RS1 2020 1 702 2001568000 Bab2 - library.binus.ac.id
Transcript of RS1 2020 1 702 2001568000 Bab2 - library.binus.ac.id
11
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Theory of Planned Behavior
Teori tindakan beralasan (Theory of Reasond Action) diusulkan oleh Ajzen dan
Fishbein (1980), dan diperbaharui oleh Ajzen pada tahun 1991 menjadi teori perilaku
direncanakan (Theory of Planned Behavior), teori ini telah digunakan selama dua
dekade untuk meneliti keinginan dan perilaku berbagi. Teori Tindakan Ajzen dan
Fishbein, (1980), mengasumsikan perilaku ditentukan oleh keinginan individu untuk
melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu atau sebaliknya. Keinginan
ditentukan oleh dua variabel independent termasuk sikap dan norma subyektif. Teori
perilaku direncanakan ini dikembangkan dari teori Tindakan beralasan dengan
memasukkan tambahan yaitu membangun perilaku control yang disarankan. Teori ajzen
tentang sikap terhadap perilaku mengacu pada derajat mana seseorang memiliki
penilaian evaluasi menguntungkan atau tidak menguntungkan dari perilaku dalam
sebuah pertanyaan, (Ajzen, 1991).
Teori ini awalnya dinamai Theory of Reasoned Action (TRA), dikembangkan
Tahun 1967, selanjutnya teori tersebut terus direvisi dan diperluas oleh Icek Ajzen dan
Martin Fishbein. Mulai tahun 1980 teori tersebut digunakan untuk mempelajari perilaku
manusia dan untuk mengembangkan intervensi-intervensi yang lebih mengena. Pada
Tahun 1988, hal lain ditambahkan pada model reasoned action yang sudah ada tersebut
dan kemudian dinamai Theory of Planned Behavior (TPB), untuk mengatasi kekurangan
yang ditemukan oleh Ajzen dan Fishbein melalui penelitian-penelitian mereka dengan
menggunakan Theory of Reasoned Action (TRA). Icek Ajzen adalah seorang professor
psikologi di University of Massachusetts. Ia menerima gelar Ph.D di bidang psikologi
sosial dari University of Illinois dan selama beberapa tahun menjadi Visiting Professor
at Tel-Aviv University di Israel. Ia banyak menulis artikel, dan bersama Martin Fishbein
menulis berbagai paper, jurnal dan buku-buku mengenai Theory of Reasoned Action dan
Theory of Planned Behavior. Ajzen dan Fishbein menulis buku Understanding Attitude
and Predicting Social Behavior yang telah banyak dipakai di kalangan akademik dan di
wilayah psikologi sosial, yang diterbitkan pada tahun 1980. Martin Fishbein adalah
12
profesor pada Department of Psychology and the Institute of Communications Research
pada University of Illinois di Urbana. Ia seorang konsultan pada the International Atomic
Energy Agency, The Federal Trade Commission and Warner Communications, Inc.
Bersama dengan Ajzen, ia telah menulis buku Belief, Attitude, Intention and Behavior:
An Introduction to Theory and Research pada tahun 1975. Ia juga telah banyak menulis
buku - buku teks, dan artikel-artikel. Ia mulai berfikir mengenai peran sikap dalam
mempengaruhi perilaku di awal 1960-an dan di awal 1970-an berkolaborasi dengan
Ajzen mengembangkan Theory of Reasoned Action dan Theory of Planned Behavior.
Teori tindakan beralasan (Theory of Reasoned Action) dirumuskan pada tahun
1967 dalam upaya untuk memberikan konsistensi dalam studi hubungan antara perilaku
dan sikap, (Fishbein dan Ajzen 1975; Werner 2004). Teori Perilaku yang Direncanakan
(Theory of Planned Behavior), (Ajzen 1991) dianggap sebagai perluasan dari teori
tindakan beralasan, (Werner 2004). Asumsi utama dari teori tindakan beralasan dan teori
perilaku yang direncanakan adalah individu rasional dalam mempertimbangkan tindakan
mereka dan implikasi dari tindakan mereka (pengambilan keputusan). Rasionalitas
pengambilan keputusan mengasumsikan bahwa keputusan tersebut dibuat di bawah
ketidakpastian, (Basu 1996; Eppen et al. 1998). Pembuatan keputusan rasional
menyiratkan bahwa diharapkan adanya hasil yang optimal atau unit pengambilan
keputusan menyadari semua dampak dan konsekuensi, (Basu 1996; Bazerman 2002;
Eppen et al. 1998). Pembuatan keputusan rasional menyiratkan bahwa diharapkan
adanya hasil yang optimal atau unit pengambilan keputusan menyadari semua dampak
dan konsekuensi, (Basu, 1996).
Menurut Tussaniyah (2016) timbulnya niat untuk berperilaku ditentukan oleh tiga
faktor, yaitu :
1. Behavioral Beliefs adalah sebuah keyakinan individu akan hasil dari suatu
perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut.
2. Normaive Beliefs adalah sebuah keyakinan tentang harapan normatif orang
laik dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut.
3. Control Beliefs adalah sebuah keyakinan tentang keberadaan suatu hal yang
mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan dan
persepsinya tentang kekuatan suatu hal yang mendukung dan menghambat
13
perilakunya tersebut (Perceived Power).
2.2. Pajak Secara Umum
Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari
kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-
sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan
nasional. Sesuai falsafah Undang-Undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya
merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut
berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan
nasional.
2.2.1. Pengertian Pajak
Pajak menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No.
16 Tahun 2009 (Pasal 1 Ayat 1), Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Soemitro
(2019), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara dengan tidak mendapatkan jasa
timbal balik secara langsung yang digunakan untuk pembayaran umum yang disebut
dengan pajak. Saraswati dkk (2018) menyebutkan bahwa pajak merupakan sumber
utama dari pendapatan negara yang berguna untuk pembangunan maupun perbaikan di
berbagai bidang. Pengertian lain dari pajak menurut Ratnawati (2016), pajak adalah
pungutan yang dilakukan oleh negara yang digunakan untuk pengeluaran umum
pemerintah tersebut berdasarkan kekuatan Undang-Undang dan aturan pelaksanaan
yang terlambat ditentukan dan tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual
oleh pemerintah.
14
2.2.2. Jenis Pajak
Menurut Siti Resmi (2016) terdapat berbagai jenis pajak yang telah
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
1. Menurut Golongan
a. Pajak Langsung, yaitu Wajib Pajak yang harus menanggung sendiri
pajaknya dan tidak dapat dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.
b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang dapat dibebankan kepada orang lain
atau pihak ketiga.
2. Menurut Sifat
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan
pribadi Wajib Pajak atau memperhatikan keadaan subjeknya.
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang pengenaannya tidak memperhatikan
keadaan subjeknya atau pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya.
3. Menurut Lembaga Pemungut
a. Pajak Negara, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai kebutuhan rumah tangga negara pada
umumnya.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik
daerah tingkat I (Pajak Provinsi) maupun daerah tingkat II (Pajak
Kabupaten/Kota) digunakan untuk kepentingan rumah tangga daerah
masing-masing.
2.2.3. Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2016), Sistem Pemungutan Pajak ada tiga , yaitu :
1. Official Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak. Official Assesment System mempunyai ciri-ciri yaitu:
a. Mempunyai wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada
pada fiskus.
b. Wajib Pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus.
15
2. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Self
Assesment System mempunyai ciri-ciri yaitu :
a. Mempunyai sebuah wewenang untuk dapat menentukan besarnya pajak
yang terutang ada pada Wajib Pajak.
b. Wajib Pajak aktif (mulai dari menghitung pajak, menyetor pajak, dan
melaporkan pajak terutang dengan sendirinya).
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi
3. Withholding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk
memotong atau memungut pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Withholding Tax System mempunyai ciri-ciri yaitu mempunyai sebuah
wewenang untuk memotong atau memungut pajak yang terutang ada pada
pihak ketiga yaitu pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
2.3. Wajib Pajak
2.3.1. Pengertian Wajib Pajak
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan (Undang-Undang KUP) Pasal 1 Ayat 2 disebutkan bahwa
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan. Wajib Pajak harus memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
merupakan nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas
Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya dalam membayar pajak.
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) diberikan kepada Wajib Pajak yang telah
memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagaimana telah diatur dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan.
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) tidak berubah meskipun Wajib Pajak pindah
16
tempat tinggal/tempat kedudukan atau mengalami pemindahan tempat terdaftar.
Pengertian Wajib Pajak diatas dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak berisi orang
pribadi maupun badan yang membayar pajak dan pemungut pajak yang mempunyai
hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan peraturan perundang-
undangan perpajakan dan Wajib Pajak harus mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) sebagai identitas dalam melaksanakan hak dan kewajibannya dalam
membayar pajak.
2.3.2. Pengelompokkan Wajib Pajak
Pengelompokkan Wajib Pajak menurut Kementrian Keuangan Direktorat
Jenderal Pajak dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :
1. Wajib Pajak Orang Pribadi
Wajib Pajak Orang Pribadi mempunyai kategori sebagai berikut :
a. Orang Pribadi (Induk) yaitu Wajib Pajak yang belum menikah dan suami
sebagai kepala keluarga.
b. Hidup Berpisah (HB) yaitu wanita yang sudah kawin dikenai pajak secara
terpisah karena hidup berpisah berdasarkan putusan hakim.
c. Pisah Harta (PH) yaitu suami-istri yang dikenai pajak secara terpisah
karena menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan
harta dan penghasilan secara tertulis.
d. Memilih Terpisah (MT) yaitu wanita yang sudah kawin, selain kategori
Hidup Berpisah dan Pisah Harta yang dikenai pajak secara terpisah
karena memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan
terpisah dari suaminya.
e. Warisan Belum Terbagi (WBT) yaitu sebagai satu kesatuan merupakan
subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli
waris.
2. Wajib Pajak Badan
Wajib Pajak Badan mempunyai kategori sebagai berikut :
a. Badan yaitu sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha.
b. Joint Operation yaitu bentuk kerja sama operasi yang melakukan
17
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak atas nama
bentuk kerja sama operasi.
c. Kantor Perwakilan Perusahaan Asing yaitu Wajib Pajak perwakilan
dagang asing atau kantor perwakilan perusahaan asing (Representative
Office/Liaison Office) di Indonesia yang bukan Bentuk Usaha Tetap.
d. Bendahara yaitu bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dan diwajibkan melakukan
pemotongan atau pemungutan pajak.
e. Penyelenggara Kegiatan yaitu pihak selain Wajib Pajak Badan
sebelumnya yang melakukan pembayaran imbalan dengan nama dan
dalam bentuk apapun sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan.
2.4. Pajak Daerah
2.4.1. Pengertian Pajak Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 Angka 10 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah
kontribusi Wajib Pajak kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk kepentingan atau keperluan daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Adapun definisi lain yang menyatakan Pajak
Daerah merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
kepentingan pemerintah daerah. Secara garis besar pendapatan yang dimiliki oleh
setiap daerah yang masuk ke kas daerah terutama adalah bagi daerah yang memiliki
hak otonomi daerah.
Menurut Mardiasmo (2016) berpendapat bahwa pengertian atau istilah yang
terkait dengan Pajak Daerah antara lain sebagai berikut :
1. Daerah Otonom , yang disebut juga daerah adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
18
2. Pajak Daerah, yang disebut juga pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada
daerah yang terutang oleh orang pribadi maupun badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan
dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi
lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasti kolektif
dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).
4. Subjek Pajak merupakan orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Pajak.
5. Wajib Pajak merupakan orang pribadi maupun badan meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungutan pajak yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentutan dengan ketentutan peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah.
2.4.2. Fungsi Pajak Daerah
Sebagaimana halnya dengan pajak pusat, pajak daerah mempunyai peran penting
dalam pelaksanaan ungsi negara atau pemerintah, baik dalam fungsi mengatur
(Regulerend), penerimaan (Budgetory), redistribusi (Redistributive), dan alokasi
sumber daya (Resource Allocation) maupun kombinasi antara keempat fungsi tersebut.
Pada umumnya fungsi pajak daerah lebih diarahkan untuk alokasi sumber daya dalam
rangka penyediaan pelayanan kepada masyarakat, fungsi reglasi untuk pengendalian.
Fungsi pajak daerah dapat dikelompokkan menjadi dua fungsi utama yaitu fungsi
Budgetory dan fungsi Regulerend tetapi pembedaan tersebut tidak dikotomis. Fungsi
Pajak Daerah menurut Resmi (2016: 3) yaitu :
1. Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Fungsi yang paling utama dari pajak daerah yaitu untuk mengisi kas daerah.
Fungsi yang dimaksud yaitu fungsi Budgerair yang secara sederhana dapat
19
diartikan sebagai alat pemerintah daerah untuk menghimpun dana dari masyarakat
untuk berbagai kepentingan pembiayaan pembangunan daerah.
2. Fungsi Pengaturan (Regulerend)
Fungsi lain dari pajak daerah yaitu untuk mengatur atau Regulerend. Dalam hal ini
pajak daerah dapat digunakan oleh pemerintah daerah sebagai instrumen untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu.
2.4.3. Ciri-ciri Pajak Daerah
Menurut Menurut Kurnia (2017) Pajak daerah mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Pajak daerah secara ekonomis dapat dipungut yang dimaksud yaitu perbandingan
antara penerimaan pajak harus lebih besar dibandingkan ongkos pemungutannya.
2. Relatif stabil yaitu pajak tidak bisa berfluktuasi terlalu besar, kadang-kadang
meningkat secara drastis dan ada kalanya menurun secara tajam.
3. Basis pajaknya harus merupakan perpaduan antara prinsip keuntungan (Benefit)
dan kemampuan untuk membayar (Ability to Pay).
2.4.4. Prinsip-prinsip Pajak Daerah
Menurut Triswati, Febrina (2017), Pajak daerah memiliki prinsip yang telah
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Prinsip Keadilan (Equity)
Dalam prinsip ini ditekankan pentingnya keseimbangan berdasarkan kemampuan
masing-masing subjek pajak daerah. Yang dimaksud dengan keseimbangan atas
kemampuan subjek pajak yaitu dalam pemungutan pajak tidak ada diskriminasi
diantara sesama Wajib Pajak yang memiliki kemampuan yang sama. Dalam
prinsip Equity ini setiap masyarakat yang mempunyai kemampuan sama dikenai
pajak yang sama dan masyarakat yang memiliki kemampuan yang berbeda
memberikan kontribusi yang berbeda sesuai dengan kemampuannya masing-
masing.
2. Prinsip Kepastian (Certainty)
Dalam prinsip ini ditekankan pentingnya kepastian, baik bagi aparatur pemungut
maupun Wajib Pajak. Kepastian di bidang pajak daerah antara lain meliputi dasar
hukum yang mengaturnya; yaitu mengenai subjek, objek, tarif dan dasar
20
pengenaannya; serta kepastian mengenai tata cara pemungutannya. Adanya
kepastian akan menjamin setiap orang untuk tidak ragu dalam menjalankan
kewajiban membayar pajak daerah, karena segala sesuatunya diatur secara jelas.
3. Prinsip Kemudahan (Convenience)
Dalam prinsip ini ditekankan pentingnya saat dan waktu yang tepat bagi Wajib
Pajak daerah dalam memenuhi kewajibannya. Pemungutan pajak daerah sebaiknya
dilakukan pada saat Wajib Pajak daerah menerima penghasilan. Dalam hal ini
negara tidak akan melaksanakan pemungutan pajak daerah apabila masyarakat
tidak mempunyai kekuatan untuk membayar. Bahkan daerah seharusnya
memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada masyarakat untuk memperoleh
peningkatan pendapatan, dan setelah itu mereka layak memberikan kontribusi
kepada daerah dalam bentuk pajak daerah.
4. Prinsip Efisiensi (Efficiency)
Dalam prinsip ini ditekankan pentingnya efisiensi pemungutan pajak, artinya yaitu
biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan pemungutan pajak tidak boleh lebih
besar dari jumlah pajak yang dipungut. Dalam prinsip ini terkandung pengertian
bahwa pemungutan pajak daerah sebaiknya memperhatikan mekanisme yang dapat
menimbulkan pemasukan pajak yang sebesar-besarnya dan biaya pengeluaran
dengan sekecil-kecilnya.
2.5. Pengetahuan Pajak
Pemahaman adalah kemampuan yang terkandung didalam diri seseorang untuk
memahami sesuatu atau mengetahui bagaimana hal tersebut dapat dilihat dari berbagai
pandangan. Seseorang dapat dikatakan memahami suatu hal apabila seseorang tersebut
dapat memberikan penjelasan dan serta dapat memperagakan hal tersebut dan
mengutarakannya dengan menggunakan bahasa sendiri (Ulfa, 2019). Pengetahuan
adalah sebuah informasi yang sudah dikelompokkan dengan pemahaman dan potensi
untuk dilakukan dan kemudian pengetahuan tersebut akan tertanam atau melekat pada
diri sendiri. Menurut Utama dan Wahyudi (2016) pengetahuan pajak adalah kemampuan
yang didapat oleh Wajib Pajak itu sendiri dalam mengetahui atau memahami
pengetahuan perpajakan baik dari sisi tarif maupun manfaat pajak.
21
Menurut Wardani dan Rumiyatun (2017) Indikator pengetahuan pajak sebagai
berikut:
1. Pengetahuan tentang fungsi pajak.
2. Pengetahuan tentang ketentuan prosedur pembayaran.
3. Pengetahuan sanksi pajak.
4. Pengetahuan tempat lokasi pembayaran pajak.
2.6. Kesadaran Wajib Pajak
Menurut Tanilasari dan Gunarso (2017) Kesadaran Wajib Pajak merupakan suatu
kondisi dimana seorang Wajib Pajak mengetahui ketentuan umum dan tata cara
perpajakan yang berlaku serta memiliki niat yang sungguh-sungguh untuk memenuhi
segala kewajiban perpajakannya. Kesadaran perpajakan adalah keadaan memahami
perihal pajak tanpa adanya paksaan dari pihak lain. Penilaian positif masyarakat Wajib
Pajak terhadap pelaksanaan fungsi negara oleh pemerintah akan membuat masyarakat
untuk mematuhi kewajibannya untuk membayar pajak (Ummah, 2015).
Menurut Wardani dan Rumiyatun (2017) indikator kesadaran Wajib Pajak sebagai
berikut :
1. Kesadaran adanya hak dan kewajiban pajak memenuhi kewajiban membayar
pajak.
2. Kepercayaan masyarakat dalam membayar pajak untuk pembiayaan negara dan
daerah.
3. Dorongan diri sendiri untuk membayar pajak secara sukarela.
2.7. Sanksi Pajak
Sanksi perpajakan adalah alat pencegah (Preventif) yang diciptakan pemerintah
agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2018). Sanksi berasal
dari bahasa Belanda yaitu Sanctie yang artinya ancaman hukuman, merupakan suatu alat
pemaksa guna ditaati suatu kaidah, Undang-Undang misalnya sanksi terhadap
pelanggaran suatu Undang-Undang (Rahayu, 2016). Menurut Resmi (2019) sanksi
perpajakan dapat dikatakan jaminan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma
perpajakan) yang akan ditaati atau dipatuhi oleh Wajib Pajak untuk tidak melakukan
22
tindakan melanggar norma perpajakan. Sanksi pajak bisa terjadi karena adanya suatu
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan khususnya dalam
Ketentuan Umum dan tata cara Perpajakan (KUP).
Menurut Rumiyatun (2017) indikator sanksi pajak sebagai berikut :
1. Wajib Pajak mengetahui mengenai tujuan sanksi pajak kendaraan bermotor.
2. Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu untuk mendidik Wajib
Pajak.
3. Sanksi pajak harus dikenakan pada Wajib Pajak yang melanggar tanpa toleransi.
2.7.1. Jenis-Jenis Sanksi Pajak
Menurut Mardiasmo (2016) sanksi perpajakan adalah jaminan bahwa ketentuan
peraturan Perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti, dipatuhi.
Jenis-jenis sanksi pajak yaitu :
1. Sanksi Administrasi
a. Sanksi administrasi berupa denda.
b. Sanksi administrasi berupa bunga.
c. Sanksi administrasi berupa kenaikan.
2. Sanksi Pidana
a. Denda pidana.
b. Pidana kurungan.
c. Pidana penjara.
2.7.2. Sanksi bagi keterlambatan pembayaran pajak kendaraan bermotor
1. Sanksi Administrasi
a. Keterlambatan mengisi dan menyampaikan SPPKB dikenakan administrasi
berupa kenaikan sebesar 2% dari pokok pajak setiap bulan. Keterlambatan
paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
b. Apabila kewajiban mengisi dan menyampaikan pengisian SPPKB tidak
dilakukan lebih dari 12 (dua belas) bulan dikenakan sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak
terutang ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan dihitung dari pajak terutang untuk jangka waktu paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan dihitung sejak terutangnya pajak.
23
c. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain di bidang
perpajakan tidak atau kurang dibayar dikenakan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak
tersebut.
d. Sanksi administrasi berupa kenaikan dimaksud di atas, tidak diberlakukan
apabila Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan
pemeriksaan.
2. Sanksi Pidana
Sanksi pidana Pajak Kendaraan Bermotor sebagaimana terutag dalam Peraturan
Daerah Nomor 3 Tahun 2002 adalah sebagai berikut :
a. Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPPKB atau
mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan
yang tidak benar atau tidak lengkap sehingga merugikan keuangan daerah
dapat dipidana kurungan paling lama satu tahun dan atau denda paling
banyak dua kali jumlah pajak terutang.
b. Wajib Pajak yang karena sengaja tidak menyampaikan SPPKB atau mengisi
dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang
tidak benar atau tidak lengkap sehingga merugikan keuangan daerah dapat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda
paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang.
2.8. Kepatuhan Wajib Pajak
2.8.1. Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak yaitu dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban
perpajakannya dan melaksanakan hak perpajakan dengan baik dan benar sesuai dengan
peraturan dan Undang-Undang pajak yang berlaku menurut Ilhamsyah dkk (2016).
Adapun definisi lain Kepatuhan Wajib Pajak menurut Istiqomah (2016) yaitu
mengikuti suatu spesifikasi, standar, atau hukum yang telah diatur dengan jelas yang
biasanya diterbitkan oleh lembaga atau organisasi yang berwenang dalam suatu bidang
tertentu.
Menurut Wardani dan Rumiyatun (2017) indikator kepatuhan Wajib Pajak
24
kendaraan bermotor sebagai berikut:
1. Memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Wajib Pajak tidak mempunyai tunggakan pajak.
3. Membayar pajaknya tepat pada waktunya.
4. Wajib Pajak memenuhi persyaratan dalam membayarkan pajaknya.
5. Wajib Pajak dapat mengetahui jatuh tempo pembayarannya.
6. Tidak pernah melanggar ketentuan peraturan.
2.8.2. Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak
Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak dengan peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 39/PMK.03/2018, sebagai berikut :
1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
2. Tidak memiliki tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah
mempunyai izin menunda atau mengangsur pembayaran pajak.
3. Laporan keuangan yang telah dilakukan audit oleh KAP atau badan pengawasan
keuangan dan pembangunan harus mendapatkan pendapat wajar tanpa
pengecualian selama tiga tahun berturut-turut.
4. Tidak pernah dijatuhi hukuman yang disebabkan tindak pidana dibidang
perpajakan dalam kurun waktu lima tahun.
5. Dalam tahun terakhir penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) masa
yang terlambat tidak lebih 3 hari dari masa pajak untuk setiap jenis pajak dan
tidak berturut-turut.
6. Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) masa yang terlambat tidak boleh lewat dari
batas waktu penyampaian SPT masa pajak berikutnya.
2.8.3. Faktor Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Istiqomah (2016) faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib
Pajak sebagai berikut:
1. Sanksi Perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang akan dipatuhi.
2. Perlakuan terhadap Wajib Pajak yang adil , keadilan Wajib Pajak merupakan
sifat (perbuatan atau perlakuan) yang tidak sewenang-wenang atau tidak berat
sebelah atas sistem perpajakan yang berlaku.
25
3. Penegakan hukum akan mendorong Wajib Pajak untuk berlaku patuh terhadap
pajaknya. Wajib Pajak patuh karena berfikir adanya sanksi berat akibat tindakan
ilegal dalam usaha untuk penyelundupan pajak.
4. Besar Penghasilan Perorangan atau badan tidak sama antara satu dengan yang
lain. Penghasilan akan ditentukan dari pekerjaan atau usaha, pendidikan dan
lindungan. Semakin besar penghasilan yang diperoleh maka semakin besar pula
pajak yang dibayarkan.
2.9. Pajak Kendaraan Bermotor
2.9.1. Pengertian Pajak Kendaraan Bermotor
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau
penguasaan kendaraan bermotor. Objek Pajak Kendaraan Bermotor, yang menjadi
Objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan
bermotor. Dikecualikan sebagai objek Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) adalah
kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor sebagai berikut :
1. Kereta Api yaitu Kendaraan Bermotor yang digunakan untuk keperluan
pertahanan dan keamanan negara.
2. Kendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsultan,
perwakilan negara asing dengan adanya timbal balik dan lembaga-lembaga
Internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah
3. Objek Pajak lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah. Subjek Pajak
Kendaraan Bermotor, Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang menjadi subjek pajak
kendaraan bermotor adalah Orang Pribadi atau Badan yang memiliki dan/atau
menguasai kendaraan bermotor.
2.9.2. Sistem Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor
Menurut Sri Rahayu Syah (2018), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) terutang
wajib dibayar lunas sekaligus dimuka untuk masa dua belas bulan. Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB) dibayar lunas paling lambat selama 30 hari setelah diterbitkannya
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pemberatan, dan Putusan Banding yang
26
menyebabkan jumlah pajak yang dibayar bertambah. Pembayaran Pajak Kendaraan
Bermotor dilakukan melalui Kas Daerah, Bank, atau yang ditetapkan oleh Gubernur.
Wajib Pajak yang sudah melunasi pajak akan diberikan tanda bukti pembayaran
pajak. Prosedur dan syarat pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor yaitu :
A. Wajib Pajak harus mengisi formulir permohonan STNK (Surat Tanda Naik
Kendaraan) data sesuai di STNK dan BPKB (Buku Pemilik Kendaraan
Bermotor), formulir yang ingin diisi dapat diambil di loket pendaftaran.
Lengkapi formulir dengan lampiran berkas yang ditetapkan. Berkas yang harus
dilampirkan yaitu :
1. Perpanjangan Pajak STNK Tahunan.
• STNK asli dan fotokopi.
• Fotokopi BPKB.
• KTP (Kartu Tanda Penduduk) asli, fotokopi sesuai dengan nama
yang tertera pada STNK dan BPKB
2. Perpanjangan Pajak STNK 5 Tahunan.
• Cek fisik kendaraan.
• STNK asli dan fotokopi.
• Fotokopi BPKB.
• KTP asli dan fotokopi sesuai dengan nama yang tertera pada STNK
dan BPKB.
• Setelah berkas sudah lengkap, Wajib Pajak menyerahkan berkas
Permohonan Pajak STNK tersebut ke loket penyerahan berkas.
• Wajib Pajak menunggu antrian sampai dipanggil nama yang sesuai
data yang tertera di STNK.
• Wajib Pajak menerima slip pembayaran pajak yang telah tercantum
jumlah pajak yang harus dibayar.
• Wajib Pajak menyerahkan slip pembayaran dan uang sebesar biaya
pajak ke loket kasir.
• Setelah melakukan pembayaran pajak, Wajib Pajak menerima bukti
pelunasan pembayaran pajak dan bukti tersebut diserahkan ke loket
tempat pengambilan STNK.
27
• Wajib Pajak menunggu antrian hingga nama yang sesuai pada STNK
dipanggil dan STNK baru telah diperpanjang untuk satu tahun
kedepan.
2.9.3. Tarif Pajak SAMSAT BSD Serpong
Tabel 2. 1 Tarif Pajak Berdasarkan Peraturan Gubernur
No Peraturan Gubernur Tarif
Kendaraan Dinas
Tarif Kendaraan
Umum
Tarif Kendaraan
Pribadi 1 Peraturan Gubernur Banten
Nomor 35 Tahun 2015 Tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Provinsi Banten Tahun 2015
1 % 1 % 1,50%
2 Peraturan Gubernur Banten Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Provinsi Banten Tahun 2016
1% 1% 1,50%
3 Peraturan Gubernur Banten Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Provinsi Banten Tahun 2017
1% 1% 1,50%
4 Peraturan Gubernur Banten Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Provinsi Banten Tahun 2018
1% 1% 1,50%
5 Peraturan Gubernur Banten Nomor 30 Tahun 2019 Tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dan
1% 1% 1,75%
28
No Peraturan Gubernur Tarif
Kendaraan Dinas
Tarif Kendaraan
Umum
Tarif Kendaraan
Pribadi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Provinsi Banten Tahun 2019
6 Peraturan Gubernur Banten Nomor 61 Tahun 2020 Tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Provinsi Banten Tahun 2020
1% 1% 1,75%
Sumber : Badan Pendapatan Daerah Serpong Provinsi Banten
Secara umum perhitungan PKB adalah sesuai dengan rumus berikut ini :
Pajak Terutang = Tarif Pajak × Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB)
2.9.4. Dasar Peraturan Pajak Kendaraan Bermotor
Dasar hukum pemungutan pajak suatu provinsi adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
b. Peraturan Daerah Provinsi yang mengatur secara khusus tentang pajak
kendaraan bermotor atau gabungan dengan peraturan lain.
c. Keputusan Gubernur yang mengatur tentang pajak kendaraan bermotor.
2.9.5. Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor
Dihitung sebagai perkalian dari 2 (dua) unsur pokok:
a. Nilai Jual Kendaraan Bermotor.
b. Bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan; dan/ atau.
c. pencemaran lingkungan akibat Kendaraan Bermotor.
Penghitungan dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dinyatakan
dalam suatu tabel yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan
demikian, besarnya dasar pengenaan pajak dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai
dengan perkembangan harga pasaran. Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor
(PKB) yang meliputi NJKB dan bobot ditetapkan dengan keputusan gubernur
29
berdasarkan tabel yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Untuk kendaraan
bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar dasar pengenaan pajak adalah perkalian
tarif, klasifikasi kendaraan (umum dan bukan umum), dan nilai jual yang ditetapkan
oleh gubernur.
2.10. SAMSAT
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2015 Tentang
Penyelenggaraan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap Kendaraan Bermotor
dimana disebutkan dalam BAB I Pasal 1 Ayat 1 bahwa defisini dari SAMSAT
merupakan sebuah singkatan dari Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap adalah
serangkaian kegiatan dalam penyelenggaraan Registrasi dan Identifikasi Kendaraan
Bermotor, pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor, dan pembayaran Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan secara terintegrasi dan terkoordinasi dalam Kantor Bersama SAMSAT.
Menurut Rizki (2016), SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap)
adalah salah satu sarana dari pengawasan pajak kendaraan bermotor yang telah
memberikan kontribusi dalam penerimaan pajak Negara, secara umum SAMSAT
(Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) diberikan tugas untuk memberikan
pelayanan dan pengawasan terhadap pembayaran pajak kendaraan bermotor.
2.11. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi referensi dalam melakukan sebuah penelitian
untuk mengembangkan pola pikir. Sehingga, penulis dapat memperkaya bahan kajian
pada penelitian ini. Berikut penelitian terdahulu yang digunakan.
30
Tabel 2. 2 Penelitian Terdahulu
Nama Penelitian Judul Artikel Hasil Penelitian
Septiani Ria Yunita, Putu
Sukma Kurniawan, I Putu
Gede Diatmika (2019)
Pengaruh Kesadaran
Wajib Pajak,
Pengetahuan Pajak,
Bea Balik Nama,
Sanksi Perpajakan
dan Akuntabilitas
Pelayanan Publik
Pada Kepatuhan
Wajib Pajak
Kendaraan Bermotor
Di Kantor SAMSAT
Wilayah Kabupaten
Banyuwangi
Dari seluruh hasil penelitian
menghasilkan nilai signifikan
dan berpengaruh tinggi dalam
kesadaran Wajib Pajak terhadap
kepatuhan Wajib Pajak,
pengetahuan pajak terhadap
kepatuhan Wajib Pajak, bea
balik nama kendaraan bermotor
terhadap kepatuhan Wajib
Pajak, sanksi perpajakan
terhadap kepatuhan Wajib
Pajak, dan akuntabilitas
pelayanan publik terhadap
kepatuhan Wajib Pajak.
Nila Sari Agustin, Rizki
Eka Putra (2019)
Pengaruh Kesadaran
Masyarakat, Sanksi
Perpajakan Dan
Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak Dalam
Membayar Pajak
Kendaraan Bermotor
Pada SAMSAT Kota
Batam
Hasil penelitian, variabel
kesadaran mempunyai tingkat
signifikansi sebesar 0,454 dan
thitung sebesar -0,752 maka, H01
yang dimaksud merupakan
kesadaran masyarakat tidak
berpengaruh signifikan terhadap
kepatuhan Wajib Pajak dalam
membayar pajak kendaraan
bermotor, variabel sanksi
sebesar 0,561 dan thitung sebesar
-0,583 maka H02 ditolak yang
dimaksud, merupakan sanksi
perpajakan tidak berpengaruh
31
Nama Penelitian Judul Artikel Hasil Penelitian
signifikan terhadap kepatuhan
Wajib Pajak dalam membayar
pajak kendaraan bermotor, dan
variabel kepatuhan tingkat
signifikan sebesar 0,048 dan
thitung sebesar 2,002 maka, H03
diterima yang dimaksud
merupakan kualitas pelayanan
sangat berpengaruh signifikan
terhadap kepatuhan Wajib Pajak
dalam membayar pajak
kendaraan bermotor.
Gandy Wahyu Maulana
Zulma (2020)
Pengaruh
Pengetahuan Wajib
Pajak, Administrasi
Pajak, Tarif Pajak dan
Sanksi Perpajakan
terhadap Kepatuhan
Pajak Pada Pelaku
Usaha UMKM di
Indonesia
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengetahuan pajak,
administrasi pajak dan sanksi
pajak terbukti berpengaruh
positif terhadap kepatuhan pajak
di Indonesia. Dalam penelitian
ini menunjukkan bahwa
semakin baik tingkat
pengetahuan pajak, administrasi
pajak, serta penegakan sanksi
yang adil dan transparan dapat
meningkatkan tingkat kepatuhan
pajak.
32
Nama Penelitian Judul Artikel Hasil Penelitian
Adi Rahman, Siti Paujiah,
Anthonius J. Karsudjono,
Laila Najmi (2020)
Pengaruh Sistem
Perpajakan,
Pelayanan
Perpajakan, Sanksi
Pajak dan Kesadaran
Wajib Pajak
Terhadap Keptuhan
Dan Keputusan
Membayar Pajak
Kendaraan Bermotor
Pada SAMSAT
Banjarmasin I
Ada pengaruh signifikan secara
simultan dan parsial antara
sistem perpajakan, pelayanan
perpajakan, sanksi pajak dan
kesadaran Wajib Pajak terhadap
kepatuhan dan keputusan
membayar pajak kendaraan
bermotor pada SAMSAT
Banjarmasin I. Pelayanan
perpajakan merupakan variabel
yang memiliki pengaruh
dominan terhadap kepatuhan
membayar pajak kendaraan
bermotor pada SAMSAT
Banjarmasin I dan kepatuhan
merupakan variabel yang
memiliki pengaruh dominan
terhadap keputusan membayar
pajak kendaraan bermotor pada
SAMSAT Banjarmasin I.
Asrinanda, Yossi
Diantimala (2018)
The Effect of Tax
Knowledge, Self
Assessment System,
and Tax Awareness
on Taxpayer
Compliance
Hasil Penelitian menunjukkan
bahwa Pengetahuan perpajakan,
self assesment system dan tax
awareness baik secara simultan
maupun parsial berpengaruh
signifikan terhadap kepatuhan
Wajib Pajak di Kota Banda
Aceh. Variasi pengetahuan
perpajakan, self assesment
system dan tax awareness
33
Nama Penelitian Judul Artikel Hasil Penelitian
berpengaruh terhadap variasi
kepatuhan Wajib Pajak sebesar
93,1 persen dan sisanya sebesar
6,9 persen dipengaruhi oleh
variabel lain di luar model
penelitian ini. Dalam
meningkatkan kepatuhan Wajib
Pajak di lingkungan Pemerintah
Kota Banda Aceh dituntut untuk
mensosialisasikan pentingnya
perpajakan bagi pembangunan
sehingga tercipta kesadaran
perpajakan dan pengetahuan
masyarakat dalam membayar
pajak.
Omondi Judith Adhiambo
(2019)
Effect Of Taxpayer
Awareness And
Compliance Costs On
Tax Compliance
Among Small Scale
Traders In Nakuru
Town, Kenya
Hasil Penelitian, menunjukkan
bahwa Kesadaran Wajib Pajak
dan Pendidikan Pajak
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepatuhan
pajak (β2 = 0,315), dan
kepatuhan biaya berpengaruh
signifikan terhadap tingkat
kepatuhan pajak (β1 = 0,146).
34
Nama Penelitian Judul Artikel Hasil Penelitian
Adesina Olugoke
Oladipupo, Uyioghosa
Obazee (2016)
Tax Knowledge,
Penalties and Tax
Compliance in Small
and Medium Scale
Enterprises in
Nigeria
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengetahuan perpajakan
berpengaruh signifikan positif
terhadap kepatuhan Wajib Pajak
sedangkan sanksi pajak
berpengaruh positif tidak
signifikan terhadap kepatuhan
pajak. Dengan demikian, studi
tersebut menunjukkan bahwa
pengetahuan perpajakan
memiliki kecenderungan lebih
tinggi untuk mendorong
kepatuhan pajak dibandingkan
dengan sanksi pajak. Oleh
karena itu, pemerintah harus
melakukan segala yang
mungkin untuk meningkatkan
pengetahuan publik tentang
masalah perpajakan dan
pendidikan pajak harus
dimasukkan dalam kurikulum
sekolah setiap saat. Pemilik
usaha kecil dan menengah juga
harus berupaya meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran
perpajakan mereka untuk
keuntungan bersama antara
pemerintah dan Wajib Pajak.
35
2.12. Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Pengetahuan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Untuk
Membayarkan Pajak Kendaraan Bermotor Pada SAMSAT BSD Serpong
Menurut Oladipupo dan Obazee (2016), menjelaskan bahwa pengetahuan pajak
yaitu mengandung sebuah informasi pajak yang dapat digunakan atau diterapkan oleh
Wajib Pajak sebagai dasar untuk bertindak atau berperilaku, membuat keputusan, dan
untuk mengambil arahan atau strategi tertentu sehubungan dengan pemenuhan hak
dan kewajiban perpajakan mereka. Apabila Wajib Pajak tidak memiliki kemampuan
yang baik maka kemungkinan besar Wajib Pajak tidak dapat menyadari pentingnya
pengetahuan pajak untuk memenuhi hak dan kewajiban perpajakan.
Pengetahuan Wajib Pajak merupakan faktor penting dalam meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak, apabila Wajib Pajak mengetahui secara baik mengenai
ketentuan perpajakan yang berlaku, maka Wajib Pajak dapat secara sukarela
memenuhi kewajiban pajaknya (Zuhdi et al., 2015). Beberapa penelitian sebelumnya
seperti Palil, M. R., et.al (2013) dan Zuhdi et.al. (2015) menunjukkan bahwa semakin
tinggi tingkat pengetahuan Wajib Pajak mengenai peraturan perapajakan maka akan
semakin tinggi tingkat kepatuhan pajaknya.
Dengan demikian, tingkat pengetahuan Wajib Pajak terhadap hak dan kewajiban
perpajakannya dapat mempengaruhi keputusan Wajib Pajak untuk mematuhi
peraturan perpajakan yang berlaku. Berdasarkan penelitian sebelumnya maka dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap
kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor.
H1 : Pengetahuan Wajib Pajak Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Untuk Membayarkan Pajak Kendaraan Bermotor
2. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Untuk Membayarkan Pajak Kendaraan Bermotor Pada SAMSAT BSD
Serpong
Menurut Tanilasari dan Gunarso (2017) Kesadaran Wajib Pajak adalah suatu
kondisi dimana Wajib Pajak harus mengetahui ketentuan umum dan tata cara
perpajakan yang berlaku, serta mempunyai niat yang sungguh-sungguh untuk
36
memenuhi segala kewajiban perpajakannya.
Hasil penelitian dari Elfin et al. (2017) menyatakan bahwa kesadaran Wajib
Pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Maka dari penjelasan
diatas, maka hipotesis yang dapat disimpulkan bahwa kesadaran Wajib Pajak
berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak
kendaraan bermotor.
H2 : Kesadaran Wajib Pajak Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Untuk Membayarkan Pajak Kendaraan Bermotor
3. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Untuk
Membayarkan Pajak Kendaraan Bermotor Pada SAMSAT BSD Serpong
Menurut Swistak (2016) menyatakan bahwa sanksi pajak dapat meningkatkan
kepatuhan pajak apabila sanksi yang diterapkan dianggap adil dan dapat diterima baik
oleh Wajib Pajak. Apabila sanksi dianggap sebagai penindas, maka akan
menimbulkan perlawanan dan dapat menurunkan kepatuhan pajak. Sanksi yang tegas
dapat meningkatkan kesadaran Wajib Pajak. Semakin tegas sanksi yang diberlakukan
maka akan semakin meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (Rahayu, 2017).
Penelitian Husnurrosyidah dan Nuraini (2016) dan Wahyuningsih, et al., (2017)
menunjukkan bahwa sanksi pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib
Pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor.
H3 : Sanksi Pajak Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Untuk
Membayarkan Pajak Kendaraan Bermotor
37
2.13. Kerangka Hipotesis
Gambar 2. 1 Kerangka Hipotesis Penelitian
Pengetahuan Pajak
(X1)
Kesadaran Wajib Pajak
(X2)
Sanksi Pajak
(X3)
Kepatuhan Wajib Pajak Untuk Membayarkan
Pajak Kendaraan Bermotor
(Y)
38