Salbutamol Sulfat Steril
-
Upload
rendy-novriandy-panjaitan -
Category
Documents
-
view
1.881 -
download
112
description
Transcript of Salbutamol Sulfat Steril
Batch Sheet (Lembar Kerja)
No Batch : Tanggal :
DISUSUN OLEH DISETUJUI OLEH
Rendy NP
Kode
Produk
Nama
Produk
Volume
Produk Bentuk Kemasan
Waktu
Pengolahan
08 2 ml larutan Ampul
Salbutamol Sulfat Injeksi 0,05% Ampul 1 ml =========== 1000 Ampul
I. MONOGRAFI
A. Zat Aktif
Nama Lain : Albuterol sulfat
Rumus Kimia: (C13H21NO3)2,H2SO4
BM : 576,7
Titik leleh : 180°C
Titik didih : 433,5°C pada tekanan 760 mmHg
Titik nyala : 159,5°C
pH : 3,4 – 5 (The Pharmaceutical Codex 12th
hal. 1041)
OTT : - ??????
Pemerian : serbuk putih atau hampir putih (FI IV, hal. 751 – 752)
Serbuk Kristal putih, atau hamper putih (BP, hal. 35-24)
Kelarutan : mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol, dalam
kloroform, dan dalam eter (FI IV, hal. 751 – 752)
mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dan di
eter, sangat sedikit larut dalam metilen klorida. (BP, hal. 35-24)
Kelarutan dalam air : 1:4 ; Kelarutan dalam ethanol: 750g/L
(International Pharmacopeiaed.IV,Vol3, hal.282)
B. Zat Tambahan
1. Natrium kloridum
Sinonim : Sodium Chloride
Rumus molekul : NaCl
BM : 58,44
Pemerian : serbuk kristal putih; tidak berwarna; mempunyai rasa
garam
pH : 6,7-7,3
Kelarutan : sedikit larut dalam etanol; larut dalm 250 bagian etanol
95%; larut dalam 10 bagian gliserin; larut dalam 2,8 bagian air dan
2,6 bagian pada suhu 100oC.
Fungsi : agen tonisitas ; sumber ion Natrium
Titik beku : 1413 oC
OTT : larutan natrium klorida bersifat korosif dengan besi;
membentuk endapan bila bereaksi dengan perak; garam merkuri; agen
oksidasi kuat pembebas klorine dari larutan asam sodium klorida;
kelarutan pengawet nipagin menurun dalam larutan sodium klorida.
Stabilitas : larutan sodium klorida stabil tetapi dapat menyebabkan
perpecahan partikel kaca dari tipe tertentu wadah kaca. Larutan cair
ini dapat disterilisasi dengan cara autoklaf atau filtrasi. Dalam bentuk
padatan stabil dan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, sejuk
dan tempat kering.
(HOPE edisi 6 hal. 637 – 640)
2. Aqua pro injeksi
Fungsi : sebagai bahan pembawa sediaan iv
Pemerian : Cairan jernih / tidak berwarna, tidak berbau.(FI IV hal
112)
Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar dan elektrolit
OTT : Dalam sediaan farmasi, air dapat bereaksi dengan obat dan zat
tambahan lainnya yangmudah terhidrolisis (mudah terurai dengan
adanya air atau kelembaban).
Stabilitas : air stabil dalam setiap keadaan (es, cairan, uap panas)
3. Asam asetat
Rumus kimia : C2H4O2
BM: 60,05
Pemerian : kristal bening, tidak berwarna ; larutan volatil bening
dengan bau tajam
Kelarutan : larut dalam etanol, eter, gliserin, air, dan minyak lainnya.
Titik didih : 118°C
pKa : 4,76
Kegunaan : zat pengasam, dapar (dikombinasikan dengan garam
asetat seperti natrium asetat), dapat digunakan sebagai antibakteri dan
antijamur.
OTT : asam asetat bereaksi dengan senyawa basa.
Stabilitas dan penyimpanan : sebaiknya disimpan ditempat tertutup
rapat, kering, dan sejuk.
(HOPE edisi 6, hal.5 – 6)
4. Natrium asetat
Rumus kimia : C2H3NaO2
BM : 82
Pemerian : kristal transparan, tidak berwarna ; serbuk granul kristal
dengan bau asam asetat ringan.
pH : 7,5 – 9
titik leleh : 324°C
kelarutan : larut dalam 1 : 0,8 air ; dan dalam 1 : 20 etanol
Kegunaan : pengawet antimikroba, dapar, zat penstabil
OTT : natrium asetat bereaksi dengan senyawa asam dan basa.
Bereaksi dengan flouriine, natrium nitrat, dan diketene.
Stabilitas dan penyimpanan : sebaiknya disimpan ditempat yang
kedap udara.
(HOPE edisi 6, hal. 620 – 622)
5. Natrium Hidroksida
Rumus kimia : NaOH
BM : 40
Kegunaan : untuk menyesuaikan pH larutan, zat pembasa
pH : 12 – 15
titik leleh : 318°C
Kelarutan : dalam etanol 1:7,2 ; metanol 1:4,2 ; air 1:0,9 dan 1:0,3
pada suhu 100°C; praktis tidak larut dalam eter; larut dalam gliserin
Pemerian : masa putih atau hampir putih. Tersedia dalam bentuk
pellet, serpihan, batang, atau bentuk lain. NaOH sangat epat
menyerap CO2 dan air.
OTT : NaOH adalah basa kuat dan inkompatibel dengan senyawa
yang telah terhidrolisis atau teroksidasi. Akan bereaksi dengan asam,
ester, dan eter, terutama dalam larutan berbasis air.
Penyimpanan dan stabilitas : NaOH sebaiknya disimpan di wadah
nonmetallic kedap udara sejuk, dan kering. Ketika terkena udara,
NaOH dengan cepat menyerap uap udara, namun kemudian menjadi
padatan kembali karena menyerap kabon dioksida dan membentuk
natrium karbonat.
(HOPE edisi 6, hal. 648 – 649)
6. Asam Klorida
Rumus Kimia : H2SO4
BM : 98
Pemerian : larutan jernih, tidak berwarna, berbau tajam.
Kelarutan : bercampur dengan air, larut dalam dietil eter, etanol 95%,
dan metanol.
OTT : bereaksi dengan alkali dengan produksi panas. Bereaksi
dengan banyak logam yang melepaskan hidrogen.
II. ASPEK FARMAKOLOGI
A. Khasiat
Albuterol adalah bronkodilator yang melemaskan otot-otot di saluran udara
dan meningkatkan aliran udara ke paru-paru.
Albuterol digunakan untuk mengobati atau mencegah bronkospasme pada
orang dengan penyakit saluran napas obstruktif reversibel. Albuterol juga
digunakan untuk mencegah akibat olahraga bronkospasme.
B. Indikasi
Pengobatan dan profilaksis asma dan kondisi lain yang berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang reversible.
Bronkhospasme pada asma bronchial, bronchitis kronis, & emfisema.
C. Farmakokinetik
Salbutamol mudah diabsorpsi dari saluran pencernaan. Jika diberikan dengan
inhalasi, 10 – 20% dari dosis mencapai kadar saluran pernafasan terendah.
Terikat pada protein plasma sebanyak 10%. Salbutamol mengalami metabolisme
first pass effect di hati dan pada usus. Namun tidak dimetabolisme di paru – paru.
Metabolit utama adalah konjugasi sulfat tidak aktif dan diidentifikasi sebagai 4’ –
o – sulfate ester (sulfat fenolik).
Salbutamol diekskresikan dalam waktu 72 jam, terutama dengan urin, sebagai
metabolit dan bentuk tetapnya. Sedikit bagian diekskresi melalui feses. Waktu
paruh plasma salbutamol sekitar 2,7 – 5 jam.
Salbutamol sulfat melewati sawar darah otak dan mencapai konsentrasi plasma
maksimal 5%.
D. Perhatian
Hipertiroid, insufisiensi miokardial, aritmia, rentan terhadap perpanjangan
interval QT, hipertensi, kehamilan (dosis tinggi sebaiknya diberikan melalui
inhalasi karena pemberian melalui pembuluh darah dapat mempengaruhi
miometrium dan dapat mengakibatkan gangguan jantung); menyusui; diabetes
mellitus, terutama pemberian melalui pembuluh darah (pantau kadar gula darah,
dilaporkan ketoasidosis)
E. Dosis
Dewasa:
Subkutan : 500 μg (8 μg / kg BB) dan diulang setiap 4 jam sesuai
kebutuhan
Intramuskular : 500 μg (8 μg / kg BB) dan diulang setiap 4 jam sesuai
kebutuhan
Intravena : 250 μg (4 μg / kg BB) disuntikkan perlahan. Jika diperlukan
dosis dapat diulang
Anak – anak: -
F. Efek samping
Hipokalemia setelah dosis tinggi; gangguan irama jantung, denyut jantung
>100x/menit, berdebar-debar, tremor halus (biasanya tangan), kram otot, sakit
kepala, insomnia, gangguan perilaku pada anak; bronkospasme paradoksal,
urtikaria dan angioedema; nyeri ringan pada injeksi intramuscular; vasodilatasi
perifer; reaksi hipersensitivitas.
G. Kontraindikasi
Sediaan salbutamol kontraindikasi dengan pasien yang memiliki riwayat
hipersensitif dengan komponen salbutamol, penyakit jantung, diabetes,
hipertiroidisme, hipertensi, pre-eklampsia berat, hiperkalsemia, glaucoma,
takhikardia paroksimal, insufisiensi ginjal. Pada pasien yang berisiko tinggi
terhadap keguguran pada trimester pertama atau kedua, toksemia (darah
keracunan) saat kehamilan, pendarahan sebelum melahirkan.
CANTUMKAN LITERATUR YG DIGUNAKAN
III. ASPEK FARMASETIK
CPOB untuk sediaan steril :
Prinsip : produk steril dibuat dengan syarat khusus. Pemastian mutu sangat penting
dan cara pembuatan ini harus sepenuhnya mengikuti secara ketat metode pembuatan
dan prosedur yang ditetapkan dengan seksama dan tervalidasi.
Tujuan : memperkecil resiko pencemaran mikroba, partikulat dan pirogen.
Umum :
1. Pembuatan produk steril harus di area bersih, dan saat memasuki ruangan harus
melewati ruang penyangga.
2. Kegiatan persiapan komponen, pembuatan produk dan pengisian dilakukan di
ruang terpisah di area bersih. Kegiatan pembuatan produk steril digolongkan
dalam dua kategori, yaitu: produk yang disterilkan dalam wadah akhir disebut
juga sterilisasi akhir, produk yang disterilkan secara aseptic.
3. Area bersih untuk pembuatan produk steril digolongkan berdasarkan karakteristik
lingkungan yang dipersyaratkan.
4. Kondisi “operasional” dan “non-operasional” hendaklah ditetapkan untuk setiap
ruangan bersih. Keadaan “non-operasional” adalah kondisi dimana fasilitas telah
terpasang dan beroperasi, lengkap dengan peralatan produksi, tapi tidak ada
personil.
Keadaan “operasional” adalah kondisi dimana fasilitas dalam keadaan jalan
sesuai dengan modus pengoperasian yang ditetapkan dengan sejumlah tertentu
personil yang sedang bekerja. Untuk tercapai kondisi “operasional” maka area
tersebut hendaklah didesain untuk mencapai tingkat kebersihan udara tertentu
pada kondisi “non-operasional”
Pada pembuatan produk steril dibedakan 4 kelas kebersihan:
Kelas A : zona untuk kegiatan yang beresiko tinggi, misalnya zona pengisian,
wadah tutup karet, ampul dan vial terbuka, penyambungan secara aseptic. Untuk
mencapai kondisi tersebut harus memasang unit aliran udara laminar, yang harus
mengalirkan udara dengan kecepatan merata berkisar 0,36 – 0,54 m/detik pada
posisi kerja dalam ruangan bersih terbuka.
Kelas B : untuk pembuatan dan pengisian secara aseptic, kelas ini adalah
lingkungan latar belakang untuk zona kelas A.
Kelas C dan D : area bersih untuk melakukan tahap pembuatan produk steril
dengan tingkat resiko lebih rendah.
Tabel 1 : contoh kegiatan yang dapat dilakukan di berbagai kelas
Kelas Contoh kegiatan untuk produk dengna sterilisasi akhir
A Pengisian prosuk, bila ada risiko di luar kebiasaan
C Pembuatan larutan, bila ada risiko di luar kebiasaan. Pengisian
produk
D Pembuatan larutan dan penyiapan komponen sebelum proses
pengisian
Kelas Contoh kegiatan pembuatan secara aseptic
A Pembuatan dan pengisian secara aseptic
C Pembuatan larutan yang akan disaring
D Penanganan komponen setelah pencucian
Tabel 2 : jumlah partikulat di udara untuk kelas di atas
Kelas Non – operasional Operasional
Jumlah maksimum partikel /m3 yang diperbolehkan untuk kelas
setara atau lebih tinggi dari
0,5 μm 5 μm 0,5 μm 5 μm
A 3.500 1 3.500 1
B 3.500 1 350.000 2.000
C 350.000 2.000 3.500.000 20.000
D 3.500.000 20.000 Tidak
ditetapkan
Tidak
ditetapkan
5. Area tersebut hendaklah dipantau selama kegiatan berlangsung untuk mengendalikan
kebersihan partikulat dari berbagai kelas tersebut.
6. Selama kegiatan aseptic berlangsung, maka harus sering dilakukan pemantauan
dengan cawan papar, pengambilan sampel udara secara volumetric dan pengambilan
sampel permukaan.
Tabel 3 : batas mikroba yang disarankan untuk pemantauan area bersih selama
kegiatan berlangsung.
Batas yang disarankan untuk cemaran mikroba
Kelas Sampel
udara
cfu/m3
Cawan
papar
(dia.90mm)
cfu/4jam
Cawan
kontak
(dia.55m)
cfu/plate
Sarung
tangan 5
jari
Cfu/sarung
tangan
A <1 <1 <1 <1
B 10 5 5 5
C 100 50 25 -
D 200 100 50 -
7. Batas waspada dan batas bertindak hendaklah ditetapkan sebagai hasil pemantauan
jumlah tindakan yang harus dilakukan.
CANTUMKAN LITERATUR YG DIGUNAKAN
IV. FORMULA
A. Formula standar/literatur
R/ Salbutamol sulfat 500 μg
Aqua Pro Injection ad 1 ml
B. Formula yang dipakai
R/ Salbutamol sulfat 500 μg
Asam Asetat 0,07348919%
Natrium Asetat 0,05519657%
Natrium Klorida 0,813153%
Aqua Pro Injection ad 1 ml
C. Pertimbangan Formula
Sediian ini stabil dalam pH 3,4 – 5. Namun paling stabil pada pH 4,5 sehingga
menggunakan dapar asetat pH 4,5 dengan kekuatan dapar 0,01.
Natrium asetat berfungsi sebagai pendapar dengan pKa 4,76.
Asam asetat berfungsi sebagai campuran dapar dengan asam asetat dengna pKa
4,76.
Natrium klorida berfungsi sebagai zat pengisotonis karena sediaan bersifat
hipotonis.
Natrium hidroksida dan asam klorida berfungsi sebagai tambahan jika pH yang
diinginkan tidak sesuai.
V. PERHITUNGAN TONISITAS
Perhitungan
Volume sediaan
Ampul = (n+2)c + 6ml
( 1000 + 2) 1,1 + 6ml
1108,2 ml ~ 1150 ml
Bahan Jumlah
% mg/1 ml mg/1150 ml
Salbutamol Sulfat 0,05% 500 μg 575 mg
Asam Asetat 0,07348919% 734,89 μg 845,1256 mg
Natrium Asetat 0,05519657% 551,96 μg 634,7606 mg
A. Perhitungan Tonisitas (metode Liso)
Perhitungan nilai E pada tonisitas :
1. Salbutamol Sulfat
2. Asam Asetat
3. Natrium Asetat
Tonisitas :
Tonisitas =
1. Salbutamol Sulfat :
Tonisitas = 0,12676 x 0,05 = 0,006338%
2. Asam Asetat :
Tonisitas = 0,566 x 0,07348919 = 0,041595%
3. Natrium Asetat
Tonisitas = 0,705 x 0,05519657 = 0,038914%
Tonisitas total = 0,006338% + 0,041595% + 0,038914%
= 0,086847% (Hipotonis)
NaCl yang dibutuhkan :
0,9 % - 0,086847% = 0,813153%
= 0,813153 gram/100 ml.
= 8,13153 mg/ml
Untuk 1150 ml = 1150 x 8,13153
= 9,3512595 gram
VI. PENIMBANGAN
No Bahan Satuan
Dasar
Volume
Produksi
Paraf
1 ml 1000 ampul / 1150 ml
1. Salbutamol Sulfat 500 μg 575 mg
2. Asam asetat 734,89 μg 845,1256 mg
3. Natrium asetat 551,96 μg 634,7606 mg
4. Natrium klorida 8,13153 mg 9,3512595 gram
5. API ad 1 ml ad 1150 ml
VII. PROSEDUR PENGOLAHAN
No Pengolahan Paraf
1. Larutkan salbutamol sulfat dengan sebagian aqua pro injeksi
(a.p.i)
2. Larutkan natrium klorida dalam sebagian aqua pro injeksi
(a.p.i)
3. Campurkan kedua larutan tersebut. (1)
4. Cek pH, tambahkan asam klorida atau natrium hidroksida bila
diperlukan hingga pH sesuai.
5. Larutkan asam asetat dalam sebagian aqua pro injeksi (a.p.i)
6. Larutkan natrium asetat dalam sebagian aqua pro injeksi (a.p.i)
7. Campurkan kedua larutan tersebut. (2)
8. Masukkan larutan 2 ke dalam campuran larutan 1.
9. Larutan ditambahkan a.p.i ad 1150 mL
10. Larutan disaring atau dialirkan ke bakteri filter dan filtrat
pertama dibuang.
11. Larutan kemudian diisikan kedalam 1000 ampul @ 1,1 mL
12. Ampul di semprot dengan uap air dan dialiri gas inert lalu
ditutup.
13. Disterilisasi dalam otoklaf 121⁰ C selama 15 menit.
CANTUMKATIPE RUANGAN PD TIAP PROSES PEMBUATAN SEDIAAN
SESUAI DG CPOB
VIII. ETIKET, BROSUR, KEMASAN
Brosur
Salbutamol Sulfat Injeksi 0,05%
Komposisi: Tiap 1 ml mengandung Salbutamol Sulfat 0,5 Indikasi: Pengobatan dan profilaksis asma dan kondisi lain yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang reversible. Bronkhospasme pada asma bronchial, bronchitis kronis, & emfisema. Dosis: Dewasa: Subkutan: 500 μg (8 μg / kg BB) dan diulang setiap 4 jam sesuai kebutuhan Intramuskular : 500 μg (8 μg / kg BB) dan diulang setiap 4 jam sesuai kebutuhan Intravena: 250 μg (4 μg / kg BB) disuntikkan perlahan. Jika diperlukan dosis dapat diulang
Anak – anak: - Efek samping Hipokalemia setelah dosis tinggi; gangguan irama jantung, denyut jantung >100x/menit, berdebar-debar, tremor halus (biasanya tangan), kram otot, sakit kepala, insomnia, gangguan perilaku pada anak; bronkospasme paradoksal, urtikaria dan angioedema; nyeri ringan pada injeksi intramuscular; vasodilatasi perifer; reaksi hipersensitivitas.
Kontraindikasi Sediaan salbutamol kontraindikasi dengan pasien yang memiliki riwayat hipersensitif dengan komponen salbutamol, penyakit jantung, diabetes, hipertiroidisme, hipertensi, pre-eklampsia berat, hiperkalsemia, glaucoma, takhikardia paroksimal, insufisiensi ginjal. Pada pasien yang berisiko tinggi terhadap keguguran pada trimester pertama atau kedua, toksemia (darah keracunan) saat kehamilan, pendarahan sebelum melahirkan.
LIHAT LAGI KETENTUAN INFORMASI YG HARUS DICANTUMKAN PADA ETIKET
BROSUR DAN KEMASAN SEKUNDER SESUAI DG PERATURAN YG BERLAKU
Komposisi : Tiap 1 ml mengandung Salbutamol Sulfat 0,5 mg Indikasi: Pengobatan dan profilaksis asma dan kondisi lain yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang reversible. Bronkhospasme pada asma bronchial, bronchitis kronis, & emfisema. Dosis : Subkutan dan intramuskular: 500 μg (8 μg / kg BB) Intravena: 250 μg (4 μg / kg BB)disuntikkan perlahan.
Penyimpanan : Simpan di tempat kering dan di suhu kamar. Hindarkan dari sinar matahari langsung.
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
Salbutamol Sulfat Injection
DSH – Pharmaceutical
Bandung – Indonesia
Salbutamol Sulfat 0,5 mg / ml @ 5 ampul
Netto : 1 ml
Salbutamol Sulfat Injeksi 0,5 mg/ml
ED: Juni 2015 ; Batch : DS0868
DSD - Pharma
IX. DAFTAR PUSTAKA
1. Anonym. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
2. Lund, Walter (editor).1994. The Pharmaceutical Codex : Principles and Practice
of Pharmaceutics. 12th
edition. London : Pharmaceutical Press
3. Rowe,R. C., Sheskey,P.J, Quinn, M. E. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipient. 6th
edition. London : Pharmaceutical Press
4. Trissel, Lawrence A. 2011. Handbook of Injectable Drug. 11th
edition. America :
American Society of Health – System Pharmacist
5. WHO. 2003. International Pharmacopeia. 4th
edition volume 3. Geneva : WHO
Publisher
KESIMPULAN :
BATCHSHEET DAPAT DIPROSES. DENGAN BE BARAPA PERBAIKAN. TYPE
FONT CALIBRI 12.
NILAI : MEDIUM