Sesi 02_perkembangan Regulasi ASP Pasca Reformasi Di Indonesia

25
PERKEMBANGAN REGULASI AKUNTANSI PEMERINTAHAN PASCA REFORMASI DI INDONESIA OLEH ENDANG TRI PRATIWI (NIM: 146020300111012) WINDA RIZKI AMALIDA (NIM: 146020300111014) MATERI KELOMPOK Disusun untuk memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Akuntansi Sektor Publik PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA

description

PERKEMBANGAN REGULASI ASP PASCA REFORMASI DI INDONESIA

Transcript of Sesi 02_perkembangan Regulasi ASP Pasca Reformasi Di Indonesia

PERKEMBANGAN REGULASI AKUNTANSI PEMERINTAHAN PASCA REFORMASI DI INDONESIA

OLEHENDANG TRI PRATIWI(NIM: 146020300111012)WINDA RIZKI AMALIDA(NIM: 146020300111014)

MATERI KELOMPOKDisusun untuk memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Akuntansi Sektor Publik

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2015

PERKEMBANGAN REGULASI AKUNTANSI PEMERINTAHAN PASCA REFORMASI DI INDONESIAA. PENDAHULUANReformasi Indonesia bergulir sejak tahun 1998 yang membawa perubahan besar pada berbagai bidang pemerintahan, salah satunya adalah bidang akuntansi. Perubahan besar tersebut ditandai dengan terbitnya beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perbaikan dalam pengelolaan keuangan negara. Peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum bagi pelaksanaan akuntansi pemerintahan di Indonesia mengalami perkembangan yang terjadi dalam beberapa dekade, dimulai dari era orde baru hingga orde reformasi.Menurut Mahmudi (2011), perkembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia dimulai pada tahun 1975. Pada tahun ini belum ada sistem akuntansi, yang ada baru sebatas sistem administrasi atau yang dikenal dengan istilah tata usaha keuangan daerah. Selain itu, pelaksanaan pengelolaan keuangan pemerintahan khussunya pemerintah daerah mendasarkan pada (a) Undang-Undang No.5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah, (b) Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1975 tentang Pengurusan, Pertanggung Jawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah, dan (c) Peraturan Pemerintah No.6 tahun 1975 tentang penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan APBD.Selanjutnya pada tahun 1979-1980, pelaksanaan pengelolaan keuangan pemerintahan masih dilakukan secara manual pada sistem administrasi pemerintahan atau belum dikenalnya sistem komputerisasi yang terintegrasi dan belum dimilkinya Standar Akuntansi Pemerintah. Pada tahun ini pula, satu-satunya laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah kepada DPR berupa Perhitungan Anggaran Negara (PAN) yang disajikan berdasarkan sumbangan perhitungan anggaran dari Departemen/Lembaga yang disusun secara manual dan single entry dan penyampaian laporan tersebut dilaksanakan dalam waktu 2-3 tahun. Kondisi ini mendorong Departemen Keuangan membuat rencana studi modernisasi sistem akuntansi pemerintah dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 900-099 Tahun 1980 tentang Manual Administrasi Keuangan Daerah (MAKUDA), yang menjadi pedoman pencatatan keuangan daerah yang pada dasarnya sebatas tata buku bukan merupakan suatu sistem akuntansi.Selanjutnya pada tahun 1986, dibuat suatu desain pengembangan Sistem Akuntansi Pusat dan Sistem Akuntansi Instansi dengan mengusulkan disusunnya bagan akun standar dan standar akuntansi pemerintahan serta pembentukan unit eselon I di lingkungan Departemen Keuangan yang memegang fungsi akuntansi dan pelaporan. Sistem yang disetujui Departemen Keuangan pada saat itu adalah menyusun alokasi anggaran, proses penerimaan dan pengeluaran melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), pembuktian bukti jurnal dan daftar transaksi sebagai dasar pembukuan dalam buku besar secara manual.Selang satu tahun, tepatnya pada tahun 1987-1988 mulai dilakukannya simulasi sistem manual pada Departemen Pekerjaan umum, Sosial dan Perdagangan pada wilayah Jakarta, Medan dan Surabaya. Pada saat bersamaan, timbul pemikiran penggunaan komputer untuk proses akuntansi dan pada tahun 1989 usulan pengembangan sistem akuntansi pemerintah berbasis komputer disetujui oleh Departemen Keuangan dan Bank Dunia dalam bentuk Proyek Pengembangan Sistem Akuntansi Pemerintah tahap I, tetapi sistem fungsional masih berdasar pada desain manual sebelumnya, belum sampai proses yang menyeluruh yang dapat menghasilkan laporan keuangan.Selanjutnya, pada tahun 1992 dibentuk Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN) yang mempunyai fungsi sebagai Central Accounting Office, yang bukan sekadar membukukan namun memerlukan adanya standar akuntansi pemerintahan dan selanjutnya melaksanakan implementasi sistem yang telah dirancang. Jelang 10 tahun kemudian, tepatnya 1 Januari 2001 setelah era reformasi otonomi daerah dan desentralisasi fiskal serentak dilaksanakan di Indonesia sebagai aplikasi dari ditetapkannya Undang-Undang No. 22 dan 25 Tahun 1999 yang mengatur tentang pemerintahan daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Sejalan dengan ini, dikeluarkannya Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 yang mulai mengenalkan penggunaan akuntansi basis kas modifikasian (modified cash basis) serta pembukuan berpasangan (double entry bookkeeping) atas pencatatan keuangan pemerintah daerah.Selanjutnya, pada tahun 2003-2004 reformasi akuntansi pemerintahan dimulai dengan diterbitkannya (a) Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, (b) Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan (c) Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tangung Jawab Keuangan Negara. Dari sinilah tonggak reformasi pengelolaan keuangan negara mulai dijalankan.Seiring dengan reformasi di bidang keuangan negara tersebut, perubahan di bidang akuntansi pemerintahan ini sangat penting karena melalui proses akuntansi dihasilkan informasi keuangan yang tersedia bagi berbagai pihak untuk digunakan sesuai dengan tujuan masing-masing. Karena begitu eratnya keterkaitan antara keuangan pemerintahan dan akuntansi pemerintahan maka sistem dan proses yang lama dalam akuntansi pemerintahan banyak menimbulkan berbagai kendala sehingga tidak mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan (Simanjuntak, 2012).Sebelum era reformasi pengelolaan keuangan negara sistem pencatatan pada akuntansi di sektor pemerintahan masih menggunakan single entry. Pada sistem pencatatan ini, menurut Abdul Halim (2004) dalam Abdul Hafiz Tanjung (2008), pencatatan transaksi ekonomi dilakukan dengan mencatat satu kali, transaksi yang berakibat bertambahnya kas akan dicatat pada sisi penerimaan dan transaksi ekonomi yang berakibat berkurangnya kas akan dicatat pada sisi pengeluaran.Akibat dari sistem pencatatan ini, pemerintah tidak memiliki catatan mengenai aktiva tetap, piutang, utang dan ekuitas dari suatu entitasnya. Sehingga pemerintah tidak pernah menampilkan neraca sebagai bentuk laporan keuangan yang umumnya dikenal yang dapat menggambarkan posisi keuangan pemerintah. Hal ini disebabkan juga karena basis akuntansi yang digunakan selama ini adalah basis kas. Menurut Indra Bastian (2006) basis kas hanya mengakui arus kas masuk dan arus kas keluar. Namun dalam perkembangannya sistem pencatatan akuntansi dari basis kas berubah menjadi akuntansi berbasis akrual.Berdasarkan perkembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia diatas, maka tulisan ini akan membahas bagaimana perkembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia setelah reformasi dan beberapa perubahan yang mengiringi dalam perkembangan akuntansi pemerintahan tersebut.B. PEMBAHASAN1. Arah Reformasi Keuangan NegaraReformasi keuangan negara baik di tingkat pusat ataupun daerah memiliki beberapa fase perkembangan, yaitu:a) Perubahan sistem akuntansiPada fase ini, terjadi perubahan sistem akuntansi dari single entry menjadi double entry. Perubahan ini terjadi sebab sistem akuntansi single entry yang telah dilakukan memiliki banyak kelemahan sehingga beralih ke sistem akuntansi double entry. Setiap transaksi yang dicatat menggunakan sistem double entry akan dicatat dua kali, yaitu pada sisi debet dan kredit. Oleh karena itu sistem ini juga dikenal sebagai sistem pembukuan berpasangan.b) Perubahan basis pencatatanFase ini merupakan perubahan dari basis pencatatan kas menjadi basis akrual. Pada basis kas, transaksi diakui dan dicatat pada saat terjadinya penerimaan dan pengeluaran kas, serta tidak mencatat aset dan kewajiban. Pencatatan berbasis kas memiliki kelemahan pada sistem pencatatan di pemerintahan, yaitu pemerintah tidak memiliki catatan mengenai aktiva tetap, piutang , utang dan ekuitas dari suatu entitasnya sehingga pemerintah tidak pernah menampilkan neraca sebagai bentuk laporan keuangan yang dapat menggambarkan posisi keuangan pemerintah. Rekening keuangan akhir akan dirangkum dalam buku kas, sehingga laporan keuangan tidak bisa dihasilkan karena tidak adanya data tentang aktiva dan kewajiban.Sebaliknya, pada basis akrual, transaksi diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi (kas maupun non-kas) serta mencatat aset dan kewajiban. Basis akrual dipilih karena dianggap mampu menyajikan informasi akuntansi secara lebih akurat dan informatif. Namun penerapan basis akrual ini tidak drastis dilakukan, memerlukan waktu yang cukup panjang untuk bisa melakukan transisi. Hal ini dikarenakan beberapa kendala, diantaranya minimnya kesiapan sumberdaya manusia dalam memahami akuntansi pemerintahan, kendala penilaian asset pemerintah dalam menentukan neraca awal karena tidak tertatanya administrasi asset yang baik dan konflik pemekaran daerah yang menimbulkan masalah dalam pengakuan asset pemerintah daerah. Untuk itu digunakan basis pencatatan kas menuju akrual (cash basis toward accrual).Basis kas menuju akrual menggunakan basis kas untuk mengakui pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA); dan menggunakan basis akrual untuk mengaui asset, kewajiban dan ekuitas dalam neraca. Penggunaan basis kas menuju akrual dianggap sebagai jalan tengah untuk mempermudah pencatatan akuntansi pada masa transisi saat ini menuju basis akrual penuh, penggunaan jurnal korolari pada basis ini juga memberikan kemudahan dalam teknis pencatatan.

2. Masa-Masa Reformasi Akuntansi PemerintahanPerkembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia sudah dilakukan sejak masa orde baru hingga orde reformasi. Fase-fase tersebut dijabarkan sebagai berikut, mulai dari masa reformasi:a) Tahun 1998Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 menyebabkan perekonomian Indonesia terguncang. Pertumbuhan ekonomi tidak mampu menghadapi fluktuasi perubahan mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Dampaknya adalah jatuhnya pemerintahan Orde Baru pada bulan Mei 1998 dan lahirlah reformasi. Pada masa reformasi, beberapa perubahan yang signifikan telah terjadi tidak hanya pada kehidupan masyarakat tetapi juga dalam hal politik, ekonomi, hukum ketatanegaraan, serta pemerintahan. b) Tahun 2001-2002Perubahan yang paling signifikan pada masa reformasi adalah pemberian otonomi seluas-luasnya bagi daerah dalam menjalankan kewenangan daerahnya sendiri yang awalnya semua terpusat pada pemerintah pusat. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal serentak dilakukan pada tanggal 1 Januari 2001. Namun, otonomi daerah yang diberikan ini menimbulkan beberapa permasalahan baru, diantaranya pemekaran wilayah secara besar-besaran yang menyebabkan munculnya provinsi maupun kabupaten baru; memberikan moral hazard bagi sebagian pejabat seperti gubernur, bupati, walikota dan anggota DPRD sehingga banyak yang berakhir di sel tahanan.Rakyat juga memiliki keinginan yang kuat atas pemerintahan yang bersih dari praktik-praktik KKN. Berbagai upaya telah ditempuh untuk mewujudkannya namun nampaknya tidak sungguh-sungguh dilakukan oleh para penguasa. Hal ini diperparah oleh hilangnya kekayaan negara secara besar dan pemborosan berupa mark up menyebabkan Indonesia tidak bisa keluar dari predikat negara miskin. Dengan demikian penting untuk melakukan reformasi pada bidang keuangan, khususnya keuangan Negara. Untuk mewujudkannya, maka dibuatlah perubahan format anggaran dan pelaporannya, serta dikeluarkan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 yang mulai mengenalkan penggunaan akuntansi basis kas modifikasian (modified cash basis) serta pembukuan berpasangan (double entry bookkeeping) untuk pencatatan keuangan pemerintah daerah. Perubahan-perubahan lainnya juga terjadi dalam hal:1. Profesi akuntansi.Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah lama menginginkan adanya standar akuntansi di sektor publik sebagai hal yang paralel dengan telah adanya lebih dahulu standar akuntansi di sektor komersil. 2. Birokrasi.Pemerintahan merupakan penyusun dan sekaligus pemakai yang sangat berkepentingan akan adanya suatu akuntansi pemerintahan yang handal. Dengan diundangkannya tiga paket keuangan negara maupun undang-undang yang terkait dengan pemerintahan daerah mendorong instansi pemerintah baik pusat dan daerah untuk secara serius menyiapkan sumber daya dalam pengembangan dan penyusunan laporan keuangan pemerintah.3. Masyarakat (LSM dan wakil rakyat).Masyarakat melalui LSM dan wakil rakyat di DPR, DPD, dan DPRD juga menaruh perhatian terhadap praktik good governance pada pemerintahan di Indonesia. 4. Sektor Swasta.Perhatian dari sektor swasta mungkin tidak terlalu signifikan karena akuntansi pemerintahan tidak terlalu berdampak secara langsung atas kegiatan dari sektor swasta. Namun, penggunaan teknologi informasi dan pengembangan sistem informasi berbasis akuntansi akan mendorong sebagian pelaku bisnis di sektor swasta untuk ikut menekuninya. 5. Akademisi.Akademisi terutama di sektor akuntansi memberikan perhatian yang cukup besar atas perkembangan pengetahuan di bidang akuntansi pemerintahan. Perhatian ini sangat erat kaitannya dengan penyiapan sumber daya manusia yang menguasai kemampuan di bidang akuntansi pemerintahan untuk memenuhi kebutuhan tenaga operasional dan manajer akuntansi di pemerintahan.6. Dunia Internasional (lender dan investor).World Bank, ADB, dan JBIC, merupakan lembaga internasional (lender), yang ikut berkepentingan untuk berkembangnya akuntansi sektor publik yang baik di Indonesia. Perkembangan akuntansi tadi diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntanbilitas dari proyek pembangunan yang didanai oleh lembaga tersebut. 7. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).UU No. 17 tahun 2003 dan UU No. 15 tahun 2004 menyebutkan bahwa Pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD diperiksa oleh BPK. Untuk dapat memberikan opininya, BPK memerlukan suatu standar akuntansi pemerintahan yang diterima secara umum.8. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah.Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) meliputi Bawasda, Irjen, dan BPKP merupakan auditor intern pemerintah yang berperan untuk membantu pimpinan dalam mewujudkan sistem pengendalian intern yang baik sehingga dapat mendorong peningkatan kinerja instansi pemerintah sekaligus mencegah praktik-praktik KKN. Akuntansi pemerintahan sangat erat kaitan dan dampaknya terhadap sistem pengendalian intern sehingga auditor intern mau tidak mau harus memiliki kemampuan di bidang akuntansi pemerintahan sehingga dapat berperan untuk mendorong penerapan akutansi pemerintahan yang sedang dikembangkan.

c) Tahun 2003-2004Reformasi akuntansi pemerintahan dimulai dengan diterbitkannya tiga (3) Undang-Undang Keuangan Negara, yaitu: Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.Beberapa hal penting yang diatur dalam Undang-Undang ini antara lain: Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara. Penyusunan dan penetapan APBN. Penyusunan dan penetapan APBD. Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah, serta pemerintah/lembaga asing. Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, serta badan pengelola dana masyarakat. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Undang-undang ini mengatur tentang: Ruang lingkup dan asas umum perbendaharaan Negara. Kewenangan pejabat perbendaharaan negara. Pelaksanaan pendapatan dan belanja negara/daerah. Pengelolaan uang negara/daerah. Pengelolaan piutang dan utang negara/daerah. Pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah. Penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBD. Pengendalian internal pemerintah. Penyelesaian kerugian negara/daerah. Pengelolaan keuangan badan layanan umum. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas seluruh pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara. Tugas ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Apabila pemeriksaan dilakukan oleh akuntan publik maka laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan.

d) Tahun 2005 Reformasi akuntansi pemerintahan pada tahun ini ditandai dengan dibentuknya Komite Standar Akuntansi Pemerintahan - KSAP (Standard Setter Body) sesuai dengan Keppres No. 84 Tahun 2004 , diubah dengan Keppres No. 2 Tahun 2005, dan Keppres No. 3 Tahun 2009.KSAP ini bertugas untuk menyusun standar akuntansi pemerintahan. Standar Akuntansi Pemerintahan untuk pertama kali dimiliki dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005. PP No. 24 Tahun 2005 menggunakan pendekatan cash towards accrual (CTA) dalam sistem pencatatan akuntansinya. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) menerjemahkan PP No. 24 Tahun 2005 tentang SAP yang berbasis Cash Toward Accrual ke dalam bahasa Inggris pada tahun 2006. Langkah ini dilakukan untuk memperkenalkan perkembangan akuntansi pemerintahan Indonesia kepada komunitas internasional. Dengan demikian, sejak tahun 2005 Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah disusun berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan.

e) Tahun 2010Dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan menggantikan PP No. 24 Tahun 2005. Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010, pemerintah pusat dan daerah harus menerapkan akuntansi akrual penuh (full accrual accounting) tidak lagi cash towards accrual selambat-lambatnya tahun 2015. Pada sebuah rapat KSAP tanggal 10 Juli 2013 di Hotel Alila Jakarta telah dilakukan penyerahan Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan berbahasa Inggris dari Mr. John Ignatius, Government Partnership Fund (GPF) kepada Ketua Komite Kerja KSAP, Bapak Binsar H. Simanjuntak, sama halnya dengan penerjemahan PP No. 24 Tahun 2005 yang telah dilakukan sebelumnya.Penerjemahan PP No. 71 Tahun 2010 ke dalam bahasa Inggris merupakan kerjasama GPF dengan KSAP. Melalui penerjemahan ini, diharapkan dunia internasional dapat mengetahui dan mempelajari akuntansi pemerintahan Indonesia sekaligus menginformasikan kepada dunia internasional bahwa Pemerintah Indonesia sudah memasuki babak baru yang lebih maju dalam Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah dengan penerapan SAP berbasis Akrual paling lambat tahun anggaran 2015. Dengan menerapkan SAP berbasis Akrual, maka Pemerintah Indonesia sudah sejajar dengan negara-negara maju misalnya Australia, dalam bidang akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah.

Tabel 1. Perkembangan Hukum di Bidang Keuangan Negara/Daerah di IndonesiaPra otonomi daerah & desentralisasi fiskal 1999Transisi Otonomi (Reformasi Tahap I)Pascatransisi Otonomi (Reformasi Tahap II)

UU No. 5 Tahun 1974 PP No 5 & 6 Tahun 1975 Manual Administrasi Keuangan Daerah UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 PP No. 105 Tahun 2000 dan PP No. 108 Tahun 2000 Kepmendagri 29 tahun 2002 Peraturan Daerah Keputusan KDH

UU No 17 Tahun 2003 UU No. 1 Tahun 2004 UU No. 15 Tahun 2004 UU No. 32 Tahun 2004 UU No. 33 Tahun 2004 PP No. 24 Tahun 2005 Revisi PP No. 105 Tahun 2004 Revisi PP 108 Tahun 2000 Revisi Kepmendagri No. 29 Tahun 2002

Sumber: Mahmudi, Reformasi Keuangan Negara dan Daerah di Era Otonomi, Telaah Kritis Standar Akuntansi Pemerintahan, BPFE, 2006.

3. Berbagai Elemen Perbaikan Sistem Keuangan NegaraKelemahan dalam sistem keuangan negara Indonesia yang diwarisi dari Pemerintahan Orde Baru adalah bersifat mendasar. Kelemahan tersebut meliputi desain dan pelaksanaan sistem pengendalian internal, ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, penyimpanan keuangan negara yang semerawut, tidak adanya informasi tentang aset maupun hutang negara, dan pengungkapan SAL (Sisa Anggaran Lebih) yang tidak konsisten dan tidak memadai. Karena posisi keuangan negara tidak dilaporkan secara akurat dan tepat waktu. Rakyat dan DPR tidak dapat menggunakan hak budgetnya secara efektif. Karena tidak seluruh pendapatan dan pengeluaran negara ditarik dan digunakan berdasarkan Undang-Undang dan/ataupun dengan persetujuan DPR, Rakyat dan DPR tidak mengetahui secara persis berapa sebenarnya jumlah anggaran belanja negara, struktur pembelanjaannya maupun penggunaannya. Informasi tentang kontijensi penerimaan maupun pengeluaran negara tidak diketahui karena memang tidak diungkapkan oleh pemerintah dalam anggaran pendapatan dan belanjanya. Sistem yang buruk seperti itu tidak informatif untuk mengetahui posisi keuangan negara sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan serta melakukan antisipasi kedepan.Buruknya pengelolaan keuangan negara itu sekaligus telah menjadi salah satu faktor penyebab krisis ekonomi Indonesia pada tahun 1997-1998 dan lambatnya pemulihannya hingga saat ini. Peringkat atau rating SUN di pasar dunia masih jauh dibawah investment grade sehingga sulit untuk menjualnya dan bunganya pun sangat mahal (dua kali lipat) dari tingkat suku bunga pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan multilateral seperti IMF, Bank Dunia dan ADB. Pada saat ini belum ada daerah (Provinsi/Kota/Kabupaten) yang mampu memobilisir dana di pasar obligasi.Untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Pemerintah era reformasi telah melakukan koreksi secara menyeluruh sistem pembukuan, manajemen maupun pertanggungjawaban keuangan negara yang dipergunakan pada masa Pemerintahan Orde Baru. Koreksi pertama adalah dengan menyatukan anggaran negara yang tadinya dibagi dalam dua kelompok, yakni: anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Dalam masa Orde Baru, anggaran rutin dikontrol oleh Departemen Keuangan sedangkan besarnya anggaran pembangunan, struktur pembelanjaannya maupun alokasinya adalah dikendalikan oleh Bappenas. Dengan sistem politik otoriter, sistem pemerintahan yang sentralistis dan ekonomi yang relatif tertutup dan sistem kredit perbankan selektif, pada waktu itu, Indonesia menjalankan sistem perencanaan yang sentralistis. Koreksi kedua adalah semakin meniadakan anggaran non-budgeter. Koreksi ketiga adalah dengan memperkenalkan tiga paket Undang-Undang dibidang Keuangan Negara tahun 2003-2004. Bentuk koreksi keempat adalah dengan memperkenalkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).Penerimaan pembangunan dalam APBN Orde Baru terdiri dari dua sumber. Sumber pertama adalah penerimaan pembangunan yang terdiri dari hibah serta hutang luar negeri, erutama dari negara-negara donor yang tergabung dalam IGGI/CGI. Sumber kedua adalah surplus penerimaan dalam negeri setelah dikurangi dengan anggaran rutin. Dimasa itu, sumber utama penerimaan dalam negeri adalah dari royalti penambangan migas serta eksploitasi hutan maupun sumber daya alam lainnya. Pada waktu itu, hutang luar negeri disebut sebagai penerimaan pembangunan dan berfungsi untuk menutup defisit APBN agar menjadi seimbang.Pada hakikatnya, sebagian dari pengeluaran pembangunan dalam masa Orde Baru adalah merupakan suplemen dari pengeluaran rutin. Contohnya adalah biaya perjalanan dan honor pejabat yang langsung terlibat dalam menangani proyek-proyek pembangunan. Perbedaan gaji efektif antar pelaksana dengan non pelaksana proyek menimbulkan kecemburuan diantara pegawai negeri sipil dan anggota ABRI. Dewasa ini, hutang Pemerintah (dari hasil penjualan SUN di pasar dalam maupun luar negeri) hanya disebut hutang dan tidak lagi dinamakan sebagai penerimaan pembangunan seperti pada masa Orde Baru.APBN saat ini semakin meniadakan anggaran non-budgeter yang sangat berperan pada masa Pemerintahan Orde Baru. Hingga saat ini, hanya sebagian dari pengeluaran beberapa instansi Pemerintah, termasuk TNI/POLRI, yang bersumber dari APBN dan sebagian lainnya adalah berasal dari berbagai kegiatan bisnis yang terafliasi dengannya. Lembaga terafliasi tersebut adalah terdiri dari berbagai bentuk badan usaha milik koperasi karyawan, yayasan dan dana pensiun yang terafliasi dengan instansi pemerintah. Sumber lainnya dari anggaran non-budgeter adalah berasal dari pungutan liar penerimaan non pajak yang diatur dan dikumpulkan sendiri oleh instansi yang bersangkutan tanpa mengacu pada UU PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dan diluar pengetahuan DPR serta Departemen keuangan. Pungutan liar itu diadministrasikan sendiri oleh instansi yang bersangkutan dan digunakannya sendiri berdasarkan aturan yang dibuatnya sendiri pula. Termasuk dalam kelompok PNBP tidak resmi tersebut adalah balas jasa bunga uang Negara yang ditahan oleh instansi ataupun badan pemerintah yang bersangkutan. Ketiga paket Undang-Undang dibidang Keuangan Negara Tahun 2003-2004 mengubah secara mendasar sistem akuntansi, manajemen keuangan negara dan sistem anggaran Pemerintah. Salah satu aspek perubahan itu adalah dalam penggunaan sistem perbendaharaan tunggal yang terpadu (treasury single account). Selama ini, uang negara disimpan dalam berbagai rekening yang saling terpisah. Akibatnya, Menteri Keuangan tidak memiliki gambaran tentang posisi keuangan negara secara menyeluruh setiap saat. Perubahan yang kedua adalah menggantikan sistem pembukuan satu sisi (single entry account) dengan pembukuan dua sisi (double entry account).Perubahan mendasar ketiga adalah untuk secara bertahap akan menggantikan akuntansi yang berbasis kas dengan akrual. Dalam sistem akuntansi berbasis akrual dapat diukur biaya pelayanan jasa pemerintahan, efisiensi serta kinerja Pemerintah. Dalam sistem berbasis akrual juga dapat diketahui kewajiban kontijensi Pemerintah karena dicatat komitmen atau hak maupun kewajiban kontijensi negara terutama untuk penerimaan maupun pengeluaran yang melampaui masa satu tahun anggaran. Anggaran berbasis akrual akan memungkinkan perencanaan anggaran jangka panjang yang melebihi satu tahun anggaran.Pada masa Orde Baru, sebagian dari kewajiban kontijensi Pemerintah itu, seperti bea masuk serta pajak PT Timor maupun kewajiban atas proyek-proyek infrastruktur milik swasta adalah merupakan konsekuensi dari praktek-praktek KKN. BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang digunakan untuk rekapitalisasi industri perbankan nasional dan nasabahnya yang telah bangkrut pada saat krisis ekonomi tahun 1997-1998 juga merupakan bagian dari kewajiban kontijensi APBN. BLBI itu mencakup Rp650 triliun atau setara dengan separuh dari nilai PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia pada tahun 1998.Berdasarkan ketiga paket Undang-Undang dibidang Keuangan Negara Tahun 2003-2004 diatas, mulailah disusun pertanggungjawaban keuangan Negara yang transparan dan akuntabel. Sebelumnya, pemerintah mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBN dalam bentuk PAN (Perhitungan Anggaran Negara).C. KESIMPULANEra reformasi yang digulirkan tahun 1998 membawa banyak perubahan. Pada bidang akuntansi pemerintahan terjadi perkembangan yang signifikan. Perkembangan akuntansi pemerintahan dapat dilihat dari era orde baru hingga era pasca-reformasi. Kemudian perkembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari reformasi di bidang keuangan negara. Reformasi di bidang keuangan negara ditandai dengan beberapa perubahan yaitu: perubahan sistem akuntansi: dari single entry menjadi double entry dan perubahan basis pencatatan akuntansi dari basis kas menjadi basis akrual. Fase-fase penting dalam perkembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia dapat dilihat mulai dari Tahun 1975,Tahun 1979-1980, Tahun 1986, Tahun 1987-1988, Tahun 1992, Tahun 2001-2002 , Tahun 2003-2004, Tahun 2005 dan terakhir Tahun 2010. Fase-fase tersebut memberikan gambaran dengan jelas perkembangan akuntansi pemerintahan dimulai dengan penerbitan berbagai peraturan perundangan dan perubahan dalam sistem akuntansi pemerintahan.

DAFTAR PUSTAKA

Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta. Erlangga.

Bastian, Indra et al., 2006. Telaah Kritis Standar Akuntansi Pemerintahan. BPFE. Yogyakarta

Mahmudi. 2011. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta. UII Press. Peraturan Pemerintah Nomor. 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Peraturan Pemerintah Nomor. 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Simanjuntak, Binsar H. 2012. Menyongsong Era Baru Akuntansi Pemerintahan Di Indonesia. www.ksap.org

Tanjung, Abdul Hafiz. 2008. Akuntansi Pemerintahan Daerah: Konsep dan Aplikasi. Bandung. Alfabeta.

Tim Sosialisasi UU BPK Tahun 2006. Buku Kumpulan UUD 1945, Ketiga UU Keuangan Negara Tahun 2003-2004 dan UU No. 15 Tahun 2006 Tentang BPK. Jakarta. 30 Nopember 2006.

Worldbank. Pelayanan publik, reformasi yang sama-sama menang. http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publikation

14