sfb 1.docx

download sfb 1.docx

of 8

Transcript of sfb 1.docx

Laporan Praktikum Hari/Tanggal: Jumat/ 13-09-2013Struktur dan Fungsi Biomolekul Waktu : 08.00-11.00 WIB PJP : Inda Setyawati, M.Si Assisten: Tria Wulan Ahmad Ajruddin M Lia Kusuma Dewi

PENDAHULUAN DAN BIOFISIK I(Bobot Jenis, Tegangan Permukaan, Emulsi)

Kelompok 6B :

Dezika GeniyaG84110065Gina ParadisaG84110016Resti Wanida PutriG84110040

DEPARTEMEN BIOKIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMINSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR2013

Pendahuluan Biofisik meliputi kuantitas bobot jenis dan tegangan permukaan. Bobot jenis merupakan perbandingan bobot zat di udara pada suhu tertentu terhadap bobot air. Bobot jenis juga dapat didefinisikan sebagai rasio bobot suatu zat terhadap bobot zat baku dengan volume dan suhu yang sama. Bobot jenis berbeda dengan kerapatan. Bobot jenis mengintrepretasikan hubungan antara bobot zat terhadap bobot zat bakunya misalnya air. Zat yang memiliki nilai bobot jenis lebih kecil dari 1.00, berarti zat tersebut lebih ringan daripada air. Adapun zat yang memiliki bobot jenis lebih besar dari 1.00, berarti zat tersebut lebih berat daripada air (Ansel dan Prince 2006). Tegangan permukaan adalah besarnya energi potensial yang dimiliki oleh lapisan suatu permukaan zat cair terhadap luas permukaannya. Adanya tegangan permukaan, zat cair akan cenderung untuk memperkecil luas permukaannya. Tegangan permukaan memiliki nilai yang bervariasi. Air memiliki nilai tegangan permukaan yang tinggi. Nilai tegangan permukaan cairan dapat diubah dengan penambahan surfaktan. Adanya penambahan surfaktan akan menurunan nilai tegangan permukaan. Contoh surfaktan yang umum digunakan adalah detergen dan sabun (James J et al 2008). Cabang ilmu urinologi mulai berkembang pada awal abad ke-19. Urinologi adalah analisis atau penguraian urin yang dilakukan secara kimiawi untuk menyelidiki zat yang terkandung di dalamnya. Perangkat yang umum digunakan dalam urinologi adalah urinometer (Parker S 2000). Urinometer merupakan suatu alat yang terdiri dari hydrometer dan sebuah silinder kaca (dapat berupa spektrometer atau refraktometer). Urinometer dapat digunakan untuk mengukur bobot jenis urin, pH urin, pemeriksaan glukosa, uji badan keton, dan pemeriksaan darah samar. Penggunaan urinometer untuk mengukur bobot jenis urin umumnya dilakukan dengan pengambilan sampel dan dimasukkan ke dalam silinder kaca setidaknya mengisi tiga perempat bagian silinder kaca. Urinometer dimasukkan ke silinder kaca dan diputar perlahan untuk mencegah urinometer agar tidak menempel pada sisi silinder. Kedalaman dari tenggelamnya alat urinometer menunjukkan bobot jenis urin tersebut (Berman A et al 2009). Emulsi merupakan fase suatu zat disperse tetesan kecil satu cairan yang tidak larut dalam cairan lain. Kedua cairan ini disebut fasa terdispersi dan fasa kontinyu. Fasa terdispersi berupa tetesan kecil dan fase kontinyu berupa cairan yang menampung tetesan tersebut. Adapun dua jenis utama emulsi yaitu minyak dalam air (oil-in-water) dan air dalam minyak (water-in-oil). Contoh emulsi minyak dalam air adalah susu, mayonaise, es krim. Contoh emulsi air dalam minyak adalah mentega dan margarin (Hartomo dan Widiatmoko 2002).

TujuanTujuan percobaan yang dilakukan adalah untuk menentuka bobot jenis berbagai larutan, mengamati perbedaan tegangan permukaan pada berbagai jenis larutan dan mengamati perbedaan sifat berbagai jenis emulsi.

Alat dan BahanAlat-alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain urinometer, gelas ukur, tabung reaksi, pipet tetes, mortar, mikroskop, jarum, gelas arloji, kaca objek, dan kaca penutup. Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan antara lain akuades, larutan glukosa 5%, larutan albumin 1%, larutan NaCl 0.3%, larutan NaCl 0.9%, larutan NaCl 5.0%, larutan NaCl 20.0%, air keran, air sungai, cairan empedu, air kelapa, larutan detergen atau air sabun, alkohol, minyak tanah, minyak kelapa, sabun, gum Arab, susu, margarin, pewarna merah sudan, dan urin.

Prosedur PercobaanPengukuran bobot jenis cairan dan urin dilakukan dengan menggunakan alat urinometer. Gelas ukur diisi dengan sampel kemudian urinometer dicelupkan kedalam sampel. Usahakan agar urinometer terletak tepat di tengah. Lakukan pembacaan pada skala yang terdapat pada urinometer. Penentuan tegangan permukaan dilakukan dengan mengisi gelas arloji dengan larutan sampel. Selanjutnya sebuah jarum diletakkan perlahan-lahan pada permukaan larutan. Amati apakah jarum terapung atau tenggelam. Penentuan jumlah tetesan suatu larutan dilakukan dengan mengambil satu mL sampel dengan pipet tetes dan melakukan penetesan secara perlahan sambil dihitung jumlah tetesannya. Pengamatan pada sistem emulsi menggunakan campuran minyak kelapa dan air, minyak kelapa dan sabun, minyak kelapa dan gum Arab, susu, dan margarin. Minyak kelapa dan air dimasukkan ke dalam tabung reaksi dngan perbandingan volume yang sama. Kocok campuran tersebut dan amati kestabilan emulsi. Ambil satu tetes campuran dan letakkan pada kaca objek. Beri satu tetes sudan merah, tutup dengan kaca penutup dan amati di bawah mikroskop untuk menentukan tipe emulsi. Pengamatan terhadap campuran minyak kelapa dengan sabun dilakukan sama seperti pengamatan terhadap campuran minyak kelapa dan air. Pengamatan dengan campuran minyak kelapa dan gum Arab dilakukan dengan mencampurkan satu gram gum Arab dengan lima mL minyak kelapa dalam mortar kering. Aduk hingga homogen kemudian tambahkan tiga mL akuades sambil terus diaduk. Selanjutnya tambahkan lima mL akuades secara perlahan sambil terus diaduk. Pindahkan emulsi ke dalam tabung reaksi dan amati kestabilan emulsi. Lalu amati di bawah mikroskop. Pengamatan terhadap susu dan margarin juga dilakukan di bawah mikroskop.Hasil Pengamatan dan DataTabel 1 Bobot jenis larutan alamiahJenis CairanSuhu Alat (C)Suhu Larutan (C)BJ Terukur (g/mL)FkBJ Terkoreksi (g/mL)

Akuades20281.0012.671.004

NaCl 0.3%20281.0022.671.005

NaCl 0.9%20281.0042.671.007

NaCl 5%2027.51.0312.501.034

Glukosa 5%20261.0202.001.022

Air Kelapa20251.0191.671.021

Air Keran20291.0023.001.005

Albumin2025.51.0031.831.005

Contoh perhitungan sampel NaCl 5%Faktor koreksi (Fk) = = = 3BJ Terkoreksi= BJ Terbaca + (Fk 0.001) = 1.031 + 0.003= 1.034 g/mLTabel 2 Data pengukuran bobot jenis urin KelompokSuhu Alat (C)Suhu Urin (C)BJ Terukur (g/mL)FkBJ Terkoreksi (g/mL)

120341.0050.0051.010

22030.51.0060.0041.010

320321.0220.0041.026

420311.0120.0041.016

52031.51.0060.0041.010

620301.0030.0031.006

720311.0240.0041.028

Contoh perhitungan sampel urin kelompok 6Faktor koreksi (Fk) = = = 3.33 3BJ Terkoreksi= BJ Terbaca + (Fk 0.001) = 1.003 + 0.003= 1.006 g/mL

Tabel 3 Data tegangan permukaanJenis CairanPengamatan

AkuadesTerapung

Cairan empeduTenggelam

Air kelapaTenggelam

Air sungaiTenggelam

Air sabunTenggelam

Tabel 4 Data pengamatan jumlah tetesanJenis CairanJumlah Tetesan

Akuades35

NaCl 20%42

Etanol68

Air sabun70

Minyak tanah83

Tabel 5 Data pengamatan berbagai jenis emulsiJenis EmulsiMinyak kelapa + airMinyak kelapa + sabunMinyak kelapa + gum ArabEmulsi alamiah (susu)Emulsi industri (margarin)

KestabilanTidak stabilStabilTidak stabilStabilTidak stabil

Tipe EmulsiO/WO/WO/WW/OW/O

PendispersiAirAirAirMinyakMinyak

Zat TerdispersiMinyakMinyakMinyakAirAir

Foto

PembahasanKonsentrasi dan bobot jenis larutan memiliki hubungan yang linear. Semakin tinggi konsentrasi suatu larutan, maka akan semakin tinggi pula nilai bobot jenisnya. Teori ini sesuai dengan hasil percobaan yang dilakukan. Sampel NaCl memiliki tiga konsentrasi yang berbeda yaitu 0.3%, 0.9% dan 5%. Berdasarkan bobot jenis yang terukur menunjukkan bahwa larutan NaCl dengan konsentrasi 5% memiliki nilai terbesar yaitu 1.031 g/mL, sedangkan larutan NaCl dengan konsentrasi 0.3% memiliki nilai yang kecil yaitu 1.005 g/mL. Namun apabila dibandingkan, nilai bobot jenis larutan NaCl 0.3% lebih besar daripada akuades. Hal ini disebabkan oleh adanya zat terlarut yang terkandung pada larutan NaCl 0.3%, sedangkan pada akuades tidak ada zat terlarut. Adanya zat terlarut akan mempengaruhi konsentrasi suatu larutan, semakin banyak zat terlarut makan akan semakin tinggi pula nilai bobot jenisnya. Namun nilai bobot jenis air pada percobaan sebesar 1.004 g/mL, sedangkan literatur bobot jenis air sebesar 1.000 g/mL. Kesalahan ini dapat disebabkan oleh adanya zat yang masuk ke dalam pelarut akuades sehingga terjadi kenaikan bobot jenis larutan (Effendi 2003). Percobaan penentuan bobot jenis urin dilakukan dengan pengambilan sampel urin dari masing-masing perwakilan dari kelompok. Diperoleh data nilai bobot jenis urin terbesar yaitu 1.028 g/mL dan nilai bobot jenis urin terkecil yaitu 1.006 g/mL. Bobot jenis urin masing-masing kelompok berbeda. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan bobot jenis sama dengan yang mempengaruhi osmolalitas urin. Osmolalitas adalah konsentrasi total partikel dalam larutan. Terdapat beberapa substansi yang dapat meningkatkan bobot jenis urin meliputi glukosa, protein dekstran, bahan kontras radiografik, dan obat-obatan seperti karbenisilin disodium (Horne dan Swearingen 2001). Dengan kata lain, makanan yang dikonsumsi sebelum pengukuran sangat mempengaruhi nilai bobot jenisnya. Nilai bobot jenis urin normal berkisar dari 1.010 - 1.026 g/mL. Namun dari hasil percobaan, bobot jenis urin berkisar dari 1.006 - 1.028 g/mL. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor eksternal seperti suhu pengukuran atau waktu pengukuran yang kurang tepat karena prosedur pengukuran bobot jenis urin yang baik dilakukan dengan sampel urin pertama sewaktu bangun pagi hari (Baradero et al 2009). Percobaan tegangan permukaan menggunakan jarum yang diletakkan perlahan di atas permukaan cairan. Berdasarkan hasil pengamatan, jarum hanya dapat terapung pada akuades sedangkan pada cairan empedu, air kelapa, air sungai dan air sabun jarum tenggelam. Terapung atau tenggelamnya jarum ini disebabkan oleh perbedaan tegangan permukaan masing-masing cairan. Air memiliki nilai tegangan permukaan yang besar, oleh karena itu jarum dapat terapung. Adapun cairan lain seperti cairan empedu, air kelapa, air sungai dan air sabun memiliki zat terlarut yang dapat bertindak sebagai surfaktan sehingga menurunkan nilai tegangan permukaan. Tegangan permukaan juga memiliki hubungan dengan jumlah tetesan. Semakin tinggi nilai tegangan permukaan, maka daya tahan lapisan tipis cairan akan semakin besar sehingga terbentuk tetesan yang lebih besar. Tetesan yang lebih besar memiliki volume yang lebih besar pula sehingga pada volume yang sama, cairan yang memiliki nilai tegangan permukaan tinggi akan memiliki tetesan yang sedikit. Hasil percobaan menunjukkan bahwa air memiliki jumlah tetesan yang paling sedikit bila dibandingkan dengan cairan uji lainnya, yaitu sebanyak 35 tetes untuk volume 2 mL. Adapun minyak tanah dengan jumlah tetesan sebanyak 83 menunjukkan bahwa minyak tanah memiliki nilai tegangan permukaan yang paling kecil bila dibandingkan dengan cairan uji lainnya (James J et al 2008). Percobaan emulsi menggunakan sampel minyak kelapa ditambah air, minyak kelapa ditambah sabun, minyak kelapa ditambah gum Arab, susu dan margarin. Sampel minyak kelapa ditambah air dan minyak kelapa ditambah gum Arab menghasilkan emulsi yang tidak stabil karena terbentuk larutan yang heterogen dengan adanya dua lapisan yang tidak bisa menyatu. Sampel ini memiliki jenis emulsi oil-in-water karena air bertindak sebagai media. Sampel minyak kelapa ditambah sabun menghasilkan emulsi yang stabil karena terbentuk larutan yang homogen. Hal ini dapat terjadi sebab sabun memiliki peran sebagai surfaktan yang dapat melarutkan lemak pada minyak. Sampel ini juga memiliki jenis emulsi oil-in-water karena air bertidak sebagai media. Susu dan margarin memiliki jenis emulsi water-in-oil dengan minyak sebagai media emulsinya, namun susu merupakan emulsi yang stabil sedangkan margarin merupakan emulsi yang tidak stabil.

SimpulanSetelah melakukan percobaan biofisik I, mahasiswa dapat menentukan dan membandingkan bobot jenis berbagai jenis larutan. Mahasiswa dapat mengamati perbedaan tegangan pemukaan pada berbagai jenis larutan dan menghubungkannya dengan jumlah tetesan dan tegangan permukaan. Selain itu, mahasiswa juga dapat mengamati perbedaan sifat berbagai jenis emulsi dan mengetahui zat terdispersi dan pendispersinya.

Daftar PustakaAnsel HC, Prince SJ. 2006. Kalkulasi Farmasetik: Panduan untuk Apoteker. Jakarta: EGCBaradero M et al. 2009. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGCBerman A et al. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & Erb, Ed 5. Jakarta: EGCEffendi H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: KanisiusHartomo AJ, Widiatmoko MC. 2002. Emulsi dan Pangan Instant Ber-lesitin. Yogyakarta: Andi OffsetHorne MM, Swearingen PL. 2001. Keseimbangan Cairan, Elekrolit dan Asam Basa Ed 2. Jakarta: EGC.James J et al. 2008. Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta: ErlanggaParker S. 2000. Jendela Iptek Seri 16: Ilmu Kedokteran. Jakarta: Balai Pustaka