SELF COMPASSION PADA PENYINTAS KANKER PAYUDARA
Transcript of SELF COMPASSION PADA PENYINTAS KANKER PAYUDARA
70
SELF COMPASSION PADA PENYINTAS KANKER
PAYUDARA
Linda Ernawatiˡ, Aliza Tresna2 , Indrya A.R3
Fakultas Psikologi Universitas Jenderal Achmad Yani
E-mail: [email protected]
Kata Kunci:
Self Compassion,
wanita, penyintas
kanker payudara
ABSTRAK
Menerima kenyataan memiliki penyakit kanker payudara bukan suatu hal
yang mudah untuk dihadapi, begitupun dengan segala proses pengobatan
yang harus dijalani. Hal ini dapat menimbulkan dampak psikologis, salah
satunya pada ketidakstabilan emosi para penyintas kanker payudara yang
bisa menurunkan daya tahan tubuhnya (Smart, 2010). Oleh karena itu
dibutuhkan penerimaan serta kasih sayang pada diri atau Self compassion
sehingga para penyintas kanker dapat menerima kondisinya, mengelola
kondisi emosi, serta mampu bertahan untuk menuntaskan proses
pengobatannya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran
self compassion pada penyintas kanker payudara. Jenis penelitian yang
digunakan yaitu penelitian deskriptif kuantitatif. Data didapat dari 50
penyintas kanker dengan teknik accidental sampling menggunakan data
demografi dan kuesioner Self Compassion. Diperoleh hasil mayoritas
subjek berada pada periode dewasa madya (40 - 60 tahun) dan dewasa
awal (20-40 tahun), dengan status sudah menikah dan memiliki anak,
tingkat pendidikan pada jenjang SMA dan sebagai ibu rumah tangga. Dari
62% subjek termasuk kategori rendah dan 38% kategori tinggi. Hasil
penelitian ditemukan bahwa semakin tinggi tingkat usia wanita penyintas
kanker payudara tidak menunjukkan self compassion yang tinggi, wanita
dengan status menikah menunjukkan self compassion rendah, semakin
banyak jumlah anak self compassion berada pada kategori rendah, dan
mayoritas subjek dengan pendidikan menengah ke bawah menunjukkan
self compassion yang rendah.
71
I. PENDAHULUAN
Saat ini kanker merupakan salah satu
masalah kesehatan terpenting di dunia
(Alizadeh et al., 2018). Kanker payudara
menjadi salah satu penyakit yang memiliki
prevalensi tinggi di Indonesia setelah
kanker rahim (Linda Anggorowati, 2013).
Di antara semua jenis kanker, kanker
payudara adalah yang paling sering
didiagnosis di kalangan wanita (DeSantis
dan Jemal, 2014). Jenis penyakit ini
termasuk penyakit berbahaya dan
membutuhkan proses pengobatan yang
berlangsung lama. Faktanya, deteksi
kanker dapat dikaitkan dengan lebih
banyak gangguan emosional dan fisik (Al-
Azri dan Al-Moundhri, 2009; Hack dan
Degner, 2004). Terdapat perbedaan dalam
menyikapi penyakit kanker yang diderita
dan pengobatan yang dijalani. Penting
bagi seseorang yang mengidap penyakit
kronis salah satunya adalah kanker
payudara untuk lebih memahami diri dan
tidak menghakimi diri akan penyakit yang
diderita atau disebut dengan istilah self
compassion. Self compassion pada wanita
penderita kanker payudara dianggap
sebagai kemampuan untuk bersikap baik
terhadap diri sendiri dan menerima saat
menderita penyakit yang menjadi sumber
internal untuk mempengaruhi proses
coping wanita (Raes, 2011). Bukti
menunjukkan bahwa self compassion
masih terkait dengan kesehatan psikologis,
dan sebagai sumber internal yang dapat
membantu seorang wanita saat mengalami
banyak perubahan fisik ketika ia tiba-tiba
terpapar deteksi kanker (Leary dan Hoyle,
2009). Mungkin perubahan citra tubuh
yang begitu cepat akan sangat
memperburuk kemampuan seorang wanita
untuk mengatasi perubahan fisik yang
parah dan berbagai penderitaan (Raes,
2011).
Self compassion memiliki keterkaitan
dengan kesehatan dan kondisi psikologis.
Individu dengan self compassion memiliki
kondisi kesehatan fisik yang lebih baik
(Dunne et al.,2016) termasuk lebih
rendahnya stress yang dirasakan (Allen
dan Leary, 2010; Sirois et al., 2015b).
Berdasarkan hasil penelitian, self
compassion dapat memberikan kekuatan
emosional dan ketahanan agar individu
pulih lebih cepat dari rasa kecewa atau
frustrasi, sehingga bisa mengakui
kekurangan yang dimilikinya, memaafkan
diri serta berusaha untuk meraih potensi
yang dimilikinya (Neff dan Germer,
2011).
Perbedaan gender mempengaruhi
tingkat self compassion seseorang, dimana
laki-laki ditemukan memiliki self
compassion yang lebih tinggi daripada
perempuan (Yarnell et al., 2019).
Perempuan dianggap lebih kritis terhadap
diri mereka sendiri dan lebih sering
menilai diri negative daripada laki-laki.
Dijelaskan pula terkait gender dimana
perempuan lebih sering merenung secara
berulang-ulang, mengganggu dan
merupakan cara berpikir yang tidak dapat
terkendali. Memikirkan hal-hal di masa
lalu dapat mengarahkan munculnya
depresi sedangkan memikirkan peristiwa
di masa depan dapat menimbulkan
kecemasan (NEFF, 2003). Dengan kondisi
psikologis wanita tersebut, penelitian ini
bermaksud untuk melihat bagaimana
kondisi Self Compassion pada wanita
penyintas kanker.
Tinjauan Teoritis
Self compassion memiliki tiga
komponen utama yang masing-masing
bermanfaat untuk mengurangi stress
(NEFF, 2003). Self-Kindness merespon
rasa penolakan, kekecewaan yang
dirasakan dengan memberikan pengertian,
72
sabar, dan menerima. Hal ini dapat
mereduksi emosi negative dan
menafsirkan kembali hal-hal yang memicu
stress dengan memberikan dukungan pada
diri sendiri. Common Humanity mengacu
pada pengakuan bahwa tidak ada orang
yang sempurna, berbuat salah, dan
mengalami kegagalan. Dengan ini,
individu menyayangi dirinya dengan tidak
merasa sendiri karena pengalaman
kegagalan dan tetap bertahan, tetapi
menyadari bahwa itu menjadi bagian dari
pengalaman manusia. Menilai peristiwa
sulit dari perspektif ini kemungkinan besar
akan mengurangi persepsi ancaman yang
berkontribusi pada stres, serta mengurangi
hambatan untuk mencari bantuan pada
saat dibutuhkan (Allen dan Leary, 2010;
Sirois et al., 2015b). Mindfullness dapat
membantu mengurangi stres dengan
meminimalkan perenungan atas aspek
negatif dari suatu peristiwa. Secara
bersama-sama ketiga komponen ini
membantu mengurangi stres dengan
meningkatkan pengaturan diri dan emosi
negative dapat dihasilkan dari kegagalan
dan peristiwa tidak terduga (Neff et al.,
2007a).
Berdasarkan hasil penelitian dari Neff
& Vonk (2009) bahwa self compasssion
terasosiasi secara signifikan dengan
tingkat usia. Latar belakang
keterhubungan ini dianalisis oleh Neff
berdasarkan teori perkembangan Erikson.
Orang-orang yang telah mencapai tahapan
integrity akan lebih menerima kondisi
yang terjadi kepadanya sehingga dapat
memiliki level self compassion lebih
tinggi (Neff, 2011). Tahapan
perkembangan integrity dicirikan dengan
seseorang yang dapat melakukan
penerimaan diri dengan positif.
Hasil penelitian pada negara
Thailand, Taiwan, dan Amerika Serikat
menunjukkan bahwa perbedaan latar
budaya mengakibatkan adanya perbedaan
derajat self compassion. Markus &
Kitayama (1991) dalam Neff (2011),
orang-orang di Asia yang memiliki budaya
collectivistic dikatakan memiliki self-
concept interdependent yang menekankan
pada hubungan dengan orang lain, peduli
kepada orang lain, dan keselarasan dengan
orang lain (social conformity) dalam
bertingkah laku, sedangkan individu
dengan budaya Barat yang individualistic
memiliki self-concept independent yang
menekankan pada kemandirian,
kebutuhan pribadi, dan keunikan individu
dalam bertingkah laku. Karena self
compassion menekankan pada kesadaran
akan common humanity dan keterkaitan
dengan orang lain, dapat diasumsikan
bahwa self compassion lebih sesuai pada
budaya yang menekankan interdependent
daripada independent. Meskipun terlihat
Negara Asia yang merupakan budaya
collectivist dan bergantung dengan orang
lain, namun masyarakat dengan Budaya
Asia lebih mengkritik diri sendiri
dibandingkan masyarakat dengan Budaya
Barat sehingga derajat self compassion
tidak lebih tinggi dari budaya barat.
Perempuan dianggap lebih memiliki
rasa interdependensi mengenai diri dan
lebih empatik daripada laki-laki. Hal ini
menyebabkan perempuan diharapkan
lebih memiliki self compassion daripada
laki-laki. Akan tetapi, pada penelitian
yang lain diketahui bahwa perempuan
cenderung lebih suka mengkritik diri
sendiri dan memiliki coping yang lebih
berupa perenungan jika dibandingkan
dengan laki-laki. Hal ini menyebabkan
perempuan mungkin memiliki self
compassion yang lebih rendah daripada
laki-laki. (Neff, 2011)
73
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif kuantitatif yang dilakukan pada
wanita penyintas kanker payudara yang
sedang menjalani proses pengobatan.
Sampel penelitian diperoleh dengan teknik
accidental sampling pada salah satu rumah
sakit di Kota Bandung. Data diperoleh dari
data demografi dan kuesioner self
compassion pada penyintas kanker yang
diukur dengan menggunakan alat ukur self
compassion dari Neff (2003) yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
oleh Missiliani, R. Perhitungan nilai
reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach
dan diperoleh nilai sebesar 0.832. Uji
validitas dilakukan dengan menggunakan
Pearson Product Moment dan
membandingkan nilai korelasi yang
diperoleh dengan kriteria dari Freidenders
dan Kaplan (Friedenberg, 1995), diperoleh
26 item valid dengan nilai validitas
berkisar dari 0.552 - 0.772. Data
demografi yang diambil meliputi : usia
subjek, lama menderita, status pernikahan,
jumlah anak, tingkat pendidikan, dan jenis
pekerjaan.
Analisis data menggunakan bantuan
software SPSS versi 20. Hasil pengolahan
data disajikan dalam bentuk prosentase
untuk menggambarkan kategori self
compassion serta crosstab dari kategori
dan data demografi.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Distribusi kategorisasi tingkat self compassion
Rentang Kategori Frekuensi Persentase
X ≤ 3.55 Rendah 31 62%
3.56 ≤ X Tinggi 19 38%
Ditunjukkan bahwa tingkat kategori self
compassion pada wanita penyintas kanker
payudara sebagian besar berada pada
kategori rendah, artinya wanita penyintas
kanker payudara kurang memahami dan
bersikap baik pada diri saat menghadapi
penyakit kanker yang diderita
Tabel 2. Data Demografi
Kategori
Kategori
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
Remaja 4 8 Tidak
Sekolah
1 2
Dewasa Awal 14 28 SD 10 20
Dewasa Madya 25 50 SMP 8 16
Dewasa Akhir 7 14 SMA 20 40
Total 50 100 D3 – S1 9 18
Belum Menikah 3 6 S2 1 2
74
Sudah Menikah 41 82 S3 1 2
Janda 6 12 Total 50 100
Total 50 12 IRT 32 64
Belum/tidak
punya anak 4 8 Buruh
3 6
1 Anak 14 28 Karyawan
Swasta
4 8
2 Anak 23 46 Wiraswasta 2 4
3 Anak 5 10 Pelajar 3 6
4 Anak 3 6 Pengajar 3 6
>4 Anak 1 2 Pensiunan 2 4
Total 50 100 Tenaga
Medis
1 2
Total 50 100
Tabel ini menggambarkan data demografi
dari responden, yaitu sebagian besar
berada pada kategori dewasa madya
dengan kisaran usia 40 – 60 tahun (50%).
Status pernikahan mayoritas sudah
menikah (80%), pada umumnya memiliki
2 anak (46%). Dengan tingkat pendidikan
mayoritas SMA (40%), SD (20%), D3-S1
(18%), dan SMP (16%). Pada umumnya
mayoritas pekerjaan atau aktifitas sebagai
Ibu Rumah Tangga (64%).
Tabel 3. Crosstabulation usia dan tingkat self compassion
Kategori Usia
Kategori Self
Compassion Total
Rendah Tinggi
Remaja 2 2 4
Dewasa Awal 9 5 14
Dewasa Madya 15 10 25
Dewasa Akhir 5 2 7
Total 31 19 50
Secara umum, subjek pada penelitian ini
mayoritas berada pada kategori dewasa
madya. Ditunjukkan bahwa dari
keseluruhan kategori usia dewasa lebih
banyak menunjukkan tingkat self
compassion rendah.
Tabel 4. Crosstabulation status pernikahan dan tingkat self compassion
Status
Pernikahan
Kategori Self
Compassion Total
Rendah Tinggi
Belum Menikah 1 2 3
Sudah Menikah 28 13 41
75
Janda 2 4 6
Total 31 19 50
Dari tabel di atas, ditunjukkan bahwa
wanita dengan status sudah menikah lebih
banyak menunjukkan tingkat self
compassion yang rendah. Sedangkan
wanita yang belum menikah dan wanita
dengan status janda lebih banyak
menunjukkan tingkat self compassion
yang tinggi.
Tabel 5. Crosstabulation jumlah anak dan tingkat self compassion
Jumlah Anak
Kategori Self
Compassion Total
Rendah Tinggi
Belum/tidak
punya anak 2 2 4
1 Anak 8 6 14
2 Anak 14 9 23
3 Anak 5 0 5
4 Anak 1 2 3
>4 Anak 1 0 1
Total 31 19 50
Secara umum, pada subjek penelitian
wanita penyintas kanker didapatkan hasil
bahwa semakin banyak jumlah anak
menunjukkan tingkat self compassion
yang rendah.
Tabel 6. Crosstabulation tingkat pendidikan dan tingkat self compassion
Tingkat
Pendidikan
Kategori Self
Compassion Total
Rendah Tinggi
Tidak Sekolah 0 1 1
SD 8 2 10
SMP 6 2 8
SMA 12 8 20
D3 – S1 3 6 9
S2 1 0 1
S3 1 0 1
Total 31 19 50
Dari kategori tingkat pendidikan,
didapatkan hasil bahwa secara umum
hampir keseluruhan tingkat pendidikan
menunjukkan tingkat self compassion
yang rendah. Hanya pada tingkat
pendidikan D3-S1 dan status tidak
sekolah yang menunjukkan lebih banyak
pada self compassion yang tinggi.
76
Jenis Pekerjaan
Kategori Self
Compassion Total
Rendah Tinggi
IRT 23 9 32
Buruh 2 1 3
Karyawan
Swasta 1 3 4
Wiraswasta 0 2 2
Pelajar 1 2 3
Pengajar 1 2 3
Pensiunan 2 0 2
Tenaga Medis 1 0 1
Total 31 19 50
Dari tabel di atas diperoleh data bahwa
wanita penyintas kanker dengan status
IRT (tidak bekerja) mayoritas
menunjukkan tingkat self compassion
rendah. Dengan kata lain, wanita yang
bekerja dan beraktivitas sebagai pelajar
cenderung memiliki self compassion
tinggi.
Pembahasan
Pada umumnya wanita memiliki
perhatian yang tinggi terhadap citra
tubuhnya, termasuk pada organ feminin
yang dimiliki, salah satunya adalah
payudara. Ketika terjadi permasalahan
yang serius pada organ tersebut atau
mengalami kanker payudara tentunya akan
membuat wanita membutuhkan waktu
untuk bisa menerima, selain karena faktor
resikonya yang berat, penyakit ini pun
dapat menyebabkan kematian. Wanita
dianggap lebih rentan dari sisi emosi dan
lebih banyak berpikir negatif terhadap
sesuatu. Pada wanita yang mengalami
kanker payudara hal ini dianggap dapat
melemahkan kondisi fisik maupun
psikologis yang dimiliki sehingga
memungkinkan ia menunjukkan coping
yang kurang sesuai dan kurang dapat
bertahan pada situasi ini. Dampaknya
pengobatan yang dijalani menjadi tidak
optimal. Penelitian ini, bertujuan untuk
melihat kondisi self compassion pada
wanita penyintas kanker payudara.
Berdasarkan hasil penelitian ini, 62%
wanita penyintas kanker payudara
menunjukkan kondisi self compassion
yang rendah. Hal ini sejalan dengan
penelitian Yarnel et al., (2015) dan
pernyataan Neff (2011) yang menyatakan
bahwa wanita lebih sedikit memiliki rasa
kasihan terhadap diri sendiri atau self
compassion dibandingkan dengan laki-
laki. Dalam penelitian Copeland et al.,
(2011) dijelaskan bahwa wanita
dimungkinkan lebih dipengaruhi oleh
faktor emosi seperti kecemasan dan
depresi yang lebih tinggi sehingga
mengurangi kemampuan atau potensi
sebenarnya dalam melihat situasi kondisi
yang dialami serta ketangguhannya dalam
menghadapi kenyataan yang sebenarnya.
Tabel 7. Crosstabulation jenis pekerjaan dan tingkat self compassion
77
Dari data demografi yang diperoleh
mengenai tingkat usia, wanita penyintas
kanker payudara tidak menunjukkan hasil
yang sejalan dengan penelitian dari Neff &
Vonk (2009) dimana self compassion
terasosiasi secara signifikan dengan
tingkat usia. Dalam penelitian ini
diperoleh data bahwa subjek yang berada
pada tingkat usia yang lebih dewasa
mayoritas menunjukkan kategori self
compassion yang rendah. Artinya pada
tingkat dewasa madya, terutama dewasa
akhir yang semestinya telah mencapai
tahapan integrity menunjukkan belum
dapat menerima kondisi yang terjadi dan
belum sepenuhnya dapat melakukan
penerimaan diri dengan positif.
Hasil lain dalam penelitian ini
diperoleh bahwa mayoritas responden
berada pada tingkat pendidikan SD, SMP,
dan SMA, serta berdasarkan kategori
pekerjaan diperoleh data sebanyak 64%
merupakan Ibu Rumah Tangga. Tingkat
pendidikan cukup berperan dalam hal
mengubah perspektif atau pandangan
seseorang terhadap sesuatu hal serta
bagaimana seseorang bertindak atau
menyikapi sesuatu berdasarkan
pemahaman yang ia miliki. Hal ini
memungkinkan menjadi salah satu hal
yang membuat para wanita penyintas
kanker payudara lebih berfokus pada
penderitaan yang dialami, kurang dapat
melihat sisi positif atau peluang yang ada
guna proses penyembuhannya. Begitupun
dnegan jenis pekerjaan yang dimiliki.
Dapat diasumsikan bahwa wanita yang
bekerja mayoritas menunjukkan self
compassion yang tinggi. Dimana ia
cenderung memiliki area sosial yang lebih
luas yang memungkinkan ia memperoleh
lebih banyak dukungan selain dari
keluarga baik itu berupa perhatian, sumber
informasi guna penguatan diri dan
penerimaan terhadap penyakit yang
dideritanya.
Status pernikahan dan jumlah anak
yang dimiliki juga menjadi perhatian
dalam penelitian ini. Wanita penyintas
kanker dengan status menikah dan dengan
jumlah anak yang semakin banyak,
menunjukkan self compassion yang
rendah. Wanita pada umumnya lebih
banyak memperhatikan kondisi orang lain
daripada dirinya sendiri. Status pernikahan
dan jumlah anak yang dimiliki
memungkinkan menjadi salah satu pemicu
untuk mengkritik dirinya sendiri, lebih
mengkhawatirkan kondisi dan keutuhan
keluarganya sehingga lebih sulit menerima
penyakit yang dideritanya.
IV. KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar wanita dalam penelitian ini
menunjukkan tingkat self compassion
rendah. Data ini menyiratkan bahwa
wanita penyintas kanker membutuhkan
pelatihan mindfulness untuk dapat
membantu mengurangi stres dengan
meminimalkan perenungan atas aspek
negatif dari penyakit yang dideritanya.
Selain itu para wanita penyintas kanker
dapat mengikuti atau tergabung dalam
suatu komunitas guna mengembangkan
perspektif yang dimiliki mengenai
penyakit kanker. Dengan ini
memungkinkan mereka lebih menyayangi
dirinya dan tidak merasa sendiri, dapat
berbagi pengalaman untuk terus bertahan
menjalani proses penyembuhan dan
menerima kondisi yang dialami adalah
bagian dari hidupnya.
V. DAFTAR PUSTAKA
Alizadeh, S., Khanahmadi, S., Vedadhir,
A., & Barjasteh, S. (2018). The
relationship between resilience with self-
78
compassion, social support and sense of
belonging in women with breast cancer.
Asian Pacific Journal of Cancer
Prevention, 19(9), 2469–2474.
https://doi.org/10.22034/APJCP.2018.19.
9.2469
Astuti, L. H. T. 2015. Hubungan Self
Compassion dengan Mental Health pada
Individu Penyintas Gagal Ginjal Kronis.
Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang.
Bernard, L., K., & Curry, J. F. 2011. Self-
compassion : Conseptualization,
correlates & interventions. Review of
Geneal Psychology, 15, Nov.4, 289-303.
Gillbert P. & Procter S. 2006.
Compassionate Mind Training for People
with High Shame and Self-Criticism:
Overview and Pilot Study of a Group
Therapy Approach. Clin. Psychol.
Psychother. 13, 353–379
Gillbert, P & Irons, C. 2004. A pilot
exploration of the use of compassionate
images in a group of self-critical people.
Memory 12(4), 507-516.
Hermawan, I. 2015. Studi Deskriptif
Mengenai Derajat Self Compassion Pada
ODHA di Panti Rehabilitasi “X” di Kota
Bandung. Skripsi. Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Maranatha : Bandung
Hidayati, D. S. 2015. Self Compassion and
Loneliness. Jurnal Ilmiah Psikologi
Terapan 3(1) 154-164.
L’Estrange, K., Timulak, K., Kinsella, L.,
& D’Atom, P. 2016. Experiences of
Changes in Self-Compassion Following
Mindfulness-Based Intervention with a
Cancer Population. Mindfulness 7:734–
744
Linda Anggorowati. (2013). Faktor Risiko
Kanker Payudara Wanita. KEMAS: Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 8(2), 121–126.
https://doi.org/10.15294/kemas.v8i2.2635
Mariva. I. S. 2018. Studi Deskriptif
Mengenai Adversity Quetient Pada
Penyintas Kanker Payudara di Priangan
Cancer Care. Skripsi. Universitas
Jenderal achmad Yani.
Missiliani, R. 2014. Self compassion and
compassion for other pada Mahasiswa
Fakultas Psikologi UK. Laporan
Penelitian tidak diterbitkan. Bandung:
UK.
Magnus, C., Kowalski, K., & Mchugh, T.,
. 2010. The role of self compassion in
women self determined motives to exercise
and exercise related outcomes. Self and
Identity, 9: 363-382
Neff, K. D. 2003. Development and
validation of a scale to measureself-
compassion. Self and Identity, 2, 223-250.
NEFF, K. (2003). Self-Compassion: An
Alternative Conceptualization of a
Healthy Attitude Toward Oneself. Self and
Identity.
https://doi.org/10.1080/15298860309032
Neff, K. D. 2003. Self-compassion scale
(long). Retrieved from
http://www.selfcompassion.org/selfcomp
assion-scales-for-researchers.html
Neff, K. D. & Germer, C. 2017. Self-
Compassion and Psychological
Wellbeing. In J. Doty (Ed.) Oxford
Handbook of Compassion Science, Chap.
27. Oxford University Press.
Neff, K. D. & Germer, C. 2013. Self-
Compassion in Clinical Practice. Journal
of clinical psychology
:insession,vol.69(8),856–8.
79
Neff, K. D. 2012. The Science of Self
Compassion. Compassion and Wisdom in
Psychoterapy, 79-92. New York:
Guildford Press.
Neff, K. D. & Pommier E. 2013. The
relationship between Self Compassion and
other-focused concern among collage
undergraduates, community adults, and
practicing meditators. Self and Identity 12
(2), 160-176.
Neff, K., Kirkpatrick, K. L., & Rude, S. S.
2007. Self-compassion and adaptive
psychological functioning. Journal of
Research in Personality, 41, 139-154.
Neff, K.. & Vonk, R. 2009. Self-
compassion Versus Global Self-Esteem:
Two Different Ways of Relating to Oneself.
Journal of Personality 77:1
Oetami, F. 2014. Analisis Dampak
Psikologis Pengobatan Kanker Payudara
di RS DR. Wahidin Sudirohsodo Kota
Makassar. Makassar. Universitas
Hasanuddin
Sherman, K. A. & Przezdziecki, A. 2016.
My Changed Body: Background,
development and acceptability of a self
compassion based writing activity for
female survivors of breast cancer. Elsevier
Irreland
Siregar, Ade Rahmawati. 2014.
Gambaran Kualitas Hidup Pada Wanita
Dewasa Awal Penderita Kanker
Payudara. Jurnal Psikologi 2014, Vol 9,
No. 3, hal 82-88.
Septhon, S. & Spiengel, D. 2003.
Circaudian Disruption in Cancer: A
Neuroendocrine-Immune Pathway from
Stress to Disease. Brain, Behavior and
Immunity, 17,321-328.
Terry, M. L., & Leary, M. R. (2011).
Self-compassion, self-regulation, and
health. Self and Identity, 10(3), 352–362.
https://doi.org/10.1080/15298868.2011.5
58404
William, J. G., Stark, S. K., Foster, E. E.
2008. The relationship among self-
compassion, motivation, and
procrastination. American Journal of
Psychological Research. Vol. 4, No. 1 :37-
44.
Yarnell, L. M., Neff, K. D., Davidson, O.
A., & Mullarkey, M. (2019). Gender
Differences in Self-Compassion:
Examining the Role of Gender Role
Orientation. Mindfulness, 10(6), 1136–
1152. https://doi.org/10.1007/s12671-
018-1066-1
80
81