a b c dGambar 5 Pengamatan uji belerang terhadap berbagai larutan: uji belerang

terhadap larutan a (Albumin 0.02%); uji belerang terhadap larutan

b (Gelatin 0.02%); uji belerang terhadap larutan c (Kasein 0.02%);

uji belerang terhadap larutan d (Pepton 0.02%); uji belerang

terhadap larutan e (Fenol 0.02%)

Ikatan disulfida merupakan jenis ikatan kovalen lain yang dimiliki oleh

peptida dan asam amino dalam protein (Hart 2003). Sistein merupakan asam

amino yang mengandung atom S pada molekulnya. Reaksi Pb-asetat dengan

asam-asam amino tersebut akan membentuk endapan berwarna gelap, yaitu garam

PbS. Penambahan NaOH dalam percobaan ini adalah untuk mendenaturasikan

protein sehingga ikatan yang menghubungkan atom S dapat terputus oleh Pb-

asetat membentuk PbS, sedangkan Pb berfungsi sebagai donor Pb+ (Girindra

1986). Hasil percobaan menunjukkan bahwa hanya sampel albumin 0.02% yang

membentuk endapan PbS, sehingga dapat disimpulkan bahwa larutan tersebut

mengandung asam amino yang rantainya samping mempunyai senyawa belerang.

Uji belerang S2+(aq) + Pb2+

(aq)     PbS(s)

Sistein merupakan asam amino non esensial bagi manusia yang memiliki

atom S, bersama-sama dengan metionin, karena memiliki atom S, sisteina menjadi

sumber utama dalam sintesis senyawa-senyawa biologis lain yang mengandung

belerang. Sisteina dan metionin pada protein juga berperan dalam

menentukan konformasi protein karena adanya ikatan hidrogen pada gugus tiol.

Sumber utama sisteina pada makanan adalah cabai, bawang putih, bawang

bombay, brokoli, haver, dan inti bulir gandum (embrio). L-sistein juga diproduksi

secara industri melalui hidrolisis rambut manusia dan babi serta bulu unggas

(Arbianto Purwo 1993).

Page 11: SFB Protein

Tabel 5 Hasil uji XantoproteatSampel Pengamatan Warna

Albumin 2% + OranyeGelatin 2% + OranyeKasein 2% + OranyePepton 2% + OranyeFenol 2% + Oranye

Keterangan : (+) : Mengandung inti benzene(-) : Tidak mengandung inti benzene

a b c d eGambar 5 Pengamatan uji Xantoproteat terhadap berbagai larutan: uji

Xantoproteat terhadap larutan a (Albumin 2%); uji Xantoproteat

terhadap larutan b (Gelatin 2%); uji Xantoproteat terhadap larutan c

(Kasein %); uji Xantoproteat terhadap larutan d (Pepton 2%); uji

Xantoproteat terhadap larutan e (Fenol 2%)

Uji Xantoproteat merupakan uji untuk menunjukan adanya inti benzene

(cincin fenil) pada suatu sampel protein. Dalam uji Xantoproteat, inti benzene

akan ternitrasi oleh asam nitrat pekat membentuk turunan nitrobenzene berwarna

kuning tua. Pada suasana basa (ditambahkan larutan basa), uji Xantoproteat akan

mengubah kompleks warna kuning tua pada sampel menjadi warna orange.

Dalam percobaan ini semua sampel menghasilkan uji yang positif terhadap reagen

xantropoteat yang ditandai dengan terbentuknya kompleks berwarna kuning

tua/kuning muda ketika berada dalam suasana asam (ditambahkan HNO3) dan

terbentuk kompleks berwarna jingga/kuning ketika berada dalam suasana basa

(ditambahkan NaOH) (Poedjiadi 2007). Fungsi penambahan HNO3 adalah sebagai

penyebab terjadinya reaksi nitrasi karena inti benzena dari asam amino akan

bereaksi dengan HNO3 dan menghasilkan campuran berwarna kuning (Girindra

1986). Hasil percobaan menunjukkan, larutan protein yang menghasilkan reaksi

positif terhadap uji ini adalah albumin 2%, kasein 2%, pepton 2%, gelatin 2%, dan

fenol 2%. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam kelima zat uji tersebut terdapat

Page 12: SFB Protein

asam amino yang mengandung inti benzena, yaitu tirosin, fenilalanin, atau

triptofan.

Gambar 5.1 Gugus asam amino Fenilalanin (Yuwono Triwibowo 2005)

Gambar 5.2 Reaksi uji Xantoproteat (Bintang 2010)

Tabel 6 Hasil uji BiuretSampel Pengamatan Warna

Albumin 2% + VioletGelatin 2% + VioletKasein 2% - Tidak berwarnaPepton 2% - CokelatFenol 2% - Tidak berwarna

Keterangan : (+) : Ada peptida(-) : Tidak ada peptida

a b c d e

Gambar 6 Pengamatan uji Biuret terhadap berbagai larutan: uji Biuret

terhadap larutan a (Albumin 2%); uji Biuret terhadap larutan b

(Gelatin 2%); uji Biuret terhadap larutan c (Kasein 2%); uji Biuret

terhadap larutan d (Pepton 2%); uji Biuret terhadap larutan e (Fenol

2%)

Page 13: SFB Protein

Biuret adalah senyawa dengan dua ikatan peptida yang terbentuk pada

pemanasan dua molekul urea. Uji biuret digunakan untuk mengetahui adanya

ikatan peptida pada sampel protein. Komposisi dari reagen ini adalah senyawa

kompleks yang mengandung unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), dan

nitrogen (N) dan merupakan hasil reaksi antara dua senyawa urea (CO(NH2) 2).

Dalam suasana basa (penambahan NaOH), ion Cu2+ yang berasal dari pereaksi

biuret (CuSO4) akan bereaksi dengan gugus –CO dan –NH dari rantai peptida

yang menyusun protein membentuk kompleks berwarna violet (Fessenden &

Fessenden 1997).

Gambar 6 Reaksi Uji Biuret (Joshy dan Saraswat 2002)

Percobaan ini menghasilkan hanya larutan albumin 2% dan gelatin 2%

yang bereaksi positif menunjukkan warna ungu. Hal ini menunjukkan bahwa di

dalam sampel tersebut terdapat ikatan peptida yang menggabungkan asam amino

yang satu dengan yang lainnya.

Simpulan

Berdasarkan uji protein yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa protein

mengandung asam amino yang dapat terlihat keberadaan melalui metode

kualitatif. Albumin, kasein dan pepton mengandung asam amino triptofan, cincin

fenil, dan gugus asam amino bebas. Ikatan peptida terdapat pada sampel albumin

dan gelatin. Gugus asam amino tirosin hanya terdapat pada sampel gelatin. Asam

amino bebas dimiliki semua sampel protein kecuali fenol dan sistein terdapat pada

albumin. Uji asam amino menunjukan sifat spesifik dari asam amino.

Page 14: SFB Protein

Daftar Pustaka

Arbianto Purwo. 1993. Biokimia Konsep-Konsep Dasar. Bandung (ID): ITB Pr

Bintang Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta (ID): Erlangga

Fessenden RJ, Fessenden JS. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Fundamentals of Organic Chemistry.

Girindra A. 1986. Biokimia I. Jakarta: Gramedia.

Hart Harold et al. 2003. Kimia Organik. Suminar Setiati Achmadi, penerjemah; Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Organic Chemistry.

Katili Abubakar Sidik. 2009. Struktur dan Fungsi Protein Kolagen. Jurnal Pelangi Ilmu. 2 (5): 19-29

Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid I. Maggy Thenawidjaja, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.

Poedjiadi. 2007. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta (ID): UI Press

Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Padmawinata K, penerjemah. Bandung (ID): ITB Pr

Sajuthi Dondin et al. 2010. Purifikasi dan Pencirian Enzim Protease Fibrinolitik

dari Ekstrak Jamur Merang. Jurnal Makara Sains. 14 (2): 145-150

Setiasih Siswati et al. 2006. Karakterisasi Enzim α-Amilase Ektrasel dari Isolat Bakteri Termofil SW2. Jurnal Kimia Indonesia. 1 (1): 22-27

Soedarmo D. 1989. Biokimia Umum II. Bogor (ID): IPB Pr.

Sumardjo Damin. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta (ID): EGC

Susan L Elfrod, William D Stansfiled. 2007. Schaum’s Outlines Teori dan Soal-Soal Genetika, Edisi Keempat. Damaring Tyas, penerjemah : Amalia Safitri, editor. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari : Schaum’s Outlines Of Theory and Problems Of Genetics, Fourth Edition.

Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia

Yuwono Triwibowo. 2005. Biologi Molekuler. Jakarta (ID): Erlangga

https://www.academia.edu/6162151/uji_protein_i