RITUAL PENGGANTIAN KELAMBU PETILASAN KI ......perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id NIP 197003071...
Transcript of RITUAL PENGGANTIAN KELAMBU PETILASAN KI ......perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id NIP 197003071...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
RITUAL PENGGANTIAN KELAMBU PETILASAN
KI AGENG PRAWOTO SIDIK DI DESA SAREAN
KECAMATAN WERU KABUPATEN SUKOHARJO
PROPINSI JAWA TENGAH
(Tinjauan Bentuk, Makna, dan Fungsi)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun Oleh:
VINDI NOOR IMAM SEPTIADI
C0108085
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
RITUAL PENGGANTIAN KELAMBU PETILASAN
KI AGENG PRAWOTO SIDIK DI DESA SAREAN
KECAMATAN WERU KABUPATEN SUKOHARJO
PROPINSI JAWA TENGAH
(Tinjauan Bentuk, Makna dan Fungsi)
Disusun Oleh:
Vindi Noor Imam Septiadi
C0108085
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Pada tanggal
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua : Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum. ........................
NIP 19571023198601 2 001
Sekretaris : Dra. Sundari, M.Hum. ........................
NIP 19561003198103 2 002
Penguji I : Sahid Teguh Widodo, SS, M.Hum, Ph.D. .......................
NIP 19700307199403 1 001
Penguji II : Siti Muslifah, SS, M.Hum. ........................
NIP 19731103200501 2 001
Dekan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D.
NIP. 19600328 198601 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Vindi Noor Imam Septiadi
NIM : C0108085
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa, skripsi berjudul RITUAL
PENGGANTIAN KELAMBU PETILASAN KI AGENG PRAWOTO SIDIK DI
DESA SAREAN KECAMATAN WERU KABUPATEN SUKOHARJO
PROPINSI JAWA TENGAH (Tinjauan Bentuk, Makna, dan Fungsi) adalah
benar-benar karya sendiri, dan bukan plagiat, dan tidak dibuatkan orang lain. Hal-
hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda atau kutipan dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan
ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan
skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, 1 Mei 2012
Penulis
Vindi Noor Imam Septiadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba,
karena didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar
membangun kesempatan untuk berhasil.
(Mario Teguh)
Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta. Masa yang
lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca bengala dari pada
masa yang akan datang.
(Ir.Soekarno)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Tugas Akhir ini penulis persembahkan dengan segenap hati kepada:
1. Bapak dan Ibu-ku tercinta, yang telah memberikan doa, kasih sayang,
dukungan, tetes keringat, dan pengorbanannya yang tiada henti untukku.
2. Kedua Adikku Erlinda Nina dan Arinda Oktariski tersayang yang selalu
menghibur dan memberiku semangat untuk terus maju.
3. Almamaterku tercinta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia,
dan ridhoNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Ritual
Penggantian Kelambu Petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik di Desa Sarean
Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah”.
Skripsi ini disusun guna untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh
gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah di Fakultas Sastra dan seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mengalami kesulitan, oleh
karena itu penulis menyadari bahwa tanpa bantuan serta dorongan dari berbagai
pihak, penyusunan Skripsi ini tidak akan selesai, maka penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
Kepada yang terhormat :
1. Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Drs. Riyadi Santosa, M.Ed,Ph.D yang
telah memberikan izin penulisan skripsi ini.
2. Drs. Suparjo, M.Hum selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan
Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang senantiasa memberi
motivasi dan dorongan dalam menempuh perkuliahan hingga menyelesaikan
studi.
3. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum, selaku sekretaris Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberi motivasi untuk segera
menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
4. Bapak Sahid Teguh Widodo,SS,M.Hum,Ph.D selaku pembimbing pertama,
dengan penuh kesabaran mengarahkan dan memberi petunjuk yang sangat
berguna dalam penyusunan skripsi ini sampai selesai.
5. Ibu Siti Muslifah, S.S, M.Hum selaku pembimbing kedua atas saran dan
arahannya dalam menyusun skripsi ini sampai selesai.
6. Drs. Aloysius, M.Hum selaku koordinator Bidang Sastra yang telah memberi
banyak pengetahuan bermanfaat bagi penulis.
7. Bapak dan Ibu dosen jurusan Sastra Daerah yang telah memberi bekal
pengetahuan yang sangat berharga dan berguna bagi penulis.
8. Staf Perpustakaan Pusat dan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kemudahan dalam pelayanan
kepada penulis.
9. Orang Tua dan Adik yang selaku memberi doa dan dukungannya.
10. Sahabat Ian, Susi, Tulus, Anung, Arti, Putri, Nia, Dimas, dan teman-teman
Sastra Daerah 2008 terima kasih atas dukungan dan bantuan selama ini dan
kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih
banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iv
HALAMAN MOTTO ..................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
ABSTRAK ....................................................................................................... xv
ABSTRACT ..................................................................................................... xvii
SARI PATHI .................................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Batasan Masalah ...................................................................... 8
C. Rumusan Masalah ................................................................... 9
D. Tujuan Penelitian .................................................................... 10
E. Manfaat Penelitian .................................................................. 10
F. Sistematika Penulisan ............................................................. 11
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................... 13
A. Tradisi Lisan ............................................................................ 13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
B. Hakikat Folklor ....................................................................... 14
C. Pengertian Cerita Rakyat ......................................................... 18
D. Bentuk Cerita Rakyat ............................................................... 18
E. Fungsi Cerita Rakyat ................................................................ 20
F. Ciri-Ciri Cerita Rakyat ............................................................. 22
G. Upacara Tradisional ................................................................. 23
H. Makna Simbolik ....................................................................... 26
I. Fungsi Mitos ............................................................................ 28
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 30
A. Lokasi Penelitian ...................................................................... 30
B. Bentuk Penelitian...................................................................... 30
C. Sumber Data dan Data Penelitian ............................................. 31
D. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 32
E. Teknik Analisis Data ................................................................ 36
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................... 37
A. Profil Masyarakat Desa Sarean ............................................... 37
1. Sejarah Berdirinya Desa sarean ......................................... 37
2. Kondisi Alam (Geografis) Masyarakat Desa Sarean ........ 38
3. Karakteristik Masyarakat Desa Sarean .............................. 41
4. Agama dan Kepercayaan Masyarakat desa Sarean ............ 46
5. Tradisi Masyarakat Desa Sarean ........................................ 49
6. Relasi Sosial-Cultural Masyarakat Desa Sarean
Terhadap Ritual Pulung Langse ......................................... 57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
B. Bentuk Ritual Pulung Langse .................................................. 63
1. Bentuk Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Pulung
Langse ................................................................................ 63
2. Pelaksanaan Upacara Pulung Langse ................................. 66
a. Persiapan Awal............................................................. 67
b. Kondangan di Area Makam ......................................... 69
c. Mengganti Kelambu ..................................................... 70
d. Penutupan Acara .......................................................... 70
3. Pelaku Dalam Ritual Pulung Langse ................................. 71
a. Pelaku Persiapan Awal ................................................. 71
b. Pelaku Kondangan di Area Makam ............................. 71
c. Pelaku Mengganti Kelambu ......................................... 72
d. Pelaku Penutupan Acara .............................................. 73
4. Tradisi yang Berkaitan Dengan Keberadaan Cerita Rakyat
Ki Ageng Prawoto Sidik dan Sendang Sanga .................... 73
a. Tradisi Kungkum ......................................................... 73
b. Tradisi Nyadran ............................................................ 78
c. Tradisi Padusan ............................................................ 80
C. Makna Simbolik ...................................................................... 82
D. Nilai Guna Ritual Pulung Langse ............................................ 91
a. Fungsi Cerita Rakyat .......................................................... 91
b. Fungsi Upacara Ritual Penggantian Kelambu ................... 97
c. Nilai-nilai yang Terkandung dalam Cerita Rakyat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
Ki Ageng Prawoto Sidik .................................................... 100
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 101
A. Kesimpulan ............................................................................. 104
B. Saran ........................................................................................ 106
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 108
LAMPIRAN ..................................................................................................... 110
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
ABSTRAK
Vindi Noor Imam Septiadi. C 0108085. Ritual Penggantian Kelambu
Petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik di Desa Sarean, Kecamatan Weru,
Kabupaten Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah (Tinjauan Bentuk Makna dan
Fungsi). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta.2012
Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah profil
masyarakat Desa Sarean Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo?
(2)Bagaimanakah bentuk Ritual Pulung Langse di petilasan Ki Ageng Prawoto
Sidik? (3) Apa makna simbolik sesaji dalam pelaksanaan Ritual Pulung Langse Ki
Ageng Prawoto Sidik? (4) Apa fungsi Ritual Pulung Langse di petilasan Ki Ageng
Prawoto Sidik bagi masyarakat pemiliknya?.
Adapun tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan profil
masyarakat Desa Sarean Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo. (2)
Mendeskripsikan bentuk Ritual Pulung Langse Ki Ageng Prawoto Sidik. (3)
Mendeskripsikan makna simbolik sesajen dalam pelaksanaan Upacara Tradisi Ki
Ageng Prawoto Sidik. (4) Mengungkap fungsi ritual penggantian kelambu di
petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik bagi warga desa pemiliknya.
Teori yang digunakan adalah teori folklor, karena bentuk karya sastra
sebagian lisan merupakan bagian dari folklor. Dikatakan sebagian lisan karena
dalam penelitian ini terdapat cerita rakyat yang penyampaiannya lisan, dan
upacara tradisional yang berbentuk bukan lisan.
Metode penelitian ini adalah meliputi lokasi penelitian yang berada di
Desa Sarean, Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Jenis
penelitian ini adalah penelitian folklor, sedangkan bentuk penelitian ini adalah
penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data primer yaitu informan, sedangkan
sumber data sekunder sebagai sumber data penunjang adalah upacara tradisional,
artikel oleh Bondhan Harghana. Data primer dalam penelitian ini adalah Ritual
Penggantian Kelambu Petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik dari hasil pengamatan
langsung dan wawancara dengan informan. Data sekunder berupa keterangan atau
data yang terambil dari artikel oleh Bondhan Harghana. Teknik pengumpulan data
dengan wawancara, observasi langsung dan dokumentasi. Teknik analisis data
menggunakan analisis folklor untuk mendiskripsikan bentuk, makna, fungsi/nilai
guna dari folklor yang diteliti. Analisis simboliknya menggunakan analisis
budaya, untuk mencari makna dari simbol-simbol yang ada pada penelitian.
Hasil analisis penelitian ini adalah (1) Kondisi geografis Desa Sarean
Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah ini termasuk wilayah bagian
selatan. Daerah ini digunakan masyarakat sebagai tempat pemukiman, pertanian,
perkebunan dan lain-lain. Masyarakat Desa Sarean mayoritas bekerja sebagai
buruh. Pendidikan masyarakat Desa Sarean berdasarkan data pada tahun 2011
terbilang masih rendah kualitas dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan. (2)
Desa Sarean Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo memiliki warisan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
kebudayaan yang berupa cerita rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik beserta tradisi
Pulung Langse. Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik masuk ke dalam golongan
folklor sebagian lisan. Dikatakan sebagian lisan karena memiliki cerita yang
berbentuk mite, yang dianggap oleh sang empunya cerita sebagai suatu kejadian
yang sungguh-sungguh terjadi dan percaya dengan tokoh yang ada dalam cerita,
yaitu Ki Ageng Prawoto Sidik. Sedangkan dikatakan bukan lisan karena dalam
Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik terdapat sebuah pelaksanaan upacara
tradisional sebagai tindak lanjut atas cerita yang terjadi. Upacara Tradisional
Pulung Langse dilaksanakan sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Ki
Ageng Prawoto Sidik dan sebagai awal penanda akan memasuki bulan Ramadhan.
(3) Pada pelaksanaan Upacara Tradisional Pulung Langse terdapat beberapa sesaji
yang digunakan sebagai perlambang untuk menggambarkan hal-hal yang baik dan
hal-hal yang buruk, serta bermakna untuk meminta permohonan kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Selain sebagai lambang memohon kepada Tuhan, sesaji juga
digunakan sebagai sarana komunikasi kepada makhluk-makhluk gaib agar
pelaksanaan Upacara Tradisional Pulung Langse berjalan lancar tanpa ada suatu
halangan apapun. Sesaji yang digunakan adalah makanan kesukaan Ki Ageng
Prawoto Sidik. (4) Nilai guna dari Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto bermanfaat
bagi masyarakat, untuk fungsi cerita rakyat sebagai sistem proyeksi, alat
pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan, alat pendidikan, alat pemaksa dan
pengawas. Sebagai fungsi ritual penggantian kelambu adalah sebagai alat untuk
pendidikan, fungsi hiburan dan sebagai sarana gotong royong, kemudian nilai-
nilai yang terkandung dalam cerita rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik adalah
pentingnya menjalankan amanah, bertanggungjawab atas ucapannya, kepatuhan
seorang murid kepada gurunya, membiasakan diri untuk hidup sederhana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
ABSTRACT
Vindi Noor Imam Septiadi. C 0108085. Mosquito Net Replacement Ritual in Ki
Ageng Prawoto Sidik’s Petilasan in Sarean Village, Weru Subdistrict, Sukoharjo
Regency of Central Java Province (A Study on Form, Meaning and Function).
Thesis: Local Letters Department of Faculty of Letters and Fine Arts of Surakarta
Sebelas Maret University. 2012.
The problems of research are (1) how is the profile of Sarean Villagers in
Weru Subdistrict of Sukoharjo Regency? (2) how is the Pulung Langse ritual in
Ki Ageng Prawoto Sidik’s Petilasan (former resting place)? (3) what is the
symbolic meaning of sesaji (offering of flowers or food) in the implementation of
Ki Ageng Prawoto’s Pulung Langse ritual and (4) what is the function of Pulung
Langse ritual in Ki Ageng Prawoto Sidik’s Petilasan for its owner society?
The objectives of research are (1) to describe the profile of Sarean
Villagers in Weru Subdistrict of Sukoharjo Regency, (2) to describe the form of
Pulung Langse ritual in Ki Ageng Prawoto Sidik’s Petilasan? (3) to describe the
symbolic meaning of sesaji in the implementation of Ki Ageng Prawoto’s Pulung
Langse ritual and (4) to reveal the function of mosquito net replacement ritual in
Ki Ageng Prawoto Sidik’s Petilasan for its owner society.
The theory used was folklore theory because the partially oral form of
literary work is a part of folklore. It is said as partially oral because in this
research there was a folklore the delivery method of which is oral, and the non-
oral traditional ritual.
The research method used included the location of research in Sarean
Village, Weru Subdistrict, Sukoharjo Regency, Central Java. The type of study
was a folklore research, while the form of study was a descriptive qualitative
research. The primary data source was informant, while the secondary one as
supporting data source was traditional ritual, and Bondhan Harghana’s article. The
primary data of research was the Mosquito Net Replacement Ritual in Ki Ageng
Prawoto Sidik’s Petilasan from the result of direct observation and interview with
the informant. The secondary data was information or data taken from Bondhan
Harghana’s article. Techniques of collecting data used were interview, direct
observation and documentation. Technique of analyzing data used was folklore
analysis to describe the form, meaning, function/value of folklore studied. The
symbolic analysis was conducted using cultural analysis, to find the meaning of
symbols existing in the study.
The results of analysis were (1) the geographical condition of Sarean
Village, Weru Subdistrict, Sukoharjo Regency, Central Java belonged to southern
area. This area was used by the society as settlement, farm, plantation and etc. The
majority Sarean villager worked as workers. The Sarean villagers’ education
based on the 2011 data belonged to low category in relation to the quality and
society participation in education. (2) Sarean Village, Weru Subdistrict, Sukoharjo
Regency inherited culture in the form of Ki Ageng Prawoto Sidik legend as well
as Pulung Langse (mosquito net replacement) tradition. The legend of Ki Ageng
Prawoto Sidik was included into partially oral folklore. It was said as partially oral
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
because it had mythical form story that the story owner considered as a happening
really occurred and the story owner believed in the character in the story, Ki
Ageng Prawoto Sidik in this case. Meanwhile it was said as non-oral because in
Ki Ageng Prawoto Sidik story there was a traditional rite implementation as the
follow-up of the story occurring. Pulung Langse traditional rite was held as the
gratitude to Ki Ageng Prawoto Sidik and as the sign of Ramadhan month
beginning. (3) In the implementation of Pulung Langse traditional rite, there were
some sesaji used as the symbol to represent goodness and badness, as well as
meaning as requesting to the Almighty God. In addition to being the symbol of
requesting to God, sesaji was also used as communication vehicle to the invisible
creatures to make the implementation of Pulung Langse traditional ritual run
smoothly without any obstacle. The sesaji was used as Ki Ageng Prawoto Sidik’s
preferred food. (4) The function of the existence of Ki Ageng Prawoto Sidik
folklore was that it could benefit the society, as projection system, cultural
regulation and institution legitimacy instrument, children education instrument, as
well as compulsive and supervisory instrument in order that the society norms
would always be obeyed with by the collective members.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
SARI PATHI
Vindi Noor Imam Septiadi. C 0108085. Ritual Pulung Langsé Petilasan Ki
Ageng Prawoto Sidik ing Dukuh Sarean, Kecamatan Weru, Kabupaten
Sukoharjo, Propinsi Jawa Tengah (Tinjauan Bentuk, Makna dan Fungsi).
Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra lan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret Surakarta.2012
Prêkawis ingkang dipunrêmbag wontên panaliten menika(1) Kadospundi
masyarakat Dhukuh Saréan Kêcamatan Wêru Kabupatén Sukoharjo? (2)
Kadospundi wujud Ritual Pulung Langsé wonten ing petilasan Ki Agêng Prawoto
Sidik? (3) Kadospundi makna simbolik sajén wonten ing Upacara Ritual Pulung
Langsé Ki Agêng Prawoto Sidik? (4) Kadospundi mupangatipun Ritual Pulung
Langsé wontên Pêtilasan Ki Agêng Prawoto Sidik kagêm masyarakat ingkang
handarbeni?
Ancasing Panalitn inggih mênika:(1) Gambarakên masarakat
panyêngkuyung Dhukuh Sarèan Kêcamatan Wêru Kabupatèn Sukoharjo. (2)
Gambarakên wujud Ritual Pulung Langsè wontên ing pêtilasan Ki Agêng Prawoto
Sidik. (3) Sagêd ngudari surasa simbolik sêsajên wontên ing Upacara Tradisi Ki
Agêng Prawoto Sidik. (4) Gambarakên mupangatipun Ritual Pulung Langsè
wontên ing Pêtilasan Ki Agêng Prawoto Sidik tumrap masarakatipun
Tèori ingkang dipunginakakên inggih mênika téori folklor, amargi wujud
karya sastra sêparêngan lisan ugi . sabagéan lisan amargi panalitén mênika wontên
crita sabagéan ingkang dipunsêbar kanthi lisan, lan upacara tradisional ingkang
wujudipun mboten lisan. Panalitén Ritual Pulung Langsé Petilasan Ki Agêng
Prawoto Sidik ing Dhukuh Saréan, Kecamatan Wêru, Kabupatén Sukoharjo
Propinsi Jawa Têngah migunakên tinjauan bêntuk, makna lan fungsi.
Mètode panalitèn ingkang dipunginakakên inggih mênika lokasi panalitèn
wontên ing dhukuh Saréan, Kêcamatan Wêru, Kabupatèn Sukoharjo, Jawa
Têngah. Jenis panalitén mênika panalitèn folklor, wondène wujud panalitén
mênika déskriptif kualitatif. Sumbêr data primèr inggih mênika informan lan
narasumbêr, sumbêr dhata sékundèr inggih mênika sumbêr data ingkang sagêd
nyêkapi panalitèn, inggih mênika Upacara Tradisional, artikêl saking Bondhan
Harghono, piranti ngrekam lan kaméra . Data Primér wontên panalitén Ritual
Pulung Langsè Pêtilasan Ki Agêng Prawoto Sidik saking asil dumugi langsung
lan wawan rêmbag kalian informan. Data Sèkundèr inggih mênika katrangan
utawi data ingkang dipunpêndêt saking artikêl saha rêkaman Bondhan Harghono
lan gambar-gaambar. Teknik pangempalan dhata migunakaken cara pangempalan
dhata saking para informan, lajêng dipun-ginakakên analisis folklor kanggè
mêdarakên bêntuk, makna, fungsi utawi nilai guna saking folklor ingkang
dipuntliti. Analisis simbolikipun ginakakên analisis budaya, kanggè ngudhari
makna simbolik ingkang wontên ing panalitèn.
Asil panaliten mênika (1) Gêgambaran masarakat Dhukuh Saréan
Kêcamatan Wêru Kabupatèn Sukoharjo Jawa Têngah mênika kalêbêt bagèan
kidul. Wêwêngkon ngriki dipunginakakên masarakat kanggè papan panggénan
pêrtanian, pêrkêbunan lan sanès-sanèsipun. Masarakat Dèsa Sarèan mayoritas
makarya buruh. Pendidikan masarakat Dèsa Sarèan tahun 2011 kapétang taksih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
andhap wontên babagan kualitas kalian partisipasi masarakat wontên ing
pendidikan (2) Dèsa Sarèan Kêcamatan Wêru Kabupatèn Sukoharjo nggadahi
warisan budaya ingkang arupi cariyos Ki Agêng Prawoto Sidik kalian tradisi
Pulung Langse. Cariyos Ki Ageng Prawoto Sidik kalebet golongan folklor
sabagéan lisan. Dipunwastani sabagèan lisan amargi anggadhahi cariyos ingkang
wujudipun mitê, ingkang dipunanggêp dèning masarakat pandarbènipun cariyos
minangka kedadosan salêrê pitados tumrap tokohipun. Ewadene dipun
ngêndikakakên sanès lisan amargi wontên ing cariyos Ki Agêng Prawoto Sidik
wontên ugi upacara tradisonal minangka tindak lanjut saking cariyos kasêbat.
Upacara Tradisi Pulung Langsè dipunwontênaken minangka raos sukur datêng Ki
Agêng Prawoto Sidik lan minangka pratanda badhè mlêbêt wulan Ramadhan. (3)
Wontêning upacara tradisional Pulung Langsè wontên sêsaji ingkang
dipunginakakên minangka pralambang kanggè nggambarakên prakawis-prakawis
ingkang saè lan prakawis-prakawis ingkang awon, sarta nggadahi makna memuji
Gusti Allah. Kajawi minangka lambang mêmuji datêng Gusti Allah, Sêsaji ugi
dipunginakakên minangka sarana komunikasi kalian mahkluk gaib supados
upacara Pulung Langsè sagêd mlampah kanthi lancar mbotèn wontèn alangan
satunggal menapa. Sesaji ingkang dipunginakaken inggih menika dhaharan
ingkang dipun rêmêni Ki Agêng Prawoto Sidik. (4) Nilai Guna saking cariyos Ki
Agêng Prawoto Sidik sagêd mumpangati dhatêng masarakat, minangka sistêm
proyêksi, alat pêngêsahan pranata kalian lembaga kabudayan, piranti pendidikan
larè sarta minangka piranti kanggè mêksa pêngawas supados norma-norma
masyarakat dipunpatuhi dèning kolèktivipun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
DAFTAR SINGKATAN
QS : Quran-surat
SWT : Subhanawataala
Km : kilometer
RT : Rukun Tetangga
RW : Rukun Warga
SD : Sekolah Dasar
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SMA : Sekolah Menengah Atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sinopsis
Lampiran 2. Data Informan dan Narasumber
Lampiran 3. Daftar Pertanyaan Informan atau Narasumber
Lampiran 4. Surat Penelitian
Lampiran 5. Foto-Foto
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan.
Pada dasarnya upacara tradisional disebarkan secara lisan dan diwariskan secara
turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara tradisional. Selain itu
upacara tradisional sebagian besar bersifat anonim, karena pengarangnya tidak
diketahui, tidak mempunyai bentuk yang tetap dan cenderung mengarah pada pola
yang bersifat rata-rata. Upacara tradisional yang dalam hal ini termasuk dalam
folklor sebagian lisan yang menyangkut kepercayaan masyarakat sering juga oleh
masyarakat modern disebut dengan takhayul itu (Danandjaja, 1986: 22). Dengan
adanya sifat-sifat tersebut memungkinkan perubahan yang dialami penuturnya,
yaitu tidak mampu mengingat seluruh isi cerita secara urut dan lengkap. Upacara
tradisional juga merupakan bagian dari sastra, yaitu sastra sebagian lisan.
Ritual Pulung Langse adalah suatu ritual sebagai wujud penghormatan
kepada makam leluhur dengan cara mengganti kain penutup makam/langse yang
biasanya dilakukan dalam kurun waktu setahun sekali dengan diikuti beberapa
rangkaian kegiatan. Salah satu ritual ini adalah Ritual Pulung Langse/penggantian
kelambu di Desa Sarean Kecamatan Weru. Disini di petilasan Ki Ageng Prawoto
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Sidik setiap tahunnya tepatnya pada bulan ruwah selalu diadakan Ritual
Pulung Langse. Konon katanya ritual sudah dilaksanakan secara turun-temurun.
Ritual Pulung Langse tidak dapat dilepaskan dari Cerita Rakyat tentang Ki
Ageng Purwoto Sidik. Bentuk Cerita Rakyat ini memiliki makna dan fungsi.
Makna disebutkan ada dua macam yakni makna secara filosofis dan makna secara
simbolik. Makna secara filosofis ialah kain penutup makam yang berwarna putih,
diibaratkan warna putih itu suci dan bersih, sehingga manusia di dalam menjalani
kehidupan haruslah menjaga diri dari hawa nafsu agar dirinya bersih dari dosa-
dosa/suci. Sendang Bendosari memiliki makna filosofis sebagai lambang wanita,
karena berbentuk seperti alat kelamin wanita. Sedangkan fungsi secara sosial,
berfungsi untuk memupuk tali silaturahmi antar warga masyarakat. Makna
simbolik terdapat pada sesaji ritual berupa jangan menir (sayur bening), pecel pitik
(srundeng dan suwiran ayam), pisang, nasi uduk, nasi golong, dan ayam ingkung.
Fungsi lain cerita rakyat ini bermanfaat bagi upaya pelestarian lingkungan,
utamanya air. Hal ini dengan alasan di lingkungan petilasan Ki Ageng Prawoto
Sidik dilingkupi oleh sembilan buah sumber air/sendang, yaitu Sendang
Margamulyo, Sendang Krapyak, Sendang Margajat, Sendang Banyubiru, Sendang
Bendosari, Sendang Gupak warak / Panguripan, Sendang Danumulyo /
Kederajatan, Sendang Siluwih, Sendang Sepanjang Mas / Pengasih. Kesembilan
sendang itu diyakini masyarakat memiliki keistimewaan atau bisa membawa
berkah, seperti sendang Gupak Warak sebagai panguripan (mencari kerja),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
sendang Danumulyo (kederajatan) dipercaya oleh warga untuk mencari martabat
atau jabatan pribadi. Sendhang Sepanjang Mas (Pengasih) dipercaya warga untuk
mencari jodoh atau pasangan hidup.
Asal mula cerita ini berasal dari Desa Sarean, Kelurahan Jatingarang,
Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo. Di tempat ini Ki Ageng menyebarkan
agama Islam, di daerah ini pula Ki Ageng meninggal dan dikebumikan. Desa ini
didirikan oleh Ki Ageng Prawoto Sidik setelah ia menemukan sembilan sendang.
Ki Ageng Prawoto Sidik memiliki saudara yang bernama Kebo Kanigoro, dan
Kebo Amiguru mereka adalah putra Sri Mahaguru Handayaningrat Pengging,
merupakan putra menantu Prabu Brawijaya V.
Diceritakan bahwa Ki Ageng itu berganti-ganti nama saat ia mengembara,
nama Ki Ageng Prawoto Sidik itu adalah nama terakhir setelah menemukan ke
sembilan sendhang. Ia tidak memiliki Istri dan tidak mempunyai anak. Cerita
dimulai ketika ia bertapa tujuh tahun di Rawapening, sampai airnya menjadi biru,
pada saat itu ia bernama Arimuko. Dikisahkan Ki Ageng selama perjalanan
hidupnya selalu berpindah pindah tempat dan berulang kali mengganti namanya.
Ia adalah sosok pribadi yang sederhana dan taat kepada agama. Ia juga
diperintahkan untuk menyebarkan agama Islam oleh Sunan Kalijaga. Diketahui
Ki Ageng pernah mengembara ke berbagai daerah seperti Purwokerto, Wonogiri,
Gunung Kidul dan terakhir ke alas Wonogung (sekarang menjadi Desa
Banyubiru). Setelah kungkum di Rawapening, Ki Ageng mendapatkan perintah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
dari Sunan Kalijaga untuk menjadi ‘kawula alit’ yang mempunyai maksud hidup
sederhana, bermasyarakat seperti bertani, menjadi buruh dan lain sebagainya.
Pada saat menjadi kawula alit inilah Ki Ageng berganti nama lagi menjadi
Kertowijoyo. Pada saat itu keadaan masyarakat masih memeluk agama Hindhu-
Budha, untuk itu Ki Ageng diperintahkan Sunan Kalijaga untuk menyebarkan
agama Islam di daerah itu. Selanjutnya Ki Ageng bertapa jumeneng di Gajah
Mungkur di Dusun Kaligayam (Wonogiri), berganti nama lagi menjadi Syekh
Imam Perwitosari. Di daerah ini juga terdapat sembilan sendhang, yaitu:
1. Sendang Margamulyo
2. Sendang Krapyak
3. Sendang Margajati
4. Sendang Banyubiru
5. Sendang Bendosari
6. Sendang Gupak warak / Panguripan
7. Sendang Danumulyo / Kederajatan
8. Sendang Siluwih
9. Sendang Sepanjang Mas / Pengasih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Sendang-sendang ini yang menjadi cikal bakal berdirinya perkampungan
di daerah itu, karena pada saat itu Ki Ageng pernah berujar, jika belum
menemukan ke sembilan sendhang, tidak akan membuka perkampungan di daerah
itu. Waktu berjalan sampai akhirnya Ki Ageng menemukan ke tujuh sendhang.
Sampai pada suatu ketika Jaka Tingkir datang untuk berguru pada Ki Ageng
karena dirinya sedang mendapatkan suatu permasalahan di Kerajaan Demak. Ia
berguru di sana atas masukan atau perintah dari Ayahnya dan Kakeknya. Sampai
pada suatu waktu, Jaka Tingkir mendapat wangsit dari Sunan Kalijaga, untuk
mengangkat sebuah ‘selo’/ batu, akhirnya batu itu dibuka dan ternyata
mengeluarkan air dan diberi nama Sendhang Siluwih. Sendhang Sepanjang Mas
juga ditemukan oleh Jaka Tingkir. Akhirnya semua sendhang sudah ditemukan
dan atas perintah Sunan Kalijaga, Ki Ageng membuka sebuah perkampungan.
Untuk merayakannya, Sunan Kalijaga membuat acara wayangan semalam suntuk
di Watu Kelir. Setelah selesai, keesokan harinya semua perlengkapan berubah
menjadi batu. Watu Kelir juga sebagai tempat woro-woro kalau sekarang Ki
Ageng sudah berubah nama lagi / nama yang terakhir menjadi Ki Ageng Prawoto
Sidik.
Komplek makam Ki Ageng ramai dikunjungi pengunjung, pada malam
Selasa Kliwon ‘ Anggoro Kasih ‘ dan semua malam Jumat. Mereka datang ke
komplek untuk berbagai tujuan dan maksud tertentu, tergantung si pengunjung
yang menjadi permintaannya. Ada yang ingin menjadi pegawai, naik pangkat /
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
jabatan, ingin mudah jodoh dan lain sebagainya. Pengunjung yang datang kesini
untuk ritual juga banyak, seperti melakukan puasa atau meditasi di makam.
Selama melakukan ritual itu, tidak boleh di dalam makamnya, harus di luar
bangsal. Karena sudah merupakan aturan secara turun-temurun dari juru kunci.
Setelah berhasil atau keinginannya sudah terwujud, orang-orang yang sudah
berhasil itu mengadakan syukuran di makam dengan membawa sesaji. Ada yang
membawa sapi, kambing sesuai dengan kemampuan dan keikhlasannya.
Air dari sendhang ini digunakan warga sebagai sarana untuk keperluan
sehari-hari seperti untuk memasak,air minum, keperluan mandi, bahkan sendhang
yang terbesar (Sendhang Sepanjang Mas) dipasang pralon besar dari PAM untuk
disalurkan ke tempat lain. Semua sendhang airnya masih keluar semua dari
sumbernya, kecuali 1 sendhang saja yang sumbernya sudah ditutup. Ritual
berkenaan dengan sendhang ini adalah mandi dari 9 air sendhang, caranya dengan
mengambil semua airya kemudian dijadikan satu, setelah tengah malam kemudian
mandi dengan air itu tanpa menggunakan sabun dan shampo. Sebelum mandi
membaca QS al-Fatihah berdasarkan umur si pelaku yang akan mandi tersebut
seraya memohon apa yang menjadi keinginannya.
Komplek makam ini bagus kondisinya, karena sudah mengalami renovasi
beberapa kali. Yang membiayai pembangunan ini dilakukan oleh orang-orang
yang sudah sukses atau berhasil karena sering sesirih atau berkunjung ke makam.
Dari hasil wawancara dengan juru kunci.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Acara ritual yang dilakukan di makam ini dilakukan pada Bulan Ruwah
dan Bulan Muharram. Pada Bulan Ruwah dilakukan upacara pulung langse /atau
acara mengganti langse (kelambu/tutup kain). Dalam Pelaksanaan Upacara tradisi
ini mencapai puncaknya pada bulan Ruwah pada penanggalan Jawa dan
dilaksanakan pada malam hari setelah tanggal dua puluh, misalnya selikur,
telulikur, selawe dan lainnya yang jelas malam hitungan ganjil. Prosesi upacara ini
diawali dengan penggantian kelambu/ pulung langse, kemudian bancaan/
kondangan(selamatan). Pada pelaksanaan upacara tradisi di makam Ki Ageng
Banyubiru/ Ki Ageng Prarwoto Sidik sesuai dengan informasi yang berhasil
ditemukan di lapangan antara lain adalah pertama, mengganti kelambu yang
dipasang di makam tersebut setahun sekali sebagai bentuk rasa hormat pada tokoh
yang dimakamkan. Kedua, syukuran atas semua doa yang berhasil diraih dengan
cara selamatan menyembelih hewan, membangun makam, pagar dan lainnya,
Ketiga, berdoa dan berdzikir dimakam yang dikeramatkan supaya apa yang
didoakan terkabul, Keempat pelestarian tradisi yang sudah berlangsung turun
temurun. Pada ritual ini, kain kelambu/langse tidak disobek dan dibagikan kepada
warga, melainkan disimpan kembali oleh juru kuncinya. Pada saat acara ini, juru
kunci telah menyiapkan sedekahan yang berupa antara lain: jangan menir (sayur
bening), pecel pitik (srundeng dan suwiran ayam), pisang, nasi uduk, nasi golong,
dan ayam ingkung. Makanan yang telah disediakan juru kunci tadi merupakan
makanan kesenangan atau kareman Ki Ageng Prawoto Sidik. Makanan sedekahan
tadi oleh modin dan juru kunci lalu didoakan sesuai ujub atau tujuannya, baru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
setelah acara doa selesai maka makanan sedekahan tadi dimakan bersama-sama
dengan menggunakan pincuk dari daun pisang.
Ritual selanjutnya yang diadakan di Bulan Muharram adalah ritual berjalan
melewati sembilan sendhang dengan membaca Al-Fatihah berdasarkan umur si
pelaku. Jika umur empat pulih lima tahun, berarti membaca Al-fatihah sebanyak
empat puluh lima kali. Sendhang pertama 5, selanjutnya juga sama sampai pada
sendhang terakhir, nanti akan genap menjadi 45.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan penulis di atas, oleh
penulis dapat diambil beberapa garis besar yang mendorong dilakukannya
penelitian ini. Garis besar dari penelitian ritual penggantian kelambu petilasan Ki
Ageng Prawoto Sidik, diantaranya:
1. Mengungkap bentuk ritual, makna simbolik, dan kepercayaan masyarakat
tentang adanya cerita rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik yang mendorong
masyarakat untuk peduli akan pentingnya kelestarian budaya dan kelestarian
alam.
2. Peneliti juga tertarik oleh kepercayaan yang ditimbulkan dengan adanya
makam Ki Ageng Prawoto Sidik yang dapat menarik perhatian dari
masyarakat sekitar maupun peziarah yang datang dari luar kota untuk mencari
berkah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
B. Batasan Masalah
Sebuah penelitian akan banyak menimbulkan permasalahan yang sangat
komplek, yang akan mengakibatkan hasil penelitian kurang terfokus. Penelitian ini
membatasi masalah bentuk, makna simbolik, serta fungsi dalam ritual penggantian
kelambu petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik. Langkah awal yakni dengan mengkaji
bentuk ritual Penggantian Kelambu Petilasan Ki Ageng
Purwoto Sidik. Langkah kedua yaitu menganalisis makna simbolik sesaji-sesaji
yang terdapat dalam Ritual Penggantian Kelambu Petilasan Ki Ageng Prawoto
sidiq. Batasan masalah selanjutnya yakni menelaah fungsi yang terdapat dalam
Ritual Penggantian Kelambu Petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah profil masyarakat Desa Sarean Kecamatan Weru Kabupaten
Sukoharjo?
2. Bagaimanakah bentuk Ritual Pulung Langse di petilasan Ki Ageng Prawoto
Sidik?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
3. Apa makna simbolik sesaji dalam pelaksanaan Ritual Pulung Langse Ki
Ageng Prawoto Sidik?
4. Apa fungsi Ritual Penggantian Kelambu Petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik
beserta fungsi cerita rakyat dan apa nilai guna-nilai yang terkandung dalam
cerita rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik bagi masyarakat pemiliknya?
D. Tujuan Penelitian
Merupakan suatu hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian, karena
dengan tujuan itulah dapat diketahui apa yang hendak dicapai atau diharapkan.
Penulis mengadakan penelitian tentang Ritual Pulung Langse Petilasan Ki
Ageng Prawoto Sidik memiliki tujuan seperti berikut:
1. Mendeskripsikan profil masyarakat Desa Sarean Kecamatan Weru Kabupaten
Sukoharjo.
2. Mendeskripsikan bentuk Ritual Pulung Langse Ki Ageng Prawoto Sidik.
3. Mendeskripsikan makna simbolik sesajen dalam pelaksanaan Upacara Tradisi
Ki Ageng Prawoto Sidik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
4. Mengungkap fungsi Ritual Penggantian Kelambu Petilasan Ki Ageng Prawoto
Sidik beserta fungsi cerita rakyat dan apa nilai guna-nilai yang terkandung
dalam cerita rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik bagi masyarakat pemiliknya.
E. Manfaat Penelitian
Dalam hal manfaat yang berkaitan dengan penelitian ini dilihat dari obyek
kajian, batasan masalah, serta tujuan yang dicapai, hasil yang hendak dicapai
dalam penelitian adalah sebuah laporan penelitian yang berisi deskripsi tentang
Ritual Penggantian Kelambu Petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik di Desa Sarean
Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo. Oleh sebab itu, manfaat penelitian ini
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis penelitian ini adalah (a) secara teoritis, penelitian ini
mampu menggunakan dan memanfaatkan teori folklor untuk dapat
mengetahui bentuk dan isi yang terkandung dalam Ritual Penggantian
Kelambu Petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik, (b) penelitian ini dapat
menambah wawasan dan sebagai sumber ilmu bagi penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Secara praktis, manfaat yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah
(a) dapat memdokumentasikan Ritual Penggantian Kelambu Petilasan Ki
Ageng Prawoto Sidik sebagai salah satu aset lisan dan tradisi daerah
nusantara, (b) penelitian ini dapat dijadikan model penelitian berikunya.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan ini meliputi lima bab. Kelima bab tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut.
Bab I Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II Landasan Teori. Dalam penelitian ini berisi teori-teori yang
berupa tradisi lisan, hakikat folklor, pengertian cerita rakyat, bentuk cerita
rakyat, nilai guna folklor, upacara tradisional, makna simbolik, dan fungsi
mitos.
Bab III Metode Penelitian. Bab ini berisi metode penelitian sastra
lisan, lokasi penelitian, bentuk penelitian, sumber data dan data penelitian,
teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Bab IV Pembahasan. Bab ini berisi profil masyarakat Desa Sarean,
Bentuk Ritual Penggantian Kelambu, Makna simbolik sesaji dan Fungsi Bagi
masyarakat pemiliknya.
Bab V Penutup. Bab ini berisi simpulan dan saran. Pada akhir tulisan
ini disertakan daftar pustaka dan lampiran penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Tradisi Lisan
Tradisi merupakan bentuk warisan panjang. Lisan adalah bentuk
pewarisan yang khas. Tradisi lisan adalah warisan leluhur jawa yang abadi.
Sebuah mutiara kultur leluhur yang hampir terlupakan oleh banyak orang,
namun tetap bertahan. Tradisi itu ada, lestari, hidup, berkembang, tanpa
paksaan dan tekanan (Endraswara,2005:1)
Masyarakat jawa pada awalnya kurang mengenal tradisi tulis,
hikmahnya justru tradisi lisan berkembang pesat. Selanjutnya pada saat mesin
cetak berkembang, tradisi lisan menjadi lebih dikenal, terdokumentasi dan
berkembang.
Tradisi lisan yang mengandalkan tradisi oral dinamakan tradisi lisan
primer. Yakni, tradisi lisan yang belum bersentuhan dengan tradisi lain.
Tradisi ini dapat dikatakan masih murni pada akar kolektif. Namun, tradisi
lisan primer pun tetap rentan terhadap perubahan, khususnya yang disebakan
oleh penangkapan si pendengar. Ketidakhadiran pengarang tradisi lisan
menjadikan si penutur boleh menyuarakan apa saja, menurut sepengetahuan
mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Cakupan tradisi lisan meliputi adanya kesaksian lisan yang
mengungkapkan masa lalu. Dalam kaitan ini unsur kesejarahan memang
ditekankan. Tradisi lisan ditinjau dari dua aspek, yaitu aspek proses dan
produk. Sebagai produk, tradisi lisan merupakan pesan lisan yang didasarkan
pada pesan generasi sebelumnya.Tradisi lisan sebagai proses, berupa
pewarisan pesan melalui mulut ke mulut sepanjang waktu hingga hilangnya
pesan itu. Pesan tradisi memang sangat beragam. Pesan ini berkaitan dengan
karakteristik tradis lisan. Dari sini muncul sekurang-kurangnya tiga hal, yang
berhubungan dengan ciri tradisi lisan (Endraswara,2005:4) yaitu: (1) tak
reliabel, artinya tradisi lisan itu cenderung berubah-ubah, tak ajeg, dan rentan
perubahan, (2) berisi kebenaran terbatas, (3) memuat aspek-aspek historis
masa lalu. Dengan kata lain, tradisi lisan akan terjadi apabila ada kesaksian
seseorang secara lisan terhadap peristiwa. Kesaksian itu diteruskan orang lain
secara lisan pula, sehingga menyebar kemana saja. Keterulangan kesaksian
peristiwa inilah yang menciptakan sebuah tradisi lisan.
2. Hakikat Folklor
Menurut etimologinya, perkataan folklore (diindonesiakan menjadi
folklore) berasal dari kata folk dan lore. Menurut Danandjaja ( 1984 : 2 ),
definisi folklore adalah sebagai berikut: “adalah sebagai kebudayaan suatu
kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif
macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat
pembantu pengingat (mnemonic device)”. Definisi ini sebenarnya seperti
dikatakan oleh Danandjaja sendiri, merupakan ubahan dari definisi Jan Harold
Brunvard (Brunvard 1968:5). Definisi Brunvard berbunyi: “Folklore may be
defined as those materials in culture that circulate traditionally among
members of any group in different versions, whether in oral by means of
customary example” cerita rakyat dapat didefinisikan sebagai bahan-bahan
dalam budaya tradisional yang beredar di antara anggota dari setiap kelompok
dalam versi yang berbeda, apakah dalam lisan dengan cara contoh adat
Folklor berasal dari kata folk (kolektif) dan lore ( Dananjaya, 1991 : 1-
5 ). Menurut Dundes, folk adalah sekelompok orang yang memiliki cirri-ciri
pengenal fisik, social, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari
kelompok lain. Sebagai contoh: warna kulit, bentuk rambut, mata
pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, agama yang sama. Lore merupakan
tradisi folk, yaitu suatu kebudayaan yang diwariskan secara turun-menurun
secara lisan atau suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau
pembantu pengingat.
Folklor mengandung arti keyakinan atau kisah-kisah lama (tradisional)
mengenai rakyat, sekaligus juga bisa dimengerti sebagai studi atas kisah atau
keyakinan rakyat itu sendiri. Rakyat di sini bisa suku, masyarakat, atau
penduduk suatu wilayah dengan ragam budayanya sendiri. Folklor adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun
temurun di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi
yang berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan
gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device) (Danandjaya
1997:2). Endraswara (2009:11) berpendapat bahwa pahit getir hidup itu akan
terungkap lewat folklore. Karena folklore adalah cermin diri manusia. Oleh
karena itu mengungkapkan folklore sama halnya menyelami misteri indah
manusia.
Lain lagi dengan pendapat Potter (dalam Endraswara 2009:28) yang
menyatakan bahwa folklore adalah karya agung masalalu , baik lisan ataupun
tertulis yang amat berharga bagi generasi mendatang. Lebih jauh lagi ,Yadnya
(dalam Endraswara 2009:28) juga menjelaskan, folklore adalah bagian
kebudayaan yang bersifat traditional , tidak resmi, dan nasional. Folklore
mencakup semua pengetahuan, nilai, tingkah laku, asumsi, perasaan, dan
kepercayaan tersebar dalam bentuk tradisional melalui praktik-praktik
kebiasaan. Folklor itu memiliki cirri khusus. Menurut Jan Harold Brunvand di
dalam bukunya The Study of American Folklore (1968 : 4 ), folklore
mempunyai ciri: It is oral, It is tradisional, It exists in different versions, It is
usually anonymous, It tends to become formularized. Ini adalah lisan, Ini
adalah tradisional, itu ada dalam versi yang berbeda, Hal ini biasanya anonim,
ini cenderung menjadi formularized.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Meneliti folklore sunguh indah karena yang diteliti adalah hidup
manusia yang indah pula. Liku-liku hidup penuh dengan tantangan. Pahit getir
hidup itu akan terungkap lewat folklore. Karena folklore adalah cerminan diri
manusia. Oleh karena itu, mengungkap folklore sama hal nya menyelami
misteri indah manusia. Bukankah Barnouw ( 1982 : 241 ) juga menyatakan
bahwa meneliti folklore akan sampai pada “the enjoyment of life”. Artinya,
sebuah kenikmatan hidup itu salah satunya ada dalam folklore. Oleh karena,
dalam pandangan folklore “life can be beautiful”, artinya hidup itu sendiri
indah. Hidup adalah seni. Di antara seni adalah folklore. Jadi, mempelajari
folklore juga menikmati hidup dan keindahan.
Untuk mempermudah pengelompokan folklore, kiranya cukup relevan
jika berkiblat pada pendapat Brunvard (Hutomo, 1991 : 8) bahwa secara garis
besar, folklore dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu: Folklor lisan ( verbal
folklore ), Folklor sebagian lisan ( partly verbal folklore ), Folklor bukan lisan
( non verbal folklore )
Fungsi Folklor
Menurut William R. Bascom dalam Dananjdaja (1984:19) folklor
mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Sebagai sistem proyeksi (projective sistem), yakni sebagai alat pencermin
angan-angan kolektif;
b. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
c. Sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device);
d. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan
selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
3. Pengertian Cerita Rakyat
Elli Konggas Maranda (dalam Yus Rusyana, 1981 : 10) berpendapat
bahwa cerita rakyat adalah cerita lisan sebagai bagian dari folklor dan
merupakan bagian persediaan cerita yang telah mengenal huruf maupun
belum. Di dalam bahasa inggris, cerita rakyat disebut dengan istilah folktale
adalah sangat inklusif. Secara singkat dikatakan bahwa cerita rakyat
merupakan jenis cerita yang hidup di kalangan masyarakat, yang ditularkan
dari mulut ke mulut.
Pada dasarnya cerita rakyat disampaikan secara lisan. Tokoh-tokoh
cerita atau peristiwa-peristiwa yang diungkapkan dianggap penah terjadi di
masa lalu, atau merupakan suatu hasil rekaman semata yang terdorong oleh
keinginan untuk menyampaikan pesan atau amanat tertentu, atau merupakan
suatu upaya anggota masyarakat untuk memberi atau mendapatkan hiburan
atau sebagai pelipur lara (Atar Semi, 1993 : 79).
Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang awam dan mereka
merasa bahwa cerita rakyat yang ada merupakan warisan yang harus dijaga
dan dilestarikan keberadaannya(Sapardi Djaka Darmono 1984:42)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
4. Bentuk Cerita Rakyat
Menurut William R. Bascom membagi cerita prosa rakyat menjadi 3,
yaitu :
a. Mite (myth)
Mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta
dianggap suci oleh empunya cerita, mite ditokohi oleh para dewa atau
mahkluk setengah dewa. Mite bercirikan : dianggap benar – benar terjadi,
dianggap suci oleh empunya cerita, tokoh para setengah dewa , setting
bukan di dunia , waktu sangat lampau. Mitos (mite) berasal dari perkataan
Yunani , mythos, berarti cerita ,yakni cerita tentang dewa–dewa dan
pahlawan–pahlawan yang dipuja–puja . Mitos adalah cerita–cerita suci
yang mendukung sistem kepercayaan atau agama (religi).
b. Legenda (legend)
Legenda sendiri berarti cerita–cerita yang oleh masyarakat yang
mempunyai cerita tersebut dianggap sebagi peristiwa–peristiwa sejarah.
Itulah sebabnya ada orang yang mengatakan bahwa legenda adalah sejarah
rakyat. Legenda, berciri : dianggap benar–benar terjadi , tidak dianggap
suci oleh empunya cerita, tokoh manusia kadang dengan sifat luar biasa,
setting di dunia, dan waktu belum terlalu lama Dongeng (folktale). Legenda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
merupakan cerita yang mengandung ciri-ciri tokoh dalam legenda
disakralkan oleh pendukungnya. Tokohnya merupakan manusia biasa yang
mempunyai kekuatan atau kemampuan yang luar biasa, tempat terjadinya
di dunia ini. Legenda tidak setua mite. Legenda menceritakan terjadinya
tempat seperti pulau, gunung, daerah atau desa, danau atau sungai dan
sebagainya serta ditokohi oleh manusia.
c. Dongeng
Dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh
yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu dan tempat.
Dongeng merupakan kisah atau cerita yang lahir dari hasil imajinasi
manusia, dari khayalan manusia, walaupun unsur khayalan tersebut berasal
dari apa yang ada dalam kehidupan manusia sehari-hari. Dalam dongeng
inilah khayalan manusia memperoleh kebebasannya yang mutlak, karena
disitu ada larangan bagi manusia untuk menciptakan dongeng apa saja. Di
situ bisa ditemukan hal-hal yang tidak masuk akal, yang tidak mungkin kita
temui dalam kehidupan sehari-hari. Setiap dongeng adalah produk
imajinasi manusia, tentunya merupakan hasil dari mekanisme yang ada
dalam nalar manusia itu sendiri. Maka dongeng adalah fenomena budaya
yang paling tepat untuk diteliti bilamana kita ingin mengetahui kekangan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
kekangan yang ada dalam gerak atau dinamika nalar manusia. Penceritaan
dongeng ini hanya dimaksud untuk menghibur atau hanya sebagai pelipur
belaka.
1. Fungsi Cerita Rakyat
Menurut William R.Bascom (dalam Janes Danandjaja, 1997:19)
fungsi cerita rakyat adalah sebagai berikut:
1. Sebagai sistem proyeksi yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu
kolektif. Fungsi ini dapat diwujudkan salah satunya dengan sarana
pengukuhan tempat keramat.
2. Sebagai alat-alat pengesahan pranata-pranata lembaga-lembaga
kebudayaan. Fungsi ini dapat terwujud oleh adanya instansi-instansi atau
lembaga-lembaga yang pada saat ini terus mencari, menggali dan
menyelamatkan kebudayaan yang hampir punah degan bentuk cagar
budaya ataupun bentuk-bentuk yang lainnya, serta mendukung tradisi yang
masih dilakukan oleh masyarakat, karena tradisi inila yang merupakan aset
kebudayaan bangsa.
3. Sebagai alat pendidikan anak. Biasanya fungsi ini digunakan oleh para
orang tua, agar anak-anak mereka mendapat pesan moral yang dititipkan
melalui cerita rakyat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
4. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan
selalu dipatuhi anggota kolektifnya. Fungsi ini diterapkan pada tradisi-
tradisi yang hingga saat ini masih dilakukan oleh masyarakat untuk
menghormati para leluhurnya. Antara lain tradisi mempersembahkan sesaji
atau sajen, upacara-upacara tradisional, ritual-ritual tertentu sebelum
melakukan sesuatu dan lain sebagainya.
Fungsi cerita rakyat ini bergerak dari suatu masa ke masa. Pergeseran
nilai-nilai dan perubahan fungsi peranannya selalu terjadi karena pengaruh
jaman.
6. Ciri-Ciri Cerita Rakyat
Menurut James Danandjaja (1997:3-4) cerita rakyat senatiasa
mengalami perubahan dari masa ke masa, bahkan dari penutur yang satu ke
penutur lain saat yang berbeda walaupun dari kelompok-kelompok atau
individu yang sama. Ciri-ciri cerita rakyat sebagai berikut:
1. Disebarkan secara lisan, yaitu dari mulut ke mulut, dari orang satu ke
orang lain, dan secara alamiah tanpa paksaan.
2. Cerita rakyat bersifat tradisional dan disebarkan dalam bentuk relatif tetap
atau dalam bentuk standar disebarkan diantara kolektif tertentu dalam
waktu yang cukup lama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
3. Cerita rakyat memiliki versi yang berbeda-beda karena penyebarannya
secara lisan.
4. Cerita rakyat bersifat anonim karena pengarangnya tidak diketahui lagi,
maka cerita rakyat telah menjadi milik masyarakat pendukungnya.
5. Cerita rakyat selalu menggunakan bentuk beumus atau berpola yaitu
menggunakan kata-kata klise, ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-
ulangan dan mempunyai pembukuan dan penutupan yang baku.
6. Cerita rakyat mempunyai kegunaan dalam kegunaan dalam kehidupan
kolektif, yaitu sebagai sarana pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan
proyeksi keinginan terpendam.
7. Cerita rakyat bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak
sesuai dengan logika umum
8. Cerita rakyat menjadi milik bersama dari suatu kolektif tertentu. Dasar
anggapan ini sebagai akibat sifatnya yang anonim.
9. Cerita rakyat bersifat polos dan lugu, sehinggga sering kali kelihatan
kasar, terlalu spontan.
7. Upacara Tradisional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Manusia selalu berusaha menyelamatkan atau membebaskan dirinya
dari segala ancaman yang datang dari lingkungan hidupnya. Untuk itu,
manusia secara perorangan atau berkelompok mengadakan hubungan-
hubungan dengan manusia lain, atau dengan kekuatan-kekuatan gaib di luar
dirinya, melalui upacara. (Syamsuddin, 1985 : 1)
Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan
kebudayaan dan pada dasarnya upacara tradisional disebarkan secara lisan dan
diwariskan secara turun temurun dikalangan masyarakat pendukungnya secara
tradisional. Selain itu upacara tradisional sebagian besar bersifat anonim,
karena pengarangnya tidak diketahui, tidak mempunyai bentuk yang tetap dan
cenderung mengarah pada pola yang bersifat rata-rata. Upacara tradisional
yang dalam hal ini termasuk dalam folklor sebagian lisan yang menyangkut
dengan kepercayaan masayrakat yang sering juga oleh orang modern disebut
dengan takhayul itu (Danandjaja, 1986: 22). Dengan adanya sifat-sifat
tersebut memungkinkan perubahan yang dialami penuturnya yaitu tidak
mampu mengingat seluruh isi cerita secara urut dan lengkap. Upacara
tradisional juga merupakan bagian dari sastra, yaitu sastra lisan.
Menurut Supanto (1992 : 5), upacara tradisional adalah kegiatan sosial
yang melibatkan para warga masyarakat dalam usaha mencapai tujuan
keselamatan bersama. Upacara tradisional ini merupakan bagian yang integral
dari kebudayaan masyarakat pendukungnya, dan kelestarian hidup upacara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
tradisional tersebut dimungkinkan oleh fungsinya bagi kehidupan masyarakat
pendukungnya, dan dapat mengalami kepunahan bila tidak memiliki fungsi
sama sekali dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Upacara tradisional
penuh dengan simbol-simbol yang berperan sebagai alat komunikasi antar
manusia, dan juga menjadi penghubung antara dunia nyata dengan dunia gaib.
(Boestami, 1985 : 1)
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa upacara
tradisional adalah kegiatan sosial yang integral dalam kehidupan kulturalnya
untuk mencapai keselamatan bersama.
Pelaksanaan upacara tradisional mengandung berbagai aturan yang
wajib dipatuhi oleh masyarakat pendukungnya. Aturan itu tumbuh dan
berkembang dalam kehidupan masyarakat secara turun-temurun, untuk
melestarikan ketertiban kehidupan bermasyarakat. Biasanya kepatuhan setiap
anggota masyarakat terhadap aturan dalam bentuk upacara tradisional itu
disertai keseganan atau ketakutan mereka terhadap sanksi yang bersifat sakral
magis. Dengan demikian upacara tradisional dapat dianggap sebagai bentuk
pranata sosial yang tidak tertulis. Upacara tradisional wajib dikenal dan
diketahui oleh masyarakat pendukungnya, untuk mengatur sikap dan perilaku
agar tidak melanggar atau menyimpang dari adat kebiasaan yang berlaku di
dalam masyarakat. Makna dibalik upacara tradisi adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
1. Melestarikan budaya dari leluhur yang masih tetap bertahan di tengah arus
globalisasi yang berkembang dalam masyarakat.
2. Sikap menghargai kepada tokoh pendahulu yang menjadi panutan dan
tuntunan hidup dengan mendoakan di makam beliau lewat lantunan bacaan
tahlil dan Al-Qur’an.
3. Sifat kerukunan dan kegotong-royongan yang masih terlihat lewat kerja
bakti bersama, mempersiapkan makanan, iuran dana dan lain sebagainya
yang sekarang sudah mulai terkikis dalam masyarakat perkotaan.
4. Bentuk rasa syukur kepada Allah S.W.T yang diujudkan dengan berdoa
bersama dan melaksanakan makan secara bersama pada waktu upacara
tradisi dilaksanakan.
5. Menambah ilmu agama dengan cara mendatangkan mubalig untuk
memberikan pengetahuan agama dan kehidupan baik untuk orang tua
maupun generasi muda.
6. Pelajaran bagi generasi muda supaya tetap menghormati dan mencintai
budaya yang ada dalam masyarakat dan tetap mempertahankannya.
7. Ajang silaturohim antara warga desa khususnya, pejabat dan partisipan lain
yang datang pada acara tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
8. Makna Simbolik
Manusia adalah mahkluk budaya, dan budaya manusia penuh dengan
simbol, sehingga dapat dikatakan bahwa budaya manusia diwarnai dengan
unsur-unsur simbolik. Kata simbol berasal dari bahasa Yunani, symbolos yang
berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang.
Simbol atau lambang adalah sesuatu hal atau keadaan yang merupakan
pengantara pemahaman terhadap obyek (Herusatoto,2008 : 18).
Simbol-simbol ritual ada juga yang berupa sesaji (dalam penelitian
ini). Sesaji merupakan aktualisasi dari pikiran, keinginan, dan perasaan pelaku
agar lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Upaya pendekatan diri melalui
sesaji sesungguhnya merupakan bentuk akumulasi budaya yang bersifat
abstrak. Sesaji juga merupakan sarana untuk”negosiasi” spiritual kepada hal-
hal gaib. Hal ini dilakukan agar mahkluk-makhluk halus di atas kekuatan
manusia tidak mengganggu. Dengan pemberian makanan secara simbolis
kepada ruh halus, diharapkan ruh tersebut akan jinak, dan mau membantu
hidup manusia (Suwardi Endraswara, 2006 : 247). Sesaji disini yang
dimaksud diantaranya adalah jangan menir (sayur bening), pecel pitik
(srundeng dan suwiran ayam), pisang, nasi udhuk, nasi golong, dan ayam
ingkung. Ayam ingkung disini disimbolkan seperti manusia yang hanya bisa
berserah diri kepada Sang Pencipta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Segala bentuk dan macam kegiatan simbolik dalam masyarakat
tradisional itu merupakan upaya manusia untuk mendekatkan diri kepada
Tuhan yang menciptakan, menurunkan ke dunia, memelihara hidup, dan
menentukan kematian manusia. Simbolisme dalam masyarakat tradisional
membawakan pesan-pesan kepada generasi berikutnya. Kesembilan sendang
disini digunakan oleh masyarakat sekitar untuk kebutuhan sehari-hari dan
pengairan, bagi mereka yang masih percaya dengan kekuatan sendang itu,
mereka biasanya mengambil salah satu sumber sendhang itu untuk
menyembuhkan penyakit atau untuk mandi ritual agar awet muda.
Herusatoto (2008:156-178) juga mengatakan bahwa tindakan simbolis
orang Jawa dibagi menjadi tiga jenis anatar lain (1) tindakan simbolis dalam
religi, seperti upacara selamatan, peristiwa-peristiwa penting; (2) tindakan
simbolis dalam tradisi; (3) tindakan simbolis dalam seni. Tindakan simbolis
dalam masyarakat Jawa dominan dalam segala kegiatan. Menggunakan
simbol merupakan sebagai sarana atau media dalam menitipkan pesan-pesan
yang mempunyai nilai terkandung didalamnya. Budaya simbolis bisa menjadi
media didik masyarakat untuk menemukan nilai-nilai dalam budaya alus dan
juga budi luhur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
9. Fungsi Mitos
Salah satu dari gejala kebudayaan, yang paling sulit didekati dengan
analisis logis semata-mata adalah mitos. Mitos lebih terjelma dalam tindakan,
daripada dalam pikiran atau khayalan (Cassiree, 1987 : 119). Kepercayaan
masyarakat terhadap cerita yang mereka ketahui sangat besar, sehingga dapat
mempengaruhi tingkah laku mereka, yaitu taat kepada larangan atau suruhan
yang berhubungan erat dengan cerita-cerita itu. Pada dasarnya mitos adalah
anggapan atau kepercayaan terhadap suatu hal yag berkaitan dengan
kehidupan manusia. (Nuraidar Agus, 2010 : 115)
Mitos adalah sebuah cerita yang memberikan pedoman dan arah
tertentu kepada sekelompok orang. Cerita in dapat dituturkan, tetapi juga
dapat diungkapkan lewat tari-tarian atau pementasan wayang misalnya (Van
Peursan, 2007 : 37). Melalui mitos, manusia dapat turut serta mengambil
bagian dalam kejadian-kejadian sekitarnya, dan dapat menanggapi daya-daya
kekuatan alam.
Adapun fungsi mitos menurut Van Peursen, yaitu:
1. Mitos menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan-kekuatan ajaib. Mitos
itu tidak memberikan bahan informan mengenai kekuatan-kekuatan itu,
tetapi membantu menusia agar dapat menghayati daya-daya itu sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
suatu kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam dan kehidupan
sukunya.
2. Mitos memberi jaminan bagi masa kini. Pada musim semi misalnya bila
ladang-ladang mulai digarap, diceritakan dongeng. Namun juga dapat
diperagakan dalam sebuah tarian, bagaimana pada jaman dulu para dewa
juga mulai menggarap sawahnya dan memperoleh hasil yang melimpah.
Cerita-cerita itu seolah-olah mementaskan kembali suatu peristiwa yang
dulu pernah terjadi. Dengan demikian dijamin keberhasilan usaha serupa
dewasa ini.
3. Mitos memberikan pengetahuan tentang dunia. Artinya, fungsi ini mirip
dengan fungsi ilmu pengetahuan dan filsafat dalam alam pikiran modern,
misalnya cerita-cerita terjadinya langit dan bumi. (Peursen, 1988 : 37)
Dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa mitos adalah suatu kepercayaan
yang telah mendarah daging bagi masyarakat pemiliknya, dan menjadi
pedoman dalam bertingkah laku. Tujuan mitos adalah untuk mendidik anak-
cucu yang mendengarnya, khususnya tentang kepercayaan kepada kekuatan
mutlak (Tuhan), kejujuran, keberanian, sopan santun, dan lain-lain. Mitos
merupakan suatu cerita yang dapat memberikan pedoman bagi masyarakat di
tiap daerahnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian menggunakan sebuah metode dikarenakan agar penelitian dapat
menemukan suatu cara, langkah kerja dan rumusan yang benar dalam memberikan
langkah setiap permasalahan, sehingga dapat menghasilkan suatu penelitian.
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Desa Sarean Kecamatan Weru, yang berjarak 25 km dari
pusat kota. Di desa tersebut terdapat tradisi upacara tradisional yang unik, yaitu
upacara pulung langse/ mengganti kelambu, yang dinanti oleh warga Desa Sarean
khususnya, dan masyarakat Sukoharjo pada umumnya.
B. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu data terurai dalam
bentuk kata-kata atau gambar, bukan dalam bentuk angka-angka. Hal ini disebabkan
oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan
berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan demikian,
laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran
penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara,
catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
resmi lainnya. Pada penulisan laporan demikian, peneliti menganalisis data yang
sangat kaya tersebut dan sejauh mungkin dalam bentuk aslinya. Hal itu hendaknya
dilakukan seperti orang merajut sehingga setiap bagian ditelaah satu demi satu. Data
pada umumnya berupa pencatatan, foto-foto, rekaman, dokumen, memoranda, atau
catatan-catatan resmi lainnya. (Bogdan, R. C dan S. K. Biklen dalam Atar Semi, 1990
: 24)
Kualitas penafsiran dalam metode kualitatif dengan demikian dibatasi
oleh hakikat fakta-fakta sosial, artinya fakta sosial adalah fakta-fakta sebagaimana
ditafsirkan oleh subjek (Nyoman Kutha Ratna, 2004 : 47). Dalam penelitian kualitatif
folklor yang diutamakan adalah penyajian hasil melalui kata-kata atau kalimat dalam
suatu struktur logis, sehingga mampu menjelaskan sebuah fenomena budaya.
C. Sumber Data dan Data Penelitian
a. Sumber Data
Sumber data terdiri atas dua jenis, yaitu sumber data primer dan sumber data
sekunder. Sumber data primer berasal dari informan, yaitu warga terpilih yang
mengetahui cerita tersebut. Sumber data sekunder adalah sumber data penunjang
penelitian yang dalam hal ini adalah upacara tradisional, artikel oleh alat perekam,
dan kamera.
b. Data Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Data dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer dalam penelitian ini adalah Ritual Penggantian Kelambu Petilasan dari
hasil pengamatan langsung dan wawancara dengan informan. Data sekunder berupa
keterangan atau data yang terambil dari artikel oleh rekaman, dan foto-foto. Informan
yang dimaksud adalah: Bapak Widodo dan Saroso sebagai juru kunci, Ibu Wiji
sebagai Istri dari juru kunci, Bapak Samsi sebagai Modin, Bapak AB Yulia sebagai
warga masyarakat.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data-data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini adalah:
1. Observasi langsung
Penelitian diketahui oleh informan dan sebaliknya para informan dengan sukarela
memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi.
Ada beberapa alasan mengapa dalam penelitian kualitatif pengamatan dimanfaatkan
sebesar-besarnya seperti yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (1981:191-193)
adalah:
a. Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara
langsung.
b. Teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati
sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana
yang terjadi pada keadaan sebenarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
c. Pemanfaatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam
situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun
pengetahuan yang diperoleh dari data.
d. Sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada data
yang dijaringnya ada yang keliru atau bias.
e. Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami
situasi-situasi yang rumit.
f. Dalam kasus-kasus tertentu di mana teknik komunikasi lainnya
tidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat
bermanfaat.
2. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini bertujuan menyimpulkan keterangan yang ada pada
kehidupan dalam suatu masyarakat serta pendirian mereka merupakan suatu alat
pembantu metode observasi langsung. (Koentjaraningrat,1983:129)
Pada metode ini, pertanyaan diajukan secara lisan (pengumpul data bertatap muka
dengan narasumber. (Sanapiah Faisal, 2008 : 52).
Jenis wawancara ada dua, yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak
terstruktur. Wawancara terstruktur ialah pewawancara menetapkan sendiri masalah
dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Untuk itu pertanyaan-pertanyaan
disusun dengan rapi dan ketat. Jenis ini dilakukan pada situasi jika sejumlah sampel
yang representatif ditanyai dengan pertanyaan yang sama dan hal ini penting sekali.
Wawancara terstruktur ini bertujuan untuk mencari jawaban terhadap hipotesis kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Wawancara tidak terstuktur digunakan dalam pencarian informasi dalam masyarakat
untuk mengetahui pemahaman dalam masyarakat. Wawancara ini sangat berbeda
dengan wawancara terstruktur dalam hal waktu bertanya dan cara memberikan
respons, yaitu jenis ini lebih bebas iramanya. Responden biasanya terdiri atas mereka
yang terpilih saja karena sifat-sifatnya yang khas. Penelitian ini menggunakan metode
wawancara tidak terstruktur, yang dilakukan dengan suasana akrab dan terbuka,
pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari. (Lexy J.
Moleong,2007 : 190)
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah setiap bahan baik tertulis maupun dalam bentuk gambar
lainnya yang dapat digunakan untuk memperkuat data yang ada. Alat-alat yang
digunakan untuk memperoleh dokumen dalam penelitian ini adalah kamera foto, tape
recorder dan buku catatan. (Guba dan Lincoln, 1981:228). Dokumen sudah lama
digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen
sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk
meramalkan.
4. Content Analysis
Untuk menggunakan content analysis seseorang hendaknya mengikuti kursus dan
latihan khusus yang diadakan untuk itu. Oleh karena itu, apa yang diuraikan di sini
barulah merupakan prinsip-prinsip dasar, dan apabila seseorang tertarik untuk
mendalaminya, sebaiknya ia mengikuti latihan khusus tersebut. (Berelson 1952),
mendifisinikan kajian isi sebagai teknik penelitian untuk keperluan mendeskripsikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
secara objektif, sistematis, dan kuantitatif tentang manifestasi komunikasi. Weber
(1985:9) Teknik content analysis merupakan metodologi penelitian yang
memanfaatkan prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau
dokumen. Definisi berikutnya dikemukan oleh Krippendorff (1980:21), yaitu kajian
isi adalah teknik penelitian yang dimanfaatkan untuk menarik kesimpulan yang
replikatif dan sahih dari data atas dasar konteksnya.
Melalui content analysis data yang diperoleh secara cermat untuk
dapat diambil kesimpulan mengenai data yang digunakan dalam penelitian ini,
serta hal-hal penting yang menjadi pokok persoalan penelitian. Dengan demikian
analisis tersebut mengacu pada beberapa dokumen yang relevan dengan penelitian,
disamping melakukan wawancara dengan para informan.
E. Teknik Analisis Data
Pengumpulan data pada penelitian ini adalah hasil wawancara dengan informan,
sedangkan sajian datanya menggunakan analisis folklor untuk mendeskripsikan
bentuk dan isi, mitos, serta fungsi dari folklor yang diteliti. Analisis simboliknya
menggunakan analisis budaya, untuk mencari makna dari simbol-simbol yang ada
pada penelitian.
Setelah memperoleh data dalam penelitian, kemudian langkah selanjutnya adalah
mengolah data dan menganalisa data. Di dalam penelitian ini pengolahan data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
dipergunakan metode komparatif, yaitu membandingkan antara data yang diperoleh
dari hasil wawancara dengan hasil observasi. Sedangkan dalam menganalisa data
dipergunakan teknik analisis kualitatif, yaitu suatu analisis yang berdasarkan pada
hubungan sebab akibat dari fenomena sejarah dalam waktu dan situasi tertentu. Dari
analisis data itu akan dihasilkan suatu tulisan yang bersifat deskriptif analisis.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Profil Masyarakat Desa Sarean
1. Sejarah Berdirinya Desa Sarean
Desa adalah merupakan perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur
fisiografis, sosial, ekonomis politik, kultural setempat dalam hubungan dan pengaruh
timbal balik dengan daerah lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Desa Sarean adalah tempat terakhir Ki Ageng Prawoto Sidik tinggal, setelah sekian
lama berkelana dan mengajarkan agama Islam. Disini pula tempat Ki Ageng Prawoto
Sidik mendirikan sebuah pemukiman dan menjadi Guru dari Jaka Tingkir. Dari
observasi di lapangan, diketahui asal mula dinamakan Desa Sarean dari beberapa
pendapat informan, diantara lain:
1. Pendapat Bapak Widodo (Juru kunci, 50 tahun)
Mengatakan bahwa dinamakan Desa Sarean adalah Karena di daerah ini Ki Ageng
Prawoto Sidik tutup usia, untuk menghormati dan menghargai jasa-jasanya dahulu
masyarakat disekitar pemukiman memberikan nama Sarean sebagai nama Desa ini.
2. Pendapat Bapak Hadi (Modin, 65 tahun)
Mengatakan bahwa dinamakan Desa Sarean adalah dahulu pada jaman Ki Ageng
Prawoto Sidik masih sering berada di Wonogiri, sering mengunjungi daerah ini untuk
istirahat/tidur, setelah berjalannya waktu warga sekitar memberi nama pemukiman ini
Desa Sarean.
3. Pendapat Bapak Samsi (Ketua RW, 60 tahun)
Mengatakan bahwa dinamakan Desa Sarean adalah Sejak beliau masih muda (Bapak
Kamsi) memang sudah bernama Desa Sarean, karena merupakan nama yang sudah
turun temurun dari jaman dahulu. Tetapi menurut leluhurnya nama Desa Sarean
masih berhubungan erat dengan keberadaan Ki Ageng Prawoto Sidik.
2. Kondisi Geografis (Alam) Masyarakat Desa Sarean
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Luas wilayah Desa Sarean adalah 371,7400 Ha, terbagi menjadi 4 Dukuh, 14 RW
(Rukun Warga), dan 13 RT (Rukun Tetangga). Dari pusat pemerintahan kecamatan
hanya berjarak 3 Km. Batas wilayah Desa Sarean adalah sebagai berikut.
1) Sebelah Utara : Dusun Margamulyo
2) Sebelah Selatan : Dusun Lemah Bang
3) Sebelah Timur : Dusun Serut
4) Sebelah Barat : Dusun Margajati
Keadaan alam Desa Sarean berada pada ketinggian 980 meter dari permukaan air
laut. Kondisi alam di Kecamatan Weru khususnya Desa Sarean adalah perbukitan
dengan jalan yang menanjak, ini terlihat sekali jika melintasi dari pusat kecamatan
Weru ke arah selatan, semakin ke selatan semakin naik dan menanjak. Wilayah Desa
Sarean juga banyak ditemukan batuan kapur yang berada di sekitaran jalan desa.
Mayoritas warga Desa Sarean bermata pencaharian sebagai buruh tani dan buruh
bangunan. Mayoritas mereka menggarap lahan sawahnya sendiri dengan dibantu
buruh tani.
Masyarakat Desa Sarean yang perkebunan di sekitaran dusun, mereka
memanfaatkannya untuk menanam pohon jati. Dari pengamatan penulis, cukup
banyak warga yang memiliki lahan perkebunan. Mayoritas mereka menanam pohon
jati dan mahoni. Menurut hasil pengamatan penulis juga, lahan perkebunan pohon jati
ini banyak sekali dikunjungi oleh kalangan mahasiswa ataupun pengusaha yang akan
melakukan penelitian ataupun menanam modal disini. Disini warga juga menjual
bibit pohon jati dengan kualitas yang baik. Selain juga digunakan sebagai mata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
pencaharian, memiliki perkebunan pohon jati bisa digunakan investasi atau tabungan
di hati tua, mayoritas digunakan juga untuk membuatkan rumah bagi anak-anaknya
kelak. Untuk sebagian masyarakat yang memiliki pekarangan yang cukup luas,
biasanya digunakan untuk ditanami pohon pisang, ubi kayu, mangga dan rambutan.
Setelah berbuah biasanya mereka menjualnya di Pasar Watu Kelir dan sebagian juga
untuk dikonsumsi sendiri. Berdasarkan data monografi dari Desa Sarean Kecamatan
Weru Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah luas wilayah Desa Sarean adalah 371,7400
Ha, terdiri dari:
a. Tanah sawah
Yang terdiri dari Irigasi setengah tehnis seluas 10,000 Ha, sawah tadah hujan 27,8200
Ha.
b. Tanah Kering
Yang terdiri dari pekarangan/bangunan seluas 102,8700 Ha, Tegalan/Kebunan seluas
105,8400 Ha, jalanan seluas 26,91 Ha.
Luas wilayah Desa Sarean menurut luas penggunaan lahan dapat dilihat pada tabel
berikut:
Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha)
Luas Wilayah
1. Tanah Sawah
Irigasi Tehnis
Irigasi Setengah Tehnis
Sederhana
Tadah Hujan
371,7400
-
-
10,000 Ha
-
27,8200 Ha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
2. Tanah Kering
Pekarangan/Bangunan dll
Tegalan/Kebunan
Padang Gembala
Tambak Kolam
Rawa
Hutan Negara
Perkebunan Negara/Swasta
Lain2 sungai, jalan, kuburan dll
102,8700 Ha
105,8400 Ha
-
-
-
-
-
26,91 Ha
Data Geografi Penduduk Tahun 2012
3. Karakteristik Masyarakat Desa Sarean
Desa Sarean merupakan salah satu dari desa/dusun yang berada di Kecamatan Weru,
Kabupaten Sukoharjo. Kecamatan Weru merupakan batas antara Kabupaten
Sukoharjo dengan Kabupaten Klaten sebelah barat dan Kabuapaten Sukoharjo dengan
wonogiri, Kecamatan Weru sebelah selatan juga merupakan batas dengan Kabupaten
Gunung Kidul (Daerah Istimewa Yogyakarta). Luas wilayah 371,7400 Ha ini jauh
dari kata keramaian kota sehingga ini bisa dibilang masyarakat Desa Sarean adalah
masyarakat pinggiran (urban). Disini terdapat 4 Dukuh, 14 RW (Rukun Warga), dan
13 RT (Rukun Tetangga).
Petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik kira-kira berjarak 300 meter terdapat pasar Watu
Kelir. Pasar ini ramai setiap hari pasaran wage dan menjadi pusat perekonomian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
karena menjadi tempat transaksi dan jual beli hasil-hasil bumi masyarakat. Selain itu
di pasar Watu Kelir ini juga menyediakan kebutuhan harian bagi masyarakat
setempat, misalnya sembako, pakaian, hasil ternak. Selain pasar, di dekat petilasan Ki
Ageng Prawoto Sidik juga terdapat terminal. Terminal ini menjadi sarana transportasi
bagi masyarakat Watu Kelir dan sekitarnya. Bus maupun kol di terminal ini melayani
penumpang untuk bepergian menuju dan kembali antar kecamatan (Weru,
Tawangsari PP) maupun antar Kabupaten (Watu Kelir, Kabupaten Sukoharjo-Solo
PP, Watu Lkelir Kabupaten Sukoharjo-PP, Watu Kelir Kabupaten Gunung Kidul DIY
PP, watu Kelir Kabuapten Sukoharjo-Wonogiri).
Masyarakat desa merupakan suatu wilayah yang ditempati sejumlah penduduk dan
merupakan organisasi pemerintahan yang terendah, atau bisa juga diartikan sebagai
suatu wilayah administratif di Indonesia yang paling rendah di bawah kecamatan
yang dipimpin oleh Kepala Desa. Masyarakat desa merupakan masyarakat yang
masih tradisional karena pada umumnya masih memegang adat. Sejarah desa
mempunyai peranan penting dalam sejarah bangsa Indonesia, terutama masa merebut
dan mempertahankan kemerdekaan.
Kehidupan masyarakat Desa Sarean terbilang masih cukup terjalin erat tali
silaturahim. Etos kerja bergotong-royong masih sangat tinggi, terbukti dari hasil
penelitian langsung penulis saat beberapa kali berkunjung ke Desa Sarean dan hasil
wawancara dengan Kepala Desa, Juru Kunci dan masyarakat Desa Sarean sendiri. Ini
merupakan salah satu ciri khas ataupun kebiasaan masyarakat Desa Sarean sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Kehidupan keseharian Masyarakat Desa Sarean masih sangat berpegang teguh pada
adat istiadat setempat, sehingga dari pengamatan penulis di lapangan diperoleh suatu
data analisis karakteristik masyarakat Desa Sarean sebagai berikut:
a. Rukun
Istilah rukun cukup menggambarkan situasi dan keadaan masyarakat Desa Sarean.
Dari sinilah tercipta keadaan masyarakat yang nyaman dan tidak merasa ada tekanan.
Sikap ini sangat terlihat sekali di Desa Sarean, antara satu warga dengan warga
lainnya saling menghormati dan bertutur kata yang benar, sehingga menghindari
konflik antar warga yang bisa merusak keutuhan dan keharmonisan bertetangga.
Karena dewasa ini yang terjadi di masyarakat luas sering terjadi konflik, yang
pangkal dari masalah hanya kurang saling menghargai.
b. Saling Menghargai (Ngajeni)
Masyarakat Desa Sarean sangat menjunjung tinggi sikap saling menghargai antar
warganya, ini terlihat sekali di dalam kehidupan bermasyarakat mereka, masyarakat
berusaha saling menjaga ucapan dan tindakan yang mereka perbuat, supaya tidak
menimbulkan kesalahpahaman yang nantinya bisa berujung tidak menghargai.
Masyarakat jawa menyebutnya “ngajeni”. Mereka benar-benar mengingat kebaikan
yang pernah dilakukan oleh seseorang, sebagai balas budi mereka akan berusaha
membantu ketika orang yang pernah berjasa kepada dirinya membutuhkan
pertolongan.
c. Terbuka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Mungkin seperti inilah potret kehidupan masyarakat Desa Sarean. Masyarakat disini
cukup terbuka dengan hal-hal baru yang masuk di lingkungan mereka, masyarakat
disini cukup beradaptasi jika ada budaya baru yang masuk. Begitu pula dengan para
masyarakat disini cukup terbuka dengan para pendatang ataupun kepada para
pengusaha ataupun mahasiswa yang hendak akan melakukan observasi ataupun
penelitian. Jika dilihat dan diamati keterbukaan ini akan mempermudah masyarakat
Desa Sarean untuk lebih maju dan selalu mengetahui perkembangan teknologi dan
budaya baru.
d. Sederhana
Sederhana merupakan gambaran / background dari masyarakat Desa Sarean.
Masyarakat disini kehidupannya bisa dikatakan cukup, mayoritas masyarakat Desa
Sarean bermata pencaharian bercocok tanam di ladang ataupun sawah. Sekitaran
Desa Sarean kondisi tanahnya adalah tanah kapur dan bebatuan, sehingga banyak
dimanfaatkan para warga untuk menanam singkong. Sebagian juga ada warga yang
memiliki lahan untuk ditanami pohon jati, karena di daerah sini banyak sekali yang
memiliki tanah dan ditanami pohon jati, bahkan di daerah ini sudah dijadikan untuk
kawasan usaha pohon jati. Ada juga warga yang bermata pencaharian sebagai seorang
guru ataupun pegawai kantoran. Mengingat kondisi jalan disini yang berbelok dan
banyak tanjakan cukup berpengaruh kepada kehidupan ekonomi masyarakat Desa
Sarean.
e. Sopan-Santun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Masyarakat Desa Sarean sangatlah menjunjung tingi nilai kesopanan (Unggah-
ungguh), ini terlihat sekali di dalam kehidupan pergaulan di lingkungan para warga.
Generasi muda disini terhadap orang yang lebih tua maupun kepada para pendatang
baru cukup sopan, mereka menjaga sekali tindak tutur dan kesopanan mereka. Begitu
pula dengan orang yang mungkin lebih berwibawa dari mereka, mereka
memperlihatkan sikap sopan. Masih cukup banyak para warga Desa Sarean yang
masih bisa menggunakan bahasa jawa yang halus/benar, terutama para warga yang
sudah berumur. Bahkan sebagian masyarakat yang sudah berumur lanjut masih
banyak yang bisa berbahasa jawa halus. Masyarakat disini akan dengan senang hati
jika ada pendatang baru yang menanyakan tentang lingkungan mereka disini,
ditambah dengan masyarakat disini yang terbuka dan sopan, membuat warga Desa
Sarean cukup mudah untuk bergaul dan menerima hal-hal baru. Bagi para warga Desa
Sarean bersopan santun sudah merupakan bagian dari kehidupan pergaulan
masyarakat kesehariannya.
f. Tanpa Pamrih
Masyarakat disini tumbuh sikap saling tolong menolong yang cukup terjalin dengan
baik, salah satunya mereka menolong dengan tanpa pamrih atau tidak mengharap
imbalan. Ini terlihat sekali jika ada warga Desa Sarean yang memiliki kerja ataupun
lagi ada warga yang meninggal dunia, mereka akan dengan senang hati membantu
acara tersebut agar dapat meringankan beban dari yang punya kerja ataupun sedang
lagi kena musibah. Mereka tidak mengharap balasan dibayar, semata-mata itu mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
lakukan untuk saling membantu dan sebagai solidaritas bertetangga. Sikap seperti ini
masih terlihat sekali di kehidupan desa yang sangat menjujung tinggi adat-istiadat.
g. Gotong Royong
Mungkin inilah yang bisa diungkapkan untuk melihat ciri khas masyarakat Desa
Sarean. Sikap kebersamaan ini sangatlah terlihat sekali disini. Mereka bekerja sama
untuk satu tujuan, yaitu agar untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan mudah.
Gotong royong sangat berjalan sekali di Desa Sarean hingga sekarang, karena disini
mereka menyadari akan pentingnya solidaritas dan bekerja sama antar masyarakat. Ini
terlihat sekali jika di dalam desa ada program baru dari pemerintah atau sekedar
kegiatan rutinitas. Seperti jika ada acara Sambatan di lingkungan Desa Sarean, yang
dilakukan oleh para Bapak-Bapak ataupun kaum muda untuk membantu atau
melakukan kegiatan dalam pembangunan rumah, pembuatan/pengaspalan jalan baru
maupun untuk membuat aliran selokan di sekitaran pemukiman warga, Sambatan
juga terlihat pada acara ngijing , yakni acara meletakkan/memasang batu nisan pada
saat nyewu, nyewu adalah peringatan 1000 hari kematian seseorang. Semua ini
dilakukan dengan sukarela tanpa mengharap upah ataupun bayaran. Berkat kehidupan
seperti inilah bisa menimbulkan kerukunan dan kerjasama antar warga.
4. Agama dan Kepercayaan Masyarakat Desa Sarean
Hal mendara bagi kehidupan manusia adalah kepercayaan. Sebelum menetukan
tahap-tahpa selanjutnya dalam kelanjutan manusia, semua manusia sempat
mengalami pertanyaan seputar kepercayaan yang ia miliki. Pda dasarnya konsep
ketuhanan kontemporer ada 3 macam yaitu: teisme (adalah konsep yang meyakini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
dengan tegas bahwa Tuhan itu ada, aknotisme merupakan paham yang berpendapat
bahwa pengetahuna tentang Tuhan tidak diperoleh oleh manusia, manusia tidak
mampu mengetahui eksistansi Tuhan (agnostik), ateisme yaitu pandagan yang tidak
mengakui adanya tuhan karena alam ada dengan sendirinya dan bekerja menuru
undang-undang dirinya sendiri. Logika positifis selalu menggambarkan bahwa agama
merupakan fenomena kemasyarakatan, tak ubahnya denga tradisi,cara berpakaian,
dan lain-lain. Keyakina beragama secara individu, sosio kultural dan religiusitas
menurut orang jawa berada di dalam satu spirit. Tindakan-tindakan keberagamaan
merupakan sikap individu dimana individu tersebut terikat secara ssio kultural
sehingga menghasilakn religiusitas yang sinkretis. Masyarakat jawa menjalani semua
itu sebagai bentuk dari sikap budaya dan gaya hidupnya yang selalu menjaga
harmoni. Masyarakat Desa Sarean mayoritas para warganya adalah asli orang Jawa,
masih banyak pula yang mempercayai hal-hal yang berbau kejawen, dan ada pula
yang sudah berfikir modern/Islam. Bagi sebagian masyarakat yang masih percaya
dengan hal yang berbau Kejawen, banyak yang sering berkunjung atau melakukan
ritual di Makam Ki Ageng Prawoto Sidik. Tidak hanya para warga masyarakat Desa
Sarean yang datang ke makam, tetapi banyak juga pengunjung yang datang dari luar
daerah, bahkan dari luar kota juga masih cukup banyak yang datang untuk
berkunjung maupun sesirih di petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik. Pada malam-malam
tertentu seperti Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon, masih banyak yang berkunjung di
petilasan Makam Ki Ageng Prawoto Sidik untuk melakukan rangkaian kegiatan yang
menjadi ujubnya/permintaannya. Kemudian ada juga yang hanya sekedar berkumpul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
pada malam tertentu untuk bersilaturahmi, karena pada malam-malam tertentu di
areal makam masih dan sering ramai dikunjungi oleh para warga.
Warga masyarakat Desa Sarean mayoritas adalah beragama Islam, tetapi juga ada
yang bergama Kristen maupun Katholik. Sebagai buktinya ini terlihat sekali masjid
yang berada di perkampungan yang digunakan umat Islam sebagai tempat beribadah
mereka, Gereja-gereja juga ditemukan di daerah ini untuk peribadatan orang Nasrani.
Di Desa Sarean terdapat 7 buah Masjid, 8 Surau/Mushola, kemudian juga terdapat
Gereja 3 buah. Untuk menjaga keharmonisan, para warga berusaha untuk saling
menghargai maupun saling membantu jika salah satu membutuhkan uluran tangan.
Kegiatan keagamaan disini yang dilakukan adalah seperti Tahlillan yang dilakukan
secara bergantian dari rumah ke rumah atau disaat ada seseorang warga yang sanak
keluarganya ada yang kesripahan / meninggal dunia. Bagi Ibu-Ibu juga sering
melakukan kegiatan keagamaan yaitu Pengajian di masjid pada hari tertentu.
Kegiatan tradisi yang masih dipercaya atau dilakukan oleh masyarakat Desa Sarean
ialah berupa Selametan, Nyadran. Ini dilakukan karena sebagian masyarakat disini
masih banyak yang menganut kejawen yang kuat, masih melestarikan budaya jawa
yang cukup kuat. Bagi yang sudah berfikir modern/islam modern, sudah jarang yang
melakukan kegiatan seperti ini. Tetapi keharmonisan di Desa Sarean sangat terjaga
walaupun mungkin memiliki perbedaan pikiran atau kepercayaan. Mereka saling
menghormati dan menghargai satu dengan yang lainnya. Jika saat ada bancaan di
Makam Ki Ageng Prawoto Sidik, masih ada sebagian pula masyarakat yang datang
disini untuk sekedar ikut berdoa dan kemudian masakan dari bancaan itu sendiri akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
dibagikan oleh modin atau juru kunci. Bancaan itu sendiri adalah serangkaian
kegiatan yang bertujuan unyuk meminta keselamatan atau wujud dari rasa syukur.
Biasanya di dalam bancaan yang sangat kental atau menjadi utama adalah adanya
sega gudangan, sega gudangan (nasi urap) disini terdiri dari nasi, kemudian terdapat
sayuran dan kacang-kacangan dengan sambal kelapa, kemudian dilengkapi dengan
telor. Anak-anak kecil yang paling suka disini jika ada bancakan di makam Ki Ageng
Prawoto Sidik.
NO AGAMA JUMLAH TEMPAT IBADAH
1 Islam 5240 orang 7 Masjid, 8 Surau
2 Kristen 59 orang 3 Gereja
3 Katolik - -
4 Budha - -
5 Hindu - -
(Sumber Monografi Desa Sarean)
5. Tradisi Masyarakat Desa Sarean
Tradisi Tradisional masyarakat Desa Sarean masih cukup kental sekali dengan unsur
kejawen. Aktifitas tersebut masih ada yang terkait dengan unsur sosial keagamaan
dan peringatan hari-hari besar. Seperti Upacara Penggantian Kelambu yang diadakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
setahun sekali setiap Bulan Ruwah. Tradisi ini diadakan pada tanggal kur-kuran,
yakni pada tanggal ganjil setiap tanggal 20an, seperti tanggal 21, 23,25 dan
seterusnya.
Tradisi masyarakat disini masih berjalan dengan baik, warga yang masih berpegang
teguh pada budaya jawa masih sering melakukan serangkaian kegiatan yang berbau
jawa seperti nyadran, mitoni, slametan. Semua itu dilakukan demi menjaga
kelestarian budaya jawa agar tetap hidup dan lestari.
Prosesi nyadran diawali dengan setiap keluarga membuat kue apem dan ketan kolak.
Adonan tiga jenis penganan dimasukkan dalam takir, yaitu tempat makanan terbuat
dari daun pisang yang di kanan-kiri ditusuk lidi (biting). Kue-kue tadi di samping
dipakai munjung/ater-ater kepada saudara yang lebih tua, juga merupakan ubarampe
kenduri. Sesudah besik (membersihkan rumput-rumput), masyarakat sekampung
menggelar kenduri yang berlokasi di sepanjang jalan masuk menuju makam atau
lahan kosong di sekitar makam. Secara etimologis, kata craddha berasal dari bahasa
Sansekerta “sraddha” yang artinya keyakinan, percaya atau kepercayaan. Masyarakat
Jawa kuno meyakini bahwa leluhur yang sudah meninggal, sejatinya masih ada dan
mempengaruhi kehidupan anak cucu atau keturunannya. Oleh karena itu, mereka
sangat memperhatikan saat atau waktu, hari dan tanggal meninggalnya leluhur. Pada
waktu-waktu (saat) itu, mereka yang masih hidup diharuskan membuat sesaji berupa
kue, minuman, atau kesukaan yang meninggal. Selanjutnya, sesaji itu ditaruh di meja,
ditata rapi, diberi bunga setaman, dan diberi penerangan berupa lampu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Pengaruh agama Islam pula makna nyadran mengalami pergeseran, dari sekadar
berdoa kepada Tuhan, menjadi ritual pelaporan dan wujud penghargaan kepada bulan
Sya‟ban atau Nisfu Sya‟ban. Ini dikaitkan dengan ajaran Islam bahwa bulan Sya‟ban
yang datang menjelang Ramadhan, merupakan bulan pelaporan atas amal perbuatan
manusia. Oleh karena itu, pelaksanaan ziarah juga dimaksudkan sebagai sarana
introspeksi atau perenungan terhadap segala daya dan upaya yang telah dilakukan
selama setahun. Pada perkembangan selanjutnya, tradisi nyadran mengalami
perluasan makna. Bagi mereka yang pulang dari rantauan, nyadran dikaitkan dengan
sedekah, beramal kepada para fakir miskin, membangun tempat ibadah, memugar
cungkup dan pagar makam. Kegiatan tersebut sebagai wujud balas jasa atas
pengorbanan leluhur, yang sudah mendidik, membiayai ketika anak-anak, hingga
menjadi orang yang sukses. Bagi perantau yang sukses dan kebetulan diberi rezeki
berlimpah, pulang nyadran dengan beramal merupakan manifestasi hormat dan
penghargaan kepada leluhur. Bagi umat Islam sendiri, tradisi nyadran masih
menimbulkan perdebatan. Itu karena ada dua pendapat berbeda, dikaitkan dengan
ajaran Nabi Muhammad SAW. Kelompok pertama atau yang beraliran moderat,
beranggapan bahwa ritual nyadran tidak perlu dilakukan karena bertentangan dengan
hadits dan as sunnah. Nyadran sering digolongkan perbuatan syirik atau
menyekutukan Tuhan. Sementara menurut kelompok kedua yang beraliran kultural,
nyadran adalah kegiatan keagamaan yang sah-sah saja, asal tidak untuk menyembah
leluhur atau pekuburan.
Terlepas dari perbedaan pendapat itu, penulis memandang perlu pelestarian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
tradisi nyadran. Selain sebagai wujud pelestarian budaya adhiluhung peninggalan
nenek moyang, terdapat sejumlah kearifan dalam prosesi tradisi nyadran yang sangat
relevan dengn konteks kekinian. Hal ini karena prosesi nyadran tidak hanya sekedar
gotong royong membersihkan makam leluhur, selamatan dengan kenduri, dan
membuat kue apem ketan kolak sebagai unsur utama sesaji. Lebih dari itu, nyadran
menjelma menjadi ajang silaturahmi, wahana perekat sosial, sarana membangun jati
diri bangsa, rasa kebangsaan dan nasionalisme. Ketika pelaksanaan nyadran,
kelompok-kelompok keluarga atau trah tertentu, tidak terasa terkotak-kotak dalam
status sosial, kelas, agama, golongan, partai politik, dan sebagainya. Perbedaan itu
lebur, karena mereka berkumpul menjadi satu, berbaur, saling mengasihi, saling
menyayangi satu sama lain. Seusai nyadran ada warga yang mengajak saudara di
desa ikut merantau dan bekerja di kota-kota besar. Di sinilah ada hubungan
kekerabatan, kebersamaan, kasih sayang di antara warga atau anggota trah.
Tradisi masyarakat Desa Sarean yang masih dilaksanakan selain nyadran adalah
mitoni. Tradisi upacara ini sudah berlangsung sejak nenek moyang di Jawa. Upacara
ini diadakan pada seorang perempuan Jawa yang masih percaya dan hamil pertama
kalinya. Sedangkan sang suami juga ikut dalam upacara tersebut. Asal mitoni berasal
dari kata “miton” yang berarti tujuh yaitu perempuan yang hamil selama tujuh bulan,
sedangkan “nelon” berarti 3 bulan lamanya dalam kehamilan. Lalu orang Jawa
memberi nama mitonneloni yaitu memperingati seseorang perempuan yang hamil
pertama kali dan waktu tiga bulan dan 7 bulan dan menyambut kelahiran. Konon
ceritanya orang yang masih percaya kalau tidak diadakan maka kelahirannya akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
terganggu, dan orang Jawa khususnya sesepuh masih kental dengan hal – hal tersebut.
Dari uraian diatas, selanjutnya akan dijelaskan urutan mitoni:
1. Upacara Siraman
Biasanya pelaksanaan siraman diadakan dikamar mandi atau ditempat khusus yang
dibuat untuk siraman, di halaman belakang atau samping rumah. Siraman berasal dari
kata siram artinya mandi. Pada saat mitoni adalah pemandian untuk sesuci lahir batin
bagi calon ibu/orang tua beserta bayi dalam kandungan. Yang baku, di tempat
siraman ada bak/tempat air yang telah diisi air yang berasal dari tujuh sumber air
yang dicampur dengan bunga sritaman, yang terdiri dari mawar,melati, kenanga dan
kantil. Di depan tempat siraman yang disusun apik, duduk calon kakek, calon nenek
dan ibu-ibu yang akan ikut memandikan.Mereka semua berpakaian tradisional Jawa,
bagus, rapi. Calon ibu dengan berpakaian kain putih yang praktis, tanpa mengenakan
asesoris seperti gelang, kalung, subang dan sebagainya, datang ke tempat siraman
diiringi beberapa ibu. Dia langsung didudukkan di atas Klasa Bangka kursi yang
dialasi dan dihias dengan sebuah tikar tua, maksudnya orang wajib bekerja sesuai
kemampuannya. Selain itu kursi tadi juga dihiasi dengan dedaunan, misalnya : daun
apa-apa, alang-alang, ara-ara, dadap srep, awar-awar yang melambangkan
keselamatan dan daun kluwih sebagai perlambang kehidupan yang makmur.
Orang pertama yang mendapat kehormatan untuk memandikan adalah calon kakek,
kemudian calon nenek dan disusul oleh beberapa ibu yang sudah punya cucu. Sesuai
kebiasaan, jumlah yang memandikan adalah tujuh orang. Diambil perlambang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
positifnya, yaitu tujuh, bahasa Jawanya pitu, supaya memberi pitulungan atau
pertolongan.
Sesudah selesai dimandikan dengan diguyur air suci, terakhir dikucuri air suci dari
sebuah kendi sampai airnya habis. Kendi yang kosong dibanting ke tanah. Dilihat
bagaimana pecahnya, kalau paruh atau corot kendi tidak pecah berarti itu anak
Lanang. Berarti calon jabang bayi di perut berjenis kelamin laki-laki. Artinya
masyarakat jawa meyakini bahwa bayi yang akan lahir berjenis kelamin laki-laki.
Apabila paruh/corok kendi pecah, calon jabang bayi di perut berjenis kelamin
perempuan atau wadon. Artinya masyarakat jawa meyakini bahwa bayi yang akan
lahir berjenis kelamin perempuan. Perlu diketahui bahwa suasana selama pelaksanaan
siraman adalah sakral tetapi riang.
2. Peluncuran Tropong
Ada kalanya, sesudah selesai pecah kendi, sebuah tropong, alat tenun dari kayu
diluncurkan ke dalam kain tekstil yang mempunyai tujuh warna. Ini sebagai
perlambang sekaligus harapan agar proses kelahiran bayi berlangsung dengan lancar
dan selamat. Peluncuran tropong, pada masa kini sudah jarang sekali dilakukan.
3. Siraman Gaya Mataraman
Siraman gaya Mataraman atau Yogyakarta kuno, sekarang boleh dibilang tidak
dilakukan lagi. Pada siraman tersebut yang dimandikan tidak hanya calon ibu, tetapi
jugas calon ayah, secara berbarengan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
4. Pendandanan calon ibu
Di sebuah ruangan yang telah disiapkan untuk upacara pendandanan, beberapa ibu
dengan disaksikan hadirin, mendandani calon ibu dengan beberapa motif kain batik
dan lurik. Ada 6 (enam) motif kain batik, antara lain motif kesatrian, melambangkan
sikap satria; wahyu tumurun, yaitu wahyu yang menurunkan kehidupan mulia,
sidomukti, maksudnya hidup makmur, sidoluhur-berbudi luhur dan sebagainya.
Satu per satu kain batik itu dikenakan, tetapi tidak ada yang sreg, sesuai. Lalu yang
ketujuh dikenakan kain lurik bermotif lasem. Lurik adalah bahan yang sederhana
tetapi kuat, motif lasem mewujudkan perajutan kasih yang bahagia, tahan lama.
Begitulah perlambang positif dari upacara pendandanan.
Lurik yang dikenakan calon ibu tersebut diikat dengan tali yang terdiri dari benang
dan anyaman daun kelapa. Tali itu dipotong oleh calon ayah dengan menggunakan
sebilah keris yang ujungnya ditutup kunyit. Ini perlambang bahwa semua kesulitan
yang dihadapi keluarga, akan diatasi oleh sang ayah.
Sesudah memotong tali, sang ayah mengambil tiga langkah kebelakang,
membalikkan badan dan lari keluar. Ini melambangkan kelahiran yang lancar dan
selamat, bagi bayi dan ibu.
5. Brojolan
Dua buah kelapa gading diluncurkan kedalam kain lurik yang dipakai
calon ibu. Kedua kelapa tersebut jatuh diatas tumpukan kain batik. Ini juga
menggambarkan kelahiran yang lancar dan selamat. Kedua buah kelapa gading itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
diukir dengan gambar Dewi Ratih dan Dewa Kamajaya, sepasang dewa dewi yang
cantik, bagus rupanya dan baik hatinya. Artinya tokoh, figur yang ayu, baik, luar
dalam, lahir batin. Ini tentu dalam menjalani kehidupan kedua orang tua juga
bersikap demikian, demikian pula anak yang dilahirkan, menjalani kehidupan yang
baik, berbudi pekerti luhur dan mapan lahir batin.
Calon ayah mengambil salah satu kelapa tersebut dan memecahnya dengan
menggunakan golok. Kalau kelapa itu pecah jadi dua berarti Wadon atau perempuan.
Kalau kelapa itu airnya menyembur keluar berarti Lanang atau lelaki. Anak yang
dilahirkan putra atau putri, sama saja, tetap akan diasuh, dibesarkan oleh orang
tuanya dengan penuh kasih dan tanggung jawab. Kelapa yang satunya, yang masih
utuh, diambil, lalu dengan diemban oleh calon nenek, ditaruh di tempat tidur calon
orang tua.
6. Angreman
Angreman dari kata angrem artinya mengerami telur. Calon orang tua duduk di
atas tumpukan kain yang tadi dipakai, seolah mengerami telur, menunggu waktu
sampai bayinya lahir dengan sehat selamat. Mereka mengambil beberapa macam
makanan dari sesaji dan ditaruh di sebuah cobek. Mereka makan bersama sampai
habis. Cobek itu menggambarkan ari-ari bayi.
Kelapa dan tumpukan kain-kain itu berada di atas tempat tidur kedua calon orang
tua. Ini latihan kesabaran bagi keduanya sewaktu menjaga dan merawat bayi.
Di pagi harinya, calon ayah memecah kelapa tersebut. Ini biasanya yang terjadi.
Tetapi kalau di pagi hari ada seorang wanita hamil meminta kelapa tersebut, menurut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
adat, kelapa itu harus diberikan. Lalu wanita dan suaminya yang akan memecah
kelapa itu. Hal ini melambangkan bahwa dalam menjalani kehidupan, orang tidak
boleh egois, mementingkan diri sendiri, saling menolong dan welas asih haruslah
diutamakan.
6. Relasi Sosio-Cultural Masyarakat Desa Sarean Terhadap Ritual Pulung
Langse
Tradisi Hinduisme dan Budhiisme yang datang dari India, memiliki dampak kuat
terhadap ritus-ritus dan simbol di berbagai daerah di Indonesia. Demikian juga tradisi
Cina dan budaya Islam sangat kuat dan memberikan pengaruh luas terhadap tradisi
dan upacara adat di Nusantara, khususnya Jawa. Demikian juga peran para wali,
ulama, dan dalam penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Nusantara termasuk
Jawa. Hal itu merupakan Diseminansi unsur-unsur budaya yang datang dari luar dan
sekaligus menjadi pusat dialog budaya antara budaya luar dan budaya lokal yang
dapat menghasilkan pembentukan dan pengayaan kebudayaan nusantara pada tingkat
lokal. Unsur-unsur budaya dari hasil proses akulturasi, asimilasi dan dialog serta
konvergensi mainstream budaya besar pada jamannya. Pada hakikatnya berhasil
sebagai pondasi budaya lokal yang pada masa mendatang menjadi akar kebudayaan
Indonesia baru. (Djoko Suryo, 2009, hal 105-106).
Lingkungan sosial budaya, yaitu lingkungan antar manusia yang meliputi: pola-pola
hubungan sosial serta kaidah pendukungnya yang berlaku dalam suatu lingkungan
spasial (ruang); yang ruang lingkupnya ditentukan oleh keberlakuan pola-pola
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
hubungan sosial tersebut (termasuk perilaku manusia di dalamnya); dan oleh tingkat
rasa integrasi mereka yang berada di dalamnya. Oleh karena itu, lingkungan sosial
budaya terdiri dari pola interaksi antara budaya, teknologi dan organisasi sosial,
termasuk di dalamnya jumlah penduduk dan perilakunya yang terdapat dalam
lingkungan spasial tertentu.
Lingkungan sosial budaya terbentuk mengikuti keberadaan manusia di muka bumi.
Ini berarti bahwa lingkungan sosial budaya sudah ada sejak makhluk manusia atau
homo sapiens ini ada atau diciptakan. Lingkungan sosial budaya mengalami
perubahan sejalan dengan peningkatan kemampuan adaptasi kultural manusia
terhadap lingkungannya.
Manusia lebih mengandalkan kemampuan adaptasi kulturalnya dibandingkan dengan
kemampuan adaptasi biologis (fisiologis maupun morfologis) yang dimilikinya
seperti organisme lain dalam melakukan interaksi dengan lingkungan hidup. Karena
Lingkungan hidup yang dimaksud tersebut tidak bisa lepas dari kehidupan manusia,
maka yang dimaksud dengan lingkungan hidup adalah lingkungan hidup manusia.
Kelompok sistim ada 2 yang saling berinteraksi dalam lingkungan sosial budaya yaitu
sosio sistem dan ekosistem. Sistem sosial tersebut meliputi: teknologi; pola
eksploitasi sumber daya; pengetahuan; ideologi; sistem nilai; organisasi sosial;
populasi; kesehatan; dan gizi. Sedangkan ekosistem yang dimaksud meliputi tanah,
air, udara, iklim, tumbuhan, hewan dan populasi manusia lain. Dan interaksi kedua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
sistem tersebut melalui proses seleksi dan adaptasi serta pertukaran aliran enerji,
materi, dan informasi.
Kebudayaan dapat diartikan dengan hal-hal yang bersangkutan dengan akal.
Kebudayaan adalah keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang
teratur oleh tata kelakuan yang harus di dapatnya dengan belajar, yang semuanya
tersusun dalam kehidupan masyarakat. Tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat, dan
tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan.
Kebudayaan adalah keseluruhan pola tingkah laku dan pola bertingkah laku, baik
secara eksplisit maupun implisit, yang diperoleh dan diturunkan melalui simbol, yang
akhirnya mampu membentuk sesuatu yang khas dari kelompok-kelompok manusia,
termasuk perwujudannya dalam benda-benda materi. Kebudayaan mencakup ruang
lingkup yang luas, yang wujudnya dapat berupa kebudayaan hasil rasa atau sistem
budaya (norma, adat istiadat), hasil cipta (fisik) dan konsep tingkah laku (sistem
sosial).
Secara sosio budaya penting untuk dilacak segi-segi yang berkaitan dengan asal-usul,
pertumbuhan, perkembangan, kelangsungan serta perubahan-perubahan sosio kultural
masyarakat Desa Sarean dengan adanya tradisi ritual pulung langse. Karena unsur-
unsur sosial budaya ini sangat penting untuk mendasar terbentuknya kekhasan dan
keunikan sebuah ritual (Ritual Pulung Langse dalam masyarakat). Latar
Geoekosistem pedesaan agraris di Jawa yang diperkuat dengan latar sosio politik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
kultural Keraton Jawa telah mendasar. Terbentuknya modal sosial (sosial capasity)
dan nilai dasar kultural (core values) bagi masyarakat jawa, tidak terkecuali
masyarakat Desa Sarean. Tokoh Ki Ageng Prawoto Sidik yang turut serta menjadi
tokoh pengembang kebudayaan Islam pada prosesnya bertemu dengan kebudayaan
jawa asli yang dimiliki oleh masyarakat Desa Sarean. Hal tersebut sangat
mempengaruhi pandangan dunia (world view) budaya jawa masyarakat Desa Sarean,
sistim kekerabatan (kin-ship) sistim kemasyarakatan kawruh ngelmu, bahasa, seni
(arsitek, drama, wayang, musik, gamela, tembang, tari, batik, keris, kerajinan dan lain
lain) serta berbagai bentuk tradisi upacara, baik upacara adat maupun keagamaan
(dalam hal ini tradisi Pulung Langse yang sangat berpengaruh dalam kegiatan hari
hari). (Djoko Suryo, hal 135-136)
Segi-segi ideasional yang berkaitan dengan konsep, visi dan pandangan filosofis
tentang alam semesta dan manusia tersirat dalam ungkapan masyarakat Desa Sarean,
misalnya memayu hayuning buwana konsep memayu hayuning buwana ini
merupakan visi lokal yang diartikan sebagai upaya untuk memelihara keselamatan
dan kelestarian kehidupan dimuka bumi sebagai suatu akosistem yang harmonis.
Berdasarkan misi tersebut masyarakat Desa Sarean mengadakan ritual Pulung
Langse.
Kebudayaan Jawa, selain memiliki pandangan ideasional juga memiliki pemikiran
fisioner tradisional. Misalnya, pemikiran-pemikiran Ronggowarsito, Pakubuwono IV.
Mangkunegara IV dan lain-lain. Bahkan sebelumnya secara populer di Jawa pernah
muncul ramalan jayabaya yang menggambarkan akan terjadinya kejadian-kejadian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
penting di Jawa pada masa yang akan datang. Sejak lama juga telah muncul jenis-
jenis alam pemikiran penujuman, peramalan, atau paranormal yang lebih berbasisi
pada pengetahuan berbau mistis dan magis. Akan halnya upacara tradisi Pulung
Langse termasuk memiliki hal-hal yang memiliki sifat mistis magis. Hal ini terlihat
dalam kep0ercayaan masyarakat desa Sarean dan sekitarnya yang memuliakan
makam dan petilasan ki Ageng Prawoto Sidik serta melalukan ritual Pulung Langse.
Perluasan Islam di Nusantara abad ke 14 sampai 15 menandai masa terjadinya
pergeseran kehidupan keagamaan dan budaya masyarakat di Nusantara, termasuk di
Desa Sarean. Masyarakat yang semula meyakini dan memegang tradisi kebudayaan
Hindu-Budha yang bercampur dengan kepercayaan Animisme Dinamisme bergeser
ke arah kebudayaan Islam. Salah satu bukti adalah tokoh Ki Ageng Prawoto Sidik
diceritakan sebagai seorang tokoh yang menyebarkan agama islam di Desa Sarean.
Masa transisi dari jaman Hindu Budha ke Islam yang diikuti dengan masa terjadinya
Islamiasai di Jawa abad 14 dan 15, ditandai pula dengan kelahiran tokoh atau tokoh
tojoh oranga terkemuka sebagai pemimpin agama, guru agama, mubalik, ulama,kyai
maupun kaum kaum intelektual muslim yang berperan sebagai pemuka penyebar
agama islam di jawa. Yang plaing trekenal adalah mereka yang disebut sebagai Wali
Sanga. Tokoh wali dipandang sebagai orang suci atau keramat yang berkedudukan
tiinggoi di masyarakat. Saalah satu tokoh penyebar agam Islam yang merupakan
murid Sunan kalijaga adalah Ki Ageng Prawoto Sidik.
Mula-mula KI Ageng Prawito Sidik kungkum di rawapening selama 7 tahun sampai
airnya menjadi biru, Karena peristiwa itu dikenal juga sebagai Ki Ageng Banyubiru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Setelah tapa nya berhasil beliau mendapat perintah dari Sunan Kalijaga untuk
menjadi kawula alit di daerah Lawu, dilanjutkan diminta untuk menyebarkan agama
islam di daerah wonogiri. Jika sudah menemukan 9 buah sendhnag beliau baru boleh
membuka perkampungan. Di Desa Sarean inilah Ki Ageng Prawwoto Sidik inilah
menemukan 9 sendang dan beliau membuka perkampungan baru dan menyebarkan
agama Islam di daerah tersebut.
Kepercayaan sosial budaya masyarakat terhadap petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik
yang memuncukan tradisi upacara ritual penggantian Kelambu juga mengingat tokoh
Ki Ageng Prawoto Sidik yang dikenal sebagai guru dari Joko Tingkir . Kelak Joko
Tingkir ini bertahta di Pajang dengan gelar Sultan Hadiwijaya.
B. Bentuk Ritual Pulung Langse
1. Bentuk Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Pulung Langse
Cerita rakyat adalah cerita lisan sebagai bagian dari folklor dan merupakan bagian
persediaan cerita yang telah mengenal huruf maupun belum. Di dalam bahasa inggris,
cerita rakyat disebut dengan istilah folktale adalah sangat inklusif. Secara singkat
dikatakan bahwa cerita rakyat merupakan jenis cerita yang hidup di kalangan
masyarakat, yang ditularkan dari mulut ke mulut. Cerita Rakyat dapat dibagi atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
dikelompokkan menurut ciri-cirinya menjadi tiga bentuk yaitu Mite, Legenda, dan
Dongeng. Berdasarkan tiga bentuk tersebut, cerita rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik
berbentuk legenda karena cerita tersebut mengisahkan tentang perjalanan hidup Ki
Ageng Prawoto Sidik sampai ia menyebarkan agama islam di daerah yang ia
singgahi.
Upacara tradisional adalah kegiatan sosial yang melibatkan para warga masyarakat
dalam usaha mencapai tujuan keselamatan bersama. Upacara tradisional ini
merupakan bagian yang integral dari kebudayaan masyarakat pendukungnya, dan
kelestarian hidup upacara tradisional tersebut dimungkinkan oleh fungsinya bagi
kehidupan masyarakat pendukungnya, dan dapat mengalami kepunahan bila tidak
memiliki fungsi sama sekali dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Upacara
tradisional penuh dengan simbol-simbol yang berperan sebagai alat komunikasi antar
manusia, kemudian juga menjadi suatu penghubung antara dunia nyata dengan dunia
gaib (Boestami, 1985 : 1). Upacara Tradisional Pulung Langse ini termasuk ke dalam
bentuk folklor karena upacara tersebut merupakan kebudayaan dalam kolektif yang
tersebar dan diwariskan secara turun-temurun diantara kolektif, secara tradisional
dalam versi yang berkembang serta disertai gerak isyarat yang penuh dengan makna
simbolik atau lambang (Danandjaja, 1997:2). Dalam Cerita Rakyat dan Upacara
Tradisional Pulung Langse adalah suatu bentuk folklor sebagian lisan. Folklor
dikatakan sebagian lisan karena terdapat Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik yang
penyampainnya dilakukan secara lisan. Sedangkan Upacara Tradisonal Pulung
Langse dikatakan folklor bukan lisan karena dalam upacara tersebut disertai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
serangkaian perbuatan, yang berbentuk upacara tradisional. Folklor sendiri dibagi
dalam tiga kelompok besar yaitu folklor lisan, folklor sebagian lisan, dan folklor
bukan lisan. Upacara Tradisional merupakan acara ritual yang diadakan setahun
sekali menjelang memasuki Bulan Ramadhan yang bermaksud untuk menghormati
jasa-jasa Ki Ageng Prawoto sidik selama masih hidup.
a. Sejarah Cerita Rakyat dari Beberapa Sumber
1. Informan 1 (Bapak Widodo, 48 tahun)
itu nama terkahir, 3 saudara, kebo kanigoro, kenanga, amiguru, kebo kenanga
anaknya jadi raja, Joko Tingkir, karena beberapa perjalanan nama terkahir Ki Ageng
Prawoto Sidik/Ki Ageng Banyubiru, dulu pernah kungkum, dulu namanya Arimuko
airnya jadi biru, makanya disebut banyu biru, menjalani kungkum 7 tahun , lalu jalan
atau istilah jawanya menjadi kawula alit, bermasyarakat, menjadi buruh, among tamu
selama 7 tahun, ganti nama kertowijoyo, setelah sampai bulukerto(dekat sukoharjo),
sampai disitu disuruh tapa berdiri di desa kaligayam selama 7 tahun menjadi Syekh
Imam perwitosari. Setelah bertapa dia mendapat petunjuk dari sunan kalijaga untuk
dedukuh disini, di tempat sekarang ini, setlah menenmukan sembilan sendang. Ki
ageng di hutan menemukan 7, kebetulan saat itu anak dari kebo kenanga , mendapat
wisik untuk berguru ke temapat pakdhenya menuntut ilmu kadigdayan, Kanuragan
dan kebatinan. Saat Ki Ageng akan sholat tidak ada air, Jaka Tingkir mendapat
bisikan menangkat batu, menjadi danumulyo, yang kedua siluwih, setelah ketemu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
semua sendang, setelah itu Jaka Tingkir kembali ke demak, dan menjadi Raja,
kemudian dinobatkan oleh sunan kalijaga. Pulung Langse tidak seperti dahulu karena
terkikis jaman, dulu namanya penutup kain di nisan. Sekarang sudah modern,
sekarang di korden, kalau dulu pakai acara sedekahan, sekarang karena ungkin
kurangnya pendukungan, karena terkikis agama. Sekarang acaranya biasanya.
2. Informan 2 (Saroso, 49 tahun)
Eyang dari rawapening tapa 7 tahun, pindah bulukerto 7 thaun, pindah dari ketapan
kaligayam 7 thaun, kurang dari 7 tahun ratu serang menyerang, ganti nama Ki Ageng
Prawoto Sidik. Jakat tingkir dulu gethek di gedung dowo, gedhung dowo ada pohon
yang keras, makanya desa resaji, terus sampai serimbitan gethek rendet2 sampai
pengkol sampai ada buaya, ada manten baru mandi disitu. Jaka Tingkir dari Demak,
buaya itu diberi tanah untuk menutupi telinga buaya. Sendang Danululyo mau
sembahyang, mau sholat ga ada air, ada batu dibuka lalu diberi nanam sendang
danumulyo,siluwih, margamulyo, margamulyo kidul, krapyak, margajati,banyubiru,
sendang gupak warak. Ritual Pulung Langse itu yang mengganti selambu
3. Informan 3 (Ibu Wiji, 38 tahun)
Saya hanya mengetahui sedikit mas, Ceritanya setahu saya dari Rawapening ketika
Eyang kungkum disana sampai akhirnya menjadi biru. Ki Ageng sering berganti-
ganti nama sampai menjadi Ki Ageng Prawoto Sidik. Jaka Tingkir pernah berguru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
kepadanya agar menjadi orang hebat. Disini juga ditemukan sendang yang ditemukan
Ki Ageng dan Jaka Tingkir.
2. Pelaksanaan Upacara Pulung Langse
Acara tradisi Ritual Penggantian Kelambu Petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik
biasanya dilaksanakan sesudah adzan dhuhur. Pada jaman dahulu acara tradisi ini
sangatlah meriah saat dilaksanakan, karena pada waktu itu pengunjung begitu banyak
dan malamnya selalu diadakan pentas wayang semalam suntuk dengan lakon yang
menarik untuk disaksikan. Meskipun sudah tidak seperti dahulu, sekarang acara
tradisi ini tetap dilaksanakan tetapi dengan konsep yang lebih sederhana. Tidak
seperti dahulu yang terlihat mewah. Ritual adat ini dilaksanakan untuk menghormati
Ki Ageng Prawoto Sidik atas segala upaya dan jasa-jasa selama masa hidupnya dan
acara ini diadakan sebagai pertanda akan memasukinya Bulan Ramadhan.
Acara ini diadakan pada tanggal kur-kuran, yakni dilaksanakan pada tanggal 20 an
setiap Bulan Ruwah. Dilaksanakan pada tanggal ganjil, seperti tanggal 21, 23, 25.
Karena pada tanggal ini merupakan tanggal akan segera berakhirnya Sasi Ruwah
untuk itu dilaksanakan setiap tanggal ganjil. Acara ini diadakan dari pagi hingga
menjelang akan berakhirnya waktu sholat dhuhur. Acara ini biasanya akan dimulai
dari istri juru kunci memasak masakan untuk sesaji bersama para tetangga, kemudian
diikuti juru kunci yang mempersiapkan kain penutup makam/kelambu (langse),
kemudian membersihkan area komplek makam. Sehubungan dengan acara Ritual
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Penggantian Kelambu Petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik/Pulung Langse adalah
sebagai berikut:
1. Persiapan Awal
Persiapan yang dimaksud ialah dari Ibu-Ibu memasak untuk acara tersebut. Masakan
yang digunakan untuk pelaksaan acara ini adalah Nasi Liwet,Sego Golong/nasi yang
dikepal, Ayam Ingkung, Pecel pithik, Pisang Raja 1 lirang, kedelai goreng.
Masyarakat terlihat memiliki jiwa sosial yang tinggi, ini terbukti sekali ketika
tetangga khususnya para ibu-ibu membantu istri dari juru kunci untuk membantu
memasak/rewang di tempat tinggal juru kunci. Ini dilakukan untuk meningkatkan
sikap tolong menolong seperti yang dilakukan oleh Ki Ageng Prawoto Sidik semasa
hidupnya untuk membantu para masyarakat untuk mengajarkan cara bertani dan
hidup secara sederhana. Ayam Ingkung yang digunakan ayam jago kampung yang
sehat dan tidak cacat. Tujuan Ingkung dihadirkan dalam prosesi adalah sebagai
perlambang atau kiasan bahwa kita sebagai manusia untuk tidak mengikuti (ingkar)
apa yang dilakukan oleh jago. Dalam ajaran jawa dikenal ma lima, yaitu suatu
perbuatan dosa yang tidak boleh dikerjakan, yang jika dikerjakan akan terjerumus
dalam kenistaan. Dosa ma lima itu adalah Mabuk (suka mabuk), Main (suka berjudi),
Madat (Suka Nyabu), Madon (Suka bermain perempuan), Maling ( Suka mencuri).
Juru kunci mempersiapkan kain kelambu yang dipergunakan untuk mengganti
kelambu di makam. Warna kain kelambu yang sudah terpasang/digunakan tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
kemarin adalah berwarna merah muda, sekarang yang digunakan adalah kain
kelambu berwarna putih bersih. Kain kelambu yang digunakan untuk prosesi
merupakan sumbangan/pemberian dari orang-orang yang sering ziarah/sesirih, atau
orang telah sukses berkat sering melakukan ritual di Petilasan Ki Ageng Prawoto
Sidik. Kain tutup makam/kelambu setelah digunakan kemudian dibersihkan dan
disimpan lagi oleh juru kunci, beda dengan tempat lain yang memiliki acara tradisi
yang sama, disana biasanya setelah dicuci kain penutup makam tersebut akan
dipotong-potong dan dibagikan kepada para warga yang mengikuti untuk ngalap
berkah/ agar selamat hidupnya.
Sebelum dilangsungkan acara di area makam, biasanya juru kunci dibantu dengan
warga sekitar makam membersihkan makam terlebih dahulu. Karena area makam yag
cukup luas, untuk membersihkannya cukup lama. Ini dimaksudkan untuk
menimbulkan sikap gotong royong antar warga.
2. Kondangan di Area Makam
Acara persiapan selesai, selanjutnya akan diadakan kondhangan di dalam area
makam. Masakan yang digunakan sebagai sesaji/kondhangan diantara lain adalah
sego liwet, pecel pitik, sego golong, ayam ingkung, jangan menir, pisang ayu, kedelai
goreng,cabai, daun pisang untuk tempat bancaan dan air sendang dari 9 mata air yang
dimasukkan ke dalam botol air mineral. Setelah semua bahan sesaji tersedia dan
terkumpul, sesaji itu semua didoakan oleh modin setempat sesuai ujub atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
tujuannya. Masyarakat yang datang juga ikut mendoakan bersama-sama. Pada waktu
kondangan pengunjung yang datang cukup banyak, diantaranya Bapak modin, warga
setempat, dan juga para peziarah yang datang dari luar kota. Terlihat cukup khidmat
acara tersebut, meski hanya sederhana. Anak-anak kecil yang hadir cukup banyak,
karena anak-anak ini suka jika ada selamatan ataupun bancaan mereka akan
mendapatkan bungkusan nasi yang dibagikan oleh Ibu-Ibu saat prosesi. Acara ini
menumbuhkan kebersamaan diantara warga, meski sederhana tetapi tetap terlihat
penuh makna.
3. Mengganti Kelambu
Sesaji yang digunakan didoakan oleh modin, acara selanjutnya adalah mengganti
kain penutup makam atau kelambu yang telah dipersiapkan oleh juru kunci untuk
diganti. Sebelum memulai untuk mengganti, tidak ada ritual-ritual khusus ataupun
membaca mantra, juru kunci hanya membaca doa/meminta ijin kepada Ki Ageng
ketika akan memulai mengganti kain kelambu ataupun memasang kembali kain
tersebut. Kain yang menjadi penutup makam kemarin selanjutnya oleh juru kunci
dilepas secara perlahan. Setelah dilepaskan, kain yang lama kemudian dilipat
kembali. kemudian setelah semua bagian terlepas dari tempatnya, kain kelambu baru
yang akan digunakan dipasangkan oleh juru kunci. Setelah kain kelambu selesai
dipasang atau diganti juru kunci kembali berdoa meminta ijin karena sudah selesai
menggantinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
4. Penutupan Acara
Prosesi acara selesai selanjutnya dilakukan syukuran/makan bersama di dalam area
komplek, bersama para warga atau peziarah yang datang. Dengan cara mencampur
makanan tersebut menjadi, ditempatkan ke dalam piring atau menggunakan pincuk
dari daun pisang. Acara ini selain sebagai bentuk rasa hormat warga kepada Ki
Ageng Prawoto Sidik, acara syukuran ini juga sebagai wadah untuk berbagi kepada
sesama warga Desa Sarean.
3. Pelaku Dalam Upacara Ritual Penggantian Kelambu
Upacara Ritual Penggantian Kelambu di Petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik
merupakan upacara tradisional yang dilaksanakan oleh warga Desa Sarean pada
setiap tahunnya. Yang ikut terlibat dalam dalam tahap Upacara Ritual Pengganian
Kelambu Petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik adalah:
a. Pelaku Persiapan Awal
Acara pertama yang dilakukan pada waktu persiapan ialah pada waktu memasak
sesaji sampai membersihkan makam, yang terlibat adalah:
1. Istri Juru Kunci dibantu oleh tetangga
2. Juru Kunci makam, mempersiapkan kain penutup makam dan
membersihkan makam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
3. Tukang bersih-bersih makam bertugas membersihkan makam sebelum
acara syukuran.
b. Pelaku Kondhangan di area makam
Acara syukuran yang dilaksanakan di area makam Ki Ageng Prawoto Sidik
melibatkan diantara lain:
1. Modin sebagai pemimpin doa
2. Juru Kunci
3. Warga Desa Sarean yang datang
4. Peziarah
c. Mengganti Kelambu
Merupakan puncak acara, yaitu juru kunci mengganti penutup makam yang lama,
diganti dengan yang baru.
Jadi dalam acara inti penggantian kelambu (pulung langse) ini secara ritual hanya
dilakukan oleh orang yang dipercaya yakni Juru Kunci.
Acara penggantian kelambu (pulung langse) ini berlangsung secara khidmad dan
sakral bertempat di ruang khusus yang tepatnya berada di belakang bangsal/pendapa
yang dicirikan. Bangunan ini menjadi satu dengan bangunan pendapa tetatpi memiliki
ciri utama yakni adanya undhak-undhakan ke atas dan berpintu. Pintu akan ditutup
dan hanya bisa dibuka oleh juru kunci. Pengunjung biasanya tidak diperkenankan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
memasuki area petilasan utama, kecuali atas ijin juru kunci. Di area ini pengunjung
juga dilarang untuk mengenakan alas kaki, dan dilarang berisik, dan juga dilarang
untuk membunyikan HP / sarana komunikasi yang lain.
Pengunjung (hadirin) yang mengikuti acara ritual penggantian kelambu/pulung langse
petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik ini berkumpul di pendapa. Jika pendapa penuh
pengunjung yang lain, termasuk dalam hal ini masyarakat umum di sekitar petilasan
menyaksikan di sekitaran luar area makam.
Juru Kunci pada ritual inti ini akan membacakan doa dalam hal ini sebagai tradisi
untuk jawab (secara lisan memohon ijin untuk mengganti kelambu makam). Setelah
juru kunci selesai melakukan ritual pulung langse Petilasan Makam Ki Ageng
Prawoto Sidik. Juru Kunci meminta kesaksian dari hadirin bahwa kelambu sudah
diganti. Dilanjutkan dengan doa penutup yang dilakukan secara pribadi oleh Juru
Kunci.
d. Pelaku Penutupan Acara
Acara terakhir setelah mengganti kain penutup makam yaitu syukuran di area makam
bersama dengan warga masyarakat yang datang dalam acara tersebut.
1. Modin sebagai pemimpin doa
2. Juru Kunci
3. Warga Desa Sarean yang datang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
4. Peziarah
4. Tradisi yang berkaitan dengan keberadaan Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto
Sidik dan Sendhang Sanga
a. Tradisi Kungkum
Kungkum merupakan tapa yang sangat unik. Banyak para pelaku spiritual merasakan
sensasi yang dahsyat dalam melakukan tapa ini. Tatacara tapa Kungkum adalah
sebagai berikut : 1) Masuk kedalam air dengan tanpa pakaian selembar-pun dengan
posisi bersila (duduk) didalam air dengan kedalaman air se tinggi leher, 2) Biasanya
dilakukan dipertemuan dua buah sungai, 3) Menghadap melawan arus air, 4) Memilih
tempat yang baik, arus tidak terlalu deras dan tidak terlalu banyak lumpur didasar
sungai, 5) Lingkungan harus sepi, usahakan tidak ada seorang manusiapun disana, 6)
Dilaksanakan mulai jam 12 malam (terkadang boleh dari jam 10 keatas) dan
dilakukan lebih dari tiga jam (walau ada juga yang memperbolehkan pengikutnya
kungkum hanya 15 menit), 7) Tidak boleh tertidur selama Kungkum, 8) Tidak boleh
banyak bergerak, 9) Sebelum masuk ke sungai disarankan untuk melakukan ritual
pembersihan (mandi dulu), 10) Pada saat akan masuk air baca mantra ini :
“ Putih-putih mripatku Sayidina Kilir, Ireng-ireng mripatku Sunan Kali Jaga,
Telenging mripatku Kanjeng Nabi Muhammad.”
11) Pada saat masuk air, mata harus tertutup dan tangan disilangkan di dada, 12)
Nafas teratur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Orang Jawa percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan pusat segala
kehidupan karena sebelum semuanya terjadi di dunia ini Tuhanlah yang pertama kali
ada. Tuhan tidak hanya menciptakan alam semesta beserta isinya tetapi juga
bertindak sebagai pengatur, karena segalanya sesuatunya bergerak menurut rencana
dan atas ijin serta kehendaknya. Pusat yang dimaksud dalam pengertian ini adalah
sumber yang dapat memberikan penghidupan, keseimbangan dan kestabilan, yang
dapat juga memberi kehidupan dan penghubung individu dengan dunia atas.
Pandangan orang jawa yang demikian biasanya disebut Manunggaling Kawula lan
Gusti yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban moral manusia adalah
mencapai harmoni dengan kekuatan terakhir dan kesatuan terakhir, yaitu manusia
menyerahkan dirinya selaku kawula terhadap Gustinya. Masyarakat desa Sarean dan
masyarakat yang masih percaya dengan kekuatan dari sendhang sanga biasanya
melakukan kungkum, karena itu merupakan aktivitas yang berhubungan dengan
Manunggaling Kawula Gusti.
Salah satu wujud dan sifat khas masyarakat Jawa khususnya penduduk Desa Sarean
adalah bersikap prihatin dengan mengutamakan lelaku kungkum. Mengutamakan
lelaku kungkum disini bertujuan untuk menuju kepada jalan makrifat mencapai
kesempurnaan hidup. Sikap hidup masyarakat Desa Sarean yang diwarisi dari
leluhurnya terjelma di dalam lelaku kungkum dan usahanya untuk mencapai
keselamatan dan kesejahteraan hidup. Sikap hidup demikian tampak dan diwujudkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
sebagai suatu sikap prihatin. Prihatin berarti bersikap berfikir dan bertindak dengan
penuh kesederhanaan sesuai dengan kemampuan dan kompetensi masing-masing.
Lelaku kungkum menunjukkan konsep kesederhanaan dalam berfikir dan berbuat.
Intinya sebaiknya manusia tidak memimpikan menggapai bintang di langit, tetapi
hendaknya meraih apa yang mampu diraih saja, yaitu belajar ilmu yang bermanfaat
dan menjadi bekal hidup dan sarana mencapai keselamatan.
Suatu laku yang bersifat batiniah dan lahiriah harus dijalani dengan cara berlatih
tanpa batas waktu disertai dengan tindakan nyata. Meskipun tekun berlatih tetapi
kalau dalam kehidupan bermasyarakat tidak diamalkan, jangan berharap dapat
menguasai ilmu tersebut. Laku Kungkum di sendhang sanga, sampai sekarang masih
biasa dilakukan oleh masyarakat Desa Sarean dan masyarakat yang sering sesirih di
makam Ki Ageng Prawoto Sidik. Pada kenyataannya merupakan bentuk latihan untuk
meraih atau mendapatkan ilmu tentang hidup dan kehidupan. Kungkum di sendhang
sanga ini hanya sebatas latihan yang bersifat lahiriah atau badaniah dan pengalaman
ilmunya berada di dalam hidup dan tata kehidupan sehari-hari. Masyarakat Jawa yang
berhasil mencapai ilmu kungkum akan bisa mempraktekan kungkum tersebut di dalam
kehidupan sehari-hari. Yaitu menerapkan Kungkumnya hati. Contohnya orang yang
memiliki pekerjaan akan bekerja secara sungguh-sungguh. Sama dengan kungkumnya
perasaan dan badaniahnya dalam pekerjaan tersebut. Dengan laku kungkum seperti
itu pasti hasil karyanya akan betul-betul baik, dan menarik bagi siapa saja. Kungkum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
itu tentu saja bisa diterapkan pada setiap bagian dari kehidupan. Maksud dengan laku
kungkum yang berarti betul-betul dilakukan lewat rasa, pikir dan tindakan, nantinya
akan menghasilkan karya yang baik untuk sesama dan selalu mendahulukan
kepentingan orang lain.
Tradisi kungkum di sendhang sanga biasanya dilaksanakan/paling ramai dikunjungi
pada malam selasa kliwon dan jumat kliwon serta pada tanggal 15 penanggalan jawa.
Mereka yang melakukan Kungkum tersebut sekitar kurang lebih 3 jam yang
dilaksanakan pada pukul 24.00 WIB. Para pelaku kungkum adalah para kaum adam,
dengan hanya memakai celana dalam, para pelaku kungkum ini masuk le dalam
sendhang untuk melaksanakan Kungkum, mereka berdoa untuk memanjatkan doa
kepada Tuhan yang dipimpin Juru Kunci Makam Ki Ageng Prawoto Sidik yang
bernama Bapak Widodo dengan membakar dupa beserta uborampe bunga telon,
bunga telon terdiri dari macam bunga yaitu kenanga, mawar, melati atau kantil.
Bunga merupakan suatu taman yang dapat mengeluarkan wewangian yang benar-
benar muncul sendirinya memiliki wewangian. Begitu pula manusia dilambangkan
dengan bunga tiga rupa. Bunga tiga rupa melambangkan hati, jantung dan otak
manusia. Jika hati, jantung dan otak manusia dapat bekerja dengan baik maka hasil
karya ciptanya seharum bunga yang diwakilkan dengan bunga telon. Tujuan
melakukan Kungkum adalah memanjatkan permohonan doa kepada Tuhan agar apa
yang semua diharapkan dapat tercapai. Jika sudah melaksanakan kungkum namun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
belum tercapai juga keinginannya, maka pelaku kungkum tersebut akan menjalankan
kungkum kembali sampai doa yang dimohonkan terkabul.
Tradisi kungkum masih dilestarikan oleh warga Desa Sarean dan para peziarah yang
berasal dari luar daerah. Para peziarah melakukan tradisi kungkum karena laku
kungkum masih dipercayai sebagai cara untuk memanjatkan doa dan permohonan
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang nilai keberhasilannya sangat besar dan juga
merupakan upaya pelestarian tradisi para leluhur mereka.
b. Tradisi Nyadran
Prosesi nyadran diawali dengan setiap keluarga membuat kue apem dan ketan kolak.
Adonan tiga jenis penganan dimasukkan dalam takir, yaitu tempat makanan terbuat
dari daun pisang yang di kanan-kiri ditusuk lidi (biting). Kue-kue tadi di samping
dipakai munjung/ater-ater kepada saudara yang lebih tua, juga merupakan ubarampe
kenduri. Seusai bersih makam (besik), masyarakat sekampung menggelar kenduri
yang berlokasi di sepanjang jalan masuk menuju makam atau lahan kosong di sekitar
makam. Secara etimologis, kata craddha berasal dari bahasa Sansekerta “sraddha”
yang artinya keyakinan, percaya atau kepercayaan. Masyarakat Jawa kuno meyakini
bahwa leluhur yang sudah meninggal, sejatinya masih ada dan mempengaruhi
kehidupan anak cucu atau keturunannya. Oleh karena itu, mereka sangat
memperhatikan saat atau waktu, hari dan tanggal meninggalnya leluhur. Pada waktu-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
waktu (saat) itu, mereka yang masih hidup diharuskan membuat sesaji berupa kue,
minuman, atau kesukaan yang meninggal. Selanjutnya, sesaji itu ditaruh di meja,
ditata rapi, diberi bunga setaman, dan diberi penerangan berupa lampu.
Pengaruh agama Islam pula makna nyadran mengalami pergeseran, dari sekadar
berdoa kepada Tuhan, menjadi ritual pelaporan dan wujud penghargaan kepada bulan
Sya‟ban atau Nisfu Sya‟ban. Ini dikaitkan dengan ajaran Islam bahwa bulan Sya‟ban
yang datang menjelang Ramadhan, merupakan bulan pelaporan atas amal perbuatan
manusia. Oleh karena itu, pelaksanaan ziarah juga dimaksudkan sebagai sarana
introspeksi atau perenungan terhadap segala daya dan upaya yang telah dilakukan
selama setahun. Pada perkembangan selanjutnya, tradisi nyadran mengalami
perluasan makna. Bagi mereka yang pulang dari rantauan, nyadran dikaitkan dengan
sedekah, beramal kepada para fakir miskin, membangun tempat ibadah, memugar
cungkup dan pagar makam. Kegiatan tersebut sebagai wujud balas jasa atas
pengorbanan leluhur, yang sudah mendidik, membiayai ketika anak-anak, hingga
menjadi orang yang sukses. Bagi perantau yang sukses dan kebetulan diberi rezeki
berlimpah, pulang nyadran dengan beramal merupakan manifestasi hormat dan
penghargaan kepada leluhur. Bagi umat Islam sendiri, tradisi nyadran masih
menimbulkan perdebatan. Itu karena ada dua pendapat berbeda, dikaitkan dengan
ajaran Nabi Muhammad SAW. Kelompok pertama atau yang beraliran moderat,
beranggapan bahwa ritual nyadran tidak perlu dilakukan karena bertentangan dengan
hadits dan as sunnah. Nyadran sering digolongkan perbuatan syirik atau
menyekutukan Tuhan. Sementara menurut kelompok kedua yang beraliran kultural,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
nyadran adalah kegiatan keagamaan yang sah-sah saja, asal tidak untuk menyembah
leluhur atau pekuburan.
Terlepas dari perbedaan pendapat itu, penulis memandang perlu pelestarian
tradisi nyadran. Selain sebagai wujud pelestarian budaya adhiluhung peninggalan
nenek moyang, terdapat sejumlah kearifan dalam prosesi tradisi nyadran yang sangat
relevan dengn konteks kekinian. Hal ini karena prosesi nyadran tidak hanya sekedar
gotong royong membersihkan makam leluhur, selamatan dengan kenduri, dan
membuat kue apem ketan kolak sebagai unsur utama sesaji. Lebih dari itu, nyadran
menjelma menjadi ajang silaturahmi, wahana perekat sosial, sarana membangun jati
diri bangsa, rasa kebangsaan dan nasionalisme. Ketika pelaksanaan nyadran,
kelompok-kelompok keluarga atau trah tertentu, tidak terasa terkotak-kotak dalam
status sosial, kelas, agama, golongan, partai politik, dan sebagainya. Perbedaan itu
lebur, karena mereka berkumpul menjadi satu, berbaur, saling mengasihi, saling
menyayangi satu sama lain. Seusai nyadran ada warga yang mengajak saudara di
desa ikut merantau dan bekerja di kota-kota besar. Di sinilah ada hubungan
kekerabatan, kebersamaan, kasih sayang di antara warga atau anggota trah.
c. Tradisi Padusan
Rangkaian berbagai adat istiadat yang dijalani orang Jawa punya tujuan, yaitu
mempersiapkan diri agar bisa memasuki dan menjalani semua kewajiban di Bulan
Puasa yang peuh berkah itu dengan baik. Rangkaian tradisi itu dimulai dari padusan.
Bila dilihat dari aturan agama Islam, rangkaian tradisi seperti itu sepertinya tidak
Islami, karena dalam ajaran agama Islam tidak ada mengenali tradisi padusan. Tetapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
pengertian sebagian masyarakat jawa meskipun bukan ajaran agama islam, tradisi
tersebut merupakan “kearifan lokal” yang mengandung bermacam-macam tafsiran
yang mendorong agar pribadi manusia menjadi lebih baik.
Padusan berasal dari kata pa+adus+an, pa berarti tempat, adus berarti mandi, an
berarti akhiran. Padusan diartikan sebagai sarana menyucikan diri atau badan secara
lahir batin untuk menyambut datangnya Bulan Puasa. Lokasi Padusan dilaksanakan
oleh laki-laki dan perempuan. Caranya dengan membersihkan seluruh anggota badan.
Biasanya dilakukan sehari sebelum dilaksanakannya ibadah Puasa. Lokasi dilakukan
padusan bisanya di tempat yang khusus atau yag ramai dikunjungi pengunjung,
seperti sendhhang, sungai, belik, umbul atau sumber mata air lainnya. Di Kecamatan
Weru, khususnya Desa Sarean terdapat 9 sendhang yang merupakan peninggalan Ki
Ageng Prawoto Sidik. Pada waktu menjelang akan dilaksanakan ibadah Puasa,
sendhang sanga ramai sekali dikunjungi oleh para warga maupun para peziarah yang
berbondong-bondong dari luar daerah yang ingi melakukan padusan di sendang. Bagi
masyarakat jawa yang masih mengikuti tradisi padusan akan lebih memberi berkah
apabila dilakukan di sendang, belik, sungai, atau sumber air alami lainya yang
berhubungan dengan tempat untuk bertapa pada jaman dahulu serta mempunyai nilai
mistik yang tinggi dan keramat. Dengan melakukan Padusan diharapkan secara lahir
dan batin bisa bersih dari kotoran, maka akan mudah untuk menjalani semua
kewajiban pada Bulan Puasa.
Masyarakat Jawa yang menjalani ajaran agama Islam, masih sebatas Islam Abanga
memang banyak masalah yang menarik perhatian ketika dipadukan dengan tradisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
yang masih hidup. Seperti tradisi Padusan yang berupa mandi keramas, bagi orang
Jawa diartikan sebagai laku menyiapkan fisik dan batin ketika memasuki bulan puasa
hatinya sudah bersih dan suci.
Bulan Puasa adalah bulan yang mengandung banyak harapan, laku batin seperti itu,
sampai sekarang masih banyak masyarakat Jawa memilih melakukan tradisi Padusan
di telaga atau sumber air yang dipercaya mengandung sejarah seperti sendang sanga,
Desa Sarean, Kecamatan weru, Kabupaten Sukoharjo.
Kegiatan padusan yang diadakan warga Desa Sarean merupakan bentuk kesiapan
mereka untuk menyambut datangnya Bulan Puasa. Mereka mandi di telaga sehari
sebelum puasa. Tradisi ini dilakukan sudah turun-temurun dan masih sering
dilakukan. Karena bisa memupuk tali silaturahmi antara para warga, mereka bisa
saling berinteraksi dan berkumpul bersama.
C. Makna Simbolik
Di dalam suatu upacara tradisional maupun ritual tradisional terdapat suatu macam
bentuk lambang, dan lambang tersebut memiliki makna tertentu. Dengan melalui
lambang tersebut terdapat berbagai macam pesan yang terselubung yang akan
memberikan banyak sekali petunjuk tentang apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, sering dijumpai baik
disengaja atau tidak, masyarakat sering melanggar aturan yang seharusnya dipatuhi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Oleh karena itu, melalui lambang disampaikan pesan agar masyarakat selalu ingat apa
yang sebaliknya dilakukan dan tidak dilakukan.
Ritaul Penggantian Klemabu secara simbolik dapat dimaknai sebagai berikut:
Kelambu (Langse) merupakan atribut penting bagi sah nya seseorang yang
dikeramatkan. Oleh karena itu langse atau kelambu menjadi atribut pokok pada
semua petilasan orang-orang yang dikeramtkan di masing-masing daerah di pulau
jawa. Adapun ritual penggantian kelambu yang dilaksanakan satu tahun sekali pada
bulan ruwah memiliki nilai simbolis juga. Ruwah dalam bahasa jawa disejajarlan
dengan kata arwah atau ruh orang yang telah meninggal. Biasanya pada bulan ruwah
selalu diadakan ritual-ritual khusus. Selain untuk menyambut bula ramadhan juga
untuk mengingat kembali dan mendoakan terhadap ruh-ruh para leluhur yang telah
meninggal. Sesuai dengan adat kebiasaan masyarakat jawa tersebut, masyarakat desa
saeran juga melaksanakan tradisi Pulung Langse ini pada bulan ruwah.
Ritual Penggantian Kelambu Ki Ageng Prawoto Sidik di dalamnya sendiri terdapat
lambang-lambang yang berwujud dalam bentuk sesaji. Selain memiliki pesan tentang
baik dan buruk, sesaji juga digunakan sebagai sarana komunikasi kepada mahkluk-
mahkluk gaib untuk menghormati keberadaan mereka. Sesaji disini diantara lain
adalah:
1. Jangan Menir (sayur bening)
Sesaji yang digunakan dalam ritual, jangan menir memiliki maksud agar hidup
masyarakat menjadi tentram dan ayem.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
2. Pecel Pitik (srundeng dan suwiran ayam)
Perlengkapan sesaji acara selanjutnya adalah pecel pitik yang terdiri dari srundeng
dan suwiran ayam merupakan makanan kesukaan Ki Ageng Prawoto Sidik semasa
hidupnya.
3. Pisang Raja
Pisang Raja setangkep sebagai lambang bahwa sebagai manusia harus bersatu,
manunggal antara pekerjaan dengan penyuwunan. Pisang Raja juga bisa bermakna
agar pemimpin didukung oleh seluruh rakyatnya. Masyarakat akan hidup tenteram
dan bahagia jika antara pemimpin dan rakyatnya saling mendukung dan melengkapi.
Pemimpin tidak semena-mena pada rakyatnya tetapi mengayomi rakyatnya, sehingga
kehidupan akan tentram, makmur, dan bahagia.
4. Nasi Liwet
Beras yang dimasak dengan santan dan kaldu ayam, sehingga nasi liwet mempunyai
aroma yang khas dan rasanya gurih. Nasi liwet biasa dihidangkan bersama sayur
papaya atau jipang yang dimasak pedas, kemudian ditambahkan aneka lauk seperti :
telur rebus, daging ayam yang di suwir, Kumut ( dari bahan santan yang dikentalkan
), hati/ampela ayam yang direbus, tahu tempe bacem. Nasi liwet berarti kebeningan
atau kejernihan jiwa itu diharapkan dapat mengental di hati.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
5. Nasi Golong
Sego atau nasi golong. sego golong merupakan doa agar rejekinya „golong-golong’
artinya banyak berlimpah ruah. Nasi golong dimaknai juga sebagai tekad golong gilik
(sungguh-sungguh) dalam memanjatkan doa di ritual.
6. Ayam Ingkung.
Ayam ingkung dalam Ritual Penggantian Kelambu dimaksudkan yaitu ayam jago
(jantan) yang dimasak utuh (ingkung), adalah symbol menyembah Tuhan dengan
khusuk (manekung) dengan hati yang tenang (wening). menyembelih ayam jago juga
mempunyai makna menghindari sifat-sifat buruk yang dilambangkan oleh ayam jago,
antara lain: sombong, congkak, kalau berbicara selalu menyela dan merasa
tahu/menang/benar sendiri (berkokok). Manusia hanya bisa berusaha kemudian juga
berdoa dan hanya bisa berpasrah diri kepada Tuhan, untuk itu digunakan Ayam
Ingkung sebagai lambang.
7. Kedelai Goreng
Kedelai goreng disini bermaksud untuk menghindarkan diri dari masalah-masalah
yang datang berganti menghinggapi masyarakat.
8. Cabai Merah
Pada saat dilaksanakan ritual, disini juga menggunakan cabai merah. Cabai merah
disini memiliki makna atau symbol dilah/api yang memberikan penerangan/tauladan
yang bermanfaat bagi orang lain. Diibaratkan Ki Ageng Prawoto Sidik yang selalu
mengajarkan budi pekerti yang baik dan menyebarkan Agama Islam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
9. Daun Pisang
Daun pisang digunakan untuk membuat pincuk, semacam tempat makanan yang
dilipat. Memiliki makna sederhana dalam hidup dan berhati-hati dalam hidup.
Selain sesaji di atas, di dalam situs makam Ki Ageng Prawoto Sidik juga terdapat 9
mata air, yang berasal dari 9 Sendang. Dduga di angka 9 dipilih atas anggapan bahwa
angka tersebut memiliki nilai keramat menurut pandangan tradisi jawa, Hal ini seperti
terlihat pada jumlah wali (Penyebar agama islam di jawa ada 9 orang) kedudkan dan
fungsi wali sebagai pemimpin agama dan penasehat pemerintahan sangat penting
bagi masyarakat jawa. Atas kedudukan dan fungsinya yang sangat tinggi itu para
tokoh wali itu mendapat gelar Sunan di depan namanya. Sunan berasal dari kata
susuhuna, dijinjung tinggi, dan dihormati. Penghormatan terhadap wali sanga ini juga
berimbas terhadap murid-murid para wali tersebut. Ki Ageng Prawoto Sidik termasuk
murid dari Sunan Kalijaga sehingga tidak mengheranakn jika petilasannya di
keramatkan masyarakat dan memunculkan tradidi pulung langse tersebut.
Sendang yang berada di sekitaran komplek Makam Ki Ageng Prawoto Sidik
dipercaya oleh masyarakat memberikan manfaat dan kegunaan, hingga saat ini
sendang-sendang masih dikunjungi para peziarah untuk melakukan ritual, sendang ini
juga digunakan para warga untuk dimanfaatkan sumber mata airnya.
1. Sendang Danumulya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Terletak di Dukuh Serut Desa Jatingarang kurang lebih 1 km arah timur dari makam
Ki Ageng Banyubiru. Konon Sendang tersebut tercipta ketika Jaka Tingkir hendak
berwudhu untuk menunaikan ibadah Shalat Ashar, disitu tidak ada mata air. Karena
berada di tengah sawah dan waktu Ashar hampir habis, Jaka Tingkir menjadi bingung
kemana harus mengambil air wudhu. Ki Ageng Prawoto Sidik berkata „Congkel batu
itu‟ katanya sambil menunjuk sebongkah batu di dekatnya. Jaka Tingkirpun menuruti
perintah Guru, setelah batu dicongkel dari dalam bekas bongkahan batu itu mengalir
mata air yang cukup deras dan dinamakan Danumulya. Sampai sekarang air sendang
Danumulya banyak dimanfaatkan oleh peziarah yang menginginkan derajat atau
kedudukan, karena mata airnya mengandung aura derajat.
2. Sendang Sepanjang Mas
Masyarakat setempat menyebutnya Sendang Supanjang. Nama Sepanjang adalah
pemberian dari Sri Susuhunan Paku Buwono X yang konon sedang mesanggrah di
Margojati. Air mengalir sepanjang hari tiada henti, diambil pulih begitu seterusnya.
Disekitar sendang yang sekarang berlokasi di Dukuh Sarean Desa Jatingarang
tersebut ditemukan benda menyerupai piring, piring tersebut dari emas atau Sri
Susuhunan Pakubuwono X menyebutnya Ajang Mas (Ajang sebenarnya adalah piring
yang terbuat dari logam sejenis seng atau alumunium) karena emas merupakan logam
murni, maka PB X menamainya Ajang Mas. Air Sendang Sepanjang banyak
dimanfaatkan oleh peziarah yang bermata pencaharian berdagang dan
seniman/seniwati. Konon air Sepanjang sangat bertuah membantu mengalirkan rejeki
bagi pedagang dan pekerja seni.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
3. Sendang Krapyak
Krapyak berarti kandang kijang yang berpagar. Krapyak adalah tempat peristirahatan
bagi Raja atau Bangsawan Kraton yang sedang berburu, atau nama Krapyak identik
dengan grogol/pagrogolan. Kenapa disebut dengan Sendang Krapyak kisahnya tidak
begitu jelas, konon sendang yang berada di Dukuh Margomulyo Kidul ini berbentuk
menyerupai kelamin perempuan, sampai sekarang bentuknya masih asli. Disini pada
waktu Ki Ageng Banyubiru sedang membangun/bebadra perkampungan, sering
digunakan untuk tempat pertemuannya dengan Syekh Siti Jenar.
4. Sendang Margamulya
Letaknya di Dukuh Margamulya Kidul. Air sendang diyakini dapat menunjukkan
jalan kemuliaan. Konon Ki Ageng Banyubiru memberi nama Margamulya, karena
masyarakat sekitar sendang adalah petani dan pengrawit (Niyaga). Kehidupan petani
dan pengrawit pada waktu itu sangat tidak menjanjikan, tetapi berkat wejangan dan
arahan Ki Ageng, masyarakat hidupnya tidak kekurangan. Air sendang Margamulya
sangat cocok untuk petani dan pekerja seni (yaga dan pesindhen maupun dalang).
Cara menggunakannya untuk mandi atau diminum. Tentu saja harus disertai doa
memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berikhtiar/berusaha serta bekerja keras.
5. Sendang Margajati
Air sendang yang terletak di Dukuh Margajati ini diyakini masyarakat dapat memberi
sugesti kepercayaan diri. Ketentraman batin sangat cocok bagi mereka yang
dirundung perkara atau dililit masalah. Dengan mandi dan mengkonsumsi air sendang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Margajati, perkara yang melilit akan mencair. Insya Allah Tuhan akan memberi jalan
keluar dan keteguhan hati.
6. Sendang Gupak Warak
Sendang ini lebih dikenal sebagai Sendang panguripan. Para petani sering
mengambil air Sendang Gupak Warak untuk kehidupan tanaman di sawah tentu saja
hanya sedikit sebagai persyaratan saja. Dinamakan Sendang Panguripan konon ada
seekor kijang yang mati dipanah oleh seorang pemburu. Oleh si pemburu kijang tadi
dibersihkan dengan air sendang caranya diceburkan ke dalam sendang, keajaiban
muncul dan kijang yang sudah mati itu hidup lagi kemudian lari meninggalkan
pemburunya. Sendang Gupak Warak ini sering didatangi peziarah yang profesinya
sebagai pengusaha yang hampir jatuh bangkrut. Dengan memohon kepada Allah dan
disertai mandi air Sendang Gupak Warak. Insya Allah ada jalan keluar untuk bangkit
lagi.
7. Sendang Bendasari
Bendha adalah nama sebuah pohon yang konon tumbuh subur di sekitar sendang.
Kisah sendang Bendasari tidak banyak dikenal, tetapi air sendang yang berada di
Dukuh Margamulya Lor ini masih dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk
kepentingan sehari-hari seperti air minum, mandi dan mencuci.
8. Sendang Banyubiru
Sendang ini sudah tertutup karena diatasnya untuk bangunan masjid, namun airnya
masih mengalir dan dimanfaatkan untuk air wudhu. Dulu sebelum warga memiliki
sumur sendiri. Air Sendang Banyubirulah yang menjadi andalan bagi warga, karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
air sendang Banyubiru tidak akan pernah habis. Bagi peziarah yang ingin mengambil
air untuk lengkapnya sendang sanga, dapat mengambil air di sumur dekat masjid
Banyubiru.
9. Sendang Siluwih
Sendang Siluwih merupakan sendang untuk kesaktian atau untuk kekuatan. Konon
sendang ini tercipta karena Jaka Tingkir mencongkel sebongkah batu dan
memancarkan mata air dia langsung minum tadi dan akhirnya kekuatannya pulih
kembali. Sendang Siluwih terletak di Dukuh Sarean dan bagi peziarah lebih
dianjurkan untuk bersuci air sendang (Boleh salah satu atau semua) sebelum
berziarah ke makam Ki Ageng Prawoto Sidik sedangkan untuk kepentingan yang lain
seperti murwokala, penolak bala, penolak sial, mensucikan diri dari sukerto dan
sengkala serta terkena ila-ila, mengambil air dari sembilan sendang yang ada akan
sangat lebih afdol. Karena menurut bagi orang-orang yang percaya dan pernah
mendapatkan hasilnya mereka terhindar dari malapetaka. Tentu saja selain
menggunakan air sendang juga berdoa mohon keslamatan kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
D. Nilai Guna Ritual Penggantian Kelambu
1. Fungsi Cerita Rakyat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Pada dasarnya cerita rakyat mampu mempengaruhi masyarakatnya terhadap
pembentukan nilai-nilai yang berupa sikap dan perilaku.
Cerita Rakyat merupakan salah satu bentuk cerita yang hidup dalam masyarakat,
sehingga memiliki fungsi tertentu bagi masyarakat pendukungnya.
Adapun fungsi Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik adalah sebagai berikut:
a. Sistem Proyeksi
Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik mencerminkan gambaran akan pentingnya
sebuah tanggung jawab yang ditampilkan dalam cerita melalui tokoh. Cerita Rakyat
Ki Ageng Prawoto Sidik menggambarkan tentang tanggung jawab seorang Ki Ageng
Prawoto Sidik terhadap Sang guru Sunan Kalijaga. Ki Ageng Prawoto Sidik semasa
hidupnya sangat patuh dan taat kepada Sunan Kalijaga, ini terbukti ketika Sunan
Kalijaga memerintahkan Ki Ageng Prawoto Sidik untuk mengembara dan
menyebarkan Agama Islam di tempat yang ia singgahi. Ketika itu Ki Ageng Prawoto
Sidik diperintahkan Sunan Kalijaga untuk menjadi kawula alit, yakni menjadi rakyat
biasa yang kehidupannya menjadi seorang buruh tani dan buruh lepas. Tepatnya
ketika Ki Ageng Prawoto Sidik berada di Lawu untuk membantu para petani di
daerah itu untuk memperbaiki taraf hidupnya, keadaan saat itu masih sangat sulit di
daerah itu, karena penghasilan para petani saat itu tergolong sangat minim sekali jauh
dari kata sejahtera. Disamping untuk membantu para petani memperbaiki taraf
hidupnya, Ki Ageng Prawoto sidik juga diberikan tanggung jawab oleh Sunan
Kalijaga untuk menyebarkan Agama Islam di daerah itu. Karena mayoritas
masyarakat disana masih beragama Hindu. Disana Ki Ageng mendapat tanggapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
yang cukup baik dari masyarakat setempat, sehingga misi dari Ki Ageng Prawoto
Sidik berhasil. Disamping itu juga Ki Ageng Prawoto Sidik diberikan amanat untuk
mendidik sekaligus menjadi guru dari Jaka Tingkir, yang saat itu sedang
mendapatkan masalah di Kerajaan Demak. Atas amanat itu, Ki Ageng Prawoto Sidik
melaksanakan tanggung jawabnya itu dengan sebaik-baiknya. Di Watu Kelir Jaka
Tingkir menimba ilmu kanuragan, kadigdayan dan ketatanegaraan dari Ki Ageng
Prawoto Sidik, sampai pada Jaka Tingkir mampu menemukan sendang sanga yang
berada di daerah itu. Setelah merasa cukup dan Jaka Tingkir sudah menguasai ilmu
dari gurunya, Jaka Tingkir kembali ke Demak.
Dari kejadian tersebut, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa Ki Ageng Prawoto
Sidik mengemban tanggung jawab yang besar dari Sunan Kalijaga. Tanggung jawab
merupakan sebuah amanah yang harus dilakukan dan disampaikan. Karena diberikan
sebuah tanggung jawab itu merupakan sebuah wujud kepercayaan.
b. Alat Pengesahan Pranata dan Lembaga Kebudayaan
Cerita Rakyat berfungsi mengontrol kelangsungan budaya suatu masyarakat dalam
cerita ini, yaitu cerita rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik di Kecamatan Weru Sukoharjo.
Setiap tahun selalu dilakukan ritual mengganti kelambu di makam Ki Ageng Prawoto
Sidik, yang memiliki tujuan untuk menghormati Ki Ageng Prawoto Sidik semasa
hidupnya, begitu pula memiliki maksud sebagai pertanda akan memasuki Bulan
Ramadhan. Meskipun sebetulnya masyarakat Desa Sarean pada umumnya dalam
kehidupan agamanya bisa dikatakan cukup kuat, namun demikian mereka bisa
membedakan antara tradisi, budaya, dan agama. Mereka memandang tradisi adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
suatu ritual sebagai warisan budaya turun temurun yang bisa diingat oleh anak cucu.
Namun tidak sampai membuat mereka melupakan bahwa kekuasaan dan kekuatan
tertinggi ada di tangan Allah SWT (Tuhan Yang Maha Esa).
c. Alat Pendidikan
Di dalam Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik mengandung nilai-nilai pendidikan
bagi anak, antara lain:
1. Pentingnya Sikap Tanggung Jawab
Sikap tanggung jawab memang sangatlah penting bagi setiap pribadi yang ingin
menjadi orang yang bijak. Karena tanpa tanggung jawab, semua kewajiban dan
amanat yang telah diberikan kepada setiap pribadi tak akan bisa terlaksana.
Hendaknya kita memiliki tanggung jawab sedini mungkin, agar kita bisa dipercaya
orang lain untuk mengemban suatu tugas ataupun suatu amanat yang penting. Sikap
ini jika sudah melekat di dalam diri pribadi akan menumbuhkan kebiasaan. Jika
sudah dibiasakan dari kecil oleh Orang Tuanya akan lebih mudah tanggung jawab itu
muncul dan diasah. Anak yang dari kecil sudah terbiasa bertanggung jawab, baik
dalam bersikap maupun ketika berbicara, maka kebiasaan tersebut akan terbawa
sampai ia dewasa. Anak yang mampu bertanggung jawab maka besar kemungkinan
akan mampu hidup mandiri, bahagia, percaya diri, dan dapat dipercaya.
Sifat ini yang diperlihatkan oleh Ki Ageng Prawoto Sidik dalam cerita ini, Ki Ageng
sangat bertanggung jawab dengan amanat dan tugas yang diberikan oleh Sunan
Kalijaga kepadanya. Ki Ageng melaksanakan semua itu tanpa pamrih, semata-mata
karena sudah menjadi kewajibannya dan taat kepada Sang Guru Sunan Kalijaga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Tanggung jawab ini Ki Ageng perlihatkan pada waktu diberikan amanat untuk
menyebarkan agama Islam dan menjadi guru dari Jaka Tingkir.
2. Pentingnya Pengorbanan
Rela berkorban adalah dimana individu mau berusaha maupun membantu dengan
ikhlas kepada sanak saudara atau tetangga yang membutuhkan. Sikap seperti inilah
yang akan menumbuhkan generasi muda akan pentingnya saling membantu antar
sesama yang membutuhkan uluran tangan kita. Sebagai generasi muda yang tangguh,
kita harus memiliki semua itu demi tatanan kehidupan yang lebih baik lagi. Di dalam
Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik juga mengisahkan kehidupan Ki Ageng yang
patut kita teladani dan kita contoh. Ki Ageng sangatlah ikhlas dalam mengemban
tugas yang diberikan oleh Sunan Kalijaga. Ki Ageng rela berkorban demi mencapai
tujuannya, yakni mengajarkan/menyebarkan Agama Islam. Meski yang dialami Ki
Ageng semasa hidup dan perjuangannya sangat berat dan melewati berbagai
rintangan/pantangan hidup. Seperti inilah yang harus dimiliki pemuda sekarang agar
memiliki jiwa rela berkorban yang sangat hebat.
3. Pentingnya Hidup Sederhana
Hidup sederhana adalah hidup yang apa adanya dan tidak pula berlebihan dalam
menggunakan materi atau bergaya. Prinsip hidup sederhana adalah cukup. Sederhana
mengajarkan kita untuk menghargai materi dalam penggunaanya, agar kita tidak
berlebihan dalam menggunakannya. Karena jika kita terbiasa hidup serba mewah
ataupun berlebihan, ini bisa menimbulkan sikap boros. Sikap boros sangatlah tidak
baik, karena menimbulkan budaya konsumtif. Untuk itu budaya hidup sederhana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
hendaknya diterapkan kepada anak sedini mungkin, karena ini merupakan cara paling
sederhana untuk menghindari anak bergaya hidup berlebihan.
Sifat Ini yang ditunjukkan oleh Ki Ageng Prawoto Sidik semasa hidup dan
menyebarkan agama Islam di daerah-daerah. Ki Ageng Prawoto Sidik menjadi
kawula alit di dalam mengembara. Dia hidup sederhana dan tetap merasa cukup
dengan kehidupannya. Hidup sederhana bagi Ki Ageng sangatlah penting, karena
menghindarkan dari sikap boros. Sederhana bisa menghindarkan kita dari
kesenjangan sosial yang berlebihan. Karena biasanya hidup sederhana menimalisir
terjadinya hal-hal seperti ini. Gaya hidup dari Ki Ageng Prawoto Sidik patut untuk
kita teladani dan kita tiru sebagai generasi muda yang sederhana. Karena dengan
hidup sederhana memungkinkan sekali untuk tidak hidup secara berlebihan.
4. Pentingnya Kesabaran
Kesabaran itu merupakan kunci dari sebuah kesuksesan. Sekuat apapun seseorang
jika mendapat suatu cobaan menyerah, semua itu hanya akan jadi sia-sia. Karena
seseorang kurang sabar dalam menghadapinya. Kesabaran itu bagi sebagian
seseorang mungkin sulit untuk dilakukan dan diterapkan. Karena sifat sabar itu
biasanya merupakan sebuah bawaan sejak seseorang itu dilahirkan di dunia. Tetapi
jika kesabaran itu diasah sejak dini, bukan tidak mungkin akan lebih memudahkan
orang itu untuk menjalani hidupnya dengan lebih hati-hati dan sabar.
Jika dilihat kembali semasa hidupnya Ki Ageng Prawoto Sidik merupakan pribadi
yang sabar. Ini patut untuk dicontoh bagi generasi muda saat ini. Ki Ageng semasa
hidupnya dihabiskan untuk mengembara dan menyebarkan Agama Islam di daerah-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
daerah yang menjadi tujuannya. Ki Ageng Prawoto Sidik sabar melakukan itu semua,
karena merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan dengan ikhlas.
d. Alat Pemaksa dan Pengawas
Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik lama kelamaan berkembang menjadi sebuah
Upacara Penggantian Kelambu. Hal ini dipengaruhi juga karena orang jawa kaya
akan tradisi, baik yang bersifat sosial maupun ritual. Salah satunya dalam menyambut
bulan suci Ramadhan, misalnya kegiatan yang berbau hura-hura hingga ritual yang
terkesan sakral dan mempunyai keunikan sendiri-sendiri. Masyarakat Desa Sarean
seolah enggan meninggalkan tradisi mengganti langse, karena tradisi ini sudah
dianggap sebagai penanda puasa dengan tingkat kesakralan yang tinggi.
2. Fungsi Upacara Ritual Penggantian Kelambu
Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik yang tergolong dalam folklor sebagian lisan
juga tersapat bentuk upacara sebagai tradisi yang merupakan bagian folklor bukan
lisannya. Ritual Penggantian merupakan suatu upacara tradisi yang memiliki dan
mempunyai pengaruh positif sehingga masih dilestarikan oleh warga Desa Sarean.
Upacara Ritual Penggantian Kelambu memiliki fungsi kaitanya dengan
penyelenggaraan tradisi upacara, yang akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Sebagai Alat Untuk Pendidikan
Menurut William R. Bascom. Salah satu cerita baik itu lisan maupun tulisan adalah
sebagai alat untuk mendidik, cerita dalam Upacara Penggantian Kelambu Ki Ageng
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Prawoto Sidik di dalam hal ini juga digunakan sebagai alat untuk pendidikan oleh
masyarakat pendukungnya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya para masyarakat
yang mengajak putra dan putrinya untuk menyaksikan Ritual Penggantian Kelambu
Ki Ageng Prawoto Sidik dengan tujuan untuk mendapatkan pendidikan mengenai arti
dan makna simbolis tentang perangkat atau alat-alat Ritual Penggantian Kelambu Ki
Ageng Prawoto Sidik.
Dari hasil pengamatan penulis, masyarakat yang datang untuk menyaksikan Ritual
Penggantian Kelambu kebanyakan menggunakan acara ini untuk memperkenalkan
ataupun mendidik kepada anak mereka dengan cara menceritakan ceritanya. Sehingga
putra-putrinya mengetahui bagaimana kisah hidup maupun upacara tradisi Ki Ageng
Prawoto Sidik. Apabila dilihat dari makna upacara, bagi masyarakat pendukungnya
juga terdapat unsur-unsur pendidikan, antara lain pendidikan moral kerohanian dan
budi pekerti.
Unsur pendidikan yang terdapat di dalam upacara ini berisikan supaya generasi muda
tidak akan melupakan kebudayaannya sendiri, karena kehadiran kebudayaan lain.
Unsur pendidikan yang lainnya yang terdapat disini adalah pendidikan kerohanian,
tentang cara-cara agar masyarakat melakukan tindakan penyucian batin dan hati
untuk mencapai keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Selain itu unsur pendidikan
yang didapat dengan adanya Upacara Penggantian Kelambu adalah dengan
musyawarah dapat diteladani. Dilihat dari ketika juru kunci melakukan musyawarah
untuk menentukan kesepakatan kapan dilaksanakan penggantian kelambu.
Mengajarkan kepada masyarakat bahwa musyawarah merupakan suatu upaya untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
memecahkan persoalan atau jalan keluar guna mengambil keputusan bersama dalam
penyelesaian atau pemecahan masalah.
b. Fungsi Hiburan
Masyarakat beranggapan bahwa Upacara Ritual Penggantian Kelambu Petilasan Ki
Ageng Prawoto Sidik di Desa Sarean dapat digunakan sebagai alat untuk menghibur.
Masyarakat desa Sarean mengetahui bahwa di dalam prosesi penggantian kelambu
juga terdapat perayaan yang dapat digunakan untuk sarana hiburan dan kemudian di
dalam Upacara Penggantian Kelambu Petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik tersebut
terkandung pula nilai-nilai budaya yang bersifat menghibur. Hal ini sesuai dengan
pendapat James Danandjaja yang mengatakan bahwa “Upacara Tradisional sebagai
salah satu bentuk kebudayaan yang dipakai sebagai sarana hiburan”(1997:170)
Upacara Tradisional Pulung Langse di Desa Sarean dapat dilihat dari bentuk maupun
jalan upacaranya dapat dikategorikan sebagai upacara yang bersifat historis. Hal ini
dapat ditunjukkan bahwa dalam upacara tersebut terkandung nilai-nilai sejarah
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan perjuangan dalam rangka
menyebarkan Agama Islam.
Fungsi dari upacara ini ditujukan kepada anak-anak yang datang pada saat prosesi,
yang sifatnya untuk menghibur. Di samping itu anak-anak yang datang untuk
menyaksikan prosesinya, anak-anak juga senang karena diberikan makanan yang
berupa nasi gurih lengkap. Makanan yang dibagikan itu adalah dari prosesi ritual
tersebut. Dengan adanya Upacara Ritual Penggantian Kelambu Petilasan Ki Ageng
Prawoto sidik juga mengundang para pengunjung untuk melakukan upacara religius,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
sehingga secara tidak langsung para pengunjung merasa terhibur karena dirinya
mendapat harapan-harapan.
c. Sebagai Sarana Gotong Royong
Dengan adanya prosesi ini, menumbuhkan kesadaran diri untuk melakukan kerja
sama ataupun gotong royong. Ini terlihat ketika para Ibu sama-sama membantu untuk
memasak, yang digunakan untuk sesaji ketika dilakukan prosesi penggantian kelambu
oleh juru kunci makam. Ibu-Ibu tampak gotong royong dalam menyiapkan sesaji
tersebut. Sikap seperti ini sudah menjadi ciri khas dari masyarakat Desa Sarean yang
sangat suka bekerja keras dan saling membantu tanpa pamrih. Selain itu juga terlihat
ketika juru kunci mempersiapkan perlengkapan dalam prosesi. Ketika akan
membersihkan makam sebelum acara, kaum laki-laki membersihkan area di sekitaran
makam.
3. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik
Dalam setiap cerita rakyat, terkandung nilai-nilai luhur yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia, termasuk dalam hal ini masyarakat Desa Sarean sebagai pemilik
Ritual Penggantian Kelambu Petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik. Hal ini diharapkan
membawa dampak positif bagi perilaku masyarakat yang bersangkutan.
Adapun nilai-nilai moral yang terkandung di dalam Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto
Sidik diantara lain:
1. Pentingnya Menjalankan Amanah
Ki Ageng Prawoto Sidik adalah seorang bijaksana. Ia adalah salah satu murid dari
Sunan Kalijaga. Ki Ageng Prawoto Sidik semasa hidupnya diberikan amanah oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Sunan Kalijaga untuk menyebarkan agama islam ke daerah-daerah yang ia kunjungi
untuk berdakwah. Amanah yang diberikan Sunan Kalijaga kepadanya dijalankan
dengan baik, Ki Ageng diberikan amanah untuk menjadi kawula alit juga
dilaksanakan dengan baik. Jiwa sosial Ki Ageng Prawoto Sidik terlihat sekali ketika
diberikan amanah membantu para warga, ia terlihat gigih sekali dan sungguh-
sungguh dalam berusaha membantu perekonomian warga pada saat itu. Di samping
itu Ki Ageng Prawoto Sidik juga menyebarkan Agama Islam. Dikatakan bahwa
tanggungjawab merupakan pilar utama dalam mengemban amanah. Tidak
menghianati amanah ini merupakan bentuk komitmen dalam mengemban amanah.
2. Bertanggungjawab atas Ucapannya
Ki Ageng Prawoto Sidik sangat bertanggungjawab atas tindakan dan ucapannya. Ini
terlihat ketika ia bertanggungjawab atas muridnya Jaka Tingkir, ia mengemban
tanggungjawab untuk menjadikan Jaka Tingkir sebagai murid yang hebat, agar kelak
ia disegani oleh orang-orang dan menjadi Raja. Selama itu pula Ki Ageng mendidik
Jaka Tingkir ilmu kanuragan,kadigdayan dan ketatanegaraan. Tanggungjawab yang
begitu besar itu ia laksanakan dengan baik agar Jaka Tingkir menjadi orang hebat
dikemudian hari.
Ki Ageng Prawoto Sidik juga bertanggungjawab atas ucapannya untuk tidak
membuka perkampungan sebelum ia menemukan ke sembilan sendang yang tersebar.
Sampai pada waktu Jaka Tingkir menemukan sendang yang kedelapan dan
kesembilan, barulah oleh Sunan Kalijaga daerah Watu Kelir dibukakan sebuah
perkampungan. Ini ditandai dengan diadakan acara Wayang Kulit semalam suntuk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
3. Kepatuhan Seorang Murid Kepada Gurunya
Kepatuhan ini terlihat sekali ketika Ki Ageng Prawoto Sidik untuk melakukan apa
yang diperintahkan oleh Sunan Kalijaga kepadanya. Ki Ageng Prawoto Sidik begitu
patuh menjalankannya dengan baik. Selain itu pula juga nampak ketika Jaka Tingkir
juga taat dan patuh kepada Ki Ageng Prawoto Sidik sebagai gurunya. Patuh dan taat
sangat penting di dalam kehidupan, karena dengan patuh terhadap orang yang
dihormati akan menimbulkan hubungan yang baik antara Guru dan murid. Kepatuhan
membuat seseorang lebih dihargai dan lebih bisa dipercaya.
4. Membiasakan Diri Untuk Hidup Sederhana
Sederhana itu merupakan gambaran dari Ki Ageng Prawoto Sidik yang religius dan
bijaksana. Selama hidupnya Ki Ageng tidak menikah dan tidak memiliki keturunan.
Setelah kungkum di Rawapening selama 7 tahun, Ki Ageng selanjutnya melanjutkan
hidupnya untuk mengembara menjadi warga biasa dan menyebarkan agama Islam.
Selama di dalam kehidupan bergaul, Ki Ageng tetap menjadi sosok yang sederhana
dalam segi berbicara dan berpakaian, tidak berlebihan dan juga tidak kurang. Pola
hidup sederhana inilah yang termasuk juga ke dalam ajaran moral yang trekandung
dalam cerita rakyat ini. Karena kesederhanaan itu mengajarkan setiap individu untuk
hidup tidak berlebihan, hidup secara wajar. Sederhana bukan berarti perhitungan
ataupun kekurangan, tetapi lebih ke dalam bisa mengontrol dan menahan diri dari
godaan yang berlebihan. Sederhana juga bisa terlihat dari tutur kata, orang yang
berbicara sederhana lebih mudah dalam menempatkan diri dalam pergaulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Profil Masyarakat Desa Sarean
1. Sejarah Berdirinya Desa Sarean
Desa adalah merupakan perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh
unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomis politik, kultural setempat dalam
hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah lain.
Desa Sarean adalah tempat terakhir Ki Ageng Prawoto Sidik tinggal,
setelah sekian lama berkelana dan mengajarkan agama Islam. Disini pula tempat
Ki Ageng Prawoto Sidik mendirikan sebuah pemukiman dan menjadi Guru dari
Jaka Tingkir. Dari observasi di lapangan, diketahui asal mula dinamakan Desa
Sarean dari beberapa pendapat informan, diantara lain:
1. Pendapat Bapak Widodo (Juru kunci, 50 tahun)
Mengatakan bahwa dinamakan Desa Sarean adalah Karena di daerah
ini Ki Ageng Prawoto Sidik tutup usia, untuk menghormati dan menghargai
jasa-jasanya dahulu masyarakat disekitar pemukiman memberikan nama
Sarean sebagai nama Desa ini.
2. Pendapat Bapak Hadi (Modin, 65 tahun)
Mengatakan bahwa dinamakan Desa Sarean adalah dahulu pada jaman
Ki Ageng Prawoto Sidik masih sering berada di Wonogiri, sering
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
mengunjungi daerah ini untuk istirahat/tidur, setelah berjalannya
waktu warga sekitar memberi nama pemukiman ini Desa Sarean.
3. Pendapat Bapak Samsi (Ketua RW, 60 tahun)
Mengatakan bahwa dinamakan Desa Sarean adalah Sejak beliau masih
muda (Bapak Kamsi) memang sudah bernama Desa Sarean, karena
merupakan nama yang sudah turun temurun dari jaman dahulu. Tetapi
menurut leluhurnya nama Desa Sarean masih berhubungan erat dengan
keberadaan Ki Ageng Prawoto Sidik.
2. Kondisi Geografis (Alam) Masyarakat Desa Sarean
Luas wilayah Desa Sarean adalah 371,7400 Ha, terbagi menjadi 4 Dukuh,
14 RW (Rukun Warga), dan 13 RT (Rukun Tetangga). Dari pusat pemerintahan
kecamatan hanya berjarak 3 Km. Batas wilayah Desa Sarean adalah sebagai
berikut.
1) Sebelah Utara : Dusun Margamulyo
2) Sebelah Selatan : Dusun Lemah Bang
3) Sebelah Timur : Dusun Serut
4) Sebelah Barat : Dusun Margajati
Keadaan alam Desa Sarean berada pada ketinggian 980 meter dari
permukaan air laut. Kondisi alam di Kecamatan Weru khususnya Desa Sarean
adalah perbukitan dengan jalan yang menanjak, ini terlihat sekali jika melintasi
dari pusat kecamatan Weru ke arah selatan, semakin ke selatan semakin naik dan
menanjak. Wilayah Desa Sarean juga banyak ditemukan batuan kapur yang berada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
di sekitaran jalan desa. Mayoritas warga Desa Sarean bermata pencaharian sebagai
buruh tani dan buruh bangunan. Mayoritas mereka menggarap lahan sawahnya
sendiri dengan dibantu buruh tani.
Masyarakat Desa Sarean yang perkebunan di sekitaran dusun, mereka
memanfaatkannya untuk menanam pohon jati. Dari pengamatan penulis, cukup
banyak warga yang memiliki lahan perkebunan. Mayoritas mereka menanam
pohon jati dan mahoni. Menurut hasil pengamatan penulis juga, lahan perkebunan
pohon jati ini banyak sekali dikunjungi oleh kalangan mahasiswa ataupun
pengusaha yang akan melakukan penelitian ataupun menanam modal disini. Disini
warga juga menjual bibit pohon jati dengan kualitas yang baik. Selain juga
digunakan sebagai mata pencaharian, memiliki perkebunan pohon jati bisa
digunakan investasi atau tabungan di hati tua, mayoritas digunakan juga untuk
membuatkan rumah bagi anak-anaknya kelak. Untuk sebagian masyarakat yang
memiliki pekarangan yang cukup luas, biasanya digunakan untuk ditanami pohon
pisang, ubi kayu, mangga dan rambutan. Setelah berbuah biasanya mereka
menjualnya di Pasar Watu Kelir dan sebagian juga untuk dikonsumsi sendiri.
Berdasarkan data monografi dari Desa Sarean Kecamatan Weru Kabupaten
Sukoharjo Jawa Tengah luas wilayah Desa Sarean adalah 371,7400 Ha, terdiri
dari:
a. Tanah sawah
Yang terdiri dari Irigasi setengah tehnis seluas 10,000 Ha, sawah tadah
hujan 27,8200 Ha.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
b. Tanah Kering
Yang terdiri dari pekarangan/bangunan seluas 102,8700 Ha,
Tegalan/Kebunan seluas 105,8400 Ha, jalanan seluas 26,91 Ha.
Luas wilayah Desa Sarean menurut luas penggunaan lahan dapat dilihat
pada tabel berikut:
Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha)
Luas Wilayah
1. Tanah Sawah
Irigasi Tehnis
Irigasi Setengah Tehnis
Sederhana
Tadah Hujan
2. Tanah Kering
Pekarangan/Bangunan dll
Tegalan/Kebunan
Padang Gembala
Tambak Kolam
Rawa
Hutan Negara
Perkebunan Negara/Swasta
Lain2 sungai, jalan, kuburan dll
371,7400
-
-
10,000 Ha
-
27,8200 Ha
102,8700 Ha
105,8400 Ha
-
-
-
-
-
26,91 Ha
Data Geografi Penduduk Tahun 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
3. Karakteristik Masyarakat Desa Sarean
Desa Sarean merupakan salah satu dari desa/dusun yang berada di
Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo. Kecamatan Weru merupakan batas
antara Kabupaten Sukoharjo dengan Kabupaten Klaten sebelah barat dan
Kabuapaten Sukoharjo dengan wonogiri, Kecamatan Weru sebelah selatan juga
merupakan batas dengan Kabupaten Gunung Kidul (Daerah Istimewa
Yogyakarta). Luas wilayah 371,7400 Ha ini jauh dari kata keramaian kota
sehingga ini bisa dibilang masyarakat Desa Sarean adalah masyarakat pinggiran
(urban). Disini terdapat 4 Dukuh, 14 RW (Rukun Warga), dan 13 RT (Rukun
Tetangga).
Petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik kira-kira berjarak 300 meter terdapat
pasar Watu Kelir. Pasar ini ramai setiap hari pasaran wage dan menjadi pusat
perekonomian karena menjadi tempat transaksi dan jual beli hasil-hasil bumi
masyarakat. Selain itu di pasar Watu Kelir ini juga menyediakan kebutuhan harian
bagi masyarakat setempat, misalnya sembako, pakaian, hasil ternak. Selain pasar,
di dekat petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik juga terdapat terminal. Terminal ini
menjadi sarana transportasi bagi masyarakat Watu Kelir dan sekitarnya. Bus
maupun kol di terminal ini melayani penumpang untuk bepergian menuju dan
kembali antar kecamatan (Weru, Tawangsari PP) maupun antar Kabupaten (Watu
Kelir, Kabupaten Sukoharjo-Solo PP, Watu Lkelir Kabupaten Sukoharjo-PP, Watu
Kelir Kabupaten Gunung Kidul DIY PP, watu Kelir Kabuapten Sukoharjo-
Wonogiri).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Masyarakat desa merupakan suatu wilayah yang ditempati sejumlah
penduduk dan merupakan organisasi pemerintahan yang terendah, atau bisa juga
diartikan sebagai suatu wilayah administratif di Indonesia yang paling rendah di
bawah kecamatan yang dipimpin oleh Kepala Desa. Masyarakat desa merupakan
masyarakat yang masih tradisional karena pada umumnya masih memegang adat.
Sejarah desa mempunyai peranan penting dalam sejarah bangsa Indonesia,
terutama masa merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Kehidupan masyarakat Desa Sarean terbilang masih cukup terjalin erat tali
silaturahim. Etos kerja bergotong-royong masih sangat tinggi, terbukti dari hasil
penelitian langsung penulis saat beberapa kali berkunjung ke Desa Sarean dan
hasil wawancara dengan Kepala Desa, Juru Kunci dan masyarakat Desa Sarean
sendiri. Ini merupakan salah satu ciri khas ataupun kebiasaan masyarakat Desa
Sarean sendiri.
Kehidupan keseharian Masyarakat Desa Sarean masih sangat berpegang
teguh pada adat istiadat setempat, sehingga dari pengamatan penulis di lapangan
diperoleh suatu data analisis karakteristik masyarakat Desa Sarean sebagai berikut:
a. Rukun
Istilah rukun cukup menggambarkan situasi dan keadaan masyarakat
Desa Sarean. Dari sinilah tercipta keadaan masyarakat yang nyaman dan tidak
merasa ada tekanan. Sikap ini sangat terlihat sekali di Desa Sarean, antara satu
warga dengan warga lainnya saling menghormati dan bertutur kata yang
benar, sehingga menghindari konflik antar warga yang bisa merusak keutuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
dan keharmonisan bertetangga. Karena dewasa ini yang terjadi di masyarakat
luas sering terjadi konflik, yang pangkal dari masalah hanya kurang saling
menghargai.
b. Saling Menghargai (Ngajeni)
Masyarakat Desa Sarean sangat menjunjung tinggi sikap saling
menghargai antar warganya, ini terlihat sekali di dalam kehidupan
bermasyarakat mereka, masyarakat berusaha saling menjaga ucapan dan
tindakan yang mereka perbuat, supaya tidak menimbulkan kesalahpahaman
yang nantinya bisa berujung tidak menghargai. Masyarakat jawa menyebutnya
“ngajeni”. Mereka benar-benar mengingat kebaikan yang pernah dilakukan
oleh seseorang, sebagai balas budi mereka akan berusaha membantu ketika
orang yang pernah berjasa kepada dirinya membutuhkan pertolongan.
c. Terbuka
Mungkin seperti inilah potret kehidupan masyarakat Desa Sarean.
Masyarakat disini cukup terbuka dengan hal-hal baru yang masuk di
lingkungan mereka, masyarakat disini cukup beradaptasi jika ada budaya baru
yang masuk. Begitu pula dengan para masyarakat disini cukup terbuka dengan
para pendatang ataupun kepada para pengusaha ataupun mahasiswa yang
hendak akan melakukan observasi ataupun penelitian. Jika dilihat dan diamati
keterbukaan ini akan mempermudah masyarakat Desa Sarean untuk lebih
maju dan selalu mengetahui perkembangan teknologi dan budaya baru.
d. Sederhana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Sederhana merupakan gambaran / background dari masyarakat Desa
Sarean. Masyarakat disini kehidupannya bisa dikatakan cukup, mayoritas
masyarakat Desa Sarean bermata pencaharian bercocok tanam di ladang
ataupun sawah. Sekitaran Desa Sarean kondisi tanahnya adalah tanah kapur
dan bebatuan, sehingga banyak dimanfaatkan para warga untuk menanam
singkong. Sebagian juga ada warga yang memiliki lahan untuk ditanami
pohon jati, karena di daerah sini banyak sekali yang memiliki tanah dan
ditanami pohon jati, bahkan di daerah ini sudah dijadikan untuk kawasan
usaha pohon jati. Ada juga warga yang bermata pencaharian sebagai seorang
guru ataupun pegawai kantoran. Mengingat kondisi jalan disini yang berbelok
dan banyak tanjakan cukup berpengaruh kepada kehidupan ekonomi
masyarakat Desa Sarean.
e. Sopan-Santun
Masyarakat Desa Sarean sangatlah menjunjung tingi nilai kesopanan
(Unggah-ungguh), ini terlihat sekali di dalam kehidupan pergaulan di
lingkungan para warga. Generasi muda disini terhadap orang yang lebih tua
maupun kepada para pendatang baru cukup sopan, mereka menjaga sekali
tindak tutur dan kesopanan mereka. Begitu pula dengan orang yang mungkin
lebih berwibawa dari mereka, mereka memperlihatkan sikap sopan. Masih
cukup banyak para warga Desa Sarean yang masih bisa menggunakan bahasa
jawa yang halus/benar, terutama para warga yang sudah berumur. Bahkan
sebagian masyarakat yang sudah berumur lanjut masih banyak yang bisa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
berbahasa jawa halus. Masyarakat disini akan dengan senang hati jika ada
pendatang baru yang menanyakan tentang lingkungan mereka disini, ditambah
dengan masyarakat disini yang terbuka dan sopan, membuat warga Desa
Sarean cukup mudah untuk bergaul dan menerima hal-hal baru. Bagi para
warga Desa Sarean bersopan santun sudah merupakan bagian dari kehidupan
pergaulan masyarakat kesehariannya.
f. Tanpa Pamrih
Masyarakat disini tumbuh sikap saling tolong menolong yang
cukup terjalin dengan baik, salah satunya mereka menolong dengan tanpa
pamrih atau tidak mengharap imbalan. Ini terlihat sekali jika ada warga Desa
Sarean yang memiliki kerja ataupun lagi ada warga yang meninggal dunia,
mereka akan dengan senang hati membantu acara tersebut agar dapat
meringankan beban dari yang punya kerja ataupun sedang lagi kena musibah.
Mereka tidak mengharap balasan dibayar, semata-mata itu mereka lakukan
untuk saling membantu dan sebagai solidaritas bertetangga. Sikap seperti ini
masih terlihat sekali di kehidupan desa yang sangat menjujung tinggi adat-
istiadat.
g. Gotong Royong
Mungkin inilah yang bisa diungkapkan untuk melihat ciri khas
masyarakat Desa Sarean. Sikap kebersamaan ini sangatlah terlihat sekali
disini. Mereka bekerja sama untuk satu tujuan, yaitu agar untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan dengan mudah. Gotong royong sangat berjalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
sekali di Desa Sarean hingga sekarang, karena disini mereka menyadari akan
pentingnya solidaritas dan bekerja sama antar masyarakat. Ini terlihat sekali
jika di dalam desa ada program baru dari pemerintah atau sekedar kegiatan
rutinitas. Seperti jika ada acara Sambatan di lingkungan Desa Sarean, yang
dilakukan oleh para Bapak-Bapak ataupun kaum muda untuk membantu atau
melakukan kegiatan dalam pembangunan rumah, pembuatan/pengaspalan
jalan baru maupun untuk membuat aliran selokan di sekitaran pemukiman
warga, Sambatan juga terlihat pada acara ngijing , yakni acara
meletakkan/memasang batu nisan pada saat nyewu, nyewu adalah peringatan
1000 hari kematian seseorang. Semua ini dilakukan dengan sukarela tanpa
mengharap upah ataupun bayaran. Berkat kehidupan seperti inilah bisa
menimbulkan kerukunan dan kerjasama antar warga.
4. Agama dan Kepercayaan Masyarakat Desa Sarean
Hal mendara bagi kehidupan manusia adalah kepercayaan. Sebelum
menetukan tahap-tahpa selanjutnya dalam kelanjutan manusia, semua manusia
sempat mengalami pertanyaan seputar kepercayaan yang ia miliki. Pda dasarnya
konsep ketuhanan kontemporer ada 3 macam yaitu: teisme (adalah konsep yang
meyakini dengan tegas bahwa Tuhan itu ada, aknotisme merupakan paham yang
berpendapat bahwa pengetahuna tentang Tuhan tidak diperoleh oleh manusia,
manusia tidak mampu mengetahui eksistansi Tuhan (agnostik), ateisme yaitu
pandagan yang tidak mengakui adanya tuhan karena alam ada dengan sendirinya
dan bekerja menuru undang-undang dirinya sendiri. Logika positifis selalu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
menggambarkan bahwa agama merupakan fenomena kemasyarakatan, tak
ubahnya denga tradisi,cara berpakaian, dan lain-lain. Keyakina beragama secara
individu, sosio kultural dan religiusitas menurut orang jawa berada di dalam satu
spirit. Tindakan-tindakan keberagamaan merupakan sikap individu dimana
individu tersebut terikat secara ssio kultural sehingga menghasilakn religiusitas
yang sinkretis. Masyarakat jawa menjalani semua itu sebagai bentuk dari sikap
budaya dan gaya hidupnya yang selalu menjaga harmoni. Masyarakat Desa Sarean
mayoritas para warganya adalah asli orang Jawa, masih banyak pula yang
mempercayai hal-hal yang berbau kejawen, dan ada pula yang sudah berfikir
modern/Islam. Bagi sebagian masyarakat yang masih percaya dengan hal yang
berbau Kejawen, banyak yang sering berkunjung atau melakukan ritual di Makam
Ki Ageng Prawoto Sidik. Tidak hanya para warga masyarakat Desa Sarean yang
datang ke makam, tetapi banyak juga pengunjung yang datang dari luar daerah,
bahkan dari luar kota juga masih cukup banyak yang datang untuk berkunjung
maupun sesirih di petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik. Pada malam-malam tertentu
seperti Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon, masih banyak yang berkunjung di
petilasan Makam Ki Ageng Prawoto Sidik untuk melakukan rangkaian kegiatan
yang menjadi ujubnya/permintaannya. Kemudian ada juga yang hanya sekedar
berkumpul pada malam tertentu untuk bersilaturahmi, karena pada malam-malam
tertentu di areal makam masih dan sering ramai dikunjungi oleh para warga.
Warga masyarakat Desa Sarean mayoritas adalah beragama Islam,
tetapi juga ada yang bergama Kristen maupun Katholik. Sebagai buktinya ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
terlihat sekali masjid yang berada di perkampungan yang digunakan umat Islam
sebagai tempat beribadah mereka, Gereja-gereja juga ditemukan di daerah ini
untuk peribadatan orang Nasrani. Di Desa Sarean terdapat 7 buah Masjid, 8
Surau/Mushola, kemudian juga terdapat Gereja 3 buah. Untuk menjaga
keharmonisan, para warga berusaha untuk saling menghargai maupun saling
membantu jika salah satu membutuhkan uluran tangan. Kegiatan keagamaan disini
yang dilakukan adalah seperti Tahlillan yang dilakukan secara bergantian dari
rumah ke rumah atau disaat ada seseorang warga yang sanak keluarganya ada yang
kesripahan / meninggal dunia. Bagi Ibu-Ibu juga sering melakukan kegiatan
keagamaan yaitu Pengajian di masjid pada hari tertentu.
Kegiatan tradisi yang masih dipercaya atau dilakukan oleh masyarakat
Desa Sarean ialah berupa Selametan, Nyadran. Ini dilakukan karena sebagian
masyarakat disini masih banyak yang menganut kejawen yang kuat, masih
melestarikan budaya jawa yang cukup kuat. Bagi yang sudah berfikir
modern/islam modern, sudah jarang yang melakukan kegiatan seperti ini. Tetapi
keharmonisan di Desa Sarean sangat terjaga walaupun mungkin memiliki
perbedaan pikiran atau kepercayaan. Mereka saling menghormati dan menghargai
satu dengan yang lainnya. Jika saat ada bancaan di Makam Ki Ageng Prawoto
Sidik, masih ada sebagian pula masyarakat yang datang disini untuk sekedar ikut
berdoa dan kemudian masakan dari bancaan itu sendiri akan dibagikan oleh modin
atau juru kunci. Bancaan itu sendiri adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan
unyuk meminta keselamatan atau wujud dari rasa syukur. Biasanya di dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
bancaan yang sangat kental atau menjadi utama adalah adanya sega gudangan,
sega gudangan (nasi urap) disini terdiri dari nasi, kemudian terdapat sayuran dan
kacang-kacangan dengan sambal kelapa, kemudian dilengkapi dengan telor. Anak-
anak kecil yang paling suka disini jika ada bancakan di makam Ki Ageng Prawoto
Sidik.
NO AGAMA JUMLAH TEMPAT IBADAH
1 Islam 5240 orang 7 Masjid, 8 Surau
2 Kristen 59 orang 3 Gereja
3 Katolik - -
4 Budha - -
5 Hindu - -
(Sumber Monografi Desa Sarean)
5. Tradisi Masyarakat Desa Sarean
Tradisi Tradisional masyarakat Desa Sarean masih cukup kental sekali
dengan unsur kejawen. Aktifitas tersebut masih ada yang terkait dengan unsur
sosial keagamaan dan peringatan hari-hari besar. Seperti Upacara Penggantian
Kelambu yang diadakan setahun sekali setiap Bulan Ruwah. Tradisi ini diadakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
pada tanggal kur-kuran, yakni pada tanggal ganjil setiap tanggal 20an, seperti
tanggal 21, 23,25 dan seterusnya.
Tradisi masyarakat disini masih berjalan dengan baik, warga yang
masih berpegang teguh pada budaya jawa masih sering melakukan serangkaian
kegiatan yang berbau jawa seperti nyadran, mitoni, slametan. Semua itu dilakukan
demi menjaga kelestarian budaya jawa agar tetap hidup dan lestari.
Prosesi nyadran diawali dengan setiap keluarga membuat kue apem
dan ketan kolak. Adonan tiga jenis penganan dimasukkan dalam takir, yaitu
tempat makanan terbuat dari daun pisang yang di kanan-kiri ditusuk lidi (biting).
Kue-kue tadi di samping dipakai munjung/ater-ater kepada saudara yang lebih tua,
juga merupakan ubarampe kenduri. Sesudah besik (membersihkan rumput-
rumput), masyarakat sekampung menggelar kenduri yang berlokasi di sepanjang
jalan masuk menuju makam atau lahan kosong di sekitar makam. Secara
etimologis, kata craddha berasal dari bahasa Sansekerta “sraddha” yang artinya
keyakinan, percaya atau kepercayaan. Masyarakat Jawa kuno meyakini bahwa
leluhur yang sudah meninggal, sejatinya masih ada dan mempengaruhi kehidupan
anak cucu atau keturunannya. Oleh karena itu, mereka sangat memperhatikan saat
atau waktu, hari dan tanggal meninggalnya leluhur. Pada waktu-waktu (saat) itu,
mereka yang masih hidup diharuskan membuat sesaji berupa kue, minuman, atau
kesukaan yang meninggal. Selanjutnya, sesaji itu ditaruh di meja, ditata rapi,
diberi bunga setaman, dan diberi penerangan berupa lampu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
Pengaruh agama Islam pula makna nyadran mengalami pergeseran, dari
sekadar berdoa kepada Tuhan, menjadi ritual pelaporan dan wujud penghargaan
kepada bulan Sya‟ban atau Nisfu Sya‟ban. Ini dikaitkan dengan ajaran Islam
bahwa bulan Sya‟ban yang datang menjelang Ramadhan, merupakan bulan
pelaporan atas amal perbuatan manusia. Oleh karena itu, pelaksanaan ziarah juga
dimaksudkan sebagai sarana introspeksi atau perenungan terhadap segala daya dan
upaya yang telah dilakukan selama setahun. Pada perkembangan selanjutnya,
tradisi nyadran mengalami perluasan makna. Bagi mereka yang pulang dari
rantauan, nyadran dikaitkan dengan sedekah, beramal kepada para fakir miskin,
membangun tempat ibadah, memugar cungkup dan pagar makam. Kegiatan
tersebut sebagai wujud balas jasa atas pengorbanan leluhur, yang sudah mendidik,
membiayai ketika anak-anak, hingga menjadi orang yang sukses. Bagi perantau
yang sukses dan kebetulan diberi rezeki berlimpah, pulang nyadran dengan
beramal merupakan manifestasi hormat dan penghargaan kepada leluhur. Bagi
umat Islam sendiri, tradisi nyadran masih menimbulkan perdebatan. Itu karena ada
dua pendapat berbeda, dikaitkan dengan ajaran Nabi Muhammad SAW. Kelompok
pertama atau yang beraliran moderat, beranggapan bahwa ritual nyadran tidak
perlu dilakukan karena bertentangan dengan hadits dan as sunnah. Nyadran sering
digolongkan perbuatan syirik atau menyekutukan Tuhan. Sementara menurut
kelompok kedua yang beraliran kultural, nyadran adalah kegiatan keagamaan yang
sah-sah saja, asal tidak untuk menyembah leluhur atau pekuburan.
Terlepas dari perbedaan pendapat itu, penulis memandang perlu pelestarian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
tradisi nyadran. Selain sebagai wujud pelestarian budaya adhiluhung peninggalan
nenek moyang, terdapat sejumlah kearifan dalam prosesi tradisi nyadran yang
sangat relevan dengn konteks kekinian. Hal ini karena prosesi nyadran tidak hanya
sekedar gotong royong membersihkan makam leluhur, selamatan dengan kenduri,
dan membuat kue apem ketan kolak sebagai unsur utama sesaji. Lebih dari itu,
nyadran menjelma menjadi ajang silaturahmi, wahana perekat sosial, sarana
membangun jati diri bangsa, rasa kebangsaan dan nasionalisme. Ketika
pelaksanaan nyadran, kelompok-kelompok keluarga atau trah tertentu, tidak terasa
terkotak-kotak dalam status sosial, kelas, agama, golongan, partai politik, dan
sebagainya. Perbedaan itu lebur, karena mereka berkumpul menjadi satu, berbaur,
saling mengasihi, saling menyayangi satu sama lain. Seusai nyadran ada warga
yang mengajak saudara di desa ikut merantau dan bekerja di kota-kota besar. Di
sinilah ada hubungan kekerabatan, kebersamaan, kasih sayang di antara warga atau
anggota trah.
Tradisi masyarakat Desa Sarean yang masih dilaksanakan selain
nyadran adalah mitoni. Tradisi upacara ini sudah berlangsung sejak nenek moyang
di Jawa. Upacara ini diadakan pada seorang perempuan Jawa yang masih percaya
dan hamil pertama kalinya. Sedangkan sang suami juga ikut dalam upacara
tersebut. Asal mitoni berasal dari kata “miton” yang berarti tujuh yaitu perempuan
yang hamil selama tujuh bulan, sedangkan “nelon” berarti 3 bulan lamanya dalam
kehamilan. Lalu orang Jawa memberi nama mitonneloni yaitu memperingati
seseorang perempuan yang hamil pertama kali dan waktu tiga bulan dan 7 bulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
dan menyambut kelahiran. Konon ceritanya orang yang masih percaya kalau tidak
diadakan maka kelahirannya akan terganggu, dan orang Jawa khususnya sesepuh
masih kental dengan hal – hal tersebut. Dari uraian diatas, selanjutnya akan
dijelaskan urutan mitoni:
1. Upacara Siraman
Biasanya pelaksanaan siraman diadakan dikamar mandi atau ditempat khusus
yang dibuat untuk siraman, di halaman belakang atau samping rumah. Siraman
berasal dari kata siram artinya mandi. Pada saat mitoni adalah pemandian untuk
sesuci lahir batin bagi calon ibu/orang tua beserta bayi dalam kandungan. Yang
baku, di tempat siraman ada bak/tempat air yang telah diisi air yang berasal dari
tujuh sumber air yang dicampur dengan bunga sritaman, yang terdiri dari
mawar,melati, kenanga dan kantil. Di depan tempat siraman yang disusun apik,
duduk calon kakek, calon nenek dan ibu-ibu yang akan ikut memandikan.Mereka
semua berpakaian tradisional Jawa, bagus, rapi. Calon ibu dengan berpakaian kain
putih yang praktis, tanpa mengenakan asesoris seperti gelang, kalung, subang dan
sebagainya, datang ke tempat siraman diiringi beberapa ibu. Dia langsung
didudukkan di atas Klasa Bangka kursi yang dialasi dan dihias dengan sebuah
tikar tua, maksudnya orang wajib bekerja sesuai kemampuannya. Selain itu kursi
tadi juga dihiasi dengan dedaunan, misalnya : daun apa-apa, alang-alang, ara-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
ara, dadap srep, awar-awar yang melambangkan keselamatan dan daun kluwih
sebagai perlambang kehidupan yang makmur.
Orang pertama yang mendapat kehormatan untuk memandikan adalah calon
kakek, kemudian calon nenek dan disusul oleh beberapa ibu yang sudah punya
cucu. Sesuai kebiasaan, jumlah yang memandikan adalah tujuh orang. Diambil
perlambang positifnya, yaitu tujuh, bahasa Jawanya pitu, supaya memberi
pitulungan atau pertolongan.
Sesudah selesai dimandikan dengan diguyur air suci, terakhir dikucuri air suci
dari sebuah kendi sampai airnya habis. Kendi yang kosong dibanting ke tanah.
Dilihat bagaimana pecahnya, kalau paruh atau corot kendi tidak pecah berarti itu
anak Lanang. Berarti calon jabang bayi di perut berjenis kelamin laki-laki. Artinya
masyarakat jawa meyakini bahwa bayi yang akan lahir berjenis kelamin laki-laki.
Apabila paruh/corok kendi pecah, calon jabang bayi di perut berjenis kelamin
perempuan atau wadon. Artinya masyarakat jawa meyakini bahwa bayi yang akan
lahir berjenis kelamin perempuan. Perlu diketahui bahwa suasana selama
pelaksanaan siraman adalah sakral tetapi riang.
2. Peluncuran Tropong
Ada kalanya, sesudah selesai pecah kendi, sebuah tropong, alat tenun dari
kayu diluncurkan ke dalam kain tekstil yang mempunyai tujuh warna. Ini sebagai
perlambang sekaligus harapan agar proses kelahiran bayi berlangsung dengan
lancar dan selamat. Peluncuran tropong, pada masa kini sudah jarang sekali
dilakukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
3. Siraman Gaya Mataraman
Siraman gaya Mataraman atau Yogyakarta kuno, sekarang boleh dibilang
tidak dilakukan lagi. Pada siraman tersebut yang dimandikan tidak hanya calon
ibu, tetapi jugas calon ayah, secara berbarengan.
4. Pendandanan calon ibu
Di sebuah ruangan yang telah disiapkan untuk upacara pendandanan,
beberapa ibu dengan disaksikan hadirin, mendandani calon ibu dengan beberapa
motif kain batik dan lurik. Ada 6 (enam) motif kain batik, antara lain motif
kesatrian, melambangkan sikap satria; wahyu tumurun, yaitu wahyu yang
menurunkan kehidupan mulia, sidomukti, maksudnya hidup makmur, sidoluhur-
berbudi luhur dan sebagainya.
Satu per satu kain batik itu dikenakan, tetapi tidak ada yang sreg, sesuai. Lalu yang
ketujuh dikenakan kain lurik bermotif lasem. Lurik adalah bahan yang sederhana
tetapi kuat, motif lasem mewujudkan perajutan kasih yang bahagia, tahan lama.
Begitulah perlambang positif dari upacara pendandanan.
Lurik yang dikenakan calon ibu tersebut diikat dengan tali yang terdiri dari benang
dan anyaman daun kelapa. Tali itu dipotong oleh calon ayah dengan menggunakan
sebilah keris yang ujungnya ditutup kunyit. Ini perlambang bahwa semua kesulitan
yang dihadapi keluarga, akan diatasi oleh sang ayah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Sesudah memotong tali, sang ayah mengambil tiga langkah kebelakang,
membalikkan badan dan lari keluar. Ini melambangkan kelahiran yang lancar dan
selamat, bagi bayi dan ibu.
5. Brojolan
Dua buah kelapa gading diluncurkan kedalam kain lurik yang dipakai
calon ibu. Kedua kelapa tersebut jatuh diatas tumpukan kain batik. Ini juga
menggambarkan kelahiran yang lancar dan selamat. Kedua buah kelapa gading itu
diukir dengan gambar Dewi Ratih dan Dewa Kamajaya, sepasang dewa dewi yang
cantik, bagus rupanya dan baik hatinya. Artinya tokoh, figur yang ayu, baik, luar
dalam, lahir batin. Ini tentu dalam menjalani kehidupan kedua orang tua juga
bersikap demikian, demikian pula anak yang dilahirkan, menjalani kehidupan yang
baik, berbudi pekerti luhur dan mapan lahir batin.
Calon ayah mengambil salah satu kelapa tersebut dan memecahnya dengan
menggunakan golok. Kalau kelapa itu pecah jadi dua berarti Wadon atau
perempuan. Kalau kelapa itu airnya menyembur keluar berarti Lanang atau lelaki.
Anak yang dilahirkan putra atau putri, sama saja, tetap akan diasuh, dibesarkan
oleh orang tuanya dengan penuh kasih dan tanggung jawab. Kelapa yang satunya,
yang masih utuh, diambil, lalu dengan diemban oleh calon nenek, ditaruh di
tempat tidur calon orang tua.
6. Angreman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
Angreman dari kata angrem artinya mengerami telur. Calon orang tua
duduk di atas tumpukan kain yang tadi dipakai, seolah mengerami telur,
menunggu waktu sampai bayinya lahir dengan sehat selamat. Mereka mengambil
beberapa macam makanan dari sesaji dan ditaruh di sebuah cobek. Mereka makan
bersama sampai habis. Cobek itu menggambarkan ari-ari bayi.
Kelapa dan tumpukan kain-kain itu berada di atas tempat tidur kedua calon orang
tua. Ini latihan kesabaran bagi keduanya sewaktu menjaga dan merawat bayi.
Di pagi harinya, calon ayah memecah kelapa tersebut. Ini biasanya yang terjadi.
Tetapi kalau di pagi hari ada seorang wanita hamil meminta kelapa tersebut,
menurut adat, kelapa itu harus diberikan. Lalu wanita dan suaminya yang akan
memecah kelapa itu. Hal ini melambangkan bahwa dalam menjalani kehidupan,
orang tidak boleh egois, mementingkan diri sendiri, saling menolong dan welas
asih haruslah diutamakan.
6. Relasi Sosio-Cultural Masyarakat Desa Sarean Terhadap Ritual Pulung
Langse
Tradisi Hinduisme dan Budhiisme yang datang dari India, memiliki
dampak kuat terhadap ritus-ritus dan simbol di berbagai daerah di Indonesia.
Demikian juga tradisi Cina dan budaya Islam sangat kuat dan memberikan
pengaruh luas terhadap tradisi dan upacara adat di Nusantara, khususnya Jawa.
Demikian juga peran para wali, ulama, dan dalam penyebaran agama dan
kebudayaan Islam di Nusantara termasuk Jawa. Hal itu merupakan Diseminansi
unsur-unsur budaya yang datang dari luar dan sekaligus menjadi pusat dialog
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
budaya antara budaya luar dan budaya lokal yang dapat menghasilkan
pembentukan dan pengayaan kebudayaan nusantara pada tingkat lokal. Unsur-
unsur budaya dari hasil proses akulturasi, asimilasi dan dialog serta konvergensi
mainstream budaya besar pada jamannya. Pada hakikatnya berhasil sebagai
pondasi budaya lokal yang pada masa mendatang menjadi akar kebudayaan
Indonesia baru. (Djoko Suryo, 2009, hal 105-106).
Lingkungan sosial budaya, yaitu lingkungan antar manusia yang meliputi:
pola-pola hubungan sosial serta kaidah pendukungnya yang berlaku dalam suatu
lingkungan spasial (ruang); yang ruang lingkupnya ditentukan oleh keberlakuan
pola-pola hubungan sosial tersebut (termasuk perilaku manusia di dalamnya); dan
oleh tingkat rasa integrasi mereka yang berada di dalamnya. Oleh karena itu,
lingkungan sosial budaya terdiri dari pola interaksi antara budaya, teknologi dan
organisasi sosial, termasuk di dalamnya jumlah penduduk dan perilakunya yang
terdapat dalam lingkungan spasial tertentu.
Lingkungan sosial budaya terbentuk mengikuti keberadaan manusia di
muka bumi. Ini berarti bahwa lingkungan sosial budaya sudah ada sejak makhluk
manusia atau homo sapiens ini ada atau diciptakan. Lingkungan sosial budaya
mengalami perubahan sejalan dengan peningkatan kemampuan adaptasi kultural
manusia terhadap lingkungannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
Manusia lebih mengandalkan kemampuan adaptasi kulturalnya
dibandingkan dengan kemampuan adaptasi biologis (fisiologis maupun
morfologis) yang dimilikinya seperti organisme lain dalam melakukan interaksi
dengan lingkungan hidup. Karena Lingkungan hidup yang dimaksud tersebut tidak
bisa lepas dari kehidupan manusia, maka yang dimaksud dengan lingkungan hidup
adalah lingkungan hidup manusia.
Kelompok sistim ada 2 yang saling berinteraksi dalam lingkungan sosial
budaya yaitu sosio sistem dan ekosistem. Sistem sosial tersebut meliputi:
teknologi; pola eksploitasi sumber daya; pengetahuan; ideologi; sistem nilai;
organisasi sosial; populasi; kesehatan; dan gizi. Sedangkan ekosistem yang
dimaksud meliputi tanah, air, udara, iklim, tumbuhan, hewan dan populasi
manusia lain. Dan interaksi kedua sistem tersebut melalui proses seleksi dan
adaptasi serta pertukaran aliran enerji, materi, dan informasi.
Kebudayaan dapat diartikan dengan hal-hal yang bersangkutan dengan
akal. Kebudayaan adalah keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia,
yang teratur oleh tata kelakuan yang harus di dapatnya dengan belajar, yang
semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Tidak ada kebudayaan tanpa
masyarakat, dan tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan.
Kebudayaan adalah keseluruhan pola tingkah laku dan pola bertingkah
laku, baik secara eksplisit maupun implisit, yang diperoleh dan diturunkan melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
simbol, yang akhirnya mampu membentuk sesuatu yang khas dari kelompok-
kelompok manusia, termasuk perwujudannya dalam benda-benda materi.
Kebudayaan mencakup ruang lingkup yang luas, yang wujudnya dapat berupa
kebudayaan hasil rasa atau sistem budaya (norma, adat istiadat), hasil cipta (fisik)
dan konsep tingkah laku (sistem sosial).
Secara sosio budaya penting untuk dilacak segi-segi yang berkaitan
dengan asal-usul, pertumbuhan, perkembangan, kelangsungan serta perubahan-
perubahan sosio kultural masyarakat Desa Sarean dengan adanya tradisi ritual
pulung langse. Karena unsur-unsur sosial budaya ini sangat penting untuk
mendasar terbentuknya kekhasan dan keunikan sebuah ritual (Ritual Pulung
Langse dalam masyarakat). Latar Geoekosistem pedesaan agraris di Jawa yang
diperkuat dengan latar sosio politik kultural Keraton Jawa telah mendasar.
Terbentuknya modal sosial (sosial capasity) dan nilai dasar kultural (core values)
bagi masyarakat jawa, tidak terkecuali masyarakat Desa Sarean. Tokoh Ki Ageng
Prawoto Sidik yang turut serta menjadi tokoh pengembang kebudayaan Islam pada
prosesnya bertemu dengan kebudayaan jawa asli yang dimiliki oleh masyarakat
Desa Sarean. Hal tersebut sangat mempengaruhi pandangan dunia (world view)
budaya jawa masyarakat Desa Sarean, sistim kekerabatan (kin-ship) sistim
kemasyarakatan kawruh ngelmu, bahasa, seni (arsitek, drama, wayang, musik,
gamela, tembang, tari, batik, keris, kerajinan dan lain lain) serta berbagai bentuk
tradisi upacara, baik upacara adat maupun keagamaan (dalam hal ini tradisi Pulung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
Langse yang sangat berpengaruh dalam kegiatan hari hari). (Djoko Suryo, hal 135-
136)
Segi-segi ideasional yang berkaitan dengan konsep, visi dan pandangan
filosofis tentang alam semesta dan manusia tersirat dalam ungkapan masyarakat
Desa Sarean, misalnya memayu hayuning buwana konsep memayu hayuning
buwana ini merupakan visi lokal yang diartikan sebagai upaya untuk memelihara
keselamatan dan kelestarian kehidupan dimuka bumi sebagai suatu akosistem yang
harmonis. Berdasarkan misi tersebut masyarakat Desa Sarean mengadakan ritual
Pulung Langse.
Kebudayaan Jawa, selain memiliki pandangan ideasional juga memiliki
pemikiran fisioner tradisional. Misalnya, pemikiran-pemikiran Ronggowarsito,
Pakubuwono IV. Mangkunegara IV dan lain-lain. Bahkan sebelumnya secara
populer di Jawa pernah muncul ramalan jayabaya yang menggambarkan akan
terjadinya kejadian-kejadian penting di Jawa pada masa yang akan datang. Sejak
lama juga telah muncul jenis-jenis alam pemikiran penujuman, peramalan, atau
paranormal yang lebih berbasisi pada pengetahuan berbau mistis dan magis. Akan
halnya upacara tradisi Pulung Langse termasuk memiliki hal-hal yang memiliki
sifat mistis magis. Hal ini terlihat dalam kep0ercayaan masyarakat desa Sarean dan
sekitarnya yang memuliakan makam dan petilasan ki Ageng Prawoto Sidik serta
melalukan ritual Pulung Langse.
Perluasan Islam di Nusantara abad ke 14 sampai 15 menandai masa
terjadinya pergeseran kehidupan keagamaan dan budaya masyarakat di Nusantara,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
termasuk di Desa Sarean. Masyarakat yang semula meyakini dan memegang
tradisi kebudayaan Hindu-Budha yang bercampur dengan kepercayaan Animisme
Dinamisme bergeser ke arah kebudayaan Islam. Salah satu bukti adalah tokoh Ki
Ageng Prawoto Sidik diceritakan sebagai seorang tokoh yang menyebarkan agama
islam di Desa Sarean.
Masa transisi dari jaman Hindu Budha ke Islam yang diikuti dengan masa
terjadinya Islamiasai di Jawa abad 14 dan 15, ditandai pula dengan kelahiran tokoh
atau tokoh tojoh oranga terkemuka sebagai pemimpin agama, guru agama,
mubalik, ulama,kyai maupun kaum kaum intelektual muslim yang berperan
sebagai pemuka penyebar agama islam di jawa. Yang plaing trekenal adalah
mereka yang disebut sebagai Wali Sanga. Tokoh wali dipandang sebagai orang
suci atau keramat yang berkedudukan tiinggoi di masyarakat. Saalah satu tokoh
penyebar agam Islam yang merupakan murid Sunan kalijaga adalah Ki Ageng
Prawoto Sidik.
Mula-mula KI Ageng Prawito Sidik kungkum di rawapening selama 7
tahun sampai airnya menjadi biru, Karena peristiwa itu dikenal juga sebagai Ki
Ageng Banyubiru. Setelah tapa nya berhasil beliau mendapat perintah dari Sunan
Kalijaga untuk menjadi kawula alit di daerah Lawu, dilanjutkan diminta untuk
menyebarkan agama islam di daerah wonogiri. Jika sudah menemukan 9 buah
sendhnag beliau baru boleh membuka perkampungan. Di Desa Sarean inilah Ki
Ageng Prawwoto Sidik inilah menemukan 9 sendang dan beliau membuka
perkampungan baru dan menyebarkan agama Islam di daerah tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
Kepercayaan sosial budaya masyarakat terhadap petilasan Ki Ageng
Prawoto Sidik yang memuncukan tradisi upacara ritual penggantian Kelambu juga
mengingat tokoh Ki Ageng Prawoto Sidik yang dikenal sebagai guru dari Joko
Tingkir . Kelak Joko Tingkir ini bertahta di Pajang dengan gelar Sultan
Hadiwijaya.
B. Bentuk Ritual Pulung Langse
1. Bentuk Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Pulung Langse
Cerita rakyat adalah cerita lisan sebagai bagian dari folklor dan merupakan
bagian persediaan cerita yang telah mengenal huruf maupun belum. Di dalam
bahasa inggris, cerita rakyat disebut dengan istilah folktale adalah sangat inklusif.
Secara singkat dikatakan bahwa cerita rakyat merupakan jenis cerita yang hidup di
kalangan masyarakat, yang ditularkan dari mulut ke mulut. Cerita Rakyat dapat
dibagi atau dikelompokkan menurut ciri-cirinya menjadi tiga bentuk yaitu Mite,
Legenda, dan Dongeng. Berdasarkan tiga bentuk tersebut, cerita rakyat Ki Ageng
Prawoto Sidik berbentuk legenda karena cerita tersebut mengisahkan tentang
perjalanan hidup Ki Ageng Prawoto Sidik sampai ia menyebarkan agama islam di
daerah yang ia singgahi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
Upacara tradisional adalah kegiatan sosial yang melibatkan para warga
masyarakat dalam usaha mencapai tujuan keselamatan bersama. Upacara
tradisional ini merupakan bagian yang integral dari kebudayaan masyarakat
pendukungnya, dan kelestarian hidup upacara tradisional tersebut dimungkinkan
oleh fungsinya bagi kehidupan masyarakat pendukungnya, dan dapat mengalami
kepunahan bila tidak memiliki fungsi sama sekali dalam kehidupan masyarakat
pendukungnya. Upacara tradisional penuh dengan simbol-simbol yang berperan
sebagai alat komunikasi antar manusia, kemudian juga menjadi suatu penghubung
antara dunia nyata dengan dunia gaib (Boestami, 1985 : 1). Upacara Tradisional
Pulung Langse ini termasuk ke dalam bentuk folklor karena upacara tersebut
merupakan kebudayaan dalam kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun-
temurun diantara kolektif, secara tradisional dalam versi yang berkembang serta
disertai gerak isyarat yang penuh dengan makna simbolik atau lambang
(Danandjaja, 1997:2). Dalam Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Pulung
Langse adalah suatu bentuk folklor sebagian lisan. Folklor dikatakan sebagian
lisan karena terdapat Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik yang penyampainnya
dilakukan secara lisan. Sedangkan Upacara Tradisonal Pulung Langse dikatakan
folklor bukan lisan karena dalam upacara tersebut disertai dengan serangkaian
perbuatan, yang berbentuk upacara tradisional. Folklor sendiri dibagi dalam tiga
kelompok besar yaitu folklor lisan, folklor sebagian lisan, dan folklor bukan lisan.
Upacara Tradisional merupakan acara ritual yang diadakan setahun sekali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
menjelang memasuki Bulan Ramadhan yang bermaksud untuk menghormati jasa-
jasa Ki Ageng Prawoto sidik selama masih hidup.
a. Sejarah Cerita Rakyat dari Beberapa Sumber
1. Informan 1 (Bapak Widodo, 48 tahun)
itu nama terkahir, 3 saudara, kebo kanigoro, kenanga, amiguru,
kebo kenanga anaknya jadi raja, Joko Tingkir, karena beberapa perjalanan
nama terkahir Ki Ageng Prawoto Sidik/Ki Ageng Banyubiru, dulu pernah
kungkum, dulu namanya Arimuko airnya jadi biru, makanya disebut
banyu biru, menjalani kungkum 7 tahun , lalu jalan atau istilah jawanya
menjadi kawula alit, bermasyarakat, menjadi buruh, among tamu selama
7 tahun, ganti nama kertowijoyo, setelah sampai bulukerto(dekat
sukoharjo), sampai disitu disuruh tapa berdiri di desa kaligayam selama 7
tahun menjadi Syekh Imam perwitosari. Setelah bertapa dia mendapat
petunjuk dari sunan kalijaga untuk dedukuh disini, di tempat sekarang ini,
setlah menenmukan sembilan sendang. Ki ageng di hutan menemukan 7,
kebetulan saat itu anak dari kebo kenanga , mendapat wisik untuk berguru
ke temapat pakdhenya menuntut ilmu kadigdayan, Kanuragan dan
kebatinan. Saat Ki Ageng akan sholat tidak ada air, Jaka Tingkir
mendapat bisikan menangkat batu, menjadi danumulyo, yang kedua
siluwih, setelah ketemu semua sendang, setelah itu Jaka Tingkir kembali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
ke demak, dan menjadi Raja, kemudian dinobatkan oleh sunan kalijaga.
Pulung Langse tidak seperti dahulu karena terkikis jaman, dulu namanya
penutup kain di nisan. Sekarang sudah modern, sekarang di korden, kalau
dulu pakai acara sedekahan, sekarang karena ungkin kurangnya
pendukungan, karena terkikis agama. Sekarang acaranya biasanya.
2. Informan 2 (Saroso, 49 tahun)
Eyang dari rawapening tapa 7 tahun, pindah bulukerto 7 thaun,
pindah dari ketapan kaligayam 7 thaun, kurang dari 7 tahun ratu serang
menyerang, ganti nama Ki Ageng Prawoto Sidik. Jakat tingkir dulu
gethek di gedung dowo, gedhung dowo ada pohon yang keras, makanya
desa resaji, terus sampai serimbitan gethek rendet2 sampai pengkol
sampai ada buaya, ada manten baru mandi disitu. Jaka Tingkir dari
Demak, buaya itu diberi tanah untuk menutupi telinga buaya. Sendang
Danululyo mau sembahyang, mau sholat ga ada air, ada batu dibuka lalu
diberi nanam sendang danumulyo,siluwih, margamulyo, margamulyo
kidul, krapyak, margajati,banyubiru, sendang gupak warak. Ritual Pulung
Langse itu yang mengganti selambu
3. Informan 3 (Ibu Wiji, 38 tahun)
Saya hanya mengetahui sedikit mas, Ceritanya setahu saya dari
Rawapening ketika Eyang kungkum disana sampai akhirnya menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
biru. Ki Ageng sering berganti-ganti nama sampai menjadi Ki Ageng
Prawoto Sidik. Jaka Tingkir pernah berguru kepadanya agar menjadi
orang hebat. Disini juga ditemukan sendang yang ditemukan Ki Ageng
dan Jaka Tingkir.
2. Pelaksanaan Upacara Pulung Langse
Acara tradisi Ritual Penggantian Kelambu Petilasan Ki Ageng Prawoto
Sidik biasanya dilaksanakan sesudah adzan dhuhur. Pada jaman dahulu acara
tradisi ini sangatlah meriah saat dilaksanakan, karena pada waktu itu pengunjung
begitu banyak dan malamnya selalu diadakan pentas wayang semalam suntuk
dengan lakon yang menarik untuk disaksikan. Meskipun sudah tidak seperti
dahulu, sekarang acara tradisi ini tetap dilaksanakan tetapi dengan konsep yang
lebih sederhana. Tidak seperti dahulu yang terlihat mewah. Ritual adat ini
dilaksanakan untuk menghormati Ki Ageng Prawoto Sidik atas segala upaya dan
jasa-jasa selama masa hidupnya dan acara ini diadakan sebagai pertanda akan
memasukinya Bulan Ramadhan.
Acara ini diadakan pada tanggal kur-kuran, yakni dilaksanakan pada
tanggal 20 an setiap Bulan Ruwah. Dilaksanakan pada tanggal ganjil, seperti
tanggal 21, 23, 25. Karena pada tanggal ini merupakan tanggal akan segera
berakhirnya Sasi Ruwah untuk itu dilaksanakan setiap tanggal ganjil. Acara ini
diadakan dari pagi hingga menjelang akan berakhirnya waktu sholat dhuhur. Acara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
ini biasanya akan dimulai dari istri juru kunci memasak masakan untuk sesaji
bersama para tetangga, kemudian diikuti juru kunci yang mempersiapkan kain
penutup makam/kelambu (langse), kemudian membersihkan area komplek
makam. Sehubungan dengan acara Ritual Penggantian Kelambu Petilasan Ki
Ageng Prawoto Sidik/Pulung Langse adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Awal
Persiapan yang dimaksud ialah dari Ibu-Ibu memasak untuk acara
tersebut. Masakan yang digunakan untuk pelaksaan acara ini adalah Nasi
Liwet,Sego Golong/nasi yang dikepal, Ayam Ingkung, Pecel pithik, Pisang
Raja 1 lirang, kedelai goreng. Masyarakat terlihat memiliki jiwa sosial yang
tinggi, ini terbukti sekali ketika tetangga khususnya para ibu-ibu membantu
istri dari juru kunci untuk membantu memasak/rewang di tempat tinggal juru
kunci. Ini dilakukan untuk meningkatkan sikap tolong menolong seperti yang
dilakukan oleh Ki Ageng Prawoto Sidik semasa hidupnya untuk membantu
para masyarakat untuk mengajarkan cara bertani dan hidup secara sederhana.
Ayam Ingkung yang digunakan ayam jago kampung yang sehat dan tidak
cacat. Tujuan Ingkung dihadirkan dalam prosesi adalah sebagai perlambang
atau kiasan bahwa kita sebagai manusia untuk tidak mengikuti (ingkar) apa
yang dilakukan oleh jago. Dalam ajaran jawa dikenal ma lima, yaitu suatu
perbuatan dosa yang tidak boleh dikerjakan, yang jika dikerjakan akan
terjerumus dalam kenistaan. Dosa ma lima itu adalah Mabuk (suka mabuk),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
Main (suka berjudi), Madat (Suka Nyabu), Madon (Suka bermain
perempuan), Maling ( Suka mencuri).
Juru kunci mempersiapkan kain kelambu yang dipergunakan untuk
mengganti kelambu di makam. Warna kain kelambu yang sudah
terpasang/digunakan tahun kemarin adalah berwarna merah muda, sekarang
yang digunakan adalah kain kelambu berwarna putih bersih. Kain kelambu
yang digunakan untuk prosesi merupakan sumbangan/pemberian dari orang-
orang yang sering ziarah/sesirih, atau orang telah sukses berkat sering
melakukan ritual di Petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik. Kain tutup
makam/kelambu setelah digunakan kemudian dibersihkan dan disimpan lagi
oleh juru kunci, beda dengan tempat lain yang memiliki acara tradisi yang
sama, disana biasanya setelah dicuci kain penutup makam tersebut akan
dipotong-potong dan dibagikan kepada para warga yang mengikuti untuk
ngalap berkah/ agar selamat hidupnya.
Sebelum dilangsungkan acara di area makam, biasanya juru kunci
dibantu dengan warga sekitar makam membersihkan makam terlebih dahulu.
Karena area makam yag cukup luas, untuk membersihkannya cukup lama. Ini
dimaksudkan untuk menimbulkan sikap gotong royong antar warga.
2. Kondangan di Area Makam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
Acara persiapan selesai, selanjutnya akan diadakan kondhangan di
dalam area makam. Masakan yang digunakan sebagai sesaji/kondhangan
diantara lain adalah sego liwet, pecel pitik, sego golong, ayam ingkung,
jangan menir, pisang ayu, kedelai goreng,cabai, daun pisang untuk tempat
bancaan dan air sendang dari 9 mata air yang dimasukkan ke dalam botol air
mineral. Setelah semua bahan sesaji tersedia dan terkumpul, sesaji itu semua
didoakan oleh modin setempat sesuai ujub atau tujuannya. Masyarakat yang
datang juga ikut mendoakan bersama-sama. Pada waktu kondangan
pengunjung yang datang cukup banyak, diantaranya Bapak modin, warga
setempat, dan juga para peziarah yang datang dari luar kota. Terlihat cukup
khidmat acara tersebut, meski hanya sederhana. Anak-anak kecil yang hadir
cukup banyak, karena anak-anak ini suka jika ada selamatan ataupun bancaan
mereka akan mendapatkan bungkusan nasi yang dibagikan oleh Ibu-Ibu saat
prosesi. Acara ini menumbuhkan kebersamaan diantara warga, meski
sederhana tetapi tetap terlihat penuh makna.
3. Mengganti Kelambu
Sesaji yang digunakan didoakan oleh modin, acara selanjutnya adalah
mengganti kain penutup makam atau kelambu yang telah dipersiapkan oleh
juru kunci untuk diganti. Sebelum memulai untuk mengganti, tidak ada ritual-
ritual khusus ataupun membaca mantra, juru kunci hanya membaca
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
doa/meminta ijin kepada Ki Ageng ketika akan memulai mengganti kain
kelambu ataupun memasang kembali kain tersebut. Kain yang menjadi
penutup makam kemarin selanjutnya oleh juru kunci dilepas secara perlahan.
Setelah dilepaskan, kain yang lama kemudian dilipat kembali. kemudian
setelah semua bagian terlepas dari tempatnya, kain kelambu baru yang akan
digunakan dipasangkan oleh juru kunci. Setelah kain kelambu selesai
dipasang atau diganti juru kunci kembali berdoa meminta ijin karena sudah
selesai menggantinya.
4. Penutupan Acara
Prosesi acara selesai selanjutnya dilakukan syukuran/makan bersama
di dalam area komplek, bersama para warga atau peziarah yang datang.
Dengan cara mencampur makanan tersebut menjadi, ditempatkan ke dalam
piring atau menggunakan pincuk dari daun pisang. Acara ini selain sebagai
bentuk rasa hormat warga kepada Ki Ageng Prawoto Sidik, acara syukuran ini
juga sebagai wadah untuk berbagi kepada sesama warga Desa Sarean.
3. Pelaku Dalam Upacara Ritual Penggantian Kelambu
Upacara Ritual Penggantian Kelambu di Petilasan Ki Ageng Prawoto
Sidik merupakan upacara tradisional yang dilaksanakan oleh warga Desa Sarean
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
pada setiap tahunnya. Yang ikut terlibat dalam dalam tahap Upacara Ritual
Pengganian Kelambu Petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik adalah:
a. Pelaku Persiapan Awal
Acara pertama yang dilakukan pada waktu persiapan ialah pada waktu
memasak sesaji sampai membersihkan makam, yang terlibat adalah:
1. Istri Juru Kunci dibantu oleh tetangga
2. Juru Kunci makam, mempersiapkan kain penutup makam dan
membersihkan makam
3. Tukang bersih-bersih makam bertugas membersihkan makam sebelum
acara syukuran.
b. Pelaku Kondhangan di area makam
Acara syukuran yang dilaksanakan di area makam Ki Ageng Prawoto
Sidik melibatkan diantara lain:
1. Modin sebagai pemimpin doa
2. Juru Kunci
3. Warga Desa Sarean yang datang
4. Peziarah
c. Mengganti Kelambu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
Merupakan puncak acara, yaitu juru kunci mengganti penutup makam
yang lama, diganti dengan yang baru.
Jadi dalam acara inti penggantian kelambu (pulung langse) ini secara
ritual hanya dilakukan oleh orang yang dipercaya yakni Juru Kunci.
Acara penggantian kelambu (pulung langse) ini berlangsung secara
khidmad dan sakral bertempat di ruang khusus yang tepatnya berada di
belakang bangsal/pendapa yang dicirikan. Bangunan ini menjadi satu dengan
bangunan pendapa tetatpi memiliki ciri utama yakni adanya undhak-undhakan
ke atas dan berpintu. Pintu akan ditutup dan hanya bisa dibuka oleh juru
kunci. Pengunjung biasanya tidak diperkenankan memasuki area petilasan
utama, kecuali atas ijin juru kunci. Di area ini pengunjung juga dilarang untuk
mengenakan alas kaki, dan dilarang berisik, dan juga dilarang untuk
membunyikan HP / sarana komunikasi yang lain.
Pengunjung (hadirin) yang mengikuti acara ritual penggantian
kelambu/pulung langse petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik ini berkumpul di
pendapa. Jika pendapa penuh pengunjung yang lain, termasuk dalam hal ini
masyarakat umum di sekitar petilasan menyaksikan di sekitaran luar area
makam.
Juru Kunci pada ritual inti ini akan membacakan doa dalam hal ini
sebagai tradisi untuk jawab (secara lisan memohon ijin untuk mengganti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
kelambu makam). Setelah juru kunci selesai melakukan ritual pulung langse
Petilasan Makam Ki Ageng Prawoto Sidik. Juru Kunci meminta kesaksian
dari hadirin bahwa kelambu sudah diganti. Dilanjutkan dengan doa penutup
yang dilakukan secara pribadi oleh Juru Kunci.
d. Pelaku Penutupan Acara
Acara terakhir setelah mengganti kain penutup makam yaitu syukuran
di area makam bersama dengan warga masyarakat yang datang dalam acara
tersebut.
1. Modin sebagai pemimpin doa
2. Juru Kunci
3. Warga Desa Sarean yang datang
4. Peziarah
4. Tradisi yang berkaitan dengan keberadaan Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto
Sidik dan Sendhang Sanga
a. Tradisi Kungkum
Kungkum merupakan tapa yang sangat unik. Banyak para pelaku
spiritual merasakan sensasi yang dahsyat dalam melakukan tapa ini. Tatacara
tapa Kungkum adalah sebagai berikut : 1) Masuk kedalam air dengan tanpa
pakaian selembar-pun dengan posisi bersila (duduk) didalam air dengan
kedalaman air se tinggi leher, 2) Biasanya dilakukan dipertemuan dua buah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
sungai, 3) Menghadap melawan arus air, 4) Memilih tempat yang baik, arus
tidak terlalu deras dan tidak terlalu banyak lumpur didasar sungai, 5)
Lingkungan harus sepi, usahakan tidak ada seorang manusiapun disana, 6)
Dilaksanakan mulai jam 12 malam (terkadang boleh dari jam 10 keatas) dan
dilakukan lebih dari tiga jam (walau ada juga yang memperbolehkan
pengikutnya kungkum hanya 15 menit), 7) Tidak boleh tertidur selama
Kungkum, 8) Tidak boleh banyak bergerak, 9) Sebelum masuk ke sungai
disarankan untuk melakukan ritual pembersihan (mandi dulu), 10) Pada saat
akan masuk air baca mantra ini :
“ Putih-putih mripatku Sayidina Kilir, Ireng-ireng mripatku Sunan Kali Jaga,
Telenging mripatku Kanjeng Nabi Muhammad.”
11) Pada saat masuk air, mata harus tertutup dan tangan disilangkan di dada,
12) Nafas teratur.
Orang Jawa percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan
pusat segala kehidupan karena sebelum semuanya terjadi di dunia ini
Tuhanlah yang pertama kali ada. Tuhan tidak hanya menciptakan alam
semesta beserta isinya tetapi juga bertindak sebagai pengatur, karena
segalanya sesuatunya bergerak menurut rencana dan atas ijin serta
kehendaknya. Pusat yang dimaksud dalam pengertian ini adalah sumber yang
dapat memberikan penghidupan, keseimbangan dan kestabilan, yang dapat
juga memberi kehidupan dan penghubung individu dengan dunia atas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
Pandangan orang jawa yang demikian biasanya disebut Manunggaling
Kawula lan Gusti yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban moral
manusia adalah mencapai harmoni dengan kekuatan terakhir dan kesatuan
terakhir, yaitu manusia menyerahkan dirinya selaku kawula terhadap
Gustinya. Masyarakat desa Sarean dan masyarakat yang masih percaya
dengan kekuatan dari sendhang sanga biasanya melakukan kungkum, karena
itu merupakan aktivitas yang berhubungan dengan Manunggaling Kawula
Gusti.
Salah satu wujud dan sifat khas masyarakat Jawa khususnya penduduk
Desa Sarean adalah bersikap prihatin dengan mengutamakan lelaku kungkum.
Mengutamakan lelaku kungkum disini bertujuan untuk menuju kepada jalan
makrifat mencapai kesempurnaan hidup. Sikap hidup masyarakat Desa Sarean
yang diwarisi dari leluhurnya terjelma di dalam lelaku kungkum dan usahanya
untuk mencapai keselamatan dan kesejahteraan hidup. Sikap hidup demikian
tampak dan diwujudkan sebagai suatu sikap prihatin. Prihatin berarti bersikap
berfikir dan bertindak dengan penuh kesederhanaan sesuai dengan
kemampuan dan kompetensi masing-masing.
Lelaku kungkum menunjukkan konsep kesederhanaan dalam berfikir
dan berbuat. Intinya sebaiknya manusia tidak memimpikan menggapai
bintang di langit, tetapi hendaknya meraih apa yang mampu diraih saja, yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
belajar ilmu yang bermanfaat dan menjadi bekal hidup dan sarana mencapai
keselamatan.
Suatu laku yang bersifat batiniah dan lahiriah harus dijalani dengan
cara berlatih tanpa batas waktu disertai dengan tindakan nyata. Meskipun
tekun berlatih tetapi kalau dalam kehidupan bermasyarakat tidak diamalkan,
jangan berharap dapat menguasai ilmu tersebut. Laku Kungkum di sendhang
sanga, sampai sekarang masih biasa dilakukan oleh masyarakat Desa Sarean
dan masyarakat yang sering sesirih di makam Ki Ageng Prawoto Sidik. Pada
kenyataannya merupakan bentuk latihan untuk meraih atau mendapatkan ilmu
tentang hidup dan kehidupan. Kungkum di sendhang sanga ini hanya sebatas
latihan yang bersifat lahiriah atau badaniah dan pengalaman ilmunya berada di
dalam hidup dan tata kehidupan sehari-hari. Masyarakat Jawa yang berhasil
mencapai ilmu kungkum akan bisa mempraktekan kungkum tersebut di dalam
kehidupan sehari-hari. Yaitu menerapkan Kungkumnya hati. Contohnya orang
yang memiliki pekerjaan akan bekerja secara sungguh-sungguh. Sama dengan
kungkumnya perasaan dan badaniahnya dalam pekerjaan tersebut. Dengan
laku kungkum seperti itu pasti hasil karyanya akan betul-betul baik, dan
menarik bagi siapa saja. Kungkum itu tentu saja bisa diterapkan pada setiap
bagian dari kehidupan. Maksud dengan laku kungkum yang berarti betul-betul
dilakukan lewat rasa, pikir dan tindakan, nantinya akan menghasilkan karya
yang baik untuk sesama dan selalu mendahulukan kepentingan orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
Tradisi kungkum di sendhang sanga biasanya dilaksanakan/paling
ramai dikunjungi pada malam selasa kliwon dan jumat kliwon serta pada
tanggal 15 penanggalan jawa. Mereka yang melakukan Kungkum tersebut
sekitar kurang lebih 3 jam yang dilaksanakan pada pukul 24.00 WIB. Para
pelaku kungkum adalah para kaum adam, dengan hanya memakai celana
dalam, para pelaku kungkum ini masuk le dalam sendhang untuk
melaksanakan Kungkum, mereka berdoa untuk memanjatkan doa kepada
Tuhan yang dipimpin Juru Kunci Makam Ki Ageng Prawoto Sidik yang
bernama Bapak Widodo dengan membakar dupa beserta uborampe bunga
telon, bunga telon terdiri dari macam bunga yaitu kenanga, mawar, melati
atau kantil. Bunga merupakan suatu taman yang dapat mengeluarkan
wewangian yang benar-benar muncul sendirinya memiliki wewangian. Begitu
pula manusia dilambangkan dengan bunga tiga rupa. Bunga tiga rupa
melambangkan hati, jantung dan otak manusia. Jika hati, jantung dan otak
manusia dapat bekerja dengan baik maka hasil karya ciptanya seharum bunga
yang diwakilkan dengan bunga telon. Tujuan melakukan Kungkum adalah
memanjatkan permohonan doa kepada Tuhan agar apa yang semua
diharapkan dapat tercapai. Jika sudah melaksanakan kungkum namun belum
tercapai juga keinginannya, maka pelaku kungkum tersebut akan menjalankan
kungkum kembali sampai doa yang dimohonkan terkabul.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
Tradisi kungkum masih dilestarikan oleh warga Desa Sarean dan para
peziarah yang berasal dari luar daerah. Para peziarah melakukan tradisi
kungkum karena laku kungkum masih dipercayai sebagai cara untuk
memanjatkan doa dan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang
nilai keberhasilannya sangat besar dan juga merupakan upaya pelestarian
tradisi para leluhur mereka.
b. Tradisi Nyadran
Prosesi nyadran diawali dengan setiap keluarga membuat kue apem
dan ketan kolak. Adonan tiga jenis penganan dimasukkan dalam takir, yaitu
tempat makanan terbuat dari daun pisang yang di kanan-kiri ditusuk lidi
(biting). Kue-kue tadi di samping dipakai munjung/ater-ater kepada saudara
yang lebih tua, juga merupakan ubarampe kenduri. Seusai bersih makam
(besik), masyarakat sekampung menggelar kenduri yang berlokasi di
sepanjang jalan masuk menuju makam atau lahan kosong di sekitar makam.
Secara etimologis, kata craddha berasal dari bahasa Sansekerta “sraddha”
yang artinya keyakinan, percaya atau kepercayaan. Masyarakat Jawa kuno
meyakini bahwa leluhur yang sudah meninggal, sejatinya masih ada dan
mempengaruhi kehidupan anak cucu atau keturunannya. Oleh karena itu,
mereka sangat memperhatikan saat atau waktu, hari dan tanggal meninggalnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
leluhur. Pada waktu-waktu (saat) itu, mereka yang masih hidup diharuskan
membuat sesaji berupa kue, minuman, atau kesukaan yang meninggal.
Selanjutnya, sesaji itu ditaruh di meja, ditata rapi, diberi bunga setaman, dan
diberi penerangan berupa lampu.
Pengaruh agama Islam pula makna nyadran mengalami pergeseran, dari
sekadar berdoa kepada Tuhan, menjadi ritual pelaporan dan wujud
penghargaan kepada bulan Sya‟ban atau Nisfu Sya‟ban. Ini dikaitkan dengan
ajaran Islam bahwa bulan Sya‟ban yang datang menjelang Ramadhan,
merupakan bulan pelaporan atas amal perbuatan manusia. Oleh karena itu,
pelaksanaan ziarah juga dimaksudkan sebagai sarana introspeksi atau
perenungan terhadap segala daya dan upaya yang telah dilakukan selama
setahun. Pada perkembangan selanjutnya, tradisi nyadran mengalami
perluasan makna. Bagi mereka yang pulang dari rantauan, nyadran dikaitkan
dengan sedekah, beramal kepada para fakir miskin, membangun tempat
ibadah, memugar cungkup dan pagar makam. Kegiatan tersebut sebagai
wujud balas jasa atas pengorbanan leluhur, yang sudah mendidik, membiayai
ketika anak-anak, hingga menjadi orang yang sukses. Bagi perantau yang
sukses dan kebetulan diberi rezeki berlimpah, pulang nyadran dengan beramal
merupakan manifestasi hormat dan penghargaan kepada leluhur. Bagi umat
Islam sendiri, tradisi nyadran masih menimbulkan perdebatan. Itu karena ada
dua pendapat berbeda, dikaitkan dengan ajaran Nabi Muhammad SAW.
Kelompok pertama atau yang beraliran moderat, beranggapan bahwa ritual
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
nyadran tidak perlu dilakukan karena bertentangan dengan hadits dan as
sunnah. Nyadran sering digolongkan perbuatan syirik atau menyekutukan
Tuhan. Sementara menurut kelompok kedua yang beraliran kultural, nyadran
adalah kegiatan keagamaan yang sah-sah saja, asal tidak untuk menyembah
leluhur atau pekuburan.
Terlepas dari perbedaan pendapat itu, penulis memandang perlu
pelestarian tradisi nyadran. Selain sebagai wujud pelestarian budaya
adhiluhung peninggalan nenek moyang, terdapat sejumlah kearifan dalam
prosesi tradisi nyadran yang sangat relevan dengn konteks kekinian. Hal ini
karena prosesi nyadran tidak hanya sekedar gotong royong membersihkan
makam leluhur, selamatan dengan kenduri, dan membuat kue apem ketan
kolak sebagai unsur utama sesaji. Lebih dari itu, nyadran menjelma menjadi
ajang silaturahmi, wahana perekat sosial, sarana membangun jati diri bangsa,
rasa kebangsaan dan nasionalisme. Ketika pelaksanaan nyadran, kelompok-
kelompok keluarga atau trah tertentu, tidak terasa terkotak-kotak dalam status
sosial, kelas, agama, golongan, partai politik, dan sebagainya. Perbedaan itu
lebur, karena mereka berkumpul menjadi satu, berbaur, saling mengasihi,
saling menyayangi satu sama lain. Seusai nyadran ada warga yang mengajak
saudara di desa ikut merantau dan bekerja di kota-kota besar. Di sinilah ada
hubungan kekerabatan, kebersamaan, kasih sayang di antara warga atau
anggota trah.
c. Tradisi Padusan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
Rangkaian berbagai adat istiadat yang dijalani orang Jawa punya
tujuan, yaitu mempersiapkan diri agar bisa memasuki dan menjalani semua
kewajiban di Bulan Puasa yang peuh berkah itu dengan baik. Rangkaian
tradisi itu dimulai dari padusan. Bila dilihat dari aturan agama Islam,
rangkaian tradisi seperti itu sepertinya tidak Islami, karena dalam ajaran
agama Islam tidak ada mengenali tradisi padusan. Tetapi pengertian sebagian
masyarakat jawa meskipun bukan ajaran agama islam, tradisi tersebut
merupakan “kearifan lokal” yang mengandung bermacam-macam tafsiran
yang mendorong agar pribadi manusia menjadi lebih baik.
Padusan berasal dari kata pa+adus+an, pa berarti tempat, adus berarti
mandi, an berarti akhiran. Padusan diartikan sebagai sarana menyucikan diri
atau badan secara lahir batin untuk menyambut datangnya Bulan Puasa.
Lokasi Padusan dilaksanakan oleh laki-laki dan perempuan. Caranya dengan
membersihkan seluruh anggota badan. Biasanya dilakukan sehari sebelum
dilaksanakannya ibadah Puasa. Lokasi dilakukan padusan bisanya di tempat
yang khusus atau yag ramai dikunjungi pengunjung, seperti sendhhang,
sungai, belik, umbul atau sumber mata air lainnya. Di Kecamatan Weru,
khususnya Desa Sarean terdapat 9 sendhang yang merupakan peninggalan Ki
Ageng Prawoto Sidik. Pada waktu menjelang akan dilaksanakan ibadah
Puasa, sendhang sanga ramai sekali dikunjungi oleh para warga maupun para
peziarah yang berbondong-bondong dari luar daerah yang ingi melakukan
padusan di sendang. Bagi masyarakat jawa yang masih mengikuti tradisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
padusan akan lebih memberi berkah apabila dilakukan di sendang, belik,
sungai, atau sumber air alami lainya yang berhubungan dengan tempat untuk
bertapa pada jaman dahulu serta mempunyai nilai mistik yang tinggi dan
keramat. Dengan melakukan Padusan diharapkan secara lahir dan batin bisa
bersih dari kotoran, maka akan mudah untuk menjalani semua kewajiban pada
Bulan Puasa.
Masyarakat Jawa yang menjalani ajaran agama Islam, masih sebatas
Islam Abanga memang banyak masalah yang menarik perhatian ketika
dipadukan dengan tradisi yang masih hidup. Seperti tradisi Padusan yang
berupa mandi keramas, bagi orang Jawa diartikan sebagai laku menyiapkan
fisik dan batin ketika memasuki bulan puasa hatinya sudah bersih dan suci.
Bulan Puasa adalah bulan yang mengandung banyak harapan, laku
batin seperti itu, sampai sekarang masih banyak masyarakat Jawa memilih
melakukan tradisi Padusan di telaga atau sumber air yang dipercaya
mengandung sejarah seperti sendang sanga, Desa Sarean, Kecamatan weru,
Kabupaten Sukoharjo.
Kegiatan padusan yang diadakan warga Desa Sarean merupakan
bentuk kesiapan mereka untuk menyambut datangnya Bulan Puasa. Mereka
mandi di telaga sehari sebelum puasa. Tradisi ini dilakukan sudah turun-
temurun dan masih sering dilakukan. Karena bisa memupuk tali silaturahmi
antara para warga, mereka bisa saling berinteraksi dan berkumpul bersama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
B. Makna Simbolik
Di dalam suatu upacara tradisional maupun ritual tradisional terdapat
suatu macam bentuk lambang, dan lambang tersebut memiliki makna tertentu.
Dengan melalui lambang tersebut terdapat berbagai macam pesan yang terselubung
yang akan memberikan banyak sekali petunjuk tentang apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, sering dijumpai
baik disengaja atau tidak, masyarakat sering melanggar aturan yang seharusnya
dipatuhi. Oleh karena itu, melalui lambang disampaikan pesan agar masyarakat selalu
ingat apa yang sebaliknya dilakukan dan tidak dilakukan.
Ritaul Penggantian Klemabu secara simbolik dapat dimaknai sebagai
berikut: Kelambu (Langse) merupakan atribut penting bagi sah nya seseorang yang
dikeramatkan. Oleh karena itu langse atau kelambu menjadi atribut pokok pada
semua petilasan orang-orang yang dikeramtkan di masing-masing daerah di pulau
jawa. Adapun ritual penggantian kelambu yang dilaksanakan satu tahun sekali pada
bulan ruwah memiliki nilai simbolis juga. Ruwah dalam bahasa jawa disejajarlan
dengan kata arwah atau ruh orang yang telah meninggal. Biasanya pada bulan ruwah
selalu diadakan ritual-ritual khusus. Selain untuk menyambut bula ramadhan juga
untuk mengingat kembali dan mendoakan terhadap ruh-ruh para leluhur yang telah
meninggal. Sesuai dengan adat kebiasaan masyarakat jawa tersebut, masyarakat desa
saeran juga melaksanakan tradisi Pulung Langse ini pada bulan ruwah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
Ritual Penggantian Kelambu Ki Ageng Prawoto Sidik di dalamnya
sendiri terdapat lambang-lambang yang berwujud dalam bentuk sesaji. Selain
memiliki pesan tentang baik dan buruk, sesaji juga digunakan sebagai sarana
komunikasi kepada mahkluk-mahkluk gaib untuk menghormati keberadaan mereka.
Sesaji disini diantara lain adalah:
1. Jangan Menir (sayur bening)
Sesaji yang digunakan dalam ritual, jangan menir memiliki maksud agar
hidup masyarakat menjadi tentram dan ayem.
2. Pecel Pitik (srundeng dan suwiran ayam)
Perlengkapan sesaji acara selanjutnya adalah pecel pitik yang terdiri dari
srundeng dan suwiran ayam merupakan makanan kesukaan Ki Ageng Prawoto
Sidik semasa hidupnya.
3. Pisang Raja
Pisang Raja setangkep sebagai lambang bahwa sebagai manusia harus
bersatu, manunggal antara pekerjaan dengan penyuwunan. Pisang Raja juga bisa
bermakna agar pemimpin didukung oleh seluruh rakyatnya. Masyarakat akan
hidup tenteram dan bahagia jika antara pemimpin dan rakyatnya saling
mendukung dan melengkapi. Pemimpin tidak semena-mena pada rakyatnya tetapi
mengayomi rakyatnya, sehingga kehidupan akan tentram, makmur, dan bahagia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
4. Nasi Liwet
Beras yang dimasak dengan santan dan kaldu ayam, sehingga nasi liwet
mempunyai aroma yang khas dan rasanya gurih. Nasi liwet biasa dihidangkan
bersama sayur papaya atau jipang yang dimasak pedas, kemudian ditambahkan
aneka lauk seperti : telur rebus, daging ayam yang di suwir, Kumut ( dari bahan
santan yang dikentalkan ), hati/ampela ayam yang direbus, tahu tempe bacem.
Nasi liwet berarti kebeningan atau kejernihan jiwa itu diharapkan dapat mengental
di hati.
5. Nasi Golong
Sego atau nasi golong. sego golong merupakan doa agar rejekinya
„golong-golong’ artinya banyak berlimpah ruah. Nasi golong dimaknai juga
sebagai tekad golong gilik (sungguh-sungguh) dalam memanjatkan doa di ritual.
6. Ayam Ingkung.
Ayam ingkung dalam Ritual Penggantian Kelambu dimaksudkan yaitu
ayam jago (jantan) yang dimasak utuh (ingkung), adalah symbol menyembah
Tuhan dengan khusuk (manekung) dengan hati yang tenang (wening).
menyembelih ayam jago juga mempunyai makna menghindari sifat-sifat buruk
yang dilambangkan oleh ayam jago, antara lain: sombong, congkak, kalau
berbicara selalu menyela dan merasa tahu/menang/benar sendiri (berkokok).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
Manusia hanya bisa berusaha kemudian juga berdoa dan hanya bisa berpasrah diri
kepada Tuhan, untuk itu digunakan Ayam Ingkung sebagai lambang.
7. Kedelai Goreng
Kedelai goreng disini bermaksud untuk menghindarkan diri dari masalah-
masalah yang datang berganti menghinggapi masyarakat.
8. Cabai Merah
Pada saat dilaksanakan ritual, disini juga menggunakan cabai merah.
Cabai merah disini memiliki makna atau symbol dilah/api yang memberikan
penerangan/tauladan yang bermanfaat bagi orang lain. Diibaratkan Ki Ageng
Prawoto Sidik yang selalu mengajarkan budi pekerti yang baik dan menyebarkan
Agama Islam.
9. Daun Pisang
Daun pisang digunakan untuk membuat pincuk, semacam tempat
makanan yang dilipat. Memiliki makna sederhana dalam hidup dan berhati-hati
dalam hidup.
Selain sesaji di atas, di dalam situs makam Ki Ageng Prawoto Sidik juga
terdapat 9 mata air, yang berasal dari 9 Sendang. Dduga di angka 9 dipilih atas
anggapan bahwa angka tersebut memiliki nilai keramat menurut pandangan tradisi
jawa, Hal ini seperti terlihat pada jumlah wali (Penyebar agama islam di jawa ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
9 orang) kedudkan dan fungsi wali sebagai pemimpin agama dan penasehat
pemerintahan sangat penting bagi masyarakat jawa. Atas kedudukan dan fungsinya
yang sangat tinggi itu para tokoh wali itu mendapat gelar Sunan di depan
namanya. Sunan berasal dari kata susuhuna, dijinjung tinggi, dan dihormati.
Penghormatan terhadap wali sanga ini juga berimbas terhadap murid-murid para
wali tersebut. Ki Ageng Prawoto Sidik termasuk murid dari Sunan Kalijaga
sehingga tidak mengheranakn jika petilasannya di keramatkan masyarakat dan
memunculkan tradidi pulung langse tersebut.
Sendang yang berada di sekitaran komplek Makam Ki Ageng Prawoto
Sidik dipercaya oleh masyarakat memberikan manfaat dan kegunaan, hingga saat
ini sendang-sendang masih dikunjungi para peziarah untuk melakukan ritual,
sendang ini juga digunakan para warga untuk dimanfaatkan sumber mata airnya.
1. Sendang Danumulya
Terletak di Dukuh Serut Desa Jatingarang kurang lebih 1 km arah timur
dari makam Ki Ageng Banyubiru. Konon Sendang tersebut tercipta ketika Jaka
Tingkir hendak berwudhu untuk menunaikan ibadah Shalat Ashar, disitu tidak ada
mata air. Karena berada di tengah sawah dan waktu Ashar hampir habis, Jaka
Tingkir menjadi bingung kemana harus mengambil air wudhu. Ki Ageng Prawoto
Sidik berkata „Congkel batu itu‟ katanya sambil menunjuk sebongkah batu di
dekatnya. Jaka Tingkirpun menuruti perintah Guru, setelah batu dicongkel dari
dalam bekas bongkahan batu itu mengalir mata air yang cukup deras dan
dinamakan Danumulya. Sampai sekarang air sendang Danumulya banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154
dimanfaatkan oleh peziarah yang menginginkan derajat atau kedudukan, karena
mata airnya mengandung aura derajat.
2. Sendang Sepanjang Mas
Masyarakat setempat menyebutnya Sendang Supanjang. Nama Sepanjang
adalah pemberian dari Sri Susuhunan Paku Buwono X yang konon sedang
mesanggrah di Margojati. Air mengalir sepanjang hari tiada henti, diambil pulih
begitu seterusnya. Disekitar sendang yang sekarang berlokasi di Dukuh Sarean
Desa Jatingarang tersebut ditemukan benda menyerupai piring, piring tersebut dari
emas atau Sri Susuhunan Pakubuwono X menyebutnya Ajang Mas (Ajang
sebenarnya adalah piring yang terbuat dari logam sejenis seng atau alumunium)
karena emas merupakan logam murni, maka PB X menamainya Ajang Mas. Air
Sendang Sepanjang banyak dimanfaatkan oleh peziarah yang bermata pencaharian
berdagang dan seniman/seniwati. Konon air Sepanjang sangat bertuah membantu
mengalirkan rejeki bagi pedagang dan pekerja seni.
3. Sendang Krapyak
Krapyak berarti kandang kijang yang berpagar. Krapyak adalah tempat
peristirahatan bagi Raja atau Bangsawan Kraton yang sedang berburu, atau nama
Krapyak identik dengan grogol/pagrogolan. Kenapa disebut dengan Sendang
Krapyak kisahnya tidak begitu jelas, konon sendang yang berada di Dukuh
Margomulyo Kidul ini berbentuk menyerupai kelamin perempuan, sampai
sekarang bentuknya masih asli. Disini pada waktu Ki Ageng Banyubiru sedang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
155
membangun/bebadra perkampungan, sering digunakan untuk tempat
pertemuannya dengan Syekh Siti Jenar.
4. Sendang Margamulya
Letaknya di Dukuh Margamulya Kidul. Air sendang diyakini dapat
menunjukkan jalan kemuliaan. Konon Ki Ageng Banyubiru memberi nama
Margamulya, karena masyarakat sekitar sendang adalah petani dan pengrawit
(Niyaga). Kehidupan petani dan pengrawit pada waktu itu sangat tidak
menjanjikan, tetapi berkat wejangan dan arahan Ki Ageng, masyarakat hidupnya
tidak kekurangan. Air sendang Margamulya sangat cocok untuk petani dan pekerja
seni (yaga dan pesindhen maupun dalang). Cara menggunakannya untuk mandi
atau diminum. Tentu saja harus disertai doa memohon kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan berikhtiar/berusaha serta bekerja keras.
5. Sendang Margajati
Air sendang yang terletak di Dukuh Margajati ini diyakini masyarakat
dapat memberi sugesti kepercayaan diri. Ketentraman batin sangat cocok bagi
mereka yang dirundung perkara atau dililit masalah. Dengan mandi dan
mengkonsumsi air sendang Margajati, perkara yang melilit akan mencair. Insya
Allah Tuhan akan memberi jalan keluar dan keteguhan hati.
6. Sendang Gupak Warak
Sendang ini lebih dikenal sebagai Sendang panguripan. Para petani sering
mengambil air Sendang Gupak Warak untuk kehidupan tanaman di sawah tentu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
156
saja hanya sedikit sebagai persyaratan saja. Dinamakan Sendang Panguripan
konon ada seekor kijang yang mati dipanah oleh seorang pemburu. Oleh si
pemburu kijang tadi dibersihkan dengan air sendang caranya diceburkan ke dalam
sendang, keajaiban muncul dan kijang yang sudah mati itu hidup lagi kemudian
lari meninggalkan pemburunya. Sendang Gupak Warak ini sering didatangi
peziarah yang profesinya sebagai pengusaha yang hampir jatuh bangkrut. Dengan
memohon kepada Allah dan disertai mandi air Sendang Gupak Warak. Insya Allah
ada jalan keluar untuk bangkit lagi.
7. Sendang Bendasari
Bendha adalah nama sebuah pohon yang konon tumbuh subur di sekitar
sendang. Kisah sendang Bendasari tidak banyak dikenal, tetapi air sendang yang
berada di Dukuh Margamulya Lor ini masih dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
untuk kepentingan sehari-hari seperti air minum, mandi dan mencuci.
8. Sendang Banyubiru
Sendang ini sudah tertutup karena diatasnya untuk bangunan masjid,
namun airnya masih mengalir dan dimanfaatkan untuk air wudhu. Dulu sebelum
warga memiliki sumur sendiri. Air Sendang Banyubirulah yang menjadi andalan
bagi warga, karena air sendang Banyubiru tidak akan pernah habis. Bagi peziarah
yang ingin mengambil air untuk lengkapnya sendang sanga, dapat mengambil air
di sumur dekat masjid Banyubiru.
9. Sendang Siluwih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
157
Sendang Siluwih merupakan sendang untuk kesaktian atau untuk
kekuatan. Konon sendang ini tercipta karena Jaka Tingkir mencongkel sebongkah
batu dan memancarkan mata air dia langsung minum tadi dan akhirnya
kekuatannya pulih kembali. Sendang Siluwih terletak di Dukuh Sarean dan bagi
peziarah lebih dianjurkan untuk bersuci air sendang (Boleh salah satu atau semua)
sebelum berziarah ke makam Ki Ageng Prawoto Sidik sedangkan untuk
kepentingan yang lain seperti murwokala, penolak bala, penolak sial, mensucikan
diri dari sukerto dan sengkala serta terkena ila-ila, mengambil air dari sembilan
sendang yang ada akan sangat lebih afdol. Karena menurut bagi orang-orang yang
percaya dan pernah mendapatkan hasilnya mereka terhindar dari malapetaka.
Tentu saja selain menggunakan air sendang juga berdoa mohon keslamatan kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
C. Nilai Guna Ritual Penggantian Kelambu
1. Fungsi Cerita Rakyat
Pada dasarnya cerita rakyat mampu mempengaruhi masyarakatnya
terhadap pembentukan nilai-nilai yang berupa sikap dan perilaku.
Cerita Rakyat merupakan salah satu bentuk cerita yang hidup dalam
masyarakat, sehingga memiliki fungsi tertentu bagi masyarakat pendukungnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
158
Adapun fungsi Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik adalah sebagai berikut:
a. Sistem Proyeksi
Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik mencerminkan gambaran akan
pentingnya sebuah tanggung jawab yang ditampilkan dalam cerita melalui
tokoh. Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik menggambarkan tentang
tanggung jawab seorang Ki Ageng Prawoto Sidik terhadap Sang guru Sunan
Kalijaga. Ki Ageng Prawoto Sidik semasa hidupnya sangat patuh dan taat
kepada Sunan Kalijaga, ini terbukti ketika Sunan Kalijaga memerintahkan Ki
Ageng Prawoto Sidik untuk mengembara dan menyebarkan Agama Islam di
tempat yang ia singgahi. Ketika itu Ki Ageng Prawoto Sidik diperintahkan
Sunan Kalijaga untuk menjadi kawula alit, yakni menjadi rakyat biasa yang
kehidupannya menjadi seorang buruh tani dan buruh lepas. Tepatnya ketika
Ki Ageng Prawoto Sidik berada di Lawu untuk membantu para petani di
daerah itu untuk memperbaiki taraf hidupnya, keadaan saat itu masih sangat
sulit di daerah itu, karena penghasilan para petani saat itu tergolong sangat
minim sekali jauh dari kata sejahtera. Disamping untuk membantu para petani
memperbaiki taraf hidupnya, Ki Ageng Prawoto sidik juga diberikan tanggung
jawab oleh Sunan Kalijaga untuk menyebarkan Agama Islam di daerah itu.
Karena mayoritas masyarakat disana masih beragama Hindu. Disana Ki
Ageng mendapat tanggapan yang cukup baik dari masyarakat setempat,
sehingga misi dari Ki Ageng Prawoto Sidik berhasil. Disamping itu juga Ki
Ageng Prawoto Sidik diberikan amanat untuk mendidik sekaligus menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
159
guru dari Jaka Tingkir, yang saat itu sedang mendapatkan masalah di Kerajaan
Demak. Atas amanat itu, Ki Ageng Prawoto Sidik melaksanakan tanggung
jawabnya itu dengan sebaik-baiknya. Di Watu Kelir Jaka Tingkir menimba
ilmu kanuragan, kadigdayan dan ketatanegaraan dari Ki Ageng Prawoto Sidik,
sampai pada Jaka Tingkir mampu menemukan sendang sanga yang berada di
daerah itu. Setelah merasa cukup dan Jaka Tingkir sudah menguasai ilmu dari
gurunya, Jaka Tingkir kembali ke Demak.
Dari kejadian tersebut, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa Ki
Ageng Prawoto Sidik mengemban tanggung jawab yang besar dari Sunan
Kalijaga. Tanggung jawab merupakan sebuah amanah yang harus dilakukan
dan disampaikan. Karena diberikan sebuah tanggung jawab itu merupakan
sebuah wujud kepercayaan.
b. Alat Pengesahan Pranata dan Lembaga Kebudayaan
Cerita Rakyat berfungsi mengontrol kelangsungan budaya suatu
masyarakat dalam cerita ini, yaitu cerita rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik di
Kecamatan Weru Sukoharjo. Setiap tahun selalu dilakukan ritual mengganti
kelambu di makam Ki Ageng Prawoto Sidik, yang memiliki tujuan untuk
menghormati Ki Ageng Prawoto Sidik semasa hidupnya, begitu pula memiliki
maksud sebagai pertanda akan memasuki Bulan Ramadhan. Meskipun
sebetulnya masyarakat Desa Sarean pada umumnya dalam kehidupan
agamanya bisa dikatakan cukup kuat, namun demikian mereka bisa
membedakan antara tradisi, budaya, dan agama. Mereka memandang tradisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
160
adalah suatu ritual sebagai warisan budaya turun temurun yang bisa diingat
oleh anak cucu. Namun tidak sampai membuat mereka melupakan bahwa
kekuasaan dan kekuatan tertinggi ada di tangan Allah SWT (Tuhan Yang
Maha Esa).
c. Alat Pendidikan
Di dalam Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik mengandung nilai-
nilai pendidikan bagi anak, antara lain:
1. Pentingnya Sikap Tanggung Jawab
Sikap tanggung jawab memang sangatlah penting bagi setiap
pribadi yang ingin menjadi orang yang bijak. Karena tanpa tanggung
jawab, semua kewajiban dan amanat yang telah diberikan kepada setiap
pribadi tak akan bisa terlaksana. Hendaknya kita memiliki tanggung
jawab sedini mungkin, agar kita bisa dipercaya orang lain untuk
mengemban suatu tugas ataupun suatu amanat yang penting. Sikap ini
jika sudah melekat di dalam diri pribadi akan menumbuhkan kebiasaan.
Jika sudah dibiasakan dari kecil oleh Orang Tuanya akan lebih mudah
tanggung jawab itu muncul dan diasah. Anak yang dari kecil sudah
terbiasa bertanggung jawab, baik dalam bersikap maupun ketika
berbicara, maka kebiasaan tersebut akan terbawa sampai ia dewasa. Anak
yang mampu bertanggung jawab maka besar kemungkinan akan mampu
hidup mandiri, bahagia, percaya diri, dan dapat dipercaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
161
Sifat ini yang diperlihatkan oleh Ki Ageng Prawoto Sidik dalam
cerita ini, Ki Ageng sangat bertanggung jawab dengan amanat dan tugas
yang diberikan oleh Sunan Kalijaga kepadanya. Ki Ageng melaksanakan
semua itu tanpa pamrih, semata-mata karena sudah menjadi kewajibannya
dan taat kepada Sang Guru Sunan Kalijaga. Tanggung jawab ini Ki
Ageng perlihatkan pada waktu diberikan amanat untuk menyebarkan
agama Islam dan menjadi guru dari Jaka Tingkir.
2. Pentingnya Pengorbanan
Rela berkorban adalah dimana individu mau berusaha maupun
membantu dengan ikhlas kepada sanak saudara atau tetangga yang
membutuhkan. Sikap seperti inilah yang akan menumbuhkan generasi
muda akan pentingnya saling membantu antar sesama yang membutuhkan
uluran tangan kita. Sebagai generasi muda yang tangguh, kita harus
memiliki semua itu demi tatanan kehidupan yang lebih baik lagi. Di
dalam Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik juga mengisahkan
kehidupan Ki Ageng yang patut kita teladani dan kita contoh. Ki Ageng
sangatlah ikhlas dalam mengemban tugas yang diberikan oleh Sunan
Kalijaga. Ki Ageng rela berkorban demi mencapai tujuannya, yakni
mengajarkan/menyebarkan Agama Islam. Meski yang dialami Ki Ageng
semasa hidup dan perjuangannya sangat berat dan melewati berbagai
rintangan/pantangan hidup. Seperti inilah yang harus dimiliki pemuda
sekarang agar memiliki jiwa rela berkorban yang sangat hebat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
162
3. Pentingnya Hidup Sederhana
Hidup sederhana adalah hidup yang apa adanya dan tidak pula
berlebihan dalam menggunakan materi atau bergaya. Prinsip hidup
sederhana adalah cukup. Sederhana mengajarkan kita untuk menghargai
materi dalam penggunaanya, agar kita tidak berlebihan dalam
menggunakannya. Karena jika kita terbiasa hidup serba mewah ataupun
berlebihan, ini bisa menimbulkan sikap boros. Sikap boros sangatlah
tidak baik, karena menimbulkan budaya konsumtif. Untuk itu budaya
hidup sederhana hendaknya diterapkan kepada anak sedini mungkin,
karena ini merupakan cara paling sederhana untuk menghindari anak
bergaya hidup berlebihan.
Sifat Ini yang ditunjukkan oleh Ki Ageng Prawoto Sidik semasa
hidup dan menyebarkan agama Islam di daerah-daerah. Ki Ageng
Prawoto Sidik menjadi kawula alit di dalam mengembara. Dia hidup
sederhana dan tetap merasa cukup dengan kehidupannya. Hidup
sederhana bagi Ki Ageng sangatlah penting, karena menghindarkan dari
sikap boros. Sederhana bisa menghindarkan kita dari kesenjangan sosial
yang berlebihan. Karena biasanya hidup sederhana menimalisir terjadinya
hal-hal seperti ini. Gaya hidup dari Ki Ageng Prawoto Sidik patut untuk
kita teladani dan kita tiru sebagai generasi muda yang sederhana. Karena
dengan hidup sederhana memungkinkan sekali untuk tidak hidup secara
berlebihan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
163
4. Pentingnya Kesabaran
Kesabaran itu merupakan kunci dari sebuah kesuksesan. Sekuat
apapun seseorang jika mendapat suatu cobaan menyerah, semua itu hanya
akan jadi sia-sia. Karena seseorang kurang sabar dalam menghadapinya.
Kesabaran itu bagi sebagian seseorang mungkin sulit untuk dilakukan dan
diterapkan. Karena sifat sabar itu biasanya merupakan sebuah bawaan
sejak seseorang itu dilahirkan di dunia. Tetapi jika kesabaran itu diasah
sejak dini, bukan tidak mungkin akan lebih memudahkan orang itu untuk
menjalani hidupnya dengan lebih hati-hati dan sabar.
Jika dilihat kembali semasa hidupnya Ki Ageng Prawoto Sidik
merupakan pribadi yang sabar. Ini patut untuk dicontoh bagi generasi
muda saat ini. Ki Ageng semasa hidupnya dihabiskan untuk mengembara
dan menyebarkan Agama Islam di daerah-daerah yang menjadi
tujuannya. Ki Ageng Prawoto Sidik sabar melakukan itu semua, karena
merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan dengan ikhlas.
d. Alat Pemaksa dan Pengawas
Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik lama kelamaan berkembang
menjadi sebuah Upacara Penggantian Kelambu. Hal ini dipengaruhi juga
karena orang jawa kaya akan tradisi, baik yang bersifat sosial maupun ritual.
Salah satunya dalam menyambut bulan suci Ramadhan, misalnya kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
164
yang berbau hura-hura hingga ritual yang terkesan sakral dan mempunyai
keunikan sendiri-sendiri. Masyarakat Desa Sarean seolah enggan
meninggalkan tradisi mengganti langse, karena tradisi ini sudah dianggap
sebagai penanda puasa dengan tingkat kesakralan yang tinggi.
2. Fungsi Upacara Ritual Penggantian Kelambu
Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik yang tergolong dalam folklor
sebagian lisan juga tersapat bentuk upacara sebagai tradisi yang merupakan bagian
folklor bukan lisannya. Ritual Penggantian merupakan suatu upacara tradisi yang
memiliki dan mempunyai pengaruh positif sehingga masih dilestarikan oleh warga
Desa Sarean. Upacara Ritual Penggantian Kelambu memiliki fungsi kaitanya
dengan penyelenggaraan tradisi upacara, yang akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Sebagai Alat Untuk Pendidikan
Menurut William R. Bascom. Salah satu cerita baik itu lisan maupun
tulisan adalah sebagai alat untuk mendidik, cerita dalam Upacara Penggantian
Kelambu Ki Ageng Prawoto Sidik di dalam hal ini juga digunakan sebagai
alat untuk pendidikan oleh masyarakat pendukungnya. Hal ini dibuktikan
dengan banyaknya para masyarakat yang mengajak putra dan putrinya untuk
menyaksikan Ritual Penggantian Kelambu Ki Ageng Prawoto Sidik dengan
tujuan untuk mendapatkan pendidikan mengenai arti dan makna simbolis
tentang perangkat atau alat-alat Ritual Penggantian Kelambu Ki Ageng
Prawoto Sidik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
165
Dari hasil pengamatan penulis, masyarakat yang datang untuk
menyaksikan Ritual Penggantian Kelambu kebanyakan menggunakan acara
ini untuk memperkenalkan ataupun mendidik kepada anak mereka dengan
cara menceritakan ceritanya. Sehingga putra-putrinya mengetahui bagaimana
kisah hidup maupun upacara tradisi Ki Ageng Prawoto Sidik. Apabila dilihat
dari makna upacara, bagi masyarakat pendukungnya juga terdapat unsur-unsur
pendidikan, antara lain pendidikan moral kerohanian dan budi pekerti.
Unsur pendidikan yang terdapat di dalam upacara ini berisikan supaya
generasi muda tidak akan melupakan kebudayaannya sendiri, karena
kehadiran kebudayaan lain. Unsur pendidikan yang lainnya yang terdapat
disini adalah pendidikan kerohanian, tentang cara-cara agar masyarakat
melakukan tindakan penyucian batin dan hati untuk mencapai keselamatan
hidup di dunia dan akhirat. Selain itu unsur pendidikan yang didapat dengan
adanya Upacara Penggantian Kelambu adalah dengan musyawarah dapat
diteladani. Dilihat dari ketika juru kunci melakukan musyawarah untuk
menentukan kesepakatan kapan dilaksanakan penggantian kelambu.
Mengajarkan kepada masyarakat bahwa musyawarah merupakan suatu upaya
untuk memecahkan persoalan atau jalan keluar guna mengambil keputusan
bersama dalam penyelesaian atau pemecahan masalah.
b. Fungsi Hiburan
Masyarakat beranggapan bahwa Upacara Ritual Penggantian
Kelambu Petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik di Desa Sarean dapat digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
166
sebagai alat untuk menghibur. Masyarakat desa Sarean mengetahui bahwa di
dalam prosesi penggantian kelambu juga terdapat perayaan yang dapat
digunakan untuk sarana hiburan dan kemudian di dalam Upacara Penggantian
Kelambu Petilasan Ki Ageng Prawoto Sidik tersebut terkandung pula nilai-
nilai budaya yang bersifat menghibur. Hal ini sesuai dengan pendapat James
Danandjaja yang mengatakan bahwa “Upacara Tradisional sebagai salah satu
bentuk kebudayaan yang dipakai sebagai sarana hiburan”(1997:170)
Upacara Tradisional Pulung Langse di Desa Sarean dapat dilihat dari
bentuk maupun jalan upacaranya dapat dikategorikan sebagai upacara yang
bersifat historis. Hal ini dapat ditunjukkan bahwa dalam upacara tersebut
terkandung nilai-nilai sejarah tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan perjuangan dalam rangka menyebarkan Agama Islam.
Fungsi dari upacara ini ditujukan kepada anak-anak yang datang pada
saat prosesi, yang sifatnya untuk menghibur. Di samping itu anak-anak yang
datang untuk menyaksikan prosesinya, anak-anak juga senang karena
diberikan makanan yang berupa nasi gurih lengkap. Makanan yang dibagikan
itu adalah dari prosesi ritual tersebut. Dengan adanya Upacara Ritual
Penggantian Kelambu Petilasan Ki Ageng Prawoto sidik juga mengundang
para pengunjung untuk melakukan upacara religius, sehingga secara tidak
langsung para pengunjung merasa terhibur karena dirinya mendapat harapan-
harapan.
c. Sebagai Sarana Gotong Royong
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
167
Dengan adanya prosesi ini, menumbuhkan kesadaran diri untuk
melakukan kerja sama ataupun gotong royong. Ini terlihat ketika para Ibu
sama-sama membantu untuk memasak, yang digunakan untuk sesaji ketika
dilakukan prosesi penggantian kelambu oleh juru kunci makam. Ibu-Ibu
tampak gotong royong dalam menyiapkan sesaji tersebut. Sikap seperti ini
sudah menjadi ciri khas dari masyarakat Desa Sarean yang sangat suka
bekerja keras dan saling membantu tanpa pamrih. Selain itu juga terlihat
ketika juru kunci mempersiapkan perlengkapan dalam prosesi. Ketika akan
membersihkan makam sebelum acara, kaum laki-laki membersihkan area di
sekitaran makam.
3. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik
Dalam setiap cerita rakyat, terkandung nilai-nilai luhur yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan manusia, termasuk dalam hal ini masyarakat Desa
Sarean sebagai pemilik Ritual Penggantian Kelambu Petilasan Ki Ageng Prawoto
Sidik. Hal ini diharapkan membawa dampak positif bagi perilaku masyarakat yang
bersangkutan.
Adapun nilai-nilai moral yang terkandung di dalam Cerita Rakyat Ki
Ageng Prawoto Sidik diantara lain:
1. Pentingnya Menjalankan Amanah
Ki Ageng Prawoto Sidik adalah seorang bijaksana. Ia adalah salah
satu murid dari Sunan Kalijaga. Ki Ageng Prawoto Sidik semasa hidupnya
diberikan amanah oleh Sunan Kalijaga untuk menyebarkan agama islam ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
168
daerah-daerah yang ia kunjungi untuk berdakwah. Amanah yang diberikan
Sunan Kalijaga kepadanya dijalankan dengan baik, Ki Ageng diberikan
amanah untuk menjadi kawula alit juga dilaksanakan dengan baik. Jiwa sosial
Ki Ageng Prawoto Sidik terlihat sekali ketika diberikan amanah membantu
para warga, ia terlihat gigih sekali dan sungguh-sungguh dalam berusaha
membantu perekonomian warga pada saat itu. Di samping itu Ki Ageng
Prawoto Sidik juga menyebarkan Agama Islam. Dikatakan bahwa
tanggungjawab merupakan pilar utama dalam mengemban amanah. Tidak
menghianati amanah ini merupakan bentuk komitmen dalam mengemban
amanah.
2. Bertanggungjawab atas Ucapannya
Ki Ageng Prawoto Sidik sangat bertanggungjawab atas tindakan dan
ucapannya. Ini terlihat ketika ia bertanggungjawab atas muridnya Jaka
Tingkir, ia mengemban tanggungjawab untuk menjadikan Jaka Tingkir
sebagai murid yang hebat, agar kelak ia disegani oleh orang-orang dan
menjadi Raja. Selama itu pula Ki Ageng mendidik Jaka Tingkir ilmu
kanuragan,kadigdayan dan ketatanegaraan. Tanggungjawab yang begitu besar
itu ia laksanakan dengan baik agar Jaka Tingkir menjadi orang hebat
dikemudian hari.
Ki Ageng Prawoto Sidik juga bertanggungjawab atas ucapannya
untuk tidak membuka perkampungan sebelum ia menemukan ke sembilan
sendang yang tersebar. Sampai pada waktu Jaka Tingkir menemukan sendang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
169
yang kedelapan dan kesembilan, barulah oleh Sunan Kalijaga daerah Watu
Kelir dibukakan sebuah perkampungan. Ini ditandai dengan diadakan acara
Wayang Kulit semalam suntuk.
3. Kepatuhan Seorang Murid Kepada Gurunya
Kepatuhan ini terlihat sekali ketika Ki Ageng Prawoto Sidik untuk
melakukan apa yang diperintahkan oleh Sunan Kalijaga kepadanya. Ki Ageng
Prawoto Sidik begitu patuh menjalankannya dengan baik. Selain itu pula juga
nampak ketika Jaka Tingkir juga taat dan patuh kepada Ki Ageng Prawoto
Sidik sebagai gurunya. Patuh dan taat sangat penting di dalam kehidupan,
karena dengan patuh terhadap orang yang dihormati akan menimbulkan
hubungan yang baik antara Guru dan murid. Kepatuhan membuat seseorang
lebih dihargai dan lebih bisa dipercaya.
4. Membiasakan Diri Untuk Hidup Sederhana
Sederhana itu merupakan gambaran dari Ki Ageng Prawoto Sidik
yang religius dan bijaksana. Selama hidupnya Ki Ageng tidak menikah dan
tidak memiliki keturunan. Setelah kungkum di Rawapening selama 7 tahun, Ki
Ageng selanjutnya melanjutkan hidupnya untuk mengembara menjadi warga
biasa dan menyebarkan agama Islam. Selama di dalam kehidupan bergaul, Ki
Ageng tetap menjadi sosok yang sederhana dalam segi berbicara dan
berpakaian, tidak berlebihan dan juga tidak kurang. Pola hidup sederhana
inilah yang termasuk juga ke dalam ajaran moral yang trekandung dalam
cerita rakyat ini. Karena kesederhanaan itu mengajarkan setiap individu untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
170
hidup tidak berlebihan, hidup secara wajar. Sederhana bukan berarti
perhitungan ataupun kekurangan, tetapi lebih ke dalam bisa mengontrol dan
menahan diri dari godaan yang berlebihan. Sederhana juga bisa terlihat dari
tutur kata, orang yang berbicara sederhana lebih mudah dalam menempatkan
diri dalam pergaulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Kondisi geografis Desa Sarean Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo Jawa
Tengah ini termasuk wilayah bagian selatan. Daerah disini digunakan masyarakat
sebagai tempat pemukiman, pertanian, perkebunan dan lain-lain. Masyarakat Desa
Sarean mayoritas adalah bekerja sebagai buruh. Pendidikan masyarakat Desa
Sarean terbilang masih rendah kualitas dan partisipasi masyarakat dalam
pendidikan.
2. Desa Sarean Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo memiliki warisan
kebudayaan yang berupa cerita rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik beserta tradisi
Pulung Langse. Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik masuk ke dalam golongan
folklor sebagian lisan. Dikatakan sebagian lisan karena memiliki cerita yang
berbentuk mite, yang dianggap oleh sang empunya cerita sebagai suatu kejadian
sungguh-sungguh pernah terjadi dan percaya dengan tokoh yang ada dalam cerita,
yaitu Ki Ageng Prawoto Sidik. Sedangkan dikatakan bukan lisan karena dalam
Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik terdapat sebuah pelaksanaan upacara
tradisional sebagai tindak lanjut atas cerita yang terjadi. Upacara Tradisional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
3. Pulung Langse dilaksanakan sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Ki Ageng
Prawoto Sidik dan sebagai awal penanda akan memasukinya bulan Ramadhan.
4. Pada pelaksanaan Upacara Tradisional Pulung Langse terdapat beberapa sesaji
yang digunakan sebagai perlambang untuk menggambarkan hal-hal yang baik dan
hal-hal yang buruk, serta bermakna untuk meminta permohonan kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Selain sebagai lambang memohon kepada Tuhan, sesaji juga
digunakan sebagai sarana komunikasi kepada mahkluk-mahkluk gaib agar
pelaksanaan Upacara Tradisional Pulung Langse berjalan lancar tanpa ada suatu
halangan apapun. Sesaji yang disediakan merupakan makanan kesukaan Ki Ageng
Prawoto Sidik.
5. Nilai guna dari Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto bermanfaat bagi masyarakat,
untuk fungsi cerita rakyat sebagai sistem proyeksi, alat pengesahan pranata dan
lembaga kebudayaan, alat pendidikan, alat pemaksa dan pengawas. Sebagai fungsi
ritual penggantian kelambu adalah sebagai alat untuk pendidikan, fungsi hiburan
dan sebagai sarana gotong royong, kemudian nilai-nilai yang terkandung dalam
cerita rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik adalah pentingnya menjalankan amanah,
bertanggungjawab atas ucapannya, kepatuhan seorang murid kepada gurunya,
membiasakan diri untuk hidup sederhana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
A. SARAN
Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik merupakan salah satu dari sekian
bayak kebudayaan di Indonesia yang harus dilestarikan, karena kebudayaan
merupakan warisan leluhur yang harus dijaga. Cerita Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik
mengandung nilai moral yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk bertindak.
Begitu pula dengan tradisi Upacara Tradisional Pulung Langse yang merupakan
warisan adat istiadat ini harus dipertahankan dan dilestarikan agar tidak musnah.
Masyarakat Desa Sarean sebagai pewaris Cerita Rakyat serta tradisi Upacara
Tradisional Pulung Langse hendaknya merawat, menjaga, serta melestarikan
keberadaanya. Usaha tersebut bisa dilakukan dengan menceritakan kembali Cerita
Rakyat Ki Ageng Prawoto Sidik kepada generasi berikutnya melalui cerita sebelum
tidur kepada anak mereka atau melalui pengetahuan di sekolah-sekolah Desa Sarean.
Serta tetap melaksanakan Upacara Tradisional dengan tradisi sesajinya sebagai wujud
hubungan dengan para leluhur terdahulunya.
Jika kita melihat kenyataan dalam perkembangan jaman teknologi yang
berpangkal pada kehidupan modern, maka adat istiadat bangsa Indonesia ini akan
menghadapi tantangan berupa pergeseran nilai. Tidak mustahil pergeseran nilai dapat
mendangkalkan adat istiadat leluhur, terlebih pada generasi muda yang masih belum
kuat dan belum mampu mengantisipasi kedatangan budaya asing yang serba modern,
yang mendasarkan pada kemampuan teknologi dan melupakan sumber nilai-nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
luhur yang mengakar pada adat istiadat kebudayaan bangsa kita. Apabila pergeseran
nilai dibiarkan berlarut-larut, maka tidak mustahil tradisi Upacara Tradisional Pulung
Langse akan dilupakan dan bahkan tidak dikenal oleh generasi muda dan akhirnya
akan hilang sama sekali. Oleh karena itu sangatlah bermanfaat apabila mengadakan
penelitian/pendokumentasian mengenai cerita rakyat di suatu daerah yang
mendukung khasanah budaya nasional, serta untuk menunjung budaya nasional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Daftar Pustaka
Atar, Semi.1993. Anatomi Sastra.Padang: Angkasa
________.1990. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa
Boestami, dkk. 1985. Upacara Tradisional Yang Berkaitan Dengan Peristiwa Alam
Dan Kepercayaan Daerah Sumatera Barat. Jakarta : Depdikbud Proyek
Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
Budiono Herusatoto.1983.Simbolisme dalam Budaya Jawa.Jogjakarta:PT Hanindita
Djoko Surya.2009.Transformasi Masyarakat Indonesia Dalam Historiografi
Indonesia Modern. Yogyakarta:STPN Press
Guba, Egon G.& Yvonna S. Lincoln.1981.Effective Evaluation.San Fransisco:Jossey-
Bass Publishers
James Danandjaja. 1986. Folklor Indonesia (ilmu gosip, dongeng, dan lain-
lain).Jakarta: Grafiti.
Koentjaraningrat.1993.Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan.Jakarta:P.T
Gramedia
Lexy J. Moleong.2007.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Nyoman Kutha Ratna.2004.Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Peursen, Van.2007.Strategi Kebudayaan. Jakarta: Gunung Mulia
Sanapiah Faisal.2008.Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Pres
Sapardi Djaka Darmono.1984.Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar
Ringkas.Jakarta:Pusat Penelitian dan Pengembangan Bahasa
Supanto, dkk. 1982.Risalah Sejarah dan Budaya Seri Folklore. Yogyakarta: Balai
Penelitian Sejarah dan Budaya
Suwardi Endraswara.2009.Metode Penelitian Folklor Konsep Teori +
Aplikasi.Yogyakarta: Media Presindo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Yus Rusyana.1981.Cerita Rakyat Nusantara. Bandung : Fakultas Keguruan Sastra
dan Seni IKIP Bandung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108