Sebaran Ikan Mas
Transcript of Sebaran Ikan Mas
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan yang dibudidaya
para pembudidaya ikan di Sulawesi Utara. Namun beberapa tahun yng lalu terjadi serangan
penyakit KHV yang menyebabkan kematian pada ikan mas sehingga menyebabkan trauma
bagi petani ikan mas dan untuk mengembalikan minat masyarakat untuk kembali mau
memelihara ikan mas maka pemerintah perlu kiranya untuk bisa memproduksi benih yang
sehat, pertumbuhannya cepat, tahan penyakit dan harganya terjangkau oleh para petani
ikan. Oleh sebab itu Balai Budi daya Air Tawar Tatelu mempunyai kewajiban untuk
menyediakan benih yang diperoleh dari induk-induk yang jelas keturunannya dengan
kualitas benih yang dihasilkan dapat memenuhi kriteria sebagai benih sebar yang bermutu
sehingga perkembangan budidaya ikan mas dapat ditingkatkan setiap tahunnya.
1.2 Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk menghasilkan benih ikan mas (kelas benih sebar)
yang bermutu.
1.3 Target
Target yang hendak dicapai dalam kegiatan ini adalah untuk mendapatkan benih
ikan mas (kelas benih sebar) berukuran 3-5 cm sebanyak 500.000 ekor.
1
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Ikan Mas (Cyprinus carpio)
2.1.1 Klasifikasi
Menurut Khairuman et al., (2005) klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut :
Phyllum : Chordata
Sub phyllum : Vertebrata
Super class : Pisces
Class : Osteichthyes
Sub class : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Sub ordo : Cyprinoidea
Family : Cyprinidea
Sub family : Cyprininea
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio, L.
2.1.2 Morfologi
Secara morfologi bentuk tubuh ikan mas agak memanjang dan memipih tegak
(compressed). Mulutnya teletak di ujung tengah (terminal) dan dapat disembulkan (protaktif).
Bagian ujung mulut memiliki dua pasang sungut. Di ujung dalam mulut terdapat gigi
kerongkongan (pharyngeal teeth) yang tersusun dari tiga baris gigi geraham. Secara umum,
hampir seluruh tubuh ikan mas ditutupi oleh sisik, kecuali beberapa varietas yang memiliki
2
sedikit sisik. Sisik ikan mas yang berukuran relatif besar digolongkan ke dalam sisik tipe
lingkaran (sikloid) dan terletak beraturan (Rochdianto, 2005).
Selain itu, tubuh ikan mas dilengkapi juga dengan sirip. Sirip punggung (dorsal)
memanjang dan bagian belakangnya berjari keras. Sementara itu, ketiga dan keempatnya
bergerigi. Letak sirip punggung berseberangan dengan permukaan sirip perut (ventral). Sirip
dubur (anal) mempunyai ciri seperti sirip punggung, yakni berjari keras dan bergerigi. Garis
rusuk atau gurat sisi (linea literalis) pada ikan mas berada di pertengahan tubuh dengan
posisi melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Khairuman et al.,
2005). Induk ikan mas dapat dilihat pada gambar 1. berikut ini.
Gambar 1. Induk ikan mas strain Majalaya (Sucipto,2005).
2.1.3 Habitat dan Penyebarannya
Menurut Susanto dan Rochdianto (1999) di alam aslinya, ikan mas sering ditemui di
pinggiran sungai, danau atau perairan tawar lainnya yang airnya tidak terlalu dalam dan
alirannya tidak terlalu deras.
Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untuk
memudahkan pengairan kolam secara gravitasi. Ikan mas dapat tumbuh normal, jika lokasi
pemeliharaan berada pada ketinggian antara 150-1000 m diatas permukaan laut (dpl).
Kualitas air untuk pemeliharaan ikan mas harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar
3
bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Ikan mas dapat berkembang pesat
di kolam, sawah dan sungai air deras. Kolam dengan sistem pengairannya yang mengalir
sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik ikan mas. Debit air untuk kolam air
tenang 8-15 liter/detik, sedangkan untuk pembesaran di kolam air deras debitnya 100
liter/menit. Keasaman air (pH) yang baik untuk pemeliharaan adalah antara 7 - 8. Suhu air
yang baik berkisar antara 20 oC sampai 25 oC (Menegristek, 2003).
Arsyad (1989) menyatakan di dalam sungai, danau dan rawa-rawa, ikan mas berpijah
sepanjang tahun tanpa mengenal musim, namun demikian pemijahan ini biasa terjadi pada
awal musim penghujan. Perairan yang ditumbuhi tanaman air atau rumput merupakan
habitat yang disukai oleh ikan mas untuk berpijah, karena tanaman air merupakan tempat
untuk penempelan telur.
Djarijah (2005) menyatakan di daerah subtropis, ikan mas mencapai tingkat
kedewasaan pada umur 2 - 5 tahun dan panjang tubuhnya berkisar antara 25 – 40 cm. Ikan
mas jantan mencapai dewasa kelamin pada umur 2 - 3 tahun atau panjang tubuhnya
berkisar antara 25 - 30 cm. Sedangkan ikan mas betina mencapai matang kelamin pada
umur 4 – 5 tahun atau panjang tubuhnya mencapai 30 – 40 cm. Di wilayah beriklim tropis,
ikan mas mencapai tingkat kedewasaan pada usia muda, yaitu sekitar umur 1 – 2 tahun.
Proses matang kelamin ikan mas berlangsung relatif lamadan pelan-pelan. Perkembangan
gametnya sangat dipengaruhi oleh temperatur lingkungan. Tetapi, perkembangan telur dan
sperma induk ikan masyang hidup di daerah tropis relatif lebih cepat dibandingkan dengan
kawasan subtopis.
2.1.4 Pakan dan Kebiasaan Makan
4
Djarijah (2005) berpendapat bahwa di perairan alami, ikan mas memakan aneka
makanan alami berupa organisme hewani maupun nabati, misalnya invertebrata air, udang-
udangan renik, larva dan serangga air, kerang-kerangan dan macam-macam tanaman air.
Ikan ini juga lahap makan berbagai jenis biji-bijian, misalnya padi, jagung jawawut (jelai),
jagung dan gandum yang dicampurkan sebagai suplemen makanan buatan (artificial food).
Bahkan, ikan mas seringkali memakan bahan-bahan organik berupa detritus dan pucuk
tanaman keras yang tumbuh atau tertimbun di dasar perairan. Sumber protein, vitamin,
lemak dan mineral sebagai sumber energi metabolisme tubuh dan pertumbuhan diperoleh
dari makanan renik berupa plankton (phytoplankton dan zooplankton).
Larva ikan mas dibekali makanan cadangan berupa kuning telur (yolk) yang
menggantung di bawah permukaan perut. Makanan ini merupakan sumber energi sebelum
organ pencernaan larva berkembang dan mapu menelan makanan yang diperoleh dari
media atau habitat disekitarnya. Makanan cadangan ini cukup untuk mensuplai kebutuhan
energi dalam mempertahankan kelangsungan hidup larva selama 3–4 hari. Macam makanan
yang dapat ditelan larva muda berumur sekitar 5 hari adalah organisme renik berupa
plankton. Larva ikan mas memakan plankton nabati (phytoplankton) yang berukuran 100–
300 mikron. Meskipun larva ikan mas menyukai pakan alamai berupa plankton, namun
kebiasaan ini bisa berubah seirama dengan pertumbuhan dan perkembangannya (Djarijah,
2005). Ikan mas dewasa dikenal hewan air pemakan segala.
2.2 Produksi Benih
2.2.1 Persiapan Bak Pemijahan
Tujuan persiapan bak pemijahan adalah menciptakan (membuat) lingkungan bak
pemijahan sesuai dengan persyaratan hidup ikan. Menurut Khairuman et al., (2005) kolam
5
pemijahan sebaiknya berupa kolam yang dasarnya terbuat dari tembok, sehingga mudah
dalam pengeringan dan pengisian air. Luas kolam pemijahan 20–50 m2 dan ketinggian air
rata-rata 75 cm. Kolam dikeringkan selama 2-3 hari untuk merangsang atau mempercepat
proses pemijahan. Setelah pemasangan kakaban, selanjutnya kolam diisi air yang bersih
dan jernih sampai setinggi 75 cm. Air kolam pemijahan harus benar-benar bersih dan jernih,
supaya kotoran tidak menempel pada telur-telur ikan mas yang ada di kakaban dan substrat
penempel telur lainnya.
2.2.2 Persiapan Kolam Pemeliharaan Larva
Menurut (Djarijah, 2005) kegiatan persiapan kolam pemeliharaan larva meliputi
pengeringan, rehabilitasi kolam, pemupukan, pengapuran, dan pengairan. Pengeringan pada
musim kemarau relatif singkat antara 2-4 hari. Bersamaan dengan pengeringan kolam dapat
dilakukan rehabilitasi pematang, saluran air, pintu air dan pengolahan tanah dasar kolam.
Pematang dan saluran air yang bocor atau rusak ditambal dan diperbaiki. Saringan air
dicopot, dibersihkan dan diperbaiki kemudian dipasang kembali.
Setelah kering, kolam dipupuk untuk menumbuhkan pakan alami yang sangat
dibutuhkan ole benih ikan mas. Pakan alami yang sangat disukai benih ikan mas adalah
plankton, misalnya daphnia, rotifera dan moina. Pemupukan dapat menggunakan pupuk
kandang dari kotoran ayam dan bisa juga ditambahkan dengan pupuk buatan berupa urea
dan TSP. Jumlah dan dosis disesuaikan dengan tingkat kesuburan perairan. Sebagai
patokan, umumnya petani menggunakan pupuk kotoran ayam dengan takaran 250-500
gram/m2, TSP dan urea masing-masing 8-10 gram/ m2 dan kapur sebanyak 15-25 gram/m2.
Kapur tersebut berfungsi untuk menaikkan derajat keasaman tanah dan membunuh bibit
penyakit (Khairuman et al., 2005).
6
2.2.3 Seleksi Induk
Untuk memastikan apakah seekor induk ikan mas telah mencapai kematangan gonad
(adanya sperma atau telur dormant) dan memilihnya untuk dikembangkan secara artifisial,
perut dan genital papilla harus diteliti dengan cermat. Seekor betina yang matang gonad
perutnya membulat dan sedikit lunak bahkan lunak sekali, genital papilla mengembang dan
berwarna kemerahan, lubang anusnya melebar dan menonjol. Seekor jantan yang matang
gonad, bila perutnya ditekan sedikit akan mengeluarkan sperma, perutnya tidak gemuk
melainkan ramping, pada kepalanya ada penebalan kulit (Horvarth et.,al 1985).
Menurut Lingga (2004) seleksi induk dapat dilakukan secara individu atau dalam
kelompok (massa). Seleksi individu ialah memilih calon induk yang baik dari hasil
perkawinan masing-masing induk yang dipijahkan. Seleksi massa yaitu memilih beberapa
induk yang memenuhi syarat sebagai induk. Seleksi massa sangat penting dilakukan karena
dengan seleksi ini dapat dipilih sifat-sifat yang dikehendaki langsung dari banyak individu
ikan.
Beberapa hal yang digunakan sebagai pertimbangan untuk melakukan seleksi induk
adalah ukuran berat ikan, umur ikan dan tingkat kematangan kelaminnya (gonada).
Sekalipun ikan mas di daerah tropis cenderung cepat matang gonad, tetapi umur ideal yang
layak dan produktif untuk dipijahkan adalah berkisar 2–4 tahun. Pada musim hujan, induk
ikan mas yang umurnya kurang dari satu tahun sudah dapat dipijahkan, tetapi pada musim
kemarau, induk-induk sebaiknya dirawat seara intensif dalam kolam perawatan induk
(Djarijah, 2005).
Suseno (2003) menyatakan untuk mengetahui daya menurunnya sifat induk
(heretabilitas) dapat dilihat dari keturunannya. Apabila heretabilitas ikan rendah maka seleksi
7
ikan tersebut tidak ada manfaatnya. Seleksi induk merupakan salah satu cara yang efektif
untuk memperoleh heretabilitas tinggi.
2.2.4 Pemeliharaan dan Pematangan Gonad
Menurut Djarijah (2005) kegiatan pemeliharaan induk merupakan kegiatan awal
dalam mata rantai proses pembenihan. Tujuan dalam pemeliharaan induk adalah untuk
mendapatkan induk matang gonad atau induk yang siap dipijahkan untuk menghasilkan
telur. Proses penyediaan telur untuk menjamin kontinyuitas pembenihan tergantung dari
tersedianya calon induk yang cukup, baik jumlah maupun kualitas dan keseragamannya.
Secara genetik kualifikasi benih ikan mas sangat ditentukan oleh kualitas induknya. Induk
yang baik akan menghasilkan keturunan yang sebagian besar sama atau identik dengan
induknya. Untuk pemilihan calon induk dilakukan pada saat ikan masih burayak atau
seukuran jari. Calon induk yang telah terpilih biasanya diberi tanda berupa pemotongan sirip
atau pemasangan anting.
Keberhasilan pemijahan ikan sangat ditentukan oleh tingkat kematangan gonad atau
telur induk. Induk yang dipelihara di dalam kolam pematangan induk selama 1,5 bulan
biasanya sudah mengalami matang gonad dan telur. Bobot induk jantan 0,5–2 kg/ekor dan
bobot induk betina antara 1,5–4 kg/ekor. Ciri induk betina yang sudah matang telur antara
lain bagian perutnya tampak gemuk dan tampak menggelambir jika dilihat dari atas. Apabila
diraba, perutnya terasa lembek dan di sekitar lubang urogenitalnya tampak memerah dan
akan keluar telurnya jika dipijit. Induk jantan yang sudah matang kelamin biasanya ditandai
dengan keluarnya sperma yang berwarna putih jika daerah urogenitalnya diurut atau dipijit.
Selama pemeliharaan, induk diberi pakan dengan kandungan protein 30 - 35 %, lemak 6 - 7
% dan energi 5.560 kkal per kg pakan. Selain itu, diperlukan juga vitamin E sebanyak 10 g
8
per 100 kg pakan yang diberikan sebanyak 3 % dari berat total ikan setiap hari. Kadar
oksigen air di dalam kolam pemeliharaan induk cenderung berpengaruh pada jumlah telur
dan frekuensi pemijahan. Apabila pemeliharaan induk dilakukan dengan sistem resirkulasi
berkadar oksigen air sekitar 7 ppm, induk ikan mas yang dipelihara dapat dipijahkan setiap
bulan selama enam bulan berturut-turut (Khairuman et al., 2005).
2.2.5 Pemijahan
Pemijahan adalah upaya mengawinkan induk jantan dan betina didalam kolam yang
telah disediakan. Setiap induk akan melakukan pemijahan setelah mencapai puncak
kematangan kelamin dan menemukan pasangan (opposite sex) serta tempat pemijahan
(spawning ground) yang cocok. Pemijahan ikan mas secara intensif dapat dilakukan melalui
dua cara, yakni secara alami dan secara buatan dengan teknik hipofisasi (Djarijah, 2005).
Pemijahan secara alami biasanya dilakukan di dalam kolam pemijahan, baik
menggunakan hapa maupun tidak menggunakan hapa yang sebelumnya dikeringkan dahulu
selama tiga hari. Tipe kolam pemijahan disesuaikan dengan sistem pemijahannya. Hal
terpenting adalah dasar kolam tidak boleh berlumpur atau berbatu. Air kolam jernih atau
sedikit keruh dan mengandung cukup oksigen. Perlengkapan utama yang diperlukan dalam
pemijahan ikan mas adalah kakaban, yakni tempat untuk menempelkan telur. Kakaban
dipasang di kolam pemijahan setelah induk jantan dan induk betina dimasukkan ke dalam
kolam tersebut. Jumlah kakaban yang dipasang untuk setiap kilogram induk adalah 5–7
buah (Djarijah, 2005).
Ukuran kolam pemijahan yang digunakan untuk pemijahan secara alami dengan
menggunakan hapa adalah 3 x 5 x 1 m. Kolam tersebut dapat diisi hapa sebanyak tiga buah
dengan ukuran 1 x 1 x 1 m atau 1 x 2 x 1 m. Induk jantan dan induk betina terpilih yang telah
9
matang gonad dimasukkan ke dalam hapa pada sore hari. Perbandingan bobot induk jantan
dan betina adalah 1 : 1. Jika hapa berukuran 1 x 2 x 1, jumlah kakabannya sebanyak 6–8
buah. Biasanya, ikan mas berpijah pada malam hari. Faktor lingkungan yang mempengaruhi
proses pemijahan adalah suhu air, pH, aliran air, kecerahan dan kandungan oksigen. Pagi
harinya induk yang telah memijah diangkat dari hapa dan dikembalikan lagi ke dalam kolam
induk. Induk yang belum memijah ditunggu satu malam lagi. Namun, jika sudah dua hari
tidak memijah, induk tersebut memang tidak mau memijah dan harus dipindahkan ke dalam
kolam induk (Lingga, 2004).
2.2.6 Penetasan Telur
Khairuman et al., (2005) menyatakan di kolam pemijahan, kakaban yang sudah
dipenuhi telur dibiarkan selama 2–3 hari. Hal ini biasanya terjadi pada pemijahan alami
dengan menggunakan hapa. Selama selang waktu itu, biasanya telur-telur akan menetas.
Setelah telur menetas, kakaban diangkat dan larvanya dibiarkan dalam hapa sampai kuning
telur hilang. Setelah lima hari larva siap ditebar dalam kolam. Telur ikan mas juga dapat
ditetaskan dengan menggunakan hapa di kolam penetasan. Luas minimum kolam yang
digunakan 500 m2. Kolam tersebut dikeringkan selama 3–4 hari hingga dasarnya retak. Jika
terjadi kebocoran, pematang harus diperbaiki. Perlu juga dipastikan bahwa saluran tengah
atau kamalir dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Menurut pengalaman beberapa petani, setiap 1 kg induk betina yang dipijahkan
diperoleh hasil sebanyak 35.000 – 40.000 butir telur dengan syarat induk yang dipijahkan
berkualitas unggul (Khairuman et al., 2005).
10
2.2.7 Pemeliharaan Larva
Untuk menumbuhkan pakan alami yang dibutuhkan larva, kolam harus dipupuk
menggunakan pupuk organik dan pupuk anorganik. Jumlah pupuk yang digunakan
disesuaikan dengan tingkat kesuburan perairan. Pupuk organik berupa kotoran ayam yang
digunakan sebanyak 500 gram/m2. Sementara itu, pupuk anorganik berupa TSP dan urea
yang digunakan masing-masing sebanyak 10 gram/m2. Kedua pupuk anorganik tersebut
dicampur dengan kapur sebanyak 15 gram/m2. Selanjutnya campuran pupuk dan kapur
tersebut diaduk merata dan ditebarkan keseluruh permukaan tanah dasar kolam.
Pemupukan dilakukan bersamaan dengan saat pemijahan induk agar pada saat telur
menetas, makanan alami yang diperlukan larva sudah tersedia di dalam kolam. Kemudian
kolam diisi air secara bertahap hingga ketinggian mencapai 75 cm dari dasar kolam. Selama
pemeliharaan, benih diberi pakan tambahan berupa tepung pelet sebanyak 2-3 kali per hari
pada pagi dan sore hari dengan cara menyebarkan merata keseluruh kolam (Khairuman et
al., 2005).
Untuk memperoleh pakan alami yang tidak tercampur oleh jenis plankton dan
tanaman air lainnya, dapat dilakukan dengan cara kultur muni. Bahkan cara ini biasa
dilakukan untuk produksi satu jenis plankton atau tumbuhan air saja. Pelaksanaan isolasi
plankton dalam kultur ini hanya dapat dilakukan didalam laboratorium atau tempat khusus,
tetapi untuk pelaksanaan produksi massal dapat dilakukan di kolam atau perairan lain
(Djarijah, 2003).
2.2.8 Pemberian Pakan
Jangkaru (2004) menyatakan pemberian pakan yang dilakukan setiap hari harus
sesuai dengan persentase dari bobot tubuh ikan. Oleh karena itu bobot tubuh ikan
11
mengalami pertambahan setiap hari maka jumlah pakan yang diberikan tentu bertambah
walaupun besaran ransumnya tetap. Perkiraan berat total populasi ikan dalam sebuah kolam
dilakukan dengan cara menimbang beberapa ikan sebagai sampel untuk memperoleh bobot
individu rata-rata kemudian dikalikan dengan jumlah ikan dalam kolam setelah dikurangi
dengan ikan yang mati selama selang waktu pemeliharaan.
Lebih lanjut Djarijah (2005) berpendapat bahwa waktu pemberian pakan berkaitan
erat dengan suhu air, jumlah pakan dan frekuensi pemberian pakan. Suhu air optimal yang
merupakan puncak selera makan bagi ikan yaitu sekitar 27-28 0C.
2.3 Kualitas Air
Sumberdaya air yang memenuhi persyaratan serta ketersediaan air secara kuantitatif
maupun kualitatif merupakan persyaratan untuk bisa melakukan kegiatan budidaya (Effendi,
2004).
Menurut Horvarth et.,al (1985) suplai air untuk benih ikan mas dapat diperoleh dari
sumur atau dari periran alami yang bebas pencemaran. Air yang diperoleh dari perairan
umum harus diendapkan lebih dahulu dalam bak pengendapan. Dari bak air itu dapat
dipompa melalui saringan pasir kedalam bak reservoir (tandon). Bila air diperoleh dari sumur
dapat dipompa langsung ke dalam tandon.
Djarijah, (2005) menyatakan air untuk penetasan telur sebaiknya dialirkan melalui bak
pengendapan (filter) dan dialirkan secara kontinu melalui pintu air yang kapasitas dan
debitnya dapat diatur. Suhu air selama penetasan telur dipertahankan pada kisaran 22 oC
sampai 24 oC. Kecepatan aliran air akan menentukan konsentrasi oksigen terlarut yang
dibutuhkan sebagai sumber energi dalam perkembangan embrio. Semakin cepat aliran air
12
berarti konsentrasi oksigen terlarut semakin tinggi. Tetapi, aliran air yang terlalu cepat akan
menghanyutkan larva yang masih lemah sehingga mudah stres dan mati.
Menurut Khairuman et al., (2005) kandungan oksigen terlarut untuk kegiatan
pembenihan ikan mas adalah lebih besar dari 2 mg/l, derajat keasaman (pH) berkisar antara
6,5 - 8,5 dan suhu air berkisar antara 26 0C – 28 0C.
Usaha pembenihan dan pendederan ikan mas dapat menggunakan air hujan, air
waduk, air sungai, mata air, air saluran irigasi, air permukaan, air sumur terbuka dan sumur
artesis. Dari berbagai sumber air tersebut, air waduk dianggap yang terbaik karena
endapannya cukup sedikit dan kandungan oksigen serta unsur hara yang diperlukan untuk
pertumbuhan pakan alami cukup tinggi.
2.4 Hama dan Penyakit
Serangan hama dan penyakit merupakan salah satu penyebab gagalnya usaha
budidaya ikan mas. Hama juga merupakan sumber penyakit karena membawa jasad
patogen. Populasi hama yang banyak dalam kolam akan membuat kualitas air menurun.
Tidak jarang, ikan mas yang akan dipanen mengalami kematian akibat serangan penyakit.
Pada dasarnya penyakit pada ikan dapat digolongkan menjadi penyakit bakteri dan penyakit
parasiter (Suseno, 2003).
Hama adalah organisme yang mampu menimbulkan gangguan terhadap ikan yang
dipelihara. Hama dapat menyebabkan terjadinya serangan penyakit, baik langsung maupun
tidak langsung. Hama dapat berupa pemangsa (predator), penyaing (kompetitor), perusak
sarana budidaya dan pencuri. (Kordi, 2004)
Menurut Khairuman et al., (2005) jenis hama yang umum menyerang ikan mas adalah
biawak, ular, linsang, kodok, dan beberapa jenis burung. Pengendalian hama dapat
13
dilakukan secara mekanis, yakni membunuh langsung hama yang ditemukan di tempat
pemeliharaan ikan. Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan adalah memasang perangkap
dan melokalisir seluruh areal kolam dengan pagar tembok sehingga hama tidak dapat
masuk.
Penyebab penyakit pada ikan ada dua, yakni jasad hidup dan bukan jasad hidup.
Jasad hidup yang menyebabkan penyakit pada ikan adalah parasit, seperti virus, jamur,
bakteri, protozoa, cacing dan udang renik. Sementara itu, penyebab penyakit yang bukan
termasuk jasad hidup adalah sifat fisika air, sifat kimia air dan pakan yang kurang cocok
untuk kehidupan ikan mas. Sifat fisika air yang menyebabkan sakit pada ikan adalah suhu
(Khairuman et al., 2005).
Kenaikan atau penurunan suhu secara mendadak dapat menyebabkan stres pada
ikan mas. Selain suhu, kandungan oksigen yang terlarut juga berpengaruh terhadap
kehidupan ikan mas. Jika kandungan oksigen yang terlarut sangat rendah, akan berakibat
menurunnya nafsu makan ikan. Adanya kandungan zat - zat beracun, seperti amonia, asam
belerang dan pestisida yang terlalu tinggi juga bisa menyebabkan penyakit pada ikan. Faktor
lain yang dapat menyebabkan ikan sakit adalah kualitas pakan yang rendah. Kualitas pakan
yang kurang baik bisa menyebabkan radang pada usus saluran makanan (Khairuman et al.,
2005).
2.5 Panen
Khairuman et al., (2005) menyatakan pemanenan dilakukan setelah benih mencapai
ukuran yang siap untuk didederkan di tempat lain, biasanya setelah benih berumur 2–3
minggu dari saat penebaran. Pemilihan waktu panen harus tepat, karena bisa menyebabkan
ikan stres, terutama akibat sengatan panas matahari. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada
14
suhu masih rendah, yaitu pada pagi dan sore hari. Jika panen belum selesai tetapi suhu
udara sudah terlanjur panas, sebaiknya kegiatan panen dihentikan dan dilanjutkan keesokan
harinya, tetapi kolam harus dialiri kembali hingga penuh. Jumlah benih yang dihasilkan
sangat tergantung dari beberapa faktor, antara lain kualitas benih, teknik pemeliharaan,
kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan dan serangan hama dan penyakit
Menurut Djarijah (2005) panen benih ikan dilakukan secara manual. Pemanenan
dilakukan dengan cara mengurangi volume air kolam pelan-pelan. Debit air pada pintu
pengeluaran ditambah, sementara pada pintu pemasukan dikurangi. Panen benih dalam
pemijahan secara konvensional tidak dapat dilakukan setiap saat. Waktu pemijahan induk
yang tidak serempak sangat menyulitkan pelaksanaan panen benih. Pada pembenihan ikan
secara konvensional di dalam kolam yang luas, panen dilakukan setelah benih mampu
berenang dan menyelamatkan diri. Pelaksanaan panen benih pada pembenihan secara
konvensional selalu dibarengi dengan penangkapan induk. Induk yang tertangkap segera
dipindahkan ke kolam perawatan atau penampungan induk. Panen benih ikan yang
dipijahkan secara konvensional sebaiknya dilakukan pada umur 2 bulan atau lebih.
Penentuan waktu panen harus memperhatikan umur ikan, bobot per individu ikan, dan
waktu panen. Penentuan panen yang tepat sangat penting karena petani harus dapat
menyesuaikan dengan pasar (Cahyono, 2001).
15
III. BAHAN, ALAT DAN METODE
3.1 Bahan dan Alat
3.1.1. Wadah percobaan
Wadah yang digunakan berupa kolam permanen dinding beton.Kolam berukuran ± 300-
1000 m² untuk pendederan sebanyak 7 kolam.
3.1.2. Ikan
Ikan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah induk Ikan Mas yang terdapat di Balai
BAT Tatelu sebanyak 15 ekor induk betina dengan berat rata-rata 2,5 Kg dan 30 ekor induk
jantan dengan berat rata-rata 2 Kg.
3.1.3. Pakan
Pakan yang digunakan adalah pakan komersil dengan kadar protein 30%.
3.1.4. Pupuk dan Kapur
Pupuk yang dipakai adalah pupuk organik dan pupuk anorganik.Pupuk organik yang
digunakan berupa kotoran ayam, sedangkan untuk pupuk anorganik menggunakan pupuk
NPK dan Kapur yang digunakan adalah kapur pertanian.
3.1.5. Alat
Alat yang digunakan selama pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut :
- scop-net - Hapa - Arco dan lain-lain
- waring - Kakaban
16
- ember - Tagaho
- Alat ukur kualitas air - Skop
3.2. Metode
3.2.1. Persiapan kolam
- Kolam dikeringkan dan dijemur selama 5-7 hari
- Kolam dibersihkan kemudian tanah dasar kolam diolah dengan cara dicangkul atau
dibajak kemudian diratakan.
- Dasar kolam dikapur dengan dosis 25 gram/ m2
- Dilakukan pemupukan dengan pupuk organik dengan dosis 500-1000 gram/ m2 dan
disebar secara merata dipermukaan dasar kolam.
- Jika perlu ditambahkan pupuk anorganik berupa urea dengan dosis 10 gram/ m2.
- Air dimasukkan sedikit saja,cukup menutupi dasar kolam dengan kedalaman
kurang lebih 30 cm,kemudian dibiarkan selama 3 hari sampai pakan alami tumbuh
dengan baik,kemudian ketinggian air ditambah perlahan –lahan hingga pada hari
kelima mencapai kurang lebih 60 cm.
3.2.2. Pemeliharaan
- Larva yang telah siap ditebar ,dipindahkan kekolam pendederan pertama yang
telah diolah,dengan tingkat kepadatan 80 ekor/m2.Lama pemeliharaan di
pendederan I adalah 16-21 hari,larva diberi pelet halus dengan dosis 1 kg/100.000
larva.frekuensi pemberian pakan sebanayak 3 kali sehari.
- Pada tahap pendederan II proses pengelolaan kolam sama seperti pada
pendederan I.
17
- Tingkat kepadatan 50 ekor/ m2,frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari sebesar
20% Biomas dan Lama pemeliharaan selama 30 hari.
- Pada kolam pendederan ketiga ditebar dengan kepadatan 25 ekor/m2,dipelihara
selama 30 hari.
- Kualitas air harus selalu dikontrol mulai pada tahap pemijahan sampai pada tahap
pendederan I-III.
3.3. Waktu dan Tempat
Kegiatan ini dilaksanakan di Balai Budidaya Air Tawar Tatelu,dimulai dari bulan
Februari sampai dengan bulan Desember.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada pelaksanaan produksi benih sebar ikan mas yang bermutu yang dilakukan
tahun 2009 telah hasilkan larva sebanyak 6.000.000 ekor dengan jumlah pemijahan
sebanyak 20 kali.
Pada pendederan pertama dihasilkan secara keseluruhan ukuran 2-3 cm sebanyak
600.000 ekor dan pada pendederan kedua dihasilkan jumlah benih dengan ukuran 3-5
cm sebanyak 150.000 ekor.
Rendahnya persentase survival rate yang dihasilkan disebabkan oleh beberapa faktor
yang pertama adalah tingkat kesuburan kolam yang rendah sehingga kelimpahan
plankton tidak bertahan lama namu, yang kedua yaitu adanya hama seperti larva capung
dan burung.
18
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, H., (1999). Penuntun Praktis Budidaya Perikanan (Suatu Rangkuman). PD. Mahkota. Jakarta.
Cahyono, B. (2001). Budidaya Ikan di Perairan Umum. Kanisius. Yogjakarta.
Djarijah, A. S., (2003). Pakan Ikan Alami. Kanisius. Yogjakarta.
(2005). Pembenihan Ikan Mas. Kanisius. Yogjakarta.
Effendie, M.I. (1979). Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Effendi, I., (2004). Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Horvarth, L., G. Tamas and A. G. Choce (1985). Mass Production of Advance Fry and Fingerlings. Diterjemahkan oleh Rachmatun, S.R., (1987) Ikan Mas (Common carp) Produksi Telur dan Burayak Secara Massal dalam INFIS Manual Seri No. 40, 1987. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta.
Jangkaru, Z., (2004) Memelihara Ikan di Kolam Tadah Hujan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kordi K., M.G.H., (2004). Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Bina Adiaksara. Jakarta.
Khairuman, Sudenda D., dan Gunadi B., (2005) Budidaya Ikan Mas Secara Intensif. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Lingga, P., (2004) Ikan Mas Kolam Air Deras. Penebar Swadaya. Jakarta.
Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (2003). Mas (Cyprinus carpio L.). http://warintek.progresio.or.id
Mulyanto, (1999). Transportasi Ikan Hidup dan Pengamatan Transportasi Benih Nila Gift Dari Waduk Cirata ke Lab. Basah STP. Jurnal STP vol. 2 no. 1 tahun 1999. Jakarta.
Rahardi F., R. Kristiawanti, Nasaruddin. 2001. Agribisnis Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.
1.1. Rochdianto, A (2005). Ikan Karper (Cyprinus carpio) Sistematika dan
Morfologi. http://id.wikipedia.org.
19
Soeharto I. (1997). Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai Operasional. Erlangga. Jakarta.
Sucipto A. (2005). Pembenihan Ikan Mas di BBAT Sukabumi. Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi.
Sudarto (2000). Plasma Nutfah Ikan Mas (Cyprinus Carpio). Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT). Bogor.
Susanto, H., dan Rochdianto A. (1999). Kiat Budidaya Ikan Mas di Lahan Kritis. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suseno, D., (2003) Pengelolaan Usaha Pembenihan Ikan Mas. Penebar Swadaya. Jakarta.
20