Semsol 2014 Fix
-
Upload
feby-kusuma-dewi -
Category
Documents
-
view
27 -
download
12
description
Transcript of Semsol 2014 Fix
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini penderita dengan gangguan jiwa jumlahnya mengalami peningkatan
terkait dengan berbagai macam permasalahan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Salah satu
gangguan jiwa yang terjadi di Indonesia yaitu schizophrenia.(Maramis 2004). Karena itu
dibutuhkan obat-obatan antipsikosis.
Obat-obatan antipsikosis yang dapat meredakan gejala-gejala schizophrenia adalah
Klorpromazine HCl (CPZ). Klorpromazin HCl adalah turunan fenotiazin, pertama kali
dikembangkan pada tahun 1950 sebagai anestesi (Mayer, 1990). Saat ini Klorpromazin HCl
digunakan sebagai antiemetikum, sedativum, analgetikum.
Pada susunan saraf pusat CPZ menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh tak
acuh terhadap rangsang dari lingkungan. Pada pemakaian lama dapat timbul toleransi
terhadap efek sedasi. Timbulnya sedasi amat tergantung dari situs emosional penderita
sebelum minum obat.
CPZ menimbulkan efek menenangkan. Efek ini juga dimiliki oleh obat lain misalnya ,
barbiturat, narkotik, dan memprobamat. Tetapi berbeda dengan barbiturat, CPZ tidak bisa
mencegah timbulnya konvulsi akibat rangsang listrik maupun rangsang oleh obat. CPZ dapat
mengurangi atau mencegah muntah yang disebabkan oleh rangsangan pada chemoreceptor
trigger zone. Muntah yang disebabkan oleh kelainan saluran cerna atau vestibuler kurang
dipengaruhi, tetapi fenotiazin potensi tinggi dapat berguna untuk keadaan tersebut. Pada otot
rangka CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot seklet yang berada dalam keadaan spastik.
Cara kerja relaksasi ini di duga bersifat sentral, sebab sambungan saraf otot dan medula
spinalis tidak dipengaruhi CPZ.
Untuk memperoleh efek yang lebih cepat, dibuatlah sediaan CPZ injeksi 25 mg/ml.
Sediaan ini dapat langsung didistribusikan di dalam tubuh karena disuntikkan ke dalam
pembuluh darah sehingga cepat menimbulkan efek terapi dibandingkan sediaan tablet yang
harus mengalami penghancuran terlebih dahulu kemudian diabsorpsi di dalam gastro
intestinal.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui cara pembuatan injeksi Klorpromazin yang baik dan benar
2. Membandingkan formulasi injeksi Klorpromazin yang akan dibuat dengan formulasi
dari beberapa jurnal terdahulu.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sediaan Injeksi
1. Definisi Injeksi
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa
larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih
dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit
atau melalui kulit atau melalui selaput lendir.(FI.III.1979)
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang
dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang
bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang
dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler. (FI.IV.1995)
Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau
disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling
dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi
yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi
mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat
diterima.
Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial. Injeksi vial adalah
salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki
kapasitas atau volume 0,5 mL – 100 mL. Injeksi vial pun dapat berupa takaran tunggal
atau ganda dimana digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi
dengan volume sebanyak 5 mL atau pun lebih. (Anonim.Penuntun Praktikum Farmasetika
I.2011)
2. Rute-rute Injeksi
A. Parenteral Volume Kecil
a) Intradermal
Istilah intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan "dermis"
yang berarti sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi
anatominya mempunyai derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh darah betul-
betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi dengan
efek sistemik yang dapat dibandingkan karena absorpsinya terbatas, maka
penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat yang sensitif
atau untuk menentukan sensitivitas terhadap mikroorganisme.
2
b) Intramuskular
Istilah intramuskular (IM) adalah memasukkan sejumlah zat/cairan ke dalam
otot dengan jarum suntik. Cairan yang digunakan biasanya dalam jumlah kecil,
antara 0,5-10 cc Rute intramuskular menyiapkan kecepatan aksi onset sedikit
lebih normal daripada rute intravena, tetapi lebih besar daripada rute subkutan.
c) Intravena
Istilah intravena (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika tidak ada absorpsi,
puncak konsentrasi dalam darah terjadi dengan segera, dan efek yang
diinginkan dari obat diperoleh dengan cepat.
Risiko injeksi iv :
Infeksi : terutama oleh Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Phlebitis : iritasi vena bukan karena infeksi bakterial
Infiltrasi : zat yang disuntikkan masuk ke jaringan sekitar.
Embolism : gumpalan darah, massa padat atau udara menyumbat
pembuluh darah, terutama pada pemberian central iv. Udara sebanyak 30
ml dapat mengancam sirkulasi darah. Jika sekaligus banyak, maka dapat
merusak sirkulasi pulmonal dan mengancam jiwa. Udara yang sangat
besar (3-8 ml/kgBB) dapat menghentikan jantung.
d) Subkutan
Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit. Parenteral
diberikan dengan rute ini mempunyai perbandingan aksi onset lambat dengan
absorpsi sedikit daripada yang diberikan dengan IV atau IM.
e) Rute intra-arterial; disuntikkan langsung ke dalam arteri, digunakan untuk rute
intravena ketika aksi segera diinginkan dalam daerah perifer tubuh.
f) Intrakardial; disuntikkan langsung ke dalam jantung, digunakan ketika
kehidupan terancam dalam keadaan darurat seperti gagal jantung.
g) Intraserebral; injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal
sebagaimana penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia.
h) Intraspinal; injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari
obat dalam daerah lokal. Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti
leukemia.
i) Intraperitoneal dan intrapleural ; Merupakan rute yang digunakan untuk
pemberian berupa vaksin rabies. Rute ini juga digunakan untuk pemberian
larutan dialisis ginjal.
3
j) Intra-artikular
Injeksi yang digunakan untuk memasukkan bahan-bahan seperti obat
antiinflamasi secara langsung ke dalam sendi yang rusak atau teriritasi.
k) Intrasisternal dan peridual ;
Injeksi ke dalam sisterna intracranial dan durameter pada urat spinal.
Keduanya merupakan cara yang sulit dilakukan, dengan keadaan kritis untuk
injeksi.
l) Intrakutan (i.c)
Injeksi yang dimasukkan secara langsung ke dalam epidermis di bawah
stratum corneum. Rute ini digunakan untuk memberi volume kecil (0,1-0,5 ml)
bahan-bahan diagnostik atau vaksin.
m) Intratekal
Larutan yang digunakan untuk menginduksi spinal atau anestesi lumbar oleh
larutan injeksi ke dalam ruang subarachnoid. Cairan serebrospinal biasanya
diam pada mulanya untuk mencegah peningkatan volume cairan dan pengaruh
tekanan dalam serabut saraf spinal. Volume 1-2 ml biasa digunakan. Berat
jenis dari larutan dapat diatur untuk membuat anestesi untuk bergerak atau
turun dalam kanal spinal, sesuai keadaan tubuh pasien.
B. Parenteral Volume Besar
Untuk pemberian larutan volume besar, hanya rute intravena dan subkutan yang
secara normal digunakan.
a) Intravena
Keuntungan rute ini adalah :
jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan bahkan bahan
tambahan banyak digunakan IV daripada melalui SC,
cairan volume besar dapat disuntikkan relatif lebih cepat;
efek sistemik dapat segera dicapai;
level darah dari obat yang terus-menerus disiapkan, dan
kebangkitan secara langsung untuk membuka vena untuk pemberian
obat rutin dan menggunakan dalam situasi darurat disiapkan.
Kerugian rute ini adalah :
4
gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan volume cairan
dalam sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam
jumlah besar;
perkembangan potensial trombophlebitis;
kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari kontaminasi larutan atau
teknik injeksi septik
pembatasan cairan berair.
b) Subkutan
Penyuntikan subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah alternatif ketika
rute intravena tidak dapat digunakan. Cairan volume besar secara relatif dapat
digunakan tetapi injeksi harus diberikan secara lambat. Dibandingkan dengan
rute intravena, absorpsinya lebih lambat, lebih nyeri dan tidak menyenangkan,
jenis cairan yang digunakan lebih kecil (biasanya dibatasi untuk larutan
isotonis) dan lebih terbatas zat tambahannya.
3. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Injeksi
Keuntungan
1) Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan, yang menjadi
pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma, shok.
2) Terapi parenteral diperlukan untukobat-obat yang tidak efektif secara oral atau
yang dapat dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin, hormon dan
antibiotik.
5
3) Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar harus
diberikan secara injeksi.
4) Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari ahli karena
pasien harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga dalam beberapa kasus,
pasien tidak dapat menerima obat secara oral.
5) Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila
diinginkan seperti pada gigi dan anestesi.
6) Dalam kasus simana dinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk parenteral
tersedia, termasuk injeksi steroid periode panjang secara intra-artikular dan
penggunaan penisilin periode panjang secara i.m.
7) Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan
cairan dan elektrolit.
8) Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat
dipenuhi melalui rute parenteral.
9) Aksi obat biasanya lebih cepat.
10) Seluruh dosis obat digunakan.
11) Beberapa obat, seperti insulin dan heparin, secara lengkap tidak aktif ketika
diberikan secara oral, dan harus diberikan secara parenteral.
12) Beberapa obat mengiritasi ketika diberikan secara oral, tetapi dapat ditoleransi
ketika diberikan secara intravena, misalnya larutan kuat dektrosa.
13) Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau shok, pemberian intravena dapat
menyelamatkan hidupnya.
Kerugian Injeksi
1) Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan
waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian rute lain.
2) Pada pemberian parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk pengerjaan
secara aseptik dari beberapa rasa sakit tidak dapat dihindari.
3) Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan efek
fisiologisnya.
4) Karena pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih mahal
dibandingkan metode rute yang lain.
5) Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama
bila sulit untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian i.v.
6
6) Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis.
7) Sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien
hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya sulit
untuk dikembalikan lagi.
8) Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara
atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat
berupa reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan.
4. Bentuk-bentuk Sedian Injeksi
1) Larutan air: merupakan bentuk yang paling sederhana dan banyak digunakan.
Bentuk larutan air dapat digunakan untuk semua rute pemberian.
2) Suspensi air: biasanya diberikan dalam rute intramuscular(im) dan subkutan (sc).
Suspensi tidak pernah diberikan secara intravena (iv), intraarteri, inraspinal,
inrakardiak, atau injeksi optalmik. Ukuran partikel suspensi biasanya kecil dan
distribusi ukuran partikel harus dikontrol untuk meyakinkan partikel dapat
melewati jarum suntik saat pemberian. Ukuran partikel tidak boleh membesar dan
tidak boleh terjadi caking saat penyimpanan.
3) Larutan kering: untuk sediaan yang larut dalam air, tetapi tidak stabil di air.
4) Larutan minyak: dibuat bila zat aktif tidak larut air tetapi larut dalam minyak dan
diberikan melalui im. Larutan minyak menimbulkan efek depo, untuk masalah
iritasi dan sensitisasi, suspensi air lebih dipilih dibanding larutan minya.
5) Suspensi minyak: injeksi suspensi bisa juga dibuat dalam pembawa minyak,
meskipun pembuatannya lebih jarang dibanding suspensi air. Suspensi minyak
dapat menimbulkan efek depot/lepas lambat pada rute pemberian im.
6) Injeksi minyak: senyawa yang bersifat lipofilik banyak yang dibuat dalam bentuk
injeksi minyak. Sediaan ini secara umum digunakan dengan rute im, dan pada
keadaan normal tidak digunakan untuk rute lain.
7) Emulsi: zat yang bersifat lipofilik juga dapat dibuat dalam bentuk emulsi o/w. Zat
dapat dilarutkan dalam larutan minyak atau zatnya sendiri sudah benbentuk
minyak. Droplet minyak harus dikontrol dengan hati-hati dan pada saat
penyimpanan agar emulsi tidak pecah. Ukuran droplet ideal 3 μm. Biasanya
dalam bentuk nutrisi parenteral.
8) Larutan koloidal: biasanya diberikan melalui rute im.
9) Sistem pelarut campur: banyak kondisi klinik sangat diperlukan suatu zat dibuat
dalam bentuk larutan sejati, agar siap bercampur dengan larutan iv ketika
7
diberikan. Untuk zat yang sukar larut dalam air, maka selain digunakan dalam
bentuk garam atau diformulasi dalam pH tinggi atau rendah, beberapa zat dapat
pula diformulasi dalam pelarut campur. Kosolvent digunakan untuk menurunkan
polaritas pembawa sehingga zat lebih larut. Pemberian biasanya mengiritasi,
toksik dan menimbulkan rasa nyeri. Pemberian intravena perlu dilakukan
perlahan untuk mencegah presipitasi zat aktif. Pemilihan kosolvent terbatas oleh
toksitas.
10) Larutan terkonsentrasi: berupa konsentrat dan diberikan dengan dilarutkan dahulu
di dalam larutan iv.
11) Serbuk untuk injeksi: beberapa zat yang tidak stabil dalam air, sehingga dibuat
dalam bentuk serbuk untuk injeksi. Sediaan ini bisa berupa serbuk ‘dry filled’
atau serbuk liofilisasi (‘freeze dried’).
12) Implant: biasanya berupa hormon dan diberikan dengan maksud pemberian
lambat, ditunda atau dikontrol, dimana pemberian tidak dapat dilakukan via oral.
5. Komposisi Injeksi
1) Bahan aktif : zat utama yang memiliki efek terapi
2) Bahan tambahan
a. Antioksidan : Garam-garam sulfurdioksida, termasuk bisulfit, metasulfit dan
sulfit adalah yang paling umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu
digunakan :Asam askorbat, Sistein, Monotiogliseril, Tokoferol.
b. Bahan antimikroba atau pengawet : Benzalkonium klorida, Benzil alcohol,
Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol, Butil p-hidroksibenzoat, Metil p-
hidroksibenzoat, Propil p-hidroksibenzoat, Fenol.
c. Buffer : Asetat, Sitrat, Fosfat.
d. Bahan pengkhelat : Garam etilendiamintetraasetat (EDTA).
e. Gas inert : Nitrogen dan Argon.
f. Bahan penambah kelarutan (Kosolven) : Etil alcohol, Gliserin, Polietilen
glikol, Propilen glikol, Lecithin
g. Surfaktan : Polioksietilen dan Sorbitan monooleat.
h. Bahan pengisotonis : Dekstrosa dan NaCl
i. Bahan pelindung : Dekstrosa, Laktosa, Maltosa dan Albumin serum manusia.
j. Bahan penyerbuk : Laktosa, Manitol, Sorbitol, Gliserin.
3) Pembawa
8
Pembawa air
Pembawa nonair dan campuran
o Minyak nabati : Minyak jagung, Minyak biji kapas, Minyak kacang, Minyak
wijen
o Pelarut bercampur air : Gliserin, Etil alcohol, Propilen glikol, Polietilenglikol
300.
Bahan pembawa injeksi dapat berupa air maupun non air. Sebagian besar produk
parenteral menggunakan pembawa air. Hal tersebut dikarenakan kompatibilitas air dengan
jaringan tubuh, dapat digunakan untuk berbagai rute pemberian, air mempunyai konstanta
dielektrik tinggi sehingga lebih mudah untuk melarutkan elektrolit yang terionisasi dan ikatan
hydrogen yang terjadi akan memfasilitasi pelarutan dari alkohol, aldehid, keton, dan amin.
Syarat air untuk injeksi menurut USP :
a. Harus dibuat segar dan bebas pirogen.
b. Tidak mengandung lebih dari 10 ppm dari total zat padat.
c. pH antara 5-7
d. Tidak mengandung ion-ion klorida, sulfat, kalsium dan amonium,
karbondioksida, dan kandungan logam berat serta material organik (tanin,
lignin), partikel berada pada batas yang diperbolehkan.
6. Air Pro Injeksi
Aqua bidest dengan pH tertentu, tidak mengandung logam berat (timbal, Besi,
Tembaga), juga tidak boleh mengandung ion Ca, Cl, NO3, SO4, amonium, NO2, CO3.
Harus steril dan penggunaan diatas 10 ml harus bebas pirogen. Aqua steril Pro Injeksi
9
adalah air untuk injeksi yang disterilisasi dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak
mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya
Cara pembuatan : didihkan air selama 30 menit dihitung dari setelah air mendidih di
atas api lalu didinginkan. Cara : Aqua p.i + karbon aktif 0,1% dari volume, dipanaskan
60-70oC selama 15 menit. Tidak boleh menggunakan Aqua DM karena ada zat-zat
organik yang tidak bermuatan dapat lolos, ditanggulangi dengan filtrasi karbon adsorben
dan filtrasi bakteri.
1) Air Pro Injeksi Bebas CO2
CO2 mampu menguraikan garam natrium dari senyawa organic seperti
barbiturate dan sulfonamide kembali membentuk asam lemahnya yang mengendap.
Cara pembuatan : Mendidihkan air p.i selama 20-30 menit lalu dialiri gas nitrogen
sambil didinginkan. (Rep. Tek Fa. Steril hal 4)
2) Air Pro Injeksi bebas O2
Dibuat dengan mendidihkan air p.i selama 20-30 menit dan pada saat
pendinginannya dialiri gas nitrogen. Dipakai untuk melarutkan zat aktif yang mudah
teroksidasi, seperti apomorfin, klorfeniramin, klorpromazin, ergometrin, ergotamine,
metilergotamin, proklorperazin, promazin, promesatin HCl, sulfamidin, turbokurarin.
3) Pembawa Non Air
Pembawa non air digunakan jika:
a. Zat aktif tidak larut dalam air
b. Zat aktif terurai dalam air
c. Diinginkan kerja depo dalam sediaan Syarat umum pembawa non air .
d. Tidak toksik, tidak mengiritasi dan menyebabkan sensitisasi
e. Dapat tersatukan dengan zat aktif
f. Inert secara farmakologi
g. Stabil dalam kondisi di mana sediaan tersebut biasa digunakan
h. Viskositasnya harus sedemikian rupa sehingga dapat disuntikan dengan muda
i. Harus tetap cair pada rentang suhu yang cukup lebar
j. Mempunyai titik didih yang tinggi sehingga dapat dilakukan sterilisasi
dengan panas
k. Dapat bercampur dengan air atau cairan tubuh
7. Syarat-syarat Injeksi
1) Bebas dari mikroorganisme, steril atau dibuat dari bahan-bahan steril di bawah
kondisi yang kurang akan adanya kombinasi mikroorganisme (proses aseptik).
10
2) Bahan-bahan bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik lainnya.
3) Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut.
4) Sterilitas
5) Bebas dari bahan partikulat
6) Bebas dari Pirogen
7) Kestabilan
8) Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah.
8. Wadah Injeksi
Vial
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan
pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat berupa
takaran tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau
suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila diperdagangan, botol ini
ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk
menghisap cairan injeksi. (R. Voight hal 464).
Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran ganda):
1) Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan adanya
kontak dengan lingkungan luar yang ada mikroorganismenya.
2) Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung isotonis
(0,6% – 0,2%) (FI IV hal. 13)
3) Perlu dapar sesuai pH stabilitasnya
4) Zat pengawet (FI IV hal 17) keculai dinyatakan lain, adalah zat pengawet yang
cocok yang dapat ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan dalam wadah
ganda/injeksi yang dibuat secara aseptik, dan untuk zat yang mepunyai
bakterisida tidak perlu ditambahkan pengawet.
11
Ampul
Ampul adalah wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung
runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20 kadang-
kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total
jumlah cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu kali
injeksi. Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk
bahan obat peka cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua. Ampul gelas
berleher dua ini sangat berkembang pesat sebagai ampul minum untuk pemakaian
peroralia
Ampul merupakan wadah takaran tunggal sehingga penggunaannya untuk satu kali
injeksi. Ampul dibuat dari bahan gelas tidak berwarna akan tetapi untuk bahan obat yang
peka terhadap cahaya, dapat digunakan ampul yang terbuat dari bahan gelas berwarna
coklat tua.
Cara Pengisian Ampul.
Untuk pengisian ampul, jarum hipodermik panjang adalah penting karena lubangnya
kecil. Jarum harus dimasukkan ke dalam ampul sampai di bawah. Leher ampul, tetapi
tidak cukup jauh untuk masuk ke dalam larutan yang dimasukkan ke dalam ampul.
Jarum harus dikeluarkan dari ampul tanpa menggunakan tetes larutan pada dinding
primer dari leher ampul. Metode ini digunakan untuk mencegah pengurangan dan
pengotoran jika ampul disegel
Cara Penyegelan Ampul
Ampul dapat ditutup dengan melelehkan bagian gelas dari leher ampul sehingga
membentuk segel penutup atau segel tarik. Segel penutup dibuat dengan melelehkan
12
sebagian gelas pada bagian atas leher ampul bulatan gelas dan menutup bagian yang
terbuka. Segel tarik dibuat dengan memanaskan leher dari suatu ampul yang berputar
di daerah ujungnya kemudian menarik ujungnya hingga membentuk kapiler kecil
yang dapat diputar sebelum bagian yang meleleh tersebut ditutup.
9. Penandaaan
Pada etiket tertera nama sediaan, untuk sediaan cair tertera persentase atau jumlah zat
aktif dalam volume tertentu, cara pemberian, kondisi penyimpanan dan tanggal
kadaluarsa, nama pabrik pembuat dan atau pengimpor serta nomor lot atau bets yang
menunjukkan identitas. Nomor lot dan nomor bets dapat memberikan informasi tentang
riwayat pembuatan lengkap meliputi seluruh proses pengolahan, sterilisasi, pengisian,
pengemasan, dan penandaan.
Bila dalam monografi tertera berbagai kadar zat aktif dalam sediaan parenteral
volume besar, maka kadar masing-masing komponen disebut dengan nama umum
misalnya injeksi Dekstrosa 5% atau Injeksi Dekstrosa (5%).
Bila formula lengkap tidak tertera dalam masing-masing monografi, Penandaan
mencakup informasi berikut :
1) Untuk sediaan cair, persentase isi atau jumlah tiap komponen dalam volume tertentu,
kecuali bahan yang ditambahkan untuk penyesuaian pH atau untuk membuat larutan
isotonik, dapat dinyatakan nama dan efek bahan tersebut
2) Sediaan kering atau sediaan yang memerlukan pengenceran sebelum digunakan,
jumlah tiap komponen, komposisi pengencer yang dianjurkan, jumlah yang
diperlukan untuk mendapat konsentrasi tertentu zat aktif dan volume akhir larutan
yang diperoleh , uraian singkat pemerian larutan terkonstitusi, cara penyimpanan dan
tanggal kadualarsa.
3) Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak
tertutup oleh etiket, untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual.
10. Pengemasan dan Penyimpanan
Volume injeksi wadah dosis tunggal dapat memberikan jumlah tertentu untuk
pemakaian parenteral sekali pakai dan tidak ada yang memungkinkan pengambilan isi
dan pemberian 1 liter. (FI Ed. IV, Hal 11)
13
Untuk penyimpanan obat harus disimpan sehingga tercegah cemaran dan penguraian,
terhindar pengaruh udara, kelembaban, panas dan cahaya. Kondisi penyimpanan
tergantung pada sediaannya, misalnya kondisi harus disimpan terlindung cahaya,
disimpan pada suhu kamar, disimpan di tempat sejuk, disimpan di temapat dingin (FI Ed.
III, Hal XXXIV)
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk Sediaan Steril
Prinsip dari CPOB adalah memperkecil pencemaran mikroba, partikulat, dan pirogen.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Keberadaan ruang penyangga untuk personil dan /atau peralatan dan bahan
Pembuatan produk dan proses pengisian dilakukan pada ruangan terpisah
Kondisi “operasional dan non operasional” hendaklah ditetapkan untuk tiap ruang
bersih.
4 kelas kebersihan pada pembuatan produk steril:
1) Kelas A. Untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misalnya pengisian wadah tutup karet,
ampul, dan vial terbuka, penyambungan secara aseptik. Umumnya kondisi ini dicapai
dengan memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) dengan kecpatan 0,36-
0,54 m/detik. Contoh kegiatan: pembuatan dan pengisian aseptik
2) Kelas B. Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptik, kelas ini adalah lingkungan
latar belakang untuk zona kelas A
3) Kelas C .Untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat risiko lebih
rendah.Contoh kegiatan: Pembuatan larutan
4) Kelas D. Untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat risiko lebih
rendah. Contoh kegiatan: penanganan komponen setelah pencucian
2.3 Sterilisasi
1. Definisi Sterilisasi
14
Sterilisasi adalah menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk patogen,
nonpatogen, vegetative, nonvegetativ dari suatu objek atau material.. Suatu bahan
dinyatakan steril bila sama sekali bebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun
yang tidak, baik dalam bentuk vegetatip maupun dalam bentuk tidak vegetatip (spora).
Ada 3 alasan utama untuk melakukan sterilisasi dan desinfeksi :
Untuk mencegah transmisi penyakit
Untuk mencegah pembusukan material oleh mikroorganisme
Untuk mencegah kompetisi nutrien dalam media pertumbuhan sehingga
memungkinkan kultur organisme spesifik berbiak untuk keperluan sendiri (seperti
produksi ragi) atau untuk metabolitnya (seperti untuk memproduksi minuman dan
antibiotika).
2. Lima metode yang umum digunakan untuk mensterilkan produk farmasi :
a. Sterilisasi uap (lembab panas) :
Sterilisasi uap dilakukan dalam autoklaf dan menggunakan uap air dengan tekanan.
Cara ini dilakukan sebagai cara yang terpillih pada hampir semua keadaan di mana produk
mampu diperlakukan seperti itu. Tekanan uap air yang lazim, temperatur yang dapat
dicapai dengan tekanan tersebut, dan penetapan waktu yang dibutuhkan untuk sterilisasi
sesudah sistem mencapai temperatur yang ditentukan, adalah sebagai berikut :
Tekanan 10 pound (115,5oC), untuk 30 menit
Tekanan 15 pound (121,5oC), untuk 20 menit
Tekanan 20 pound (126,5oC), untuk 15 menit
Dapat dilihat, makin besar tekanan yang dipergunakan makin tinggi temperatur yang
dicapai dan makin pendek waktu yang diutuhkan untuk sterilisasi. Suatu siklus autoklaf
yang ditetapkan dalam farmakope untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit pada
suhu 121oC kecuali dinyatakan lain.
Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah kerena terjadinya
denaturasi dan koagulasi beberapa protein esensial organisme tersebut. Pada umumnya
metode sterilisasi ini digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan – bahan yang dapat
tahan terhadap temperatur yang dipergunakan dan penembusan uap air, tetapi tidak timbul
efek yang tidak dikehendaki akibat uap air tersebut. Metode ini juga dipergunakan untuk
larutan dalam jumlah besar, alat – alat gelas, pembalut operasi dan instrumen. Tidak
digunakan untuk mensterilkan minyak – minyak, minyak lemak, dan sediaan – sediaan
lain yang tidak dapat ditembus oleh uap air atau pensterilan serbuk terbuka yang mungkin
rusak oleh uap air jenuh.
15
b. Sterilisasi panas kering:
Sterilisasi panas kering biasanya dilakukan dengan oven pensteril yang dirancang
khusus untuk tujuan itu. Sterilisasi panas kering, biasanya ditetapkan pada temperatur 160o
– 170oC dengan waktu tidak kurang dari 2 jam. Rentang suhu khas yang dapat diterima di
dalam bejan sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15oC, jika alat strilisasi beroperasi
pada suhu tidak kurang dari 250oC. (Anonim, 1995).
Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawa – senyawa yang tidak
efektif disterilkan dengan uap air panas. Senyawa – senyawa tersebut meliputi minyak
lemak, gliserin, berbagai produk minyak tanah seperti petrolatum, petrolatum cair (minyak
mineral), paraffin dan berbagai serbuk yang stabil oleh pemanasan seperti ZnO.(Ansel,
1989).
c. Sterilisasi dengan penyaringan
Sterilisasi dengan penyaringan tergantung pada penghilangan mikroba secara fisik
dengan adsorbsi pada media penyaring atau dengan makanisme penyaringan, digunakan
untuk sterilisasi larutan yang tidak tahan panas.
Penyaringan – penyaringan yang ada meliputi :
1. Penyaring berbentuk tabung reaksi disebut sebagai ”lilin penyaring” yang dibuat
dari tanah infusoria yang dikempa (penyaring Berkefeld dan Mandler).
2. Lilin penyaring dibuat dari porselen yang tidak dilapisi (penyaring Pasteur
Chamberland, Doulton, dan Selas).
3. Piringan asbes yang dikempa dipasang ditempat khusus dalam peralatan saringan
(penyaring Seitz dan Swinney).
4. GelasBuchner-jenis corong dengan pegangan gelas yang menjadi satu.
Ukuran penyaring. Pengukuran porositas membran penyaring dilakukan dengan
pengukuran nominal yang menggambarkan kemampuan membran penyaring untuk
menahan mikroba dari galur tertentu dengan ukuran yang sesuai, bukan dengan penetapan
suatu ukuran rata – rata pori dan pernyataan tentang distribusi ukuran. (Anonim, 1995).
d. Sterilisasi gas
Beberapa senyawa yang tidak tahan terhadap panas dan uap dapat disterilkan dengan
baik dengan memaparkan gas etilen oksida tau propilen oksida bila dibandingkan dengan
16
cara – cara lain. Keburukan dari etilen oksida adalah sifatnya yang sangat mudah terbakar,
walaupun sudah dicampur dengan gas inert yang sesuai, bersifat mutagenik, dan
kemungkinan adanya residu toksik di dalam bahan yang disterilkan, terutama yang
mengandung ion klorida.
e. Sterilisasi dengan radiasi pengionan
Teknik – teknik yang disediakan untuk sterilisasi beberapa jenis sediaan – sediaan
farmasi dengan sinar gama dan sinar – sinar katoda, tetapi penggunaan tehnik – tehnik ini
terbatas karena memerlukan peralatan yang sangat khusus dan pengaruh – pengaruh
radiasi pada produk – produk dan wadah – wadah. Keunggulan sterilisasi iradiasi meliputi
reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang dapat diukur, dan kenyataan yang
membuktikan bahwa variabel yang dikendalikan lebih sedikit. Ada 2 jenis radiasi ion yang
digunakan, yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi gamma) dan radiasi
berkas elektron. (Anonim, 1995).
2.4 Praformulasi Injeksi Klorpromazin HCl
DATA PRAFORMULASI BAHAN AKTIFNama Bahan Aktif : Klorpromazin HCl
(FI IV hal 213, DI hal 1164))Rumus molekul : C17H19CIN2S,HCl
NO PARAMETER DATA
1. PemerianSerbuk hablur, putih atau agak krem putih; tidak berbau; warna
menjadi gelap karena pengaruh cahaya
2. KelarutanSangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam etanol dan dalam
kloroform, tidak larut dalam eter dan dalam benzena
3. Ph 3,4 – 5,4 (FI IV hal 213)
4. Indikasi Antiemetikum dan antimual5. Dosisi Lazim 25 – 50 mg setiap 3-4jam untuk i.m6. Cara Pemakaian Oral, Intra Muscular
7.Sediaan Lazim dan
Kadar25 mg/ mL
8.Wadah dan
PenyimpananDalam wadah tertutup baik terlindungi dari cahaya.
9. Sterilisasi Filtrasi
10. Stabilitas Stabil pada suhu di bawah 40oC bahkan lebih pada suhu 15-30oC
DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHANNama Bahan Tambahan : Natrium Bisulfit
(FI ed.IV Hal: 69)NO PARAMETER DATA
17
1. PemerianHablur atau serbuk; yang berbentuk hablur tidak berwarna, yang
berbentuk serbuk berwarna putih atau kuning gading; bau belerang; rasa asam dan asin.
2. KelarutanLarut dalam 2 bagian air; sukar larut dalam etanol (95%) p. Bebas larut
dalam gliserin.
3. OTTBereaksi dengan simpatomimetik dan obat lain yang memiliki derivat orto dan para hidroksibenzil alkohol untuk membentuk derivat asam
sulfonat yang mempunyai sedikit atau tidak aktivitas farmokologi
4. Ph 3-5
5. Indikasi Antioksidan
6.Sediaan Lazim dan
Kadar1 mg/ mL
7Wadah dan
PenyimpananDalam wadah tertutup baik terlindungi dari cahaya.
8. Sterilisasi Filtrasi
9. Stabilitas Stabil pada suhu dibawah 40oC.
10. Konsentrasi 0,1 % - 1 %
DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHANNama Bahan Tambahan : NaCl (Natrium klorida)
(FI ed : IV)NO PARAMETER DATA
1. PemerianKristal tidak berbau tidak berwarna atau serbuk kristal putih, tiap 1g setara dengan 17,1 mmol NaCl.2,54g NaCl ekivalen dengan 1 g Na
2. Kelarutan1 bagian larut dalam 3 bagian air, 10 bagian gliserol, sukar larut dala, etanol 95%
3. pH 4,5 –7(DI 2003 hal 1415) 6,7-7,3
4. Indikasi Untuk menghasilkan larutan isotonis
5Wadah dan
Penyimpanan
Bahan padat stabil Disimpan pada wadah tertutup rapat, pada tempat yang sejuk dan kering.
6. Sterilisasi Autoklaf atau filtrasi7. Stabilitas Stabil dalam bentuk larutan.8. OTT logam Ag, Hg, Fe9. Konsentrasi < 0,9%
DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHANNama Bahan Tambahan : Aqua Pro Injeksi
(FI ed : IV Hal : 112)
18
NO PARAMETER DATA
1. Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau.
2. pH 5-7
3. Indikasi Pelarut
BAB 3
METODOLOGI
19
3.1 Perbandingan Formula
Nama ObatFormula
1
Formula
2
Formula
3
Formula
4Fungsi
Klorpromazin
HCl10 mg 25 mg 25 mg 25 mg Zat Aktif
Na. Bisulfit - - 1 mg 1 mg Antioksidan
NaCl - - 6 mg 5 mg Pengisotonis
Benzil Alkohol - 15 mg 15 mg - Pengawet
Ascorbic Acid 2 mg - 2 mg - Antioksidan
Aqua Pro
Injectionad 1 mL ad 1 mL ad 1 mL Ad 1 mL Pelarut
3.2 Cara Pembuatan Sediaan Steril Injeksi Klorpromazin
Gambaran umum pembuatan sediaan steril ada 2 macam, yaitu :
1. Cara aseptik
2. Cara non-aseptik ( Nasteril )
1. Cara aseptik :
Digunakan kalau bahan obatnya tidak dapat disterilkan, karena akan rusak atau
mengurai.
Caranya :
Zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat dari gelas untuk pembuatan, dan yang
lainnya yang diperlukan disterilkan sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat, zat
pembawa, zat pembantu dicampur secara aseptik dalam ruang aseptik hingga
terbentuk larutan injeksi dan dikemas secara aseptic
Skema pembuatan secara aseptik
Bahan obat
Zat pembawa ( steril ) Zat pembantu ( steril )
20
Alat untuk pembuatan
( gelas )
↓
Dicuci → Disterilkan →Dilarutkan (ruang steril )
wadah ( ampul, vial )
↓
↓
Dicuci → Disterilkan →Diisi
↓
Ditutup kedap
↓
Dikarantina
↓
Diberi etiket dan dikemas Diperiksa
2. Cara non-aseptik ( NASTERIL ).
Dilakukan sterilisasi akhir
Caranya :
21
Skema pembuatan non-aseptik
Bahan obat
Zat pembawa Zat pembantu
Alat untuk pembuatan
( gelas )
↓
Dicuci Dilarutkan ( ruang steril )
↓
wadah ( ampul, vial )
↓
Disaring
↓
DicuciDiisi
↓
Ditutup kedap
↓
Disterilkan
↓
Dikarantina
↓
Diberi etiket dan dikemas Diperiksa
3.3 Evaluasi Sediaan Injeksi
Dilakukan setelah sediaan disterilkan dan sebelum wadah dipasang etiket dan dikemas
22
1. Evaluasi Fisika
a. Penetapan pH . (FI ed. IV, hal 1039-1040)
b. Bahan Partikulat dalam Injeksi <751> ( FI> ed IV, hal. 981-984).
c. Penetapan Volume Injeksi Dlam Wadah <1131> (FI ed. IV Hal 1044).
d. Uji Keseragaman Bobot dan Keseragaman Volume (FI ed III hal. 19)
e. Uji Kejernihan Larutan (FI ED. IV, hal 998)
f. Uji Kebocoran (Goeswin Agus, Larutan Parenteral.
Pada pembuatan kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan dengan mata tetapi untuk
produksi skala besar hal ini tidak mungkin dikerjakan. Wadah-wadah takaran
tunggal yang masih panas setelah selesai disterilkan dimasukkan kedalam larutan
biru metilen 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor maka larutan biru metilen
akan dimasukkan kedalamnya karena perbedaan tekanan di luar dan di dalam
wadah tersebut. Cara ini tidak dapat dilakukan untuk larutan-larutan yang sudah
berwarna. Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik, jika ada kebocoran
maka larutan ini akan keluar dari dalam wadah. Wadah-wadah yang tidak dapat
disterilkan, kebocorannya harus diperiksa dengan memasukkan wadah-wadah
tersebut ke dalam eksikator yang divakumkan. Jika ada kebocoran akan diserap
keluar.
g. Uji Kejernihan dan Warna ( Goeswin Agus, Larutan Parenteral, HAL 201)
h. Umumnya setiap larutan suntik harus jernih dan bebas dari kotoran-kotoran. Uji
ini sangat sulit dipenuhi bila dilakukan pemeriksaan yang sangat teliti karena
hampir tidak ada larutan jernih. Oleh sebab itu untuk uji ini kriterianya cukup jika
dilihat dengan mata biasa saja yaitu menyinari wadah dari samping dengan latar
belakang berwarna hitam dan putih. Latar belakang warna hitam dipakai untuk
menyelidiki kotoran-kotoran berwarna muda, sedangkan latar belakang putih
untuk menyelidiki kotoran-kotoran berwarna gelap.
2. Evaluasi Biologi
a. Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba <61> (FI ed IV, HAL 854-855)
23
b. Uji Sterilitas <71> (FI ed. IV, HAL 855-863)
c. Uji Endotoksin Bakteri <201> (FI ed. IV, HAL 905-907)
d. Uji Pirogen <231> (FI ed. IV, HAL. 908-909)
e. Uji Kandungan Zat Antimikroba <441> (FI ed. IV, HAL. 939-942)
3. Evaluasi Kimia
a. Uji Identifikasi (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing)
b. Penetapan Kadar (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing
3.4 Perhitungan Isotonis
Beberapa cara dapat menjadikan larutan isotonis :
a. Penurunan titik beku
W = (0,52– a) / b
W = jumlah (g) bahan pembantu isotonic dalam 100 ml larutan
a = turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung denganmemperbanyak nilai untuk larutann 1%
b/v.
b = turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantuisotonis.
b. Kesetaraan dengan garam natrium klorida. Ekivalensi natrium klorida memberikan jumlah natrium
klorida (g) yang menghasilkan tekanan osmotic sama seperti 1 gram bahan obat dnegan syarat bahwa
baik natrium klorida maupun bahan obat berada dalam larutan bervolume sama. Maka, 1 gram bahan
obat ekuivalen dengan tekanan osmoticdari x gram natrium klorida. Dengan bantuan ekuivalensi
natrium klorida, kitadapat menghitung volume air yang dibutuhkan untuk membuat larutan bahanobat
isotonik.
c. Kesetaraan volume isotonic. Perhitungan didasarkan pada kenyataan bahwa larutan isotonic
ditambahlarutan isotonic hasilnya larutan isotonic.
Rumus : V = w x E x 111,1
V = volume larutan bahan obat isotonic yang dicari (ml)
w = masa bahan obat (g) dan larutan yang dibuat
E = ekuivalensi natrium klorida
111,1 = volume larutan isotonic (ml) yang mengandung 1 gram natriumklorida = 111,1 ml
BAB 4
PEMBAHASAN
24
4.1 Pembahasan Formula
Formula 1
Pada formula pertama bahan tambahan yang digunakan sangat sedikit yaitu
ascorbic acid yang berfungsi sebagai antioksidan dan aquabidest sebagai pelarut.
Kekurangan pada formula ini yaitu tidak menggunakan zat pengisotonis agar ketika zat
disuntikkan ke dalam tubuh tidak terlalu sakit.
Formula 2
Pada formula ini bahan tambahan yang digunakan juga sedikit yaitu benzil
alkohol yang berfungsi sebagai pengawet dan aquabidest sebagai pelarut. Kekurangan
pada formula ini yaitu tidak menggunakan zat pengisotonis agar ketika zat disuntikkan
ke dalam tubuh tidak terlalu sakit. Hal ini dikarenakan jika konsentrasinya sama besar
dengan konsentrasi dalam sel darah merah sehingga tidak terjadi pertukaran cairan
diantara keduanya. Pada formula ini juga tidak menggunakan antioksidan untuk menjaga
sediaan dari reaksi oksidasi.
Formula 3
Pada formula ini bahan tambahan yang digunakan cukup banyak yaitu kombinasi
antioksidan natrium bisulfit dan ascorbic acid, benzil alkohol sebagai pengawet, NaCl
sebagai zat pengisotonis. Kekurangan pada formula ini yaitu Na. Bisulfit dapat bereaksi
dengan benzil alkohol. Seharusnya zat-zat tambahan yang digunakan tidak bereaksi baik
terhadap wadah maupun terhadap bahan tambahan lainnya.
Formula Baru
Pada formula ini bahan tambahan yang digunakan cukup sederhana yaitu Na
metabisulfit berfungsi sebagai antioksidan karena klorpromazin sangat mudah teroksidasi
dan pH rendah sehingga digunakan pula antioksidan dengan pH rendah. Na benzoat
berfungsi sebagai pengawet karena sterilisasi klorpromazin menggunakan metode
aseptis, yaitu sterilisasi dengan cara filtrasi membran sehingga dibutuhkan suatu
pengawet. Stabilitas klorpromazin HCl akan teroksidasi oleh karena itu dibutuhkan suatu
antioksidan antara lain : ascorbic acid, Natrium bisulfite dan Natrium Sulfite. Natrium
Bisulfite sebagai antioksidan karena stabil pada pH 3-5 dan tidak OTT terhadap
Klorpromazin HCL dan juga sebagai anti mikroba. Aqubidest digunakan sebagai pelarut.
4.2 Karakteristik Sediaan Injeksi
Aman secara toksikologi :
25
Tetapi beberapa bahan tambahan formulasi tidak cukup aman jika diberikan dengan
cara penyuntikan
Steril :
Bebas dari kontaminasi bahan pirogen ( termasuk endotoksin )
Bebas dari partikel partikulat asing
Stabil :
Tidak hanya secara fisika dan kimia tetapi juga secara mikrobiologi
Dapat dicampur (kompatibel) dengan obat lain jika diberikan dalam bentuk
campuran (admikur) untuk pemberian obat secara intravena (jika diindikasikan
dan diperlukan
Isotonis
Setiap karakteristik menimbulkan tantangan unik selama proses pengembangan,
manufaktur, pengujian, dan penggunaan sediaan steril ini.
BAB 5
26
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput
lendir.
2. Sterilisasi merupakan proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Steril
ini sendiri memiliki makna yang berarti suatu keadaan di mana terjadi pada kondisi
konotasi relative,ataupun pada kondisi mutlak bebas dari organisme. Sediaan steril
dapat berbentuk padat steril,semi padat,cair.
3. Klorpromazine merupakan obat antipsikotik turunan phenotiazine. Prinsip efek
farmakologinya adalah sebagai psikotropik dan ia juga mempunyai efek sedatif dan
anti-emetik
4. Sterilisasi klorpromazin menggunakan metode aseptis, yaitu sterilisasi dengan cara
filtrasi membran sehingga dibutuhkan suatu pengawet
5. Cara Pembuatan Sediaan Steril Injeksi Klorpromazin yaitu dengan cara aseptik dan
cara non-aseptik ( Nasteril )
5.2 Saran
1. Pada pembuatan sediaan injeksi steril, sebelumnya ruangan dan alat-alat yang akan
digunakan harus terlebih dahulu disterilkan
2. Setiap bahan injeksi harus bebas dari mikroorganisme dan harus disterilisasi terlebih
dahulu karena dapat megakibatkan iritasi dan demam.
DAFTAR PUSTAKA
27
1. Anggraini, Megawati. 23 Januari 2009. “STERILISASI SEDIAAN INJEKSI”
http://greenhati.blogspot.com/2009/01/sterilisasi-sediaan-injeksi.html
2. Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI press
3. Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
4. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
5. Soetopo dkk. 2002. Ilmu Resep Teori. Jakarta : Departemen Kesehatan
6. Voigt. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM Press
7. Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI Press
8. Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional edisi II. Jakarta
9. Nabaa K.A. Al-Hayani and Fouad K. Mohammad. International Journal of
Pharmaceutical and Research. 12 Mei 2013. FORMULATION AND IN VIVO
EVALUATION OF VETERINARY CHLORPROMAZINE SOLUTIONS FOR
INTRAMUSCULAR INJECTIO. Department of Physiology, Biochemistry and
Pharmacology, College of Veterinary Medicine, University of Mosul, Mosul, Iraq
10. Nabaa K.A. Al-Hayani and Fouad K. Mohammad. A Simple Spectrophotometric
Assay for Stability Determinatinon of Chlorpromazine in Vetenary Injectable.
Biochemistry and Pharmacology, College of Veterinary Medicine, University of
Mosul, Mosul, Iraq
11. Tristanti, Irma. “Sediaan Steril”
http://pharmaciststreet.blogspot.com/2013/01/sediaan-steril-pendahuluan.html.
28