SANKSI PIDANA TERHADAP PEMBUAT SITUS NIKAH SIRRI...
-
Upload
trinhquynh -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of SANKSI PIDANA TERHADAP PEMBUAT SITUS NIKAH SIRRI...
i
SANKSI PIDANA TERHADAP PEMBUAT SITUS NIKAH SIRRI
SECARA ONLINE
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.H)
Oleh :
Nurfeby Yanti
NIM : 11140450000008
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/1439H
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 18 Januari 2018
Materai 6000
Nurfeby Yanti
v
ABSTRAK
NURFEBY YANTI 1114045000008, SANKSI PIDANA TERHADAP
PEMBUAT SITUS NIKAH SIRRI SECARA ONLINE Jurusan Hukum Pidana
Islam (Jinayah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Tahun 2018 M/ 1439 H, 69 Halaman.
Skripsi ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang bagaimanakah sanksi
pidana bagi pembuat situs nikah sirri secara online serta bagaimana hukum Islam
memandang tentang perkara tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang berupa kajian
kepustakaan (Library Research). Spesifikasi yang digunakan pada penelitian ini
adalah Deskriptif Analitis, data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data primer
dan sekunder. Data primer pada penelitian ini adalah undang undang no.1 tahun 1974
dan undang undang Transaksi Elektronik dan sebagai data sekunder pada penilitian
ini diperoleh dari buku-buku, jurnal, dan hasil penelitian yang berkaitan dengan
penulisan skripsi ini kemudian dari data-data yang diperoleh dirangkai dengan metode
deduktif.
Hasil dari penelitian memberikan kesimpulan bahwa nikah sirri online merupakan
perbuatan yang melawan hukum pidana seperti yang tertuang dalam undang-undang
nomor 1 tahun 1974 dan undang – undang informasi dan transaksi elektronik pasal 45
ayat 1 memberikan sanksi berupa diancam pidana 6 tahun dan denda satu milyar.
Dalam hukum Islam karena nikah sirrionline karena wali nikah dan saksinya
asal-asalan tidak memenuhi rukun dan syarat dalam syareat Islam maka nikah sirri
online tersebut tidak sah dan batal.
Senada dengan kesimpulan diatas, maka diharapkan kepada penegak hukum
seperti polisi, jaksa dan hakim bisa lebih melihat fenomenaini merupakan pelanggaran
teradap undang-undang sehingga perlu penegakan hukum yang efektif dan efisien.
Kata Kunci : Nikah sirri online, sanksi pidana
Pembimbing : Dr. Burhanudin, S.H, M.H.
vi
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini sebagai salah satu syarat
menyelesaikan studi pada tingkat Universitas. Shalawat beriring Salam penulis
curahkan kepada Nabi kita Sayyidina Muhammad SAW yang telah membawa kita
dari zaman jahiliyyah hingga zaman keilmuan seperti sekarang ini. Tak lupa pula
kepada keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang selalu mengamalkan sunnahnya
hingga akhir zaman.
Skripsi yang berjudul “SANKSI PIDANA TERHADAP PEMBUAT SITUS
NIKAH SIRRI SECARA ONLINE “merupakan karya tulis penutup di tingkatan
Strata 1 dari semua pembelajaran yang sudah penulis dapatkan di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta selama 3,5 tahun ini. Semoga dengan lahirnya
karya tulis ini dapat menambah khazanah keilmuan khususnya bagi penulis umumnya
bagi siapa saja yang membaca skripsi ini.
Penghargaan dan Terima kasih yang setulusnya penulis ucapkan untuk
Ayahanda Sukanta dan Ibunda Saripah yang telah mencurahkan segalanya baik itu
yang bersifat dukungan moril maupun materil. Semoga Allah SWT selalu
memberikan Keberkahan, Kesehatan dan Kemulian di dunia maupun di akhirat atas
segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.
Dalam penulisan Skripsi ini, saya sebagai penulis sangat menyadari akan
pentingnya keberadaan orang-orang di sekitar penulis baik itu yang memberi
dukungan secara keilmuan, pemikiran maupun materi serta dukungan lain baik secara
moril maupun spiritual sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Dukungan mereka sangatlah berarti karena dukungan mereka segala halangan dan
vii
hambatan yang ada dapat teratasi dengan mudah dan terarah. Untuk itu penulis
mengucapkan rasa terima kasih yang amat dalam kepada yang terhormat :
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. M. Nurul Irfan M.Ag., selaku Ketua Program Studi Hukum Pidana
Islam dan Nur Rohim Yunus, LL.M, Selaku Sekertasris Prodi yang telah
membantu segala hal yang bekenaan dengan perkuliahan hingga
motivasinya dalam menyelesaikan Skripsi ini.
3. Dr. Burhanudin, S.H, M.H. Selaku dosen Pembimbing Skripsi yang telah
membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktunya bagi penulis
sehingga skripsi ini lebih terarah dan menjadi lebih baik.
4. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah ikhlas memberikan
ilmu yang bermanfaat sehingga penulis dapat menyambung ilmu baik
dalam dunia pekerjaan maupun akademik ditingkat lebih tinggi.
5. Pimpinan Perpustakaan Pusat dan Perpustakaan Fakultas yang telah
memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan ini berupa buku
dan literature lainnya seingga penulis memperoleh informasi yang
dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.
6. Untuk orang tua tercinta Dedy Ediwan Muis serta ibu tercinta yang selalu
memberikan motivasi pada saya Ibu Maesaroh, teteh, dan keponakan
penulis Maya Lestari, Muhammad Rizqi Ramadhan, Nurasyifa Lestari,
sepupu Desty Faoziah, Novia Amelia, Dede Mariah yang memberi bantuan
moril maupun materiil pada saya.
7. Untuk para sahabat penulis Syahra Husniyyah, Sita Sarah Aisyiyah, Dita
Pratiwi Utami, Reza Fajri Hidayat, Aliyya Maghfuroh, Rizky Suryana
Hidayat, Ahmad Murhadi, Hayyatun Thoyyibah, Salma al farisi, Annisa
Nur Aida, Ajelita Suherman, Amelia Khairani, Aya Chairunnisa, Melinda
yang selalu mensupport penulis dalam menyelesaikan skripsi ini kapanpun
dan dimanapun.
viii
8. Untuk Kuliah Kerja Nyata (KKN) 036 KISS terima kasih atas
pengalamannya, canda, tawa, suka dan dukanya semoga kita bisa bertemu
dilain waktu dan tetap support satu sama lain menjadi orang sukses dan
berguna.
9. Ucapan terkahir penulis tujukan kepada semua pihak terutama teman
seperjuangan konsentrasi Hukum Pidana Islam angkatan 2014 yang tidak
dapat saya sebut satu persatu namun tidak mengurangi rasa terima kasih
penulis atas bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Karena proses tidak akan mendustakan hasil, semuanya bergantung kepada
kekuasaan Allah SWT yang maha segalanya. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat
bagi siapapun yang membacanya dan menjadi amalan baik yang akan dicatat oleh
malaikat sebagai bekal kita di akhirat nanti. Amin.
Jakarta, 18 Januari 2018
Penulis
Nurfeby Yanti
ix
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Batasan Masalah ..................................................................................... 6
C. Rumusan Masalah ................................................................................... 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 7
E. Studi Review Terdahulu ......................................................................... 7
F. Metode Penelitian ................................................................................... 10
G. Sistematika Penulisan ............................................................................. 12
BAB II PANDANGAN UMUM PERNIKAHAN
A. Pengertian Pernikahan Menurut Hukum Positif .................................... 13
B. Pengertian Pernikahan Menurut Hukum Islam....................................... 21
C. Tujuan Pernikahan .................................................................................. 24
D. Dasar Hukum Pernikahan ....................................................................... 26
E. Rukun dan Syarat Pernikahan Menurut Hukum Islam ........................... 30
BAB III NIKAH SIRRI ONLINE MENURUT HUKUM
PERKAWINAN DI INDONESIA
A. Pengertian Nikah Sirri ............................................................................ 36
x
B. Pernikahan Sirri Ditinjau Dalam Undang-Undang ................................ 39
C. Hukum nikah Sirri Online ...................................................................... 43
D. Pelaksanaan Nikah Sirri Yang Ditawarkan Melalui MediaOnline ........ 48
BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN SIRRI SECARA ONLINE
A. Faktor-Faktor Melakukan Nikah Sirri.................................................... 51
B. Sanksi Pidana Terhadap Penyedia Jasa Nikah Sirri Online Serta
Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Penyedia Jasa Nikah Sirri
Online .................................................................................................... 56
1. Sanksi Pidana Terhadap Penyedia Jasa Nikah Sirri Online ........ 56
2. Kajian Hukum Pidana Islam Terhadap Penyedia Jasa
NikahSirri Online ........................................................................ 60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 63
B. Saran ...................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam mengatur hukum tentang perkawinan dengan sedemikian rupa
Perkawinan dalam Islam mempunyai aturan tersendiri yakni ada rukun dan
syarat yang harus dipenuhi, agar perkawinan tersebut sah menurut
ketentuanhukum Islam. Rukun perkawinan merupakan faktor penentu bagi
sah atautidak sahnya suatu perkawinan. Adapun syarat perkawinan
adalah faktor-faktor yang harus dipenuhi oleh para subjek hukum yang
merupakan unsur atau bagian dari akad perkawinan.1 Jumhur ulama sepakat
bahwa rukun perkawinan yaitu: adanya calon suami dan istri yang akan
melakukan perkawinan, adanya wali dari pihak calon pengantin wanita,
adanya dua orang saksi, dan shigat akad nikah.2 Dalam masalah syarat
pernikahan menurut Hanafi bahwa pernikahan memilki syarat dalam shigati,
kedua belah pihak yang melakukan akad dan para saksi. Menurut Syafi’i
mensyaratkan pernikahan beberapa syarat dalam shigat, dua mempelai dan
para saksi.3
Perundang-undangan di Indonesia aturan mengenai sahnya perkawinan
disebutkan, “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaan itu”.4 Hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu termasuk ketentuan-ketentuan yang berlaku
bagi golongan agamanya dan kepercayaannya itu sepanjang tidak bertentangan
atau tidak ditentukan lain dalam undang-undang. Jadi bagi orang Islam,
1Neng Djubaedah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Dicatat Menurut
Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 107 2Slamet abiding dan aminudin, fiqih munakahat I, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h.
63 3Wahbah al-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, alih bahasa Abdul Hayyie al-Kattani,
(Jakarta: Gema Insani, 2011), h. IX: 91 4Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
2
sahnya perkawinan adalah apabila dilakukan menurut hukum Islam.5Mengenai
rukun perkawinan, dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) disebutkan juga
rukun perkawinan terdiri dari calon suami, calon istri, wali nikah, dua orang
saksi, ijab qabul.6 Syarat-syarat perkawinan dijelaskan dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam bab tersendiri yakni bab dua
yang menyebutkan syarat-syarat perkawinan.7 Selain itu dijelaskan secara
detail aturan perkawinan menurut undang-undang yang menyatakan “Tiap-
tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.8 Kalimat dalam undang-undang perkawinan mengenai keharusan
mencatat perkawinan mungkin kurang tegas.
Kompilasi hukum Islam aturan pencatatan perkawinan kalimatnya lebih
dipertegas lagi yakni menyebutkan “perkawinan yang dilakukan di luar
pengawasan pegawai pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum”9
Dengan kata lain, KHI mempertegas bahwa perkawinan yang tidak dicatatkan
maka tidak sah menurut perundang-undangan di Indonesia.
Sebagian besar masyarakat Indonesia lebih memahami definisi nikah
sirri adalah pernikahan yang sah menurut agama namun tidak sah menurut
hukum perundang-undangan. Dengan kata lain bahwa nikah sirri adalah
pernikahan yang tidak dicatatkan di KUA namun secara rukun dan syarat
pernikahan terpenuhi. Pernikahan sirri memang merupakan salah satu
masalah pernikahan. Disatu sisi jika secara agama syarat dan rukun terpenuhi
maka pernikahan itu bagaimanapun tetap sah. Disisi lain jika pernikahan itu
tidak dicatatkan maka akan menimbulkan banyak persoalan-persoalan di
kemudian hari. Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan
pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya
5Neng Djubaedah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Dicatat Menurut
Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam, h. 214. 6Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam
7Pasal 6-12 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
8Pasal 2 ayat (2) Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
9Pasal 6 ayat (2)
3
kelahiran kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akta
yang juga dimuat dalam daftar pencatatan.10
Pernikahan sirri memang banyak menimbulkan masalah. Selain masalah
tidak diakui secara undang-undang, masalah yang tidak kalah pentingnya yaitu
nikah sirri masih banyak diminati. Dikhawatirkan jika pelaku nikah sirri
memiliki motif tersendiri dalam melakukan pernikahan sirrinya.Nikah sirri
tidak ada pemeriksaan wali, saksi, status calon mempelai terlebih dahulu
seperti halnya yang dilakukan terhadap pernikahan yang dicatatkan.Hal
tersebut mempermudah bagi pelaku nikah sirri karena tanpa adanya
pemeriksaan yang ketat.
Maraknya pernikahan sirri yang terjadi serta peminatnya yang cukup
banyak memunculkan peluang bagi orang-orang untuk menawarkan jasa nikah
sirri. Perkembangan teknologi dimanfaatkan penyedia jasa nikah sirri tersebut
untuk menawarkan jasanya melalui media online.
Seringkali kita temui masyarakat melakukan penyalahgunaan teknologi
internet. Penyalahgunaan teknologi memberikan informasi dan dampak yang
negatif bagi penggunaanya. Hal ini menjadi sangat memprihatinkan, yang
terjadi pada sebuah pernikahan salah satunya fenomena yang terjadi pada saat
ini adalah pernikahan sirri secara online. Dari sudut pandang hukum yang
berlaku di Indonesia, nikah sirri merupakan perkawinan yang dilakukan tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Junto pasal 4 dan pasal 5 ayat (1) dan (2) KHI, suatu perkawinan
di samping harus dilakukan secara sah menurut hukum agama, juga harus
dicatat oleh pejabat yang berwenang. Dengan demikian, dalam perspektif
peraturan perundang-undangan, nikah sirri adalah pernikahan yang tidak
mempunyai kekuatan hukum.
Kemudahan informasi dibidang internet, memudahkan oknum tertentu
yang memiliki kemampuan untuk memasukan situs dalam internet yang
sekarang kontroversi ditengah kalangan masyarakat. Situs nikah sirri online
10
Sayuti thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1986), h. 157
4
sendiri ialah situs yang menawarkan kepada klien baik pria maupun wanita
yang ingin mencari pasangan dengan cara mudah dan penuh kepastian.
Situs ini sebagai ajang mencari jodoh, dimana wanita yang menjadi
objeknya dengan diiming-imingi bayaran yang mahal membuat banyak wanita
dibawah umur tergiur untuk mendaftar jadi mitra di situs nikahsirri online
tersebut. Situs tersebut menyediakan jasa wali nikah, saksi nikah, lelang
perawan dan menyediakan jodoh.
Bagi mereka yang ingin menjadi mitranya harus menjamin bahwa
mereka masih perawan dan mereka akan dilelang bagi siapa saja yang mau
menikahi mereka dengan syarat membeli koin mahar. Untuk memastikan
mitra dan kliennya benar-benar perawan dan perjaka, untuk perempuan
dimintai untuk melakukan tes keperawanan.
Untuk laki-laki dimintai untuk melakukan sumpah. Untuk mitra atau
klien yang beragama non muslim, jika ingin mengikuti lelang perawan nanti
nya harus pindah agama terlebih dahulu. Aris menambahkan sebutan mitra
yang disematkan bagi perawan atau perjaka yang berminat dalam kontes
lelang dan fotonya dipampang disitus tersebut. Sementara klien adalah pihak
yang berminat menggunakan jasa situsnya untuk mendapatkan perawan atau
perjaka disitusnya tersebut.11
Pertama kali membuka situs tersebut ada tampilan seorang perempuan
cantik dan tulisan "nikah sirri, merubah zinah menjadi ibadah". Bahkan sang
calon yang menghendaki menikah sirri bisa melihat dan mencari pasangannya
untuk dinikahi. Syaratnya bagi klien atau calon yang hendak menjadi member
situs nikahsirri.com minimal harus mempunyai satu koin mahar, nilai persatu
koin adalah Rp. 100.000. kalau hanya sebatas "melihat" daftar/database calon
mempelai di submenu login, maka client tidak ditarik biaya. Alias gratis," tulis
disitus tersebut.12
11
https://www.google.co.id/amp/amp.kompas.com/nasional/read/2017/09/25/5-fakta
-aris-wahyudi-pemilik-situs-nikahsirricom-tawarkan-lelang-perawan-hasilnya-ratusan-juta
diakses pada tanggal 5 November 2017 jam 12.02 WIB 12
http://m.tribunnews.com/nasional/2017/09/22/heboh-situs-nikahsirricom-tawarkan-
perenpuan-secara-online-untuk-dinikahi-siri diakses pada tanggal 2 November 2017 jam 09.25
WIB.
5
Permasalahan wali, penyedia jasa tersebut tidak mengharuskan wali dan
penyedia jasapun memiliki layanan wali nikah.Saksi yang diminta pun juga
asal menjadi saksi tanpa mempertimbangkan apakah saksitersebut memang
memenuhi syarat-syarat dan saksi itu sebelumnya tidak mengenal calon
pengantin yang akan menikah sirri. Dari kesekian banyak syarat-syarat dan
rukun-rukun untuk sahnya perkawinan, menurut hukum Islam wali nikah
adalah hal yang sangat penting dan menentukan. Bahkan menurut imam syafi’i
tidak sah nikah tanpa adanya wali bagi pihak perempuan, sedangkan bagi
calon pengantin laki-laki tidak diperlukan wali nikah untuk sahnya nikah
tersebut.
Praktik nikah sirri secara online berpotensi menjadi praktik prostitusi
terselubung dikarenakan nikah yang tidak dicatatkan dalam catatan negara,
berpotensi merugikan pasangan terutama seorang perempuan. Hal ini
berbanding terbalik dari tujuan perkawinan itu sendiri, tujuan utama
perkawinan ialah membina kehidupan rumah tangga yang kekal dan bahagia
di antara suami istri dengan maksud melanjutkan keturunan. Mengingat
perkawinan merupakan tuntutan naluriah manusia untuk mendapat keturunan
guna kelangsungan hidupnya dan memperoleh kedamaian hidup serta
menumbuhkan dan memupuk kasih sayang insani. Keharmonisan yang ada
diantara dua jiwa akan membuat mereka terpadu dalam dunia cinta dan
kebersamaan.13
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, bahwa perkawinan diisyaratkan supaya manusia mempunyai
keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan bahagia di dunia dan
akhirat, dibawah naungan cinta kasih dan ridha ilahi. Sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
yang menyatakan "Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria
13
Sayyid Mujtaba Musavi Lari, Psikologi Islam; Membangun Kembali Moral
Generasi Muda (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993), h. 15.
6
dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa".14
Berdasarkan problematika diatas, saya memandang adanya penyedia jasa
nikah sirri yang ditawarkan melalui media online merupakan suatu
permasalahan yang bisa mencederai aturan hukum di Indonesia dan suatu
pelecehan terhadap hukum Islam. Oleh karena itu, saya tertarik untuk
mengkaji lebih dalam mengenai nikah sirri yang ditawarkan melalui media
online. Penyedia jasa nikah sirri justru membuka peluang besar bagi orang
yang berniat menikah sirri. Padahal pemerintah berusaha untuk menekan
angka nikah sirri. Salah satunya dengan dikeluarkannya PP Nomor 48 Tahun
2014 yang menggratiskan biaya pernikahan jika dilakukan di KUA. Oleh
karena itu, berdasarkan yang saya paparkan diatas, maka saya tertarik
membuat skripsi dengan judul “SANKSI PIDANA TERHADAP
PEMBUAT SITUS NIKAH SIRRI SECARA ONLINE”
B. Batasan Masalah
Fokus utama dalam penelitian ini berkisar pada masalah pelaku yang
menyediakan jasa nikah sirri secara online di Indonesia dalam kajian hukum
positif dan hukum pdana Islam. Oleh karena itu, dalam penelitian iniyang
dijadikanpokok masalah ialah bagaimanakah kajian hukum pidana Islam dan
dan hukum positif terhadap pelaku yang menyediakan jasa nikah sirri online?
Adapun peraturan perundang-undangan yang menjadi faktor penelitian ini
dibatasi pada a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,
b) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Transaksi Elektronik.
14
Titik Triwulan Tutik dan Trianto, Poligami Perpektif Perikatan Nikah (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2007), h. 40.
7
C. Rumusan Masalah
Persoalan mengenai nikah sirri ini amat luas, maka dalam penelitian ini
penulis merumuskan dan membatasi kepada beberapa permasalahan:
1. Apa yang menjadi faktor masyarakat melakukan nikah sirri?
2. Bagaimana kajian hukum positif dan hukum pidana Islam terhadap
penyediaan jasa nikah sirri secara online di Indonesia?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui faktor apa saja yang dilakukan masyarakat untuk
melakukan nikah sirri.
2. Untuk mengetahui kajian hukum positif dan hukum pidana Islam
terhadap penyediaan jasa nikah sirri secara online di Indonesia.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi telaah ilmiah tentang
penyediaan jasa nikah siri secara online di Indonesia dalam kajian
hukum pidana Islam dan hukum positif dikalangan akademisi.
b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi kajian ilmiah untuk
kalangan akademisi hukum dalam mengimplementasikan teori-
teori hukum Islam kepada hukum konvensional dalam konteks
pemidanaan terhadap fenomena nikah siri online.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan bacaan
dan literatur serta dapat dijadikan rujukan terhadap permasalahan
yang berkaitan akan hal ini.
E. Studi Review Terdahulu
Sejumlah tinjauan tentang topik nikah sirri online telah dilakukan, baik
yang dikaji secara spesifik isu tersebut maupun yang menyinggung nya
secara umum.
Berikut pemaparan tinjauan umum atas penelitian tersebut.
No. Nama Judul Temuan
1. M. Mashud
Ali
Praktik
Perkawinan Siri
Skripsi ini
meneliti tentang
8
dan Akibat
Hukum Terhadap
Kedudukan Istri,
Anak, serta Harta
Kekayaannya
(Analisis
Perbandingan
Fikih dan Hukum
Positif pada tahun
2014
pandangan fikih
terhadap
perkawinan siri
serta akibat dari
perkawinan siri
terhadap
kedudukan istri,
anak dan harta
kekayaannya.
2. Achmad
Nurseha
Tinjauan Hukum
Islam Terhadap
Praktik Nikah
Dibawah Tangan
(Studi Kasus di
Kecamatan
Ngawen
Kabupaten
Blora). Pada
tahun 2015.
Skripsi ini
meneliti tentang
praktik nikah
dibawah tangan di
kecamatan
Ngawen, berisi
tentang faktor-
faktor yang
menyebabkan
pernikahan
dibawah tangan di
Kecamatan
Ngawen.
3. Fatah Zukhrufi Tinjauan Hukum
Islam Terhadap
Akad Nikah Via
Net Meeting
Teleconference
(Studi Atas
Pemikiran Hukum
Skripsi ini
meneliti tentang
pemikiran K.H.
M.A. Sahal
Mahfudh
mengenai hukum
akad nikah
9
Islam K.H. M.A.
Sahal Mahfudh).
Pada tahun 2012
melalui alat
telekomunikasi
net meeting
teleconference
serta membahas
tinjauan hukum
Islam terhadap
pemikiran K.H.
M.A. Sahal
Mahfudh tentang
hukum akad nikah
melalui media
teleconference.
4. Moh. Rizal
Tuna
Studi Analisis
Hukum Akad
Nikah Melalui
Telepon Dalam
Perspektif Hukum
Islam. Pada tahun
2015
Skripsi ini
meneliti tentang
hukum akad nikah
melalui telepon
dalam perspektif
hukum Islam dan
untuk mengetahui
faktor-faktor yang
melatar belakangi
akad nikah
melalui telepon.
Ke empat skripsi diatas, meskipun bertema serupa akan tetapi berbeda
secara prinsip dan pembahasan dengan skripsi yang akan penulis bahas.
Skripsi ini membahas tentang perkawinan sirri online dari segi hukum pidana
islam dan positif.
10
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian
kualitatif berupa kajian pustaka (library research) yaitu kajian yang
memakai bahan pustaka atau menggunakan bahan kepustakaan menjadi
sumber data. Diantaranya adalah: buku-buku, kitab-kitab, hasil penelitian-
penelitian, jurnal-jurnal yang berhubungan dengan objek kajian
penelitian.15 Di dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan sebagai
pisau analisis yaitu pendekatan teoritis hukum Islam.
2. Jenis Penelitian
Dilihat dari segi jenis penelitian hukum penelitian termasuk dalam
kategori jenis penelitian hukum normatif. Soerjono Soekanto, telah
menjelaskan bahwa penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan kepustakaan atau data sekunder dinamakan penelitian hukum
normatif atau penelitian hukum pustaka. 16 Maka dalam penelitian ini
penulis mencoba menjelaskan serta mengidentifikasi tentang sanksi pidana
tentang pembuat situs nikah siri secara online (kajian hukum positif dan
hukum Islam).
3. Sumber Data
Penulisan skripsi ini adalah penelitian kepustakaan atau library
research, yaitu penelitian yang mengacu pada sumber-sumber tertulis atau
mengacu pada literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Maka untuk
meneliti, penulis menggunakan studi pustaka sebagi upaya untuk
menemukan korelasi atau relevansi teori hukum Islam dalam mengkaji isu
hukum terkait penelitian ini.
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
15
G. R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, karakteristik dan keunggulan
(Jakarta: Grasindo, 2010), h. 46 16
Lihat Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2011), cet. 13, h. 12-14
11
a. Sumber primer
Sumber primer dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016 tentang Transaksi Elektronik.
b. Sumber sekunder
Sumber sekunder pada penelitian ini menggunakan beberapa buku,
kitab, jurnal, majalah, surat kabar, artikel yang berkaitan dengan judul
penelitian ini serta literatur lainnya yang berhubungan dengan penelitian
ini.
Berkaitan dengan hal teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini, penulis akan menggunakan teknik studi dokumenter, yaitu dengan
mendokumentasikan sumber-sumber data, baik primer atau sekunder yang
terkait dengan objek penelitian.17
Bahan hukum sekunder yang digunakan
dalam penelitian ini berupa kajian, buku-buku, serta karya ilmiah lainnya
yang relevan dengan penelitian ini.
Adapun teknik studi dokumenter dalam penelitian ini berupa
mengkaji bahan-bahan pustaka baik bahan pustaka primer maupun
sekunder yang terkait dengan penerapan hukum pidana di Indonesia.
Setelah itu penulis mencari gagasan-gagasan dari berbagai sumber tersebut
terkait objek penelitian dan kemudian akan dituangkan dan disusun kedalam
bentuk tulisan penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Setelah teknik pengumpulan data selesai kemudian penulis akan
menganalisanya dengan metode deskriptif analisis kualitatif, yaitu dengan
menggambarkan, menganalisa serta memberikan interpretasi terhadap data
objek kajian penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan
metode content analysis, yakni, digunakan unutk menganalisa secara
ilmiah terkait inti pesan data dan bahan hukum, penulis menggunakan
pendekatan teoritis yakni pendekatan hukum Islam.
17
Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), ed.
IV, h. 68-69
12
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian skripsi ini, secara umum
terbagi menjadi lima bab, diantaranya sebagai berikut:
Bab Pertama yang berjudul Pendahuluan. Bab ini mencakup Latar
Belakang Masalah, Pembatasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan pustaka dan Sistematika
Penulisan.
Bab Kedua yang berjudul Pandangan Umum Pernikahan. Bab ini
mencakup Pengertian dan Dasar Hukum Pernikahan, Syarat dan Rukun
Pernikahan Menurut Hukum Islam serta Syarat dan Rukun Pernikahan
Menurut Undang-undang.
Bab ketiga yang berjudul Nikah Sirri Online Menurut Hukum
Perkawinan Di Indonesia. Bab ini mencakup Pengertian Nikah Sirri,
Pernikahan Sirri Ditinjau Dalam Undang-Undang, Hukum Nikah Sirri
Online, Pelaksanaan Nikah Sirri yang Ditawarkan melalui media online.
Bab empat yang berjudul Analisa Pernikahan Sirri Secara Online. Bab
ini mencakup Analisis dari faktor-faktor masyarakat melakukan nikah sirri
dan analisis kajian hukum positif dan hukum pidana Islam terhadap
penyediaan jasa nikah sirri secara online di Indonesia.
Bab kelima merupakan Bab Penutup yang mencakup kesimpulan dari
penelitian ini dan dalam bab ini juga akan berisi saran-saran terkait penelitian
ini.
13
BAB II
PANDANGAN UMUM PERNIKAHAN
A. Pengertian Pernikahan Menurut Hukum Positif
Menurut UU No.1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.18
Pencantuman berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa adalah karena negara Indonesia berdasarkan kepada Pancasila yang
sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sampai disini tegas
dinyatakan bahwa perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan
agama, kerohanian sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur
lahir/jasmani tetapi juga memiliki unsur batin/rohani.19
Dalam Kamus Bahasa
Indonesia asal kata dari perkawinan adalah "kawin" yang menurut arti
bahasanya adalah membentuk suatu keluarga dengan lawan jenis, melakukan
hubungan bersetubuh.20
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHP) juga menjelaskan perkawinan adalah pertalian yang sah antara
seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk waktu yang lama.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sangat
berpegang teguh kepada aturan-aturan yang ada di dalam hukum Islam.
Walaupun tidak secara tegas mengatur tentang rukun perkawinan, tetapi
undang-undang tersebut menyerahkan persyaratan sahnya suatu perkawinan
sepenuhnya kepada ketentuan yang diatur oleh agama orang yang akan
melangsungkan perkawinan tersebut. Namun demikian, undang-undang
tersebut mengatur tentang syarat-syarat perkawinan. Sedangkan Kompilasi
Hukum Islam secara jelas mengatur maslaah rukun perkawinan.21
Rukun dan
18
Pasal1 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 19
Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis dari Undang-
Undangan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam,……., h. 2 20
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet ke-
3 edisi ke-2, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 456. 21
Anshary MK, Hukum Perkawinan di Indonesia, Masalah-masalah Krusial,…., h.
14.
14
syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut dengan
sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut
mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu
yang harus diadakan. Dalam suatu acara perkawinan misalnya rukun dan
syaratnya tidak boleh tertinggal, dalam arti perkawinan tidak sah bila
keduanya tidak ada atau tidak lengkap. Keduanya mengandung arti yang
berbeda dari segi bahwa rukun itu adalah sesuatu yang berada di dalam
hakikat dan merupakan bagian atau unsur yang mewujudkannya, sedangkan
syarat adalah sesuatu yang berada di luarnya dan tidak merupakan unsurnya.22
Dalam Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam,
perkawinan mempunyai babnya tersendiri. Diatur didalamnya terrmasuk
syarat-syarat pernikahan:
1. Syarat mempelai
Syarat mempelai laki-laki yaitu:23
a. Bukan mahram dari calon istri
b. Tidak terpaksa/ atas kemauan sendiri
c. Orangnya tertentu/ jelas orangnya.
d. Tidak sedang menjalankan ihram haji.
Syarat mempelai wanita, yaitu:
a. Tidak ada halangan hukum:
1) Tidak bersuami
2) Bukan mahram
3) Tidak sedang dalam iddah
b. Merdeka atas kemauan sendiri.24
22
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh Munakahat
dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2007), Cet. 2, h. 59. 23
Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 277. 24
Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia,……… h. 40.
15
Dalam Kompilasi Hukum Islam, syarat calon suami dan istri sebagai
berikut:25
a. Untuk kemashlahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan
hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai
umur yang ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19
tahun dan calon istri sekurang-kurang nya 16 tahun. Bagi calon
mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat
izin sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan (5)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
b. Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai.
Bentuk persetujuan calon mempelai wanita dapat berupa
pernyataan tegas dan nyata dengan tulisan, lisan atau isyarat
tapi dapat juga berupa diam dalam arti selama tidak ada
penolakan yang tegas.
c. Sebelum berlangsungnya perkawinan, pegawai pencatat nikah
menyatakan lebih dahulu persetujuan calon mempelai
dihadapan dua saksi nikah. Bila ternyata perkawinan tidak
disetujui oleh salah seorang calon mempelai, maka perkawinan
itu tidak dapat dilangsungkan. Bagi calon mempelai yang
menderita tunawicara atau tunarunggu persetujuan dapat
dinyatakan dengan tulisan atau isyarat yang dapat dimengerti.
d. Bagi calon suami dan calon istri yang akan melangsungkan
pernikahan tidak terdapat halangan perkawinan sebagaimana
diatur dalam Bab VI.
25
Pasal 15 s/d Pasal 18 Kompilasi Hukum Islam.
16
Adapun dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, persyaratan sebagai calon mempelai, yaitu:26
Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21
(dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Dalam hal salah
seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak
mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini
cukup dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu
menyatakan kehendaknya. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia
atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin
dimaksud diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang
mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas selama
mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.
Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam
ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih di antara mereka
tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum tempat
tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang
tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang
tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini. Ketentuan tersebut ayat (1)
sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan
lain.
Selanjutnya dalam Pasal 7 perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria
sudah mencapai umur 19 (sembilan belas tahun) dan pihak wanita sudah
mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Dalam hal penyimpangan terhadap
ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau penjabat
lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita. Ketentuan-
ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang atau kedua orang
tua tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) dan (4) undang-undang ini, berlaku juga
26
Pasal 8 s/d 8 UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
17
dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak
mengurangi yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (6).
Perkawinan dilarang antara dua orang yang:
a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah
maupun keatas.
b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu
antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan
antara seorang dengan saudara neneknya.
c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan
ibu/bapak tiri.
d. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan,
saudara susuan dan bibi/paman susuan.
e. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau
kemenaan dari istri, dalam hal seorang suami beristeri lebih
dari seorang.
f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain
yang berlaku, dilarang kawin.27
2. Syarat wali
Yang dimaksud dengan wali secara umum adalah seseorang
yang karena kedudukannya berwenang untuk bertindak terhadap
dan atas nama orang lain. Dapatnya dia bertindak terhadap dan atas
nama orang lain itu adalah karena orang lain itu memiliki suatu
kekurangan pada dirinya yang tidak memungkinkan ia bertindak
sendiri secara hukum, baik dalam urusan bertindak atas harta atau
atas dirinya. Dalam perkawinan wali itu adalah seseorang yang
bertindak atas nama mempelai perempuan dalam suatu akad nikah,
akad nikah dilakukan oleh dua pihak, yaitu pihak laki-laki yang
27
Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia,……… h. 40-42.
18
dilakukan oleh mempelai laki-laki itu sendiri dan pihak perempuan
yang dilakukan oleh walinya.28
Kompilasi Hukum Islam berkenaan dengan wali ini
menjelaskan secara lengkap dan keseluruhannya mengikuti fiqh
madzhab jumhur ulama, khususnya Syafi'iyah. Wali diatur dalam
pasal 19, 20,21,22 dan 23; dengan rumusan sebagai berikut:29
Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus
dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak menikahkan.
Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang
memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh. Wali
nikah terdiri dari: a. wali nasab; b. wali hakim.
Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan
kedudukan; kelompok yang satu didahulukan dari kelompok yang
lain sesuai erat tidaknya susunan dengan calon mempelai.
Pertama: kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas, yakni ayah,
kakek dari pihak ayah, dan seterusnya.
Kedua: kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara
laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka .
Ketiga: Kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung
ayah, saudara ayah, dan keturunan laki-laki mereka.
Keempat: Kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara
laki-laki seayah kakek, dan keturunan laki-laki mereka.
Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa
orang yang sama-sama berhak menjadi wali, maka yang paling
berhak menjadi wali ialah yang lebih dekat derajat kekerabatannya
dengan calon mempelai wanita. Apabila dalam satu kelompok
sama derajat kekerabatannya, maka yang paling berhak menjadi
wali nikah ialah kerabat kandung dari kerabat yang hanya seayah.
28
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh Munakahat
dan Undang-Undang Perkawinan,….., h. 69. 29
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh Munakahat
dan Undang-Undang Perkawinan,….., h. 80-81
19
Apabila dalam satu kelompok derajat kekerabatannya sama yakni
sama-sama derajat kandung atau sama-sama derajat kerabat seayah,
mereka sama-sama berhak menjadi wali nikah dengan
mengutamakan yang lebih tua dan memenuhi syarat-syarat wali.
Selanjutnya dalam Pasal 22 yaitu apabila wali nikah yang paling
berhak urutannya tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah atau
oleh karena wali nikah itu menderita tuna wicara, tunarungu atauu
sudah uzur, maka hak menjadi wali bergeser kepada wali nikah
yang lain menurut derajat berikutnya.
Dalam Pasal 23 Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali
nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin
menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib
atau adhal atau enggan. Dalam hal wali adhal atau enggan, maka
wali hakim baru bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan
pengadilan agama tentang wali itu.30
Adapun sederhananya syarat wali menurut Kompilasi Hukum
Islam yaitu:31
a. Laki-laki.
b. Baligh
c. Berakal.
d. Tidak dipaksa.
e. Adil
f. Tidak sedang ihram haji.
3. Syarat saksi
Kompilasi Hukum Islam mengatur saksi dalam perkawinan
yang materi keseluruhannya terambil dari kitab fiqh menurut
jumhur ulama terutama fiqh Syafi'iyah. Ketentuan saksi dalam
30
Pasal 19 s/d Pasal 23 Kompilasi Hukum Islam. 31
Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2010), h. 278.
20
perkawinan diatur Kompilasi Hukum Islam terdapat dalam Pasal-
pasal 24, 25 dan 26 dengan rumusan sebagai berikut:32
Pasal 24
(1) Saksi dalam perkawinan merupakan rukun pelaksanaan akad
nikah.
(2) Setiap perkawinan harus dipersaksikan oleh dua orang saksi.
Pasal 25
Yang dapat ditunjuk menjadi saksi dalam akad nikah ialah seorang
laki-laki muslim, adil, akil baligh, tidak terganggu ingatan dan
tidak tuna rungu atau tuli.
Pasal 26
Saksi harus hadir dan menyaksikan secara langsung akad nikah
serta menandatangani Akta Nikah pada waktu dan di tempat akad
nikah dilangsungkan.33
Syarat saksi yaitu sebagai berikut:34
a. Laki-laki
b. Baligh
c. Berakal
d. Dapat mendengar dan melihat
e. Tidak dipaksa
f. Tidak sedang melaksanakan ihram
g. Memahami apa yang digunakan untuk ijab kabul.
Ketentuan saksi dalam Kompilasi Hukum Islam:35
a. Saksi dalam perkawinan merupakan rukun pelaksanaan akad
nikah. setiap perkawinan harus disaksikan oleh dua orang saksi.
b. Yang dapat ditunjuk menjadi saksi dalam akad nikah ialah
seorang tidak terganggu ingatan dan tidak tunarungu atau tuli.
c. Saksi harus hadir dan menyaksikan secara langsung akad nikah
serta menandatangani akta nikah pada waktu dan ditempat akad
nikah akan dilangsungkan.
32
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh Munakahat
dan Undang-Undang Perkawinan,….., h.84. 33
Pasal 24 s/d Pasal 25 Kompilasi Hukum Islam. 34
Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum
Indonesia,….., h. 278. 35
Pasal 24 s/d pasal 26 Kompilasi Hukum Islam.
21
4. Syarat ijab Kabul
Ketentuan Kompilasi Hukum Islam tentang akad nikah (ijab
kabul) diatur dalam Pasal 27, 28, 29 adalah sebagai berikut:36
Ijab dan Kabul antara wali dengan calon mempelai pria harus
jelas beruntun dan tidak berselang waktu. Akad nikah dilaksanakan
sendiri secara pribadi oleh wali nikah yang bersangkutan. Wali
nikah dapat mewakilkan kepada orang lain. Yang berhak
mengucapkan kabul adalah calon mempelai pria secara pribadi.
Dalam hal-hal tertentu ucapan Kabul nikah dpat diwakilkan kepada
pria lain dengan ketentuan calon mempelai pria memberi kuasa
yang tegas secara tertulis bahwa penerimaan wakil atas akad nikah
itu adalah untuk mempelai pria. Dalam hal calon mempelai wanita
atau wali keberatan calon mempelai pria diwakili, maka akad nikah
tidak boleh dilangsungkan.
B. Pengertian Pernikahan Menurut Hukum Islam
Perkawinan dalam Bahasa Arab disebut dengan al-nikah yang
bermakna al-wathi dan al-dammu wa al-jam'u, atau ibarat 'an al-wath' wa al-
'aqd yang bermakna bersetubuh, berkumpul dan akad.37
Perkawinan sering
diartikan sebagai ikatan suami istri yang sah. Secara Bahasa kata nikah berarti
bergabung (ضم), hubungan kelamin (وطء) dan juga berarti akad (عقد).38
Menurut Imam Syafi'i, nikah (kawin), yaitu akad yang dengannya
menjadi halal hubungan seksual antara pria dengan wanita.39
Menurut Imam
Hanafi nikah (kawin) yaitu akad (perjanjian) yang menjadikan halal hubungan
seksual sebagai suami istri antara seorang pria dengan seorang wanita.40
Menurut Imam Malik nikah adalah akad yang mengandung ketentuan hukum
36
Pasal 27 s/d Pasal 29 Kompilasi Hukum Islam. 37
Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, Juz VII, (Damsyiq: Dar al-
Fikr, 1989) h. 29. 38
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media,
2006, h. 36. 39
Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, cet 1,
1996), h. 2. 40
Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam,………, h. 2.
22
semata-mata untuk membolehkan wathi' (bersetubuh), bersenang-senang dan
menikmati apa yang ada pada diri seorang wanita yang boleh nikah
dengannya.41
Menurut Imam Hanafi, nikah adalah akad dengan menggunakan
lafaz nikah atau tazwij untuk membolehkan manfaat, bersenang-senang
dengan wanita.
Menurut ulama muta'akhirin nikah adalah akad yang memberikan
faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami-istri) antara
pria dan wanita mengadakan tolong menolong serta memberi batas hak bagi
pemiliknya dan pemenuhan kewajiban masing-masing. Dari definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa para fukaha mengartikan nikah dengan, akad nikah
yang ditetapkan oleh syara' bahwa seseorang suami dapat memanfaatkan dan
bersenang-senang dengan kehormatan seorang istri dan seluruh tubuhnya yang
semula dilarang.42
Terdapat beberapa definisi pakar Indonesia tentang
pernikahan yaitu menurut Sajuti Thalib, perkawinan adalah suatu perjanjian
yang suci kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang
lelaki dengan perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun-
menyantuni, kasih-mengasihi, tenteram dan bahagia.43
Hazairin menyatakan
bahwa inti dari sebuah perkawinan adalah hubungan seksual. Menurutnya
tidak ada nikah (perkawinan) bila tidak ada hubungan seksual.44
Dalam
agama, perkawinan itu dianggap suatu lembaga yang suci. Upacara
perkawinan adalah upacara yang suci, kedua mempelai dijadikan suami istri
atau saling meminta pasangan hidupnya dengan menggunakan nama Allah,
sebagaimana terkandung dalam QS. An-Nisaa' [4] 1:
41
Abdurahman al-Jaziri, Al-Fiqh'ala Mazahibil Arba'ah, (Beirut: Dar al-Fikr,
1409H/1989M, Jilid ke-IV, h. 1.
42
Mardani, Bunga Rampai Hukum Aktual, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009) h. 246-
247. 43
Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis dari Undang-
Undangan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h.
2. 44
Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional Indonesia, (Jakarta: Tintamas, 1961), h.
61.
23
Artinya: "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (menggunakan) nama-Nya
kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silahturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu."
Menurut Kompilasi Hukum Islam, pernikahan yaitu akad yang sangat
kuat atau mitsaaqan gholidhan untuk menaati perintah Allah dan
melaksanakannya adalah ibadah45
kata mitsaaqan ghalidhan ini ditarik dari
firman Allah SWT. Yang terdapat pada surah an-Nisaa' ayat 21 yang artinya:
"Bagaimana kamu akan mengambil mahar yang telah kamu berikan
pada istrimu, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur)
dengan yang lain sebagai suami istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah
mengambil dari kamu perjanjian yang kuat (mitsaaqan ghalidhan)".
Berdasarkan definisi diatas berarti yang dimaksud dengan pernikahan
adalah akad nikah. Akad nikah yaitu rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali
dan kabul yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh
dua orang saksi.46
Perkawinan pada prinsipnya adalah akad yang
menghalalkan hubungan, membatasi hak dan kewajiban, serta tolong
menolong antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim.47
Istilah
"nikah" atau "perkawinan" kerap kali dibedakan, namun pada prinsipnya
hanya berbeda dalam hal interpretasi. Istilah "nikah" berasal dari bahasa Arab,
sedangkan menurut bahasa Indonesia adalah "perkawinan".48
45
Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam. 46
Pasal 1 huruf c Kompilasi Hukum Islam. 47
Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 188. 48
Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam,……, h. 188.
24
C. Tujuan Pernikahan
Tujuan perkawinan ialah menurut perintah Allah untuk memperoleh
keturuan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga yang
damai dan teratur. Adapula yang berpendapat bahwa tujuan perkawinan dalam
Islam selain untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia,
juga sekaligus untuk membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan
keturunan dalam menjalani hidupnya didunia ini, juga mencegah perzinahan,
agar tercipta ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang bersangkutan,
ketentraman keluarga serta masyarakat. 49
Filosof Islam Iman Ghazali membagi tujuan dan faedah perkawinan
kepada lima hal, seperti berikut:50
1. Memperoleh keturunan yang sah akan melangsungkan keturunan serta
memperkembangkan suku-suku bangsa manusia.
2. Memenuhi tuntutan naluriah hidup kemanusiaan.
3. Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama
dari masyarakat yang besar di atas dasar kecintaan dan kasih sayang.
4. Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan.
5. Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan
yang halal dan mempebesar rasa tanggung jawab.
Prinsip tujuan perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan yang
dijelaskan dalam penjelasan umum adalah tujuan perkawinan adalah untuk
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami-istri perlu
saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan
material.51
49
Masdar Helmy, Islam dan Keluarga Berencana, {Semarang: CV Thoha Saputra,
1969), Cet. 2, h. 12 50
Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis dari Undang-
Undang No. 1Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1999),
Cet 2, H. 27. 51
Effi Setiawati, Nikah Sirri Tersesat Di Jalan Yang Benar?, (Bandung:
Kepustakaan Eja Insani, 2005), h. 33.
25
Tujuan dari pernikahan yang lainnya yaitu:52
1. Melanjutkan keturunan yang merupakan sambungan hidup dan
penyambung cita-cita, membentuk keluarga dan dari keluarga-keluarga
dibentuk umat, ialah umat Nabi Muhammad SAW umat Islam.
Firman Allah SWT:
Artinya:
"Dan Allah menciptakan dari dirimu untukmu jodoh-jodoh dan
menciptakan dari jodohmu itu anak-anak dan cucu-cucu dan
memberimu rezeki yang baik". (Q.S. An-Nahl: 72)
2. Untuk menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah
mengerjakannya.
3. Untuk menimbulkan rasa cinta antara suam dan isteri menimbulkan
rasa kasih sayang antara orang tua dengan anaknya dan adanya rasa
kasih sayang antara sesame anggota keluarga. Rasa cinta dan kasih
sayang dalam keluarga ini akan dirasakan pula dalam masyarakat atau
umat, sehingga terbentuklah umat yang diliputi cinta dan kasih sayang.
Firman Allah SWT:
Artinya:
"Dan diantara tanda (kebesaran dan kekuasaan) Allah, bahwa Ia
menciptakan untukmu dari dirimu jodoh-jodoh agar kamu cenderung
kepadanya dan menjadikan antara kamu rasa cinta dan kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebenaran
dan kekuasaan) Allah, bagi kaum yang berfikir". (Q.S. Ar-Rumm: 21)
52
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1974), h. 20.
26
4. Untuk menghormati Sunnah Rasulullah SAW. Beliau mencela orang-
orang yang berjanji akan puasa setiap hari, akan bangun dan beribadat
setiap malam dan tidak kawin-kawin.
5. Untuk membersihkan keturunan. Keturunan yang bersih, yang jelas
ayah, kakek dan sebagainya hanya diperoleh dengan perkawinan.
Tujuan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Pasal 1, yaitu pada anak kalimat kedua yang berbunyi: "dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa". Rumusan tersebut mengandung harapan, bahwa
dengan melangsungkan perkawinan akan diperoleh suatu kebahagiaan, baik
materiil maupun spritual. Kebahagiaan yang ingin dicapai bukanlah
kebahagiaan yang sifatnya sementara saja, tetapi kebahagiaan yang kekal,
karenanya perkawinan yang diharapkan juga adalah perkawinan yang kekal,
yang hanya dapat berakhir dengan kematian salah satu pasangan tersebut.
Bahwa untuk membentuk suatu kehidupan rumah tangga yang bahagia dan
kekal itu haruslah didasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. 53
D. Dasar Hukum Pernikahan
Pernikahan adalah suatu akad yang suci dan luhur antara laki-laki dan
perempuan sebagai suami istri yang sah dan dihalalkannya hubungan seksual
dengan tujuan mencapai keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah, penuh
kebijakan dan saling menyantuni.54
Nikah hukumnya dianjurkan, karena nikah
termasuk sunnah Nabi Muhammad SAW55
. Sabda Nabi SAW:
Dari Abdullah bin Mas'ud r.a ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda kepada kamu: Wahai para pemuda! Barang siapa diantara
kamu sekalian yang mampu kawin, kawinlah. Maka sesungguhnya
kawin itu lebih memejamkan mata (menundukkan pandangan) dan
lebih memelihara farji, barang siapa yang belum kuat kawin
53
Asmin, Status Perkawinan Antar Agama Ditinjau dari Undang-Undang
Perkawinan No.1/1974, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), h. 20. 54
Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam,……, h. 188. 55
Al-Qodhi As-Syaikh Muhammad Ahmad Kanan, (Jogjakarta: Maktab al-Jihad,
2007), h. 2.
27
(sedangkan sudah menginginkannya) berpuasalah, karena puasa itu
dapat melemahkan syahwat." (HR. Bukhari dan Muslim).56
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk melakukan pernikahan.
Karena dengan adanya sebuah pernikahan akan memelihara keturunan dan
melestarikan hidup manusia. Firman Allah SWT:
Artinya: "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul
sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan
keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan
sesuatu ayat (mu'jizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap
masa ada Kitab (yang tertentu)."(QS. Ar-Ra'ad:38)
Ulama berbeda pendapat tentang hukum asal perkawinan. Menurut
sebagian ulama, hukum asal melakukan perkawinan adalah sunnah. Pendapat
ini didasarkan kepada hadis Rasulullah SAW: "…tetapi aku shalat, tidur,
puasa, berbuka dan kawin. Sesungguhnya kawin itu sunahku, barang siapa
yang tidak menyukai sunnah-Ku, maka dia bukan umat-Ku." (Muttafaq'alaih).
Bahkan ada diantara pendapat ulama yang mengatakan, bahwa hukum asal
melakukan perkawinan itu wajib, seperti pendapat Abu Daud az-Zahiri.57
Menurut pendapat yang paling kuat, asal hukum melakukan
perkawinan adalah ibadah atau boleh. Alasan yang dijadikan dalil oleh mereka
adalah:58
1. QS. An-Nisaa' [4] ayat 3:
56
Sayyid Muhammad bin Ismail al-Kahlani, Subu al-Salam, Juz III, (Bandung:
Dahlan, t. th,), h. 109. 57
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1986), h. 50. 58
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia,……., h. 49.
28
Artinya: "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengaawininya),
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga,
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."
2. QS. An-Nisaa' [4] 24:
Artinya: "Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang
bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah
menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan
dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri
dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri
yang telah kamu nikmati (campuri) didiantara mereka, berikanlah
kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu
kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesutau yang
kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Berdasarkan perubahan illatnya, maka hukum nikah dapat beralih
menjadi sunnah, wajib, makruh dan haram. Berikut penjelasannya:59
a. Hukumnya beralih menjadi Sunnah.
Yaitu apabila seseorang dipandang dari segi pertumbuhan
jasmaninya telah wajar dan cenderung untuk kawin serta sekedar
biaya hidup telah ada, maka baginya menjadi sunahlah untuk
melakukan perkawinan. Hukum nikah sunnah untuk orang yang
bisa menahan biologis dan tidak khawatir tejerumus kedalam zina
jika ia telah mampu untuk memenuhi nafkah dan tanggung jawab
59
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia,……., h. 49.
29
keluarga.60
Kalau dia kawin dia mendapatkan pahala dan kalau dia
tidak atau belum kawin, dia tidak mendapat dosa dan juga tidak
mendapat pahala.
b. Hukumnya beralih menjadi wajib
Yaitu apabila seseorang dipandang dari segi biaya kehidupan
telah mencukupi dan dipandang dari segi pertumbuhan
jasmaniahnya sudah sangat mendesak untuk kawin, sehingga kalau
dia tidak kawin dia akan terjerumus kepada penyelewengan, maka
menjadi wajiblah baginya untuk kawin. Kalau dia tidak kawin dia
akan mendapat dosa dan kalau dia kawin dia akan mendapat
pahala, baik dia seorang laki-laki maupun seorang perempuan.
Menurut Ibrahim Muhammad al-Jamal, bagi orang yang telah
mampu kawin, beristeri itu wajib hukumnya. Karena dengan
beristeri itu hati lebih terpelihara dan lebih bersih dari desakan
nafsu. Al-Qurtubi mengatakan: "bagi orang yang telah mampu
kawin, sedangkan dia khawatir dirinya terjerumus kedalam dosa
sehingga agamanya tidak terpelihara akibat membujang, yang
rasanya hal itu hanya bisa disembuhkan dengan perkawinan, maka
tidak ada perbedaan pendapat mengenai wajibnya perkawinan
dalam kasus seperti ini.61
c. Hukumnya beralih menjadi makruh
Yaitu seseorang yang dipandang dari pertumbuhan jasmaninya
telah wajar untuk kawin walaupun belum sangat mendesak, tetapi
belum ada biaya untuk hidup sehingga kalau dia kawin hanya akan
membawa kesengsaraan hidup bagi istri dan anak-anaknya, maka
makruhlah baginya untuk kawin. Kalau dia kawin dia tidak
berdosa dan tidak pula mendapat pahala. Adapun kalau dia tidak
kawin dengan pertimbangan yang telah dikemukakan di atas, maka
60
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000), h. 383-384. 61
Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqh Wanita, (Semarang: Asy-Sifa, t.th), h. 359-360.
30
dia akan mendapat pahala. Atau bagi orang mempunyai niat ingin
berbuat dzhalim kepada istrinya atau ia yakin tidak akan mampu
memberi nafkah, memberi kepuasan seks.62
d. Hukumnya beralih menjadi haram
Yaitu apabila seseorang laki-laki hendak mengawini seorang
wanita dengan maksud menganiayanya atau memperolok-oloknya,
maka haramlah bagi laki-laki itu kawin dengan perempuan
tersebut.63
Atau bila dilakukan oleh orang yang mempunyai niat
mendzahlimi istrinya.64
e. Hukumnya beralih menjadi mubah
Yaitu bagi orang yang tidak mempunyai syahwat atau
keinginan untuk menikah dan tidak punya niat untuk mendzhalimi
istrinya atau meninggalkan kewajiban sebagai suami setalah
menikah.65
E. Rukun dan Syarat pernikahan menurut Hukum Islam
Rukun dan syarat perkawinan dalam Hukum Islam merupakan hal
penting demi terwujudnya suatu ikatan perkawinan antara seorang lelaki
dengan seorang perempuan. Rukun perkawinan merupakan faktor penentu
bagi sahnya atau tidak sahnya suatu perkawinan. Sedangkan syarat ialah suatu
yang harus ada dalam (sebelum) perkawinan itu sendiri. Kalau salah satu
syarat dari perkawinan itu tidak dipenuhi maka perkawinan itu tidak sah.66
Adapun syarat perkawinan yang harus dipenuhi oleh para subjek hukum yang
merupakan unsur atau bagian dari akad perkawinan.67
62
Fahd bin Abdul Karim bin Rasyid, As-Sanidy, Indahnya Nikah Sambil Kuliah,
(Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2005), h. 33. 63
Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2016), h. 36-37. 64
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, t.th), Cet 40, h.
382. 65
Fahd bin Abdul Karim bin Rasyid, As-Sanidy, Indahnya Nikah Sambil
Kuliah,……,h. 33. 66
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan,
(Yogyakarta: Liberty, 1982), h. 30. 67
Neng Djubaedah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Dicatat, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2012), h. 107.
31
Ulama Hanafiyah melihat perkawinan itu dari segi ikatan yang berlaku
antara pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan itu. Oleh karena itu, yang
menjadi rukun perkawinan oleh golongan ini hanyalah akad nikah yang
dilakukan oleh dua pihak yang melangsungkan perkawinan, sedangkan yang
lainnya seperti kehadiran saksi dan mahar dikelompokkan kepada syarat
perkawinan. Ulama Hanafiyah membagi syarat itu kepada:
1. Syuruth al-in'iqad, yaitu syarat yang menentukan terlaksananya suatu
akad perkawinan. Karena kelangsungkan perkawinan tergantung pada
akad, maka syarat disini adalah syarat yang harus dipenuhi karena ia
berkenaan dengan akad itu sendiri. Bila syarat-syarat itu tertinggal,
maka akad perkawinan disepakati batalnya. Umpamanya, pihak-pihak
yang melakukan akad adalah orang yang memiliki kemampuan untuk
bertindak hukum.
2. Syuruth al-shihhah, yaitu sesuatu yang keberadaannya menentukan
dalam perkawinan. Syarat tersebut harus dipenuhi agar menimbulkan
akibat hukum, dalam arti bila syarat tersebut tidak terpenuhi, maka
perkawinan itu tidak sah, seperti adanya mahar dalam setiap
perkawinan.
3. Syuruth al-nufuz, yaitu syarat yang menentukan kelangsungan suatu
perkawinan. Akibat hukum setelah berlangsung dan sahnya
perkawinan tergantung kepada adanya syarat-syarat itu tidak terpenuhi
menyebabkan fasadnya perkawinan, seperti wali yang melangsungka
akad perkawinan adalah seseorang yang berwenang untuk itu.
4. Syuruth al-luzum, yaitu syarat yang menentukan kepastian suatu
perkawinan dalam arti tergantung kepadanya kelanjutan
berlangsungnya suatu perkawinan sehingga dengan telah terdapatnya
syarat tersebut tidak mungkin perkawinan yang sudah berlangsung itu
dibatalkan. Hal ini berarti selama syarat itu belum terpenuhi
32
perkawinan dapat dibatalkan, seperti suami harus sekufu dengan
istrinya.68
Menurut Jumhur Ulama rukun perkawinan ada lima dan masing-
masing rukun itu memiliki syarat-syarat tertentu. Untuk memudahkan
pembahasan maka uraian rukun perkawinan akan disamakan dengan uraian
syarat-syarat dari rukun tersebut.69
1. Calon suami, syarat-syaratnya:
a. Beragama Islam.
b. Laki-laki.
c. Jelas orangnya.
d. Dapat memberikan persetujuan.
e. Tidak terdapat halangan perkawinan.
2. Calon istri, syarat-syaratnya:
a. Beragama, meskipun Yahudi ataupun Nasrani.
b. Perempuan.
c. Jelas orangnya.
d. Dapat dimintai persetujuannya.
Dari Ibnu Abbas r.a., Nabi SAW bersabda: "Perempuan janda lebih
berhak atas dirinya dibandingkan dengan walinya dan perempuan
yang masih perawan diminta izinnya dan izinnya adalah diamnya."
(HR. Muslim)
Dari Ibnu Abbas r.a., Nabi SAW bersabda: "Tidak ada urusan bagi
wali terhadap perempuan yang telah janda, sedangkan perempuan
yang masih kecil harus dimintai izinnya." (HR. Abu Dawud dan
Nasa'i)
e. Tidak terdapat halangan perkawinan.
3. Wali nikah, syarat-syaratnya:
a. Laki-laki.
b. Dewasa.
c. Mempunyai hak perwalian.
d. Tidak terdapat halangan perwaliannya.
6868
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan,……, h. 60. 69
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 1998), h.71.
33
Keberadaan seorang wali dalam akad nikah adalah suatu yang mesti
dan tidak sah akad perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali. wali ditetapkan
sebagai rukun dalam perkawinan menurut kesepakatan ulama secara prinsip.70
Hal ini sesuai dengan dengan beberapa Hadis Rasulullah SAW berikut:
1) Dari Abu Burdah bin Musa r.a., bahwa Rasulullah SAW
bersabda: "Tidak sah nikah tanpa wali". (HR. Ahmad
dan al-Khamsah)
2) Dari Aisyah r.a., bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Perempuan tidak boleh mengawinkan perempuan dan
perempuan juga tidak boleh mengawinkan dirinya
sendiri."
Ayat Al-Quran yang mengisyaratkan adanya wali, yaitu QS. Al-
Baqarah [2] ayat 232:
Artinya: "Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa
iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka
kawin lagi dengan bakal suaminya. Apabila telah terdapat kerelaan di
antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasihatkan
kepada orang-orang yang beriman diantara kamu kepada Allah dan
hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui,
sedang kamu tidak mengetahui."
4. Saksi nikah, dalam Al-Quran tidak diatur secara tegas mengenai saksi
nikah, tetapi didalam talak dan rujuk disebutkan mengenai saksi, maka
dapat disimpulkan bahwa untuk membuktikan telah diadakan
perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan ,
disamping adanya wali harus pula saksi. Hal ini sangat penting untuk
kemashlahatan kedua belah pihak dan kepastian hukumbagi
70
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006,
h. 43.
34
masyarakat, demikian juga baik suami maupun istri tidak begitu saja
mudah dapat mengingkari ikatan perjanjian tersebut.71
Syarat-syarat
saksi:
a. Minimal dua orang laki-laki.
b. Hadir dalam ijab qabul.
c. Dapat mengerti maksud akad.
d. Islam.
e. Dewasa.
5. Ijab qabul, sighat akad nikah terdiri dari "ijab" dan "qabul". Ijab
yaitu pernyataan dari pihak calon isteri, yang biasanya dilakukan
oleh wali pihak calon isteri yang maksudnya bersedia dinikahkan
dengan dengan calon suaminya. Qabul yaitu pernyataan atau
jawaban pihak calon suami bahwa ia menerima kesediaan calon
istrinya.72
Dalam hukum Islam sebagaimana terdapat dalam kitab-kitab fiqh
akad perkawinan itu bukanlah sekedar perjanjian yang kuat yang disebut
dalam Al-Quran dengan ungkapan mitsaaqan gholidhan yang mana
perjanjian itu bukan hanya disaksikan oleh dua orang saksi yang
ditentukan atau orang banyak yang hadir pada waktu berlangsungnya akad
perkawinan tetapi juga disaksikan oleh Allah SWT. Ulama sepakat
menempatkan ijab dan qabul itu sebagai rukun perkawinan73
. Syarat-
syaratnya adalah sebagai berikut:
a. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali.
b. Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai.
c. Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahanan dari kedua
kata tersebut.
d. Antara ijab dan qabul bersambungan.
71
Sayuti Thalib, Hukum kekeluargaan Indonesia,………, h. 66 72
Muhammad Muqhniyah, Pernikahan Menurut Hukum Perdata dari Lima Mazhab
ja'fari, Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1978), h. 7. 73
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh Munakahat
dan Undang-Undang Perkawinan,….., h. 62.
35
e. Antara ijab dan qabul jelas maksudnya.
f. Orang yang terkait dengan ijab dan qabul tidak sedang ihram
haji atau umrah.
g. Majlis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat orang
yaitu calon mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai wanita
dan dua orang saksi.74
74
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia
(Jakarta: Kencana, 2004), h. 62-63.
36
BAB III
NIKAH SIRRI ONLINE MENURUT HUKUM PERKAWINAN
DI INDONESIA
A. Pengertian Nikah Sirri Online
Nikah sirri secara bahasa berarti menikah secara sembunyi-bunyi atau
secara rahasia. Kata sirri dalam bahasa Arab berasal dari kata sirrun yang
berarti rahasia.75
Melalui akar kata ini, nikah sirri berarti sebagai nikah yang
dirahasiakan, berbeda dengan nikah pada umumnya yang dilakukan secara
terang-terangan (jahri).76
Menurut terminologi fiqh Maliki nikah sirri adalah
nikah dimana para saksi dipesan oleh suami agar merahasiakan ini untuk
istrinya atau jama'ahnya, sekalipun keluarga setempat.77
Imam Malik telah mencatat, bahwa istilah nikah sirri berasal dari ucapan
Umar Ibnu Khattab r.a.,:
"Bahwasanya Umar dihadapkan kepada seorang laki-laki yang menikah
tanpa ada saksi, kecuali seorang laki-laki dan seorang perempuan. Lalu
Umar berkata: Inilah nikah sirri, aku tidak membolehkannya, sekiranya
aku datang pasti aku rajam" (H.R. Malik bin Anas).
Pengertian nikah sirri dalam persepsi Umar tersebut adalah apabila syarat
jumlah saksi belum terpenuhi, maka nikah semacam ini menurut Umar dapat
dipandang sebagai nikah sirri.78
Dari keterangan ini dapat ditarik kesimpulan
bahwasanya nikah sirri itu berkaitan dengan kedudukan saksi dan syarat-syarat
saksi itu sendiri. Mengenai saksi diantara para Imam Madzhab (Abu Hanifah,
Syafi'I dan Malik) telah sepakat bahwa saksi merupakan syarat dalam
pernikahan, bahkan Syafi'I berpendapat bahwa saksi sebagai rukun nikah.79
75
Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta:
Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan, 1984), h. 667. 76
Happy Susanto, Nikah Siri Apa Untungnya?, cet 1, (Jakarta: Visimedia, 2007), h.
22. 77
Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al Islami wa Adillatuhu, (Damaskus: Dar al-Fikr,
1989), vol. VII, h. 71. 78
Mahful M. dan Herry Muhammad, Fenomena Nikah Sirri , (Jakarta: IKAPI, 1996),
Cet 1, h. 31. 79
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 6, (Bandung: PT. Al-Ma'arif , 1990), Penerjemah
Mohammad Thalib, Cet. Ke-7, h. 185.
37
Maka dari itu dua orang saksi yang adil dan wali yang cakap, sesuai dengan
kriteria didalam hukum Islam.
Pengertian yang terdapat dalam kitab-kitab fikih, sebagaimana yang ditulis
oleh Syaikh Mahmud Syaltut, bentuk nikah sirri, diantaranya:
a. Akad pernikahan yang dilakukan tanpa saksi, tanpa publikasi dan tanpa
pencatatan. Para ahli fikih bersepakat melarang nikah sirri semacam ini.
b. Akad pernikahan yang dihadiri oleh para saksi, tetapi mereka diharuskan
untuk merahasiakan pernikahan tersebut. Para ahli fikih berbeda pendapat
mengenai sahnya nikah sirri seperti ini, sebagian ulama Hanafiyyah dan
Syafi'iyah berpendapat bahwa pesan agar saksi merahasiakan terjadinya
pernikahan tidak berpengaruh terhadap sahnya akad nikah sebab adanya
saksi telah menjadikan nikah tersebut tidak sirri lagi (menjadi nikah
'alaniyah). Sebagian ulama yang lain seperti Imam Malik dan ulama yang
sependapat dengannya, berpendapat bahwa adanya pesan untuk
merahasiakan pernikahan telah mencabut kesaksian dari ruh dan tujuan
disyariatkannya, yaitu publikasi (I'lan) oleh karena itu maka pernikahan
tersebut tidak sah. Sedangkan menurut Hanabilah hukum nikah sirri
semacam ini ialah makruh.80
Apabila melihat rumusan dari para ahli di atas tentang nikah sirri,
tampaklah ada yang menganggap nikah sirri itu nikah yang tidak memenuhi
rukun dan syarat nikah, ada juga yang menganggap nikah sirri itu nikah tidak
tercatat atau di bawah tangan, meskipun memenuhi rukun dan syarat nikah.
Dengan demikian ada yang berpendapat, nikah sirri sama dengan nikah tidak
tercatat atau di bawah tangan.
Nikah sirri hanya diartikan sebagai nikah yang tidak memenuhi rukun dan
syarat nikah, maka hal tersebut merupakan pengertian nikah sirri dalam arti
sempit. Demikian pula, jika nikah sirri hanya diartikan sebagai nikah yang
memenuhi syarat dan rukun nikah namun tidak dicatat, maka yang demikian
juga merupakan pengertian nikah sirri dalam arti sempit. Nikah sirri dalam arti
80
Muhammad Sahnun bin Said al-Tanukhi, al-Mudawwanah al-Kubra, (Beirut: Dar
al-Sadr, 1322 H), Juz III, h. 192-194.
38
luas mencangkup dua bentuk pernikahan : 1) nikah yang tidak memenuhi
rukun dan syarat nikah, atau juga 2) nikah yang sudah memenuhi rukun dan
syarat nikah namun belum/tidak dicatatkan di KUA (kantor urusan agama)
Kecamatan bagi yang beragama Islam. Dengan demikian nikah sirri lebih luas
pengertiannya dari pengertian nikah tidak tercatat.81
Terkait dengan kedudukan nikah sirri menurut hukum Islam, baik
dilakukan secara online maupun tidak, perkawinan di bawah tangan atau sirri
adalah sah apabila terpenuhi syarat dan rukun perkawinan. Majelis
Permusyawaratan Ulama Aceh menyatakan dalam fatwa Nomor 01 Tahun
2010 Tentang Nikah Siri, bahwa nikah sirri dalam pandangan syari'at ada dua
bentuk yaitu nikah sirri yang lengkap syarat dan rukun nikah secara
sempurna.82
Istilah online sendiri tidak ditemukan dalam kamus Besar Bahasa
Indonesia. Istilah online atau internet berasal dari Bahasa Inggris internet.
Secara etimologis internet berasal dari kata inter yang berarti dalam dan net
berarti jala, jarring-jaring, rajut rambut, jaringan dan keuntungan. Istilah
internet secara etimologi adalah kependekan dari International Network yang
mempunyai pengertian jaringan yang terhubung secara International.
Sedangkan secara terminologi, internet ialah suatu jaringan yang
menghubungkan jaringan-jaringan lainnya yang tersebar diseluruh dunia.
Jaringan tersebut terdiri atas jaringan berskala kecil (PC) sampai jaringan
besar.
Dengan demikian nikah sirri online ialah nikah sirri yang dilakukan oleh
sepasang suami istri yang dilakukan melalui media internet tanpa adanya wali
dan dirahasiakan agar tidak diketahui oleh keluarga perempuan.83
Oleh karena
itu, nikah sirri online menyediakan jasa wali nikah bagi perempuan, saksi dan
81
Kurnia Muhajarah, "Secercah Pandang Mengungkap Kasus Nikah Sirri di
Indonesia", (Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2015), h. 249 82
M. Nazar, "Tinjauan Hukum Islam Terhadap Nikah Sirri Online (Kajian Terhadap
Tata Cara Pelaksanaannya)", (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Ar-Raniry, 2016), H. 21. 83
M. Nazar, "Tinjauan Hukum Islam Terhadap Nikah Sirri Online (Kajian Terhadap
Tata Cara Pelaksanaannya)", (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Ar-Raniry, 2016),H. 12.
39
penghulu bagi mereka yang ingin menyewa jasanya. Yang mana semua itu
tidak memenuhi rukun dan syarat dalam hukum Islam.
B. Pernikahan Sirri Ditinjau Dalam Undang-Undang
Bagi orang yang beragama Islam, nikah yang tidak bermasalah adalah
nikah yang diselenggarakan menurut hukum Islam dan keabsahan sebuah
perkawinan seperti yang disebutkan didalam pasal 2 ayat (1) UU No.1 Tahun
1974 dan dicatat menurut ayat (2) pasal yang sama, yang menetapkan sebagai
berikut: perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-
masing agamanya dan kepercayaannya itu. Tiap-tiap perkawinan dicatat
menurut peraturan-peraturan, perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata
lain perkawinan disebut sah bila dicatat oleh negara.84
Pasal 2 UU No.1/1974
tersebut menetapkan dua garis hukum yang harus dipatuhi dalam melakukan
suatu perkawinan. Ayat (1) mengatur secara tegas dan jelas tentang keabsahan
suatu perkawinan, adalah bahwa satu-satunya syarat sahnya suatu perkawinan
adalah bila perkawinan itu dilakukan menurut ketentuan agama dari mereka
yang akan melangsungkan perkawinan tersebut. Ketentuan agama untuk
sahnya suatu perkawinan bagi umat Islam dimaksud adalah yang berkaitan
dengan syarat dan rukun nikah.85
A. Gani Abdullah menjelaskan bahwa suatu perbuatan seperti nikah, baru
dikatakan perbuatan hukum (menurut hukum) apabila dilakukan menurut
ketentuan hukum yang berlaku secara positif. Ketentuan hukum yang
mengatur mengenai tata cara perkawinan yang dibenarkan oleh hukum
Indonesia adalah seperti yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan dengan tata cara demikianlah
yang mempunyai akibat hukum, yakni akibat yang mempunyai hak mendapat
pengakuan dan perlindungan hukum86
. Menurut M. Quraish Shihab
84
Abd. Shomad, Hukum Islam Pernormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2010), Cet ke-1, h. 294. 85
Anshary MK, Hukum Perkawinan di Indonesia, Masalah-masalah Krusial,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 13. 86
Anshary MK, Hukum Perkawinan di Indonesia, Masalah-masalah Krusial,……, h.
22.
40
mengemukakan bahwa betapa pentingnya pencatatan nikah yang ditetapkan
melalui undang-undang, disisi lain nikah yang tidak dicatatkan selama ada dua
orang saksi tetap dinilai sah oleh agama, walaupun nikah tersebut dinilai sah,
namun nikah dibawah tangan dapat mengakibatkan dosa bagi pelaku-
pelakunya, karena melanggar ketentuan yang ditetapkan pemerintah (ulul
umri). Al-Quran memerintahkan setiap muslim untuk menaati ulul umri
selama tidak bertentangan dengan hukum Allah. Dalam hal pencatatan
tersebut, ia bukan saja tidak bertentangan, tetapi justru sangat sejalan dengan
semangat Al-Quran.87
Dikalangan umum ada beberapa persepsi yang memaknai pernikahan
sirri, yaitu:88
1. Perkawinan sirri adalah perkawinan yang dilangsungkan oleh
seorang laki-laki dan seorang perempuan tanpa menggunakan wali
atau saksi yang dibenarkan oleh syariat Islam. Menurut para ulama
mereka sepakat bahwa perkawinan ini adalah perkawinan yang
tidak sah dan bahkan disamakan dengan perizinan sebagaimana
hadist nabi yang berbunyi "bahwa suatu pernikahan yang tidak
menghadirkan empat pihak itu adalah suami, wali dan dua orang
saksi yang adil."
2. Perkawinan sirri yakni perkawinan yang dilakukan oleh seorang
laki-laki dengan seorang perempuan tanpa melibatkan petugas
pencacatan perkawinan atau dapat juga dikatakan tidak dicatat oleh
pencatatan. Sebagaimana yang ditegaskan dalam pasal 2 ayat 2 UU
No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 22 Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan
UUP, Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan. Dalam pengertian ini sebenarnya
87
Indira Acintya Hapsari dan Rofiatul Mahmudah, "Nikah Siri dan Kontrak Dalam
Perspektif Hukum Positif Indonesia." (Universitas Sebelas Maret, Fakultas Hukum, 2014), H.
5-6. 88
Faiz Rahman dan Rizka Nur Faiza, "Perkawinan Siri Online Ditinjau Dari
Perspektif Hukum Perkawinan Islam yang Berlaku Di Indonesia," Jurnal Penelitian Hukum,
Vol. 1, 1, (2014): h, 40.
41
telah sesuai dengan syarat dan rukun perkawinan, hanya saja
perkawinan tersebut tidak dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah
(PPN) atau KUA (Kantor Urusan Agama).
Namun dalam pandangan para intelektual, pengertian dari nikah sirri
tidak menemui kata sepakat. Mahmud Shaltut mengatakan ahli fiqh
bersepakat, bahwa di antara nikah sirri adalah yang dilakukan oleh dua pihak
tanpa dihadiri saksi, tanpa diumumkan dan tanpa dicatat pada Pegawai
Pencatat Nikah (PPN).89
Sedangkan M. Zuhdi Mudlor mendefinisikan nikah
sirri dengan pernikahan yang dilangsungkan di luar sepengetahuan petugas
resmi PPN.90
Menurut Idris Ramulyo, perkawinan dibawah tangan adalah suatu
perkawinan yang dilakukan oleh orang-orang Islam Indonesia, memenuhi baik
rukun-rukun maupun syarat-syarat perkawinan, tetapi tidak didaftarkan pada
Pejabat Pencatat Nikah, seperti diatur dan ditentukan oleh Undang-Undang
Perkawinan.91
Sedangkan M. Yahya Harahap mengartikan perkawinan
dibawah tangan (nikah sirri) adalah perkawinan yang tidak dicatatkan di
Kantor Urusan Agama (KUA) dan Kantor Catatan Sipil (KCS) yang mana
perkawinan tersebut telah memenuhi syarat-syarat dan rukun perkawinan
menurut hukum agamanya dan kepercayaannya itu tetapi tidak daftarkan atau
dicatatkan pada Pegawai Pencatat Nikah, seperti yang diatur dan ditentukan
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.92
Ditegaskan bahwa perkawinan yang tidak tercatat tidak sah. Perintah Pasal 2
ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 untuk melakukan pencatatan
terhadap suatu perkawinan tersebut ditujukan kepada segenap warga negara
89
Mahmud Shaltut, Al-Fatawa, (Beirut: Dar al-Qalam, t.th), h. 268. 90
M. Zuhdi Mudlor, Memahami Hukum Perkawinan, Nikah, Talaq, Cerai dan Rujuk
Menurut Hukum Islam, UUD No.1 1974 Tentang Perkawinan, UU No.7 Tahun 1979 Tentang
Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1985), h. 22. 91
Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, cet 4, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 131. 92
M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, cet 1, (Medan: CV Zhir Prading
Co.Medan, 1975), h. 38.
42
Indonesia, apakah ia berada di Indonesia atau di luar Indonesia.93
Aturan yang
lebih rinci terdapat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975
tentang pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan tepatnya Pasal 3, yaitu:94
Ayat 1:"Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan
memberitahukan kehendaknya kepada pegawai pencatat
di tempat perkawinan akan dilangsungkan.
Ayat 2: "Pemberitahuan tersebut pada ayat (1) dilakukan
sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum perkawinan
itu dilangsungkan."
Ayat 3: "Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat
(2) disebabkan suatu alasan yang penting, diberikan oleh
Camat atas nama Bupati Kepala Daerah".
Dengan demikian karena nikah sirri tidak tercatat maka nikah sirri dalam
hukum positif dianggap tidak sah karena tidak diakui negara. Untuk
mengetahui apakah pada suatu perkawinan itu terdapat unsur sirri atau tidak,
dapat dilihat dari tiga indikator yang harus selalu menyerrtai perkawinan legal,
apabila salah satu faktor saja tidak terpenuhi, perkawinan itu dapat
diidentifikasikan sebagai perkawinan sirri, yaitu95
:
1. Subyek hukum akad nikah, yang terdiri dari calon suami,
calon istri dan wali nikah adalah orang yang berhak sebagai
wali dan dua orang saksi.
2. Kepastian hukum dari pernikahan tersebut, yaitu ikut
hadirnya Pegawai Pencatat pada saat akad nikah
dilangsungkan.
3. Walimatul'arusy, yaitu suatu kondisi yang sengaja diciptakan
untuk menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa diantara
kedua calon suami istri tadi telah resmi menjadi suami istri.
Ketiga indikator yang selalu ada pada perkawinan yang legal, maka
dapat dikatakan apabila tidak terpenuhi saja salah satu dari 3 (tiga) indikator
93
Anshary MK, Hukum Perkawinan di Indonesia, Masalah-masalah Krusial……,h.
20. 94
M. Nazar, "Tinjauan Hukum Islam Terhadap Nikah Sirri Online (Kajian Terhadap
Tata Cara Pelaksanaannya)", (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Ar-Raniry, 2016), H. 36. 95
Anshary MK, Hukum Perkawinan di Indonesia, Masalah-masalah Krusial,……., h.
26.
43
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa perkawinan yang dilakukan tersebut
mengandung unsur sirri. Dari sudut pandang hukum yang berlaku di
Indonesia, nikah sirri merupakan perkawinan yang dilakukan tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan
ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No.1/1974 Jo. Pasal 4 dan Pasal 5 ayat
(1) dan (2) KHI, suatu perkawinan di samping harus dilakukan secara sah
menurut hukum agama, juga harus dicatat oleh pejabat yang berwenang.
Dengan demikian, dalam perspektif peraturan perundang-undangan, nikah sirri
adalah pernikahan yang tidak mempunyai kekuatan hukum. Perkawinan yang
tidak memiliki kekuatan hukum berdampak yuridis terhadap hak-hak
pelayanan publik oleh instansi yang berwenang bagi pelakunya. Dengan kata
lain, pernikahan sirri banyak membawa madharat dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.96
C. Hukum Nikah Sirri Online
Sebuah akad pernikahan yang sah harus terpenuhi rukun dan syarat-
syaratnya. Rukun adalah ijab dan qabul sedang syarat adalah ijin dari wali
perempuan dan kehadiran dua orang saksi. Ini semua harus dilakukan dengan
jelas dan transparan, sehingga tidak ada unsur penipuan dan pengelabuan.
Oleh karena itu, calon suami atau walinya harus hadir ditempat, begitu juga
wali perempuan atau wakilnya harus hadir ditempat dan kedua saksipun harus
hadir di tempat untuk menyaksikan akad pernikahan.97
Dengan terpenuhinya rukun-rukun dan syarat-syarat nikah, maka
perkawinan sudah dianggap sah menurut hukum Islam dan menimbulkan
segala kewajiban serta hak-hak antara suami isteri termasuk masalah harta dan
keturunan, tetapi menurut hukum negara atau hukum positif di Indonesia,
perkawinan tersebut belum dianggap sah bila belum dicatat oleh pejabat nikah
yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pencatatan perkawinan bertujuan untuk
96
Prawirohamidjojo, Pluralisme Dalam Perundang-undangan Perkawinan di
Indonesia, (Surabaya: Airlangga Universty Press, 1994), h. 51. 97
Ratu Solihat, "Fenomena Pernikahan Sirri Secara Online Di Indonesia", ('Skripsi
S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2015), h. 33.
44
mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat. Ini merupakan suatu
upaya yang diatur melalui perundang-undangan untuk melindungi martabat
dan kesucian perkawinan dan lebih khusus lagi untuk melindungi hak-hak
perempuan dalam kehidupan berumah tangga.98
Kompilasi Hukum Islam juga memuat masalah pencatatan perkawinan
ini, pada Pasal 5 sebagai berikut:
1. Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam,
setiap perkawinan harus dicatat.
2. Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh
Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 jo. Undang-undang
Nomor 32 Tahun 1654.
Selanjutnya pada Pasal 6 Kompilasi Hukum Islam dijelaskan;
1. Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan
harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawas
Pegawai Pencatat Nikah.
2. Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai
Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.
Di dalam Kompilasi Hukum Islam ini sudah melangkah lebih jauh dan
tidak hanya bicara masalah administratif. Pertama, di dalam pasal 5 ada
klausul yang menyatakan agar terjaminnya ketertiban perkawinan bagi
masyarakat Islam. Ketertiban disini menyangkut ghayat al-tasyri (tujuan
hukum Islam) yaitu menciptakan kemashlahatan bagi masyarakat. Kedua,
pada pasal 6 ayat (2) ada klausul tidak mempunyai kekuatan hukum.
Maknanya tidak memiliki kekuatan hukum atau dimaknai tidak sah. Jadi
perkawinan yang tidak dicatatkan dipandang tidak sah menurut hukum
nasional.99
98
Siti Aminah, "Hukum Nikah Di Bawah Tangan (Nikah Sirri)," Jurnal Cendekia,
Vol. 12, 1, (2014): h. 24. 99
Harpani Matnuh, "Perkawinan Dibawah Tangan Dan Akibat Hukumnya Menurut
Hukum Perkawinan Nasional," Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Vol.6, 11, (2016): h,
901.
45
Seperti kasus yang terjadi akhir-akhir ini menjadi kontroversi di tengah
kalangan masyarakat yaitu fenomena pernikahan sirri online, khususnya kasus
nikahsirri.com yang prakarsai oleh AW yang terjadi belum lama ini, dalam
konteks hukum agama dianggap oleh beberapa pihak seperti tokoh NU
(nadhatul ulama) dan MUI (majelis ulama Indonesia) merupakan pelanggaran
hukum Islam. Sejumlah pihak menilai situs nikahsirri.com mengandung unsur
pelanggaran syariah dan diduga merupakan prostitusi terselubung. Menurut
penuturan Wakil Ketua Lembaga Bahstul Masail PBNU Muqsith Ghazali
menyatakan nikah sirri jika sesuai dengan rukun nikah maka pernikahannya
bisa sah, tapi jika didalamnya ada modus perdagangan anak dan perempuan itu
dianggap kejahatan". Sekretaris komisi fatwa MUI (majelis ulama Indonesia),
Asrorun Niam menyatakan, ketika menikahkan berdasarkan motivasi
ekonomi, artinya dapat mengkapitalisasi pranata pernikahan untuk
kepentingan ekonomis." Dalam konteks hukum positif, hal itu juga merupakan
pelanggaran terhadap hukum negara, karena dalam perspektif hukum negara,
pernikahan selain harus sah secara agama, juga harus dicatatkan, sehingga sirri
tidak diperbolehkan, menurut Abdul Jamil Wahab dalam seminar hasil
penelitian kasus-kasus aktual kehidupan keagamaan.100
Menurut Amidhan Shaberah, Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang
Halal, perkawinan sirri secara online belum jelas tafsir Islamnya, bahkan
perkawinan tersebut cenderung digunakan untuk menutupi sebuah
perkawinan, sebab wali dari pihak perempuan dan saksi nikah bukan berasal
dari keluarga pengantin.101
Dengan demikian, hukum perkawinan sirri secara
online adalah sama dengan hukum perkawinan sirri. Selama syarat dan rukun
nikah menurut hukum agama terpenuhi, maka perkawinan dianggap sah secara
agama. Pencatatan perkawinan bukan termasuk syarat dan rukun nikah, akan
tetapi hanya sebagai syarat administratif. Meskipun demikian, perlu dilihat
kembali apa tujuan dari pernikahan sirri secara online. Tujuan dari pernikahan
100
https://www.nu.or.id/post/read/8447/nikah-sirri-online-melanggar-hukum-agama-
dan-hukum-negara diakses pada 30 Desember 2017 jam 20.11 WIB. 101
Faiz Rahman dan Rizka Nur Faiza, "Perkawinan Siri Online Ditinjau Dari
Perspektif Hukum Perkawinan Islam yang Berlaku Di Indonesia,",……, h, 44.
46
sirri secara online tentu tidak boleh bertentangan dengan tujuan pernikahan
yang sebenarnya, yaitu untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah dan rahmah.102
Nikah sirri online yang digagas oleh AW,
memiliki fasilitas jasa wali nikah, saksi nikah bahkan penghulu yang mana
mereka semua tidak memenuhi rukun dan syarat yang diatur dalam agama
Islam. Oleh karena rukun dan syaratnya tidak terpenuhi maka nikah sirri
online dilarang baik dalam agama Islam maupun dilarang oleh negara. Dan
menimbulkan banyak kemudharatan bagi kaum perempuan.
Dari kesekian banyak syarat-syarat dan rukun-rukun untuk
sahnyaperkawinan, menurut hukum Islam wali nikah adalah hal yang sangat
pentingdan menentukan. Bahkan menurut imam syafi’i tidak sah nikah tanpa
adanya wali bagi pihak perempuan, sedangkan bagi calon pengantin laki-laki
tidak diperlukan wali nikah untuk sahnya nikah tersebut.
Praktik nikah sirri secara online berpotensi menjadi praktik prostitusi
terselubung dikarenakan nikah yang tidak dicatatkan dalam catatan negara,
berpotensi merugikan pasangan terutama seorang perempuan. Hal ini
berbanding terbalik dari tujuan perkawinan itu sendiri, tujuan utama
perkawinan ialah membina kehidupan rumah tangga yang kekal dan bahagia
di antara suami istri dengan maksud melanjutkan keturunan. Mengingat
perkawinan merupakan tuntutan naluriah manusia untuk mendapat keturunan
guna kelangsungan hidupnya dan memperoleh kedamaian hidup serta
menumbuhkan dan memupuk kasih sayang insani. Keharmonisan yang ada
diantara dua jiwa akan membuat mereka terpadu dalam dunia cinta dan
kebersamaan.103
Nikah sirri online merupakan contoh kasus dari kemajuan informasi
dan komunikasi, seharusnya dimanfaatkan dalam kehidupan sosial masyarakat
dan telah memasuki berbagai sektor kehidupan baik sektor pemerintahan,
sektor bisnis, perbankan, pendidikan, kesehatan, dan kehidupan pribadi.
102
Faiz Rahman dan Rizka Nur Faiza, "Perkawinan Siri Online Ditinjau Dari
Perspektif Hukum Perkawinan Islam yang Berlaku Di Indonesia,",….., h. 45. 103
Sayyid Mujtaba Musavi Lari, Psikologi Islam; Membangun Kembali Moral
Generasi Muda (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993), h. 15.
47
Manfaat teknologi informasi dan komunikasi selain memberikan dampak
positif juga disadari memberikan peluang untuk dijadikan sarana melakukan
tindak kejahatan-kejahatan baru (cyber crime) sehingga diperlukan upaya
proteksi.104
Maka dari itu semua hal yang berkaitan dengan tindak pidana
penyalahgunaan media informasi dan teknologi diatur di dalam Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Karena kasus nikah sirri online memanfaatkan media internet dalam
menjalankan situsnya nya, maka AW pun sebagai pembuat situs
nikahsirri.com dijerat oleh Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Nikah sirri online selain melanggar Undang-Undang No. 1 Tentang
Perkawinan karena pernikahan yang tidak dicatatkan dicatatan negara, ia juga
melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Ketentuan umum Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik terdapat dalam Pasal 1 yang dimaksud dengan:
Pasal 1
1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik,
termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik
(electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf,
tanda, angka, Kode Akses, simbol, perforasi yang telah diolah
memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.
2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan
dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau
menyebarkan informasi.
3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan,
menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis,
dan/atau menyebarkan informasi.
4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat,
diteruska, dikirmkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog,
digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat,
ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem
Elektronik,termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar,
peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode
104
Siswanto Sunarso, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik: Studi Kasus Prita
Mulyasari, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), H. 39.
48
Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau
dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur
elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan,
mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan,
mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
Nikah sirri online yang digagas oleh AW selain melanggar Undang-
Undang Perkawinan, situs nikahsirri.com melanggar Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 45 ayat 1:
Pasal 45
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
D. Pelaksanaan Nikah Sirri yang Ditawarkan Melalui Media Online
Pada umumnya, praktik perkawinan sirri di Indonesia dilaksanakan di
hadapan kyai, tengku, ulama, tuan guru, atau modin.105
Akan tetapi seiring
dengan berkembangnya ilmu dan teknologi, pernikahanan sirri pada saat ini
melalui media online seperti membuat situs online telekonferensi dan lain-lain.
Pernikahan sirri ini memanfaatkan teknologi untuk mempromosikannya agar
masyarakat tergiur melakukan praktik nikah sirri online dengan cara yang
mudah. Pernikahan sirri online mengandung dua pengertian, yaitu:
1. Nikah sirri online dipromosikan lewat media online, selain itu
pelaksanaan nikah sirri online dilakukan secara sembunyi-sembunyi
tidak mendapat legalitas dari negara. Nikah sirri online menurut
pengertian pertama sama seperti nikah sirri pada umumnya, yaitu
dilakukan secara langsung tanpa pencatatan negara. Perbedaan nya
hanya masalah teknis dalam mengatur kesepakatan melakukan akad
nikah dalam satu majelis.
105
Anshary MK, Hukum Perkawinan di Indonesia, Masalah-masalah Krusial…., h.
28
49
2. Nikah sirri online yang diiklannya secara online, pelaksanaan nikahnya
pun dilakukan lewat online. Sedangkan menurut pengertian kedua,
calon pasangan suami istri, wali dan saksi tidak hadir bertemu untuk
tatap muka.106
Kasus pernikahan sirri online akhir-akhir ini terjadi, seperti kasus yang
sekarang tengah hangatnya ialah AW, salah seorang yang dijadikan tersangka
oleh polisi terkait situs nikah sirri online. Berdasarkan pengakuannya, dalam
situs yang dikelolanya tersebut ada istilah mitra dan klien dalam relasi
komodifikasi pernikahan ini. Mitra adalah perawan atau perjaka yang berminat
dikonteskan dalam lelang. Mitra bakal menetapkan nominal mahar dan 20
(dua puluh) persen dari mahar akan diserahkan ke pihak nikahsirri.com.
Adapun klien adalah pihak yang berminat mendapatkan perawan atau perjaka
lewat mekanisme lelang. Klien akan membayar mahar sesuai nominal yang
diisyaratkan mitra. Setiap klien diwajibkan membayar 1 koin mahar atau
senilai Rp 100 ribu. Setelah membayar 1 koin mahar, klien akan mendapatkan
username dan password yang bisa digunakkan pada saat log in untuk memilih
'mitra'. Klien yang berminat menikah dengan salah satu mitra (calon mempelai
pria/wanita) harus membayar kembali sejumlah koin yang sudah ditentukan
oleh masing-masing mitra. AW mengatakan uang operasional digunakan
untuk mencari penghulu dan saksi. Sedangkan soal tempat, pihaknya
menyerahkan urusan itu ke peserta lelang. Selain menyajikan lelang perawan
situs nikah sirri.com juga menyediakan layanan kawin kontrak.107
Permasalahan wali, penyedia jasa tersebut tidak mengharuskan wali dan
penyedia jasapun memiliki layanan wali nikah.Saksi yang diminta pun juga
asal menjadi saksi tanpa mempertimbangkan apakah saksitersebut memang
memenuhi syarat-syarat dan saksi itu sebelumnya tidak mengenal calon
pengantin yang akan menikah sirri.
106
Faiz Rahman dan Rizka Nur Faiza, "Perkawinan Siri Online Ditinjau Dari
Perspektif Hukum Perkawinan Islam yang Berlaku Di Indonesia," Jurnal Penelitian Hukum,
Vol. 1, 1, (2014): h. 43. 107
https://www.attaubah-institute.com/kontemporer/hukum-nikah-sirri-online/diakses
pada 30 Desember 2017 jam 15.49 WIB.
50
Jasa-jasa pernikahan sirri dengan cara online ini seolah menghapus
kesakralan perkawinan karena sudah menyalahi aturan. Disamping itu praktik
semacam ini akan menimbu lkan kerugian khususnya bagi pihak wanita.
Padahal pernikahan itu akan dipertanggung jawabkan di akhirat jadi harus
diluruskan kembali pada hakekat perkawinan yang disunahkan oleh
Rasulullah, jangan sampai pernikahan menjadi haram sehingga menjadi
perbuatan zina.108
108
Ratu Solihat, "Fenomena Pernikahan Sirri Secara Online Di Indonesia", ('Skripsi
S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2015), h. 39.
51
BAB IV
ANALISA PERNIKAHAN SIRRI SECARA ONLINE
A. Faktor-Faktor Melakukan Nikah Sirri
Kemajuan dibidang informasi dan teknologi membantu masyarakat
semakin mudah melakukan nikah sirri karena hadirnya situs nikahsirri.com,
masyarakat bisa memilih calon mana yang ingin ia nikahi tanpa harus
bertemu terlebih dahulu dengan hanya melihat melalui foto yang
terpampang disitusnya. Hal ini membuat masyarakat semakin tergiur
melakukan nikah sirri.
Pernikahan sirri yang terjadi dikalangan masyarakat tidak terjadi begitu
saja. Karena banyak faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk
melakukan pernikahan sirri. Masyarakat mempunyai berbagai macam
faktor (alasan) mengapa mereka melakukan pernikahan sirri online. Faktor-
faktornya antara lain sebagai berikut:
1. Faktor Kemudahan,
Karena banyaknya masyarakat melakukan pernikahan sirri
karena untuk memperoleh kemudahan dalam proses pernikahan karena
banyaknya pernikahan yang dipersulit oleh peraturan yang ada.
Sebagian masyarakat menganggap bahwa melakukan pernikahan di
KUA (kantor urusan agama) sangat terbelit-belit dan banyak
persyaratan yang harus dipenuhi dalam prosedurnya. Tidak jarang
orang ingin menikah, tetapi dengan adanya berbagai persyaratan
administrasi yang harus dipenuhinya mereka merasa enggan mengurus,
sehingga jalan pintas mereka lakukan, apalagi memperoleh legitimasi
dari para tokoh agama.109
Menurut Gouw Giok Siong perkawinan
dibawah tangan atau perkawinan sirri adalah salah suatu bentuk
perkawinan yang merupakan mode masa kini yang timbul dan
berkembang diam-diam pada sebagian masyarakat muslim Indonesia.
109
Effi Setiawati, Nikah Sirri Tersesat Di Jalan yang Benar?, (Bandung:
Kepustakaan Eja Insani, 2005), h. 88-89.
52
Mereka berusaha menghindari diri dari sistem dan cara pengaturan
pelaksanaan perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan yang
birokratis dan berbelit-belit serta lama pengurusannya. Untuk itu
mereka menempuh cara sendiri yang tidak bertentangan dengan hukum
Islam (hukum agamanya).110
Pernikahan sirri pun sangat mudah dan penuh kepastian terhadap
masyarakat yang ingin mencari jodoh dan menikah melalui situs
tersebut. Mereka yang tertarik hanya diharuskan membayar koin mahar
dan memilih foto yang ingin dinikahinya. Disitus nikah sirri online
menyediakan jasa wali nikah, saksi nikah, penghulu hingga calon
mempelai. Dengan demikian situs tersebut sangat memudahkan
masyarakat yang ingin menikah sirri karena fasilitas penyedia jasa
yang lengkap.
2. Faktor keluarga dan lingkungan sekitar
Faktor selanjutnya yaitu dimana masyarakat itu tinggal. Karena
banyaknya nikah sirri yang dilakukan salah satunya karena keleluasaan
yang diberikan oleh pihak keluarga dan masyarakat, yang menganggap
nikah sirri sebagai suatu kegiatan biasa yang secara agama memang
sah untuk dilakukan. Selain itu, adanya kelonggaran yang diberikan
aparat pemerintah dalam hal pencatatan pernikahan juga menjadi
faktor pendukung adanya nikah sirri.111
Masyarakat menganggap
bahwa nikah sirri adalah hal yang lumrah dilakukan karena tidak ada
sanksi yang tegas mengatur tentang pernikahaan sirri. Dan mereka
yang melakukan nikah sirri menganggap bahwa mereka tidak
menyalahi aturan yang ada dengan melakukan pernikahan sirri. Jadi
masyarakat pun tidak ada perasaan takut untuk melakukan nikah sirri
tidak terdapat sanksi yang mengatur.
110
Idris Ramulyo, Mohd, Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis Dari UU No. 1
Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002), H. 240. 111
Effi Setiawati, Nikah Sirri Tersesat Di Jalan yang Benar?,……., h. 99.
53
3. Faktor Orang tua
Karena mereka yang harus menikah secara sirri adalah mereka
yang masih dalam status tanggungan orang tua.112
Kebanyakan dari
mereka adalah masih status pelajar atau mahasiswa. Mereka
melakukan nikah sirri karena tidak mendapat restu dari orang tua pihak
laki-laki untuk melangsungkan perkawinan. Hingga akhirnya mereka
melakukan pernikahan secara sembunyi-bunyi tanpa diketahui
keluarganya bahkan kedua orang tuanya.
4. Faktor Usia
Faktor pendorong pernikahan sirri selanjutnya ialah faktor usia.
Faktor usia yang dimaksud disini adalah usia calon mempelai, yang
belum cukup umur untuk melangsungkan pernikahan.113
Biasanya
mereka yang melakukan pernikahan sirri ialah yang masih berumur
dibawah 16 tahun bagi wanita dan 19 tahun bagi laki-laki dan belum
mempunyai KTP (kartu tanda penduduk). Karena bila seseorang yang
ingin melakukan pernikahan tetapi umurnya belum mencukupi maka
harus melalui persidangan di Pengadilan Agama. Itu akan memakan
banyak waktu dan menyulitkan bagi mereka yang ingin segera
menikah. Hingga akhirnya mereka memutuskan melakukan pernikahan
sirri agar lebih mudah.
Mitra disitus nikah sirri online pun kebanyakan dari mereka ialah
wanita di bawah umur. Yang belum diperolehkan menikah dan masih
dalam tanggungan orang tuanya.
5. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi sebagai salah satu tujuan diakukannya nikah sirri,
hal tersebut tentunya bertentangan dengan ajaran Islam. Selain
perbuatan nikah sirri tersebut tidak dibenarkan, jasa media yang
112
Taufiqurrahman Al-Azizy, Jangan Sirrikan Nikahmu, (Jakarta Selatan: Himmah
Media, 2010), H. 61. 113
Rita Rochayati, "Faktor-Faktor Pendorong Pernikahan Siri Di Kampung
Barengkok Desa Umbulan Kecamatan Cikeusik Kabupaten Pandeglang Banten", (Skripsi S-1
Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, 2012), H. 64.
54
menyediakan layanan untuk melakukan perbuatan tersebut juga tidak
dibenarkan. Begitu pula unsur keuntungan yang diperoleh dari
perbuatan tersebut juga tidak sejalan dengan hukum Islam. Laki-laki
yang ingin melangsungkan pernikahan seyogyanya mengetahui cara
bagaimana melangsungkan perkawinan yang secara hukum dapat
dibenarkan. Yaitu dengan memenuhi segala persyaratan nikah menurut
hukum syara'. Begitu juga dengan pihak perempuan yang melakukan
nikah sirri online, harus memperhatikan dan memahami konsep
perkawinan yang diajarkan dalam Islam. Begitu pula bagi pihak yang
menyediakan layanan jasa nikah online, dimana keuntungan
memperoleh uang dengan jalan menyediakan dan melaksanakan
perkawinan justru tidak sesuai dengan prosedur nikah syar'i.114
Faktor ekonomi merupakan faktor yang paling berpengaruh
terhadap terjadinya nikah sirri. Karena biaya pernikahan di Kantor
Urusan Agama (KUA) tergolong mahal walaupun pernikahan sudah
digratiskan menurut Peraturan Pemerintahan Nomor 48 Tahun 2014.
Terlebih lagi nikah di Kantor Urusan Agama dalam mengurus surat-
suratnya cenderung lama dan berbelit-belit.
Oleh karena itu, berdasarkan yang penulis paparkan diatas,
membuat masyarakat semakin tergiur melakukan menikah sirri karena
kekurangan ekonomi.
6. Faktor pendidikan
Faktor pendidikan sangat penting untuk semua masyarakat.
Karena dari pendidikan, masyarakat memiliki wawasan yang luas dan
mengetahui apa yang boleh diperbuat dan tidak boleh diperbuat baik
yang dilarang di dalam agama maupun negara. Masyarakat yang sangat
kritis terhadap hal apapun itu.
Namun pada faktanya bahwa pelaku nikah sirri tidak tahu pentingnya
mencatatkan pernikahannya di Catatan Sipil atau Kantor Urusan
114
M. Nazar, "Tinjauan Hukum Islam Terhadap Nikah Sirri Online (Kajian Terhadap
Tata Cara Pelaksanaannya)", (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Ar-Raniry, 2016), H. 44.
55
Agama (KUA) menunjukan bahwa pendidikan memang menjadi unsur
yang menyebabkannya. Pelaku nikah sirri ini menganggap bahwa
sudah cukup bagi mereka untuk menikah tanpa harus dicatat-catat.
Syarat sahnya menikah tidak mengharuskan akad pernikahan tersebut
tercatat dibuku nikah.115
Masyarakat tidak mengetahui dampak dari
nikah sirri online lebih besar terhadap perempuan karena tidak
memiliki bukti terhadap pernikahan tersebut. Jika sang suami
sewenang-wenang terhadap istrinya, maka istrinya tidak bisa menuntut
apapun karena pernikahannya tidak dicatat dicatatan negara dan
pernikahan sirri pun berpotensi menjadi prostitusi terselubung.
7. Menghindari dari Perbuatan Zina
Perbuatan zina di dalam agama Islam sangat dilarang. Dan zina
sendiri sudah ada sanksi yang mengatur bagi pelakunya yaitu bagi zina
muhsan adalah hukuman rajam yaitu pelaku dilempari batu hingga
meninggal. Adapun sanksi bagi pelaku zina ghairu muhsan adalah
dicambuk sebanyak serratus kali.116
Dengan berbuat zina menyebabkan
terputusnya nasab antara anak dan ayahnya, tidak dapat mewarisi
harta, tidak wajib memberi nafkah dan menyebabkan penyakit menular
seksual. Dengan demikian, masalah pemeliharaan nasab dinilai sangat
penting dalam hukum Islam. Dalam tataran praktis pelaksanaan hukum
Islam di Indonesia, masalah penetapan status anak ini terkait erat
dengan status pernikahan.117
Dalam surat Al-Isra ayat 32 Allah SWT
berfirman:
Artinya: "Dan jangan lah kamu mendekati zina. Sesungguhnya
perzinaan itu perbuatan keji dan jalan hidup yang buruk." (QS. Al-
Isra: 32)
Untuk menghindari agar tidak terjadinya perzinahan, maka langkah
yang ditempuh untuk mengantisipasinya adalah mengambil langkah
115
Taufiqurrahman Al-Azizy, Jangan Sirrikan Nikahmu, (Jakarta Selatan: Himmah
Media, 2010), H. 73. 116
Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2015), Cet. 3, h. 20. 117
Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 192.
56
dengan menikahinya dalam bentuk nikah sirri. Meskipun nikah
tersebut tidak sah secara agama karena tidak terpenuhinya rukun nikah.
Pada dasarnya tujuan menghindari dari perbuatan zina suatu tujuan
yang amat mulia. Tetapi bila tidak sesuai dengan syara' tetap haram
hukumnya.118
B. Sanksi Pidana Terhadap Penyedia Jasa Nikah Sirri Online Serta
Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Penyedia Jasa Nikah Sirri
Online
1. Sanksi Pidana Terhadap Penyedia Jasa Nikah Sirri Online
Di dalam hukum positif situs nikah sirri online yang dibuat oleh
AW telah melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974 karena pernikahan yang tidak dicatatkan
menurut peraturan yang berlaku dan perundang-undangan yang
berlaku. Pelaku nikah sirri online tidak mempunyai bukti tertulis
terhadap pernikahan yang telah mereka lakukan. Di dalam Undang-
Undang Perkawinan pencatatan pernikahan hanya diatur satu ayat,
tetapi di dalam Kompilasi Hukum Islam diatur pula mengenai
pencatatan perkawinan.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) memuat masalah pencatatan
perkawinan pada Pasal 5 yaitu:
1. Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap
perkawinan harus dicatat.
2. Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh
Pegawai Pencatatan Nikah sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 32
Tahun 1954.
Selanjutnya di dalam Pasal 6 Kompilasi Hukum Islam dijelaskan:
1. Untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 5, setiap perkawinan harus
dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan Pegawai
Pencatat Nikah.
118
M. Nazar, "Tinjauan Hukum Islam Terhadap Nikah Sirri Online (Kajian
Terhadap Tata Cara Pelaksanaannya)", (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, 2016), H. 48.
57
2. Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat
Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan
pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang,
misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakandalam suatu keterangan,
suatu akta resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan yang
disediakan untuk itu. Pencatatan perkawinan bertujuan untuk
mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat. Ini merupakan
suatu upaya yang diatur melalui perundang-undangan, untuk
melindungi martabat dan kesucian perkawinan. Selanjutnya,
pencatatan perkawinan ini dapat dibuktikan dengan Akta nikah,
dimana masing-masing suami istri mendapatkan salinannya. Apabila
terjadi perselisihan atau percekcokan di antara mereka, atau salah satu
dari mereka tidak bertanggungjawab, maka yang lain dapat melakukan
upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh hak masing-
masing.119
Perkawinan yang tidak dicatatkan tidak mempunyai akibat hukum
apapun seperti halnya nikah sirri online yang tidak tercatat. Apabila
suami atau istri tidak memenuhi kewajibannya maka mereka tidak
dapat menuntut ke Pengadilan karena pernikahan yang mereka lakukan
tidak tercatat dicatatan negara. Dan nikah sirri online pula tidak dapat
mewarisi baik dari istri ataupun suaminya. Pernikahan sirri online ini
mempunyai resiko yang sangat besar terutama bagi perempuan dan
anak-anak yang telah mereka lahirkan dari penikahan sirri online
tersebut.
Sebagai akibat hukumnya, maka perkawinan tersebut tidak
mendapat pengakuan negara dan apabila salah satu pihak baik suami
maupun istri melalaikan kewajibannya, maka pihak lain tidak dapat
melakukan upaya hukum karena mereka tidak mempunyai bukti
otentik dari perkawinan yang mereka lakukan. Hal ini juga
119
Faizah Rafadhal, "Nikah Siri Dalam Perspektif Undang-Undang Perkawinan,"
Jurnal Ilmu Hukum, (t.th): H. 24.
58
bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974.120
Selanjutnya pernikahan sirri online juga melanggar Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Karena pernikahan sirri online telah menyalahgunakan
media internet untuk mempromosikan mitranya yang ingin mencari
pasangan dan menyewakan jasa penghulu, saksi nikah hingga wali
nikah kepada masyarakat yang ingin menikah sirri secara online.
Untuk itu pernikahan sirri online melanggar Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 45 ayat 1:
Pasal 45
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Di dalam Pasal 45 ayat 1 sudah dijelaskan sanksi pidana yang
menjerat AW karena telah melanggar Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik dengan membuat situs nikah sirri online yaitu
denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun.
AW sebagai pelaku pembuat situs nikah sirri online telah
melanggar pasal berlapis selain Undang-Undang Perkawinan dan
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah ia
langgar. Situs nikah sirri online juga mengandung unsur perdagangan
manusia karena di dalam situs tersebut memfasilitasi lelang perawan
dan pembelian pasangan. Karena dengan pembelian koin mahar untuk
membeli pasangan itu termasuk unsur perdagangan manusia.
120
Faizah Rafadhal, "Nikah Siri Dalam Perspektif Undang-Undang Perkawinan,"
Jurnal Ilmu Hukum, (t.th):H. 29.
59
Ketentuan umum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantas Tindak Pidana Perdagangan Orang.121
Pasal 1
(1) Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan,
penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan
seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,
penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan,
kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi
bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari
orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang
dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan
eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
(2) Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah setiap tindakan atau
serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana
yang ditentukan dalam Undang-Undang ini.
Dari pengertian tersebut ada tiga unsur yang berbeda yang
saling berkaitan satu sama lainnya, yaitu:122
a. Tindakan atau perbuatan yang dilakukan, yaitu perekrutan,
pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan
seseorang.
b. Cara, menggunakan ancaman atau penggunaan kekerasan, atau
bentuk-bentuk paksaan lain, penculikan, tipu daya, penipuan,
penyalahgunaan kekuasaan atau kedudukan rentan atau pemberian
atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk memperoleh
persetujuan oleh orang-orang.
c. Tujuan atau maksud, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi
mencangkup setidak-tidaknya eksploitasi pelacuran dari orang lain
atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja paksa,
perbudakan, penghambaan dan pengambilan organ tubuh.
Menurut hemat penulis, AW sebagai pembuat situs nikah sirri
online telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana perdagangan orang.
121
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantas Tindak
Pidana Perdagangan Orang. 122
Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2012), H. 21.
60
Dan dijerat dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007
Tentang Pemberantas Tindak Pidana Perdagangan Orang.123
Pasal 2
(1) Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan,
penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan
seseorang dengan ancaman kekerasan, penculikan, penyekapan,
pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi
rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat
walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang
kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang
tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantas Tindak Pidana Perdagangan Orang, AW sebagai pembuat
situs nikah sirri online dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 15 (lima belas tahun) ditambah dengan pidana
tambahan yaitu pidana denda karena membuat situs nikah sirri online
yang memperjualkan belikan wanita dan mempermainkan sebuah
pernikahan yang sangat sakral.
2. Kajian Hukum Pidana Islam terhadap Penyedia Jasa Nikah Sirri
Online
Hukum nikah sirri online di dalam hukum Islam ialah
diperbolehkan sepanjang rukun dan syarat dari nikah sirri online sudah
terpenuhi, tetapi pada kenyataannya praktik nikah sirri online tidak
memenuhi rukun dan syarat yang berlaku dalam agama Islam.Karena
baik wali nikah maupun saksi nikah tidak memenuhi rukun dan syarat
nikah.
Situs nikah sirri online menyediakan fasilitas lelang perawan, wali
nikah, saksi nikah, bahkan penghulu. Yang semua nya tidak memenuhi
123
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantas Tindak
Pidana Perdagangan Orang.
61
syarat yang ada dalam Islam. Padahal keberadaan seorang wali dalam
akad nikah adalah suatu yang harus dan tidak sah akad perkawinan
yang tidak dilakukan oleh wali. Wali ditempatkan sebagai rukun dalam
perkawinan menurut kesepakatan ulama secara prinsip.124
Maka dari
itu wali merupakan hal yang penting di dalam sah atau tidak sahnya
perkawinan.
Di dalam nikah sirri online wali yang disediakan oleh situs
tersebut merupakan seseorang yang tidak mempunyai hubungan
dengan calon mempelai perempuan. Padahal orang yang berhak
menempati kedudukan wali itu ada tiga kelompok:125
Pertama: wali nasab, yaitu wali berhubungan tali kekeluargaan
dengan perempuan yang akan kawin.
Kedua: wali mu'thiq, yaitu orang yang menjadi wali terhadap
perempuan bekas hamba sahaya yang dimerdekakannya.
Ketiga: wali hakim, yaitu orang yang menjadi wali dalam
kedudukannya sebagai hakim atau penguasa.
Nikah sirri online wali dan saksinya ialah seseorang yang tidak
mengenal calon mempelai sebelumnya dan tidak mempunyai hubungan
darah terhadap calon mempelai wanita maupun calon mempelai laki-
laki.
Cyber crime atau kejahatan dunia maya masuk dalam dalam ranah
jarimah ta'zir bukan jarimah qishah atau hudud. Sebab bisa dipastikan
bahwa di zaman Rasulullah belum diketemukan teknologi komputer
dan internet seperti zaman ini. Maka dari itu tidak ada satu ayat
maupun hadis yang menyebutkan secara eksplisit ekstensi kejahatan
dunia maya seperti yang ada di zaman sekarang ini.126
Seperti halnya
nikah sirri online yang menggunakan internet untuk menjalankan
124
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan,….., h. 69. 125
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan,….., h.75. 126
Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2015), Cet. 3, h. 189.
62
aksinya, semua itu tidak diatur dalam hukum Islam baik hadis maupun
ayat Al-Quran tidak ada yang menyinggung mengenai hal ini. Maka
dari itu dapat dipastikan bahwa pelaku pembuat situs nikah sirri online
dikenai hukuman ta'zir. Jarimah ta'zir dan jenis sanksinya secara
penuh menjadi wewenang penguasa demi terealisasinya kemaslahatan
umat.127
Dan pernikahan sirri online tidak sah dimata hukum Islam
karena rukun dan syaratnya yang tidak terpenuhi.
127
Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2015), Cet. 3, h. 188.
63
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis menganalisis semua hal yang menyangkut faktor-faktor
masyarakat melakukan nikah sirri online dan sanksi yang dibebankan kepada
pembuat situs nikah sirri online. Maka penulis menyimpulkan beberapa poin,
yaitu:
1. Faktor yang pertama membuat masyarakat tertarik melakukan nikah
sirri online yaitu faktor kemudahan karena akibat dari kemajuan
dibidang informasi dan teknologi membuat segalanya lebih mudah
melakukan pernikahan terutama nikah sirri online. Selanjutnya faktor
kedua yaitu faktor keluarga dan lingkungan sekitar yang menganggap
bahwa nikah sirri online adalah hal yang wajar dilakukan oleh
masyarakat. Faktor yang ketiga yaitu orang tua, faktor yang keempat
yaitu faktor usia karena mitra dari situs nikah sirri online kebanyakan
wanita di bawah umur yang belum diperbolehkan untuk membina
rumah tangga. Faktor yang kelima yaitu yang paling berpengaruh
adalah faktor ekonomi dikarenakan ekonomi yang sulit membuat para
wanita berbondong-bondong mendaftar menjadi mitra nikah sirri online.
Faktor yang keenam adalah faktor pendidikan, karena masyarakat yang
kurang akan pengetahuan mengenai betapa pentingnya pencatatan
perkawinan dan akibat hukumnya terhadap perempuan. Lalu
selanjutnya yaitu faktor yang terakhir sebagai alasan yang dibuat
masyarakat untuk melakukan nikah sirri online adalah untuk
menghindari perbuatan zina dengan melakukan nikah sirri online yang
tidak dibenarkan oleh syariat.
2. Sanksi yang dijatuhkan terhadap AW sebagai pembuat situs nikah sirri
online dengan melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
Pasal 45 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu denda paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan dipidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun. Lalu AW juga melanggar Pasal 2 Undang-
64
Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantas Tindak Pidana
Perdagangan Orang dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 15 (lima belas tahun) ditambah dengan pidana tambahan
yaitu pidana denda sebanyak Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)
karena telah membuat situs nikah sirri online yang diduga
memperjualkan belikan wanita. Di dalam hukum Islam sendiri nikah
sirri online tidak diperbolehkan karena nikah sirri online baik saksi
maupu walinya tidak memenuhi rukun dan syarat dalam Islam. Dan
sanksi nya bagi pembuat situs nikah sirri online ialah jarimah ta'zir
karena tidak ada nash Al-Quran maupun Hadis yang mengatur
mengenai pernikahan sirri online.
B. Saran
1. Dikarenakan akibat dari pernikahan sirri online memiliki dampak yang
sangat besar terhadap kehidupan masyarakat. Seharusnya pemerintah
membuat peraturan yang tegas serta memberikan sanksi terhadap pelaku
nikah sirri online. Agar sebuah pernikahan dianggap sakral bukan hanya
untuk mendapat keuntungan semata.
2. Pemerintah juga seharusnya mensosialisasikan akan dampak dari
pernikahan sirri terhadap masyarakat yang belum paham mengenai
dampak akan pernikahan yang tidak dicatatkan.
65
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim bin Rasyid, Fahd bin. 2005. As-Sanidy, Indahnya Nikah
Sambil Kuliah. Jakarta: Cendekia Sentra Muslim.
Abiding, Slamet dan aminudin. 1999. fiqih munakahat I. Bandung:
Pustaka Setia.
.Al-Azizy, Taufiqurrahman. 2010. Jangan Sirrikan Nikahmu. Jakarta
Selatan: Himmah Media.
Aminah, Siti. 2014. Hukum Nikah Di Bawah Tangan (Nikah Sirri).
Jurnal Cendekia. Amir Syarifuddin, 2007. Hukum Perkawinan
Islam Di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-
Undang Perkawinan. Jakarta: Prenada Media.
al-Jaziri, Abdurahman. 1989. Al-Fiqh'ala Mazahibil Arba'ah. Beirut:
Dar al-Fikr.
Asmin, 1986. Status Perkawinan Antar Agama Ditinjau dari Undang-
Undang Perkawinan No.1/1974. Jakarta: PT. Dian Rakyat.
Azhari Akmal Tarigan, Amiur Nuruddin. 2004. Hukum Perdata Islam
di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Djubaedah, Neng. 2010. Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan
Tidak Dicatat Menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum
Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Farhana. 2012. Aspek Hukum Perdagangan Orang Di Indonesia.
Jakarta: Sinar Grafika.
Harahap, M. Yahya. 1975. Hukum Perkawinan Nasional. Medan: CV
Zhir Prading Co.Medan.
Hazairin, 1961. Hukum Kekeluargaan Nasional Indonesia. Jakarta:
Tintamas.
Herry Muhammad, Mahful M. 1996. Fenomena Nikah Sirri . Jakarta:
IKAPI.
66
Idris Ramulyo. Mohd. 1996. Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis
dari Undang-Undangan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi
Hukum Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Ismail al-Kahlani, Sayyid Muhammad bin. T.th. Subu al-Salam.
Bandung: Dahlan.
Irfan, Nurul dan Masyrofah. 2015. Fiqh Jinayah. Jakarta: Amzah.
Mardani. 2009. Bunga Rampai Hukum Aktual. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Matnuh, Harpani. 2016. Perkawinan Dibawah Tangan Dan Akibat
Hukumnya Menurut Hukum Perkawinan Nasional: Jurnal
Pendidikan Kewarganegaraan.
M. Zuhdi Mudlor, Memahami Hukum Perkawinan, Nikah, Talaq,
Cerai dan Rujuk Menurut Hukum Islam, UUD No.1 1974
Tentang Perkawinan, UU No.7 Tahun 1979 Tentang Peradilan
Agama dan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Bandung:
Mizan, 1985), hlm. 22.
Moleong, Lexy.j. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Muhadjir, Noeng. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:
Rake Sarasin.
MK, Anshary. 2015. Hukum Perkawinan di Indonesia, Masalah-
masalah Krusial di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Muhammad al-Jamal, Ibrahim. T. th. Fiqh Wanita. Semarang: Asy-
Sifa.
Muhammad Ahmad Kanan, Al-Qodhi As-Syaikh. 2007. Jogjakarta:
Maktab al-Jihad.
Muchtar, Kamal. 1974. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan.
Jakarta: Bulan Bintang.
Muhajarah, Kurnia. 2015. Secercah Pandang Mengungkap Kasus
Nikah Sirri di Indonesia: Universitas Islam Negeri Walisongo
Semarang.
67
Musavi Lari, Sayyid Mujtaba. 1993. Psikologi Islam; Membangun
Kembali Moral Generasi Muda. Jakarta: Pustaka Hidayah.
Muqhniyah, Muhammad. 1978. Pernikahan Menurut Hukum Perdata
dari Lima Mazhab ja'fari, Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali.
Yogyakarta: Kota Kembang.
Nazar, M. 2016. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Nikah Sirri Online
(Kajian Terhadap Tata Cara Pelaksanaannya). Skripsi S-1
Fakultas Syariah dan Hukum: Universitas Islam Negeri Ar-
Raniry.
Nurhaedi, Dadi. 2003. Nikah Di Bawah Tangan (Praktek Nikah Sirri
Mahasiswa Jogja). Yogyakarta: Saujana.
Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen. 1994. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Prawirohamidjojo, 1994. Pluralisme Dalam Perundang-undangan
Perkawinan di Indonesia. Surabaya: Airlangga Universty Press.
Rafiq, Ahmad. 1998. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali
Pers.
Rofiatul Mahmudah, Indira Acintya Hapsari. 2014. Nikah Siri dan
Kontrak Dalam Perspektif Hukum Positif Indonesia. Universitas
Sebelas Maret,:Fakultas Hukum.
Rizka Nur Faiza, Faiz Rahman. 2014. Perkawinan Siri Online Ditinjau
Dari Perspektif Hukum Perkawinan Islam yang Berlaku Di
Indonesia: Jurnal Penelitian Hukum.
Rochayati, Rita. 2012. Faktor-Faktor Pendorong Pernikahan Siri Di
Kampung Barengkok Desa Umbulan Kecamatan Cikeusik
Kabupaten Pandeglang Banten. Skripsi S-1 Fakultas Ilmu
Sosial: Universitas Negeri Yogyakarta.
Rafadhal, Faizah. Nikah Siri Dalam Perspektif Undang-Undang
Perkawinan: Jurnal Ilmu Hukum. Rasjid, Sulaiman. 2000. Fiqh
Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
68
Rafiq, Ahmad. 1998. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali
Pers.
Ramulyo, Idris. 1996. Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum
Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Solihat, Ratu. 2015. Fenomena Pernikahan Sirri Secara Online Di
Indonesia. Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum: Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Setiawati, Effi. 2005. Nikah Sirri Tersesat Di Jalan yang Benar?.
Bandung: Kepustakaan Eja Insani.
Syarifuddin, Amir. 2006. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia.
Jakarta: Prenada Media.
Susanto,Happy. 2007. Nikah Siri Apa Untungnya?. Jakarta: Visimedia.
Soemiyati. 1982. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang
Perkawinan. Yogyakarta: Liberty. Soekanto, Soerjono. 1996.
Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.
Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri.1990. Penelitian Hukum
Normatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Suhariyanto, Budi. 2012. Tindak Pidana Teknologi Informasi
(cybercrime). Depok: Rajagrafindo Persada.
Shomad, Abd. Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam
Abdul Hayyie al-Kattani. Jakarta: Gema Insani.
Sabiq, Sayyid. 1990. Fiqh Sunnah 6. Bandung: PT. Al-Ma'arif.
Penerjemah Mohammad Thalib.
Said al-Tanukhi, Muhammad Sahnun bin. 1322H. al-Mudawwanah al-
Kubra. Beirut: Dar al-Sadr.
Shomad, Abd. 2010. Hukum Islam Pernormaan Prinsip Syariah dalam
Hukum Indonesia. Jakarta: Kencana.
Shaltut, Mahmud. T. th. Al-Fatawa,. Beirut: Dar al-Qalam.
Sunarso, Siswanto. 2009. Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik:
Studi Kasus Prita Mulyasari. Jakarta: Rineka Cipta.
69
Hukum Indonesia. Jakarta: Kencana.
Soemiyati, 1982. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang
Perkawinan. Yogyakarta: Liberty.
Thalib, Sayuti. 1986. Hukum kekeluargaan Indonesia. Jakarta: UI
Press.
Tutik, Titik Triwulan dan Trianto. 2007. Poligami Perpektif Perikatan
Nikah Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007.
Thalib, Sayuti. 1986. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta : UI
Press.
Warson Munawwir, Ahmad. 1984. Al Munawwir Kamus Arab-
Indonesia. Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah
Keagamaan.
Wahbah al-Zuhaily, Wahbah. 1989. al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu,.
Damsyiq: Dar al-Fikr.
Wahbah al-Zuhaili. 2011. Fiqih Islam wa Adillatuhu. alih bahasa
ARTIKEL:
https://www.google.co.id/amp/amp.kompas.com/nasional/read/2017/09
/25/5-fakta-aris-wahyudi-pemilik-situs-nikahsirricom-tawarkan-lelang-
perawan-hasilnya-ratusan-juta diakses pada tanggal 5 November 2017
jam 12.02 WIB
http://m.tribunnews.com/nasional/2017/09/22/heboh-situs-
nikahsirricom-tawarkan-perenpuan-secara-online-untuk-dinikahi-siri
diakses pada tanggal 2 November 2017 jam 09.25 WIB.
https://www.nu.or.id/post/read/8447/nikah-sirri-online-melanggar-
hukum-agama-dan-hukum-negara diakses pada 30 Desember 2017 jam
20.11 WIB.
https://www.attaubah-institute.com/kontemporer/hukum-nikah-sirri-
online/diakses pada 30 Desember 2017 jam 15.49 WIB.