SASTRA_NUSANTARA (1)
-
Upload
wawan-dwi-idhayana -
Category
Documents
-
view
30 -
download
1
description
Transcript of SASTRA_NUSANTARA (1)
SASTRA NUSANTARA
ABD. RAZAK IBRAHIM
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENGANTAR
Sastra Nusantara diidentikkan dengan kawasan yang terdiri dari
berbagai pulau, yang menjadi wilayah Negara Republik Indonesia dan
budaya Melayu sehingga mencakup Malaysia Barat dan timur serta
Brunei. Termasuk juga Filipina selatan dan Mungthai selatan serta
Timor Leste.
Sedangkan jika berbicara tentang dunia sastra, menunjukkan
karya-karya seni dan sastra yang dimana berbagai bahasa dari
berbagai pulau yang ada di Nusantara sebagai sarana utama identitas
diri, pengungkapan rasa dan karsa. Sastra Nusantara tidaklah sebatas
karya-karya sastra yang ditulis dalam bahasa Indonesia, melainkan
dari berbagai bahasa etnik. Misalkan karya-karya besar seperti I La
Galigo dari tanah Bugis, Sansana Kayu Pulang dari tanah Dayak,
pantun-pantun, gurindam dan seloka Melayu, karya-karya yang ditulis
oleh warga dari etnik Tionghoa atau Indonesia sebagai bagian dari
sastra Nusantara dan bukan hanya membatasinya pada karya-karya
tertulis melainkan juga pada karya lisan.
2
Karya sastra menurut ragamnya dibedakan atas prosa, puisi dan
drama, banyak pokok permasalahan yang dapat dijumpai dalam ketiga
jenis karya sastra tersebut, misalnya maslah yang mencakup sejarah,
politik, ekonomi, dan budaya. Hal ini yang disebabkan pada dasarnya
karya sastra merupakan refleksi kehidupan sehari-hari. Dimana
seorang pengarang dapat menciptakan sebuah karya berdasarkan
pengalaman yang dialami baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Berdasarkan waktu penciptaan karya sastra, kesusastraan
tergolong dari sastra lama dan sastra modern. Kesusastraan Indonesia
modern diciptakan dibawah pengaruh paham-paham Barat dan
sedangkan kelahiran sastra lama terlahir jauh sebelum mesin cetak
masuk ke Indonesia. Karya-karya yang lahir pada masa itu hanya
ditulis tangan diatas daun lontar, batu, maupun bahan lainnya. Karya-
karya yang berbentuk naskah inilah yang merupakan salah satu
peninggalan kebudayaan yang patut dijaga kelestariannya, begitu pula
dengan sastra lisan yang dulunya terbangun di masyarakat terdahulu.
Melalui naskah-naskah kuno baik itu tertulis dan tidak yang
tersebar di berbagai daerah di Nusantara, didalamnya dapat terlihat
kembali semua aspek kehidupan bangsa ini pada masa lampau.
Sebahagian besar isi naskah juga dapat mengungkapkan jati diri
3
bangsa. Sebagahagian pula dari segi isi teks pun masih ada yang
masih relefan dengan zaman sekarang. Oleh karena itu, kesusastraan
tersebut perlu mendapat perhatian khusus mengingat kandungan
isisnya yang sangat penting.
Banyaknya khasanah naskah nusantara yang dituliskan dalam
berbagai bahasa dan aksara, maka dari itu perlunya edisi teks agar
informasi yang terkandung didalamnya dapat bermanfaat bagi semua
orang yang membacanya
BAB II
PEMBAHASAN
Perjalanan kesusastraan yang berlangsung di Nusantara sudah
berlangsung sekian lama hingga di zaman modern ini, sastra
mempunyai warna yang berbeda-beda disinilah kesusastraan itu
terlihat menarik karena semuanya tidak terlepas dari budaya-budaya
yang mempengaruhi di sekitarnya.
A. Sastra Lisan
Dalam khazanah kesusastraan Nusantara sastra lisan adalah
sebuah karya sastra yang berbentuk abstrak dan disampaikan dengan
4
cara oral. Bentuk dari sastra lisan ini disampaikan oleh para tetua-
tetuah kampung atau dalam suatu masayarakat yang disampaikan
secara lisan dari orang ke orang lain. Contohnya, cerita tentang Abu
Nawas itu memiliki banyak versi di setiap penceritanya, selain itu
terkadang judul cerita sama tapi akan berbeda ketika disampaikan
oleh orang yang berbeda.
Dalam perjalanannya sastra lisan menemukan tempat dan
bentuknya masing-masing di tiap-tiap daerah pada ruang etnik dan
suku yang mengusung adat yang berbeda-beda. Hal ini juga menjadi
suatu bentuk ekspresi budaya masyarakat pemiliknya, sastra lisan
tidak hanya mengandung unsure keindahan (estetik) tetapi juga
mengandung berbagai informasi nilai-nilai kebudayaan tradisi yang
bersangkutan.
Sastra lisan bertahan cukup lama dan menjadi semacam
ekspresi estetik tiap-tiap daerah dan suku yang ada di Nusantara.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, dalam khasanah
kesusastraan dalam bentuk lisan, sastra tulis lebih mendominasi dan
sastra lisan mulai terpinggirkan bisa saja sampai terhapuskan. Hal ini
mulai berkembang ketika munculnya anggapan bahwa sastra tulis
mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan sastra lisan. Ditambah
lagi oleh arus modernisasi yang masuk dan membawa corak
5
kebudayaan baru, maka posisi sastra lisan di masyarakat semakin
pudar dan akan menghilang.
Dalam hal lain sastra lisan yang banyak tersebar di Nusantara
menjadi kekayaan budaya bangsa Indonesia yang senantiasa harus
dilestarikan dan dikembangkan. Demikian halnya di Sulawesi Selatan
Khususnya dalam masyarakat Etnik Bugis-Makassar yang mendiami
pesisir pantai jazirah selatan pulau Sulawesi.
Bentuk-bentuk sebagian sastra lisan yang terdapat di Sulawesi
Selatan seperti;
1. Sinrilik salah satu sastra lisan dalam tradisi Sulawesi Selatan
tepatnya di Kabupaten Gowa, mementaskan Sinrilik di istana
Tamalatea Balla Lompoa, dengan melantunkan syair dibumbui
interaksi dengan penonton sambil memainkan alat music gesek
sejenis rebab.
2. kacaping; tradisi lisan dalam masyarakat Bugis-Makassar yang
dimana sastra ini di tuturkan dengan jalan dinyanyikan atau
disenandungkan dengan diiringi oelh berbagai macam
instrument/ bunyi-bunyian dan alat music.
3. Royong adalah karya sastra yang berbentuk puisi (kelong),
biasanya sastra lisan ini dilantunkan pada saat ritus upacara
adat. Seperti pada upacara adat perkawinan, sunatan, khinatan,
6
upacara akil balik denga menggunakan baju adat (Baju Bodo)
kepada anak gadis dan juga pada upacara ritual kelahiran.
Tradisi lisan royong ini sangat terkait dengan strafifikasi social
masyarakat etnik Makassar. Dikenal tingkatan masyarakat antara lain:
1. Kelas atas adalah keluarga raja yang berkuasa
(Sombaya)
2. Bangsawan (Karaeng)
3. Masyarakat biasa yang bebas dari perbudakan
(Tomaradeka)
4. Budak (Ata)
Adapun tingkatan royong dikenal dengan;
1. Royong Bajo yang digelar untuk kalangan Raja
2. Royong Karaeng untuk kalangan bangsawan
3. Royong Daeng untuk kalangan Masyarakat biasa.
4. Cerita Mitos : cerita yang di hadirkan di dalam masyarakat dan
menjadi cerita yang menarik dan biasanya di sebarkan dari satu
orang ke orang yang lainnya.
Dalam tataran sunda yang penulis ketahui yakni;
7
1. Carita Pantun; sastra lisan Sunda yang mengisahkan
petualangan anak Prabu Siliwangi, Raja Padjadjaran dan banyak
cerita tutur yang diiringi petikan kecapi.
2. Mitos; yang terlahir dari masyarakat sunda, kebudayaan mistis
semacam Nyai Roro Kidul sama sekali tergantung dari sastra
mitos. Dipedesaan ,sastra lisan ini diwariskan turun temurun
dengan perubahan-perubahan yang sesuai dengan tata nilai
setempat.
3. Dll
Foklor menjadi sebuah adat-istiadat tradisional dan cerita rakyat
yang diwariskan secara turun-temurun, tetapi tidak dibukukan. Foklor
berkembang dari versi yang berbeda-beda, dan mewakili suatu
kelompok masyarakat tertentu. Berfungsi sebagai hiburan, media
penyampaian nilai-nilai social, dan representasi masyarakat, dapat
juga sebagai alat penyebaran ajaran atau pranata kebudayaan.
Koentjaraningrat dalam bukunya Ikram menyatakan bahwa “ ruang
lingkup foklor adalah sangat besar meliputi hamper semua segi
kebudayaan manusia”.
Terlepas dari uraian diatas, kiranya jelas bahwa sastra lisan di
berbagai suku adalah imajinasi murni yang merupakan symbol-simbol
8
realitas. Sastra lisan ini muncul berdasarkan realitas masyarakatnya,
menjadi sastra symbol dan dikembalikan kerealitas kembali.
B. Sastra Tulis
Sastra tulis yang membedakannya dengan lisan yakni memiliki
media penyimpan, yakni media tulis. Naskah-naskah kuno yang dimiliki
oleh setiap etnik atau suku bangsa Indonesia dapat dikategorikan ke
dalam khasanah pernaskahan Nusantara. Naskah tersebut berupa
tulisan tangan yang ditulis pada media yang relative tidak akan
bertahan lama, seperti lontar, nipah, kulit, bambu, dan berbagai jenis
kertas lainnya.
Meninjau dari segi isi naskah, naskah-naskah itu merupakan
rekaman budaya masa lampau yang sangat berharga dan sebagai
cagar budaya bangsa yang tentunya patut diwariskan kepada generasi
penerus.
Naskah-naskah di bagian Sulawesi sebenarnya banyak, hanya
saja masih kurang yang menelitinya dan sebagian besar naskah-
naskah diteliti dari segi filologisnya yakni dari daerah Jawa dan Bali.
Tapi hal ini tak mengurungkan niat bahwa naskah-naskah khususnya
bagian timur tetap harus di pertahankan dan dilestarikan.
Adapun naskah-naskah di Sulawesi Selatan ialah sebagai berikut;
9
1. Lontaraq Papaseng (Pesan)
Kumpulan amanat atau pesan orang-orang bijak, dan ini
dijadikan kaidah dalam hidup masyarakat, biasanya berisi cara-
cara pelaksanaan pemerintahan yang baik.
2. Lontaraq Paggalung (Pertanian)
Keadaan cuaca, musim tanaman-tanaman yang baik untuk
ditanami di lading, serta pelaksanaan pertanian atau tata cara
bertani yang baik.
3. Lontarak Surek-surek (Surat-surat)
Pada naskah ini lembarannya tidak terlalu banyak dan
tebal, ini berisikan nyanyian-nyanyian yang di nyanyikan pada
saat acara menaiki rubah baru, mengadakan perkawinan, dan
upacara lainnya.
4. Lontaraq Pattaungeng (catatan harian)
Berisi masalh kehidupan pribadi, keluarga dan tetangga
dan umumnya yang terjadi setiap hari.
5. Lontaraq ade’q (adat)
Catatan-catatan hokum adat dan adat kebiasaan
6. Lontara’q Uluada (Perjanjian)
10
Himpunan rumus-rumus perjanjian antara satu kerajaan
dengan kerajaan lainnya.
7. Lontaraq Allopi-loping (Pelayaran)
Berisi hokum adat pelayaran
8. Lontaraq Pangoriseng (Silsilah)
Silsilah keturunan satu keluarga atau sislsilah dalam suatu
kerajaan.
9. Lontaraq Attoriolong (tata karma orang dahulu)
Catatan mengenai asal usul raja-raja, keluarga bangsawan,
dapat dikatakan sejarah masa lalu.
10. Lontraq Pau-pau rikadong (Hikayat)
Cerita rakyat mengandung legenda mengenai kejadian
atau peristiwa luar biasa yang masih diragukan kebenarannya.
11. Lontaraq Pangaja (Nasehat)
Kumpulan pedoman hidup, atau nasehat-nasehat yang
diberikan oleh orang tua kepada anaknya turunannya.
Adapun naskah yang di sakralkan oleh masyarakat seperti
naskah Assikalabineng, yakni naskah atau kitab persetubuhan orang
Bugis yang dianggap sakral atau tabu untuk dibicarakan secara luas,
maka pengetahuan tentang hal tersebut sedapat mungkin dijaga
dengan rapat. Selain karena itu menyangkut pola komunikasi paling
11
personal antar sesama manusia, dan seks juga bagi masyarakat Bugis
sebagai bagian dari kehormatan manusia.
Naskah terbesar dan terkenal di Sulawesi adalah Naskah I La
Galigo yang sampai saat ini masih dikaji,dan disakralkan bagi
beberapa sekelompok orang. Naskah La Galigo ini berlatar kisah La
Galigo yakni anak dari Sawerigading yang berlatar di daerah Luwu,
kerajaan yang dianggap tempat kelahiran masyarakat Bugis.
Selain naskah-naskah yang berbau Budaya, naskah-naskah
keagamaanpun banyak di daratan Sulawesi, bagaimana sebenarnya
penyebaran agama Islam di masa lampau. Seperti naskah Kutika, ada
tiga naskah yang ketiganya memiliki fungsi masing-masing. Naskah
tersebut digunakan sebagai panduan untuk melihat hari baik
berdasarkan perhitungan bulan Islam. Naskah yang lainnya berisikan
petuah serta tatakrama dalam berkehidupan. Naskah ini dahulunya
dimiliki oleh para muballiq Bugis-Makassar dan Mandar yang
menyebarkan syair Islam.
Kesusastraan yang berada di lain daerah misalkan seperti di Bali
juga adanya sastra lisan dan tulisan, sastra tulis secara historis
agaknya telah berkembang pada zaman Bali Kuna. Diperkirakan
sekitar abad ke-9, yakni zaman Dinasti Wamadewa. Menurut prasasti
zaman, itu telah ada pertunjukan wayang yang disebut perbwayang
12
yang mempertunjukkan cerita-cerita tertentu yang diambil dari
khazanah kesusastraan Bali pada waktu itu.
Ramayama, Mahabharata dan berbagai cerita dan tutur dalam
bahasa jawa kuno masuk kebali. Ini mungkin dikarenakan
kesusastraan jawa kuno adalah ajaran agama Hindu. Misalkan
Guguritan.
Berbagai naskah dalam bentuk babad seperti Babad tanah jawi,
Babad Banjar, Babad Cirebon, Hikayat Aceh dan Hikayat Raja-raja
Pasai. Naskah-naskahini sebagai hasil karya tulis yang
menggambarkan tentang masyarakat tertentu sebagi bukti akan
kesadaran bersejarah.
Dari berbagai kategori naskah nusantara, kita dapat mengetahui
bagaimana perspektif budaya daerah tertentu. Perspektif budaya
Sunda terhadap politik misalnya. Melalui naskah kuno Sunda kita dapat
melihat lebih jauh ke belakang dengan menelusuri nilai-nilai politik
yang terkandung dalam penyelenggaraan pemerintahan yang pernah
berlaku pada zaman Kerajaan Sunda masa lampau.
Adapula misalkan di tataran Sunda munculnya suatu karya
sastra keagamaan dan kesusilaan yang diberi nama Sangyang Siksa
13
Karesian . karya sastra ini berisi ajaran kesusilaan atau norma-norma
perilaku yang ditujukan bagi semua orang.
C. Sastra cetakan
Sejak ditemukannya mesin cetak pada abd ke-16 M, hamper
semua teks Nusantara yang telah diteliti para filolog Eropa diterbitkan
dalam bentuk teks cetak. Misalnya, Hikayat SI Miskin, Abunawas,
Tajussalathin dan sebagainya. Disamping itu, teks-teks lisan yang
semula hanya berupa cerita pada saat sekarang ini telah diterbitkan
dalam bentuk cetakan baik yang berupa hikayat maupun syair. Seperti
Hikayat Putri Hijau, syair Putri hijau dan lain sebgainya. Disbanding
dengan dua bentuk teks sebelumnya, teks cetak lebih memiliki kualitas
yang lebih baik, yakni dari segi usia yang lebih panjang dan hamper
semua karakteristik yang dimiliki teks tulis juga dimiliki oleh teks
cetak.
Dalam kahasanah naskah cetakan di Sulawesi beberapa yang
diketahui yakni; Dongeng Mangiwang (Ikan Hiu) tersebar di
masyarakat umum,naskah cetakan ini menjadi pesan Adam Dg.
14
Ma’Leo kepada keturunannya agar tidak memakan ikan Hiu karena
telah mendapatkan bantuan dari ikan hiu tersebut. Adapula Dongeng
tentang Daun Kace, yang berisi nasehat kepada anak-anak.
BAB IIIPENUTUP
Indonesia salah satu Negara di dunia yang paling majemuk,
berbagai budaya dan etnik dan kemajemukan itu telah menjadi salah
satu sumber kebanggaan bangsa ini. Hal ini tercantum pada lambing
Negara “Bhineka Tunggal Ika” berbeda-beda tetapi satu jua.
Semua keragaman khasanah budaya di Nusantara dapat kita
pelajari dari berbagai naskah-naskah di Nusantara yang ada, pada
setiap daerah-daerah yang bersangkutan, yang sejak dari dahulu
sudah memiliki tradisi lisan kemudian tradisi tulis yang sampai
sekarang masih di lestarikan. Naskah-naskah Nusantara mengandung
informasi yang sangat luas dan berlimpah, berbagai macam isi naskah
15
yang dapat didalami yang mencakup berbagai bidang seperti agama,
sejarah, hokum, adat istiadat, obat-obatan, teknik, filsafat, politik dan
sebagainya.
Ketika membaca naskah-naskah Nusantara berarti membaca
masa lalu atau disebut juga memahami budaya masa lampau itu,
adalah masa dimana dan kapan sebuah naskah tersebut dibuat.
Memahami budaya pada dasarnya memahami inti dari budaya itu
sendiri yang berupa nilai-nilai dan konsep dasar yang memberikan
arah bagi bermacam tindakan baik yang dilakukan secara perorangan
maupun kolektif.
Dengan tulisan ini sebenarnya agar masyarakat umum
mengetahui bahwa sebenarnya khasanah pernaskahan Nusantara atau
dapat disebut Sastra Nusantara sangat penting untuk diketahui dan
ikut andil dalam pelestarian budaya dan naskah-naskah Nusantara,
karena komponen yang terpenting dalam pelestarian naskah-naskah
ini sebenarnya adalah masyarakat, karena naskah-naskah tersebut
hadir atau bersumber dari masyarakat dan ditujukan untuk
masyarakat itu sendiri.
Kesamaan dan perbedaan dari naskah Nusantara hanya terletak
pada bentuk, fungsi dan amanat yang ada dalam naskah. Seprti
kesamaan yang menonjol adalah dari segi fungsi hadirnya naskah dan
16
ketika di perhadapkan kembali kepada masyarakat bahwasanya
naskah ini memiliki fungsi social dan bagaimana masyarakat
mengetahui pesan apa yang terdapat dalam naskah tersebut, dan
berbicara masalah perbedaan, penulis melihatnya dari sisi bentuk
kerupaan dari naskah-naskah di Nusantara. Mulai dari segi bahasa
yang digunakan, aksara, sampai jenis naskah apakah ia dalam bentuk
puisi, prosa dll.
Daftar Pustaka
17
Ikram, Achadiati.1997.Filologia Nusantara.PT. Dunia Pustaka
Jaya; Jakarta.
http://jurnaltoddoppuli.wordpress.com/2008/11/30/sastra-
nusantara
http://www.rappang.com/2010/12/link-lontara-bugis.html
sastra-nusantarabaratdan-asia.html
18