Sebagai Syarat Memperoleh Derajat Magister Program Studi ...
Transcript of Sebagai Syarat Memperoleh Derajat Magister Program Studi ...
PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE
DALAM PENENTUAN ANGGARAN PEMILIHAN BUPATI
DAN WAKIL BUPATI BANTUL TAHUN 2015
TESIS
Sebagai Syarat Memperoleh Derajat Magister
Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan
Oleh :
Didik Joko Nugroho
NIM : 16610022
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “AMPD”
YOGYAKARTA
2020
PENGESAHAN
TESIS
PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM
PENENTUAN ANGGARAN PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL
BUPATI BANTUL TAHUN 2015
Disusun oleh:
Didik Joko Nugroho
16610022
Disahkan oleh Tim Penguji
Pada tanggal : 26 Juni 2020
Pembimbing / Ketua Tim Penguji
Dr. Supardal, M.Si.
:………………………………………………
Penguji I
Dr. R Widodo Triputro, M.Si.
:………………………………………………
Penguji II
Drs. Suharyanto, MM.
:………………………………………………
Mengetahui
Direktur Program Magister
Program Studi Ilmu Pemerintahan
Dr. Supardal, M.Si.
ABSTRAK
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 menjadi acuan pelaksanaan Pemilihan Kepala
Daerah Serentak di Indonesia. Gelombang pertama Pemilihan kepala daerah serentak dilaksanakan
pada tanggal 9 Desember 2015 dengan diikuti oleh 269 daerah di Indonesia. Bantul menjadi salah
satu kabupaten yang melaksanakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati secara langsung untuk
ketiga kalinya sejak Tahun 2005. Salah satu permasalahan yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 2015 ini adalah terkait pendanaan bagi pilkada, dalam hal pendanaan disebutkan
dalam pasal 200 ayat (1) bahwa Pendanaan kegiatan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
yang dilaksanakan pada Tahun 2015 dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Menteri Dalam Negeri representasi pemerintah pusat dalam rangka menjamin pendanaan pilkada
serentak Tahun 2015 kemudian mengeluarkan Peraturan Mendagri Nomor 44 Tahun 2015 tentang
Pengelolaan Dana Kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
serta Walikota dan Wakil Walikota. Dalam Peraturan Mendagri tersebut disampaikan bahwa KPU
kabupaten/ kota mengusulkan kebutuhan pendanaan kepada Bupati/Walikota. KPU Bantul sesuai
dengan peraturan tersebut mengusulkan anggaran pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul
Tahun 2015 dengan jumlah usulan 19,9 Milyar. Dalam perkembangannya setelah melalui beberapa
kali pertemuan dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah maka KPU Bantul mendapatkan hibah
sebesar 18,6 Milyar. Fakta terjadinya dinamika dalam pengambilan kebijakan pendanaan oleh
pemkab Bantul ini tentunya menjadi bahan menarik dalam rangka melakukan evaluasi kebijakan
pendanaan pilkada serentak yang dibebankan kepada pemerintah kabupaten. Oleh karena itu
permasalahan yang akan diteliti berkaitan dengan bagaimana penerapan prinsip-prinsip good
governance dalam penentuan anggaran Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul pada tahun
2015?
Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif dengan studi kasus penentuan
kebijakan anggaran Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul Tahun 2015. Locus penelitian
berada di Bantul terutama institusi yang terlibat secara langsung dalam penentuan kebijakan yaitu
Pemerintah Daerah Bantul, dan KPU Bantul dengan metode pemilihan subyek penelitian melalui
metode purposive. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam serta didukung
dengan mengumpulkan data-data sekunder berupa peraturan-peraturan yang berkaitan dengan
pendanaan pemilihan kepala daerah serentak.
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dari 8 (delapan) prinsip good governance yaitu
partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efektif dan efisien, kepastian hukum, responsif, konsensus,
setara dan inklusif secara umum sudah diterapkan dalam penentuan kebijakan anggaran untuk
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul Tahun 2015. Penerapan masing-masing prinsip
tersebut ada yang sudah terlihat akan tetapi ada juga yang belum begitu terlihat. Selain itu dalam
penentuan kebijakan anggaran juga didapatkan temuan beberapa kelemahan dalam penentuan
kebijakan. Salah satu kelemahannya adalah KPU Bantul cenderung merasa tergantung dengan
pemerintah daerah dalam hal kepastian pendanaan pemilihan kepala daerah. Berdasarkan temuan
tersebut maka rekomendasi dari penelitian ini perlu perubahan kebijakan anggaran untuk
pemilihan kepala daerah yaitu ditanggung oleh anggaran dari pusat (APBN).
Kata kunci :
good governance, penentuan anggaran, pilkada.
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas limpahan karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
penulisan Tesis ini sebagai pemenuhan persyaratan memperoleh derajat Magister Ilmu
Pemerintahan, STPMD “APMD” Yogyakarta.
Dalam penyusunan dan penyelesaian Tesis ini penulis banyak mendapatkan dukungan serta
bantuan dari banyak pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ungkapan
syukur dan terima kasih kepada :
1. Dr. Supardal,M.Si beserta Dr. Yuni Satria Rahayu,SS.M. Hum selaku pembimbing Tesis
yang dengan sabar memberikan bimbingan dan selalu mengingatkan penulis untuk segera
menyelesaikan Tesis.
2. Dr. R Widodo Triputro,M.Si dan Drs. Suharyanto,MM selaku penguji yang telah
memberikan masukan dan saran bagi penulis untuk menyempurnakan Tesis ini.
3. Seluruh pengajar dan karyawan Magister Ilmu Pemerintahan STPMD “APMD” beserta
teman-teman Angkatan 17 atas semua dukungan sehingga proses penulisannya Tesis ini
bisa selesai dengan baik.
4. Istriku Shinta Dwi Astuti Rini serta Anakku Aufa Fikri Nugroho atas semua doa dan
ketulusannya untuk mendukung ayahnya menyelesaikan studi lanjutanya ini.
5. Ibunda Supeni serta semua keluarga atas perhatiannya selalu mengingatkan untuk segera
menyelesaikan Tesis ini.
6. Rekan-rekan komisioner dan sekretariat KPU Kab. Bantul yang telah mendukung dan
membantu penyelesaian Tesis ini sejak pengambilan data sampai dengan penyelesaian
penulisan.
7. Para informan penelitian baik dari KPU Kab. Bantul, Pemerintah Daerah Bantul maupun
dari DPRD Bantul atas semua informasi dan datanya sehingga Tesis ini bisa selesai dengan
baik.
Penulis menyadari bahwa Tesis ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
kedepan harapannya muncul tulisan yang menyempurnakan dan melengkapi Tesis ini. Terima
kasih.
Yogyakarta, 6 Mei 2020
Penulis
Didik Joko Nugroho
DAFTAR ISI Halaman
Halaman Judul……………………………………………………………. i
Halaman Pengesahan…………………………………………………… ii
Halaman Pernyataan…………………………………………………….. iii
Abstrak………………………………………………………………….. vi
Kata Pengantar………………………………………………………….. v
Daftar Isi…………………………………………………………………
Daftar Tabel ……………………………………………………………
vi
vii
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………. 1
A. Latar belakang masalah…………………………………………. 1
B. Rumusan masalah……………………………………………….. 6
C. Tujuan Penelitian……………………………………………….. 7
D. Manfaat Penelitian………………………………………………. 7
E. Kerangka Konseptual…………………………………………… 7
F. Metode Penelitian………………………………………………. 25
BAB II. PROFIL KPU KABUPATEN BANTUL……………………… 30
A. Profil KPU Kabupaten Bantul………………………………….. 30
1. Kondisi Umum……………………………………………… 30
2. Sekretariat ………………………………………………….. 40
B. Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2015……………….. 43
BAB III. ANALISIS PENENTUAN KEBIJAKAN ANGGARAN
PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI BANTUL TAHUN 2015
48
A. Analisis Penerapan Prinsip Partisipasi …………………………… 53
B. Analisis Penerapan Prinsip Transparansi…………………………. 57
C. Analisis Penerapan Prinsip Akuntabel……………………………. 59
D. Analisis Penerapan Prinsip Efektif dan Efisien …………………..
E. Analisis Penerapan Prinsip Kepastian Hukum ……………………
F. Analisis Penerapan Prinsip Responsif……………………………..
62
65
68
G. Analisis Penerapan Prinsip Konsensus…………………………..
H. Analisis Penerapan Prinsip Setara dan Inklusif…………………..
69
70
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………….. 72
A. Kesimpulan …………………………………………………….. 72
B. Saran …………………………………………………………….. 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
78
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Mekanisme Pemilihan Kepala Daerah untuk Propinsi dan
Kabupaten/ Kota di Indonesia ...................................................... 16
Tabel 1.2 Daftar informan penelitian............................................................. 26
Tabel 2.1 Persebaran tempat pemungutan suara dan jumlah pemilih............ 51
Tabel 2.2 Hasil perolehan suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul
Tahun 2020 ................................................................................ 52
Tabel 3.1 Penerimaan hibah pemilihan......................................................... 60
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung merupakan perwujudan demokrasi
ditingkat lokal yang berlangsung secara rutin 5 tahun sekali. Dalam sejarah perjalanan
demokrasi di Indonesia, pilkada langsung mulai dilaksanakan pada Tahun 2005. Pilkada
langsung untuk pertama kalinya diatur dalam Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Didalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 56
dinyatakan Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang
dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur
dan adil. Pengaturan tentang pemilihan kepala daerah langsung ini merupakan salah satu
perkembangan yang signifikan dari dinamika perkembangan otonomi daerah yang sudah
diterapkan pasca reformasi. Perubahan mekanisme pemilihan kepada daearah yang
mulanya melalui keterwakilan melalui DPRD menjadi pemilihan langsung tentunya juga
memperkuat demokrasi di tingkat lokal. Demokrasi yang pada prinsipnya mensyaratkan
adanya kebebasan, persamaan hak, serta kedaulatan rakyat dapat dipraktekkan dalam
pemilihan langsung kepala daerah dan wakil kepala daerah. Didalam Undang-Undang ini
juga secera tegas mengatur bahwa untuk pelaksanaan pemilihan kepada daerah dan wakil
kepala daerah dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Dalam
melaksanakan penyelenggaraan pemilihan ini KPUD menyampaikan laporan kepada
2
DPRD. Pelaksanaan pilkada langsung yang sudah dimulai di Tahun 2004 kemudian
dikuatkan kembali dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Menurut Undang-Undang ini maka Pilkada langsung
merupakan bagian dari pemilihan umum yang dilaksanakan di daerah untuk memilih
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil
Walikota. Didalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 ini juga disebutkan bahwa
penyelenggara pilkada langsung adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) , KPU Provinsi,
serta KPU kabupaten/ kota. Kematangan demokrasi khususnya dalam hal pemilihan
kepala daerah langsung kembali menguat dengan diaturnya pencalonan melalui jalur
perseorangan dalam Undang –Undang Nomor 12 Tahun 2008.
Setelah mengalami kemajuan yang signifikan dalam pelaksanaan Pilkada langsung
selama lebih dari 10 tahun, pada akhir Tahun 2014 Presiden Susilo Bambang Yudoyono
(SBY) bersama DPR menetapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Salah satu norma baru dalam undang-undang
tersebut adalah diubahnya sistem pemilihan kepala daerah menjadi dari langsung menjadi
tidak langsung atau melalui DPRD. Keputusan ini tentunya menimbulkan pro dan kontra
yang luas dimasyarakat. Setelah muncul banyak aksi penolakan dari masyarakat sipil
maka kemudian Presiden SBY mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang
(Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 yang mencabut Undang-Undang Nomor 22 tentang
Pilkada dan mengembalikan ke sistem pilkada langsung. Perppu yang ditandatangani oleh
3
Presiden SBY ini kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
oleh Presiden Joko Widodo. Didalam Undang-Undang ini sudah diatur tentang rencana
pelaksanaan Pilkada langsung serentak yang akan dimulai pada Tahun 2015. Dinamika
perubahan peraturan terus terjadi, pada Tahun 2015, Presiden Joko Widodo dan DPR
menetapkan Undang- Undang 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU nomor 1 Tahun
2015 tentang penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemlihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU. Merujuk pada Undang-
Undang Nomor 08 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, pasal
201 maka akan dilaksanakan Pilkada serentak dalam 3 (tiga) gelombang yaitu Tahun
2015, Tahun 2017 dan Tahun 2018. Pilkada serentak gelombang pertama yang
dilaksanakan pada tanggal 09 Desember 2015 diikuti oleh 261 daerah dengan rincian 9
propinsi, 219 kabupaten, dan 33 kota diseluruh Indonesia. Dalam konteks
penyelenggarannya, pilkada serentak Tahun 2015 menjadi tanggung jawab bersama
antara KPU RI, KPU Propinsi, serta KPU kabupaten/ kota. Hal ini sesuai dengan bunyi
pasal 8 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota.
Salah satu permasalahan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 ini
adalah terkait pendanaan bagi pilkada, dalam hal pendanaan disebutkan dalam pasal 200
ayat (1) bahwa Pendanaan kegiatan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang
dilaksanakan pada Tahun 2015 dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
4
Daerah. Menteri Dalam Negeri representasi pemerintah pusat dalam rangka menjamin
pendanaan pilkada serentak Tahun 2015 kemudian mengeluarkan Peraturan Mendagri
Nomor 44 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Dana Kegiatan Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Dalam
Peraturan Mendagri tersebut disampaikan bahwa KPU kabupaten/ kota mengusulkan
kebutuhan pendanaan kepada Bupati/Walikota. Usulan pendanaan tersebut kemudian
dibahas bersama antara KPU kabupaten/ kota dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah
(TAPD).
Kabupaten Bantul termasuk salah satu kabupaten yang melaksanakan Pilkada di
tahun 2015. Dalam konteks pendanaan, sesuai dengan peraturan yang berlaku maka KPU
Bantul berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Bantul terkait pendanaan pilkada yang
akan dilaksanakan pada tanggal 09 Desember 2015. Koordinasi dilakukan dengan Bupati
Bantul , serta Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten (pemkab) Bantul sudah dilakukan
sejak akhir Tahun 2014 dengan pengajuan awal dana sebesar 19,9 Milyar. Di Tahun 2015
Pemkab Bantul melalui Sekretaris daerah menyampaikan bahwa ada keterbatasan
anggaran karena posisi keuangan daerah yang mengalami defisit. Akhirnya KPU Bantul
melakukan rasionalisasi anggaran dengan tujuan menurunkan permohonan usulan
anggaran pilkada. Rasionalisasi anggaran yang dilakukan oleh KPU Bantul ini melibatkan
TAPD sebagai tim yang bertugas menyiapkan dan melaksanakan kebijakan keuangan
daerah. Setelah melalui beberapa kali tahapan rasionalisasi akhirnya usulan anggaran
5
pilkada yang diajukan oleh KPU Bantul disetujui oleh Pemkab Bantul dengan jumlah 18,6
Milyar. Persetujuan usulan anggaran ini dilanjutkan dengan penandatanganan hibah dana
antara Bupati Bantul dengan Ketua KPU Bantul. Dalam perkembangannya bupati yang
menjabat ini kembali mencalonkan sebagai calon bupati periode 2016-2021.
Penandatangan hibah dana pilkada di Bantul adalah yang terakhir dibandingkan dengan
KPU Sleman dan Gunungkidul yang juga melaksanakan pilkada serentak di DIY. Dalam
hal pencairan dana yang dihibahkan ke KPU, KPU Bantul juga menjadi KPU kabupaten
paling akhir di DIY yang mendapatkan pencairan dana dari pemda. Fakta terjadinya
dinamika dalam pengambilan kebijakan pendanaan oleh pemkab Bantul ini tentunya
menjadi bahan menarik dalam rangka melakukan evaluasi kebijakan pendanaan pilkada
serentak yang dibebankan kepada pemerintah kabupaten.
Keaslian Penelitian
Penelitian tentang kebijakan penganggaran pilkada masih sangat jarang ditemukan,
ada satu penelitian yang dilakukan berkaitan dengan penganggaran pilkada di Provinsi
Bali (Gayatri;2005). Penelitian yang dilakukan oleh Gayatri di Provinsi Bali ini fokus
pada konflik pengelolaan anggaran Pilkada antara Komisioner KPU Bali sebagai
pimpinan KPU Bali dengan Sekretaris KPU Bali sebagai Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA) serta dengan Gubernur sebagai Penanggungjawab Anggaran (PA) untuk APBD
Provinsi Bali. Penelitian tentang pengganggaran di Pilkada Bali ini menggunakan
kerangka teori konflik untuk melihat proses tarik ulur pengganggaran baik antara
6
Komisioner KPU dengan Gubernur maupun antara Komisioner KPU dengan Sekretaris
KPU Bali. Penelitian (tesis) yang akan ditulis oleh peneliti ini berbeda dengan penelitian
yang sudah dilakukan diatas. Penelitian ini akan difokuskan pada praktik tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance) dalam hal pelaksanaan kebijakan
penganggaran pilkada di Bantul pada Tahun 2015 yang lalu. Proses berjalannya kebijakan
penganggaran pilkada di Bantul ini akan dilihat dengan kacamata prinsip-prinsip tata
kelola pemerintahan yang baik (good governance). Penelitian ini akan fokus pada
pelaksanaan kebijakan pendanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2015.
Penekanan pelaksanaan kebijakan pendanaan ini akan difokuskan kepada evaluasi
kebijakan pendanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul Tahun 2015 yang
dibebankan kepada Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD).
Diharapkan dengan penelitian penganggaran pilkada dari perspektif good governace
akan muncul rekomendasi lebih lanjut tentang efektif atau tidaknya penganggaran pilkada
yang dibebankan kepada APBD.
B. Rumusan Masalah:
Penelitian tentang penerapan prinsip-prinsip good governance dalam penentuan
anggaran Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul Tahun 2015 ini akan mengangkat
permasalahan :
Bagaimana penerapan prinsip-prinsip good governance dalam penentuan anggaran
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul pada Tahun 2015 ?
7
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk :
Untuk mengetahui penerapan prinsip-prinsip good governance dalam penentuan anggaran
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul Tahun 2015 yang dibebankan pada APBD
Bantul.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian :
1. Manfaat akademis
Agar menambah perspektif tentang penerapan prinsip-prinsip good
governance dalam penentuan anggaran penyelenggaraan pilkada langsung
terutama dari sisi pendanaan.
2. Manfaat praktis
Agar menjadi bahan evaluasi terhadap peraturan yang mengatur pembebanan
pendanaan pilkada serentak pada APBD.
E. Kerangka Konseptual
Penelitian ini akan fokus melihat penerapan prinsip-prinsip good governance dalam
penentuan kebijakan pendanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul di Tahun
2015. Oleh karena itu teori yang akan digunakan adalah teori good governance. Selain itu
sebagai landasan pemahaman juga akan dipaparkan sistem pemilu yang diterapkan di
8
Indonesia serta pemahaman tentang pemilihan kepala daerah (pilkada). Selain itu juga
akan paparkan kebijakan otonomi daerah yang berdampak pada sistem pemerintahan di
daerah termasuk didalamnya masalah keuangan daerah.
1. Good Governance
Pasca reformasi tuntutan publik terhadap pemerintahan yang lebih baik
semakin menguat. Salah satu ukuran yang sering menjadi tuntutan publik adalah
terwujudnya good governance. Istilah good governance banyak diartikan sebagai
tata kelola pemerintahan yang baik ataupun penyelenggaraan negara yang baik.
Akan tetapi pada intinya governance merujuk pada pengertian bahwa kekuasaan
tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah. Governance
menekankan pelaksanaan fungsi governing secara bersama-sama oleh pemerintah
dan institusi-institusi lain seperti LSM, perusahaan swasta maupun warga negara
(Dwiyanto; 2006). Perspektif good governance menghendaki adanya peran secara
bersama-sama antara pemerintah, dengan lembaga semi pemerintah dan lembaga
non pemerintah yang berjalan secara setara.
Bagaimana peran pemerintah dalam konteks governance? Paling tidak ada 6
(enam) prinsip yang ditawarkan untuk menjawab pertanyaan tersebut
(Yudoyono:2003):
a. Dalam kolaborasi yang dibangun, pemerintah (negara) tetap sebagai figur
kunci namun tidak mendominasi serta memiliki kapasitas untuk
9
mengkoordinasi aktor-aktor dari institusi-institusi semi pemerintah dan
non pemerintah untuk mencapai tujuan publiknya.
b. Kekuasaan yang dimiliki negara harus ditransformasikan, dari yang
semua dipahami sebagai “kekuasaan atas”menjadi “kekuasaan untuk”
menyelenggarakan kepentingan, memenuhi kebutuhan, dan
menyelesaikan masalah publik.
c. Negara, NGO, swasta, dan masyarakat lokal merupakan aktor-aktor yang
memiliki posisi dan peran saling menyeimbangkan untuk menyelesaikan
masalah publik.
d. Negara harus mampu mendesain ulang struktur dan kultur organisasinya
agar siap dan mampu menjadi katalisator bagi institusi lainnya untuk
menjalin kemitraan yang kokoh, otonom dan dinamis.
e. Negara harus melibatkan semua pilar masyarakat dalam proses kebijakan
mulai dari formulasi, implementasi, dan evaluasi kebijakan serta
penyelenggaraan layanan publik.
f. Negara harus mampu meningkatkan kualitas responsivitas, adaptasi, dan
akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan kepentingan, pemenuhan
kebutuhan, dan penyelesaian masalah publik
Sementara itu United Nation Development Program (UNPD) menyampaikan
delapan prinsip dalam good governance yaitu :
10
a. Partisipasi artinya bahwa ketertiban masyarakat dalam menyalurkan
aspirasinya dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun
tidak langsung (melalui lembaga perwakilan). Partisipasi yang bersifat
konstruktif ini dibangun atas dasar kebebasan beraosiasi dan berbicara.
b. Transparansi, artinya transaparansi dibangun atas dasar kekebasan
memperoleh informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara
langsung yang dapat diperoleh oleh masyarakat secara langsung.
c. Akuntabel, artinya pertanggungjawaban kepada publik atas setiap
aktivitas yang dilakukan.
d. Efektif dan Efisien, artinya pengelolaan sumber daya publik dilakukan
secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif).
e. Kepastian hukum, artinya ada kerangka hukum yang digunakan dan
dilaksanakan tanpa pandang bulu.
f. Responsif, artinya lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap
dalam melayani para pemangku kepentingan.
g. Konsensus, artinya lembaga publik harus berorinetasi pada kepentingan
masyarakat yang lebih luas.
h. Setara dan Inklusif, artinya setiap masyarakat memiliki kesempatan yang
sama untuk memperoleh kesetaraan dan keadilan.
11
Melalui prinsip-prinsip diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam sistem
administrasi good governance haruslah melibatkan banyak pelaku, jaringan dan
institusi di luar pemerintah untuk mengelola masalah dan kebutuhan publik
(Dwiyanto,dkk;2003).
2. Sistem Pemilu di Indonesia
Sistem Pemilu di dunia secara umum dapat dibagi menjadi 4 (empat) rumpun
sistem pemilu yaitu, sistem pluralitas/ mayoritas (plurality/ majority system),
sistem perwakilan proporsional (proporsional representation system), sistem
campuran (mixed system) dan sistem-sistem lainnya (others system) (Marijan:
2007). Di Indonesia, sistem pluralitas/ mayoritas dikenal dengan sistem distrik.
Dalam sistem ini maka transfer perolehan suara ke dalam perolehan kursi yang
didasarkan pada distrik atau daerah pemilihan. Yang memperoleh kursi adalah
calon yang memperoleh suara terbanyak di distrik tersebut. Rumpun kedua adalah
sistem proporsional. Prinsip utama sistem ini adalah terjemahan capaian suara di
dalam pemilu oleh peserta pemilu ke dalam alokasi kursi di lembaga perwakilan
secara proporsional. Rumpun ketiga adalah yang disebut dengan sistem campuran.
Sistem ini berusaha menggabungkan apa yang terbaik dalam sistem pluralitas/
mayoritas dan didalam sistem proporsional. Dalam sistem campuran ini terdiri dari
dua sistem yaitu mixed member proporsional (MMP) serta yang kedua sistem
pararel. Selain ketiga rumpun diatas, masih ada rumpun pemilu keempat yaitu
12
sistem pemilu lain diluar ketiga rumpun tersebut seperti single nontransferable
vote (SNTV), limited vote (LV) dan Borda Count (BC). Sejak Tahun 1955,
Indonesia menganut sistem proporsional dalam Pemilu. Di dalam sistem ini maka
alokasi jumlah kursi di lembaga perwakilan didasarkan pada perolehan suara di
masing-masing peserta pemilu secara proporsional. Dalam sistem pemilu yang
diterapkan di Indonesia ini, alokasi dan distribusi kursi didasarkan pada jumlah
penduduk. Hal ini dilakukan untuk membuat keseimbangan antara wakil dari Jawa
yang sempit luas wilayahnya tetapi besar penduduknya dengan wilayah luar Jawa
yang luas wilayahnya tetapi lebih sedikit jumlah penduduknya. Metode pembagian
kursi yang diterapkan dalam sistem Pemilu di Indonesia menggunakan sistem
kuota hare, baru pada Pemilu serentak yang akan dilaksanakan pada Tahun 2019
yang akan datang digunakan sistem saint laque.
Selain untuk memilih anggota DPR/D, pemilu juga untuk memilih pejabat-
pejabat politik lainnya yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan
Wakil Presiden, serta Kepala Daerah baik Gubernur/ Wakil Gubernur, Bupati/
Wakil Bupati, serta Walikota/ Wakil Walikota. Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden yang dimasa Orde Baru dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR), sejak Tahun 2004 dipilih secara langsung oleh rakyat. Pada Pemilu 2004
dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden ditentukan syarat mayoritas mutlak,
yaitucalon yang menang harus memperoleh dukungan minimal 50% +1 serta
13
memperoleh dukungan minimal 20% di separuh provinsi dan kabupaten.
Konsekuensi dari aturan ini, pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2004
terjadi Pemilihan putaran kedua antara pasangan Susilo Bambang Yudoyono-Jusuf
Kalla dengan pasangan Megawati-Hasyim Muzadi. Mekanisme pemilihan secara
langsung juga diterapkan pada pemilihan kepala daerah, tepatnya pada tanggal 1
Juni 2005 para kepala daerah baik itu Gubernur/ Wakil Gubernur, Bupati/ Wakil
Bupati, serta Walikota/ Wakil Walikota dipilih secara langsung. Dasar pemilihan
kepala daerah (pilkada) langsung adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Beberapa latar belakang alasan perubahan mekanisme pemilihan kepala daerah
dari tidak langsung menjadi pemilihan langsung adalah :
a. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat.
b. Warga masyarakat di daerah, sebagai bagian dari warga negara Republik
Indonesia berhak atas kedaulatan yang merupakan hak asasi mereka yang
telah dijamin dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh
karena itu, berdasarkan kedaulatan yang mereka miliki, harus diberikan
kesempatan ikut menentukan masa depan daerahnya masing-masing
melalui pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung.
c. Legitimasi yang sama antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
dengan DPRD.
14
d. Seperti kita ketahui bersama bahwa pemilihan anggota DPRD
dilaksanakan secara langsung dengan sistem proporsional. Apabila kepala
daerah dan wakil kepala daerah dipilih tidak secara langsung maka akan
berpengaruh pada tingkat legitimasi yang lebih rendah dibandingkan
dengan anggota DPRD.
e. Kedudukan yang sejajar antara Kepala daerah dan Wakil Kepala daerah
dengan DPRD.
f. Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung akan
memberikan kedudukan sebagai mitra yang sejajar bagi DPRD. Hal ini
terjadi karena baik kepala daerah dan wakil kepala daerah maupun DPRD
menjalankan tugasnya atas dasar amanat dari rakyat pada pemilihan
langsung.
g. Mencegah terjadinya praktik politik uang.
h. Pada saat kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh melalui
perwakilan di DPRD terjadi kerawanan politik uang. Hal ini dimungkinkan
mengingat besarnya kewenangan DPRD dalam proses pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah. Dengan adanya pemilihan langsung
terjadinya politik uang dapat dicegah atau minimal dapat dikurangi seiring
dengan kematangan berdemokrasi di desa (Abdullah, 2005)
15
Pada perkembangannya melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015,
pilkada yang awalnya dilaksanakan sesuai dengan jadwal berakhirnya kepala daerah
masing-masing kemudaian diubah menjadi pilkada serentak. Istilah serentak
didefinisikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai
“bersama-sama” (gerakan dan waktunya). Keserentakan dalam hal pilkada ini akan
terjadi baik untuk tingkat propinsi, kabupaten, maupun kota di Indonesia. Sesuai
undang-undang tersebut maka pilkada serentak akan dilaksanakan dalam 3 (tiga)
gelombang yaitu di gelombang pertama di Tahun 2015 diperuntukkan bagi kepala
daerah dan wakil kepala daerah yang akhir masa jabatannya Tahun 2015 dan
semeter pertama Tahun 2016, gelombang kedua di Tahun 2017 diperuntukkan bagi
kepala daerah dan wakil kepala daerah yang akhir masa jabatannya semester kedua
Tahun 2016 dan seluruh yang akhir masa jabatan Tahun 2017 , dan gelombang
ketiga pada Tahun 2018 diperuntukkan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah
yang akhir masa jabatannya Tahun 2018 dan akhir masa jabatannya Tahun 2019
(Kumolo, 2015).
3. Pemilihan Kepala Daerah
Salah satu implementasi pelaksanaan kedaulatan rakyat tercermin dalam
pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung. Selain mencerminkan
kedaulatan rakyat, pemilihan kepala daerah secara langsung juga merupakan wujud
pelaksanaan demokrasi. Demokrasi yang menurut Abraham Lincoln sebagai
16
perwujudan pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat tergambar kuat dari proses
maupun tujuan dari pemilihan kepala daerah secara langsung ini. Dilihat dari
prosesnya, pemilihan kepala daerah dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu pemilihan
kepala daerah langsung dan pemilihan kepala daerah tidak langsung atau
perwakilan. Pemilihan kepala daerah secara langsung artinya rakyat sebagai pemilih
dapat memilih dan menentukan calon kepala daerah yang dipilihnya melalui
pemungutan suara. Sedangkan pemilihan kepala daerah tidak langsung atau
perwakilan adalah sistem pemilihan kepala daerah dengan cara rakyat melalui wakil
rakyat yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memilih calon
kepala daerah yang telah ditentukan dalam proses pemilihan. Selain 2 (dua) metode
diatas, ada juga penentuan kepala daerah dengan sistem penunjukan. Sistem ini
menerapkan sistem penunjukan kepala daerah oleh pejabat diatasnya/ tingkat pusat.
Di Indonesia semua metode pemilihan kepala daerah sudah diterapkan sejak masa
orde baru sampai dengan pasca reformasi. Dinamika pelaksanaan pemilihan kepala
daerah di Indonesia dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Tabel I.1
Mekanisme Pemilihan Kepala Daerah untuk Propinsi dan Kabupaten/Kota di
Indonesia
Peraturan Kepala Daerah tingkat
Propinsi
Kepala Daerah tingkat
Kabupaten/ Kota
UU No. 1 Tahun 1945
Peraturan Pemerintah
No. 2 Tahun 1945
Ditunjuk/ diangkat oleh
pejabat lebih tinggi di
atasnya
Ditunjuk/ diangkat oleh
pejabat lebih tinggi di
atasnya
UU No. 22 Tahun 1948 Kepala Daerah diangkat
oleh Presiden dari
Kepala Daerah
Kabupaten/Kota diangkat
17
sedikit-dikitnya 2 atau
sebanyak-banyaknya 4
orang calon yang
diajukan oleh DPRD
Propinsi
oleh Menteri Dalam
Negeri dari sedikit-
dikitnya 2 atau sebanyak-
banyaknya 4 orang calon
yang diajukan oleh DPRD
Desa (Kota Kecil)
UU No. 1 Tahun 1957 Kepala Daerah tingkat
Propinsi dipilih melalui
DPRD dan perlu
pengesahan Presiden
Kepala Daerah tingkat II
dipilih oleh DPRD dan
perlu pengesahan dari
Menteri Dalam Negeri
UU No. 18 Tahun 1965 Kepala Daerah tingkat I
diangkat oleh Presiden
dari sedikit-dikitnya 2
dan sebanyak-banyaknya
4 orang calon yang
diajukan oleh DPRD
Kepala Daerah tingkat II
diangkat oleh Menteri
Dalam Negeri dengan
persetujuan Presiden dari
sedikit-dikitnya 2 dan
sebanyak-banyaknya 4
orang calon yang diajukan
oleh DPRD yang
bersangkutan
UU No. 5 Tahun 1974 Diusulkan oleh DPRD
melalui Menteri Dalam
Negeri untuk dapat
persetujuan Presiden
Diusulkan oleh DPRD
melalui Gubernur untuk
mendapatkan persetujuan
Presiden
UU No. 22 Tahun 1999 Dipilih didalam DPRD Di pilih di dalam DPRD
UU No. 32 Tahun 2004 Dipilih langsung oleh
rakyat
Dipilih langsung oleh
rakyat
UU No. 22 Tahun 2014 Di pilih oleh DPRD Di pilih oleh DPRD
UU No. 1 Tahun 2015 Dipilih langsung oleh
rakyat
Dipilih langsung oleh
rakyat
UU No. 8 Tahun 2015 Dipilih langsung oleh
rakyat
Dipilih langsung oleh
rakyat
UU No. 10 Tahun 2016 Dipilih langsung oleh
rakyat
Dipilih langsung oleh
rakyat Sumber : Disarikan oleh Didik Joko Nugroho dari Buku Gagasan Pemilihan Umum Kepala Daerah
Asimetris; LIPI 2006
Setelah kita melihat dinamika pelaksanaan kepala daerah di Indonesia maka dapat
disimpulkan bahwa proses pemilihan kepala daerah di Indonesia sudah mengalami
18
3 (tiga) kali perubahan metode dari metode penunjukan, kemudian metode
pemilihan melalui perwakilan dan terakhir metode pemilihan langsung. Dalam
konteks konstitusi penerapan pemilihan kepala daerah adalah implementasi dari
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya Pasal 18 ayat (4)
“ Gubernur, Bupati, Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintahan
Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokratis”.
Pasal 18 Ayat (4) ini merupakan bagian dari amandemen kedua UUD 1945 yang
dilaksanakan pada Tahun 2000. Berpijak pada Pasal 18 Ayat (4) inilah kemudian
ada perubahan mekanisme pemilihan kepala daerah dari pemilihan oleh DPRD
menjadi pemilihan langsung oleh rakyat sesuai dengan yang diatur dalam Undang-
Undang 32 Tahun 2004. Dinamika pelaksanaan pemilihan kepala daerah kembali
terjadi ketika ditetapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 yang mengatur
bahwa pemilihan kepala daerah dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh
DPRD. Undang-Undang yang ditetapkan tanggal 30 September 2014 oleh Presiden
Susilo Bambang Yudoyono (SBY) ini menimbulkan arus penolakan dari sebagian
masyarakat sipil. Di beberapa kota terjadi demonstrasi menolak pemilihan kepala
daerah oleh DPRD ini. Melihat gelombang penolakan terhadap keputusan pemilihan
kepala daerah oleh DPRD ini, maka Presiden SBY kemudian memutuskan untuk
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Undang-Undang
19
nomor 22 Tahun 2014 ini hanya berlaku beberapa hari saja karena dengan
dikeluarkannya Perppu Nomor 1 Tahun 2014 maka secara otomatis Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2014 sudah tidak berlaku lagi. Secara substansi Perppu
nomor 1 Tahun 2014 ini mengatur pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
dilaksanakan secara langsung oleh rakyat.
Peserta dalam Pemilihan Kepala Daerah adalah pasangan calon kepala daerah
dan wakil kepala daerah. Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah ini
diajukan oleh Partai politik atau gabungan partai politik sesuai dengan ketentuan
yang diatur oleh Undang-Undang. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
pasangan calon kepala daerah harus dapat diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik yang memenuhi jumlah minimal 15% dari total kursi yang
ada di DPRD atau 15% dari akumulasi perolehan suara sah pemilihan umum DPRD
di daerah yang bersangkutan. Ketentuan pengajuan pasangan calon yang harus dari
jalur partai politik ini kemudian dievaluasi karena cenderung membatasi pengajuan
pasangan calon terbatas dari partai politik. Proses ini tentu tidak sesuai dengan
semangat demokrasi yang meletakkan kedaulatan di tangan rakyat. Akhirnya setelah
melalui berbagai macam kajian dilakukan munculah Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008. Salah satu pertimbangan munculnya Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 ini adalah prinsip persamaan dan keadilan, bahwa penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah memberikan kesempatan yang sama kepada setiap warga
20
negara yang memenuhi persyaratan. Di dalam Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 ini disebutkan bahwa peserta pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah adalah :
a. Pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
b. Pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang.
Dengan ketentuan ini maka pencalonan, selain melalui jalur partai politik dapat juga
melalui jalur perseorangan. Adapun ketentuan melalui jalur perseorangan ini harus
mengumpulkan sejumlah dukungan berdasarkan prosentase jumlah penduduk di
daerah tersebut mulai dari 3% sampai dengan sebanyak 6,5% dari jumlah penduduk.
Untuk membuktikan dukungan terhadap calon perseorangan maka pendukung
pasangan calon harus mengumpulkan surat dukungan beserta fotokopi Kartu Tanda
Penduduk (KTP) atau surat keterangan tanda penduduk yang masih berlaku.
4. Otonomi Daerah
Desentralisasi pemerintahan melalui pemberian otonomi daerah merupakan
salah satu strategi pembangunan yang telah dilakukan dibanyak negara termasuk
di Indonesia. Pelaksanaan otonomi dipandang sesuai dengan prinsip-prinsip
demokrasi yang memungkinkan setiap warga negara untuk ikut menentukan
sendiri nasib dan mengapresiasikan keinginannya secara bebas (Lindaman dan
Thurmaier dalam Budi Setiyono; 2012). Selain itu pelaksanaan otonomi daerah
ditujukan untuk memperbaiki kinerja penyelenggaraan pemerintahan sesuai
21
aspirasi masyarakat. Di Indonesia sendiri pelaksanaan otonomi daerah dimulai
dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah. Berdasarkan ketentuan kedua undang-
undang tersebut maka titik sentral penyelenggaraan pemerintahan berada di
Kabupaten/ Kota. Merujuk pada ketentuan dalam undang-undang tersebut maka
hampir semua kewenangan pemerintah pusat diserahkan kepada pemerintah
daerah kecuali untuk beberapa urusan pokok seperti pertahanan, agama, moneter,
peradilan dan hubungan luar negeri. Dengan pelaksanaan otonomi daerah, setiap
kabupaten/kota memiliki kewenangan penuh untuk memformulasikan kebijakan,
visi, misi dan program pembangunan berdasarkan kebutuhan dan keinginan daerah
masing-masing. Adanya otonomi daerah pada dasarnya bukan hanya proses
tunggal, akan tetapi meliputi beberapa aspek serta konsekuensi. Menurut Kara
Lindaman dan Kurt Thurmaier (2002; hal.917), pelaksanaan desentralisasi
memiliki dimensi politik, manajerial dan ekonomi. Berkaitan dengan otonomi
daerah maka ada beberapa aspek yang berkaitan :
a. Aspek Politik
Secara politik,otonomi daerah pada hakekatnya adalah proses
distribusi kekuasaan (distibution of power) dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah. Berbagai macam kewenangan yang selama ini
22
dipegang oleh pemerintah pusat diserahkan kepada daerah untuk dikelola
sepenuhnya. Proses ini dipercaya akan lebih mendekatkan sistem
penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis karena masyarakat di
daerah berhak menentukan nasibnya sendiri dalam kehidupan bernegara.
Dengan otonomi daerah, pemerintah juga lebih dekat kepada warga
negara dan karenanya respon terhadap masalah akan lebih cepat.
b. Aspek ekonomi
Richard Bird dan Christine Wallach (1994) menyatakan bahwa
disamping memiliki rasionalitas politik, desentralisasi juga memiliki
rasionalitas ekonomi. Secara teoritis, otonomi daerah mengakibatkan
efisiensi dalam proses-proses ekonomi seperti perdagangan, investasi,
dan pemasaran produksi. Apabila daerah mempunyai keleluasaan dalam
menentukan ijin, mengundang investor dan mengembangkan sentra
industri maka akan banyak sekali biaya dan waktu yang dihemat oleh para
pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya. Otonomi juga memberikan
kesempatan bagi daerah untuk memanfaatkan dan mengembangkan
potensi ekonomi daerahnya dengan leluasa, seperti pengembangan sentra
ekonomi daerah, serta mengatur tata pemungutan retribusi dan pajak
daerah.
c. Aspek pelayanan publik
23
Adanya otonomi daerah memberikan kekuasaan penuh kepada
birokrasi daerah untuk secara mandiri mengelola dan mengorganisasi
daerahnya masing-masing. Pemerintah daerah berkesempatan melakukan
fungsi-fungsi manajemen pemerintahan seperti perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan secara mandiri dan bebas
dari campur tangan pemerintah pusat. Dalam hal pelayanan publik, maka
pemerintah daerah dapat membuat standar pelayanan publik sendiri
selama tidak bertentangan dengan undang-undang negara.
d. Aspek Hukum dan Budaya
Dari sudut budaya, maka otonomi memberikan kesempatan bagi
rakyat di daerah untuk berekpresi dan mengembangkan hukum serta
budaya lokal. Hukum, tradisi dan budaya lokal yang selama ini tidak
dapat teraktualisasikan dengan baik dapat diekspresikan dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan.
Perbaikan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia ditetapkan dengan
keluarnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Penerapan otonomi daerah yang didasarkan pada UU Nomor 32 Tahun 2004 ini
tetap dengan prinsip otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab (Abdullah, 2005).
Otonomi luas dimaksudkan bahwa kepala daerah diberikan tugas, wewenang, hak
dan kewajiban untuk menangani urusan pemerintahan yang tidak ditangani oleh
24
pemerintah pusat. Prinsip otonomi nyata, bahwa sutau tugas, wewenang, dan
kewajiban untuk menangani urusan pemerintahan yang senyatanya telah ada dan
berpotensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi dan karakteristik
daerah masing-masing. Sedangkan otonomi yang bertanggungjawab adalah
otonomi yang dalam penyelenggarannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan
pemeberian otonomi yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat (Abdullah, 2005).
5. Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi fiskal didefinisikan sebagai penyerahan sebagian tanggung
jawab fiskal atau keuangan negara dari pemerintah pusat kepada jenjang
pemerintah dibawahnya (provinsi, kabupaten atau kota). Untuk menggambarkan
proses kebijakan desentralisasi fiskal, penting untuk membayangkan bahwa setiap
kebijakan (policy outcome) merupakan produk dari berbagai kepentingan dan
pandangan dari para pelaku politik di tingkat nasional maupun daerah
(Kumorotomo; 2008). Dalam hal menentukan tindakan fiskal, para pelaku
kebijakan akan memperhatikan kompromi-kompromi tentatif bagi kebijakan
fiskal, yang bisa berupa konsensus, peraturan atau kesepakatan tertentu. Secara
singkat dapat dikatakan bahwa desentralisasi fiskal akan sangat dipengaruhi oleh
kepentingan-kepentingan pelaku kebijakan baik di pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.
25
F. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan strategi studi kasus.
Jenis penelitian kualitatif deskriptif dipilih karena pada penelitian ini akan
memperdalam tentang dinamika penerapan prinsip-prinsip good governance pada
saat penentuan anggaran Pemilihan. Selain itu dengan pendekatan kualitatif
diharapkan dapat tergali kendala-kendala yang muncul saat penentuan anggaran
dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul Tahun 2015. Strategi kualitatif
deskriptif dengan studi kasus merupakan strategi penelitian dimana di dalamnya
peneliti menyelidiki secara cermat sutau program, peristiwa, aktivitas, proses, atau
sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktivitas, dan peneliti
mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur
pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan (Stake, 1995).
2. Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah penentuan anggaran Pemilihan Bupati
dan Wakil Bupati Bantul Tahun 2015.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bantul terutama institusi yang terlibat dalam
pengambilan kebijakan pendanaan Pilkada Bantul yaitu Pemerintah Daerah Bantul,
DPRD Bantul dan KPU Bantul.
26
4. Teknik Pemilihan Subyek Penelitian
Teknik pemilihan informan untuk penelitian ini adalah dengan teknik purposive.
Teknik Purposive ini adalah teknik memilih informan yang dianggap mengetahui
informasi dan masalah yang hendak diteliti secara mendalam dan dapat dipercaya
untuk menjadi sumber data. Informan akan dalam penelitian ini akan dipilih
berdasarkan pengetahuan dan keterlibatan dalam penentuan kebijakan pendanaan
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul Tahun 2015. Informan dalam penelitian
ini akan diambil dari 3 (tiga) lembaga yang terkait yaitu dari unsur Pemerintah Daerah
Bantul, unsur DPRD Bantul, serta unsur KPU Bantul. Adapun secara lengkap jumlah
dan klasifikasi informan adalah sbb :
Tabel I.2
Daftar informan penelitian
Kategori Jabatan Fungsi
Pemkab Bantul Bupati Kuasa Pengguna Anggaran APBD
Sekretaris Daerah Ketua TAPD
Kepala DPPKAD Bendahara Keuangan Daerah
Kabid DPKAD Tim TAPD
KPU Bantul Ketua KPU Bantul Penerima hibah APBD
Sekretaris KPU
Banul
Sekretariat KPU Bantul
27
DPRD Bantul Ketua Komisi A Pengampu kegiatan pemerintahan
5. Teknik pengumpulan data
Data primer secara kualitatif akan dikumpulkan melalui wawancara mendalam
(in depeth interview) . Selain itu untuk mendukung data primer akan dikumpulkan
data sekunder berupa peraturan-peraturan tentang anggaran Pilkada secara umum dan
secara khusus di Bantul pada Tahun 2015.
Penelitian kualitatif ini akan melakukan pengumpulan data dengan 3 (tiga)
strategi yaitu:
a. Observasi kualitatif merupakan observasi yang di dalamnya peneliti
langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas
individu-individu di lokasi penelitian. Dalam pengamatan ini, peneliti akan
mencatat dan merekam aktivitas-aktivitas dalam lokasi penelitian.
b. Wawancara kualitatif, peneliti dapat melakukan face to face interview
(wawancara berhadap-hadapan) dengan informan, mewawancari mereka
dengan telepon. Penelitian menggunakan wawancara mendalam ini akan
dilakukan berdasarkan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan
sebelumnya. Pelaksanaan wawancara mendalam (in depth interview) dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka dengan topik yang sama kepada
28
informan, kemudian dari pertanyaan tersebut informasi yang telah diperoleh
terus-menerus digali agar didapatkan informasi yang lebih dalam.
c. Dokumentasi, selama proses penelitian, peneliti juga bisa mengumpulkan
dokumen-dokumen kualitatif. Dokumen ini bisa berupa dokumen publik
berupa koran, makalah, peraturan perundangan-perundangan, laporan
kelembagaan, surat kedinasan, dsb)
6. Teknik analisis data
Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
data secara interaktif seperti yang diungkapkan oleh Miles dan Huberman (1994).
Analisis data kualitatif meliputi data reduction, data display, dan conclusion
drawing/verification. Data reduction adalah bagian dari analisis data dengan cara
memfokuskan dan membuat data menjadi lebih sederhana. Data display merupakan
proses pengorganisasian data, membuat informasi menjadi lebih padat, sehingga
informasi yang diperoleh lebih mudah untuk dipahami. Sejak awal pengumpulan data,
peneliti mulai memutuskan untuk memberi “makna” dari setiap temuan datanya,
meskipun hal tersebut bukanlah kesimpulan akhir penelitian, karena pemberian
“makna” tersebut masih terlalu jauh untuk dijadikan sebagai sebuah kesimpulan.
Pemaknaan yang diberikan oleh peneliti diverifikasi dengan melihat kembali catatan
lapangan, sehingga kesimpulan yang dihasilkan teruji validitasnya. Selain itu juga
akan dilakukan triangulasi terhadap sumber-sumber data yang berbeda dengan
29
memeriksa bukti-bukti yang berasal dari sumber-sumber tersebut dan
menggunakannya untuk membangun justifikasi tema-tema secara koheren (Creswell;
2009).
30
BAB II
PROFIL KPU KABUPATEN BANTUL
A. Profil KPU Kabupaten Bantul
1. Kondisi Umum
Komisi Pemilihan Umum merupakan salah satu lembaga negara yang terbentuk
pasca reformasi 1998. Pembentukan Komisi Pemilihan Umum ini mengacu pada
amanat Pasal 22 E ayat (5) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Dalam pasal 22 E ayat (5) disebutkan bahwa Pemilihan Umum diselenggarakan
oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.
Mengacu pada pijakan tersebut maka kemudian dibentuklah Komisi Pemilihan
Umum tepat di Tahun 1999 dengan periodisasi selama 5 (lima) tahun. Pembentukan
Komisi Pemilihan Umum tersebut dituangkan dalam Kepres Nomor 16 Tahun 1999
dengan anggota Komisi Pemilihan Umum berjumlah 53 orang dari unsur pemerintah
dan partai politik. Pasca Pemilu 2004, DPR mendorong penguatan kelembagaan
penyelenggara Pemilu agar lebih independen dan professional. Dengan latar belakang
hal tersebut maka DPR RI dengan hak inisiatifnya menyusun dan kemudian bersama
Presiden menetapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilu. Di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 ini ditaur mengenai
penyelenggara Pemilihan Umum yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum
31
(KPU) yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan bahwa
wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara Pemilihan Umum
mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sifat tetap
menunjukkan bahwa KPU sebagai Lembaga yang menjalankan tugas secara
berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat mandiri
menegaskan KPU dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum bebas dari pengaruh
pihak manapun. Selain mengatur tentang kelembagaan KPU Pusat, dalam Undang-
Undang tersebut juga diatur mengenai kelembagaan KPU Propinsi, dan KPU
kabupaten/kota sebagai lembaga penyelenggara Pemilu di tingkat daerah. Pada Tahun
2011 terjadi perubahan Undang-Undang yang mengatur tentang lembaga
penyelenggara Pemilu. Melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 maka
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku. Salah
satu perbedaan yang cukup terlihat dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 ini
adalah status Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu yang bersifat tetap, tidak
lagi ad hoc seperti yang diatur terdahulu dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2007.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 bahwa Penyelenggara
Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu terdiri dari Komisi
Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi
penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
32
Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil
Presiden secara langsung oleh rakyat, serta untuk memilih gubernur, bupati, dan
walikota secara demokratis. Selanjutnya disebutkan bahwa Komisi Pemilihan
Umum Kabupaten/Kota, adalah penyelenggara pemilu di Kabupaten/Kota.
Sebagaimana halnya KPU Kabupaten/Kota lainnya, Rencana Strategis Komisi
Pemilihan Umum Kabupaten Bantul Tahun 2015-2019 lainnya, maka KPU
Kabupaten Bantul memiliki tugas dan wewenang yang diatur UU Nomor 15 Tahun
2011 sebagai berikut:
a. Tugas dan Wewenang KPU Kabupaten Bantul dalam penyelenggaraan
Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi:
1) Menjabarkan program dan melaksanakan anggaran serta menetapkan
jadwal di Kabupaten Bantul;
2) Melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan di Kabupaten
Bantulberdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan;
3) Membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
4) Mengkoordinasikan dan mengendalikan tahapan penyelengggaraan
oleh PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
5) Menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Provinsi;
33
6) Pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan yang
disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data
pemilu dan/atau pemilihan bupati dan wakil bupati terakhir dan
menetapkannya sebagai daftar pemilih;
7) Menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara
Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantul
8) berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di PPK dengan
membuat berita acara rekapitulasi penghitungan suara dan sertifikat
rekapitulasi suara;
9) Melakukan dan mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan suara
Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan
Perwakilan Daerah dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi di Kabupaten Bantul berdasarkan berita acara hasil rekapitulasi
penghitungan suara di PPK;
10) Membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat penghitungan
suara serta wajib menyerahkan kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu
Kabupaten Bantul, dan KPU Provinsi;
11) Menerbitkan keputusan KPU Kabupaten Bantul untuk mengesahkan
hasil Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Bantul dan mengumumkannya;
34
12) Mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Bantul terpilih sesuai dengan alokasi jumlah kursi setiap
daerah pemilihan di kabupaten/kota yang bersangkutan dan membuat
berita acaranya;
13) Menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan
oleh Panwaslu Kabupaten Bantul;
14) Mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara
anggota PPK, anggota PPS, sekretaris KPU Kabupaten Bantul , dan
pegawai sekretariat KPU Kabupaten Bantul yang terbukti melakukan
tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan
Pemilu berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten Bantul dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan;
15) Menyelenggarakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang
berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Kabupaten Bantul kepada
masyarakat;
16) Melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilu; dan
17) Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU
Provinsi, dan/atau peraturan perundang-undangan.
35
b. Tugas dan Wewenang KPU Kabupaten Bantul dalam penyelenggaraan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi:
1) Menjabarkan program dan melaksankan anggaran serta menetapkan
jadwal di kabupaten/kota
2) Melaksanakan semua tahapan penyelenggraan di kabupaten/kota
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3) Membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
4) Mengkoordinasikan dan mengendalikan tahapan penyelengggaraan
oleh PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
5) Memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang
disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data
pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan
menetapkannya sebagai daftar pemilih;
6) Menyampaikan daftar pemilih kepada KPU Provinsi;
7) Melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden di Kabupaten Bantul yang bersangkutan berdasarkan
hasil rekapitulasi penghitungan suara di PPK dengan membuat berita
acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
36
8) Membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat penghitungan
suara serta wajib menyerahkan kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu
Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi;
9) Menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Panwaslu Kabupaten
Bantul atas temuan dan laporan adanya dugaan Pelanggaran Pemilu;
10) Mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara
anggota PPK, anggota PPS, sekretaris KPU Kabupaten Bantul , dan
pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan
tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan
Pemilu berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten Bantul dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan;
11) Melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang
berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU Kabupaten Bantul kepada
masyarakat;
12) Melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilu;
13) Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU,
KPU Provinsi, dan/atau peraturan perundang-undangan.
37
c. Tugas dan Wewenang KPU Kabupaten Bantul dalam penyelenggaraan
Pemilihan bupati/walikota meliputi:
1) Merencanakan program, anggaran, dan jadwal di kabupaten;
2) Menyusun dan menetapkan tata kerja KPU Kabupaten Bantul dengan
memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
3) Menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan
penyelenggaraan pemilihan walikota berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
4) Membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam pemilihan bupati dan wakil
bupati dalam wilayah kerjanya;
5) Mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua
tahapan penyelengggaraan pemilihan bupatidan wakil bupati
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan
memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
6) Menerima daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan pemilihan
bupati/walikota;
7) Memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang
disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan
data pemilu dan/atau pemilihan bupati dan wakil bupati terakhir dan
menetapkannya sebagai daftar pemilih;
38
8) Menerima daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan pemilihan
gubernur dan menyampaikan kepada KPU Provinsi;
9) Menetapkan calon bupati dan wakil bupatiyang telah memenuhi
persyaratan;
10) Menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara
Pemilihan bupati dan wakil bupati berdasarkan penghitungan suara
dari seluruh PPK di wilayah Kabupaten Bantul yang bersangkutan;
11) Membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat penghitungan
suara serta wajib menyerahkan kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu
Kabupaten, dan KPU Provinsi;
12) Menerbitkan keputusan KPU Kabupaten Bantul untuk mengesahkan
hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dan mengumumkannya;
13) Mengumumkan calon bupati walikota terpilih dan dibuatkan berita
acaranya;
14) Melaporkan hasil pemilihan bupatidan wakil bupati kepada KPU
melalui KPU Provinsi;
15) Menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Panwaslu Kabupaten
Bantul atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran
pemilihan;
39
16) Mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara
anggota PPK, anggota PPS, sekretaris KPU Kabupaten Bantul , dan
pegawai sekretariat KPU Kabupaten Bantul yang terbukti melakukan
tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan
Pemilu berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten Bantuldan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan;
17) Melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan pemilihan bupati dan wakil
bupati dan/atau yang berkaitan dengan tugas KPU Kabupaten
Bantulkepada masyarakat;
18) Melaksanakan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan pemilihan
gubernur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
pedoman KPU dan/atau KPU Provinsi;
19) Melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan
penyelenggaraan pemilihan bupati dan wakil bupati;
20) Menyampaikan hasil pemilihan bupati dan wakil bupati kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Menteri Dalam Negeri, Bupati,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantul ; dan
21) Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU,
KPU Provinsi, dan/atau yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
40
2. Sekretariat
Sesuai dengan UU Nomor 15 Tahun 2011, Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten beranggotakan 5 (lima) orang dengan masa tugas selama 5 (lima) tahun
terhitung sejak pengucapan sumpah/janji. Untuk mendukung kelancaran tugas,
wewenang dan kewajiban KPU Kabupaten Bantul dalam Penyelenggaraan Pemilu,
KPU Kabupaten Bantul dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Sekretariat
KPU Kabupaten yang bersifat hirarkis dan dalam satu kesatuan manajemen. Sesuai
dengan Undang-undang 15 Tahun 2011 dinyatakan bahwa Sekretariat KPU
Kabupaten mempunyai tugas melayani pelaksanaan tugas dan wewenang KPU
Kabupaten dalam penyelenggaraan Pemilu. Untuk menyelenggarakan tugas
tersebut, Sekretariat KPU Kabupaten Bantul mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Sekretariat KPU Kabupaten Bantul bertugas:
1) Membantu penyusunan program dan anggaran Pemilu;
2) Memberikan dukungan teknis admistratif;
3) Membantu pelaksanaan tugas KPU Kabupaten Bantul dalam
penyelenggaraan Pemilu.
4) Membantu pendistribusian perlengkapan penyelenggaraan Pemilu
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden, serta Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah;
41
5) Membantu perumusan dan penyusunan rancangan keputusan KPU
Kabupaten Bantul;
6) Memfasilitasi penyelesaian masalah dan sengketa Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Bantul;
7) Membantu penyusunan laporan penyelenggaraan kegiatan dan
pertanggungjawaban KPU Kabupaten Bantul.
8) Membantu pelaksanaan tugas-tugas lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
b. Sekretariat KPU Kabupaten Bantul berwenang:
1) Mengadakan dan mendistribusikan perlengkapan penyelengggaraan
Pemilu berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kebutuhan yang
ditetapkan oleh KPU;
2) Mengadakan perlengkapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana
dimaksud pada huruf sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
3) Mengangkat tenaga pakar/ahli berdasarkan kebutuhan atas persetujuan
KPU;
4) Memberikan layanan admistrasi, ketatausahaan, dan kepegawaian sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
c. Sekretariat KPU Kabupaten Bantul berkewajiban:
1) Menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan;
42
2) Memelihara arsip dan dokumen Pemilu; dan
3) Mengelola barang inventaris KPU Kabupaten Bantul.
Selanjutnya untuk mendukung pelaksanaan kelancaran tugas maka KPU
menerbitkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 06 Tahun 2008 tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal KPU, Sekretariat KPU
Provinsi dan Sekretariat KPU Kabupaten Bantul sebagaimana diubah dengan
peraturan KPU Nomor 22 Tahun 2008. Sekretariat KPU Kabupaten Bantul adalah
lembaga yang dipimpin oleh Sekretaris KPU Kabupaten, dibantu oleh empat Ka Sub
Bag sebagai pendukung yang profesional dengan tugas utama membantu hal teknis
administratif, termasuk pengelolaan anggaran Pemilu. Sekretariat KPU Kabupaten
Bantul terdiri atas (satu) Sekretaris dan (empat) kepala Sub Bagian (Ka Sub Bag),
yaitu:
a. Sekretaris KPU Kabupaten Bantul;
b. Ka Sub Bag Umum;
c. Ka Sub Bag Program dan Data;
d. Ka Sub Bag Hukum;
e. Ka Sub Bag Teknis Pemilu dan Hupmas.
Selanjutnya pada Komisi Pemilihan Umum Nomor 04 Tahun 2010 dijelaskan
tentang Uraian Tugas Staf Pelaksana pada Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan
Umum, Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Provinsi, dan Sekretariat Komisi
43
Pemilihan Umum Kabupaten Bantul. Pada Bagian ketiga pasal 61 disebutkan bahwa
staf pelaksana pada Sekretariat KPU Kabupaten Bantul terdiri dari atas
a. Staf pelaksana pada Sub Bagian Program dan Data;
b. Staf pelaksana pada Sub Bagian Hukum;
c. Staf pelaksana pada Sub Bagian Teknis Pemilu dan Hubungan Partisipasi
Masyarakat;
d. Staf pelaksana pada Sub Bagian Keuangan, Umum, dan Logistik.
Staf pelaksana pada Sekretariat KPU Kabupaten Bantul memiliki tugas sebagai
berikut:
a. Staf Pelaksana pada Sub bagian Program dan Data mempunyai tugas;
1) Mengumpulkan dan mengolah bahan penyusunan rencana anggaran
pemilu;
2) Menyusun dan mengelola perencanaan anggaran pemilu;
3) Mengelola, menyusun data pemilih;
4) Mengumpulkan dan menyiapkan bahan penyusunan kerjasama dengan
lembaga pemerintah yang terkait;
5) Mengumpulkan dan mengolah bahan penyusunan kerjasama dengan
lembaga non pemerintahan;
6) Melakukan survey untuk mendapatkan bahan kebutuhan pemilu;
44
7) Mengumpulkan dan mengolah bahan hasil monitoring penyelenggara
pemilu;
8) Mengumpulkan dan mengolah bahan hasil supervisi penyelenggara
pemilu;
9) Menyusun dan mengelola laporan pelaksanaan kegiatan Sub bagian
Program dan Data;
10) Memberikan dan mengelola bahan pertimbangan kepada Sekretaris KPU
Kabupaten Bantul;
11) Melaporkan hasil penyusunan dan pengelolaan pelaksanaan tugas
kepada Sekretaris KPU Kabupaten Bantul;
12) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris KPU
Kabupaten Bantul;
13) Menyusun dan merencanakan anggaran proses rekruitmen anggota KPU
Kabupaten Bantul;
14) Menyusun dan merencanakan anggaran proses Pergantian Antar Waktu
Anggota KPU;
15) Menjalankan tugas lain yang diperintahkan oleh pimpinan.
b. Staf Pelaksana pada Sub. bagian Hukum mempunyai tugas:
1) Konsultasi mengumpulkan dan mengelola bahan untuk materi
penyuluhan peraturan perundang-undangan tentang Pemilu;
45
2) Mengumpulkan dan mengelola bahan untuk advokasi dan konsultasi
hukum penyelenggara Pemilu;
3) Menyusun dan mengolah bahan-bahan yang sudah dikumpulkan untuk
advokasi dan hukum penyelenggara hokum;
4) Mengumpulkan dan menyusun bahan-bahan untuk pembelaan dalam
sengketa hukum penyelenggara pemilu;
5) Menyusun dan mengolah bahan bahan untuk verifikasi administrasi dan
faktual partai politik peserta Pemilu;
6) Menyusun dan mengelola evaluasi terhadap kegiatan verifikasi partai
politik peserta pemilu dan pelaporannya;
7) Menyusun dan mengelola verifikasi calon anggota DPRD Kabupaten
Bantul;
8) Menyusun laporan kegiatan verifikasi partai politik peserta pemilu;
9) Mengumpulkan dan menyusun bahan-bahan untuk verifikasi
administrasi dan faktual perseorangan peserta pemilu;
10) Menyusun dan mengolah bahan-bahan yang sudah dikumpulkan untuk
verifikasi administrasi dan faktual calon perseorangan peserta pemilu;
11) Mengumpulkan dan mengelola bahan bahan informasi administrasi
pelaporan dana kampanye peserta pemilu;
46
12) Mengumpulkan dan mengolah identifikasi kinerja staf di Subbagian
Hukum;
13) Menghimpun dan mempelajari peraturan perundang-undangan,
kebijakanteknis, pedoman dan petunjuk teknis serta bahan-bahan lainnya
yang materinya berhubungan dengan bidang tugas Sub bagian Hukum;
14) Menyusun dan mencari bahan permasalahan yang terjadi dan
menyiapkanbahan-bahan yang diperlukan dalam rangka pemecahan
masalah;
15) Menyusun dan mencari bahan pertimbangan kepada Sekretaris KPU
Kabupaten Bantul;
16) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan Sekretaris KPU
Kabupaten Bantul;
17) Menyusun dan melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepala Sub. Bagian
Hukum Kabupaten Bantul;
18) Melaksanakan inventarisasi peraturan perundang-undangan;
19) Menjalankan tugas lain yang diperintahkan oleh pimpinan.
c. Staf Pelaksana pada sub Bagian Teknis Pemilu dan Hubungan Partisipasi
Masyarakat mempunyai tugas:
47
1) Mengumpulkan dan menyusun identifikasi bahan dan informasi
pembagian daerah pemilihan dan alokasi kursi untuk Pemilu Anggota
DPR, DPD, dan DPRD Kabupaten Bantul;
2) Menyusun draft pembagian daerah pemilihan dan alokasi kursi untuk
Pemilu Anggota DPRD Kabupaten Bantul;
3) Mengumpulkan dan menyusun identifikasi bahan dan informasi tentang
pemungutan suara, perhitungan suara, dan penetapam hasil pemilu;
4) Menyusun dan mencari bahan draft pedoman dan petunjukteknis
pemungutan, perhitungan suara, dan penetapan hasil pemilu;
5) Mengumpulkan dan menyusun identifikasi bahan informasi untuk
penyusunan pedoman dan petunjuk teknis pergantian antar waktu dan
pengisian Anggota DPRD Kabupaten Bantul;
6) Menyiapkan semua berkas kelengkapan Pergantian Antar Waktu
Anggota DPRD Kab/Kota dan hubungan calon pengganti untuk
melengkapi kekurangan persyaratan;
7) Mengumpulkan dan mengindetifikasi bahan pemberitaan dan penerbitan
informasi Pemilu;
8) Menyusun draft pemberitaan dan penerbitan informasi pemilu;
9) Mengumpulkan dan mengidentifikasi bahan dan informasi pelaksanaan
kampanye;
48
10) Menyusun draft tata cara pelaksanaan sosialisasi dan kampanye;
11) Mengumpulkan dan mengidentifikasi bahan dan informasi pedoman
teknis bina partisipasi masyarakat, dan pelaksanaan pendidikan pemilih;
12) Melakukan identifikasi kinerja staf di Subagian Teknis Pemilu dan
Hubungan Partisipasi Masyarakat;
13) Menginventarisasi permasalahan yang terjadi dan menyiapkan bahan-
bahan yang diperlukan dalam rangka pemecahan masalah;
14) Menyusun dan mencari bahan pertimbangan kepada Sekretaris KPU
Kabupaten Bantul;
15) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan Sekretaris KPU
Kabupaten Bantul;
16) Menyusun dan melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepala Sub. Bagian
Hukum Kabupaten Bantul;
17) Melaksanakan inventarisasi peraturan perundang-undangan;
18) Menjalankan tugas lain yang diperintahkan oleh pimpinan.
B. Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2015
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul Tahun 2015 adalah pemilihan langsung
yang ketiga kalinya untuk Bantul. Pemilihan langsung untuk Bupati dan Wakil Bupati
pertama kali dilangsungkan pada Tahun 2005 dengan diikuti oleh 3 (tiga) pasangan calon
yaitu Pasangan Totok Sudarto-Riswanto (koalisi parpol), Pasangan Idham Samawi-
49
Sumarno PRS (PDIP-Golkar) serta pasangan GBPH Yudhaningrat-Azis Umar (PKS-
PKPB). Pemilihan langsung yang digelar pada tanggal 26 Juni 2005 tersebut dimenangkan
oleh Pasangan Idham Samawi dan Sumarno PRS dengan jumlah perolehan suara sebanyak
347.310 dan kemudian ditetapkan menjadi Bupati dan Wakil Bupati Bantul periode 2005-
2010. Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati berikutnya terjadi di Tahun 2010 dengan diikuti
oleh 3 (tiga) pasangan calon yaitu Pasangan Kardono dan Ibnu Kadarmanto (PDIP),
pasangan Sukardiyono-Darwaman (PKS, PPP, Partai Demokrat, PKB) dan pasangan Sri
Suryawidati-Sumarno PRS ( PAN, Golkar,PKPB). Dalam Pemilihan yang dilangsungkan
di tanggal 23 Mei 2010 ini dimenangkan oleh Pasangan calon Sri Suryawidati-Sumarno
PRS dengan memperoleh suara sebanyak 330.615. Selanjutnya oleh KPU Bantul
pasangan calon Sri Suryawidati dan Sumarno PRS ditetapkan sebagai calon terpilih untuk
Bupati dan Wakil Bupati Bantul periode 2010-2015. Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
Bantul selanjutnya dilaksanakan Tahun 2015. Pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati Bantul Tahun 2015 menjadi salah satu bagian pelaksanaan Pemilihan Kepala
Daerah Serentak gelombang pertama sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.
Didalam pasal 201 ayat (1) disebutkan bahwa Pemungutan suara serentak dalam
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan
Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada Tahun 2015 dan Bulan Januari
sampai dengan Bulan Juni Tahun 2016 dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama
pada bulan Desember 2015. Pemilihan yang berlangsung di tanggal 9 Desember 2015 ini
50
diikuti oleh 2 (dua) pasangan calon yaitu Sri Suryawidati-Misbakhul Munir (PDIP, Partai
Nasdem), dan pasangan calon Suharsono-Abdul Halim Muslih (Partai Gerindra, PKB).
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2015 cukup menjadi perhatian karena diikuti
oleh petahana yaitu Sri Suryawidati. Selain itu dengan hanya diikuti 2 (dua) pasangan
calon maka kontestasinya cukup panas. Panasnya kontestasi ini terlihat pada saat debat
antar pasangan calon yang dilakukan selama 3 (tiga) kali dengan rincian debat pertama
untuk calon Bupati, debat kedua untuk calon wakil bupati, dan debat yang ketiga diikuti
oleh calon bupati dan wakil bupati. Selain saat debat, panasnya kontestasi juga terjadi
pada saat pelaksanaan kampanye dengan metode rapat umum. Insiden berupa kekerasan
dengan senjata tajam dan pembakaran sepeda motor terjadi pada saat diadakan rapat
umum oleh salah satu pasangan calon. Sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 7 Tahun
2015 tentang Kampanye maka setiap pasangan calon mempunyai kesempatan rapat umum
masing-masing satu kali.
Hari pelaksanaan pemungutan suara untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul
Tahun 2015 bertepatan dengan hari Rabu, 9 Desember 2015. Pada saat itu KPU Bantul
menetapkan sebanyak 1.768 TPS tersebar di 17 kecamatan dan 75 desa. Secara lengkap
persebaran TPS beserta pemilih berdasarkan kecamatan tersebut di bawah ini :
51
Tabel II.1
Persebaran Tempat Pemunguatan Suara dan Jumlah Pemilih
No Kecamatan Jumlah Desa Jumlah TPS Jumlah
Pemilihan
1. Bambanglipuro 3 85 31.803
2. Banguntapan 8 191 75.887
3. Bantul 5 115 46.345
4. Dlingo 6 84 29.809
5. Imogiri 8 128 47.443
6. Jetis 4 119 42.965
7. Kasihan 4 165 73.384
8. Kretek 5 67 23.968
9. Pajangan 3 70 25.700
10. Pandak 4 100 39.768
11. Piyungan 3 93 36.526
12. Pleret 5 80 33.434
13. Pundong 3 74 28.173
14. Sanden 4 68 25.895
15. Sedayu 4 90 34.057
16. Sewon 4 175 72.225
17. Srandakan 2 64 24.063
Total 75 1.768 691.445 Sumber : diolah oleh Didik Joko Nugroho dari dokumentasi hasil KPU Bantul dalam
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul Tahun 2015.
Pelaksanaan pemungutan suara yang berlangsung sejak jam 07.00 WIB sampai jam
13.00 WIB berjalan dengan aman dan lancar. Tahapan selanjutnya adalah penghitungan
suara di TPS yang harus diselesaikan pada hari yang sama di tanggal 9 Desember 2015.
Tahapan berikutnya adalah rekapitulasi suara ditingkat kecamatan dimulai tanggal 10
Desember dan berakhir tanggal 12 Desember 2015. Tahapan berikutnya adalah
rekapitulasi di tingkat kabupaten pada tanggal 16 Desember 2015 mulai pukul 09.00 WIB
52
sampai dengan pukul 16.45 WIB. Adapun perolehan suara masing-masing pasangan calon
setelah dilakukan rekapitulasi ditingkat kabupaten adalah sebagai berikut:
Tabel II.2
Hasil Perolehan Suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul Tahun 2015
No Nama Pasangan Calon Perolehan suara sah Prosentase
1. Suharsono-Abdul Halim Muslih 261.412 52,80%
2. Sri Suryawidati-Misbakhul
Munir
233.677 47,20%
Sumber : diolah oleh Didik Joko Nugroho dari dokumentasi hasil KPU Bantul dalam
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul Tahun 2015.
Selanjutnya KPU Bantul menetapkan pasangan calon terpilih dalam rapat pleno
terbuka yang dilaksanakan tanggal 21 Desember 2015 dengan menetapkan pasangan calon
nomor urut 1 atas nama Suharsono-Abdul Halim Muslih sebagai pasangan calon terpilih
dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul Tahun 2015.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali. 2005. Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah
Secara Langsung. Jakarta: Rajawali Pers.
Creswell, John W. 2009. Research Design; Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dewi, Kurniawati Hastuti dkk. 2016. Gagasan Pemilihan Umum Kepala Daerah
Asimetris; Menuju Tata Kelola Pemerintahan Daerah Demokratis, Akuntabel,
dan Berkelanjutan. Yogyakarta: Calpulis.
Dwiyanto, Agus dkk. 2008. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Kumolo, Tjahjo. 2015. Politik Hukum Pilkada Serentak. Jakarta; Penerbit Expose.
Kumorotomo, Wahyudi. 2008. Desentralisasi Fiskal; Politik dan Perubahan Kebijakan
1974-2004. Jakarta; Prenada Media Group.
Marijan, Kacung. 2015. Sistem Politik Indonesia:Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde
Baru. Jakarta: Prenamedia Group.
Setiyono,Budi. 2012. Birokrasi Dalam Perspektif Politik dan Administrasi. Bandung:
Penerbit Nuansa.
Stake,R.E.1995.The Art of Case Study Research. Thousand Oaks, CA: Sage.
Yudoyono, Bambang. 2003.Otonomi Daerah; Desentralisasi dan Pengembangan SDA
Aparatur Pemda dan Anggota DPRD. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Undang-Undang, Peraturan dan Keputusan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Dana
Kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
serta Walikota dan Wakil Walikota.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 51 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Dana
Kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
serta Walikota dan Wakil Walikota
Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal
Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota
Keputusan KPU RI Nomor 115/Kpts/KPU/ 2015 tentang Pedoman Pengelolaan Dana
Hibah Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.
31
LAMPIRAN
IDENTITAS INFORMAN
Nama Lengkap :…………………………………………….
Jabatan : …………………………………………...
Umur : …………………………………………….
Jenis Kelamin : ……………………………………………..
DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN :
1. Bagaimana proses penentuan kebijakan penganggaran pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati Bantul Tahun 2015 ?
2. Apa dasar hukum yang digunakan dalam pengambilan kebijakan penganggaraan
pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul Tahun 2015 ?
3. Bagaimana kondisi APBD Bantul pada Tahun 2015?
4. Siapa saja yang terlibat dalam penentuan kebijakan penganggaran pemilihan Bupati
dan Wakil Bupati Bantul Tahun 2015 ?
5. Bagaimana peran masing-masing pihak yang terlibat dalam penentuan kebijakan
penganggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul Tahun 2015 ?
6. Apa saja kendala yang dihadapi dalam proses penganggaran pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati Bantul Tahun 2015 ?
7. Perbaikan apa saja yang dapat dilakukan dimasa yang akan datang dalam
penganggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul?
8. Apa hasil evaluasi kebijakan penganggaran pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
Bantul Tahun 2015 ?
32
LAMPIRAN
DOKUMENTASI FOTO
Gbr 1. Audiensi Ketua dan anggota KPU Bantul kepada Bupati Bantul
terkait persiapan pendanaan Pilkada 2015
Gbr 2. Penandatangan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) oleh
Ketua KPU Bantul.
33
LAMPIRAN
DOKUMENTASI FOTO
Gbr.3 Penandatanganan NPHD oleh Bupati Bantul.
Gbr 4. Proses Rekapitulasi Hasil tingkat Kabupaten
34