Sabtu-Minggu, 8-9 April 2017 Utama Indonesia Negara ...gelora45.com/news/SP_20170409_03.pdf ·...

1
[JAKARTA] Kesepakatan Indonesia sebagai negara kesatuan yang berdasar Pancasila sudah final dan mengikat seluruh warga negara Indonesia. Oleh kare- nanya, setiap upaya dan gerakan yang ingin meng- ubah Indonesia sebagai negara agama, dan yang bertentangan dengan Pancasila, harus dihadapi secara hukum. Demikian rangkuman penegasan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan cende- kiawan Muslim, Jimly Asshiddiqie, dalam seminar dan lokakarya bertema “Indonesia di Persimpangan: Negara Pancasila versus Negara Agama”, di Jakarta, Sabtu (8/4) pagi. “Indonesia sebagai nega- ra Pancasila adalah sudah final sehingga tidak bisa ditawar lagi. Oleh karena itu, semua hal yang bertentang- an dengan Pancasila harus ditegakkan secara hukum,” tegas Jimly. Dia mengakui, sebagai ideologi bangsa, Pancasila mungkin belum ideal bagi semua rakyat Indonesia. Namun, dia mengingatkan, secara formal tidak ada pilih- an selain menerima Pancasila sebagai pandangan hidup. “Formalnya, tidak ada pilihan, karena negara Pancasila kita sudah final. Tetapi berharap dia ideal, saat ini juga tidak mungkin. Biarlah kita nikmati dinami- ka ini. Tetapi jalan finalnya sudah selesai. Maka saya rasa kita tegakkan saja atur- an-aturan yang disepakati bersama secara demokratis,” tandasnya. Jimly mengungkapkan, belakangan ini timbul tren konservatisme. “Namun, sekali lagi negara Pancasila sudah final,” tegasnya. Atas dasar itulah, dia meyakini, ketegangan situ- asi politik dan agama akibat penyelenggaraan Pilgub DKI Jakarta akan mereda setelah hajatan politik ini usai. Dalam pandangannya, negara tidak akan bubar hanya karena seorang calon kepala daerah tidak menang. “Saya punya keyakinan, selesai nanti urusan pilkada, (ketegangan politik) mulai turun. Pilkada yang lalu, 2015 misalnya, di Kabupaten Kepulauan Sulu, Maluku Utara, daerah basis kerajaan Islam, karena 97% pendu- duknya muslim, tetapi yang terpilih sebagai bupati adalah seorang pengusaha, beraga- ma Kristen Protestan, dan dari etnis Tionghoa. Kenapa terpilih? Karena rakyatnya suka sama dia,” ujarnya. Menurutnya, ada masalah etika yang dihadapi bangsa Indonesia. Padahal, sesung- guhnya sistem etika yang diajarkan semua agama sama. Oleh karena itu, dia berharap MPR melakukan sosialisasi Tap MPR No 6 Tahun 2001 tentang Sistem Etika Kehidupan Berbangsa. “Saya minta sosialisasi- kan Tap MPR No 6 Tahun 2001 tentang Sistem Etika Kehidupan Berbangsa. Soal etika ini saatnya kita popu- lerkan. Tidak semua masalah kita selesaikan dengan per- spektif benar atau salah, tetapi ada yang sama muli- anya, dari sisi baik atau buruk. Kemajuan peradaban suatu bangsa diukur bagaimana etika bangsa,” ungkapnya. Tegakkan Aturan Sementara itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengingatkan, gejala politik identitas harus diredam. Salah satu kuncinya melalui atur- an hukum. “Aturan hukum bukan untuk membatasi, tapi lebih supaya tidak terlalu bebas. Kalau bebas cenderung menyimpang. Karena bebas itu yang membuat ideologi radikal masuk,” kata Tito. Senada dengan Jimly, dia berpendapat, nilai-nilai Pancasila perlu diajarkan secara masif. “Pancasila harus kita intensifkan lagi, harus diperkenalkan dan dide- ngungkan. Karena sejak 1998, pelan-pelan kita adopsi demokrasi liberal versi barat. Ironisnya demokrasi Pancasila sudah mulai pelan-pelan meredup,” tegas- nya. Dia juga mengungkapkan, Sumpah Pemuda 1928 sebe- narnya merupakan bukti nyata pemuda menghormati kebera- gaman. “Para pemuda setu- ju tiga hal, bertanah air, berbangsa dan berbahasa satu. Situasi kebatinan saat itu, para pemuda menafikan semua perbedaan,” ungkap- nya. Tito sempat menyoroti tema seminar. Menurutnya, aspek liberal tak disentuh dalam topik. “Saya kritik tema, ada satu yang diting- galkan yaitu liberalisme. Dunia sekarang ini lebih liberal,” kata Tito. Sementara itu, Cendekiawan Muda Muhammadiyah Ahmad Najib Burhani mengatakan, globalisasi semakin mengu- atkan politik identitas. [C-6/N-8] 3 Suara Pembaruan Sabtu-Minggu, 8-9 April 2017 Utama [JAKARTA] Ancaman kelompok radikal terhadap Indonesia semakin terbuka. Gerakan Pemuda (GP) Ansor berkomitmen mengajak seti- ap komponen bangsa bersatu menghadapi kelompok radikal. “Kita harus sinergikan langkah-langkah sesama komponen bangsa. Silaturahmi salah satu ikhtiar GP Ansor sinergikan semua kekuatan yang ada di negara dan bang- sa ini menghadapi ancaman seperti kelompok radikal,” kata Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, seusai menggelar silaturahmi kebang- saan GP Ansor dengan Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) AM Hendropriyono, di Jakarta, Jumat (7/4). Yaqut mengatakan, pihak- nya akan menggelar kegiatan bersama dengan sejumlah elemen, tak hanya dengan PKPI. “Kita akan lakukan kegiatan konkret, misalnya, sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya-bahaya kelom- pok radikal, tentang bagaima- na kita menghadapi ancam- an-ancaman mereka,” ujarnya. Dia menunjuk Pilgub DKI Jakarta sebagai ajang kon- testasi politik yang telah mengeksploitasi politik identitas. Menurutnya, Pilgub DKI sudah seperti rimba belantara. Masing-masing pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur, tim pemenangan hingga pendukung seolah saling terkam tanpa memandang rasa persaudaraan. “Ini kegelisahan GPAnsor. Perbedaan itu sejatinya karu- nia, tapi hari-hari ini perbe- daan menjadi bencana. Sekarang ini, orang kalau berbeda pilihan harus dimu- suhi, jelas ini sangat tidak baik,” tegasnya. Sementara itu, Hendropriyono mengatakan, situasi Tanah Air belakangan, memang melahirkan kegeli- sahan di sebagian kalangan. “Radikalisme makin marak. Gerakannya dari waktu ke waktu meningkat,” kata Hendropriyono. Oleh karena itulah, dia mengajak GP Ansor dan seluruh masyarakat untuk berbuat sesuatu. “Supaya kita kembali ke jati diri kita seba- gai bangsa Indonesia. Jangan kita dirusak,” ujarnya. [C-6] SP/CARLOS PAATH Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Qoumas (kiri) dan Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) AM Hendropriyono, berbicara dalam silaturahmi kebangsaan, di Jakarta, Jumat (7/4). Indonesia Negara Pancasila Sudah Final Gejala Politik Identitas Harus Diredam dengan Aturan Hukum GP Ansor Sinergikan Kekuatan Hadapi Kelompok Radikal SP/RUHT SEMIONO Sejumlah narasumber (dari kiri ke kanan) mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie, mantan Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan Siswono Yudohusodo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dan pengusaha Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto dalam seminar dan lokakarya "Indonesia di Persimpangan: Negara Pancasila vs Negara Agama" di Jakarta, Sabtu (8/4) pagi.

Transcript of Sabtu-Minggu, 8-9 April 2017 Utama Indonesia Negara ...gelora45.com/news/SP_20170409_03.pdf ·...

Page 1: Sabtu-Minggu, 8-9 April 2017 Utama Indonesia Negara ...gelora45.com/news/SP_20170409_03.pdf · kesatuan yang berdasar Pancasila sudah final dan mengikat seluruh warga negara Indonesia.

[JAKARTA] Kesepakatan Indonesia sebagai negara kesatuan yang berdasar Pancasila sudah final dan mengikat seluruh warga negara Indonesia. Oleh kare-nanya, setiap upaya dan gerakan yang ingin meng- ubah Indonesia sebagai negara agama, dan yang b e r t e n t a n g a n d e n g a n Pancasila, harus dihadapi secara hukum.

Demikian rangkuman penegasan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan cende-kiawan Muslim, Jimly Asshiddiqie, dalam seminar dan lokakarya bertema “Indonesia di Persimpangan: Negara Pancasila versus Negara Agama”, di Jakarta, Sabtu (8/4) pagi.

“Indonesia sebagai nega-ra Pancasila adalah sudah final sehingga tidak bisa ditawar lagi. Oleh karena itu, semua hal yang bertentang-an dengan Pancasila harus ditegakkan secara hukum,” tegas Jimly.

Dia mengakui, sebagai ideologi bangsa, Pancasila mungkin belum ideal bagi semua rakyat Indonesia. Namun, dia mengingatkan, secara formal tidak ada pilih-an selain menerima Pancasila sebagai pandangan hidup.

“Formalnya, tidak ada pilihan, karena negara Pancasila kita sudah final. Tetapi berharap dia ideal, saat ini juga tidak mungkin. Biarlah kita nikmati dinami-ka ini. Tetapi jalan finalnya sudah selesai. Maka saya rasa kita tegakkan saja atur-

an-aturan yang disepakati bersama secara demokratis,” tandasnya.

Jimly mengungkapkan, belakangan ini timbul tren konservatisme. “Namun, sekali lagi negara Pancasila sudah final,” tegasnya.

Atas dasar itulah, dia meyakini, ketegangan situ-asi politik dan agama akibat penyelenggaraan Pilgub DKI Jakarta akan mereda setelah hajatan politik ini usai. Dalam pandangannya, negara tidak akan bubar hanya karena

seorang calon kepala daerah tidak menang.

“Saya punya keyakinan, selesai nanti urusan pilkada, (ketegangan politik) mulai turun. Pilkada yang lalu, 2015 misalnya, di Kabupaten Kepulauan Sulu, Maluku

Utara, daerah basis kerajaan Islam, karena 97% pendu-duknya muslim, tetapi yang terpilih sebagai bupati adalah seorang pengusaha, beraga-ma Kristen Protestan, dan dari etnis Tionghoa. Kenapa terpilih? Karena rakyatnya suka sama dia,” ujarnya.

Menurutnya, ada masalah etika yang dihadapi bangsa Indonesia. Padahal, sesung-guhnya sistem etika yang diajarkan semua agama sama.

Oleh karena itu, dia berharap MPR melakukan sosialisasi Tap MPR No 6 Tahun 2001 tentang Sistem Etika Kehidupan Berbangsa.

“Saya minta sosialisasi-kan Tap MPR No 6 Tahun 2001 tentang Sistem Etika Kehidupan Berbangsa. Soal etika ini saatnya kita popu-lerkan. Tidak semua masalah kita selesaikan dengan per-spektif benar atau salah, tetapi ada yang sama muli-anya, dari sisi baik atau buruk. Kemajuan peradaban suatu bangsa diukur bagaimana etika bangsa,” ungkapnya.

Tegakkan AturanSementara itu, Kapolri

Jenderal Tito Karnavian mengingatkan, gejala politik identitas harus diredam. Salah satu kuncinya melalui atur-an hukum.

“Aturan hukum bukan untuk membatasi, tapi lebih supaya tidak terlalu bebas.

Kalau bebas cenderung menyimpang. Karena bebas itu yang membuat ideologi radikal masuk,” kata Tito.

Senada dengan Jimly, dia berpendapat, nilai-nilai Pancasila perlu diajarkan secara masif. “Pancasila harus kita intensifkan lagi, harus diperkenalkan dan dide-ngungkan. Karena sejak 1998, pelan-pelan kita adopsi demokrasi liberal versi barat. I r o n i s n y a d e m o k r a s i Pancasila sudah mulai pelan-pelan meredup,” tegas-nya.

Dia juga mengungkapkan, Sumpah Pemuda 1928 sebe-narnya merupakan bukti nyata pemuda menghormati kebera-gaman. “Para pemuda setu-ju tiga hal, bertanah air, berbangsa dan berbahasa satu. Situasi kebatinan saat itu, para pemuda menafikan semua perbedaan,” ungkap-nya.

Tito sempat menyoroti tema seminar. Menurutnya, aspek liberal tak disentuh dalam topik. “Saya kritik tema, ada satu yang diting-galkan yaitu liberalisme. Dunia sekarang ini lebih liberal,” kata Tito.

S e m e n t a r a i t u , C e n d e k i a w a n M u d a Muhammadiyah Ahmad Najib Burhani mengatakan, globalisasi semakin mengu-atkan politik identitas. [C-6/N-8]

3Sua ra Pem ba ru an Sabtu-Minggu, 8-9 April 2017 Utama

[JAKARTA] Ancaman kelompok radikal terhadap Indonesia semakin terbuka. Gerakan Pemuda (GP) Ansor berkomitmen mengajak seti-ap komponen bangsa bersatu menghadapi kelompok radikal.

“Kita harus sinergikan langkah-langkah sesama komponen bangsa. Silaturahmi salah satu ikhtiar GP Ansor sinergikan semua kekuatan yang ada di negara dan bang-sa ini menghadapi ancaman seperti kelompok radikal,” kata Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, seusai menggelar silaturahmi kebang-saan GP Ansor dengan Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) AM Hendropriyono, di Jakarta, Jumat (7/4).

Yaqut mengatakan, pihak-nya akan menggelar kegiatan bersama dengan sejumlah elemen, tak hanya dengan PKPI. “Kita akan lakukan kegiatan konkret, misalnya, sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya-bahaya kelom-pok radikal, tentang bagaima-na kita menghadapi ancam-an-ancaman mereka,” ujarnya.

Dia menunjuk Pilgub DKI

Jakarta sebagai ajang kon-testasi politik yang telah mengeksploitasi politik identitas. Menurutnya, Pilgub DKI sudah seperti rimba belantara. Masing-masing pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur, tim pemenangan hingga

pendukung seolah saling terkam tanpa memandang rasa persaudaraan.

“Ini kegelisahan GP Ansor. Perbedaan itu sejatinya karu-nia, tapi hari-hari ini perbe-daan menjadi bencana. Sekarang ini, orang kalau berbeda pilihan harus dimu-

suhi, jelas ini sangat tidak baik,” tegasnya.

S e m e n t a r a i t u , Hendropriyono mengatakan, situasi Tanah Air belakangan, memang melahirkan kegeli-sahan di sebagian kalangan. “Radikalisme makin marak. Gerakannya dari waktu ke

waktu meningkat,” kata Hendropriyono.

Oleh karena itulah, dia mengajak GP Ansor dan seluruh masyarakat untuk berbuat sesuatu. “Supaya kita kembali ke jati diri kita seba-gai bangsa Indonesia. Jangan kita dirusak,” ujarnya. [C-6]

SP/CarloS Paath

Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Qoumas (kiri) dan Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) aM hendropriyono, berbicara dalam silaturahmi kebangsaan, di Jakarta, Jumat (7/4).

Indonesia Negara Pancasila Sudah FinalGejala Politik Identitas Harus Diredam dengan Aturan Hukum

GP Ansor Sinergikan Kekuatan Hadapi Kelompok Radikal

SP/rUht SeMIono

Sejumlah narasumber (dari kiri ke kanan) mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly asshiddiqie, mantan Menteri transmigrasi dan Pemukiman Perambah hutan Siswono Yudohusodo, Kapolri Jenderal tito Karnavian, dan pengusaha Sudhamek agoeng Waspodo Soenjoto dalam seminar dan lokakarya "Indonesia di Persimpangan: negara Pancasila vs negara agama" di Jakarta, Sabtu (8/4) pagi.