SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya...

22
Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 e-ISSN 2548 – 5024 DOI: 10.24034/j25485024.y2017.v1.i1.1824 44 SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI BAGI USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH, DAN KOPERASI Niluh Putu Dian Rosalina Handayani Narsa [email protected] Isnalita Program Studi Akuntansi, Universitas Airlangga ABSTRACT Small medium enterprises (SMEs) play strategic role as business entity in the economic development. General SAK is overload and burdensome to be used as guidance for SMEs in performing their accounting activity. SMEs demand a less complicated accounting standard than existing general SAK, yet fulfill the quality of financial reporting. Thus, it becomes a motivation to establish SAK ETAP. There are two purposes in this paper. Firstly, this paper is aimed to review how overload general SAK is and to understand the background of SAK ETAP establishment as well. Secondly, this paper is aimed to completed the teoritical review with conducting research to disclose the extent of SAK ETAP implementation of cooperation and also to investigate wheter the different perception is exist between cooperation actors and accountant academics. Using descriptive statistic analysis, result showed that the implementation level of SAK ETAP in East Java can be categorized as "low implemented". Further, using independent t-test as data analysis, result showed that there are differences in perception between cooperation actors group and accountant academics group. Another empirical finding on SAK ETAP stated by other researchers have also been disclosed in this paper. Key words: accounting standard overload, cooperation, perception, SAK ETAP, SMEs. ABSTRAK Usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK) merupakan pelaku bisnis yang memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi. SAK Umum telah dirasa overload (memberatkan) bagi para pelaku UMKMK untuk digunakan sebagai pedoman dalam kegiatan akuntansinya. Kebutuhan akan suatu standar akuntansi keuangan yang lebih sederhana tetapi tetap memenuhi kaidah kualitas pelaporan keuangan telah menjadi motivasi utama atas diluncurkannya SAK-ETAP yang lebih sederhana dibandingkan dengan SAK Umum. Artikel ini memiliki dua tujuan. Tujuan pertama adalah untuk menelaah overload standar akuntansi serta mengetahui bagaimana latar belakang munculnya SAK-ETAP. Tujuan kedua adalah untuk melengkapi telaah teoretis dengan melakukan penelitian untuk mengungkapkan sejauh mana tingkat keterterapan SAK-ETAP pada koperasi serta menyelidiki apakah terdapat perbedaan persepsi atas SAK-ETAP antara kelompok akuntan pendidik dengan pelaku koperasi. Dengan menggunakan analisis statistik deskriptif, hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keterterapan SAK-ETAP pada koperasi di Jawa Timur masuk pada kategori ‘Kurang Diterapkan’. Selanjutnya dengan menggunakan analisis data berupa independent t-test ditemukan bahwa terdapat perbedaan persepsi antara kelompok pelaku koperasi dengan akuntan pendidik. Beberapa temuan riset empiris SAK-ETAP di Indonesia yang telah dilakukan oleh para peneliti lainnya juga turut dipaparkan. Kata kunci: koperasi, overload standar akuntansi, persepsi, SAK-ETAP, UMKM. PENDAHULUAN Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pelaku bisnis yang memiliki peran strategis dalam pembangun- an ekonomi sebuah negara (Siam dan Rahahleh, 2010; Bohusova dan Blaskova,

Transcript of SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya...

Page 1: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298XAkreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 e-ISSN 2548 – 5024DOI: 10.24034/j25485024.y2017.v1.i1.1824

44

SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI BAGIUSAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH, DAN KOPERASI

Niluh Putu Dian Rosalina Handayani [email protected]

IsnalitaProgram Studi Akuntansi, Universitas Airlangga

ABSTRACT

Small medium enterprises (SMEs) play strategic role as business entity in the economic development. GeneralSAK is overload and burdensome to be used as guidance for SMEs in performing their accounting activity. SMEsdemand a less complicated accounting standard than existing general SAK, yet fulfill the quality of financialreporting. Thus, it becomes a motivation to establish SAK ETAP. There are two purposes in this paper. Firstly,this paper is aimed to review how overload general SAK is and to understand the background of SAK ETAPestablishment as well. Secondly, this paper is aimed to completed the teoritical review with conducting research todisclose the extent of SAK ETAP implementation of cooperation and also to investigate wheter the differentperception is exist between cooperation actors and accountant academics. Using descriptive statistic analysis,result showed that the implementation level of SAK ETAP in East Java can be categorized as "low implemented".Further, using independent t-test as data analysis, result showed that there are differences in perception betweencooperation actors group and accountant academics group. Another empirical finding on SAK ETAP stated byother researchers have also been disclosed in this paper.

Key words: accounting standard overload, cooperation, perception, SAK ETAP, SMEs.

ABSTRAK

Usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK) merupakan pelaku bisnis yang memiliki peranstrategis dalam pembangunan ekonomi. SAK Umum telah dirasa overload (memberatkan) bagi parapelaku UMKMK untuk digunakan sebagai pedoman dalam kegiatan akuntansinya. Kebutuhan akansuatu standar akuntansi keuangan yang lebih sederhana tetapi tetap memenuhi kaidah kualitaspelaporan keuangan telah menjadi motivasi utama atas diluncurkannya SAK-ETAP yang lebihsederhana dibandingkan dengan SAK Umum. Artikel ini memiliki dua tujuan. Tujuan pertama adalahuntuk menelaah overload standar akuntansi serta mengetahui bagaimana latar belakang munculnyaSAK-ETAP. Tujuan kedua adalah untuk melengkapi telaah teoretis dengan melakukan penelitian untukmengungkapkan sejauh mana tingkat keterterapan SAK-ETAP pada koperasi serta menyelidiki apakahterdapat perbedaan persepsi atas SAK-ETAP antara kelompok akuntan pendidik dengan pelakukoperasi. Dengan menggunakan analisis statistik deskriptif, hasil penelitian menunjukkan bahwatingkat keterterapan SAK-ETAP pada koperasi di Jawa Timur masuk pada kategori ‘KurangDiterapkan’. Selanjutnya dengan menggunakan analisis data berupa independent t-test ditemukanbahwa terdapat perbedaan persepsi antara kelompok pelaku koperasi dengan akuntan pendidik.Beberapa temuan riset empiris SAK-ETAP di Indonesia yang telah dilakukan oleh para peneliti lainnyajuga turut dipaparkan.

Kata kunci: koperasi, overload standar akuntansi, persepsi, SAK-ETAP, UMKM.

PENDAHULUANUsaha mikro, kecil, dan menengah

(UMKM) merupakan pelaku bisnis yang

memiliki peran strategis dalam pembangun-an ekonomi sebuah negara (Siam danRahahleh, 2010; Bohusova dan Blaskova,

Page 2: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

SAK-ETAP Sebagai Solusi Overload Standar Akuntansi ... – Narsa, Isnalita 45

2012). Berdasarkan data dari KementerianKoperasi dan UMKM (2014), tercatat bahwajumlah UMKM dalam kurun waktu tahun2006-2010 mengalami kenaikan sebesar 9,8%.Kemudian data tahun 2012, menunjukkanbahwa jumlah tersebut bertambah menjadi56,3 juta unit usaha. Rincian UMKM tersebutrata-rata didominasi oleh usaha mikrosebesar 98,8%, usaha kecil sebesar 1% dansisanya adalah usaha menengah. Selanjut-nya, berdasarkan data dari Badan PusatStatistik, diketahui bahwa jumlah koperasidi Jawa Timur per Desember 2012 telahmencapai 29.267 unit dan meningkat men-jadi 31.182 unit per Desember 2015, jumlahtersebut merupakan jumlah terbesar di-bandingkan jumlah koperasi pada provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Nilai kontri-busi koperasi dan UMKM mencapai 57%dari Produk Domestik Regional Bruto JawaTimur. Tidak mengherankan apabila selamaini koperasi dan UMKM disebut sebagaisubjek vital dalam pembangunan per-ekonomian bangsa khususnya dalam halpeningkatan total PDB dan penyerapantenaga kerja (Kementerian KUMKM, 2014).Koperasi merupakan bagian dari usaha kecildan menegah. Sesuai dengan undang-undang 17 tahun 2012 tentang perkope-rasian, koperasi merupakan “badan hukumyang didirikan oleh orang perseorangan ataubadan hukum koperasi, dengan pemisahankekayaan para anggotanya sebagai modaluntuk menjalankan usaha, yang memenuhiaspirasi dari kebutuhan bersama di bidangekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengannilai dan prinsip akuntansi”.

Bisnis dalam skala apapun, laporankeuangan berperan sangat penting di da-lamnya. Begitu pula dengan koperasi, seba-gai sebuah lembaga ekonomi, koperasi su-dah dipastikan akan berhubungan denganberbagai pihak yang memiliki kepentinganterhadap hasil kinerja mereka. PemerintahIndonesia memang belum mengatur secarakhusus kewajiban UMKM menyusun lapor-an keuangan, namun demikian Undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1995tentang Perseroan Terbatas secara tidak

langsung telah mengisyaratkannya melaluipasal 56 yang berbunyi “Dalam waktu 5bulan setelah tahun buku perseroan ditu-tup, Direksi menyusun laporan tahunanyang diajukan kepada Rapat Umum Peme-gang Saham.” (Sutarto et al., 2008). Dengandemikian, bagi suatu perusahaan yang ber-badan hukum Perseroan Terbatas, tidak ter-kecuali usaha kecil ataupun menengah, di-wajibkan menyusun laporan keuangan.

Standar akuntansi diperlukan sebagaipedoman atas penyusunan laporan keuang-an agar mudah untuk dipahami oleh parapengguna laporan keuangan. Kebutuhanakan suatu standar akuntansi keuanganyang lebih sederhana tetapi tetap meme-nuhi kaidah kualitas pelaporan keuanganbertujuan umum telah menjadi motivasiutama atas diluncurkannya SAK ETAP(IAPI, 2011). IAI merasa memiliki kewajibanuntuk menyusun sebuah standar akuntansikeuangan yang sesuai dengan karakteristikusaha skala kecil dan menengah agar benefityang dirasakan oleh pelaku UMKM dalammenerapkan standar lebih besar daripadacost yang dikeluarkan (DSAK IAI, 2013).Terlebih lagi, akibat dilakukannya konver-gensi IFRS terhadap standar akuntansi diIndonesia, maka PSAK nomor 27 tentangAkuntansi Perkoperasian yang selama inidigunakan koperasi sebagai pedoman da-lam kegiatan akuntansinya, tidak dapat lagidigunakan oleh koperasi.

Artikel ini memiliki dua tujuan. Tujuanpertama adalah untuk menelaah overloadstandar akuntansi dan mengetahui bagai-mana latar belakang munculnya SAK ETAP.Tujuan kedua dari artikel ini adalah untukmengungkapkan hasil riset yang dilakukanpenulis terkait implementasi SAK ETAPpada koperasi di Jawa Timur serta jugamenginvestigasi apakah terdapat perbedaanpersepsi terkait SAK ETAP antara kelompokpelaku koperasi dengan kelompok akuntanpendidik. Penelitian penerapan SAK ETAPpada entitas bisnis skala kecil dan mene-ngah, termasuk koperasi, di Indonesia sam-pai saat ini masih sangat terbatas danumumnya penelitian tersebut mengguna-

Page 3: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

46 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 1, Maret 2017 : 44 – 65

kan pendekatan kualitatif yang hanya meli-hat pada satu entitas koperasi. Selanjutnya,membandingkan persepsi antara kedua ke-lompok tersebut menarik untuk dilakukan.Para pelaku koperasi merupakan salah satuaktor paling penting dalam proses imple-mentasi SAK-ETAP. Proses pengadopsianyang efektif akan memerlukan dukungandan komitmen dari mereka termasuk salahsatunya adalah persepsi yang baik atas SAKETAP. Terlebih, merekalah aktor yangmenggunakan SAK ETAP sehingga merekapaham dari sisi praktikal.

Sementara itu, di lain sisi pihakakademisi lebih paham dari sisi konseptual.Kalangan akademisi merupakan kalanganyang penting dan memiliki pengaruh yangkuat terhadap standar akuntansi (Baresford,1997; Jonas dan Young, 1998). Baresford(1997) serta Jonas dan Young (1998) meng-ungkapkan bahwa salah satu peran pentingpara akademisi adalah melakukan penelitianyang tepat dengan isu terkini sehinggapenelitian tesebut diharapkan dapat di-jadikan dasar yang relevan dalam pe-nyusunan standar baru. Dari pernyataantersebut dapat disimpulkan bahwa ka-langan akademisi diharuskan paham darisisi konseptual atau teoretikal.

Mengacu pada penjelasan singkat ter-sebut maka isu penerapan SAK ETAP padakoperasi merupakan hal yang menarik un-tuk diteliti. Rumusan masalah dalam pe-nelitian ini adalah (1) bagaimana tingkatketerterapan SAK-ETAP pada koperasi diJawa Timur?; dan (2) apakah terdapatperbedaan persepsi antara pelaku koperasidan akuntan pendidik terhadap penerapanSAK-ETAP?. Keterterapan yang ingin di-evaluasi pada penelitian ini adalah berda-sarkan prinsip-prinsip yang ada di SAK-ETAP dan tidak mendetail sesuai dengankejadian-kejadian maupun akun-akun khu-sus yang hanya muncul pada koperasi kare-na pada dasarnya SAK-ETAP adalah untukentitas apapun asal tidak memiliki akunta-bilitas publik sehingga penerapan secaralebih detailnya akan tergantung dari karak-teristik entitas bersangkutan.

TINJAUAN TEORETISRuang Lingkup dan Isi SAK ETAP

SAK ETAP ditujukan untuk entitas yang(a) tidak memiliki akuntabilitas publiksignifikan; dan (b) menerbitkan laporan ke-uangan untuk tujuan umum (general purposefinancial statement) bagi pengguna eksternal.Contoh pengguna eksternal adalah pemilikyang tidak terlibat langsung dalam penge-lolaan usaha, kreditur, dan lembaga peme-ringkat kredit.

Entitas dikatakan memiliki akuntabili-tas yang signifikan jika (1) telah atau dalamproses melakukan penerbitan efek di pasarmodal; (2) entitas menguasai aset dalamkapasitas sebagai fidusia untuk sekelompokbesar masyarakat. Institut Akuntan PublikIndonesia menyatakan bahwa SAK-ETAPdapat diterapkan untuk entitas yang tertu-tup baik yang berbentuk perseroan terbatas,koperasi, persekutuan komanditer, perseku-tuan perdata, bentuk usaha perorangan.Namun demikian entitas yang memilikiakuntabilitas publik signifikan tetap dapatmenggunakan SAK ETAP jika otoritas ber-wenang membuat regulasi mengijinkanpenggunaan standar tersebut, contohnyaadalah Bank Perkreditan Rakyat. Hal inidimungkinkan apabila misalnya pihak oto-ritas berwenang merasa ketentuan pelapor-an dengan menggunakan SAK Umum ter-lalu tinggi biayanya atau terlalu rumit un-tuk entitas yang mereka awasi (Wirahardjadan Wahyuni, 2009).

Bila dibandingkan dengan IFRS forSMEs, SAK-ETAP juga jauh lebih sederha-na. Banyak yang diatur dalam IFRS for SMEsnamun tidak diatur dalam SAK-ETAP. Halitu dilakukan karena terdapat beberapa halyang ada pada IFRS for SMEs tidak sesuaidengan karakteristik UMKM yang ada diIndonesia. Contohnya adalah tidak diatur-nya mengenai other comprehendsive income,business combination, hiperinflasi (Ram danNewberry, 2013). SAK ETAP, dalam be-berapa hal, memberi banyak kemudahanuntuk UMKM. Secara kasat mata bisa dilihatmelalui tebal halaman dari SAK ETAP yanghanya 100 halaman dengan terdiri dari 30

Page 4: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

SAK-ETAP Sebagai Solusi Overload Standar Akuntansi ... – Narsa, Isnalita 47

bab (Wirahardja dan Wahyuni, 2009). Tabel1 berikut ini menjelaskan tentang pokokbahasan per bab SAK-ETAP. Tabel 1menunjukkan bahwa SAK-ETAP adalahSAK Umum yang disederhanakan. Samahalnya dengan IFRS for SMEs yang jugamerupakan penyederhanaan dari IFRS.SAK-ETAP merupakan pilihan alternatifstandar akuntansi yang di dalamnya dila-kukan penyederhanaan pengakuan, pengu-kuran, dan proses penyusunan, adanya pe-

ngurangan tingkat pengungkapan, serta pe-ngaturan yang dilakukan di SAK Umumyang dianggap tidak relevan dengan kegiat-an usaha ETAP dapat diabaikan.

Karakter dari SAK ETAP adalah: (1)berdiri sendiri dan tidak mengacu pada SAKUmum, (2) sebagian besar pengukuranmenggunakan kos historis (3) hanyamengatur transaksi umum yang terjadi padaETAP, (4) tidak berubah dalam beberapatahun kedepan.

Tabel 1Pokok Bahasan Per Bab dalam SAK ETAP

Bab Pokok Bahasan Bab Pokok BahasanBab 1 Ruang Lingkup Bab 16 Aset Tidak BerwujudBab 2 Konsep dan Prinsip Pervasif Bab 17 SewaBab 3 Penyajian Laporan Keuangan Bab 18 Kewajiban Diestimasi dan

KontinjensiBab 4 Neraca Bab 19 EkuitasBab 5 Laporan Laba Rugi Bab 20 PendapatanBab 6 Laporan Perubahan Ekuitas dan

Laporan Laba Rugi dan SaldoLaba

Bab 21 Biaya Pinjaman

Bab 7 Laporan Arus Kas Bab 22 Penurunan Nilai AsetBab 8 Catatan atas Laporan Keuangan Bab 23 Imbalan Kerja

Bab 9 Kebijakan Akuntansi, Estimasi danKesalahan

Bab 24 Pajak Penghasilan

Bab 10 Investasi pada Efek Tertentu Bab 25 Mata Uang PelaporanBab 11 Persediaan Bab 26 Transaksi dalam Mata Uang

AsingBab 12 Investasi pada Entitas Asosiasi

dan Entitas AnakBab 27 Peristiwa setelah Akhir Periode

PelaporanBab 13 Investasi pada Joint Venture Bab 28 Pengungkapan Pihak-Pihak

yang Mempunyai HubunganIstimewa

Bab 14 Properti Investasi Bab 29 Ketentuan TransisiBab 15 Aset Tetap Bab 30 Tanggal Efektif

Sumber: DSAK-IAI. 2013. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik. Jakarta:Ikatan Akuntan Indonesia.

Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)dan Koperasi

Cukup banyak instansi, badan dan ataulembaga yang memformulasikan definisiUMKM di Indonesia. Belum ada pem-batasan atas definisi dan kriteria dari

UMKM, sehingga tidak ada keseragaman.Hal tersebut terjadi karena perbedaan pe-makaian kriteria dibuat sesuai kebutuhanlembaga atau instansinya masing-masing. Diseluruh dunia pun hampir bisa dipastikanbahwa masing-masing negara akan memiliki

Page 5: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

48 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 1, Maret 2017 : 44 – 65

definisi dan kriteria UMKM yang berbeda-beda tergantung bagaimana kondisi masing-masing negara tersebut (Bunea et al., 2012).

Sesuai dengan UU No. 20 tahun 2008tentang UMKM definisi dari Usaha Mikro,Kecil dan Menengah yang tertuang dalambagian I pasal 1 adalah sebagai berikut.Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalahusaha ekonomi produktif yang berdiri sen-diri, yang dilakukan oleh orang perorangan

atau badan usaha yang bukan merupakananak perusahaan atau bukan cabang peru-sahaan dan harus memenuhi kriteria UsahaKecil sebagaimana dimaksud dalam UU ter-sebut. Tabel 2 berikut ini adalah rangkumandari kriteria UMKM berdasarkan UU No. 8Tahun 2008 yang ada pada bagian IV pasal 6.Kriteria Aset dan Omzet tersebut cukupsalah satunya saja yang terpenuhi.

Tabel 2Kriteria Aset dan Omzet Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

No. Jenis Usaha Kriteria Aset Kriteria Omzet1. Mikro Maks. 50 juta Maks. 300 juta2. Kecil > 50 juta – 500 juta > 300 juta – 2,5 miliar3. Menengah > 500 juta – 10 miliar > 2,5 miliar – 50 miliar

Sumber: UU Nomor 8 Tahun 2008, bagian IV pasal 6.

Tabel 2 menunjukkan bahwa segala jenisusaha, berbentuk formal maupun non-formal, jika memenuhi salah satu dari kri-teria aset maupun kriteria omzet, maka usa-ha tersebut dapat disebut sebagai UMKM.Namun, terlepas dari definisi mengenaiUMKM sesuai UU tersebut, agaknya UMKMmemiliki karakteristik yang hampir seragam(Kuncoro, 2000).

Pertama, tidak adanya pembagian tu-gas yang jelas antara bidang administrasidan operasi. Mayoritas UMKM dikelola olehperorangan yang merangkap sebagai pe-milik sekaligus pengelola perusahaan, sertamemanfaatkan tenaga kerja dari keluargadan kerabat dekatnya. Kedua, akses UMKMterhadap lembaga-lembaga kredit formalmasih rendah. Akibatnya mereka cenderungmenggantungkan pembiayaan usahanyadari modal sendiri atau sumber-sumber lainseperti keluarga, kerabat, bahkan rentenir.Ketiga, mayoritas bentuk UMKM masihinformal, dalam arti mereka tidak mem-punyai status badan hukum bahkan tidakberakta notaris. Menurut catatan BPS tahun1995-an, dalam Kuncoro (2000) diketahuidari total perusahaan kecil sebanyak,124.990, ternyata 90,6 persen merupakanperusahaan perorangan yang tidak berakta

notaris; 4,7 persen tergolong perusahaanperorangan berakta notaris; dan hanya 1,7persen yang sudah mempunyai badanhukum (PT, CV, Firma, atau Koperasi).

Terkait Koperasi, seperti yang telahdijelaskan pada Undang-Undang RepublikIndonesia Nomor 17 Tahun 2012, yang di-maksud dengan koperasi adalah “badan hu-kum yang didirikan oleh orang perseorang-an atau badan hukum koperasi, dengan pe-misahan kekayaan para anggotanya sebagaimodal untuk menjalankan usaha, yang me-menuhi aspirasi dan kebutuhan bersama dibidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuaidengan nilai dan prinsip koperasi” (Kemen-terian Negara Koperasi dan UMKM, 2014).Sebagai tambahan, karakteristik utama ko-perasi yang membedakannya dengan badanusaha lain adalah, anggota koperasi memi-liki identitas ganda yaitu anggota koperasiselain bertindak sebagai pemilik juga bertin-dak sebagai pengguna jasa koperasi (the dualidentity of the member) (Sutarto, et al., 2008).

Merujuk pada UU Nomor 17 Tahun2012 pasal 84 dijelaskan bahwa saat ini ter-dapat empat jenis Koperasi, yaitu: (1) Kope-rasi Konsumen; (2) Koperasi Produsen; (3)Koperasi Jasa; dan (4) Koperasi Simpan Pin-jam. Sesuai penjelasan pasal 84 ayat (4) di-

Page 6: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

SAK-ETAP Sebagai Solusi Overload Standar Akuntansi ... – Narsa, Isnalita 49

paparkan bahwa yang dimaksud denganKoperasi Simpan Pinjam adalah koperasiyang “menjalankan usaha simpan pinjamsebagai satu-satunya usaha yang melayanianggota”.

Koperasi jenis ini memberikan kesem-patan bagi para anggotanya untuk menda-patkan pinjaman uang dengan proseduryang mudah dengan tingkat bunga pinjam-an yang relatif lebih ringan dibandingkanyang berlaku di pasar. Koperasi simpan pin-jam menjadi alternatif pilihan yang jauhlebih baik bagi pihak-pihak yang membu-tuhkan pinjaman seperti masyarakat mene-ngah ke bawah dan pelaku UMKM sehing-ga diharapkan Koperasi Simpan Pinjamdapat mencegah para anggotanya maupunpihak lain untuk terlibat dalam jeratan kaumlintah darat. (Kementerian Negara Koperasidan UMKM, 2014).

Standar Akuntansi untuk KoperasiStandar akuntansi bagi Koperasi sebe-

lum SAK ETAP muncul adalah PSAKNomor 27 yakni tentang Akuntansi Perko-perasian. Namun karena terdapat konver-gensi dengan IFRS, PSAK tersebut tidakdigunakan lagi sebagai standar akuntansibagi Koperasi. Otorisasi pemberlakuan SAKETAP sebagai standar akuntansi bagiKoperasi tertuang pada dua jenis dokumen,yakni Surat Edaran Deputi KelembagaanKoperasi dan UKM Nomor: 200/SE/Dept.1/XII/2011 dan Peraturan Menteri Ne-gara Koperasi dan Usaha Kecil dan Mene-ngah Republik Indonesia Nomor 04/Per/M.KUKM/VII/2012 tentang PedomanUmum Akuntansi Koperasi.

Sesuai surat edaran Deputi Kelemba-gaan Koperasi dan UKM Nomor:200/SE/Dept.1/XII/2011 bahwa sehubung-an dengan perberlakuan IFRS maka tentitaskoperasi dalam penyusunan dan penyajianlaporan keuangannya mengacu pada SAKETAP. Sedangkan sesuai Permenkop Nomor04/Per/M.KUKM/VII/2012 pada Bab Ibagian Latar Belakang, otorisasi penetapanSAK ETAP pada Koperasi dijelaskan bahwa,standar akuntansi keuangan yang mengacu

pada IFRS dikelompokkan menjadi 2 (dua)yaitu SAK ETAP dan SAK Umum. Me-ngingat koperasi sejauh ini termasuk dalamentitas tanpa akuntabilitas publik, makamemberlakukan akuntansi koperasi denganSAK ETAP.

Penerapan SAK ETAP di IndonesiaKhafid (2010) menemukan bahwa ke-

patuhan KPRI (Koperasi Pegawai RepublikIndonesia) di Kota Semarang masuk dalamkategori cukup patuh, serta ditemukan pulabahwa penerapan PSAK No. 27 berpenga-ruh positif terhadap pertumbuhan sisa hasilusaha secara signifikan. Penelitian berikut-nya, Sutarto et al. (2008) menunjukkan bah-wa akuntabilitas dan kesulitan teknis berpe-ngaruh signifikan terhadap implementasiPSAK Nomor 27 sedangkan kesulitan pe-ngukuran tidak berpengaruh signifikan.Dapat disimpulkan bahwa terdapat bebe-rapa faktor yang memengaruhi penerapanPSAK Nomor 27 serta penerapannya dapatmembawa dampak positif bagi UMKM yangmenerapkannya.

Selanjutnya terkait SAK ETAP, berba-gai permasalahan dan kendala atas imple-mentasi SAK ETAP telah terungkap melaluiriset-riset empiris yang dilakukan diIndonesia. Rudiantoro dan Siregar (2011)menguji prospek SAK ETAP untuk mening-katkan kualitas laporan keuangan UMKM.Data penelitian tersebut diperoleh melaluipenyebaran kuesioner dengan responden 50pengusaha UMKM yang berada di wilayahJabodetabek. Ditemukan hasil empiris bah-wa prospek penerapan SAK ETAP untukmeningkatkan kualitas laporan keuanganmungkin akan terhalangi karena rendahnyapemahaman para pengusaha UMKM atasSAK ETAP padahal respoden UMKM da-lam penelitian ini memiliki persepsi bahwapembukuan dan pelaporan keuangan meru-pakan hal yang cukup penting dalam per-tumbuhan dan perkembangan usahanya.Dari total 50 responden, hanya 32% (16 res-ponden) yang mengaku pernah mengetahuiatau mendengar SAK ETAP tersebut. Ke-mudian hanya sekitar 11 responden saja

Page 7: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

50 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 1, Maret 2017 : 44 – 65

yang pernah mendapatkan pelatihan terkaitSAK ETAP. Terkait pengeksplorasian faktor-faktor yang memiliki pengaruh terhadappemahaman pengusaha UMKM terhadapSAK ETAP, ditemukan bahwa jenjangpendidikan terakhir berpengaruh positifsignifikan, lama usaha berdiri berpengaruhnegatif signifikan, sedangkan latar belakangpendidikan dan ukuran usaha tidakberpengaruh signifikan.

Menindaklanjuti penelitian Rudiantorodan Siregar (2011) tersebut, Supriyati danWulanditya (2012) melakukan uji hubunganantara dampak dari faktor-faktor eksternaldan internal para pelaku UMKM terhadappemahaman atas SAK ETAP. Subyek risetdipilah menjadi beberapa grup, yaitu:UMKM bisnis individual, entitas UMKMyang telah memiliki status badan hukum,koperasi, dan Bank Perkreditan Rakyat(BPR). Sebagai catatan, BPR merupakansalah satu entitas tanpa akuntabilitas publikyang menerima otorisasi wajib untukmenggunakan SAK ETAP sebagai pedomandalam kegiatan akuntansinya. Hal tersebuttertuang pada Surat Edaran Bank IndonesiaNomor 11/37/DKBU (Rachmawati, 2011).

Tidak jauh berbeda dengan hasil yangdiperoleh Rudiantoro dan Siregar (2011),ditemukan bukti empiris bahwa faktorinternal (jenis kelamin, tingkat pendidikan,pengetahuan, pengalaman) lebih memilikidampak yang signifikan terhadap pe-mahaman pelaku UMKM atas SAK-ETAP.Ditemukan pula bahwa terdapat perbedaanpersepsi antara grup pelaku UMKM. Haltersebut disebabkan oleh beberapa faktor,yakni: legal policy dan dukungan dari pihakotoritas. Hanya BPR dan Koperasi yangmendapatkan mandatori untuk menerap-kan SAK ETAP terlebih kedua grup UMKMini berbadan formal. Selain itu BPR dankoperasi juga memperoleh dukungan daripihak otoritas, seperti rutin dilakukannyapelatihan untuk meningkatkan kualitaskegiatan akuntansi mereka.. Selanjutnya.faktor kedua adalah kondisi keuangan.UMKM yang memiliki omzet di bawah Rp200 juta per tahun merasa tidak perlu untuk

membuat laporan keuangan, alih-alih me-nerapkan SAK ETAP.

Berbeda dengan kedua penelitian di atasKurnianto et al. (2012) menggunakan metodein-depth interview untuk memahami kesiapanbeberapa pelaku UMKM dalam meng-implementasikan SAK ETAP. Ditemukanbahwa kendala UMKM adalah tidakmemiliki laporan keuangan sesuai denganSAK-ETAP. Lalu diketahui juga UMKMyang memiliki catatan keuangan yang baikmemiliki perkembangan yang lebih pesatdibanding UMKM lainnya meskipun usiapendiriannya sama. Selanjutnya, terdapatsatu responden UMKM yang memiliki ma-najemen keuangan yang baik serta laporankeuangan yang telah berhasil mendapatkankredit modal dari tiga bank sekaligus. Dapatdisimpulkan bahwa memiliki dokumentasikegiatan akuntansi yang baik, sepertidibuatnya laporan keuangan, dapat men-jadikan UMKM lebih berkembang.

Dari hasil temuan empiris beberapapenelitian di atas dapat disimpulkan bahwaSAK ETAP memiliki prospek yang bagusuntuk dapat digunakan oleh para pelakuUMKM sebagai panduan dalam menyusunlaporan kegiatan akuntansinya. Namundemikian tidak seluruh UMKM mampuuntuk mendokumentasikan kegiatan akun-tansinya dengan baik karena masih terdapatbeberapa halangan termasuk salah satunyaadalah karakteristik dari para pelakuUMKM yang umumya tidak terlalu memi-liki pengetahuan akuntansi yang memadai.Berbeda dari beberapa penelitian tersebut,penelitian ini mencoba untuk mengungkap-kan sejauh mana tingkat keterterapan kope-rasi, sebagai salah satu contoh UMKM, ter-hadap SAK-ETAP dengan menggunakanmetode survey.

Teori Lensa dan Persepsi Terhadap SAKETAP

Teori Model Lensa Brunswik (Brun-swik’sLens Model) menjelaskan suatu konsepbahwa proses penilaian (judgment) seseo-rang didasarkan pada suatu titik referensi(cues). Sebagian besar penilaian merupakan

Page 8: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

SAK-ETAP Sebagai Solusi Overload Standar Akuntansi ... – Narsa, Isnalita 51

hasil dari perbandingan dengan titik refe-rensi atau cues tersebut sehingga judgmentdihasilkan dari serangkaian operasi atas in-formasi yang berkaitan dengan item-iteminformasi atau kejadian (Burnswik, 1943).Teori ini umumnya digunakan untuk meni-lai sebuah keadaan yang memerlukan peni-laian yang mana penilaian itu sendiri dibuatberdasarkan sekumpulan petunjuk (cues)yang didapatkan dari lingkungan. Dalampenelitian ini, penerapan SAK-ETAP padakoperasi merupakan sesuatu hal yang tidakdapat diamati secara langsung. Dengan de-mikian para responden akan diminta untukmengamati dan memberikan persepsinyamelalui sekumpulan petunjuk (cues) yangdipecah menjadi tiga hal yakni pengetahuantentang SAK-ETAP, pandangan terkait le-galitas SAK-ETAP, dan pendapat mengenaipenerapan SAK-ETAP.

Persepsi merupakan suatu konseppenting untuk memahami perilaku seseo-rang karena perilaku itu sendiri didasarkanpada persepsi mereka terhadap suatu reali-ta, bukan hanya berdasarkan realita itu sen-diri (Spencer-Rodgers et al., 2007). Pemben-tukan persepsi dapat dikatakan merupakanlangkah awal proses interaksi antara manu-sia dan lingkungannya karena persepsi yangdimiliki akan membimbing sikap dantanggapan seseorang terhadap apa yang adadi lingkungannya (Chiaburu dan Harisson,2008). Umumnya terdapat tiga faktor utamayang dapat memunculkan perbedaan per-sepsi, yakni faktor internal (dalam pemer-sepsi), faktor eksternal (situasi atau lingku-ngan), dan faktor objek yang dipersepsikan(target). Diefendorff dan Greguras (2003)menyatakan bahwa berbagai karakteristikpribadi dari pemersepsi akan memengaruhibagaimana ia menginterpretasikan apa yangia lihat.

Beberapa penelitian di luar Indonesiatelah mengungkapkan bagaimana persepsipara pelaku SMEs terhadap IFRS for SMEs.Wyk dan Rossouw (2009) dengan menggu-nakan metoda survei menemukan bahwasebanyak 45% pelaku UMKM di AfrikaSelatan meyakini bahwa penerapan IFRS for

SMEs dapat mengurangi beban untuk me-nyiapkan pelapoan keuangan, namun sisa-nya mempersepsikan bahwa IFRS for SMEsmasih terlalu overload bagi para pelakuUMKM sehingga diperlukan upaya penye-derhanaan yang lebih lagi terkait aturanakuntansi bagi para pelaku UMKM disana.Selanjutnya di negara Turki Atik (2010) me-neliti mengenai persepsi para pelaku UMKM(pemilik, manager maupun akuntan dariUMKM bersangkutan) atas diadopsinyaIFRS for SMEs. Hasil penelitian menun-jukkan bahwa hanya 1,81% responden me-nyiapkan laporan keuangan berdasarkanIFRS for SMEs dan sebagian besar respon-den menyiapkan laporan keuangan berda-sarkan aturan pajak. Hal tersebut kemung-kinan disebabkan karena hanya 17,87% res-ponden yang telah mengetahui mengenaiIFRS for SMEs. Meski demikian 94,41%responden mendukung adanya pengadopsi-an standar tersebut dan 88,19% respondenmemiliki keinginan untuk menerapkannyanamun lebih memilih sifatnya sukarela(voluntary) dibandingkan sebuah kewajiban(mandatory).

Masih di negara yang sama, Kilic et al.(2014) dengan menggunakan survei via tele-pon, menemukan bahwa sebagian besar pa-ra profesional akuntansi (pelaku UMKM)sadar dan mengetahui adanya proses adop-si IFRS for SMEs di negara mereka; memilikitingkat informasi yang memadai mengenaiIFRS for SMEs; telah mengikuti pelatihantentang IFRS for SMEs. Selanjutnya Kilic et al.(2014) meneliti pula mengenai pengaruh daribeberapa faktor terhadap persepsi merekaatas IFRS for SMEs. Ditemukan bahwa se-dikitnya pelatihan serta besarnya biaya yangharus dikeluarkan merupakan hambatanutama dari implementasi IFRS for SMEskarena menyebabkan persepsi dari parapelaku UMKM atas IFRS for SMEs menjaditidak baik.

Berpindah ke negara lain, Othcere danAgbeibor (2012) menunjukkan bahwa parapelaku bisnis kecil di Ghana merasa tidakterlalu memiliki kebutuhan atas IFRS forSMEs. Hal itu disebabkan karena mereka

Page 9: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

52 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 1, Maret 2017 : 44 – 65

jarang atau tidak memiliki struktur danaktivitas internasional sehingga tidak di-minta untuk menyiapkan laporan keuanganyang dapat diperbandingkan secara interna-sional. Kemudian ditemukan pula bahwabeberapa karakteristik perusahaan sepertiukuran perusahaan, bentuk hukum, danjumlah pemilik memiliki hubungan positifyang rendah terhadap kebutuhan bisnis ke-cil atas IFRS for SMEs. Di Indonesia terdapatsatu penelitian yang meskipun tidak mem-bahas persepsi terhadap SAK ETAP secaraeksplisit, namun cukup memberikan hasilyang memberikan gambaran tentang begitupentingnya UMKM memiliki laporan keua-ngan yang disusun dengan baik. Purwati etal., (2014) meneliti tentang pengaruh darikonten informasi akuntansi UMKM ter-hadap proses pengambilan keputusan bisnisdari Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Di-pilihnya subjek penelitian berupa BPR yaknidengan responden spesifik berupa paraanalis investasi dari BPR bersangkutanadalah bukan tanpa alasan karena BPR me-rupakan bank yang umumnya menyalurkandana bagi para pelaku UMKM. Denganmenggunakan metode survei, hasil peneliti-an menunjukkan bahwa segala informasiyang berkaitan dengan kondisi bisnis, ter-utama yang diperoleh dari laporan keua-ngan, akan menjadi pertimbangan bagi paraanalis investasi BPR untuk memutuskanpenerimaan atau penolakan dana paraUMKM. Selanjutnya ditemukan pula bahwapara analis investasi BPR masih memilikipandangan bahwa umumnya laporan ke-uangan yang disiapkan oleh para UMKMbelum sesuai dengan standar akuntansi yangberlaku, yakni SAK ETAP.

Terakhir, Astutie dan Fanani (2016)meneliti mengenai persepsi dari para pemi-lik UMKM di beberapa kota yang ada diJawa Tengah. Hasil menunjukkan bahwa in-tensi untuk mengadopsi SAK ETAP sangatdipengaruhi oleh usia dari UMKM bersang-kutan, namun demikian masih banyakUMKM yang masih belum memahami SAKETAP beserta pelaporan keuangan denganmenggunakan teknologi, terlepas dari be-

sarnya intensi mereka untuk mengadopsiSAK ETAP. Para responden UMKM memi-liki persepsi bahwa penerapan SAK ETAPserta pelaporan keuangan berbasis tekno-logi masih dipertimbangkan sebagai sesua-tu yang mahal. Mereka membutuhkan pela-tihan dari para pembuat kebijakan.

Selain penginvestigasian persepsi ter-hadap para pelaku UMKM itu sendiri,terdapat pula penelitian yang menginvesti-gasi bagaimana persepsi para akuntan ter-kait penerapan dari IFRS for SMEs. Di Roma,Bunea et al. (2012) menemukan bahwa daritotal sebanyak 190 akuntan Romanian,sebanyak 52,6% responden setuju untukdiadakannya sistem pelaporan keuanganyang lebih disederhanakan lagi bagi UKM.Namun hanya 4,2% responden setuju bahwaIFRS for SMEs cocok digunakan bagi UKM.

Perihal perbandingan persepsi antarapihak akademisi dan praktisi dalam halakuntansi telah banyak diinvestigasi. Misal-nya terhadap kemampuan menerima danmelakukan inovasi yang mana di dalamnyatermasuk mengakui bahwa terdapat prin-sip-prisip akuntansi yang berbeda untukbisnis skala besar dan kecil di Amerika(Bean, 1989); terhadap konvergensi standarakuntansi (Rezaee et al., 2010); terhadapakuntansi forensik (Rezaee dan Burton.,1997). Beberapa penelitian terdahulu terse-but memberikan hasil yang hampir seragambahwa ditemukannya perbedaan persepsi diantara kedua belah pihak yakni paraakademisi dan para praktisi.

Penelitian yang dilakukan oleh Bean(1989), misalnya, menemukan bahwa terda-pat persepsi yang berbeda antara pihakakademisi dan praktisi terkait inovasi untukmembedakan prinsip akuntansi untuk bisnisskala besar dan kecil. Diketahui bahwakontribusi terbesar yang menyebabkan per-bedaan tersebut adalah persepsi risiko danvariabel kepribadian. Terkait variabel ke-pribadian sebagai salah satu faktor yangmemengaruhi persepsi individu, di peneliti-an lain, Pinasti (2007) menemukan bahwalatar belakang pendidikan memengaruhipersepsi pemilik UMKM terhadap penye-

Page 10: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

SAK-ETAP Sebagai Solusi Overload Standar Akuntansi ... – Narsa, Isnalita 53

lenggaraan dan penggunaan informasiakuntansi. Sama halnya dengan temuan ter-sebut yang telah dijelaskan di atas bahwaRudiantoro dan Siregar (2011) menemukanbahwa tingkat pendidikan terakhir berpe-ngaruh terhadap pemahaman pengusahaUMKM terhadap SAK ETAP. Tanpa menco-ba melakukan uji hubungan untuk meng-eksplorasi suatu faktor terhadap persepsimengenai SAK ETAP, penelitian ini mela-kukan uji beda terkait persepsi kelompokakademisi dengan kelompok praktisi.

Berdasarkan teori dan hasil penelitianterdahulu, dapat dirumuskan hipotesistunggal dalam penelitian ini sebagai beri-kut:H1 : Terdapat perbedaan persepsi antara

kelompok akuntan pendidik dan pela-ku koperasi terkait penerapan SAK-ETAP.

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan pende-

katan penelitian kuantitatif dengan teknikpengumpulan data menggunakan kuesio-ner. Data yang dikumpulkan merupakandata primer yang merupakan data subjektifmengenai tingkat keterterapan SAK ETAPpada Koperasi Simpan Pinjam di Jawa Timurserta pernyataan sikap, pemikiran, panda-ngan, dan pendapat berkaitan denganpenerapan SAK ETAP. Jenis kuesioner yangdiberikan adalah kuesioner tertutup, yaknijenis kuesioner di mana responden hanyatinggal memilih jawaban yang telah disedia-kan dalam kuesioner. Terdapat dua jeniskuesioner yaitu kuesioner keterterapan(untuk pelaku koperasi) dan kuesionerpersepsi (untuk pelaku koperasi danakuntan pendidik). Analisis data merupakangabungan antara statistik deskriptif dananalisis uji beda yang mana dilakukan ketikamenguji hipotesis mengenai perbedaanpersepsi antara pelaku koperasi dan akuntanpendidik.

Pengumpulan DataData dikumpulkan melalui penyebaran

kuesioner kepada para responden. Respon-

den dalam penelitian ini terbagi menjadi duakelompok, pertama adalah pelaku koperasi(koperasi wanita usaha simpan pinjam) diJawa Timur yang hadir pada acara sosialisasiyang diselenggarakan oleh Dinas Koperasidan UMKM Provinsi Jawa Timur di Sura-baya dan kedua adalah para akuntanpendidik yakni dosen akuntansi yang me-ngajar pada beberapa perguruan tinggi diSurabaya. Kuesioner disebarkan secararandom. Total kuesioner yang disebar ada-lah 150 buah, dengan rincian 50 buahkuesioner keterterapan dan 50 kuesionerpersepsi (diberikan kepada 50 pelakukoperasi yang sama) serta 50 kuesioner per-sepsi untuk akuntan pendidik.

Pengukuran VariabelTerdapat dua jenis variabel tunggal

dalam penelitian ini, yakni: (1) tingkatketerterapan SAK ETAP pada koperasi; dan(2) persepsi pelaku koperasi dan akuntanpendidik terhadap SAK ETAP. Yang dimak-sud dengan tingkat keterterapan pada pene-litian ini adalah ukuran besarnya intensitaskesesuaian tata cara dan sistematika pela-poran keuangan yang mengacu pada SAKETAP yang didasari pada empat prinsip.

Kuesioner keterterapan mengadopsidan memodifikasi dari penelitian milikPrayudi dan Narsa (2015). Kuesioner keter-terapan terdiri dari 50 item pertanyaan yangterbagi berdasarkan indikator treatmentprinsip pengakuan (35 item), pengukuran (2item), pengungkapan (4 item), dan penya-jian (9 item). Keseluruhan prinsip tersebuttelah disesuaikan dengan definisi dan ke-tentuan yang ada dalam SAK ETAP sertabuku Ilustrasi Laporan Keuangan berdasar-kan SAK ETAP (IAPI, 2011). Masing-masingitem pernyataan diukur dengan menggu-nakan skala Likert lima poin yang dimulaidari gradasi sangat negatif hingga sangatpositif (1-5). Variabel kedua adalah variabelpersepsi Yang dimaksud dengan persepsipada penelitian ini adalah suatu sikap, pan-dangan, dan penilaian terhadap isu pene-rapan SAK-ETAP. Terdapat tiga indikatorpada variabel persepsi ini, yaitu: pengeta-

Page 11: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

54 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 1, Maret 2017 : 44 – 65

huan tentang SAK ETAP, pandangan terha-dap eksistensi dan legalitas SAK-ETAP, ser-ta pendapat tentang penerapan SAK ETAP.Masing-masing item pernyataan diukur de-ngan menggunakan skala Likert lima poinpula. Kuesioner mengenai persepsi inimengadopsi dan memodifikasi dari peneli-tian milik Navarro-Garcia dan Bastida(2010), Mullerova et al., (2010), dan Rezaee etal. (2010).

Teknik Analisis DataEksplorasi yang dilakukan terhadap

variabel tingkat keterterapan serta variabelpersepsi diawali dengan dilakukannyapenggunaan teknik statistika deskriptifyakni dengan menentukan nilai rata-ratadari jawaban tiap item pertanyaan. Skor

tendensi sentral tersebut dihitung denganmembagi nilai total skor variabel dari tiapresponden dengan jumlah skor ideal (skormaksimum yang dapat dicapai dalampengisian kuesioner) dan dijadikan dalambentuk persentase (Lihat Tabel 3). Persen-tase diperoleh tersebut kemudian diban-dingkan dengan kriteria dalam bentuk skorpersentase. Langkah selanjutnya dilakukanuji independent t-test untuk menguji hipotesisyang diajukan dalam penelitian ini yakniterkait uji beda atas persepsi dari kelompokakuntan pendidik dengan pelaku koperasi.Hipotesis dinyatakan terdukung apabiladidapatkan nilai signifikansi p<0,05. Se-belum uji hipotesis, dilakukan terlebihdahulu uji reliabilitas dengan menggunakankriteria skor alpha cronbach minimal 0,6.

Tabel 3Kriteria Keterterapan dan Kriteria Persepsi

Kriteria Variabel Keterterapan danVariabel Persepsi Interval Rata-rata Skor

Sangat Tidak Diterapkan/Sangat TidakSetuju

0% - 20%

Tidak Diterapkan/Tidak Setuju >20% - 40%Kurang Diterapkan/Kurang Setuju >40% - 60%Diterapkan/Setuju >60% - 80%Sangat Diterapkan/Sangat Setuju >80% - 100%

ANALISIS DAN PEMBAHASANStandar Akuntansi (Umum?) YangBerlebihan (Overload)

Standar akuntansi adalah standar yangmengatur penyajian informasi, pengukurantransaksi dalam laporan keuangan danpengungkapan laporan keuangan (Thomp-son dan Hurdman, 1983). Standar akuntansimerupakan masalah krusial dalam profesidan semua pemakai laporan yang memilikikepentingan terhadapnya.

Perkembangan lingkungan global dandunia usaha sangat berpengaruh terhadapperkembangan standar akuntansi. Semakinkompleks kegiatan usaha, maka standarakuntansi yang dikeluarkan juga akanmenjadi semakin kompleks (Schuetze, 1991).Thompson dan Hurdman (1983) me-

nambahkan beberapa faktor lain yang me-nyebabkan standar akuntansi menjadi ma-kin kompleks, yakni: (i) tuntutan dari parainvestor serta kreditor untuk memuaskankepentingan mereka agar tidak dirugikan,(ii) aktivitas pemerintahan yang berusahauntuk melindungi kepentingan publik de-ngan mengeluarkan beberapa regulasi, sertayang terakhir (iii) munculnya berbagai per-tanyaan tentang apa yang harus diungkap-kan dan apa yang tidak perlu diungkapkansehingga akuntan mengeluarkan terlalu ba-nyak standar yang cenderung mengabaikanpertimbangan dan mengurangi permasalah-an yang melibatkan prinsip akuntansi. Aki-batnya, beberapa pihak mengeluh bahwastandar akuntansi justru mendorong ber-tambah besarnya beban dalam penyajian

Page 12: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

SAK-ETAP Sebagai Solusi Overload Standar Akuntansi ... – Narsa, Isnalita 55

laporan keuangan, khususnya bagi perusa-haan kecil (Kelley, 1982; Hepp dan McRae,1983; Thompson dan Hurdman, 1983).

Menurut Hepp dan McRae (1982)kondisi-kondisi yang mencerminkan ada-nya overload standar antara lain: (1) standaryang terlalu banyak dan detail; (2) tidak adastandar yang tegas, membuat pemilihansuatu aplikasi menjadi sulit; (3) standar un-tuk tujuan umum tidak mampu mengatasiperbedaan-perbedaan yang terdapat dalamkebutuhan dari para pembuat, pengguna,dan akuntan publik; (4) standar untuk tu-juan umum tidak mampu mengatasi per-bedaan-perbedaan yang terdapat di antara:a. entitas publik dan nonpublik, b. laporankeuangan tahunan dan interim, c. perusa-haan-perusahaan besar dan kecil, d. laporankeuangan yang telah diaudit dan belumdiaudit; (5) pengungkapan yang berlebihan,pengukuran yang rumit, atau kedua-duanya. Fokus bahasan overload standarakuntansi yang dimaksud pada artikel iniadalah fenomena bahwa standar untuktujuan umum tidak mampu mengatasi per-bedaan-perbedaan yang terdapat antara en-titas publik dan nonpublik yang mana lebihrincinya adalah untuk perusahaan besar dankecil.

Isu tentang overload standar akuntansitelah lama diperdebatkan oleh berbagai grup(Thompson and Hurdman, 1983). AICPA(American Institute of Certified Public Accoun-tants) mulai menerima beberapa komplainbahwa standar akuntansi dirasa overload ditahun 1974 (Churchill dan Breda, 1984).

Puncaknya pada tahun 1978, yakni dipertemuan tahunan AICPA, saat itudikatakan bahwa meskipun FASB (FinancialAccounting Standard Board) telah memberi-kan pengecualian kepada beberapa perusa-haan terkait supplemental disclosure, banyakpihak merasa bahwa GAAP (General AcceptedAccounting Principles) tidak dapat diterapkansecara ekonomis pada jenis perusahaan yanglingkup usahanya mikro, kecil, dan me-nengah (Kelley, 1982; Thompson danHurdman, 1983). Overload standar akuntansimenempatkan UMKM pada posisi yang sulit

untuk berkompetensi (Kelley, 1982). Salahsatu contoh yang mencerminkan bagaimanausaha badan penyusun standar di Amerikauntuk memberikan bantuan dan kemudahanbagi perusahaan skala kecil dalam halpenerapan standar akuntansi adalah SFASnomor 33 (tahun 1978) tentang FinancialReporting and Changing Prices (Kilic et al.,2014).

Selanjutnya, pada musim semi di tahun1981, AICPA membentuk Special Committeeon Accounting Standards Overload. Komitetersebut pada tahun 1982 menghasilkanbeberapa rekomendasi dan simpulan ten-tatif. Salah satunya adalah bahwa komitemenginginkan FASB untuk melakukanpertimbangan ulang dan segera melakukanaksi terkait standar akuntansi tertentu yangseharusnya tidak perlu memberatkan dantidak mahal untuk diterapkan, termasuksalah satunya adalah bagi subjek per-usahaan yang lingkupnya masih kecil(Kelley, 1982). Hepp dan McRae (1983)berpendapat bahwa problem overload stan-dar akuntansi bagi SMEs harus diperha-tikan dan dibahas secara sendiri serta terpi-sah oleh problem-problem overload standarakuntansi yang lain untuk subjek perusa-haan besar (seperti akuntansi sewa).Menurut Wahdini dan Suhairi (2006);Coetzee (2007); Tudor dan Mutiu (2008);Thompson and Hurdman (1983), akibat yangditimbulkan dari adanya overload standarakuntansi tidak hanya berdampak padapihak yang harus membuat laporankeuangan sesuai standar akuntansi tersebut,namun juga pihak pengguna laporan ke-uangan seperti investor, manajer, dan akun-tan yang akan mengaudit.

Penjelasan atas dampak negatif yangditimbulkan dari overload standar akuntansiadalah sebagai berikut, (1) bagi para pelakuSMEs harus menanggung cost yang lebihbesar dari benefit atas penerapan standarakuntansi tersebut, (2) bagi para pemakai(misal pihak perbankan, investor) umum-nya akan bingung menghadapi banyaknyadan kompleksnya catatan yang diperlukanuntuk menjelaskan persyaratan sesuai yang

Page 13: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

56 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 1, Maret 2017 : 44 – 65

disyaratkan oleh standar akuntansi yangberlaku padahal mungkin mereka hanyabutuh informasi spesifik atau tertentu sajamisal besarnya laba, (3) bagi para manajer,mereka mungkin akan cenderung untukmengubah praktik bisnis sedemikian rupa,yang akan menghasilkan efek yang lebihmenguntungkan bagi perusahaan, (4) ter-akhir bagi auditor, terdapat kemungkinanmereka akan kehilangan fokus dan akhir-nya cenderung melupakan prosedur audityang seharusnya dilakukan.

Tindakan-tindakan yang dapat dila-kukan untuk menjadi solusi atas permasa-lahan overload standar akuntansi, yang manatelah direkomendasikan oleh Komite Scottdalam Kelley (1982), adalah: (1) memper-tahankan status quo, (2) mengembangkandua jenis atau set dari standar akuntansiyang berlaku, (3) menyederhanakan standarakuntansi yang berlaku untuk seluruh enti-tas bisnis, (4) mengubah standar pelaporanauditor, (5) mengembangkan alternatif daristandar akuntansi yang berlaku.

Beberapa penelitian tentang overloadstandar akuntansi telah dilakukan olehbeberapa peneliti, antara lain yang dilaku-kan oleh Nair dan Rittenberg (1982) membe-rikan hasil bahwa para akuntan publik danmanajer perusahaan di Amerika percayaakan timbul biaya yang lebih besar bagiUMKM untuk mengikuti SAK Umum sertadiperlukannya SAK yang khusus bagiUMKM. Sedangkan penelitian yang dilaku-kan Knutson, Dennis, dan Wichman (1985)menyimpulkan bahwa standar pengungkap-an lebih penting bagi usaha besar daripadausaha skala kecil dan menengah. Dengandemikian, standar pengukuran dan peng-ungkapan yang sama tidak dapat diterapkanpada seluruh perusahaan, dan penerapanstandar pengukuran serta standar peng-ungkapan yang sama akan memberatkanbagi UMKM. Wahdini dan Suhairi (2006)meneliti tentang persepsi akuntan diIndonesia terhadap overload standar akun-tansi keuangan bagi usaha kecil danmenengah. Dengan menggunakan akuntanpajak dan akuntan bank, hasil penelitian

menunjukkan bahwa kedua kelompokakuntan tersebut memiliki persepsi yangsama bahwa SAK yang dijadikan pedomandalam penyusunan laporan keuangan diIndonesia memberatkan bagi UMKM. Man-faat penyusunan laporan keuangan jauhlebih dirasakan oleh usaha besar daripadaUMKM karena UMKM harus mengeluarkanbiaya yang lebih besar dibandingkan man-faat yang diperoleh dengan menyusunlaporan keuangan.

Latar Belakang Lahirnya SAK ETAPMenanggapi hasil dari diskusi yang

telah lama ramai dibicarakan terkait terja-dinya overload standar akuntansi serta ba-nyaknya keseragaman hasil penelitian ter-kait overload standar akuntansi bagi UMKM,IASC (International Accounting StandardCommittee) sebagai badan penyusun standarakuntansi Internasional sebelum IASB(International Accounting Standard Board)muncul, mulai mengembangkan sebuahstandar yang diharapkan dapat menjadisolusi atas hal tersebut. Tahun 2001 adalahtahun dimana IFRS for SMEs mulai dikem-bangkan. IFRS for SMEs disusun denganharapan dapat digunakan sebagai alternatifdari standar yang telah ada. Indonesia jugamenerbitkan standar serupa, yaitu SAK-ETAP. Sebelum SAK ETAP diterbitkan,UMKM di Indonesia menggunakan SAKUmum sebagai pedoman dalam menyusunlaporan keuangan. Di satu sisi merekamenginginkan laporan keuangan yang se-suai standar, namun di sisi lain merekamenghadapi hambatan dalam pengaplikasi-an SAK Umum terkait dengan kompleksi-tasnya sehingga menimbulkan cost yangbesar apabila tetap diterapkan (Bunea, et al.,2012; Tudor dan Mutiu, 2008; Wahdini danSuhairi, 2006). Alasan awal dari disusunnyaSAK-ETAP merupakan salah satu bentukrespon IAI atas diperlukannya suatu standarakuntansi keuangan yang lebih sederhanatetapi tetap memenuhi kaidah kualitaspelaporan keuangan yang bertujuan umum.Pada akhirnya pun penerbitan SAK-ETAPini merupakan salah satu bentuk program

Page 14: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

SAK-ETAP Sebagai Solusi Overload Standar Akuntansi ... – Narsa, Isnalita 57

konvergensi standar akuntansi di Indonesiadengan IFRS (Wirahardja dan Wahyuni,2009).

Keterterapan SAK ETAP Pada KoperasiPada bagian ini dipaparkan hasil

penelitian terkait keterterapan SAK ETAPpada koperasi serta persepsi para pelakukoperasi dan akademisi terhadap SAKETAP. Total kuesioner yang diolah lebihlanjut adalah 120 kuesioner dengan rincian40 kuesioner keterterapan serta 40 kuesionerpersepsi dari pelaku koperasi dan 40kuesioner persepsi dari akuntan pendidik.Dari 100 kuesioner (persepsi dan keter-terapan) yang disebarkan ke 50 respondenpelaku koperasi yang sama, 49 kuesionerkembali, namun hanya 40 yang dapat di-olah. Selanjutnya dari 50 kuesioner persepsiyang disebarkan ke 50 responden akuntanpendidik, 46 kuesioner kembali, dan hanya40 kuesioner yang dapat diolah.

Demografi terkait koperasi adalahberasal dari 18 kota/kabupaten yang terse-bar di Jawa Timur, lama berdiri koperasiminimal adalah dua tahun, paling lamaadalah lima tahun, dan mayoritas sebanyak27 koperasi (67,5%) telah berdiri selama tigatahun. Mayoritas koperasi responden pene-litian ini memiliki anggota sebanyak 50-79anggota yakni sebanyak 21 koperasi (52,5%).Berikutnya untuk kelompok akuntan pen-didik sebanyak 27 responden (67,5%) ber-jenis kelamin wanita dan sisanya adalahpria.

Mayoritas pengalaman mengajar res-ponden adalah 11-15 tahun yakni sebesar 13responden (32,5%), selanjutnya 1-5 tahunsebanyak 11 responden (27,5%), dan masing-masing 8 responden memiliki pengalamanmengajar selama 6-10 tahun dan lebih dari 15tahun. Selanjutnya demografi terkait pelakukoperasi akan disampaikan di bagian pen-jelasan berikut bersamaan dengan analisishasil yang diperoleh.

Tabel 4 berikut ini menjelaskan tentangtingkat keterterapan SAK-ETAP pada kope-rasi sesuai dengan hasil penelitian ini

berdasarkan empat prinsip yang menjadiindikator untuk variabel keterterapan.Pertama, untuk indikator prinsip pengaku-an, diperoleh interval skor 48,8% (‘KurangDiterapkan’). Analisis terhadap jawabanterkait prinsip keuangan diketahui bahwaberdasarkan SAK-ETAP, untuk laporanposisi keuangan disebutkan bahwa terdapatsepuluh akun minimal yang tercakup padalaporan tersebut, yaitu: (a) kas dan setarakas; (b) piutang usaha dan piutang lainnya;(c) persediaan; (d) investasi pada properti;(e) aset tetap; (f) aset tidak berwujud; (g)utang usaha dan utang lainnya; (h) aset dankewajiban pajak; (i) kewajiban diestimasi; (j)ekuitas.

Dari kesepuluh jenis akun ini ternyatahanya kas dan piutang yang dicatat denganbaik oleh koperasi, sedangkan untukdelapan akun lainnya yakni persediaan,investasi pada properti, aset tetap, aset tidakberwujud, utang usaha, aset dan kewajibanpajak, dan kewajiban diestimasi diketahuibahwa akun-akun tersebut tidak dicatat olehkoperasi. Untuk laporan laba rugi, ber-dasarkan SAK ETAP akun-akun yangminimal harus terdapat di dalamnya adalah:(a) pendapatan; (b) beban keuangan; (c)bagian laba atau rugi dari investasi yangmenggunakan metode ekuitas; (d) bebanpajak; (e) laba atau rugi neto.

Beban keuangan di sini dibagi menjadidua yaitu beban operasional dan beban nonoperasional. Diketahui bahwa dari lima jenisakun tersebut, hanya dua yang dicatatdengan baik, yaitu beban operasional danlaba atau rugi bersih, sedangkan sisanyahampir tidak pernah bahkan tidak pernahdicatat oleh sebagian besar responden. Halini konsisten dengan temuan yang ada padaakun-akun di laporan perubahan posisikeuangan yang mana diketahui bahwa akunaset dan kewajiban pajak serta aset tetaptidak pernah dicatat oleh koperasi yangmenjadi responden pada penelitian ini, makasudah pasti untuk akun beban pajak danbeban non-operasional (beban penyusutan)juga tidak pernah dicatat.

Page 15: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

58 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 1, Maret 2017 : 44 – 65

Tabel 4Tingkat Keterterapan SAK ETAP Pada Koperasi

No. KeteranganSkor Jawaban Skor

NyataSkorIdeal Interval KategoriTP

(1)HTP(2)

K(3)

SR(4)

SL(5)

1. IndikatorPrinsipPengakuan

Frekuensi 742 51 178 101 328 14007000 0,488 Kurang

DiterapkanTotalSkor

742 102 534 404 1640 3422

2. IndikatorPrinsipPengukuran

Frekuensi 27 4 14 8 27 80400 0,610 DiterapkanTotal

Skor27 8 42 32 135 244

3. IndikatorPinsipPengungkapan

Frekuensi 21 11 38 39 51 160800 0,736 DiterapkanTotal

Skor42 22 114 156 255 589

4. InvikatorPrinsipPenyajian

Frekuensi 53 11 77 67 152 3601800 0,907 Sangat

DiterapkanTotalSkor

53 22 231 268 760 1634

5. VariabelKeterterapan

Frekuensi 843 77 307 215 558 200010000 0,556 Kurang

DiterapkanTotalSkor

843 154 921 860 2790 5568

Kemudian untuk akun maupun non akunyang ada di laporan perubahan ekuitas danlaporan arus kas yang dicatat dengan baikhanya: (1) distribusi ke pemilik ekuitas; (2)kas keluar yang dibayarkan untuk anggota;dan (3) kas masuk yang didapatkan daripinjaman selain pihak bank.

Pada indikator prinsip pengukuran, di-peroleh interval skor sebesar 61% (‘Di-terapkan’). Perolehan skor ini hampir men-dekati kriteria ‘Kurang Diterapkan’. Itempertanyaan yang terdapat pada indikator inihanya ada dua, yakni: (1) biaya historis; dan(2) nilai wajar. Pengukuran adalah prosespenetapan jumlah uang untuk mengakuidan memasukkan setiap unsur laporan ke-uangan ke dalam laporan posisi keuangan.Berdasarkan SAK ETAP, dasar pengukuranyang umum digunakan sebagian besaradalah biaya historis dan sebagian keciladalah nilai wajar. Pengukuran denganmenggunakan nilai wajar hanya diperuntuk-kan untuk akun-akun tertentu seperti inves-tasi, efek utang, efek ekuitas, dan sebagainyayang dimaksudkan untuk diperdagangkan.Oleh karena sebagian besar pelaku koperasiyang menjadi responden pada penelitian inimemiliki tingkat pendidikan terakhir SMA,tidak memiliki latar belakang akuntansi danbelum pernah mendapatkan pelatihan SAK

ETAP, maka dapat dipastikan mereka tidakmemiliki pemahaman mendasar tentangbiaya historis dan nilai wajar. Pemberianpenjelasan secara singkat pada kuesionertentang dua jenis pengukuran nampaknyatidak terlalu membantu karena diketahuibahwa responden (17 orang) lebih banyakmemilih kategori ‘Selalu’ untuk nilai wajardibandingkan biaya historis (10 orang),padahal kemungkinan besar koperasi yangmenjadi responden pada penelitian inidipastikan sangat jarang bahkan tidakpernah melakukan transaksi pembelian danpenjualan efek untuk diperdagangkan(trading securities).

Selanjutnya untuk indikator prinsippengungkapan, skor interval yang dipero-leh lebih tinggi dibandingkan dua prinsipindikator sebelumnya yaitu sebesar 73,6%(‘Diterapkan’). Syarat pengungkapan berda-sarkan SAK-ETAP setidaknya hanya meme-nuhi dua hal yakni: (1) menyajikan infor-masi tentang dasar penyusunan laporankeuangan dan kebijakan akuntansi tertentuyang digunakan serta kebijakan akuntansilain yang digunakan yang relevan untukmemahami laporan keuangan dan (2)mengungkapkan informasi yang disyarat-kan dalam SAK-ETAP dan juga informasitambahan tetapi tidak disajikan dalam la-

Page 16: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

SAK-ETAP Sebagai Solusi Overload Standar Akuntansi ... – Narsa, Isnalita 59

poran keuangan. Sebagian besar koperasiyang menjadi responden pada penelitian inidalam membuat catatan atas laporankeuangannya telah mengungkapkan de-ngan cukup baik sesuai dengan SAK ETAP.Dari empat butir pertanyaan yang ada padaindikator ini, pengungkapan yang palingbanyak dilakukan oleh sebagian besar res-ponden pelaku koperasi adalah peng-ungkapan informasi domisili dan bentukhukum. Sedangkan informasi tentang dasarpenyusunan laporan keuangan dan kebijak-an akuntansi tertentu serta informasi tam-bahan yang dipandang relevan, sebagianbesar responden memilih jawaban kadang-kadang.

Indikator terakhir yakni indikatorprinsip penyajian mendapatkan skor inter-val paling tinggi dibandingan indikator-indikator lainnya, yaitu sebesar 90,7%(‘Sangat Diterapkan’). Diketahui bahwa ha-nya dua jenis laporan keuangan yang rutindisajikan oleh sebagian besar koperasi, yak-ni laporan perubahan posisi keuangan(neraca) dan laporan laba rugi (jika padakoperasi disebut laporan sisa hasil usaha).Sesuai SAK-ETAP, penyajian laporan ke-uangan yang lengkap adalah terdiri darilima jenis laporan keuangan. Tiga laporankeuangan lain yang penyajiannya jarangdilakukan oleh sebagian besar koperasi ada-lah laporan arus kas, catatan atas laporankeuangan, dan laporan perubahan ekuitas.Laporan perubahan ekuitas diketahui meru-pakan jenis laporan keuangan yang palingjarang dibuat oleh responden koperasi padapenelitian ini. Selain itu didapatkan hasilpula bahwa: (1) penyajian pemisahan klasi-fikasi akun berdasarkan lancar atau tidak-nya; (2) penyajian laporan keuangan mini-mal satu tahun sekali; dan (3) penyajianlaporan keuangan komparatif dengan tahunsebelumnya, telah dilakukan dengan baikoleh sebagian besar koperasi. Hal ini me-nunjukkan bahwa sebagian besar koperasitelah memiliki pemahaman yang cukup me-madai tentang prinsip penyajian secara garisbesar.

Secara keseluruhan jika dilihat darivariabel keterterapan, hasil interval skoryang didapat adalah sebesar 55,8% yangmasuk pada kategori ‘Kurang Diterapkan’.Menengok pada pemaparan pada paragraf-paragraf sebelumnya, hasil ini menunjuk-kan bahwa sebagian besar koperasi cukupmenerapkan SAK-ETAP namun hanya padaprinsip penyajian dan prinsip pengung-kapan, sedangkan untuk prinsip pengakuandan pengukuran belum diterapkan denganbaik.

Alasan dari sedikitnya akun maupunnon-akun serta juga prinsip-prinsip yangditerapkan berdasarkan SAK ETAP adalahkarena jenis koperasi yang menjadi respon-den pada penelitian ini adalah koperasisimpan pinjam.

Hal penting lain yang ditemukan ada-lah sebagian besar koperasi yang menjadiresponden pada penelitian ini tidak pernahmencatat akun utang bank, maka hal terse-but menunjukkan bahwa sebagian besar ko-perasi tidak pernah memperoleh akses daripihak bank untuk dapat bantuan dana. Ter-akhir, dari data demografi diketahui seba-nyak 25 responden (62,5%) hanya berpen-didikan terakhir SMA dan sebanyak 19 res-ponden (47,5%) tidak memiliki latar bela-kang akuntansi. Selain itu separuh respon-den belum pernah mendapatkan pelatihantentang SAK-ETAP, sehingga kembali lagi,selain alasan yang telah disebutkan sebe-lumnya, terdapat kemungkinan pedomanSAK-ETAP masih memberatkan para pela-ku koperasi karena hambatan dari karak-teristik pelaku koperasi.

Persepsi Pelaku Koperasi dan AkuntanPendidik Terhadap Penerapan SAK ETAP

Tabel 5 dan 6 berikut ini memaparkanbagaimana persepsi pelaku koperasi danakuntan pendidik secara keseluruhan danberturut-turut untuk tiga indikator yang adapada variabel persepsi itu sendiri. IndikatorI adalah indikator pengetahuan, indikator IIadalah indikator pandangan terkait legalitasdan indikator III adalah indikator pendapat.

Page 17: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

60 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 1, Maret 2017 : 44 – 65

Kelompok responden pelaku koperasi,seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5variabel persepsi masuk pada kategori‘Setuju’ dengan skor interval 0,726 sedang-kan untuk kelompok akuntan pendidik jugamasuk pada kategori ‘Setuju dengan skor

interval 0,754. Selanjutnya untuk kelompokpelaku koperasi, berturut-turut untukindikator I, II, dan III skor interval adalahsebesar 0,680; 0,706; 0,755 yang kesemuanyamasuk pada kategori ‘Setuju’.

Tabel 5Persepsi Pelaku Koperasi Terhadap Penerapan SAK ETAP

No. KeteranganSkor Jawaban

SkorNyata

SkorIdeal Interval Kategori

PersepsiSTS(1)

TS(2)

K(3)

S(4)

SS(5)

1. VariabelPersepsi

Frekuensi 1 68 126 306 59 5602800 0,726 SetujuTotal Skor 1 136 378 1224 295 2034

2. IndikatorI

Frekuensi 1 30 64 98 7 2001000 0,680 SetujuTotal Skor 1 60 192 392 35 680

3. IndikatorII

Frekuensi 0 19 29 61 11 120 600 0,706 SetujuTotal Skor 0 38 87 244 55 4244. Indikator

IIIFrekuensi 0 19 33 147 41 240

1200 0,775 SetujuTotal Skor 0 38 99 588 205 930

Tabel 6Persepsi Akuntan Pendidik Terhadap Penerapan SAK ETAP

No. KeteranganSkor Jawaban

Total SkorIdeal Interval Kategori

PersepsiSTS(1)

TS(2)

K(3)

S(4)

SS(5)

1. VariabelPersepsi

Frekuensi 0 64 117 263 116 5602800 0,754 Setuju

Total Skor 0 128 351 1052 580 21112. Indikator I Frekuensi 0 24 25 88 63 200

1000 0,790 SetujuTotal Skor 0 48 75 352 315 7903. Indikator

IIFrekuensi 0 21 59 28 12 120 600 0,651 Kurang

SetujuTotal Skor 0 42 177 112 60 3914. Indikator

IIIFrekuensi 0 2 30 128 80 240

1200 0,838 SetujuTotal Skor 0 4 90 512 400 1006

Kelompok akuntan pendidik, sesuaiyang ada pada Tabel 6, berturut-turut adalahsebesar 0,790; 0,651; 0,838 yang manaindikator I dan III masuk pada kategori‘Setuju’ namun ‘Kurang Setuju’ untukindikator II. Beberapa hasil menarik yangterungkap melalui eksplorasi statistik des-kriptif di antaranya adalah: (a) sebanyaktujuh (20%) pelaku koperasi tidak me-ngetahui bahwa terdapat standar akuntansisebagai pedoman bagi Koperasi sedangkanseluruh akuntan pendidik yakni sebanyak 40responden (100%) mengetahuinya; (b) seba-

nyak 23 (52,5%) responden akuntan pendi-dik tidak setuju bahwa SAK-ETAP merupa-kan sebuah pedoman yang baku dalampenyusunan laporan keuangan bagi kopera-si. Sebaliknya untuk kelompok pelaku ko-perasi, yang juga tidak setuju terhadap le-galitas jumlahnya lebih kecil dibandingkankelompok akuntan pendidik yakni seba-nyak 15 responden pelaku koperasi (38%); (c)kemampuan koperasi dalam melakukanpenilaian kinerja usaha serta dalam melaku-kan evaluasi untuk periode yang akan da-tang akan semakin meningkat, diketahui

Page 18: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

SAK-ETAP Sebagai Solusi Overload Standar Akuntansi ... – Narsa, Isnalita 61

bahwa jumlah responden pelaku koperasiyang tidak setuju akan hal tersebut adalah 10responden (25%) yang mana lebih banyakdibanding kelompok responden akuntanpendidik yang hanya 2 responden (5%).

Hasil Uji HipotesisDengan menggunakan independent t-test,

telah didapatkan hasil bahwa terdapatperbedaan persepsi antara kelompok pelakukoperasi dengan kelompok akuntan pendi-dik, sehingga hipotesis yang telah dirumus-kan tidak ditolak dengan tingkat keperca-

yaan 95%. Tabel 7 menyajian rincian atashasil signifikansi uji-t adalah sebagai berikut:(1) indikator pengetahuan terhadap SAKETAP diperoleh hasil p<0,000 (terdapatperbedaan), (2) indikator pandangan ter-hadap eksistensi dan legalitas SAK ETAPdiperoleh hasil p>0,102 (tidak terdapatperbedaan), (3) indikator pendapat terhadapSAK ETAP diperoleh hasil p<0,013 (terdapatperbedaan), (4) variabel persepsi diperolehhasil p<0,010 (terdapat perbedaan), sehinggadengan demikian hipotesis penelitian initerdukung.

Tabel 7Hasil Independent-Sample T-Test

No. Keterangan Kelompok Mean Std. Sig. Hasil1. Indikator Pengetahuan PK 3,400 0,597 0,000 Terdapat perbedaan

AP 3,950 0,4382. Indikator Legalitas PK 3,533 0,776 0,102 Tidak terdapat perbedaan

AP 3,258 0,7093. Indikator Pendapat PK 3,875 0,631 0,013 Terdapat perbedaan

AP 4,191 0,4684. Variabel Persepsi PK 3,632 0,542 0,010 Terdapat perbedaan

AP 3,906 0,357Keterangan: PK= Pelaku Koperasi; AP= Akuntan Pendidik

PembahasanBerdasarkan hasil penelitian ini dan

beberapa penelitian sebelumnya yang manatelah dibahas pada bagian telaah literatur,maka dapat disimpulkan bahwa SAK ETAPsebenarnya telah berhasil berperan sebagaialternatif standar yang lebih sederhana, na-mun hanya untuk jenis UMKM yang telahberbadan hukum, menerima mandatori un-tuk menggunakan SAK ETAP, serta seringmenerima pelatihan mengenai SAK ETAP.Harus disadari bahwa semua UMKM belummampu untuk menerapkannya. Bahkanpengetahuan terkait akuntansi dasar punmayoritas pelaku UMKM masih tidak me-milikinya.

Hal tersebut khususnya terjadi padaUMKM yang omzetnya masih di kisaranlingkup usaha mikro serta masih memilikiketerbatasan sumber daya manusia. Hasilpenelitian ini menunjukkan bahwa persepsipara pelaku koperasi pada umumnya sudah

menganggap bahwa laporan keuangan itupenting, namun karena masih sedikitnyapengetahuan akuntansi yang dimiliki, makamereka memiliki pemikiran yang kurangtepat mengenai catatan keuangan usaha,serta perlakuan yang tidak tepat antarapengeluaran dan harta pribadi dengan pe-ngeluaran dan harta usaha. Terdapat ke-mungkinan bahwa apabila mereka, minimalsaja, melakukan pencatatan akuntansi sajadengan baik, akan terbuka peluang bagimereka untuk dapat menerima dana kreditdari lembaga keuangan formal.

Adanya kecenderungan entitas bisnisskala kecil dan menengah tidak memilikilaporan yang formal dan sistematis ataskinerja perusahaan mereka, dapat disebab-kan karena entitas bisnis skala kecil dan me-nengah tidak memerlukan adanya penga-wasan yang ketat, dalam artian bahwamereka tidak memiliki akuntabilitas publikyang signifikan sehingga umumnya mereka

Page 19: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

62 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 1, Maret 2017 : 44 – 65

baru akan membuat laporan keuangan yangbaku jika memang diperlukan dan diminta.Seperti misalnya untuk kasus pada kope-rasi, sebagai salah satu jenis entitas bisnisskala kecil dan menengah yang berbadanhukum, pembuatan laporan keuangan yangbaku umumnya baru akan dibuat saat me-minta akses pendanaan ke bank, saatdiminta pertanggungjawaban atas penge-lolaan dana atau hibah yang diberikan, dansaat laporan keuangan mendapat otorisasiuntuk diaudit. Terdukungnya hipotesispenelitian ini selaras dengan yang telahdisampaikan Robbins dan Judge (2007)mengenai persepsi. Mereka menyatakanbahwa persepsi masing-masing individuakan berbeda ketika menghadapi suatupermasalahan tertentu. Perbedaan persepsitersebut dapat disebabkan oleh berbagaifaktor, yakni faktor pada pemersepsi, faktordalam situasi, dan faktor pada target.

Penyebab adanya perbedaan persepsiini adalah lebih karena faktor pada pemer-sepsi atau karakteristik pribadi dari masing-masing kelompok responden. Berbagai ka-rakteristik pribadi dari pemersepsi akanmemengaruhi bagaimana ia menginterpre-tasikan apa yang ia lihat yang mana dalamhal ini adalah penerapan SAK ETAP.Diefendorff dan Greguras (2003) menyata-kan bahwa berbagai karakteristik pribadidari pemersepsi akan memengaruhi bagai-mana ia menginterpretasikan apa yang ialihat. Sehingga dengan demikian, inter-pretasi yang berbeda atas suatu hal yangsama dapat dihasilkan karena perbedaankarakteristik individual dalam proses pem-bentukan. Hasil ini senada dengan temuandari penelitian Pinasti (2007) yang menun-jukkan hasil bahwa latar belakang pendi-dikan dan adanya informasi mengenaiakuntansi memengaruhi persepsi subyekpenelitian terhadap penyelenggaraan danpenggunaan informasi akuntansi. PenelitianRudiantoro dan Siregar (2011) menunjuk-kan bahwa jenjang pendidikan terakhirberpengaruh signifikan terhadap pemaham-an responden terkait SAK ETAP. Penelitianini menunjukkan bahwa sebagian besar

responden pelaku koperasi berpendidikanterakhir SMA (62,5%), tidak memiliki latarbelakang akuntansi (44,7%), serta belumpernah mendapatkan pelatihan SAK ETAP(50%) sehingga menyebabkan mereka tidakmengerti dengan benar bagaimana penera-pan SAK ETAP. Hal tersebut tentu berbedadengan karakteristik yang dimiliki olehakuntan pendidik. Kelompok akuntan pen-didik lebih paham dari segi konseptual,dalam arti mereka lebih paham secarateoritis tentang SAK-ETAP.

SIMPULAN DAN SARANSimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bah-wa: (a) tingkat keterterapan SAK ETAPmasuk pada kategori ‘Diterapkan’ untukprinsip pengungkapan dan penyajian. Un-tuk prinsip pengakuan dan pengukuran,meskipun hasilnya masuk pada kategoriKurang Diterapkan, hal itu lebih disebabkankarena banyak akun-akun khusus yang di-syaratkan minimal ada di laporan keuanganoleh SAK ETAP, tidak terjadi pada kegiatanakuntansi Koperasi; (b) ada perbedaan per-sepsi antara kelompok pelaku koperasidengan kelompok akuntan pendidik. Ke-lompok akuntan pendidik memiliki persep-si yang lebih tinggi (setuju) dibandingkankelompok pelaku koperasi dalam hal pene-rapan SAK ETAP. Namun demikian terkaitindikator legalitas, kelompok akuntan pen-didik memilik persepsi yang lebih rendah(kurang setuju) dibandingkan kelompok pe-laku koperasi.

SaranPenelitian ini memiliki beberapa ke-

terbatasan. Pertama, penggunaan kuesionersebagai metoda pengumpulan data untukmengungkapkan tingkat keterterapan terha-dap SAK ETAP rentan terhadap resikoberupa bias keinginan sosial, bias respon,bias motif konsistensi. Penelitian selanjut-nya dapat menggunakan atau melengkapiproses pengumpulan data dengan metodelain misal dengan dianalisisnya laporan ke-uangan satu persatu dan juga wawancara.

Page 20: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

SAK-ETAP Sebagai Solusi Overload Standar Akuntansi ... – Narsa, Isnalita 63

Kedua, tingkat keterterapan yang diungkappada penelitian ini bersifat deskriptif dantidak mencoba menguji secara empiris atashasil yang diperoleh. Berdasarkan prediksiyang diperoleh bahwa SAK ETAP kemung-kinan masih overload bagi beberapa jenisUMKM, maka penelitian selanjutnya dapatmencoba mengkaitkan tingkat keterterapanyang diperoleh dengan karakteristik UMKMitu sendiri. Ketiga, penelitian ini meng-gunakan subjek penelitian berupa koperasi.Diketahui bahwa UMKM itu sendiri me-miliki banyak jenis asal sesuai dengankarakteristik UMKM itu sendiri. Koperasihanya salah satunya, maka penelitian selan-jutnya dapat menggunakan subjek peneli-tian lain. Pengembangan penelitian selanjut-nya dapat dilakukan dengan mengaitkanatau melakukan uji hubungan antara per-sepsi dengan tingkat keterterapan.

DAFTAR PUSTAKAAstutie, Y. P. dan B. Fanani. 2016. Small to

Medium-Sized Enterprises and TheirFinancial Report Quality. InternationalJournal of Economics and Financial Issues6(S4): 36-45.

Atik, A. 2010. SME's Views on the Adoptionand Application of "IFRS for SMEs" inTurkey. European Research Studies XIII(4):19-31.

Bean, L. G. 1989. An Examination of Status-Risk and Personality Variables ofPracticing Public Accountants andAccounting Academicians as Expla-nations of Receptivity/Resistance toInnovations. Disertasi. Faculty ofEconomics University of Arkansas.Fayetteville.

Bohusova, H. dan V. Blaskova. 2012. In WhatWays are Countries Which HaveAlready Adopted IFRS for SMEsDifferent?. Acta Universitatis Agri-culturae et Silviculturae MendelianaeBrunensis, 60(2): 37-44

Brunswik, E. 1943. Organic Achievementand Environmental Probability. Psycho-logical Review 50: 255-272.

Bunea, S., M. Sacarin dan M. Minu. 2012.Romanian Professional AccountantsPerception on the Differential FinancialReporting For Small And Medium-SizedEnterprises. Accounting and ManagementInformation Systems 11(1): 27-43.

Chiaburu, D. S. dan D.A. Harisson. 2008. DoPeers Make the Place? ConceptualSynthesis and Meta-Analysis of Co-worker Effect on Perceptions, Atti-tudes,OCBs, and Performance. Journal ofApplied Psychology 93(5): 1082-1103.

Churchill, N. C. dan M.F. Van Breda. 1984.Standards Overload and DifferentialReporting. Working Papers. Paper 64.

Coetzee, S. 2007. IFRS for SMEs IS small,small ENOUGH? Accountancy SA (5): 32-38.

Diefendorff, J. M. dan G .J. Greguras. 2003.Antecendents and Consequences ofEmotional Display Rule Perceptions.Journal of Applied Psychology April (2003):284-294.

DSAK IAI. 2013. Standar Akuntansi KeuanganEntitas Tanpa Akuntabilitas Publik. IkatanAkuntan Indonesia. Jakarta.

Hepp, G. W. dan W. Thomas. 1983. Accoun-ting Standards Overload: Relief IsNeeded. Journal of Accountancy 5(153):52-58.

IAPI. 2011. Panduan Penyusunan Laporan Ke-uangan Berdasarkan Standar AkuntansiKeuangan Entitas Tanpa AkuntabilitasPublik: ILUSTRASI LAPORAN KEUA-NGAN PT ETAP INDONESIA. Jakarta:Institut Akuntan Publik Indonesia.

Jonas G. J. dan S. J. Young. 1998. Bridging theGap: Who Can Bring a User Focus toBusiness Reporting. Accounting Horizons12(2): 154-169.

Kelley, T. P. 1982. Accounting StandardsOverload–Time for Action?, The CPAJournal May(52): 10-17.

Kementerian Negara Koperasi dan UMKMRepublik Indonesia. 2014. LaporanKinerja Kementerian Koperasi dan UKMTahun 2014. Jakarta: KementerianNegara Koperasi dan UMKM RepublikIndonesia.

Page 21: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

64 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 1, Maret 2017 : 44 – 65

Kilic, M., A. Uyar, dan B. Ataman. 2014.Preparedness For and Perception ofIFRS for SMEs: Evidence From Turkey.Accounting and Management InformationSystems 13(3): 492-519.

Khafid, M. 2010. Analisis PSAK No. 27Tentang Akuntansi Perkoperasian danPengaruhnya Terhadap KesehatanUsaha pada KPRI. Dinamika Akuntansi2(1): 37-45.

Knutson, D. L. dan H. Wichmann Jr. 1985.The Issue of Differential AccountingTreatment For American Small Busi-nesses, Management Forum 11(9): 1-101.

Kuncoro, M. 2000. Usaha Kecil di Indonesia:Profil, Masalah dan Strategi Pemberda-yaan. Paper dipresentasikan padaSeminar Strategi Pemberdayaan UsahaKecil di Indonesia, Yogyakarta.

Kurnianto, S., I. M. Narsa, dan A. W.Mardiyuwono. 2012. Mengungkap Ke-siapan UMKM dalam ImplementasiStandar Akuntansi Keuangan EntitasTanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)untuk Meningkatkan Akses ModalPerbankan. Jurnal Majalah EkonomiXXII(3): 204-214.

Mullerova, L., M. Pasekova dan E. Hyblova.2010. Harmonization of FinancialReporting of Small and Medium-SizedEnterprises in The Czech Republic.Journal of Modern Accounting andAuditing (6)(1): 55-64.

Nair, R. D. dan L. E. Rittenberg. 1982.Privately Held Businesses: Is There aStandards Overload, Journal of Accoun-tancy 155(2): 83.

Navarro-Garcia, J. C. dan F. Bastida. 2010. AnEmpirical Insight on Spanish ListedCompanies’ Perceptions of Internati-onal Financial Reporting Standards.Journal of International Accounting,Auditing and Taxation 19(2): 110-120.

Othcere, F. A. dan J. Agbeibor. 2012. TheInternational Financial Reporting Stan-dard for Small and Medium-sizedEntities (IFRS for SMES): Suitability forsmall businessess in Ghana. Journal of

Financial Reporting and Accounting 10(2):190-214.

Pinasti, M. 2007. Pengaruh Penyelenggaraandan Penggunaan Informasi AkuntansiTerhadap Persepsi Pemilik UKM AtasInformasi Akuntansi: Suatu Riset Ekspe-rimen. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia10(3): 321-331.

Prayudi, M. A. dan I. M. Narsa. 2015. Pene-rapan Standar Akuntansi Nasional PadaOrganisasi Nirlaba Bidang SosialKemanusiaan di Bali. Jurnal Akuntansi &Investasi 16(2): 110-120.

Purwati, A. S., I. Suparlinah, dan N. Putri.2014. The Use of Accounting Infor-mation in The Business Decision MakingProcess on Small and Medium Enter-prises in Banyumas Region, Indonesia.Economy Transdisciplinarity Cognition17(2): 63-75.

Rachmawati, R. 2011. Implementation ofIFRS FOR SME’s in Indonesia (CaseStudy on Rural Banks). GSTF BusinessReview (GBR) 1(2): 56-59.

Ram, R. dan S. Newberry. 2013. IFRS forSMEs: The IASB’s Due Process. Australi-an Accounting Review 23(1): 3-17.

Rezaee, Z. dan E. J. Burton. 1997. ForensicAccounting Education: Insights fromAcademicians and Certified FraudExaminer Practitioners. ManagerialAuditing Journal 12(9): 479-489.

_______, L. M. Smith, dan J. Z. Szendi. 2010.Convergence in Accounting Standards:Insights from Academicians andPractitioners. Advances in Accounting26(1): 142-154.

Rudiantoro, R. dan S. V. Siregar. 2012. Kuali-tas Laporan Keuangan UMKM SertaProspek Implementasi SAK ETAP.Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia9(1): 1-21

Schuetze, W. 1991. Keep It Simple. Account-ing Horizons 5(2): 113-117.

Siam, W. Z. dan M. Y. Rahahleh. 2010.Implications of Applying the Inter-national Financial Reporting Standards(IFRSs) for Small and Medium-SizedEnterprises on The Accounting Envi-

Page 22: SAK-ETAP SEBAGAI SOLUSI OVERLOAD STANDAR AKUNTANSI …repository.unair.ac.id/85258/1/Isnalita_Karya Ilmiah007-SAK-ETAP... · Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

SAK-ETAP Sebagai Solusi Overload Standar Akuntansi ... – Narsa, Isnalita 65

ronment in Jordan. Journal of Accoun-ting, Business and Management 17(2): 21-33.

Spencer-Rodgers, M. J., D. L. Williams, K.Hamilton, dan L. Wang. 2007. Cultureand Group Perception: Dispositionaland Stereotypic Inferences about Noveland National Groups. Journal of Persona-lity and Social Psychology 93(4): 525-543.

Supriyati dan P. Wulanditya. 2012. The SMEPerception towards the AccountingStandard without Public Accountability(SAK ETAP) and Self-AssessmentSystem for Increasing Voluntary TaxCompliance. IAMURE InternationalJournal of Business and Management 4(10):1-19.

Sutarto, I. dan Habbiburahman. 2008.Accountability Influence, TechnicalDifficulty, and Measurement DifficultyTowards The Implementation of Indo-nesian Standard Statement of FinancialAccounting (PSAK) No. 27 (Revised1998) about Cooperatives Accounting in

East Java. Majalah Ekonomi XVIII(2): 1-18.

Thompson, J. A. dan A. Hurdman. 1983.Accounting Standards Overload: SomeRecommendations. Journal of Accoun-tancy 7(156): 105-112.

Tudor, A. T. dan A. Mutiu. 2008. Pro andContra Opinions Regarding a SMEAccounting Standard. Journal of AnnalesUniversitatis Apulensis Series Oeconomica1(10): 1-12.

Wahdini, S. 2006. Persepsi Akuntan TerhadapOverload Standar Akuntansi Keuangan(SAK) Bagi Usaha Kecil dan Menengah.Paper dipresentasikan pada Simpo-siumNasional Akuntansi 9, Padang.

Wirahardja, R. I. dan E.T. Wahyuni. 2009.Perbedaan SAK ETAP dengan PSAK.Majalah Akuntan Indonesia, 19.

Wyk, HA. dan J. Rossouw. 2009. IFRS forSMEs in South Africa: A Giant Leap forAccounting, but Too Big For SmallerEntities in General. Mediatari Accoun-tancy Research 17(1): 99-116.