Scratch Patofisiologi Sepsis

15
BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI Sepsis adalah respon sistem inflamasi sistemik (SIRS) dengan bukti atau dugaan infeksi sebagai penyebabnya. Sepsis disebabkan oleh respon imun tubuh terhadap infeksi seperti bakteri gram positif maupun gram negative, virus, jamur, atau protozoa, dan sebagainya. Sepsis terjadi bila bakteri yang masuk ke dalam tubuh atau sirkulasi tidak dapat dieliminasi sevara elektif oleh tubuh atau terjadi kegagalan mekanisme pertahanan tubuh secara umum. Hal tersebut akan merangsang suatu respon inflamasi sistemik. (Schexnayder, 1999). B. PATOGENESIS Perhatian saat ini terfokus pada kedua proses yaitu koagulasi dan fibrinolisis, yaitu sistem pembekuan darah yang alamiah. Ada 3 tahapan mekanisme timbulnya sepsis yaitu : (1) Tahap inflamasi, (2) Tahap koagulasi, dan (#) Tahap disfungsi bekuan darah, kerusakan jaringan, dan kematian. Skema mekanisme timbulnya sepsis digambarkan dalam Skema 2.1

description

makalah

Transcript of Scratch Patofisiologi Sepsis

Page 1: Scratch Patofisiologi Sepsis

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Sepsis adalah respon sistem inflamasi sistemik (SIRS) dengan bukti atau dugaan

infeksi sebagai penyebabnya. Sepsis disebabkan oleh respon imun tubuh terhadap infeksi

seperti bakteri gram positif maupun gram negative, virus, jamur, atau protozoa, dan

sebagainya. Sepsis terjadi bila bakteri yang masuk ke dalam tubuh atau sirkulasi tidak

dapat dieliminasi sevara elektif oleh tubuh atau terjadi kegagalan mekanisme pertahanan

tubuh secara umum. Hal tersebut akan merangsang suatu respon inflamasi sistemik.

(Schexnayder, 1999).

B. PATOGENESIS

Perhatian saat ini terfokus pada kedua proses yaitu koagulasi dan fibrinolisis, yaitu

sistem pembekuan darah yang alamiah. Ada 3 tahapan mekanisme timbulnya sepsis yaitu

: (1) Tahap inflamasi, (2) Tahap koagulasi, dan (#) Tahap disfungsi bekuan darah,

kerusakan jaringan, dan kematian. Skema mekanisme timbulnya sepsis digambarkan

dalam Skema 2.1

Page 2: Scratch Patofisiologi Sepsis

Skema 2.1 Patogenesis terjadinya sepsis

Jejas atau infeksi

Inflamasi

Kerusakan dinding pembuluh darah

Ekspresi faktor-faktor jaringan

Pembentukan trombin

Aktivasi sistem koagulasi

Konsumsi cepat dari protein C

Defisiensi protein C aktif

Koagulasi

Penyumbatan mirovaskuler

Kerusakan jaringan

Disfungsi organ

Kematian

Peningkatan PAI-1

Supresi Fibirinolisis

TAFIa teraktivasi

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

Page 3: Scratch Patofisiologi Sepsis

Keterangan :

Tahap 1 : Inflamasi

Proses yang dikenal dengan SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrom)

dimulai saat muncul cedera (jejas) pada tubuh, seperti luka bakar, trauma, infeksi,

merangsang pelepasan substansi yang dikenal sebagai imunomodulator yang

mempengaruhi lapisan dalam (endotel) dari pembuluh darah. Apabila ada infeksi, proses

kemudian diperkuat dnegan pelepasan endotoksin atau eksotoksin, tergantung dari

organisme yang ada. Proses ini dikenal sebagai sepsis. Toksin tersebut dan stimulus

toksik lainnya juga merangsang pelepasan imunomodulator memproduksi proses

inflamasi (proinflamasi) dan substansi pengaktifan bekuan, termasuk sitokin seperti TNF

dan bentuk-bentuk lainnya dari interleukin. Sitokin ini akan menginflamasi lapisan

dinding pembuluh darah dan mengaktivasi proses pembekuan darah, serta merangsang

pelepasan modulator inflamasi lainnya.

Tahap 2 (Koagulasi)

Pembekuan darah merupakan proses berantai yang kompleks dalam tubuh manusia.

Inflamasi merangsang pelepasan substansi yang disebut factor jaringan, yang

merangsang pembentukan thrombin, yaitu suatu stimulus utama agar terbentuk bekuan

darah. Thrombin mengawali koagulasi dengan membentuk fibrin, suatu protein yang

menjalin sekumpulan bekuan darah. Pada sepsis, fungsi berantai tersebut berjalan

abnormal.

Tahap 3 (Disfungsi Bekuan Darah, Kerusakan Jaringan, Kematian)

Pada umumnya, tubuh mengatur proses infalamasi dan koagulasi melalui

serangkaian alur respon balik biokimia. Hal tersebut mencegah pembentukan bekuan

darah berlebihan, dengan cara memecah fibrin dalam suatu proses yang disebut

fibrinolisis. Namun dalam siklus sepsis yang rumit, proses fibrinolisis ditekan. Hal ini

akan menyebabkan bekuan darah mikroskopis mulai terbentuk dalam organ vital,

menghambat aliran darah dan menyebabkan kerusakan jaringan. Faktor-faktor biokimia

yang berperan adalah :

- Peningkatan kadar PAI tipe 1 yang menyebabkan fibrinolisis

- Peningkatan kadar TAFIa (Thrombin Activatable Fibrinolysis Inhibitor)

- Penurunan kadar protein C (dalam bentuk endogen teraktivasi, yaitu : inhibitor utama

PAI-1)

Page 4: Scratch Patofisiologi Sepsis

Protein C adalah suatu imunomodulator ilmiah yang dapat menyeimbangkan proses

yang berlangsung selama sepsis, termasuk inflamasi, koagulasi, dan fibrinolisis. Protein

C endogen dalam bentuk teraktivasi, secara cepat menghambat proses pembekuan darah,

terutama dalam pembuluh darah paling kecil. Pada sepsis, kadar protein C teraktivasi

biasanya menurun. Ha ini dikarenakan kadar thrombomodulin (yang diperlukan untuk

konversi protein C menjadi protein C-teraktivasi) juga menurun. Penurunan kadar

protein C teraktivasi terkait dengan outcome buruk pada pasien sepsis. (Paterson, 2008;

Powell, 2000; Sareharto 2007)

C. TANDA DAN GEJALA KLINIS

Menurut terminologis medis, sepsis mengacu pada adanya bukti infeksi dengan

ditemukannya minimal 3 dari kriteria berikut :

a. suhu tubuh < 36⁰C atau >38⁰C

b. denyut jantung > 90x/menit

c. peningkatan frekuensi nafas (hiperventilasi) : > 20 x/menit

d. PaCO2 < 32 mmHg

e. Peningkatan jumlah lekosit > 12.000 mm3 atau penurunan jumlah leukosit < 4000

sel/mm3

f. Hitung jumlah leukosit normal, dengan > 10% bentuk sel imatur.

Gejala sepsis meliputi penurunan respon mental, bingung, tremor, menggil, demam,

mual, muntah, dan diare dengan adanya infeksi. Fokus infeksi tersering yang dapat

menyebabkan sepsis adalah paru-paru, traktus urinarius, traktus gastrointestinal, dan

pelvis. Namun, hampir 30% dari pasien tidak dapat ditentukan focus infeksinya.

Perjalanan penyakit dari sindrom sepsis tidak dapat diprediksi, beberapa pasien dapat

langsung mengalami syok sepsis, sementara pasien lainnya mengalami disfungsi organ

dalam berbagai tingkatan atau mengalami proses penyembuhan.

Pada neonatus tanda primer yang didapatkan adalah distress respirasi, apneu, distensi

abdomen, muntah dan diare, jaundice, hilangnya tonus otot, penurunan aktivitas spontan,

kurangnya respon menyedot letargi, kejang dan suhu tubuh yang abnormal (dapat

hipertermi atau hipotermi). Pada kulit bayi sering didapatkan mottling, sebagai akibat

dari penurunan perfusi, perubahan curah jantung, dan resistensi vaskuler. Kadang-

kadang dapat juga ditemukan lesi kulit spesifik, seperti ptekie atau pustule, terutama

yang disebabkan oleh kuman meningococcus dan Pseudomonas aeuruginosa.

Manifestasi sekunder merupakan kelanjutan dari proses perjalan penyakit yang

mengarah pada syok septic. Pada fase ini ditandai dengan hipotensi, sianosis, gangrene,

oliguria, anuria, jaundice dan tanda gagal jantung. Hipotensi merupakan penyebab gagal

jantung akut, gangrene perifer dan asidosis laktat. Pada fase ini rentan untuk terjadinya

Page 5: Scratch Patofisiologi Sepsis

acute respiratory distress syndrome atau ARDS, gagal ginjal akut, gagal hati akut,

disfungsi saraf pusat, disseminated intravascular coagulation/DIC dan disfungsi organ

multiple.

Disfungsi organ pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat langsung, atau jarena

hipoksia atau hipoperfusi, atau karena komplikasi dari terapi terhadap penyakit yang

mendasari. Disfungsi organ bukan saja berperan sebagai petanda sepsis melainkan juga

sebagai kontributor terhadap kematian pada pasien sepsis.

- Sistem Respirasi

- Sistem Kardiovaskuler

- Sistem Urinarius

- Sistem Traktus Gastrointestinal

- Sistem Hematologi

D. DIAGNOSIS

Salah satu cara pendekatan diagnosis adalah menggunakan pendekatan

pendekatan PIRO (Presdisposition, Infection, Response, Organ Dysfunction).

Predisposisi pada anak misalnya penurunan imunitas tubuh, penggunaan alat-alat invasif

atau prosedur medik yang lama (seperti kateter intravena, kateter urin, pembedahan,

perwatan intensif, dan lain-lain). Sulit untuk membuktikan sepsis hanya berdasar kultur

darah semata, karena pasien biasanya sudah mendapatkan antibiotik sebelumnya. Bila

kultur darah postif, diagnosis menjadi lebih mudah. Ditemukan disfungsi organ akan

menguatkan diagnosis sepsis berarti sepsis telah lanjut (severe sepsis). (FK Undip, 2004)

1. Respon sistem inflamasi sistemik

SIRS (Systemik Infalammatory Response Syndrome) yaitu respons sistemik terhadap

berbagai kelainan klinik berat (misalnya infeksi, trauma dan luka bakar) yang ditandai

dengan ≥ 2 dari 4 kriteria sebagai berikut :

a. Hipertermi (> 38,5⁰C) atau hipotermi (< 36⁰C)

b. Takikardi yaitu peningkatan heart rate > 2 SD di atas normal sesuai umur dalam

keadaan tidak terdapat stimulasi eksternal, pemakaian obat-obat jangka panjang

atau rangsang nyeri, atau bradikardia: HR < 10 persentil sesuai umur tanpa

stimulus vagal eksternal, pemakaian beta blocker atau penyakit jantung bawaan.

c. Takipneu dengan RR > 2 SD di atas normal sesuai umur atau ventilator mekanik

yang akut yang tidak berhubungan dengan penyakit neuromuskuler atau

penggunaan anestesi umum.

Page 6: Scratch Patofisiologi Sepsis

d. Jumlah leukosit yang meningkat atau menurun (yang bukan akibat dari

kemoterapi) sesuai umur atau netrofil imatur > 10%.

2. Infeksi

Infeksi yaitu suatu kecurigaan atau bukti (dengan kultur positif, pengecatan jaringan,

atau uji PCR) infeksi disebabkan kuman pathogen atau sindrom klinis yang

berhubungan dengan kemungkinan besar infeksi. Bukti infeksi meliputi penemuan

positif pada pemeriksaan klinis, pencitraan atau test laboratorium (misalnya sel darah

putih pada cairan tubuh yang normal steril, perforasi usus, foto rongen dada yang

menunjukkan adanya pneumonia, ruam ptekiae atau purpura atau purpura fulminan).

(FK UNDIP, 2004)

Dibawah ini merupakan tabel tanda vital khusus sesuai umur dan variable

laboratorium :

Tabel 2.2 Tanda vital dan variable laboratorium (batas bawah untuk HR, jumlah leukosit, dan tekanan darah sistolik untuk persentil 5 dan bata atas untuk frekuensi jantung,laju nafas atau hitung leukosit untuk persentil 95)

Kelompok usia Heart rateTakikardi Bradikardi

Laju nafas

(x/menit)

∑leukosit (x103/mm3)

tekanan sitolik

(mmHg)0 hari-1 minggu

> 180 < 100 > 50 > 34 < 65

1 minggu – 1bulan

> 180 < 100 > 40 > 19,5 atau < 5 < 75

1 bulan – 1 tahun

> 180 < 90 > 34 > 17,5 atau < 5 < 100

2-5 tahun > 140 not applicable > 22 > 15,5 ataun < 6 < 94

6- 12 tahun > 130 not applicable > 18 > 13,5 atau < 4,5 < 105

13- < 18 tahun >110 not applicable > 14 > 11 atau < 4,5 < 117

Sumber : Kumpulan Prosedur Tetap PICU/UGD/HND-NICU, RS.Kariadi, Semarang. 2004

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Darah rutin : Hb, Ht, Lekosit, Trombosit

b. GDS

c. CRP

d. Faktor koagulasi

e. Kultur darah berseri

f. Apusan darah tepi : lekopenia/lekositosis, granula toksik, shift to the left

Page 7: Scratch Patofisiologi Sepsis

g. Urinalisis

h. Foto thoraks

i. Asam laktat, BGA, LFT, elektrolit dan EKG

F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan sepsis berat dan syok septik adalah sebagai berikut

1. Early Goal Directed Therapy

EGDT meliputi resusitasi cairan agresif dengan koloid dan atau kritaloid, pemberian

obat-obatan inotropik, dan atau vasopresor dalam waktu 6 jam sesuadh diagnosis

ditegakkan di UGD sebelum masuk PICU. Resusitasi awal 20 ml/kgBB 5-10 menit,

dan dapat diulang beberapa kali sampai lebih dari 60 ml/kgBB dalam waktu 6 jam.

Pada syok septik dengan tekanan nadi sangat sempit, koloid lebih efektif daripada

kristaloid.

2. Inotropik/vasopresor/vasodilator

Vasopresor diberikan appabila terjadi refrakter terhadap resusitasi volume, dan mAP

kurang dari normal, diberikan vasopresor. Dopamine merupakan pilihan pertama.

Apabila refrakter terhadap terhdapa pemberian dopamine, maka dapat diberikan

epinefrin atau norepinefrin. Dobutamin diberikan pada keadaan curah jantung yang

rendah. Vasodilator diberikan pada keadaan tahnan pembuluh darah perifer yang

meningkat dengan MAP tinggi sesudah resusitasi volume dan pemberian inotropik.

Nitrovasodilator (nitrogliserin atau nitropusid) diberikan apabila terjadi curah jantung

rendah dan tahanan pembuluh darah sistemik meningkat disertai syok.

3. Extra corporeal membrane oxygenation (ECMO)

ECMO dilakukan pada syok septik pediatric yang refrakter terhadap terapi cairan,

inotropik, vasopresor, vasodilatasi, dan terapi hormone.

4. Suplemen oksigen

Intubasi endotrakeal dini dengan atau tanpa ventilator mekanik sangat bermanfaat

pada bayi dan anak dengan sepsis berat atau syok septik, karena kapasitas residual

fungsional yang rendah.

5. Koreksi asidosis

Terapi bikarbonat untuk memperbaiki hemodinamik atau mengurangi kebutuhan akan

vasopresor, tidak dianjurkan pada keadaan asidosis laktat dan pH > 7,15 dengan

hipoperfusi.

6. Terapi antibiotik

Page 8: Scratch Patofisiologi Sepsis

Pemberian antibiotik segera satu jam sesudah diagnosis sepsis ditegakkan dan

pengambilan kultur darah. Pada keadaan dimana focus infeksi tidak jelas, maka

antibiotik harus diberikan pada keadaan penderita yang mengalami perburukan, status

imunologik yang buruk, adanya kateter intravena berdasarkan kuman penyebabnya

dan tes kepekaan. Prinsip pemulihan antibiotik tergantung dari berbagai hal antara

lain dari : communityacquired disease atau pola infeksi di wilayah tersebut, pola

resistensi kuman, penyakit penyerta (misal pada penderita dengan

imunocompromised), pemberian infuse atau obat-obatan parenteral dalam kaitanya

dengan pola kuman-kuman nosokomial, dan modifikasi regimen.

Dalam panduan internasional Surviving Sepsis Campaign 2008 direkomendasikan

untuk memberikan terapi antibiotik empiris sedini mungkin, dalam waktu satu jam

setelah diagnosis syok septik (1B) dan sepsis berat tanpa syok sepsis (1D).

Antimikroba yang diberikan termasuk satu atau lebih obat yang aktif melawan semua

kemungkinan patogen (bakteri) dan dapat berpenetrasi dalam konsentrasi yang

adekuat ke organ yang dicurigai merupakan sumber infeksi. Antibiotik yang dapat

diberikan yaitu :

- Ampisilin 200 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, dikombinasikan dengan

aminoglikosida, garamycin 5-7 mg/kgBB/hari atau amikasin 15-20

mg/kgBB/hari iv atau netilmisin 5-6 mg/kgBB/hari iv dalam 2 dosis

- Kombinasi lain adalah ampisilin dengan cefotaxime 100mg/kgBB/hari intravena

dalam 3 dosis. Kombinasi ini lebih disukai apabila terdapat gangguan fungsi

ginjal atau tidak tersedia sarana pengukuran aminoglikosida.

7. Sumber infeksi

Eradikasi sumber pinfeksi sangat penting, seperti drainase abses, debridement

jaringan nekrosis, alat-alat yang terinfeksi dilepas.

8. Terapi kortikosteroid

Pemberian hidrokortison 50 mg setiap 6 jam dan dikombinasi dengan fludorcortison

50 µg diberikan 7 hari dapat menurunkan angka kematian absolute sebanyak 15%.

Dosis kortikosteroid yang direkomendasikan untuk syok septik pediatric adalah 1-2

mg/kg berat badan sampai 50 mg/kg untuk terapi empiris syok septik diikuti dosis

yang sama diberikan dalam 24 jam.

9. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)

Mekanisme efek IVIG pada sepsis yaitu sebagai berikut :

Page 9: Scratch Patofisiologi Sepsis

a. Netralisasi melalui antibody dengan meningkatkan fungsi bakterisid,

fagositosis, netralisasi endotoksin dan eksotoksin

b. Antagonis reseptor TNFα reseptor IL-1 dan reseptor IL-6.

c. Egek sinergis dengan antibiotik β laktam melalui efek antibody anti-

laktamase, transport oksigen, memperbaiki fungsi granulosit dalam melakukan

lisis bakteri, dan aktifitas opsonin, memperbaiki koagulopati dang gangguan

elektrolit.

10. Terapi Suportif

a. Profilaksis Stress Ulcer

Diberikan inhibitor reseptor H2 yaitu ranitidine.

b. Profilaksis Trombosis Vena Dalam

Dosis rendah heparin dianjurkan, kecuali pada penderita yang mempunyai

kontraindikasi nya yaitu trombositpenia berat, koagulopati berat, perdarah aktif,

riwayat perdarahan intraserebral.

c. Pencegahan Hipoglikemia pada sepsis

Balita dengan sepsis mempunyai risiko untuk menderita hipoglikemia, sehingga

perlu diberikan glukosa 4-6 mg.kg berat badan/menit atau gkujose 10% dalam

NaCl 0, 45 dan mempertahankan gula darah dalam batas normal.

Page 10: Scratch Patofisiologi Sepsis

DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP. Prosedur Tetap PICU/UGD/HND-PICU. FK UNDIP; Semarang. 2004

2. Budhiarso, Hery. Rasio Imatur/Total neutrofil pada Sediaan Apus Darah Tepi Sebagai Petanda Dini Sepsis Bakterial Pada Anak . Tesis Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. 2000.

3. Kumar A. Optimizing antimicrobial therapy in sepsis and septic shock. Crit Care Journal. 2009;25(4):733-51.

4. Levy MM, Fink MP, Marshal JC, Abraham E, Angus D, Cook D, et all. International Sepsis Definitions Confrence. Crit Care Med. 2009; 31 (4): 1250-6

5. Paterson, R. L., and Webster N. R., Sepsis and Inflamatory Respon Syndrome dalam Journal of The Royal College of Surgeoons of Edinburgh 2008;p. 178-82

6. Paul M, Leibovici L. Combination antimicrobial treatment versus monotherapy: the contribution of meta-analyses. Infect Dis Clin North Am. 2009;23(2):277-93.

7. Powell, KR. Sepsis and Shock. In: Kliegman RM, Jenson HB, Marcdante KJ, Behrman RE. editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 16 th Ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 2000. P.747-51

8. Schexnayder SM. Pediatric Septic Shock. Pediatrics in Review 1999; 20 (9): 303-8

9. Singhi S, Rao DS, Chakrabarti A. Candida colonization and candidemia in a pediatric intensive care unit. Pediatr Crit Care Med. 2008;9(1):91-5.