RINGKASAN DISERTASI AKTUALISASI DIRI MENURUT …
Transcript of RINGKASAN DISERTASI AKTUALISASI DIRI MENURUT …
1
RINGKASAN DISERTASI
AKTUALISASI DIRI MENURUT
BEDIUZZAMAN SAID NURSI (1877-1960)
DALAM RISĀLAH AL-NŪR
Oleh:
Abdul Gaffar
NIM:20162010008
Diajukan kepada program doktor
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor
dalam Psikologi Pendidikan Islam
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2021
2
ABSTRAK
Bediuzzaman Said Nursi adalah salah satu tokoh pemikir dan pembaharu dari Turki yang
muncul sebagai tokoh sufisme sang penyelamat iman dan Islam pada abad ke 19. Jenis
penelitian ini adalah studi pustaka (library research) dengan menggunakan teknik
hermeneutika Paul Ricoeur yang berorientasi pada pendekatan psikologi humanistik sebagai
pisau analisis. Penelitian ini menemukan beberapa formulasi proses aktualisasi diri yang
berbeda dengan konsep sejumlah para ilmuan lain. Menurut Said Nursi hakikat “diri” dalam
manusia terdiri dari beberapa muatan kodrat, yaitu kodrdat rabbani, kodrat ruhani, kodrat
jsmani dan nafsani. Beberapa kodrat tersebut bergantung pada karakteristik perjalananan
jiwa manusia tidak lepas dari pemenuhuan kebutuhan duniawi dan ukhrawi hingga
terpenuhinya kebutuhan puncak berupa sepritualitas. Posisi aktualisasi diri Said Nursi
sebagai salah satu kerangka berfikir alternatif berlandaskan pada Al-Qur'an yang melalui
proses empat langkah, yaitu; melalui pengabdian secara totalitas ditandai melalui
kesungguhan beribadah kepada Allah (pelayan iman) dengan mengubur sifat kesombangan
(abdun wa al-faqr), melalui cahaya keimanan kepada Allah, melalui memanifestasikan asma
Allah terpatri dalam diri dengan mengikuti jalan Al-Qur’an sebagai jalan hakikat. Bahkan
Said Nursi berulangkali menegaskan bahwa setiap manusia sebenarnya memiliki potensi
berupa beberapa fakultas bersifat intrinsik yang bersemayam dalam kalbu, jiwa dan intelek
manusia. Said Nursi menyebut dengan istilah inovasi spiritualitas terdiri dari Al-Tafakkur,
Tadhabbur, Iman-i Tahqiqi, Al-‘Ajz, Al-fāqr dan Al-Syāfaqah yang mengarah pada
pengembangan spritualitas puncak tertinggi (tauhid) dalam rangka membentuk karakter dan
prilaku manusia sempurna (Insan Al-Kamil).
Kata Kunci: Aktualisasi Diri, Bediuzaman Said Nursi, Risālah Al-Nūr, Psikologi Islam
dan Turki
3
ABSTRACT
Bediuzzaman Said Nursi is one of the thinkers and reformers from Turkey who emerged as a
figure of Sufism, the savior of faith and Islam in the 19th century. This type of research is
more on the type of library research using Paul Ricoeur's hermeneutic technique which is
oriented towards humanistic psychology. as a knife analysis. This study found several
formulations of the self-actualization process that were different from the concepts of a
number of other scientists. According to Said Nursi, the essence of "self" in humans consists
of several natural contents, namely the rabbani nature, the nafsani nature, the spiritual
nature, the physical nature, the tafakkur nature and the tadhabbur nature. Some of these
natures depend on the relationship between the journey of the human soul and cannot be
separated from the fulfillment of worldly and spiritual needs to fulfill the ultimate need in the
form of spirituality. The position of Said Nursi's self-actualization as one of the alternative
thinking frameworks based on the Qur'an which goes through a four-step process, namely;
through total dedication through sincerity to Allah (the servant of faith) by burying
arrogance (abdun wa al-faqr), through the light of faith in Allah, through manifesting Allah's
asthma engraved in oneself by following the path of the Qur'an as the path of nature. Even
Said Nursi repeatedly said that humans actually have potential in the form of several
faculties that are intrinsic in the heart, soul and intellect of humans. Said Nursi said that the
term spirituality innovation consists of Al-Tafakkur, Tadhabbur, Iman-i Tahqiqi, Al-'Ajz, Al-
fāqr and Al-Syāfaqah which lead to the development of the highest peak spirituality (tauhid)
in order to shape the character and behavior of perfect human beings. (Insan Al-Kamil).
Keywords: Self Actualization, Bediuzaman Said Nursi, Risālah Al-Nūr, Islamic
Psychology and Turkey
4
مستخلص البحث
الإسلام بديع الزمان سعيد نورسي هو أحد المفكرين والمصلحين من تركيا الذين برزوا كشخصية للصوفية منقذ الإيمان و
في القرن التاسع عشر.هذا النوع من البحث يتعلق أكثر بنوع البحث في المكتبات باستخدام تقنية بول ريكور التأويلية
موجهة نحو علم النفس الإنساني كتحليل سكين. وجدت هذه الدراسة عدة صيغ لعملية تحقيق الذات كانت مختلفة عن مفاهيم
يد النورسي ، فإن جوهر "الذات" في الإنسان يتألف من عدة محتويات طبيعية ، عدد من العلماء الآخرين. وبحسب سع
وهي الطبيعة الربانية ، وطبيعة النفس ، والطبيعة الروحية ، والطبيعة الجسدية ، وطبيعة التفكّر ، وطبيعة التدابور. تعتمد
تلبية الاحتياجات الدنيوية والروحية لتلبية بعض هذه الطبائع على العلاقة بين رحلة الروح البشرية ولا يمكن فصلها عن
الحاجة المطلقة في شكل الروحانية. موقف إدراك سعيد النورسي لذاته كواحد من أطر التفكير البديلة القائمة على القرآن
نور والتي تمر بعملية من أربع خطوات ، وهي: من خلال التفاني التام بالإخلاص لله )عبد الإيمان( بدفن الغطرسة ، ب
الإيمان بالله ، من خلال إظهار ربو الله المحفور في النفس باتباع طريق القرآن باعتباره طريق الجوهر حتى سعيد
النورسي قال مرارًا وتكرارًا إن البشر يمتلكون بالفعل إمكانات في شكل العديد من الملكات المتأصلة في قلب الإنسان
الابتكار الروحاني يتكون من التفكّر ، والتذبحور ، والإيمان والتحقيقي ، ونفسه وعقله. قال سعيد النورسي إن مصطلح
)التوحيد( من أجل تشكيلها. شخصية وسلوك البشر والعجز ، والفقر ، والسفقة ، مما يؤدي إلى تطوير أعلى قمة روحية
المثاليين )إنسان الكامل(.
أنا نور ، -سي ، رساللكلمات المفتاحية: تحقيق الذات ، بديع الزمان سعيد نور
علم النفس الإسلامي وتركيا
5
LATAR BELAKANG
Psikologi adalah sebuah disiplin ilmu yang dianggap sebagai sebuah entitas dari
perwakilan keilmuan bersifat empiris faktualis yang hanya bisa didekati dengan pendekatan
objektif. Perkembangan ilmu pengetahuan terutama neuro psychology telah begitu
didominasi oleh peradaban modern yang lebih berorentasi pada paham-paham ilmu sekuler
(barat) sebagai pemicu penyebab dikotomi antara kegiatan sains dengan wilayah spiritualitas
agama, sehingga dominasi tersebut menjadikan ilmu psikologi bekerja pada wilayah empirik
dengan menafikan wilayah non empirik.
Ada tiga pilar sebagai penopang ilmu psikologi modern di antaranya; pertama,
mengagungkan wilayah metode rasional empiris dan secara epistemologis harus masuk pada
ranah filsafat rasional dan berfikir empiris logis. Psikologi modern memiliki keterkaitan pula
dengan suatu keyakinan yang keakurat mengenai persoalan sebuah metodologi.1 Kedua,
persoalan-persoalan ilmu psikologi wajib bersifat umum, selama ini ada beberapa prinsip
umum dan juga kaidah-kaidah kemungkinan yang bisa dijadikan pondasi berfikir dalam
pengembangan sains (keilmuan).2 Seperti studi mengenai memori, persepsi, dan proses
psikologi pembelajaran yang harus mampu memberi kontribusi atas faktor-faktor yang
berkaitan dengan sosio-historis tertentu. Pilar ketiga, sebagai riset sebagai bagian lokomotif
kejayaan. Berawal dari derivasi yang tidak lain merupakan bagian dari praduga-praduga dari
teori terdahulu yang memiliki arti keyakinan yang absolut bagi kaum modernis, sebagia ujud
dari sebuah keyakinan terhadap riset yang progresif.3
Mayoritas hampir semua kajian psikologi maintream terutama dalam teori kepribadian
dan teori kebutuhan manusia secara individu masih didominasi oleh kebutuhan akan id, ego
dan super ego. Franze Alexander mencoba menghubungkan antara id, ego dan superego ke
ranah neurosis disandingkan dengan psikosis. Hal ini berdasar pada pendapat Sigmund Freud,
secara neurosis menggambarkan konflik antara ego dan id (kebutuhan naluriah); psikosis
antara ego dan dunia luar; dan neurosis narsis merupakan perjuangan antara ego dan superego
1 Duane P. Schultz & Sydney Ellen Schultz, Sejarah Psikologi Modern. Penerjemah: Lita Hardian
(Bandung: Penerbit Nusa Media),hlm.22. 2 Sarlito W Sarwono, Pengantar Psikologi Umum (Jakarta: Rajawali Press, 2012),hlm.12. 3 Thomas Khun, The Structure of Scientific Revolution (Chicago: The University of Chicago,
1970),hlm.19.
6
teori Frued ini belum mampu menjawab di wilayah nurani dalam bahasan agama ruh
(kebutuhan batiniah) yang sebagian besar telah dibahas dalam teori aktualisasi diri.4
Dalam diri manusia sangat komplek tidak hanya sekadar sebatas id, ego dan super-ego,
namun juga bisa diekspresikan dengan berbagai model dan konsepsi. Secara ideal teori
aktualisasi diri manusia pada awalnya tidak ada hubungannya dengan agama atau keyakinan
spiritual tertentu, akan tetapi setelah memasuki fase psikologi keempat disebut psikologi
transpersonal (pengalaman puncak), isu kajian akademis tentang spritualitas dalam ilmu
psikologi mulai mengkorelasikan hubungan manusia dengan agama (keyakinan).
Allah telah menanamkan potensi agung pada diri manusia yang mampu
memperlihatkan pada seluruh kesempurnaan dan melalui keagungan asma-asma Allah
dengan cara aktual dalam diri manusia. Pada prinsipnya, dalam diri manusia mengandung
beberapa unsur potensi tidak hanya bersifat secara teoretis, akan tetapi juga dalam wilayah
praktis yang bukan hanya terpancara ke dalam beberapa unsur bersifat subjektif, akan tapi
memenuhi juga unsur objektif. Artinya tidak hanya secara arti normatif, melainkan mampu
menjelma ke dalam ranah empirik.5 Dalam perkembangan kepribadian manusia
meniscayakan setiap hamba melakukan pengabdian kepada Allah. Faktor pengabdian ini
sebagai konsekuensi lanjutan dari faktor keimanan.6
Pada kontek inilah hakikat keimanan jangan sampai terjebak pada persoalan keimanan
yang dianggap an sich, melainkan mewajibkan sebuah ikhtiar sebagai bentuk implementasi
ke dalam tindakan pengabdian kepada Allah sebagai Tuhan alam semesta. Potensi inner
capasty dalam diri manusia mempunyai kemampuan dalam mengembangkan diri (aktualisasi
diri) hingga menggapai yang disebut manusia paripurna atau ubermensh dalam tradisi ajaran
Islam masyhur dengan sebutan insan al-kamil. Potensi inner capacity adalah bagian dari
indikasi keberadaan Allah dan tidak akan pernah dapat teraktualisasikan dengan sempurna
tanpa ada hubungan spritual dengan Tuhannya. Said Nursi memberikan penjelasan bahwa
sesungguhnya terdapat atas dua sisi pada diri manusia yakni sisi egoism yang mengarah pada
kehidupan dunia dan sisi pengabdian yang mengarah pada kehidupan akhirat yang abadi.
4 Franz Alexander, The Psychoanalysis of the Total Personality: The Application of Freud’s Theory of
the Ego to the Neuroses, The Psychoanalysis of the Total Personality: The Application of Freud’s Theory of the
Ego to the Neuroses (Washington, DC, US: Nervous and Mental Disease Publishing Co, 1935),hlm.67
<https://doi.org/10.1037/11565-000.>. 5 Bediuzzaman Said Nursi, The Words: The Reconstruction of Islamic Belief and Thought. Trans;
Huseyin Akarsu (Nasr City Egypt: Sozler Publications, 2004), hlm.70. 6 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Ahad Menikmati Ekstase Spiritual Cinta Ilahi. Penerjemah: Sugeng
Hariyanto…,hlm.43.
7
Menurut Said Nursi tujuan pada setiap ciptaan Allah yang paling utama merupakan
fitrah paling agung berupa iman kepada Allah. Pada tingkat sifat kemanusiaan (basyariah)
tertinggi adalah makrifatullah kesemuanya terpatri dalam keimanan. Begitu pula,
kenimkmatan dan kebahagiaan terindah bagi setiap manusia dan jin adalah bahabbatullah
(cinta kepada Allah) yang timbullantaran makrifatullah. Said Nursi menambahkan, bahwa
kegembiraan jiwa manusia terbening yang ada dalam suka cita kalbu adalah kelezatan
spiritual yang terpatri lantaran sebab mahabbatullah.7
Pada dasarnya, jasad melakukan intraksi inten dengan yang namanya ruh maka manusia
dapat dpahami sebagai gerak psikis dan fisik. Inner capacity (ruh) dibatasi oleh bentuk
“bagian-bagian penjara” jasadi, jika ruh mampu mengontrol sebagai remot kontrol pada nāfsu
seperti melalui iman, ubudiyah, dan perbuatan yang mengarah pada kebaikan dengan tujuan
untuk membebaskan diri manusia dari sifat kerakusan duniawi, Inner capacity akan menjadi
suci dalam mencapai kemurnian batin untuk menuju derajat kemuliaan hakiki.
Dimensi inner capacity (ruhani) di setiap masing-masing individu terus bergerak dan
terus menyal-nyala dengan selalu mengingat Allah dan tafakur di manapun saja berada secara
terusmenerus, karena bentuk gerakan tersebut bisa mengubur kemurungan, ketakutan dan
rasa keterasingan.8 Di sinilah pentingnya kajian dimensi pengalaman spiritualitas berupa
aktualisasi diri dalam ajaran sufisme Bediuzzaman Said Nursi adalah bagian dari khasanah
keislaman, khususnya dalam memaknai fenomena-fenomena unik dalam diri manusia.
Posisi Said Nursi muncul sebagai pembaharu dalam konstruksi “menyelamatkan iman
dan Islam”. Beliau mempunyai cirri khas sebagai pemikir yang selalu memihak
(benteng) keimanan dan keislaman, terlihat akan kealiman terutama dalam memberikan
pemahaman dan menafsirkan Al-Qur’ān secara baik dan mudah dimenegerti, begitu juga
dalam memberikan pemahaman integralitas keilmuan. Selain itu, juga disebut sebagai
pemberani serta gigih dalam setiap memperjuangkan kepentingan kaum muslimin di Turki
yang terjadi pada masa-masa akhir runtuhnya kerajaan Ottoman (Turki Usmani) melalui arus
gerakan dan gagasan atmosfir pembebasan keterbelengguan kaum muslimin dalam
menjelankan ajaran agama, bahakan mengawal agar manusia tidak terjebak ke dalam jurang
7 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy (Jakarta: Risālah Nūr Press,
2017), hlm.382. 8 Bediuzzaman Said Nursi, Cahaya Iman Dari Bilik Tahanan. Penerjemah:Fauzi Faishal Bahriesy
(Jakarta: Risālah Nūr Press, 2019),hlm.67.
8
atmosfer kerancuan hidup terutama yang dipengaruhi oleh kebudayaan yang berusaha
memisahkan agama dan kehidupan (sekuler).9
Sejak Turki dikuasai Mustafa Kemal Attaturk, Turki kehilangan jati diri Islam yang
telah lama tertanam. Hal itu dikarenakan derasnya arus budaya Barat dan melemahnya nilai-
nilai Islam.10 Terlebih ketika pertai Republik Turki sepenuhnya mengambil alih kekuasaan.
Budaya Barat mempengaruhi pemerintahan Mustafa Kemal Attaturk, sehingga sistem dan
kebijakan-kebijakan Islam yang ada di Turki perlahan dihapuskan.
Ideologi liberal-sekularisme Mustafa Kemal Attaturk mendapat perhatian dan
mendapat pengawalan ketat dalam perkembangannya terutama oleh Bediuzzaman Said Nursi
karena ide-ide Mustafa Kemal dinilai melemahkan fungsi Islam dalam kenegaraan. Mukti Ali
berpendapat bahwa ketika kedua ideologi tersebut (liberalisme dan sekularisme) diterapkan,
maka kewajiban yang mengatur atas segala aspek materil dalam kegidupan rakyat adalah
negara, sementara aspek spiritual dianggap sebagian dari agama.11
Pada kontek ini, Bediuzzaman Said Nursi berusaha membendung dengan segala usaha
dan upaya, walaupun beberapa kali dilakukan upaya dibungkam bahkan menjurus ke
pembunuhan misal dilakukan di penjara, percobaan diracun, hingga diasingkan ke Barla dan
beberapa tempat lain di Turki, Said Nursi selalu istiqomah (berkomitmen) dalam tetap
merealisasikan ajaran Islam yang kian telah lama terus dibungkam dan dibumi hanguskan.
Perjuangan Said Nursi lebih condong kepada perlawanan kultural, melalui tulisan-tulisan dan
ceramahnya beliau menggerakkan masyarakat untuk tidak tergerus budaya Barat. Di sela-sela
waktu di penjara dan diasingkan, menghasilkan karya monomentalnya setebal 6000
lembar yaitu “Risālah Al-Nūr” memuat gagasan kekelisahan seperti salah
satunya esensi iman dan peradaban akhlak yang hingga abad ini dilanjutkan oleh
para penerusnya yang disebut Thullabun Al-Nur, termasuk Recep Toyyip
Erdogan yang menjadikan Risālah Al-Nūr bagian salah satu pedoaman dalam
pemerintahannya. 12 Begitu gagasan Fathullah Ghullen dalam set iap gerakan dan
gagasan-gasannya selalu terinspirasi dari Said Nursi.
9 Ihsan Kasim Salih, Said Nursi Pemikir Dan Sufi Besar Abad 20; Membebaskan Agama Dari
Dogmatisme dan Sekularisme. Penerjemah: Nabilah Lubis (Jakarta: Murai Kencana, 2003),hlm.v. 10 Ela Hikmah Hayati, ‘Kebijakan Politik Mustafa Kemal Ataturk Terhadap Suku Kurdi Di Turki 1923-
1938 M’, Buletin Al-Turas, 23.2 (2017), 231–50 <https://doi.org/10.15408/bat.v23i2.6374>. 11 Mukti Ali, Islam Dan Sekularisme Di Turki Modern (Jakarta: Djambatan, 1994),hlm.133. 12 Ahmad Junaidi, "Kebijakan Politik Recep Tayyib Erdogan Dan Islamisme Turki Kontemporer", IN
RIGHT: Jurnal Agama Dan Hak Azazi Manusia’, In Rigt Jurnal, 2016, pp. 140–58.
<http://ejournal.uin.suka.ac.id/ syariah/inright/article/view/1444>[accessed 19 June 2020].
9
Dengan latar belakang membentuk individu muslim Turki yang kokoh pendirian,
Risālah Al-Nūr banyak mendapat perhatian masyarakat. Usaha Said Nursi tidak sia-sia karena
hingga saat ini, halaqah yang didirikan telah menjadi gerakan nurcu.13 Sejak dihapuskannya
undangan-undang Islam berupa penghapusan semua simbol-simbol Islam seperti
dihapuskannya tulisan arab dan diwajibkannya menggunakan tulisan-tulisan latin secara
keseluruhan. Semua tulisan dan bacaan-bacaan arab dilarang, Al-Qur’ān semula bernaskah
arab diganti dengan tulisan latin Turki. Bediuzzaman Said Nursi melawan kebijakan ini
dengan cara menyebarkan Risālah Al-Nūr sangat mempunyai peran utama dalam pemurnian
Al-Qur’ān akibat gencarnya proyek penghilangan huruf arab diganti huruf latin Turki.14
Risālah Al-Nūr berperan dalam menjaga kelangsungan tarekat yang pernah dihapus
pemerintahan Mustafa Kemal Attaturk pada tahun 1925 M. Bersama dengan amalan Hizb an-
Nur, dan wirid Jawshan al-Khabir, Risālah Al-Nūr berperan sebagai pengganti pada
kegiatan-kegiatan para pecinta tarekat di Turki (zawiyah). Risālah Al-Nūr mengayomi dan
mengajak bagi kaum muslimin untuk senantiasa tidak lupa bedzikir melalui hati, bertafakkur
melalui akal.15 Sejalan dalam kandungan Al-Qur’ān dan Hadits, Risālah Al-Nūr juga
berperan sebagai penafsir (juru penjelas) eksistensi (hakikat) Iman dalam meningkatkan
kebersamaan umat beragama. Ketika menjelaskan kandungan Risālah Al-Nūr, Bediuzzaman
Said Nursi secara jelas melawan budaya Barat dengan tidak membenarkan doktrin filsafat
materialistik dan naturalistik. Bediuzzaman Said nursi dalam penjelasannya lebih memilih
dan mengedepankan metode tafakkur yang menekankan penggunaan majaz dan perbandingan
untuk menjelaskan suatu problem.
Bediuzzaman Said Nursi melalui karya monomental, yaitu Risālah Al-Nūr mencoba
menawarkan kajian psikologi perspektif non empirik (mistis) yang lebih pada psikologi
aktualisasi diri. Perspektif Said Nursi, aktualisasi diri manusia semestinya selalu dalam
wilayah keimanan kepada Allah karena secara fitrah pada dasarnya manusia telah memiliki
potensi dasar yang tidak lain masterpiece Allah yang luar biasa serta mukjizat kekuasaan-Nya
yang paling lembut dan paling agung. Penciptaan manusia merupakan pusat bagian seluruh
prasasti-Nya serta manusia dijadikan sebagai model dari seluruh entitas alam semesta, Said
13 Muhammad Faiz, ‘Risālah Nur Dan Gerakan Tarekat Di Turki: Peran Said Nursi Pada Awal
Pemerintahan Republik’, Al-A’raf; Jurnal Pemikiran Islam Dan Filsafat, XIV.1 (2017), 31. https://doi.org/10.22515/ajpif.v14i1.588.
14 Sukran Vahide, Islam in Modern Turkey: An Intellectual Biography of Bediuzzaman Said Nursi (New
York: State University of New York Press, 2005),hlm.45. 15 Ihsan Kasim Salih, Said Nursi Pemikir Dan Sufi Besar Abad 20…,hlm.148.
10
Nursi dengan tegas mengatakan manusia merupakan karya terbaik Tuhan yang mampu
merefleksikan sifat-sifat Allah secara paripurna.16
Di dalam ajaran Risālah Al-Nūr memilki prinsip fundamental yang selama ini diyakini
sebagai kerja hati dan nalar pikir agar mampu mengungkap kebenaran dan keberpihakan Al-
Qur’an melalui penjelasan tentang hakikat penciptaan alam semesta serta keseluruhan
makhluk. Begitu pula, memiliki misi penyelamatan iman bagi keberlangsungan hidup umat
manusia di muka bumi. Gerakan-gerakan yang selalu diperjuangkan oleh Said Nursi bersama
para muridnya (Thullabunnur) sebagai bentuk perjuangan dalam rangka menjadi pelayan
iman dan menyelamatkan Al-Qur’an melalui berbagai cara salah satunya model tindakan
positif damai (al- ‘amal al-ijabi). Mereka berkeyakinan, dalam setiap menghadapi persoalan
kehidupan termasuk salah satunya dekadnsi moral dan peradaban spiritual harus melali
gerakan jihad Al-Jihad Al-Ma’nawi (jihad moral) melalui cara pengukuhan iman.
RUMUSAN MASALAH
Berdasar pada kegelisahan akademis di latar belakang maslah di atas, maka penyusun
dapat menarik rumusan masalah sebagai mana berikut: Apa saja cakupan konsep aktualisasi
diri menurut Bediuzzaman Said Nursi dalam kitab Risālah Al-Nūr? Bagaimana model
aktualisasi diri menurut Bediuzzaman Said Nursi dalam kitab Risālah Al-Nūr? Bagaimana
implikasi aktualisasi diri menurut Bediuzzaman Said Nursi terhadap Psikologi Pendidikan
Islam baik secara praksis maupun teoritik?
TINJUAN PUSTAKA
Ibrahiim M. Abu Rabi’ mengurai tentang Biografi Said Nursi melalui karya Islam at
the Crossroads: On the Life and Thought of Bediuzzaman Said Nursi.17 Ibrahim M. Abu-Rabi
DKK, Spritual Dimensions of Bediuzzaman Said Nursi’s Risale-i Nur.18 Hamzah Müsbet
Hareket Dalam Relasi Antara Agama Dintinjau Dari Perpektif Teori Kebutuhan Abraham
Maslow.19 Mahshid Turner, melaui artikel Can the Effects of Religion and Spirituality on
Both Physical and Mental health be Scientifically Measured? An Overview of the Key
16 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy, …, hlm.85. 17 Ibrahim M. Abu-Rabi’, Islam at the Crossroads: On the Life and Thought of Bediuzzaman Said Nursi
(New York: State University of New York Press, Albany, 2003),hlm.54. 18 Ibrahim M. Abu-Rabi DKK, Spritual Dimensions of Bediuzzaman Said Nursi’s Risale-i Nur (New
York: State University of New York Press, Albany, 2008),hlm.67. 19 Ustadi Hamsah, ‘Müsbet Hareket Dalam Relasi Antar Agama Ditinjau Dari Perspektif Teori Hirarkhi
Kebutuhan Abraham Maslow’, RELIGI JURNAL STUDI AGAMA-AGAMA, 14.2 (2019), 225
<https://doi.org/10.14421/rejusta.2018.1402-06>.
11
Sources, with Particular Reference to the Teachings of Said Nursi.20 Artikel Prof Machasin
berjudul Bediuzzaman Said Nursi and The Sufi Tradition.21 Zaprulkhan Perkembangan
Kepribadian Secara Spiritual dalam Perspektif Bediuzzaman Said Nursi.22 Haci Tanis
melalui Disertasi berjudul The Sufi Influence In Said Nursi’s Life And Thought.\23 Disertasi
Gok Hakan Said Nursi's Arguments for the Existence of God in Risālah Al-Nūr.24 Muhammad
Faiz Khalid dan Ibnor Azli Ibrahim, Wahdat al-Wujud dan kewalian menurut Said Nursi.25
Willard Mittelman, Maslow’s Study of Self-Actualization. 26 Jeevan D’Souza and Michael
Gurin berjudul The Universal Significance of Maslow’s Concept of Self-Actualization.27 Marc
H. Bornstein, ‘Self-Actualization’ menenmukan istilah selfactualization.28 Carl Rogers
sebagaimana ditemukan J. Guthrie Ford, melalui Rogerian Self-Actualization.29
Hasil penelitian yang dicetak sebagai buku saku “psikologi pendidikan islam” banyak
mengurai temuan-temuan kaitannya dengan psikologi dan pendidikan islam.30 Abudin Nata
mengatakan Psikologi Pendidikan Islam merupakan cabang ilmu jiwa manusia berdasarkan
pada ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadis begitu juga sebuah pendapat orang yang
alim.31Jalaluddin melalui karya berjudul Psilogi Pendidikan Islam memberi sumbangsih
konsep pemikiran yang banyak mengulas materi psikologi pendidikan islam dari aspek
sejarah (historis) dengan dimulai masa rasulullah, khalafaurrasyidin, hingga para pemikir
20 Mahshid Turner, ‘Can the Effects of Religion and Spirituality on Both Physical and Mental Health Be
Scientifically Measured? An Overview of the Key Sources, with Particular Reference to the Teachings of Said
Nursi’, Journal of Religion and Health, 54.6 (2015), 2045–51 <https://doi.org/10.1007/s10943-014-9894-3>. 21 M. Machasin, ‘Bediuzzaman Said Nursi and The Sufi Tradition’, Al-Jami’ah: Journal of Islamic
Studies, 43.1 (2005), 1 <https://doi.org/10.14421/ajis.2005.431.1-21>. 22 Zaprulkhan, ‘Perkembangan Kepribadian Secara Spiritual Dalam Perspektif Bediuzzaman Said Nursi’,
Jurnal Farabi, 12.1 (2015), 87–105. 23 Haci Tanis, ‘The Sufi Influence In Said Nursi’s Life And Thought’ (United States: The Temple
University Graduate Board, 2016). 24 Hakan Gok, ‘Saīd Nursi’s Arguments For The Existence Of God In Risāle-I Nur’ (Durham
University,England, 2015),hlm.24 <http://etheses.dur.ac.uk/10994/.>. 25 Muhammad Faiz Khalid dan Ibnor Azli Ibrahim, ‘Wahdat Al-Wujud and Sainthood According to Said
Nursi’s View Through His Work Risālah Al-Nūr’, Jurnal Hadhari: An International Journal, 8 Novemever.No
2 (2016), 245–58. 26 Willard Mittelman, ‘Maslow’s Study of Self-Actualization’, Journal of Humanistic Psychology, 31.1
(1991), 114–35 <https://doi.org/10.1177/0022167891311010>. 27 Jeevan D’Souza and Michael Gurin, ‘The Universal Significance of Maslow’s Concept of Self-
Actualization’, Humanistic Psychologist (Routledge, 2016), 210–14 <https://doi.org/10.1037/hum0000027>. 28 Marc H. Bornstein, ‘Self-Actualization’, in The SAGE Encyclopedia of Lifespan Human Development
(SAGE Publications, Inc., 2018) <https://doi.org/10.4135/9781506307633.n714>. 29 J. Guthrie Ford, ‘Rogerian Self-Actualization’, Journal of Humanistic Psychology, 31.2 (1991), 101–
11 <https://doi.org/10.1177/0022167891312011>. 30 Syihabuddin, Landasan Psikologis Pendidikan Islam (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia,
2016),hlm.67. 31 Abudin Nata, Psikologi Pendidikan Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2018),hlm.43.
12
islam terkemuka. Begitu juga dibahas perkembangan manusia menurut pandangan Islam dan
rasa keberagamaan seseorang.32 Abdul Mujib berhasil menghadirkan kajian kepribadian
manusia dengan memadukan Islam atau mengintegrasikan dengan ilmu psikologi (integreted
entites) sebagai pisau analisis, diharapkan mampu menjawaban atas fenomena prilaku
manusia baik dilakukan secara individu maupun kolektif.33
KERANGKA TEORI
Aktualisasi Diri
Carl Rogers memposisikan bentuk aktualisasi diri pada salah satu kebutuhan paling
mendasar, utamanya soal kepribadian, pemeliharaan guna mengaktualkan dengan
meningkatkan semua aspek potensi individu.34 Hal ini, potensi aktual leih cenderung dimiliki
sejak setiap individu lahir terdiri dari komponen pertumbuhan aspek fisiologis serta aspek
psikologis.35 Rogers memiliki kesadaran setiap manusia memiliki sikap atau tindakan negatif,
akan tetapi ia mengakui kalau tidak selaras dengan eksistensi manusia, artinya sikap itu hanya
lebih pada olah pertahanan diri disertai rasa takut.
Seorang G.W Allport menyebut proses aktualisasi diri (self actualization) sebagai
proses menjadi (becoming). Menurutnya, hidup merupakan proses aktif, pada masanya
manusia berupaya mewujudkan diri.36 Kepribadian adalah tetap namun terus menerus
berubah, sebagai konsekuensi dari turunan biologis, pengaruh budaya, dan pencarian
spiritual.37 Semantara, Abraham Maslow mendifinisikan aktualisasi diri adalah kebutuhan
yang mendorong bagi setiap manusia sebagai motivasi untuk mencapainya.38 Seperti,
makanan akan mendorong perilaku seseorang yang sedang lapar untuk memenuhi kebutuhan
makan tersebut dan jika orang tersebut sudah merasakan kenyang maka makan tidak lagi
32 Jalaluddin, Psikologi Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018),hlm.56. 33 Abdul Mujib, Teori Kepribadian Perspektif Psikologi Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2017),hlm.23. 34 Carl Rogers, ‘Humanistic Perspectives on Personality | Boundless Psychology’
<https://courses.lumenlearning.com/boundless-psychology/chapter/humanistic-perspectives-on-personality/>
[accessed 22 June 2020]. 35 Lia Amalia, ‘Teori Konsep Diri Carl R. Rogers 1’, Muaddib, 3.1 (2014), 87–99
<http://journal.umpo.ac.id/index.php/MUA/article/view/29>. 36 G. W. Allport, Personality: A Psychological Interpretation (New York: NY: Holt, Rinehart &
Winston., 1937), hlm.70. 37 Gordon W. Allport, ‘Personality: Normal And Abnormal’, The Sociological Review, 6.2 (1958), 167–
80 <https://doi.org/10.1111/j.1467-954X.1958.tb01072.x>. 38 Douglas T. Kenrick, ‘Self-Actualization, Human Nature, and Global Social Problems: I. Foundations’,
Society, 54.6 (2017), 520–23 <https://doi.org/10.1007/s12115-017-0181-2>.
13
mendorongnya untuk mencari sesuap nasi.39 Ia memunculkan hirarki kebutuhan manusia
yaitu, kebutuhan fisiologi, keamanan, sosial, harga diri dan aktualisasi diri.
Spritualitas dan Risālah Al-Nūr
Spritualitas memberikan suatu perasaan yang berhubungan dengan intrapersonal
(hubungan antara diri sendiri), interpersonal (hubungan antara orang lain dengan lingkungan)
dan transpersonal (hubungan yang tidak dapat dilihat yaitu suatu hubungan dengan
ketuhanan yang merupakan kekuatan tertinggi). Adapun unsur-unsur spiritualitas meliputi
kesehatan spiritual, kebutuhan spiritual, dan kesadaran spiritual. Risālah Al-Nūr (Risālah Al-
Nūr) merupakan karya agung Said Nursi mengandung beberapa tema yang tidak lain dari
buah pikiran Said Nursi dan ditulis dalam bahasa Turki dan sebagaian berbahasa Arab.
Dalam bahasa Turki memuat beberapa bagian di antaranya Maktubât (kumpulan surat-surat),
Sualar (kumpulan pertanyaan-pertanyaan), Sozler (kumpulan kata), Lemalar (kumpulan
cahaya), Mesnevi Nuriye (ringkasan-ringkasan isi Risālah Al-Nūr), Asa-yi Musa (Tongkat
nabi Musa), Iman ve Kufur Nuvazeneleri (pembahasan tentang iman dan kufur), Sikke-i
Tasdiki Gaybi (mengungkap kebenaran alam gaib), Kastamonu Lahikasi (berisi tentang surat-
surat Nursi kepada para muridnya dan jawaban untuk surat dari muridnya).
Barla Lahikasi (perjuangan dan pemikirannya di Barla), dan Emirdag Lahikasi
(perjuangannya di Emirdag); dan dua buku-buku dalam bahasa Arab berjudul al-’i’jâz (tanda-
tanda kemukjijatan), Masnawΐ al-‘Araby an-Nuriy, Al-Kalimat, Al-Lama’at, Asy-Syu’lamat,
Al-Maktubât, Isyarat al-I’jaz, Al-Matsnawy al-Araby an-Nuriyah, Al-Malahiq fi Fiqhi
Da’wah an-Nur, Sirah ad-Żatiyah, Shaiqal al-Islam, dan Fahaaris. Sesuai dengan
perkembangan, Risālah Al-Nūr diterjemahkan ke dalam bahasa inggris meliputi: Adapun
dalam edisi bahasa Inggris karya Risālah Al-Nūr (Risālah Al-Nūr) terbagi dalam beberapa
bagian di antaranya: Letters 1928-1932, The Words (On The Nature and Purpose of Man
Life, and All Things), The Flashes Collection, dan The Rays Collection.
Hermeneutika Paul Ricoeur
Ricoeur mampu melahirkan dua sebagai keyword tentang bacaan teks yang dainggap
memiliki peran penting atas pemikiran penafsirannya. Seperti apa sebenarnya misi teks
39 Abraham Maslow, Motivation and Personality. Trans. Achmad Fawaid & Maufur (Yogyakarta:
Cantrik Pustaka, 2017), hlm.70.
14
tersebut, bagaimana prosess atau cara teks bacaan mengungkap sebuah faktanya).40 Yang
dimaksud apa sebeneranya msisi teks (what is said) merupakan sebauah pesan yang
terkandung di dalam sebuah teks sendiri.41 Ketika sebuah teks ditulis, maka menjadi mandiri,
otonom, bahkan lepas dari konteks di mana penulis hidup.
Menurut Paul Ricoeur sebuah teks mempunyai totalitas secara kemandirian dicirikan
pada empat aspek. Pertama, aspek makna yang terkandung dalam pengungkapan isi teks
sendiri terlepas melalui proses atas pengungkapan maknanya.42 Kedua, aspek makna dalam
sebuah teks tidak tidak lagi ada keterhubungan makna dengan pembicara, sebagaimana
terlihat pada bahasa ucapan. Makna teks dimaksud tentu tidak lagi memiliki kepentingan
dengan apa yang dimaksud penggagasnya.43 Bahkan keberadaan penulis teks tidak lagi
diperlukan karena dianggap sudah terhalangi oleh teks itu sendiri maka wajar jika Ricoeur
berpendapat bahwa penulis teks sebagai sebagai reading pertama.
Ketiga, aspek tidak terikatan pada dialogis, maka dalam makna teks tidak lagi
memiliki terikatan atas konteks awal, lebih kecenderungan bebas dari sekat kepentingan pada
originilitas konsteks pembicaraan.44 Maksud teks adalah dunia imajinasi terbangun
originilitas oleh teks sendiri. Keempat, aspek ketidak terikatan dialogis maka teks tidak
memiliki keterhubungan dengan konteks awal, sebagaimana bahasa ucapan yaitu masih ada
keterikatan kepada pendengarnya.45
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka (library research)
penelitian mengacu pada data-data atau bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan topik
pembahasan yang sedang diangkat.46 Adapun sumber data dalam penelitian ini bersentuhan
langsung dengan gagasan Said Nursi abik primer (Berbentuk versi Bahasa Inggris) mapun
sekunder (hasil terjemahan ke dalam bahasa Indonesia). Selain itu, penyusun mengacu buku-
buku karya orang lain yang membahas tentang aktualisasi diri menurut Said Nursi. Untuk
40 Heather Tan, Anne Wilson, and Ian Olver, ‘Ricoeur’s Theory of Interpretation: An Instrument for Data
Interpretation in Hermeneutic Phenomenology’, International Journal of Qualitative Methods, 8.4 (2009), 1–15
<https://doi.org/10.1177/160940690900800401>. 41 Paul Ricoeur, Onself as Another, Filosofía, (Chicago: The Chicago university Press, 1996), hlm.56. 42 Paul Ricouer, Penjelasan Dan Pemahaman, Terj. Mun’im Sirri, Dalam Syafa’atun Al-Mirzanah Dan
Sahiron Syamsuddin Ed., Pemikiran Hermeneutika Dalam Tradisi Barat (Yogyakarta: LP2M LP2M Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011),hlm.23. 43 Kaelan, Filsafat Bahasa: Masalah Dan Perkembangannya (Yogyakarta: Paradigma, 2000),201. 44 Paul Ricoeur, Onself as Another…,hlm.71. 45 Paul Ricoeur, Onself as Another…,hlm.83. 46 Nursapia Harahap, ‘Penelitian Kepustakaan’, Jurnal Iqa’, Vol. 08. N (2014), 67–72
<https://media.neliti.com/media/publications/196955-ID-penelitian-kepustakaan.pdf> [accessed 20 June 2020].
15
mempermudah pemahaman paling tidak ada ketiga tahapan dalam proses analisis inter pretasi
pada penelitian ini, di antaranya level semantik dan tradisi filsafat reflektif.(1) level semantik
(pemahaman naif); (2) level refleksi (validasi dari model struktural); dan (3) level eksistensial
(pemahaman yang mendalam).47
Pertama, tahapan pemahaman Semantik. Pemahaman semantik merupakan tahap awal
sebagai pintu masuk untuk melakukan interpretasi menuju pemahaman eksistensial dalam
wilayah kajian kebahasiaan.48 Penafsir dituntut untuk menjadi jembatan penghubung antara
objek dengan subjek untuk melakukan sebuah pemahaman. Proses penafsiran menurut
hermeneutika Ricoeur diawali oleh penebakan.49 Artinya, menebak makna dalam sebuah teks
yang berkaitan dengan sebuah bentuk kebahasaan, maka makna teks tidak lagi serupa dengan
makna dan maksud pengarang. Dalam karya Bediuzzaman Said Nursi, secara teks penuh
dengan bahasa metafora maka penyusun harus mampu menebak maksud teks tersebut
mengingat pengarang sudah tidak lagi hadir mengiringi teks Risalah Nur. Penyusun
berangkat dari analisis teks yang dimaksud terdiri dari kodra, kebutuhan dan aktualisasi diri
manusia dalam pemikiran Said Nursi.
Kedua, tahapan pemahaman Reflektif. Tahap reflektif merupakan jembatan antara
tahap semantik ke tahap eksistensial, karena bahas sesungguhnya berhubungan dengan
eksistensial.50 Tahap ini merupakan peroses yang menghubungkan antara pemahamn teks dan
pemahaman diri sendiri.51 Tahap refleksi ini berkaitan dengan ekspresi hidup, yang berproses
dari kesadaran tidak langsung melalui karya yang merupakan ekspresi dari aktus berada
manusiawi. Dalam hal ini, penyusun mencari formulasi aktualisasi diri Said Nursi yang
berdasarkan pada temuan konsep diri manusia di level simantik.
Ketiga, Tahapan pemahaman Eksistensial Tahap ini interpretasi menuju pada yang
Ada (being). Tahap eksistensial Ricoeur melewati simbol, tahap semantik dan tahap
reflektif.52 Pengoleksian data baik yang empiris maupun yang bersumber dari literatur dengan
tema-tema aktualisasi diri, dilakukan sejak sebelum melakukan penelitian. Hal ini dilakukan
agar penulis dapat memahami implikasi konsep aktualisasi diri Said Nursi melalui Kitab
Risālah Al-Nūr dengan aspek kajian yang sedang diangkat yaitu Implikasi aktualisasi diri
47 Paul Ricoeur, Onself as Another…hlm.27. 48 Paul Riceouer, Freud and Philosophy…hlm.20. 49 Paul Riceouer, Freud and Philosophy… hlm.37. 50 Paul Ricoeur, The Course of Recognition…hlm.27. 51 Paul Ricoeur, The Course of Recognition…hlm.30. 52 Paul Ricoeur, Onself as Another…hlm.56.
16
Said Nursi terhadap Psikologi Pendidikan Islam. Kumpulan data-data awal ini tentunya
sangat bermanfaat dalam memperkaya ide-ide penulis ketika melakukan penelitian yang
berupaya mencari karya-karyanya.53
KONDRAT, KEBUTUHAN DAN AKTUALISASI DIRI MANUSIA DALAM
PEMIKIRAN SAID NURSI
1. Kodrat Rabbani
Dalam diri manusia selalu mempengaruhi gerak jiwa kepasrahan terhadap Allah dan
ciptaan-Nya dan kecenderungan manusia dalam hal-hal bersifat teologis, kodrat nalar bekerja
untuk memadukan keikhlasan dalam hidup untuk menghamba. Dunia ini dapat dikenali dan
manusia memiliki kemampuan untuk mengetahuinya. Allah telah memberikan kemampuan
kepada manusia. Panggilan ilahi pada manusia untuk mengetahui cakrawala dan jiwa mereka
sendiri membuktikan kemampuan pada bagian manusia untuk mengetahui berbagai aspek
kehidupan. Said Nursi berkata:
“….The instant life enters it, it establishes such a connection with the universe that it
is as though it concludes a trading agreement with it, especially with the flowers and
plants of the earth. It can say: “The earth is my garden; it is my trading house.” Thus,
through the unconscious instinctive senses which impel and stimulate it in addition to
the well-known five external senses and inner senses of animate beings, the bee has a
feeling for, and a familiarity and re- ciprocal relationship with, most of the species in
the world, and they are at its disposal”.54
GAMBAR; 1
Dimensi Kodrat Rabbani
Sejak awal penciptaannya, manusia pertama yakni Adam As telah mengakui Allah
sebagai Tuhannya dan hal tersebut mendorong manusia untuk senantiasa beriman kepada
Allah SWT. Penciptaan manusia juga memiliki hakikat bahwa Allah menciptakan agama
53 Achmad Fedyani Saifuddin, Antropologi Kontemporer Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma
(Jakarta: Prenada Media, 2005),hlm.92. 54 Bediuzzaman Said Nursi, The Words On the Nature and Purposes of Man, Life, and All Things. Trans.
Sükran Vahide (Istanbul: MAK Ofset Basm Yayn Tic. ve San. Ltd. fiti, 2008), hlm.532.
17
Islam sebagai pedoman hidup yang harus dijalani oleh manusia selama hidupnya. Seluruh
ajaran islam adalah diperuntukkan untuk manusia dan oleh karena itu manusia wajib beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa yakni Allah SWT.
“Tidak diragukan lagi engkau ada bukanlah unsur yang sederhana dan benda mati
yang tidak akan berubah. Akan tetapi engkau bagaikan pabrik besar yang sangat
teratur di mana peralatannya senantiasa terbaharui. Engkau juga ibarat istana megah
yang sisi-sisinya selalu berubah ubah. Atom-atom yang ada di tubuhmu selalu bekerja
dan aktif setiap saat. Ia memiliki hubungan dengan alam semesta, khususunya dengan
rezeki. Atom-atom tersebut bekerja di dalam tubuhmu senantiasa menjaga agar ikatan
dan hubungan tidak rusak dan tidak lepas. Ketahuilah bahwa dengan atom-atom yang
bergerak sesuai peraturan Żat Yang Mahakuasa, atau tentara bersenjata dalam
pasukanNya yang teratur-ujung pena qadar Ilahi”.55
Manusia diciptakan dengan dibekali dari berbagai kelengkapan yang super canggih,
melalui iradah Allah Yang Maha Esa mampu menggerakkan tubuh manusia disertai potensi
temasuk panca indera dengan didasari fitrahnya. Maka sangat mustahil jika manusia ada
tanpa campur tangan Allah Tuhan alam semesta, lantaran pancaran asma-asma Allah manusia
ada.
2. Kodrat Ruhani
Allah menciptakan manusia dengan kesempurnaan dan keunikan. hal ini dilihat dari
segala hal yang menyangkut fisik dan jiwa seorang manusia. Ia berbeda dengan makhluk
lainnya dan bahkan Allah memerintahkan malaikat untuk bersujud kepada Adam AS karena
akal dan pengetahuan yang dianugerahkan kepadanya. Menurut Jakob sebagaimana dikutip
juga oleh Achmad Usyuluddin dalam disertasinya56 “manusia itu badan yang meruhani dan
ruhani yang membadan.” Lebih lanjut Jakob mengatakan sebagai berikut.
“Keduanya (badan-ruh) menyatu dalam eksistensi atau keberadaan. Badan saja, mayat.
Ruh saja, hal ini non-material, tak bisa dibuktikan kecuali diimani, silahkan kembali
kepada iman masing-masing. Di sini jalan agama terbentang sebagai seuatu yang
“mengatasi“ atau “melampaui“ atau “di luar“ kodrat pengalaman manusia. Sesuatu yang
kita namakan “transendental“. Karena badan manusia itu berada secara material, sama
halnya dengan hal-hal yang material yang lain di semesta ini, ia menempati ruang dan
waktu dan akhirnya akan lenyap dalam ruang dan waktu tersebut. Jadi, secara badan,
manusia itu terbatas. Manusia itu fana’. Sedangkan ruh itu baqa’, abadi, tak mengenal
ruang dan waktu”.57
55 Bediuzzaman Said Nursi, Risalah Ana & Thabiat. Penerjemah: Fauzi Faishal Bahrieisy (Jakarta:
Risālah Nūr Press, 2016), hlm.68-69. 56 Achmad Usyuluddin, Ruhiosains: Pendidikan Kesehatan Holistik Perspektif Psikologi Islam
(Yogyakarta: Pascasarjana UMY, 2018), hlm. 125 57Jakob Sumardjo, Menjadi Manusia: Mencari Esensi Kemanusiaan Perspektif Budayawan (Bandung:
Rosda, 2001), 18
18
Sebagian besar kaum sufi menempatkan “ruhani” sebagai sumber tatanan moral
terpuji. Ruh sangat halus, bersih, serta bebas dari unsur yang berpengaruh dari hawa nafsu
“nafs” dirasiakan Allah SWT, ada seseorang yang bisa melihatnya jika sudah diberi
keistimewaan berupa kasyf (gambar yang terbayang) oleh Allah SWT. Kalangan
cendekiawan Muslim lebih banyak menghindar dalam mempelajari asal-usul ruh, karena jiwa
atau ruh itu adalah urusan Allah SWT yang tidak diketahui oleh siapa pun kecuali hanya
Allah SWT (QS al-Isra’ [17]: 85).
Said Nursi menjelaskan bahwa sebagaimana telah diakui secara nyata dan pasti bahwa
ada ruh-ruh jahat yang berbentuk jasmani pada jenis manusia yang melakukan tugas dan
pekerjaan setan, juga telah diakui secara pasti adanya roh-roh jahat yang tak berjasad di alam
jin. Seandainya dipakaikan jasad fisik, mereka pasti akan sama persis dengan manusia yang
jahat itu. Begitu pula sebaliknya, jika setan-setan dari jenis manusia bisa melepaskan jasad
mereka, pasti mereka menjadi iblis-iblis dari golongan jin. Atas dasar itulah salah satu
pemikiran yang sesat dan batil berpandangan bahwa roh-roh jahat dari golongan manusia,
sesudah matinya akan berubah menjadi setan.58
GAMBAR; 2
Dimensi Kodrat Ruhani
Kodrat ruhani memiliki dua dimensi yaitu dimensi ruh (kognitif spiritual; pengetahuan
prakonsepsi) dan fitrah (kognitif transendental; pengetahuan praeksistensi). Dimensi ruh
memiliki daya spiritual. Daya spiritual ini menarik badan dan jiwa menuju Allah.59 Pada
wilayah dimensi inilah yang menyebabkan manusia memerlukan agama sangat bergantung
pada tingkat perkembangan nafs, ‘aql, qalb, dan ruh. Sementara itu, dimensi fitrah
memberikan “bingkai” kemanusiaannya. Jika jiwa manusia melampaui “bingkai” fitrah itu,
58 Badiuzzaman Said Nursi, Al-Lama’at; Membumikan Inspirasi Ilahi. Penerjemah: Fauzy Bahreisy Dan
Joko Prayitno...,hlm.125 59 Baharuddin, Paradigma Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 237.
19
maka manusia tersebut akan keluar dari fitrah kemanusiaannya, baik dalam arti positif
(setingkat malaikat) maupun negatif (menjadi setan). Fungsi ruh mengatur dan bertasaruf
(bertindak) pada jasad sebagaimana halnya raja dengan kerajaannya, keperluan jiwa terhadap
badan dapat diumpamakan dengan perlunya bekal bagi musafir. Seseorang tidak akan sampai
kepada Tuhan kalau ruh tidak mendiami jasadnya selama di dunia.
3. Kodrat jasmani
Bangunan tubuh manusia sama dengan makhluk lain yaitu sama-sama terdiri beberapa
stuktur organism fisik. Secara fisik, manusia masih relatif lebih mapan dibandingkan
bangunan tubuh ciptaan Allah berupa mahluk-mahlukNya. Pada umumnya, setiap makhluk
terdiri dari beberapa unsur material yang terdiri dari unsur api, tanah, air dan udara. Beberapa
unsur itu bagian dari materi benda mati (abiotik). Benda mati tersebut hanya akan hidup jika
jika dibekali pancaran energi berupa kehidupan ilahiah berupa nyawa untuk hidup.
“…benih-benih itu sama seperti sperma ataupun seltelur. Ia terdiri dari beberapa unsur
yang bentuknya serupa dan sebagiannya bercampur dengan yang lain tanpa bentuk yang
jelas, yaitu hidrogen, oksigen, karbon, dan nitrogen. Sementara, udara, air, kalor, dan
cahaya merupakan unsurunsur yang tak mempunyai akal ataupun perasaan. Semuanya
mengalir seperti aliran air pada segala sesuatu tanpa ada kontrol. Jadi, pembentukan
berbagai bunga dari segenggam tanah dalam bentuk yang beraneka ragam dan indah
dengan sangat rapi tentu saja mengharuskan adanya banyak pabrik dan percetakan
maknawi agar ia bisa memintal dan menenun “tenunan-tenunan hidup” yang tak
terhingga banyaknya, serta bisa menghasilkan berbagai ukiran cemerlang”.60
GAMBAR: 3
Dimensi Kodrat Jasmani
Dalam diri manusia akan selalu dipengaruhi gerak jiwa yang kecenderungan manusia
dalam hal bersifat mencapai kondisi jiwa suci dalam pandangan Allah dan meningkatkan
60 Bediuzzaman Said Nursi, Risalah Ana & Thabiat. Penerjemah: Fauzi Faishal Bahrieisy (Jakarta:
Risālah Nūr Press, 2016),hlm.75.
20
kinerja dengan ibadah untuk memperoleh sesuatu, yang tentunya tampak serasi dengan sifat
takwa. Jika kebutuhan kodrat jasmani terpenuhi oleh manusia maka akan memiliki
kecenderungan akan mengaktifkan kodrat kodrat berani yang lambat laun akan terbina dan
terbentuk karekteristik jiwa takwa.
4. Kodrat nafsani
Eksistensi nafsu yang ada di dalam diri manusia akan terus mempengaruhi gerak jiwa
dan kecenderungan manusia untuk melakukan hal-hal yang bersifat sosial dan cenderung
bekerja keras dengan tamak (rakus) untuk memperoleh sesuatu. Manusia memiliki esensi
yang tidak terbatas, memiliki potensi dan kemampuan untuk menjadi benar atau salah. Ini
karena manusia telah diciptakan sebagai kehendak bebas dengan pengetahuan dan
kebijaksanaan yang dianggap sebagai dasar kebebasan dan kemauan, mengatur panggung
untuk keterlibatan manusia dalam takdirnya dan menugaskannya dengan tugas untuk
berubah.61 Sebagaimana diungkapkan oleh Said Nursi:
“…….represented forms, whether pictorial or concrete, are either embodied tyranny, or
embodied hypocrisy, or embodied lust; they excite lust and encourage man to
oppression, hypocrisy, and licentiousness. Moreover, the Qur’an compassionately com-
mands women to wear the veil of modesty so that they will be treated with respect and
those mines of compassion will not be trodden under the feet of low desires, nor be like
worthless goods for the excitement of lust…”.62
GAMBAR; 4
Dimensi Kodrat Nafsani
61 Sussan Keshavarz, ‘Philosophy of Education in Exceptional Children According to Islam’, Procedia -
Social and Behavioral Sciences, 46 (2012), 2917–21 <https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.05.589>. 62Nursi, The Words On the Nature and Purposes of Man, Life, and All Things…hlm.423.
21
Said Nursi memberi argumentasi bahwa ada dua faktor penyebab kemerosotan
peradaban akhlaq dan kekacauan dalam kehidupan masyarakat sosial terutama era modern.
Di antaranya: pertama, “yang penting aku kenyang, tidak peduli yang lain kelaparan”.
Kedua, “anda bekerja, saya makan”.63 Said Nursi menjelaskan lebih lanjut tentang solusi dan
obat ampuh untuk kedua penyakit tersebut adalah penerapan kewajiban membayar zakat
kepada masyarakat secara umum dan pengharaman riba. Karena pentingnya zakat tidak
hanya terbatas pada individu atau kolompok.64 Maulana Muhammad Ali sebagai mana
dikutip oleh Fuad Nashori, bahwa pada diri manusia terdapat dari nafs al-ammarah yang
merupakan tahapan dari ketika manusia memilki cenderungan untuk hanyut dalam naluri
paling terendah. Nafs al-lawwamah ketika manusia mulai menyadari kesalahan berbuat dosa
ketika telah berkenalan dengan petunjuk llahi dan Nafs al-muthmainnah, ketika jiwa
ketuhanan merasuk ke dalam kepribadian seseorang yang telah menga1ami kematangan
jiwa.65
Kerangka bangunan konsep “diri” di atas sangat berpengaruh model berpikir hingga
pengembangan aktualisasi diri manusia, karena secara sadar “kodrat nafsani” masih berada
dalam balutan “kodrat rabbani”, sehingga akan muncul rasa kesadaran spiritual thinking
lanjutan dari intellectual thinking yang tidak lain sebagai fase tertinggi dalam tradisi
pemikiran islam. Dalam Risālah Nūr disebutkan “Tanpa cahaya hati, cahaya pikiran tidak
akan bersinar; selama kedua lampu tidak digabungkan, semuanya gelap”.66
Hirarki Kebutuhan Versi Said Nursi
1. Kebutuhan Rabbani
a. Kebutuhan rasa Iman dan tawakkal
Said Nursi melalui “Exsistence and Divine Unity” yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi Al-Ahad Menikmati Ekstase Spiritual Cinta Ilahi (koleksi Risālah Al-Nūr)
pada bagian Iman, kebahagiaan dan penderitaan menjelaskan tentang kebutuhan akan rasa
keseimbangan iman dan tawakkal pada beberapa poin. Pertama, tawakkal; cahaya iman.
Manusia mencapai derajat kesempunaan tertinggi dan layak atas syurga hanya jalan satu-
satunya melalui cahaya iman, kekufuran merendahkan manusia hingga ke derajat terendah
sehingga pantas menghuni neraka. Said Nursi menyebutkan iman menghubungkan manusia
63Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy.…,hlm.479. 64Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy..hlm.480. 65 Fuad Nashori, ‘Pola-Pola Pengembangan Psikologi Islami’, PSIKOLOGIKA, 10.2 (1997), 89–113
<https://doi.org/10.11606/rco.v4i8.34762>. 66 Bediuzzaman Said Nursi, Sozler (Istanbul: Envar Nesriyat, 1991), hlm. 705.
22
kepada Sang Pencipta Yang Maha Agung dan pada dasarnya nilai manusia berasal dari
pemakaian iman.67 Hal ini sebagai bukti, bahwa kreasi Allah ditunjukkan dan diejewantahkan
melalui nama-namaNya. Karenanya, kekufuran sangat berdampak negatif dengan menutup
hasil kreasi Allah sehingga yang tampak hanya entitas fisik semata sama halnya dengan
seekor binatang fana.68 Said Nursi menganalogikan orang beriman seperti barang antik yang
bisa terjual mahal meskipun bahan dan biaya pembuatannya sangat murah, karena semata-
mata nilai seni dengan merek terkenal.69
Kedua, tawakal; pangkal keimanan. Iman menerangi manusia dan membuka semua
pesan yang dituliskan di dalam diri mereka oleh Dzat Tempat Bergantung dan berlabuh
semua manusia. Begitu juga, iman menerangi alam semesta dan menghilangkan kegelapan
masa lalu dan esok.70 Said Nursi menjelaskan dengan bukti emperis kaitannya dengan firman
Allah: Artinya: Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari
kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-
pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan
(kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Ketiga, Tawakkal; cahaya sekaligus kekuatan. Keimanan mengandung pengakuan
Ketunggalan Allah, menunduk patuh dengan kepasrahan kepada Allah, percaya kepada Allah
yang manghasilkan kebahagian di dunia dan akhirat. Heroisme iman yang disertai kasih
sayang adalah sikap tidak rela dihina dihadapan kaum dzalim dan tidak menghina pihak yang
terdhalimi.71 Sosok maknawi dunia Islam di masa yang akan datang memahami dan
mewujudkan tuntunan iman untuk menjaga kemulyaan Islam. Untuk memahami kebenaran
dan makna iman kepada Allah, Said Nursi memberikan sebuah ilustrasi seabagi renungan:
“Suatu ketika ada dua orang naik kapal berserta bawaan (beban) beratnya. Salah satu di
antara mereka meletakkan barang tersebut pada galadak langsung stelah kapal mulai
berjalan dan duduk di atasnya agar barang itu aman. Satu orang lagi, meskipun telah
diberi tahu untuk meletakan barang bawaan, menolak melakukannya dan berkata: aku
tidak akan meletakkannya, karena bisa hilang. Selain itu aku cukup kuat membawanya.
Lalu dia berkata dengan memeberi tahu: kapal besar yang bisa diandalkan ini lebih kuat
dan bisa membawanya dengan lebih baik. Kamu pasti akan kelelahan, merasa pusing
67 Bediuzzaman Said Nursi, Cahaya Iman Dari Bilik Tahanan. Penerjemah:Fauzi Faishal Bahriesy
(Jakarta: Risālah Nūr Press, 2019),hlm.57. 68 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Ahad Menikmati Ekstase Spiritual Cinta Ilahi. Penerjemah: Sugeng
Hariyanto (Jakarta: Prenada Media Groups, 2003),hlm102. 69 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Ahad Menikmati Ekstase Spiritual Cinta Ilahi. Penerjemah: Sugeng
Hariyanto…,hlm104. 70 Bediuzzaman Said Nursi, Cahaya Iman Dari Bilik Tahanan. Penerjemah:Fauzi Faishal…,hlm.59. 71 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy…,hlm.29-38.
23
dan tercebuh ke aut bersama bebanmu. Kekuatanmu akan habis dan bagaimana engkau
akan membawa beban ini yang semakin berat? Jika kapten kapal ini mengetahuimu
seperti ini, mungkin dia akan berkata sungguh engkau edan dan mengeluarkanmu dari
kapal ini. Atau mungkin akan berfikir bahwa engka tidak percaya pada kapal ini dan
mengejeknya, yang hal itu bisa mebuatnya memenjarakanmu. Juga engaku akan
dikucilkan dan menjadi bula-bulanan”.72
Keempat, Tawakkal: kedudukan tertinggi. Memungkinkan bagi individu menjadi
manusia sejati untuk memperoleh kedudukan di atas semua makhluk lain. Maka iman dan
ibadah adalah tugas yang paling fundamen dan sangat penting. Sebagai bukti nyata,
perbedaan antara bagaimana manusia dan binatang menuju eksistensi. Hampir dalam
waktu yang sangat singkat setelah kelahirannya, seekor binatang terlihat telah dilatih dan
disempurnakan kecakapannya di tempat yang lain. Dalam beberapa jam atau hari atau
bulan, binatang itu mampu menjalani kehidupan sesuai dengan kondisi pada kususnya.
Seekor burung pipit atau seekor lebah dianugerahi dengan keterampilan dan kemampuan
untuk berintegrasi ke dalam lingkungannya dalam jangka waktu 20 hari, sedangkan bagi
seorang manusia akan membutuhkan waktu selama 20 tahun. 73
“Thus, seeking assistance from the Divine Name of All-Wise and benefiting from the
effulgence of the Qur’an, from the beginning up to here our explanations have taken the
form of four ‘Fundamental Points’ in order to prepare the heart for acceptance, the soul
for surrender, and to convince the reason. But who are we that we should speak of this
matter? What does this world’s true Owner, the universe’s Creator, these beings’s
Master, say? We should listen to Him”.74
b. Kebutuhan kasih dan cinta ilahiah
Said Nursi mengulas tentang cinta dan kasihsayang berdasar pada apa yang telah
diperoleh melalui pengalaman. Menurutnya cinta dibagi menjadi dua, yakni cinta majasi dan
cinta hakiki. Cinta majasi terhadap sesuatu yang dicinta bisa berubah menjadi cinta hakiki,
jika pecinta majasi tersebut menyaksikan pada wajah dunia yang fana ini buruknya kefanaan,
lalu berpaling darinya dengan mencari kekasih abadi, di mana kemudian Allah memberinya
taufik untuk melihat dua sisi dunia yang indah berupa cermin Asmaul Husna dan ladang
akhirat ketika itulah cinta majasi yang tidak sesaui dengan syariat akan berubah menjadi cinta
72 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy…,hlm107. 73 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy…,hlm108. 74 Bediuzzaman Said Nursi, The Words On the Nature and Purposes of Man, Life, and All Things. Trans.
Sükran Vahide…,hlm.555.
24
hakiki.75 Akan tetapi dengan syarat bisa membedakan antara dunianya yang fana terkait
dengan kehidpannya, dan dunia luar.
Berbeda dengan orang yang melupakan diri sebagaimana kaum yang sesat dan lalai,
lalu tenggelam dalam dunia serta menganggap dunianya yang khusus seperti dunia secara
umum sehingga mencintainya, maka ia akan jatuh dan tenggelam dalam kubangan alam
kecuali orang yang diselamatkan oleh pertolongan Allah yang luar biasa.76 Said Nursi
berkata:
“You have lavished the love that belongs to God Almighty on yourself. Your own soul
has become your beloved and will cause you endless suffer- ing: you are not giving true
peace to that beloved. You are suffering con- stantly because you do not hand it over to
the Possessor of Absolute Power Who is the only true beloved and you do not trust
wholly in Him”.77
Menurut Said Nursi, rasa kasih sayang lebih dalam dan lebih tajam dari pada rasa cinta
dan rindu sehingga lebih bersinar, lebih tinggi dan lebih bersih, karena perasaan itulah yang
lebih layak dengan kedudukan kenabian. Sedangkan rasa cinta dan rindu kepada kekasih
secara majasi dan makhluk, meskipun sangat kuat, keduanya tidak layak disebut cinta hakiki
(maqam kenabian) yang mulia. Dalam hal ini, Said Nursi agak berbeda pendapat dengan
gurunya Imam Rabbani mengenai “cinta” dan “kasih sayang”. 78
2. Kebutuhan Ruhani
a. Kebutuhan rasa tahdabbur
Tadhabbur masih ada korelasi dengan organ manusia bernama hati (qalb) yang berbeda
dengan tafakkur yang ada kaitannya dengan rasio (otak). Terdapat empat sifat menurut Al-
Ghazali yang mempengaruhi qalbu terhadap kepribadian sseorang: b. Sifat kebinatangan c.
Sifat kesyaitanan. d. Sifat ketuhanan.79 Selama sifat ketuhanan tidak mampu mengimbangi
pola pikir akan sifat kebinatangan maka hanya akan memperoleh sikap tamak dan rakus,
diperlukan banyak suplemen sifat terpuji untuk mengimbangi salah satunya tadahbbur.
Konsep tadhabbur Said Nursi adalah mengamalkan dengan menyelami lautan di segala
75 Ahsanul Anam, ‘Pemaknaan Kalimat Lâ Ilâh Illâ Allâh Menurut Said Nursi’, Teosofi: Jurnal Tasawuf
Dan Pemikiran Islam, 3.2 (2015), 291 <https://doi.org/10.15642/teosofi.2013.3.2.291-316>. 76 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât, hlm.10-11. 77 Bediuzzaman Said Nursi, The Words On the Nature and Purposes of Man, Life, and All Things. Trans.
Sükran Vahide…,hlm.664. 78 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy…,hlm.46. 79 Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin, Terj. Ismail Yakub. Mengembangkan Ilmu-Ilmu Agama, Jilid 2.
(Singapore: Kerjaya Printing Industries Pte Ltd, 1992), 898.
25
sunnah-sunnah Nabi Muhammad Saw, melakukan semua perintah Allah SWT sesuai dengan
petunjuk dalam Al-Qur’ān yang bersifat fardhu ‘ain seperti melaksanakan ibadah shalat
dengan menyempurnakan syarat dan rukunnya, kemudian dilanjutkan dengan membaca zikir
seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw (al-ma’tsurat) serta dengan
meninggalkan dosa-dosa besar (al-kabair).
“……the understanding and imaginative power of one person the scope of whose
comprehension is very narrow with regard to time, place, and specialization, cannot
truly expound the Qur’an, for he cannot be acquainted with and be an expert in all the
exact sciences and the branches of knowledge concerned with the spiritual and material
states of nations and peoples, all of whom the Qur’an addresses”.80
b. Kebutuhan rasa ihsan
Adapun dasar gerakan dan pemikiran Said Nursi dalam menghadapi berbagai persoalan
dalam hidupnya selalu mengarah pada pemahaman serta penghayatan yang sangat mendalam
Al-Quran dan Al-Hadits. Buah dari kontemplasi panjang Said Nursi ini menghasilkan konsep
“Amal Positif” atau al-‘amal al-ijabi (positif action) yang menjadi acuan dari setiap nilai-
nilai penting yang menjadi senjata dalam mencapai kebutuhan rasa aman baik di dunia dan
akhirat. 81
Ustadi Hamsah mengulas tentang Müsbet Hareket (positive action) pemikiran Said
Nursi, dijelaskan bahwa ada keterkaitan müsbet (meniscayakan prilaku ramah) dan hizmet
(mengupakan berprilaku bermanfaat dan penuh kebermaknaan). Untuk mengupayakan
berprilaku baik maka tidak cukup bentuk perbuatan semata, akan tetapi diimbangi dengan
niat dengan tujuan baik, objek, alat, dan out put dari hasil prilaku tercermin baik.82
Berprilaku baik (positive action) adalah upaya pengosongan diri dari segala tindakan
yang dianggap tidak terpuji dengan mengisinya melalui tindakan terpuji dan prilaku ini
banyak dilakukan oleh Said Nursi di pengasingan di Barla. Sebagaimana disampaikan oleh
Said Nursi:
“Man’s actions result from the inclinations of his heart and emotions. They come from
the sensibilities of the spirit and its needs. The spirit is stirred into action through the
80 Bediuzzaman Said Nursi, Signs of Miraculousness The Inimitability of The Qur’an’s Conciseness.
Trans. Şükran Vahide (Angkara: Sözler Neşriyat A. Ş, 2013), hlm.14. 81 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy…,hlm.56. 82 Ustadi Hamsah, ‘Müsbet Hareket dalam Relasi Antar Agama Ditinjau Dari Perspektif Teori Hirarkhi
Kebutuhan Abraham Maslow’, Religi Jurnal Studi Agama-Agama, 14.2 (2019), hlm.272
<https://doi.org/10.14421/rejusta.2018.1402-06>.
26
light of belief. If an act is good, he does it; if it is evil, he tries to restrain himself.
Blinder emotions will not drive him down the wrong road and defeat him”.83
3. Kebutuhan Jasmani
a. Kebutuhan Jasmani hakiki
Manusia membutuhkan sebagian besar macam-macam makhluk di alam semesta
terhubung dengan mereka, kebutuhannya menyebar ke seluruh bagian dunia, dan hasratnya
meluas hingga keabadian.84 Setiap makhluk di muka bumi, sudah Allah jamin rezekinya.
Allah mengetahui segala yang dibutuhkan oleh makhluk-Nya, dalam hal ini skopnya
diperkecil menjadi setiap hamba-Nya. Dalam QS. Hud, 11;6 dijelaskan “tiada satupun
binatang melata di bumi ini, kecuali atas Allahlah Rezekinya”. Segala kenikmatan dan
kesempitan yang Allah berikan hanyalah sebagai cobaan semata, bukan sebagai
penghormatan atau penghinaan. Lewat perantara itu, akan tampak orang yang bersyukur
dengan orang yang bersabar, atau sebaliknya.
“Sustenance is indeed in a form worthy of love, and this form is to be seen through
thanks. However, the passion of the misguided and heedless for sustenance is
animality. You can make further comparisons in this way and see what a loss the
heedless and misguided suffer”.85
Secara jasmani, etos kerja bagian dari pancaran atau cara pandang yang terpantul dari
sikap hidup manusia yang mendasar tentang suatu pekerjaan atau perbuatan.86 Ahmad Janan
Asifudin memberikan defenisi etos kerja sebagai pandangan atau sikap seseorang tentang
cara kerja yang dimiliki seseorang atau sekelompok komunitas.87 Said Nursi sendri
menganjurkan kepada kepada para murid-muridnya agar selalu berkarya (bekerja), dengan
semangat ta’awun, saling membantu (berkoalisi) dalam menuju kebaikan dan tak sedikit pun
tidak mengizinkan umatnya untuk berkolusi untuk menuju perseteruan dan perselisihan.
Bekerja dalam pandangan Khalifah Umar bin Khattab merupakan kewajiban dan tanggung
jawab setiap Muslim, dengan tetap mengindahkan etikanya. Jika kita berkerja dengan halal
dan kita dapatkan sesuatu yang halal, dan kita manfaatkan hasil karya kita pada semua yang
halal pula, maka akan kita peroleh barakah Allah darinya.
83 Bediuzzaman said Nursi, The Damascus Sermon. Trans. Şükran Vahide…hlm.62. 84 Bediuzzaman Said Nursi, The Words On the Nature and Purposes of Man, Life, and All Things. Trans.
Sükran Vahide…,hlm.328. 85 Bediuzzaman Said Nursi, Letters. Trans. Şükran Vahide and Others…,hlm.422. 86 Musa Asyarie, Islam, etos kerja & pemberdayaan ekonomi umat (Yogyakarta:Lesfi, 1997),hlm.56. 87 Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islami (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2004),hlm.90.
27
b. Kebutuhan Jasmani Metaforis
Model kebutuhan metaforis berada di luar jaminan Allah, maka harga harus
dikeluarkan untuk memperolehnya sangat mahal karena mengejar mereka dari pada kegunaan
sebenarnya. Kodrat manusia sering terjebak kepada hal-hal bersifat konsumtif sehingga
“keinginan” mennggantikan kedudukan “kebutuhan” yang sebenarnya tidak begitu penting,
sehingga menjadi pecandu buta lantaran tidak bisa mebedakan antara keinginan dan
kebutuhan dalam cengkraman sifat taklid.88 Said Nursi mengilustrasikan cerita seorang yang
terkenal dermawan yaitu Hatim Ath-Thoi.
“Pada suatu hari beliau mengadakan pesta dan jamuan, ia berikan berbagai hadiah
penghargaan kepada para tamu-tamunya. Lalu ia keluar bejalan di padang pasir, di tengah
perjalanannya ia melihat seorang kakek tua renta miskin sedang berdarah-darah memikul
berat berban berupa kayu, ranting yang berduri di pundaknya. Lalu, sang Hatim
memanggil kakek tua miskin tesebut “Wahai syekh!, hari ini saya (Hatim Ath-Thoi)
sedang menyelenggaran jamuan besar dan membagi-bagikan hadiah berharga, cepatlah
pergi ke sana barangkali engkau juga mendapatkan harta yang nilainya berlipa-lipat dari
pada yang engkau pikul”. Namun sang kakek tua miskin berkata “aku akan memikul
barang ini dengan kehormatan diriku. Aku tidak mau menjatuhkan harga diriku untuk
mendapatkan pemberian Hatim Ath-Thoi”. 89
Said Nursi mengatkan bahwa kebutuhan jasmani pada setiap waktu berbeda sesuai
dengan kadar kebtuhannya. Maka dari itu, untuk sebagian orang di setiap waktu
membutuhkan “Dia adalah Allah” bagi ruh seperti kebutuhan tubuh terhadap udara. Lalu
untuk sebagian lain pada setiap waktu seperti “dengan nama Allah”, demikian seterusnya.
Jadi, pengulangan ayat dan kata adalah untuk menunjukkan berulangnya kebutuhan sekaligus
mengisyaratkan adanya kebutuhan manusia yang mendesak terhadapnya, serta untuk
mendorong munculnya rasa butuh terhadap nutrisi spiritual tersebut.
4. Kebutuhan Nafsani
a. Kebutuhan akan rasa qona’ah
Pengertian Qona’ah adalah menerima dengan sepenuhnya sesuai kenyataan bukan ada
apanya. Artinya selalu dalam prasaan potisif thingking apapun kondisi yang sedang dialami.90
Menerima secara tulus dengan penuh rasa ikhlas atas rizki Allah, dengan penuh mengambil
ibrah dan manfaat susuai keperluan hidup untuk meningkatkan ketaatan Takwa pada Allah .91
88 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Lama’at; Membumikan Inspirasi Ilahi. Penerjemah: Fauzy Bahreisy dan
Joko Prayitno…,hlm.128. 89Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy...hlm.129. 90 Moh. Saifulloh Al Azis, Risalah Memahami Ilmu Tashawwuf (Surabaya: Terbit Terang, 1998),hlm.23. 91 Moh. Saifulloh Al Azis, Risalah Memahami Ilmu Tashawwuf (Surabaya: Terbit Terang, 1998),hlm.23.
28
Pada dasarnya, ajaran Islam memberi pedoman bagi umatnya agar selalu berprasangka dan
berperilaku qona’ah dalam menjelani kehidupan. Qona’ah tidak lain sebagai sikap dengan
kesungguhan kerelaan dalam menerima setiap anugerah Allah berupa rezeki dan selalu
merasa bercukupan yang melalui berbagai ikhtiyar secara optimal.92 Qona’ah memilki lawan
kata berupa tamak. HR. Bukhari-Muslim yang artinya “Bukanlah kekayaan itu lantaran
banyak harta, akan tetapi kekayaan itu adalah kekayaan jiwa”.93 Hadist ini menjelaskan
bahwa jiwa yang sudah merasa cukup dengan apa yang ada, tidak terlalu rakus dan merasa
selalu kurang.
Said Nursi mengimbau kepada murid-muridnya (thullabunnur) agar lebih
mengutamakan orang lain dibandingkan dirinya sendiri dalam hal pangkat, kedudukan,
penghormatan, perhatian, dan manfaat yang murni antar sesama, seperti mengajarkan hakikat
keimanan kepada yang lain. Said Nursi menyuruh agar janganlah bertekad untuk
mewujudkan segala sesuatu dikerjakan sendirian, karena usaha tersebut hanya akan
mewujudkan pada rasa ‘ujub yang seharusnya dicegah agar tidak masuk ke dalam diri
manusia.94
b. Kebutuhan akan rasa wara’
Wara’ yaitu meninggalkan sesuatu yang tidak jelas atau belum jelas hukumnya atau yang
disebut subhat. Rasa wara’ adalah sifat meninggalkan semua yang meragukan dirimu dan
menghilangkan semua yang membuat jelek dirimu, dengan meninggalkan
perkara syubuhat dan berhati-hati berjaga dari semua larangan Allah. Syaikhul Islam ibnu
Taimiyah menggambarkan sikap wara’ ini dengan ungkapan:
“sikap hati-hati dari terjerumus dalam perkara yang berakibat bahaya yaitu yang jelas
haramnya atau yang masih diragukan keharamannya. Dalam meninggalkan perkara
tersebut tidak ada mafsadat yang kebih besar dari mengerjakannya”95
Seorang tidak dikatakan memiliki rasa wara’ sampai menjauhi perkara syubuhat (samar
hukumnya) karena takut terjerumus dalam keharaman dan meninggalkan semua yang
dikhawatirkan merugikan akhiratnya. Sebagaimana dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW:
92 Shalahuddin, ‘Qona’ah dalam Persfektif Islam’, Edu-Math, Vo4 (2013), 60–67 <https://adoc.tips/qona-
ah-dalam-persfektif-islam.html>. 93 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu’ Wa Al-Marjanu Fima Ittafaqa’alayhi Asy-Syaykhani Al-
Bukhari Wa Muslimun. Penerjemah : Tim Penerjemah Aqwam (Jakarta: Umul Quro, 2010),hlm.130. 94 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy...,hlm.345 95 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Kumpulan Fatwa Ibnu Taimiyah. Penerjemah Amir Al Jazzar, Anwar
Al Baz (Jakarta: Pustaka Azzam, 2016),hlm.10.
29
“Perkara halal sudah jelas dan yang harampun sudah jelas. Diantara keduanya (halal dan
haram ini) ada perkara syubuhat (samar hukumnya) yang banyak orang tidak
mengetahuinya. Siapa yang menjauhi perkara syubuhat ini maka ia telah menjaga
agamanya dan kehormatannya. Siapa yang terjerumus dalam perkara syubuhat ini seperti
seorang gembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir
menjerumuskannya. Ketahuilah setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan
Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkanNya“. (Muttafaqun ‘Alaihi).
Semua asumsi dan subhat akan terbuang jauh dengan bersandar pada kesepakatan mereka
yang memosisikan setiap mursyid.96 Said Nursi berkata:
“Wahai saudara-saudaraku yang risau memikirkan kesulitan hidup dan mabuk akibat
sikap rakus terhadap dunia! Mengapa engkau menerima hinaan atas diri kalian demi
sikap tamak, padahal ia mendatangkan sejumlah bahaya dan bancana, lalu engkau
menerima setiap harta tanpa peduli apakah ia halal atau haram?! Untuk itu kalian rela
mengorbankan berbagai urusan penting yang dibutuhkan untuk kebutuhan ukhrawi.
Bahkan karena sikap tamak tersebut kalian rela meningkalkan salah satu rukun islam
yang penting yaitu zakat padahal ia merupakan pintu keberkahan bagi setiap manusi
serta cara untuk menagkal bala dan musibah. Orang yang tidak menuaikan zakat harta,
pasti akan kelihalangan harta sebanyak kadar tersebut, atau jika mengeluarkan untuk
urusan yang tidak penting”.97
c. Kebutuhan cinta antar sesama
Pada era modern ini, menurut Said Nursi kaum muslimin sedang menderita infreoritas
dan penyakit komplek. Di antara macam-macam penyakit yang sedang menggerogoti dan
menjadi beban bagi mereka adalah hayat al-ya’s artinya nuansa hidup yang serba dalam
keputus asaan, krisis kejujuran untuk merajut kehidupan berkebangsaan sosial dan
membangun politik, hubb al-‘adawah artinya cinta perselisihan, kedunguan (al-jahl),
egoisme dan despotisme (al-istibdad).98 Dalam menjalani kehidupan di dunia, harus
dipenuhi dengan makna cinta dan kasih sayang karena tidak ada yang lebih patut dibenci
dan dimusuhi kecuali rasa kebencian dan permusuhan itu sendiri. Rasa cinta dan kasih
sayang merupakan pelabuhan besar untuk kehidupan penghuni bumi (manusia).
Sepanjang tulisan-tulisan Said Nursi di Risālah Al-Nūr, ada hubungan yang kuat antara
kepercayaan dan kedamaian batin (persaudaraan) dilihat dari banyak argumen dan analogi
ketika memberikan penjelasan, bahwa kepercayaan pada Allah menyiratkan seseorang
96 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy…,hlm.789. 97 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy…,hlm.474. 98 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Lama’at; Membumikan Inspirasi Ilahi. Penerjemah: Fauzy Bahreisy dan
Joko Prayitno…,hlm.107.
30
memiliki pengetahuan tentang Allah dan tahu bagaimana menafsirkan “karya Allah”. Said
Nursi menjelaskan dalam menghargai orang lain dibutuhkan rasa keikhlasan yang bisa
diukur oleh sejauh mana manusia bisa mengutamakan kepentingan orang lain dibandingkan
dirinya sendiri. Mengutamakan orang lain (saudara-saudara) dari pada dirinya sendiri dalam
hal tingkatan, kedudukan, penghormatan, perhatian, serta dalam hal yang terkait dengan
materi di mana nafsu manusia biasanya tamak dan senang kepadanya.99
Adapun solusi terakhir yang disuarakan Said Nursi untuk mengatasi maraknya aksi
permusuhan sesama manusia adalah dengan memperjuangkan jihad maknawi (al-jihad al-
ma’nawi) atau jihad moral dan spiritual (ruhaniyah). Bentuk perjuangannya di sini adalah
melalui tindakan positif dan langkah damai dengan menjaga stabilitas keamanan dalam
negeri (ta’min al-amn al-dakhili) dan mencegah terjadinya tindakan anarkis yang merusak,
utamanya kerusakan yang berupa non-fisik (al-takhribat al-ma’nawiyah).
“The Four Steps in this way of impotence, poverty, compassion, and reflection have
been explained in the twenty-six Words so far written, which are concerned with
knowledge of reality, the reality of the Shari‘a, and the wisdom of the Qur’an”.100
(Empat Langkah impotensi, kemiskinan, kasih sayang, dan refleksi ini telah dijelaskan
dalam dua puluh enam Kata yang sejauh ini ditulis, yang berkaitan dengan
pengetahuan tentang realitas, realitas Syariat, dan kebijaksanaan Al-Qur'an).
d. Kebutuhan tafakkur
Nabi Adam diajari nama-nama berupa mukjizat berupa sperioritas dibandingkan
Malaikat berkat kesesuaian martabatnya sebagai khalifah fil ardh satu ketentuan Allah di
muka bumi. Kejadian ini telah membentuk titik awal bagi sebuah prinsip universal; karena
sifat Adam yang kaffah, komprehensif, maka umat manusia dididik, sejumlah besar
informasi, ilmu-ilmu yang berkenaan dengan segala aspek jagad raya serta pengetahuan
yang luas tentang sifat dan tindakan sang pencipta.101 Kodrat nalar atau berpikir disebut al-
aql menurut Al-Kindi sebagaimana dialih bahasakan oleh T. J. De Boer dibagi atas empat
bagian.102 Yaitu: 1. Akal aktif, yakni akal yang selalu bertindak. 2. Akal potensial, yakni
akal yang secara potensial berada di dalam jiwa manusia. 3. Akal yang beralih dari akal
99 Bediuzzaman Said Nursi, Risalah Ikhlas & Ukhuwah (Jakarta: Risālah Nūr Press, 2016),hlm. 72-74. 100 Nursi, The Words On the Nature and Purposes of Man, Life, and All Things. Trans. Sükran
Vahide…,hlm.493. 101 Bediuzzaman Said Nursi, Dari Balik Lembaran Suci. Penerjemah: Sugeng Hariyanto (Jakarta:
Prenada Media Groups, 2003),hlm.18-19. 102 T. J. de Boer., The History of Philosophy in Islām. Translated by E. R. Jonas, B.D. Pp. 216 (London:
Luzac & Co, 1903),hlm.327 <https://doi.org/https://doi.org/10.1017/S0035869X00031798>.
31
KEBUTUHAN
RABBANI
KEBUTUHAN
RUHANI
KEBUTUHAN
NAFSANI
KEBUTUHAN
JASMANI
- R. Iman &Tawakkal - R. Kasih dan Cinta Ilahiyah
- R. Qona’ah - R. Wara’ - R. Persaudaraan -Kebutuhan Tafakkur
- Kebutuhan Hakiki -Kebutuhan Metaforis
- Kebutuhan Tadhabbur - R. Ihsan
SPIRITUALITAS SEBAGAI
KEBUTUHAN SEPUNCAK
potensial menjadi akal aktual, yakni akal yang telah berubah di dalam “jiwa” dari kodrat
menjadi aktual. 4. Akal lahir, yakni akal yang memiliki pengetahuan tanpa dipraktikan.
Secara spesifik Said Nursi menjelaskan bahwa ego terbagi menjadi dua sisi bagian
yang tentu berbeda dengan konsep ego yang diutarakan oleh Sigmund Freud. Bagi Nursi,
ego adalah tafakkur merupakan kunci untuk membuka perbendaharaan nama-nama Allah
yang bersembunyi dan rahasia alam yang terkunci yang terdapat dua sisi. Yaitu; pertama
sisi berfikir harfi. Model berfikir ini mengarah kepada hakikat kenabian menjadi tempat
tumbuhnya penghambaan (ubudiyah) yang tulus kepada Allah. 103 Kedua sisi berfikir Ismi,
yaitu berfikir yang telah menjadi alat filsafat sebagai sumber kebenaran. Ego tafakkur ismi
menunjukkan makna pada dirinya lewat dirinya”.104 Makna dan eksistensinya terdapat
pada dirinya dan bekerja untuk dirinya, sementara ujudnya dianggap otentik dan asli,
bukan bayangan. Ia dianggap memiliki karakter yang khusus. Ia merasa memiliki hak
dalam kehidupan serta sebagai pemilik hakiki dalam wilayah kekuasaannya dengan
menganggap asumsinya sebagai hakikat yang nyata. 105
GAMBAR; 5
Hirarki Kebutuhan Manusia versi Bediuzzaman Said Nursi106
103Bediuzzaman Said Nursi, Risalah Ana & Thabiat. Penerjemah: Fauzi Faishal Bahrieisy,…,hlm.13. 104Bediuzzaman Said Nursi, Risalah Ana & Thabiat. Penerjemah: Fauzi Faishal Bahrieisy …,hlm.14. 105 Bediuzzaman Said Nursi, Risalah Ana & Thabiat Penerjemah: Fauzi Faishal Bahrieisy…,hlm.16. 106 Hirarki ini dibuat dengan ijtihad penyusun yang terinspirasi dari model hirarki kebutuhan menurut
Abraham Maslow.
32
Spiritualitas sebagai kebutuhan puncak
Psikologi Humanistik memandang manusia sebagai satu kesatuan yang utuh antara
raga, jiwa, dan spiritual. Menurut Psikologi Humanistik, susunan struktur psikis manusia
terdiri dari dimensi somatis (raga), psikis (kejiwaan), dan noetik (keruhanian), atau disebut
juga dengan dimensi spiritual. Mengenai susunan jiwa manusia, Psikologi Humanistik
memiliki perbedaan cara pandang dengan Psikoanalisis dan Behaviorisme. Psikologi
Humanistik memandangnya secara vertikal-sirkular ke dalam, atau dari luar ke dalam.107
Oleh karena itu, Psikologi Humanistik disebut juga dengan height psychology, yaitu
memandang struktur jiwa manusia secara vertikal ke dalam.
Secara garis besar, Said Nursi telah memberi penjelasan tentang bangunan manusia
terdiri atas empat aspek yang kesemuanya merupakan sifat mereka sendiri. Pertama,
Hewani (kebinatangan), dibangun di atas persyaratan dasar kehidupan, seperti kebutuhan
biologis kita, makanan, tempat berlindung dan pertahanan. Kedua, Homo Sapience
(Bashariyyah); didasarkan pada potensi kemanusiaan, seperti emosi dan intelijen. Tetapi
pada tingkat ini, emosi sangat aktif dan tidak memiliki batasan. Manusia adalah otentik,
menurut Nursi, ketika ia mulai menggunakan kecerdasannya secara aktif; dan karena itu,
kecerdasannya tidak hanya potensial tetapi sepenuhnya aktif. Ketika intelek dibimbing
oleh wahyu ilahi maka sifat spiritualnya juga menjadi aktif. Ketiga, Kemanusiaan Sejati
(Insaniyyah). Keempat, spiritualitas (Alam Malaikat). 108
107 Ujam Jaenudin, Psikologi Transpersonal (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 12 108 Bediuzzaman Said Nursi, The Words On the Nature and Purposes of Man, Life, and All Things.
Trans. Sükran Vahide…,hlm.324.
33
GAMBAR;7
Kenikmatan Spiritual Menurut Said Nursi
Kebutuhan akan rasa spiritualitas sangat bergantung pada kepekaan jiwa yang menurut
terminologi Al-Qur’ān disebut dengan hati (qalb).109 Karena, hati sangat berkorelasi pada
hal-hal bersifat transendetal dalam bimbingan Al-Qur’ān dan hadiś Nabi SAW. Terbukti,
sejarah Islam memperlihatkan bahwa Al-Qur’an dan Hadis memiliki kemampuan sangat
luas dalam penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) serta kesanggupan yang sangat dahsyat dalam
memperbaiki hati sebagai tempat jiwa insani, jiwa rahasia, dan jiwa maharahasia.110 Dalam
konetk ajaran Islam, spiritual menjadi bagian terpenting karena ujud dari sebuah kualitas
ruhani yang khas pada diri mausia seperti ma‘rifah, cinta, hasrat mencari kepada Allah,
ilmu, ihsan, ikhlas, cinta, taubah, tawakkal, dan jujur.111 Begitu juga kenikmatan
spiritualitas (pengalaman puncak) Said Nursi melalui perjalanan dengan kerajaan “ana”
yang mampu memberi kekuatan dalam perjuangan tiada henti baik dari internal (godaan
nafsu pribadinya) dan eksternal (intimedasi dan rayuwan dari penguasa), sehingga
termasuk pada golongan manusia sempurna.112
109 Ary Ginandjar Agustian, Kecerdasar Emosi dan Spiritual Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun
Islam (Jakarta: Arga, 2001),hlm.89. 110 M. Quraish Shihab, Dia Dimana-Mana: “Tangan” Tuhan Di Balik Setiap Fenomena…hlm.150. 111 Baharuddin, Paradigma Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 237. 112 Bediuzzaman Said Nursi, Letters. Trans. Şükran Vahide and Others…,hlm.536.
34
GAMBAR 8
Pengembangan karakter Spiritualitas
Seseorang dipastikan sedang memiliki pengalaman spiritualitas jika mampu
merasakan dan melihat realitas secara terus menerus dan lebih sangat efesien, dengan sikap
penerimaan akan keberadaan dirinya sendiri, keberadaan di luar dirinya dan takdir, fokus
pada sebuah persoalan, memiliki persepsi memisahkan dari dirinya, seperti kebutuhan
kesendirian, otonom, sosial, kemandirian terhadap kebukodratan dan lingkungan.113 Dalam
argumentasi Said Nursi, pencapaian kebutuhan tertinggi bagi seseorang tidak bisa terlepas
dari pemenuhan kebutuhan yang sudah disebutkan di awal.
Kebutuhan puncak bagi Said Nursi adalah penyucian jiwa melalui kaidah-kaidah
spiritual dengan memposisikan “diri” sebagai “pelayan iman” dengan berkeyaninan bahwa
perjalananan perkembangan jiwa manusia untuk mencari jati diri tidak lain sebagai
benteng Tauhid.114
“Manusia yang jiwanya tersinari oleh cahaya iman dapat mengemukakan seluruh
kebutuhannya tanpa ada penghalang di hadapan Sang Mahaindah yang Mahaagung,
Sang Mahakuasa Yang Maha Sempurna. Ia dapat meminta sesuatu yang bisa
mewujudkan keinginannya di mana dan kapan saja ia berada. Ia bisa mengungkap
113Istilah kebutuhan spiritual hampir sama dengan apa yang diungkapkan oleh Abrahma Maslow dengan
teori “peak experience”. Abraham Maslow, The Farther Reaches of Human Nature (Canada: Penguin Books,
1971), hlm.55. 114 Bediuzzaman Said Nursi, Iman Kunci Kesempurnaan. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy…,hlm.26.
35
hajat dan seluruh kebutuhannya di hadapan Sang Mahakasih yang memiliki
khazanah rahmat yang luas dengan bersandar pada kekuatan-Nya yang mutlak.
Dengan begitu, ia menjadi sangat gembira dan bahagia”.115
Epistemologi Spritualitas Said Nursi
Said Nursi memberikan definisi bahwa tasawuf adalah jalan napak tilas guna
mengenal dan mengekalkan hakikat keyakinan melalui tuntunan Al-Quran lewat jalan
spiritual mengarah pada panduan Hadis Nabi Muhammad SAW diawali dengan langkah
kemantapan hati, kemudian akan menggapai ke tingkat rasa transendensi dengan Allah
SWT.116 Said Nursi banyak memainkan peran analogis dialektis teks dalam
menafsirkan secara secara mendalam memberikan pemahaman ajaran dasar kewahyuan
kepada murid-muridnya, bahkan beliau lebih banyak memainkan penjelasan bersifat
metaforis. Said Nursi sangat memiliki peranan besar dalam membentuk cara pandang
melalui metode analogis, terlebih menyangkut persoalan bentuk formal secara lafdiyah
dan makna yang ada dalam teks Al-Qur’an. Beliau layak disebut dan berposisi sebagai
“pemikir Islam modern”.
Di tangan Said Nursilah banyak kajian-kajian tentang kepribadian spiritualitas
manusia yang tidak lain hasil dari interpretasi perjalanan spiritualitasnya sehingga bisa
dijadikan acuan dasar berfikir logis dalam mengetahui hakikat hidup. Hal ini adalah satu
metode melalui proses tafakkur yang digunakan dalam menarik sebuah kesimpulan
terhadap suatu kasus mulai dari faktor internal (dirinya sendiri) dan faktor eksternal
(faktor politik) dengan menggunakan metode metaforis. Model analogi semacam ini
umumnya disebut istilah qiyâs al-‘illah, yaitu sebuah metode dengan menganalogisasi
sebuah kasus (yang pada saat itu belum ada yang membahas) dan tetap bersandar pada
suatu entitas yang tersirat dalam teks-teks Al-Qur’an dan Hadis.
115 Bediuzzaman Said Nursi, Iman Kunci Kesempurnaan. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy…,hlm.66-
67. 116 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy…,hlm.564.
36
GAMBAR; 9
Bangunan Kerajaan “Ana” Said Nursi
Penyusun menemukan epistemologi yang digunakan oleh Badiuzzaman Said Nursi
sangat akrab dengan istilah makna-yi ismi dan makna-yi harfi. Makna-yi ismi sebagai makna
nominal setiap benda sebagai material wujud yang tidak mengisyaratkan kepada kewujudan
Tuhan. Sementara, makna-yi harfi merupakan makna indikatif yang dimiliki setiap benda
yang mengisyaratkan kewujudan Allah sebagai Tuhan. Hakikat diri dalam manusia
sesungguhnya menurut Said Nursi sangat dengan istilah ‘Ana’ (aku) dianggap sebagai salah
satu kunci yang mampu mengetahui menifestasi kerahasiahaan Allah.117 Aktifasi “ana”
adalah melalui kesucian “diri” atas kesadaran sebagai “pelayan iman” sebagai alat pengukur
dalam mengetahui sifat-sifat rububiyah serta uluhiyah Tuhan Yang Maha Esa. Menjaga
kesucian diri adalah amanah yang Allah letakkan dalam tangan manusia yang digambarkan
melalui alat ukur sifat Allah, seseorang akan mengetahui hakikat Ana dengan huraian seperti
di atas akan masuk dalam kategori orang-orang yang mendapat kabar baik daripada firman
Allah S.W.T. di dalam ayat 9 Surah As-Syams “Sesungguhnya berjayalah orang yang
menjadikan dirinya yang sedia bersih bertambah-tambah bersih (dengan iman dan amal
kebajikan).” Di samping itu, mereka juga telah menunaikan amanah dengan sempurna. Sebab
itulah, mereka mengenal pasti hakikat setiap makhluk dan misi mereka dalam kehidupan ini.
117 Nursi, Risalah Ana & Thabiat. Penerjemah: Fauzi Faishal Bahrieisy….,hlm.90.
Makna-yi Ismi
ALLAH
Makna-yi Harfi “ANA”
PELAYAN IMAN
37
Orientasi Peak Exsperience Said Nursi
Spiritualitas pengalaman batin tergantung pada pengalaman masing-masing individu
menyangkut hubungan dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta (transenden).
Spiritualitas merupakan hubungan personal seseorang terhadap sosok transenden. Spiritualitas
mencakup inner life individu, idealisme, sikap, pemikiran, pikiran dan
pengharapannyaterhadap yang Mutlak. Spiritualitas juga mencakup bagaimana individu
mengekspresikan hubungannya dengan sosok transenden tersebut dalam kehidupan sehari-
hari. Perjalanan napaktilas spiritual Said Nursi dimulai dari ketika membaca karya Futuh Al-
Ghaib tidak lain karya guru pertamanya, yaitu Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, dengan
menemukan beberapa nasihat-nasihat spiritualnya, ia (Said Nursi) seolah-olah menjalani
semacam operasi dasyat pada perjalanan batin ruhnya. 118 Pada saat membaca kitab Futuh Al-
Ghaib Said Nursi tidak sanggup membaca “lautan spiritual” tersebut secara tuntas hanya
mampu membaca separuh kemudian mengembalikan ke tempat Rak bukunya.119 Namun
dampak membaca kitab tersebut, beliau mengalami perasaan senang bahkan rasa sakit
seketika sembuh.
Dengan selalu berharap mendapatkan pencerahan spiritual yang berlimpah, Said Nursi
melanjutkan membaca kitab tersebut hingga tuntas dan mendapatkan manfaat besar akibat
membacanya.120
“….This phrase conveys the following good news to the human spirit, suffering as it
does countless needs and the attacks of innumerable enemies. On the one hand the spirit
finds a place of recourse, a source of help, through which is opened to it the door of a
treasury of mercy that will guar- antee all its needs. While on the other it finds a support
and source of strength, for the phrase makes known its Creator and True Object of
Worship, who possesses the absolute power to secure it from the evil of all it enemies; it
shows its master, and who it is that owns it. Through pointing this out, the phrase saves
the heart from utter desolation and the spirit from aching sorrow; it ensures an eternal
joy, a perpetual happiness”.121
Melalui jalan spiritualitas, self (qalbu) yang tidak lain sebagai pusat kesejatian manusia
akan terus aktif dan menyala-nyala mejalar ke fakultas-fakultas lainnya sehingga memenuhi
118 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy…,hlm.457. 119 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy…,hlm.458. 120 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy…,hlm.459. 121 Bediuzzaman Said Nursi, Letters. Trans. Şükran Vahide and Others…,hlm.262-263.
38
tujuan penciptaan semua makhluk.122 Mendorong kehadiran self (qalbu) berbentuk nyata
(muhadharah) dan berbentuk kebenaran (al-Haqq) yang tanpa dibayangkan (musyahadah).123
Ketika self (qalbu) menjadi kampung halaman iman, amal, dan kebaikan, maka akan menjadi
sebuah sungai yang mengalirkan inspirasi disertasi pancaran berasal dari hablum minallah,
hablum minannas dan hablum minal alam. 124 Jalan kebenaran adalah membangun jalan
realitas berasal dari jalan raya keabadian, yaitu Al-Qur’an. Pada posisi ini, Said Nursi sangat
getol membela hak-hak makhluk terhadap serangan kaum filosof materialis terutama
tuduhan-tuduhan yang tidak berarti dan tanpa tujuan yang menunjukkan beberapa ketidak
konsistenan gagasan Ibn Arabi tentang Unity of Existence (wahda al-ujud), untuk benar-benar
menegaskan kesatuan Ilahi dan sepenuhnya masuk ke hadirat Tuhan harus menurunkan alam
semesta ke tingkat imajinasi dan melemparkannya ke dalam ketidakberadaan.
Dapat difahami, pengalaman puncak (peak experience) spiritualitas Said Nursi lebih
mengedepankan muhadharah dari pada musyahadah, bahkan mengkritik pengikut aliran
musyahadah yang ikut-ikutan tanpa dasar dengan menjelaskan arti sebagai tanggapan atas
konsep wahdatul wujud Ibnu Arabi.
“Penumpuan hati kepada wujud Allah SWT yang wajibul wujud (wajib adanya) dan
melupakan yang lain. Karena setiap makhluk adalah bayangan atau khayalan yang tidak
mempunyai sifat wujud hakiki dan tidak layak diberikan sifat wujud dalam konteks
wajibul wujud Allah SWT. Ia tidak lebih dari refleksi sifat-sifat Allah SWT yang agung
melalui Asma al-Husna”. Sebetulnya yang dimaksud wahdatul wujud yang merangkum
wahdatus syuhud (Tuhan terlihat pada semua benda) merupakan suatu persinggahan
tasawuf yang amat penting.125
Pengetahuan tentang Risālah Al-Nūr adalah konsekuensi wajar dari keyakinan atau
keyakinan kuat yang ingin dicapai Said Nursi dan bagi orang-orang agar terhindar dari
kesesatan. Beliau menyebut iman tahkiki; yaitu, keyakinan afirmatif tertentu atau
keyakinan melalui investigasi. Sebagai persetujuan dan verifikasi yang disengaja, itu
adalah kebalikan dari kepercayaan melalui peniruan (taklidz iman), yang menurut Nursi
bisa dengan mudah ditiadakan oleh skeptisisme di era ilmiah. Kekuatan dari kepercayaan
semacam itu terletak pada hati, jiwa, dan kemampuan batinnya yang meluap-luap serta
memuaskan kecerdasannya, yang kemudian menjadi kebal terhadap bisikan Setan.126
122 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy…,hlm.457-458. 123 Abdul Muhya, Psikologi Transpersonal,…,hlm.194. 124 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy…,hlm.198. 125 Nursi, Anwar Al-Hakikat; Mabahits Fi Al-Tasawwuf Wa Al-Suluk. Trans: Ihsan Qasim…,hlm.56. 126 Bediuzzaman Said Nursi, The Key to Belief (Istanbul: Sozler Publications, 1998),hlm.19.
39
Aktualisasi diri dan Insan Al-Kamil
1. Aktualisasi diri sebagai khalifah Allah
Said Nursi mengkonsepsikan bahwa tidak ada makhluk yang paling berbahaya di muka
bumi ini dibandingkan dengan manusia yang tidak lagi menganggap dirinya hamba Tuhan.
Stidaknya, manusia harus aktif di dunia ini dengan memelihara keharmonisan alam dan
menyebarluaskan berkah dan karunia karena kedudukannya sebagai perantara.127 Ekspresi
keagamaan, setidaknya tidak sekadar menjadi perhatian publik (public concern), namun lebih
fokus pada spiritual modernitas yang bermakna, holistis, menyentuh tatanan kosmis, yang
menempatkan isu-isu lingkungan secara komprehensif pada sikap dan ide yang solutif.
Manusia adalah salah satu entitas yang diciptakan oleh Allah dalam seluruh sistem
ekologi, karena keberadaannya selalu berkorelasi dengan entitas lingkungan lainnya.128
Dalam manifestasinya, Islam membagi interaksi manusia menjadi tiga kategori; interaksi
dengan Allah (Pencipta), interaksi dengan manusia (entitas lingkungan dari spesies yang
sama) dan interaksi dengan lingkungan (entitas selain manusia).129 Ini menunjukkan bahwa
kesempurnaan (syumul) Islam bergantung pada penerapan seluruh interaksi antara manusia
dengan sesama manusia dan lingkungan; fisika dan metafisika. Interaksi manusia dengan
alam berupa akhlak manusia kepada alam semesta menurut Said Nursi. Alam semesta dengan
segala unsurnya, dari yang terbesar hingga terkecil, dari benda mati hingga makhluk hidup,
seluruhnya diciptakan dengan takaran yang sesuai dengan porsinya masing-masing. Adanya
keteraturan dan keterkaitan, saling mendukung dan membantu, saling memenuhi kebutuhan
dan kerja sama yang harmonis untuk sebuah tujuan universal menunjukkan bahwa semua
makhluk diatur oleh Sang Pengatur dan Pemelihara Tunggal.
Allah SWT mampu memperindah alam semesta yang luas dan menghiasi lalu
melengkapinya sebagaimana sebuah rumah untuk ditempati untuk manusia, serta telah
menunjuk manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi, Dia memberikan kepercayaan
tertinggi kepada`manusia untuk mengolah alam, mendaki gunung, dan menaiki langit. Allah
telah mengangkat manusia untuk menduduki posisi komandan atas makhluk hidup lainnya
127 Bediuzzaman Said Nursi, Risalah Ihlas & Ukhuwah (Jakarta: Risālah Nūr Press, 2015), hlm.78. 128 Arya Hadi Dharmawan, ‘Dinamika Sosio-Ekologi Pedesaan; Perspektif Dan Pertautan Keilmuan
Ekologi Manusia, Sosio Lingkungan Dan Ekologi Politik’, Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan, 1.2 (2007), 1–40 <https://doi.org/10.22500/sodality.v1i2.5932>.
129 Aminuddin Hassan and others, ‘The Role of Islamic Philosophy of Education in Aspiring Holistic
Learning’, Proceeding, Social and Behavioral Sciences</i>, 5 (2010), 2113–18
<https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2010.07.423>.
40
dan memberikan kehormatan dengan tanda-tanda ketuhanan yang menjadikan manusia
mampu berhubungan denganNya.130
2. Aktualisasi diri sebagai Hamba Allah
Pada posisi manusia berperan sebagai hamba maka memposisikan diri sebagai makhluk
yang sepenuhnya berada di genggaman Allah sebagaimana telah berada sejak diciptakan
hingga dimusnahkan. Bentuk perlindungan harus dijadikan kewajiban dalam rangka
mensyukuri nikmat dan menerima semua pemberian Allah. "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".(Q.S Ibrahim: 7)
Dalamkontek ini, Said Nursi memperhatikan secara intensif persoalan ibadah terutama
mengenai tatanan keimanan dan hingga kini tetap menjadi ujud komitmen mendasar baginya
dan para pengikutnya. Bentuk "Prinsip menguatkan keimanan" benar-benar menjadi dasar
bagi setiap kaum muslimin. Dengan kata lain, keimanan dapat dipahami sebagai akidah atau
tauhid. Ismail Raji’ Al-Faruqi menyatakan bahwa:
“The essence of religious practice in Islam is monotheism, namely the recognition that
there is no god but Allah (La illaha illa Allah). Monotheism puts mankind on an ethical
act or act, namely ethics in which human worth as a moral agent is measured by the
level of success achieved in filling space and time, in itself also the surrounding
environment”.131
Konsepsi Tuhan adalah Dia tidak memiliki bentuk, bentuk atau jenis kelamin, juga bukan
obyek atau makhluk. Sebaliknya, Dia unik, tidak seperti ciptaan dan, sebagaimana
dinyatakan dalam Al-Qur’ān, "tidak ada yang seperti Dia".132 Pernyataan terkenal
mengenai sifat Allah telah mendominasi teologi Islam selama berabad-abad: "Apa pun
yang muncul dalam pikiran Anda tentang sifat-Nya, Tuhan berbeda dengan itu”.133
Menurut Said Nursi, tugas ibadah dan penghambaan kepada Allah ('ubudiyyah) diajarkan
oleh ayat Al-Qur’ān "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk
menyembah Aku" hanya disadari dengan mengenal Allah SWT.
3. Menuju Insan Al-Kamil
Bagi para sufi, tidak terkecuali bagi Said Nursi, memiliki asumsi bahwa manusia
paripurna (insan al-kamil) adalah lokus penampakan (madzhar) diri Tuhan paling sempurna,
130 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Ahad Menikmati Ekstase Spiritual Cinta Ilahi. Penerjemah: Sugeng
Hariyanto (Jakarta: Prenada Media Groups, 2003), hlm.190. 131 Ismail Raji Al-Faruqi, Sources of Islamic Thought: Three Epistles on Tawhid by Muhammad Ibn ‘Abd
Al Wahhab, Tr. and Ed. (Indianapolis: American Trust Publications, 1980), hlm.35. 132 Bediuzzaman said Nursi, Letters. Trans. Şükran Vahide and Others…,hlm.675. 133 Bediuzzaman Said Nursi, Letters. Trans. Şükran Vahide and Others…,hlm.456.
41
terdiri dari beberapa susunan nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Sebagaimana Allah SWT
menciptakan manusia makhluk yang memiliki keunggulan (tafadhul) atau ahsani taqwim
(ciptaan paling sempurna) menurut istilah Al-Qur’ān, karena di antara seluruh makhluk
Tuhan manusialah yang paling siap menerima nama-nama dan sifat-sifat Tuhan. Makhluk
lainnya hanya bisa menampakkan bagian-bagian tertentu. Bandingkan dengan mineral,
tumbuh-tumbuhan, binatang, bahkan malaikat tidak mampu mewadahi semua nama dan sifat-
Nya. Itulah sebabnya Said Nursi menempatkan manusia sebagai satu-satunya makhluk
eksistensialis yang terdiri dari susunan kodrat asma Allah meliputi kodrat Rabbani, Ruhani,
Jasmani, Nafsani. Artinya, manusia memiliki fisik kodrat sama seperti makhluk lainnya, akan
tetapi makhluk makrokosmos dan makhluk spiritual tersimpul dalam diri manusia. Dalam
wilayah ruhani dan rabbani ada juga unsur spiritual yang bersifat empiris metafisik (gaib),
yakni jasmani, kalbu dan ruh yang berbeda-beda. Manusia sering disebut miniatur makhluk
makrokosmos atau mikrokosmos. Manusia sempurna secara kosmik-universal dan sempurna
pula pada tingkat lokal-individual. Said Nursi berkata:
“Pengaruh jasmani, kalbu dan ruh manusia sangat berbeda-beda. Anda menyaksikan
bahwa kehidupan, keabadian, dan keberadaan ujud jasmani hanya sebatas pada hari atau
pada saat masa kehidupan. Ia terputus dari masa lalu dan masa depan. Lalu anda
menyaksikan bahwa kehidupan dan dominasi keberadaan kalbu membentang luas
hingga mencap keberadaan hari sebelum dan sesudahnya. Bahkan kehidupan dan
didominasi ruh jauh lebih besar dan jauh lebih luas, dipastika ia mencakup beberapa
tahun sebelum dan sesudahnya”. 134
134 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Lama’at; Membumikan Inspirasi Ilahi. Penerjemah: Fauzy Bahreisy dan
Joko Prayitno…,hlm.27.
42
GAMBAR; 10
Konsepsi Insan Al-Kamil Said Nursi
Menurut Said Nursi, taraf insan kamil selalu merasakan akan keberadaan Sang Pencipta
dan memposisikan diri sebagai makhluk. Insan Kamil atau manusia sempurna, tempat segala
sesuatu berkeliling dari mula hingga akhir. Iman seseorang yang menyebabkab menjadi
manusia sejati.
“Wahai para murid Nur serta para pelayan al-Qur’an! Kita semua merupakan bagian
atau organ dalam sosok maknawi yang layak disebut dengan “insan kamil” (manusia
sempurna). Kita semua berposisi sebagai gerigi dan roda pabrik yang sedang merajut
kebahagiaan abadi di kehidupan yang kekal nanti. Kita adalah para pelayan yang
bekerja dalam sebuah “perahu rabbani” yang membawa umat Muhammad ke pantai
keselamatan; Dârussalâm (tempat kedamaian). Kalau begitu, kita sangat membutuhkan
adanya persatuan, kerja sama, dan rahasia keikhlasan yang mengantarkan pada
kekuatan maknawi senilai seribu seratus sebelas (1111) sebagai hasil kerja empat
orang”. 135
Melalui amalan-amalan tarekat seperti zdikrullah DLL akan membentuk jati diri
manusia menjadi Insan Al-Kamil (manusia paripurna), dampaknya akan selalu memperoleh
135 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Lama’at; Membumikan Inspirasi Ilahi. Penerjemah: Fauzy Bahreisy dan
Joko Prayitno…,hlm.308.
HAMBA
INSAN AL-KAMIL
KHALIFAH
Dzikrullah
Mukhlish
al-‘ajz (rasa lemah)
Al-syafaqah (cinta kasih)
Tadhabbur Tafakkur
43
kenyamanan dan ketentraman batin. Said Nursi mesih menganggap amalan tarekat masih
dianggap sangat relevan dan mujarab untuk membentuk kepribadian insan kamil seperti
melalui prilaku (hal) memasrahkan hati (tawajjuh) kepada Allah terutama dilakukan pada
saat melakukan ibadah dalam usaha meningkatkan ke taraf kehidupan syari’at.
IMPLIKASI TEORITIK DAN PRAKSIS AKTUALISASI DIRI BADIUZZAMAN
SAID NURSI DALAM KITAB RISĀLAH AL-NŪR TERHADAP PSIKOLOGI
PENDIDIKAN ISLAM
1. Implikasi level Filosofis
Secara utuh manusia mempunyai dua pokok,yaitu jiwa dan ruh sebagai ciptaan Allah
yang memiliki unsur utuh dan padu. Implikasi konsepsi Said Nursi terhadap Psikologi
Pendidikan Islam dapat diuraikan ke beberapa aspek, yaitu aspek diri jasmaniyah, aspek
nafsiyah, aspek ruhaniyah. Bahkan Aktualisasi Diri Said Nursi sejalan dengan gagasan Fazlur
Rahman–sebagai human as spritual individual dan human in society, yaitu sebagai
individual, manusia harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi diri dan alam
secara arif, kreatif, dan kritis.136 Begitu juga diwacanakan oleh Hazra Inayat Khan melalui
melalui karya “Dimensi Spiritual Psikologi”, menggambarkan bahwa aspek terpenting dari
pikiran adalah perasaan. Jika manusia mengabaikan spritual, maka bagaimana pun pintar dan
bijaknya seseorang tidaklah sempurna dan tidak hidup.137 Pikiran mulai hidup ketika perasaan
dalam diri seseorang terjaga. Banyak orang yang menggunakan kata perasaan, tetapi sedikit
dari mereka yang mengetahui hakikat perasaan.
136 Fazlur Rahman, Avicenna’s Psychology (Westport Connecticut: Hyperion Press Ins, 1951),hlm.45. 137 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Spiritual Psikologi. Penerjemah: Andi Haryadi (Bandung: Pustaka
Hidayah, 2000),hlm.56.
44
GAMBAR; 11
Aktualisasi Diri Said Nursi dalam
paradigma Psikologi Pendidikan Islam
Implikasi pandangan pendidikan menurut Said Nursi pada level filosofis berpengaruh
pada pengembangan psikologi pendidikan Islam. Pendapat Said Nursi tentang pemahaman
hakikat aktualisasi diri adalah memaksimalkan potensi jiwanya di dalam mengetahui dalam
rangka pengembangan manusia ke taraf Insan Al-Kamil. Begitu sebaliknya, jika manusia
tanpa dibarengi dengan pendidikan maka akan sama dengan mematikan jiwa yang
dimilikinya. Dalam aktualisasi diri Said Nursi memfokuskan pada perkembangan jiwa ibarat
sebuah badan, sebagaimana seseorang yang sedang sakit jika tidak di beri makan, minum dan
juga obat akan mengalami kematian. Sejatinya ini berlaku juga dengan hati manusia, akan
mati jika tidak diberi pelajaran hikmah dan ilmu selama tiga hari, karena santapan atau nutrisi
hati adalah ilmu dan hikmah.
Internalisasi perilaku baik (nilai ahklak) khususnya perilaku berbasiskan agama
menjadi pusat perhatian Psikologi Pendidikan Islam karena agama sebagai sumber
pembentukan kepribadian ahsanu taqwin.138 Agama sebagai tolok ukur utama untuk menilai
138 Ramon Ananda Paryontri, ‘Kepribadian Islami Dan Kualitas Kepemimpinan’, UNISIA, XXXVII.82
(2015), 57.
45
perilaku (akhlak) dan spiritualitas menjadi karakter kepribadian setiap individu dipastikan
akan berperilaku positif, seperti lebih mementingkan orang lain dari pada dirinya sendiri.
Secara rinci diantara beberapa aspek kepribadian Islami disematkan manusia menurut
Said Nursi hampir sama dengan apa yang disampaikan oleh Hasan Langgulung adalah:
pertama, berkaitan dengan aspek perilaku lahiriyah (jasmani) seperti adanya dorongan cara
bertindak, berkomunikasi dan lain-lain. Kedua, aspek bathiniyah, seperti dorongan
bertafakkur, bertadhabbur dan bersikap. Ketiga, aspek ruhaniyah, terdiri dari dorongan
kejiwaan meliputi aspek kejiwaan seperti dorongan berfilsafat dan beragama.139
2. Implikasi level Materi
Dalam psikologi pendidikan islam dan aktualisasi diri Bediuzzaman Said Nursi sama-
sama menjedikan tauhid sebagai sentral bahan materi dalam menelorkan konsep yang
diaplikasikan melalui bentuk perilaku iman. Seperti contoh perbedaan ilmuwan beriman dan
ilmuwan tidak beriman (sekuler) ketika menemukan sebuah teori yang dijadikan pijakan
berfikir ilmiah meliputi dari saintifik dan non saintifik, bisa dilihat dari hasil pengaruh ilmu
pada dirinya baik berposisi sebagai manusia atau sebagai ilmuan. Seorang ilmuwan beriman
akan selalu memiliki transformasi jauh lebih berpengaruh secara dahsyat ketika melahirkan
sebuah teori, karena berdasar pada keyakinan atau keimanan kepada Allah.140
Ilmuan beriman (religius) pasti memiliki kecakapan sintesis kuat lantaran selalu
Dzikrullah begitu pula akan lebih mudah memahami antara mana ilmu pragmatis (ilmu
keduniaan) dan ilmu spiritual (ilmu ruhani) yang pemah dipelajari dan semua diarahkan pada
tauhid. Oleh karena itu, paradigm tauhid sangat deket dengan ilmua beriman (religious).
Begitu juga sebaliknya, saintis sekuler (kafir) sangat mudah mengingkari atas campur
kekuasaan Allah yang bermanisfestasi atas segala fakta-fakta objektif, sehingga dipastikan
bagi mereka tidak akan memiliki kecakapan dalam setiap mengasosiasikan fenomena secara
objektif berbasis tauhid seperti fenomena-fenomena pengalaman spritualitas. 141
Said Nursi dalam kitab tafsir Risālah Al-Nūr menafsirkan Lā ilāha illa Allah dan
membongkar mitos kausalitas ini dan menunjukkan bahwa mereka yang mengikuti keyakinan
ini sebenarnya tidak melihat dunia sebagaimana mestinya, atau bagaimana dunia itu tampak,
tetapi bagaimana dunia itu menurut pikiran mereka. Said Nursi justru melalui Risālah Al-Nūr
139 Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan (Jakarta: Al-Husnah, 2000),hlm.90. 140 Bagus Rlyono, ‘Prinsip-Prinsip Psikologi Islami’, 18 PSIKOLOGIK, 6 (1998),25
<https://journal.uii.ac.id/Psikologika/article/download/8467/7193>. 141 Bagus Rlyono, ‘Prinsip-Prinsip Psikologi Islami’, 18 PSIKOLOGIK, 6 (1998),27.
46
menunjukkan hakikat kejadian alam, manusia, dan peristiwa-peristiwa lainnya yang berada di
bawah kendali Żat Yang Maha Mengendalikan, Żat Yang Berkuasa atas segala sesuatu.142
Secara rinci Said Nursi menjelaskan tentang enam macam Tauhid yang harus diketahui
oleh manusia dalam rangka menguatkan keyakinannya, yaitu: Tauhid Hakiki, Yaitu suatu
kesaksian yang didasarkan pada keyakinan terhadap Diri Tuhan dan kesamaan-Nya, serta
segala sesuatu yang Dia ciptakan. Tauhid Uluhiyah, yaitu meyakini bahwa satu-satunya
Tuhan yang disembah adalah Allah SWT, tiada Tuhan selain Dia. meyakini bahwa hanya
Allah-lah Dzat Tuhan yang benar (haq) dan wajib disembah dan melakukan
penyembahan/pemujaan hanya kepada-Nya. Orang-orang yang melakukan penyembahan
selain kepada Allah atau menduakan Allah berarti melakukan kesalahan/kesesatan karena
melakukan hal yang bertentangan dengan tauhid uluhiyyah Tauhid Khâlis, yaitu memurnikan
Allah SWT, maksudnya Allah yang dalam keyakinan Maha Esa terbebas dari pengaruh
keyakinan lain, walaupun sekecil-kecilnya. Tauhid Rububiyah, yaitu suatu kesaksian bahwa
dalam menjalankan tugasnya, Allah SWT tidak memerlukan sekutu. meyakini bahwa Allah-
lah yang menciptakan makhluk dan mengatur seluruh realitas kehidupan. Benar bahwa dalam
kehidupan ini ada hukum alam, ada hukum sebab-akibat, tapi semuanya tetap berada dalam
pengaturan Allah. Orang-orang yang meyakini bahwa realitas kehidupan ada dengan
sendirinya dan segala sistem kehidupan berjalan tanpa ada kendali dan pengaturan dari Allah
berarti dia melakukan kesalahan/kesesatan dan bertentangan dengan tauhid rububiyyah.
Tauhid ‘Άm, yaitu sama dengan Tauhid Hakiki, merupakan pengakuan akal seseorang untuk
tidak menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu. Tauhid Ma’budiyah, yaitu sama dengan
Tauhid Uluhiyah, merupakan pengakuan akal seseorang untuk hanya menyembah Allah SWT
saja.143
Psikologi Pendidikan Islam dan aktualisasi diri Said Nursi juga sama-sama konsen
dalam menelaah manusia berdasar pada prinsip kajian . Kontek psikologi pendidikan Islam
bukan hanya mengkaji persoalan salah atau benar sesuai dengan Islam, bahkan bukan hanya
mencari kebenaran berdasarkan fikih/syariah, akan tetapi banyak peran ilmu psikologis.
Kajian psikologi pendidikan islam lebih memperhatikan pada tingkah laku sehari-hari, tanda-
142 Ihsan Kasim Salih, Said Nursi Pemikir Dan Sufi Besar Abad 20; Membebaskan Agama Dari
Dogmatisme Dan Sekularisme. Penerjemah: Nabilah Lubis (Jakarta: Murai Kencana, 2003),hlm.343. 143 Bediuzzaman Said Nursi, Pembahasan ‘Ana’ [Aku] Dan Zarah. Penerjemah: Anuar Fakhri Omar
(Kuala Terengganu: Percetakan Yayasan Islam Trengganu Sdn Bhd, 1999),hlm.34.
47
tanda orang beriman, dzikir dalm perspektif psikologis yang memberikan dampak pengaruh
pada self yang juga menjadi konsen Said Nursi.144
Self merupakan bagian dari kontak bersistem yang secara terusmenerus melakukan
pengintegrasian mulai dari bersifat inderawi, kebutuhan dan motorik. Self tak ubahnya
sebuah faktor kecil dalam seluruh interaksi antara organism dan lingkungan akan tetapi
mampu memainkan peran krusial, yaitu menemukan dan menciptakan makna yang kita
tumbuhkan. Di dalam batas cenderung dipersepsi baik dan diluar batas cenderung
dipersepsi buruk. Aktualisasi-diri dapat dilihat sebagai ekspresi dari identifikasi-
identifikasi dan alinasi-alinasi yang tepat.145
Seorang Jones mengatakan perilaku merupakan keseluruhan tingkah laku baik
bersifat eksperimen atau tidak untuk menggambarkan sebuah tatanan hukum tertentu
dari tingkah laku manusia.146 said nursi mampu memberikan solusi bahwa dengan dzikir
perilaku seseorang akan terarah pada prilaku baik, sebagaimana diuangkapkan:
“Saya menempati diri dalam kesendirian dengan memohon pengampunan atas dosa-
dosa saya dan dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’ān dan sama, di mana saya tidak
bertemu siapa pun setelah shalat matahari terbenam (solat magrib) hingga doa malam
(solat subuh) dan sebelum sholat subuh”. 147
3. Implikasi level Praksis
Said Nursi di masa Said Lama mulai merespons terhadap berbagai hal demi
menegakkan nilai dan membangun -nilai karakter kemanusiaan. Aspek-aspek kependidikan
dalam aktualisasi diri Said Nursi secara implisit belum tertampakkan. Penyusun mencoba
melakukan sebuah interpretasi atas beberapa yang telah diaktualisasikan oleh Said Nursi. di
antaranya; metode pendidikan aktualisasi diri melalui Munazârât, metode pendidikan
aktualisasi diri melalui Mudhadharah, metode pendidikan aktualisasi diri melalui Qisah
(kisah), metode pendidikan aktualisasi diri melalui Mukâtabah, metode pendidikan
aktualisasi diri melalui Tausiyah, metode pendidikan aktualisasi diri melalui Maudu’I,
metode pendidikan aktualisasi diri melalui Uswah.
4. Implikasi Aktualisasi diri Said Nursi terhadap peran-peran dalam kehidupan
a. Peran sebagai pribadi
144 Nico Syukur Dister, Pengalaman Dan Motivasi Beragama (Yogyakarta: Kanisius, 1994),hlm.200-
202. 145 Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami (Jakarta: Gema Insani, 2002),hlm.167. 146 Richard Nelson Jones, Teori Dan Praktik Konseling Dan Terapi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011). 147 Bediuzzaman Said Nursi, Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy…,67.
48
Menjadi pribadi tidak lepas dari nilai moral luhur dalam perspektif agama adalah
bagian intrinsik dari kebenaran hakiki menurut manusia. Nilai luhur adalah keberimanan
yang sejati. Iman adalah meyakini Tuhan dengan segala keluhuran sifat-Nya yang
menjadikan seseorang yang beriman berada selalu berada dalam keluhuran spiritual moral.148
Sebagai makhluk spiritual, manusia mutlak mengembangkan spiritualitas dan mengasah
nurani sehingga sikap dan perilakunya selalu berlandaskan pada nilai-nilai luhur universal.
Dalam kontek pendidikan, pentingya mengembangkan pendidikan moral spiritual
berorentasi pembentukan akhlak yang mulia, sehingga membentuk insan yang memiliki
keseimbangan hidup dunia dan akhirat, mengarahkan peserta didik untuk memiliki
keterampilan kerja dan kemampuan profesional, menumbuhkan semangat ilmiah. membentuk
peserta didik untuk memiliki dan memelihara aspek kerohanian (religiusitas) dan
keagamaan.
Pembentukan kepribadian menurut Said Nursi bagian dari remot control bagi
seseorang untuk tidak gegabah dalam menimbang suatu masalah. Mereka juga akan lebih
dewasa untuk berfikir bersikap, dengan dilandasi nilai-nilai sufistik, mereka bisa
menyelesaikan suatu masalah secara bijaksana tanpa harus menggunakan jalan kekerasan.
Sejatinya, seorang terpelajar mampu mengaplikasikan dialog dan berfikir tentang realitas
sosial, memiliki sence of belonging akan masalah sosial yang muncul.
Pribadi bernalar spiritualitas, diharapkan out put menghasilkan generasi-generasi muda
yang mampu memahami jati dirinya sebagai manusia paripurna. Pribadi spiritualitas
merupakan bagian penting dari konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis
dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam olah hati (Spiritual and emotional
development)149, olah pikir (intellectual development)150, olah raga dan kinestetik (Physical
and kinestetic development)151, dan olah rasa dan karsa (Affective and Creativity
development).152
148 Bediuzzaman Said Nursi, Letters. Trans. Şükran Vahide and Others,...,hlm.453-455. 149 Peter L.Benson, , Eugene C. Roehlkepartain, and Stacey P. Rude. "Spiritual development in childhood
and adolescence: Toward a field of inquiry." Applied developmental science 7.3 (2003): 205-213. 150 A. Berg Sternberg, Robert J., and Cynthia, eds. Intellectual development. (Cambridge University
Press, 1992),hlm.143. 151 Maiken Hillerup Fogtmann, Jonas Fritsch, and Karen Johanne Kortbek. "Kinesthetic interaction:
revealing the bodily potential in interaction design." Proceedings of the 20th Australasian conference on
computer-human interaction: designing for habitus and habitat. 2008. 152 Hosseini, Afzal Sadat. "The effect of creativity model for creativity development in
teachers." International Journal of Information and Education Technology 4.2 (2014): 138.
49
b. Peran sebagai hamba Allah
Said Nursi melalui Risālah Al-Nūr mengatakan dengan tegas bahwa manusia masuk
kategori makhluk tujuan penciptaannya untuk beribadah, sehingga ada konsekwensi jika
manusia tidak menjalankan segala potensi yang diberikan tidak mampu menjadikan nila-nilai
ibadah. Ibadah diartikan sebagai penghambaan penuh terhadap Tuhan. Merupakan kewajiban
yang sarat dengan ganjaran-ganjaran kebaikan yang dijanjikan Allah dalam kitab suci-Nya.
Rasulullah sebagai utusan Tuhan juga mengajarkan kepada umat manusia dan hadis-hadisnya
sebagai pedoman kedua setelah kitab suci al-Qur`an.
Konsep hamba Allah menurut Said Nursi mengabdikan diri sebagai pelayan iman dalam
membangun hubungan Tuhannya melalui media shalat, zikir, doa serta melalui ibadah-ibadah
lain yang tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya seperti melaksanakan ibadah
haji.153 Manusia dapat melakukan komunikasi dengan Allah tanpa hijab, tanpa tabir duniawi
dan ragawi yang menghalangi.154 Secara psikis, setiap individu berdoa yang sedang khusyuk,
terjadi proses transformasi kefanaan dan secara substansial melebur dengan Allah, meskipun
secara terpisah jasadnya tetap menapak bumi.
Manusia sebagai hamba Allah bukti adanya interaksi transendental dalam suasana sangat
akrab dan mesra. Lewat hamba Allah, manusia mampu melakukan dan menyampaikan pesan-
pesan baik berupa informasi bersifat supranatural.155 Menurut Deddy Mulyana manusia yang
paling beruntung adalah ketia ia mampu dan keberhasilan melakukan pengimbangan
keberuntungan nasib baik di dunia maupun akhirat.156 Manusia dikatakan berhasil atau tidak
dalam menjalain interaksi dengan Tuhan tergantung pada strategi rayuan dan pendekatannya.
153 Bediuzzaman Said Nursi, Letters. Trans. Şükran Vahide and Others,...,hlm.654. 154 Said nursi berkata “Selanjutnya kita melihat bahwa segala kebutuhan makhluk hidup yang tak mampu
diraihnya sendiri, semuanya disediakan. Seluruh permintaan yang ia ajukan lewat “doa”, baik lewat lisan
“kebutuhan” yang mendesak atau lewat bahasa potensi fitrahnya, semua itu dikabulkan. Ia diserahkan
kepadanya pada waktu yang paling tepat oleh Dzat yang Maha luas rahmat-Nya, Maha Mendengar, dan Maha
Pengasih. Juga, sebagian besar doa manusia, terutama doa sejumlah manusia pilihan, terutama lagi doa para nabi
yang sebagian besarnya dikabulkan dengan cara luar biasa. Semua pengabulan itu membuat kita sadar dan yakin
bahwa di balik tirai ini ada Dzat Yang Maha Mendengar dan Dzat Yang Maha mengabulkan. Dia mendengar
rintihan semua orang yang sedang mendapat musibah atau rintihan setiap orang yang sedang terkena penyakit.
Dia memperhatikan doa setiap makhluk yang membutuhkan. Dia melihat kebutuhan yang paling remeh
sekalipun dari makhluk yang paling kecil serta mendengar rintihan yang paling samar dari makhluk yang paling
lemah. Dia mengasihinya dengan belas kasih-Nya serta menolong dan membuat makhlukNya senang”. Lihat
Bediuzzaman Said Nursi, Cahaya Iman Dari Bilik Tahanan. Penerjemah:Fauzi Faishal Bahriesy (Jakarta: Risālah Nūr Press, 2019),hlm.48-49.
155 Wahidah Suryani, "Komunikasi Transendental Manusia Tuhan." Jurnal Farabi 12.1 (2015): 150-163. 156 Deddy Mulyana, Nuansa-Nuansa Komunikasi; Meneropong Politik Dan Budaya Komunikasi
Masyarakat Kontemporer (Remaja Rosdakarya, Bandung: 1999), hlm. 49
50
c. Peran sebagai warga komunitas
Said Nursi mewanti-wanti kepada murid-muridnya (Thullabun Nur) agar menjadi warga
komunitas melalui membangunan sebuah komunitas yang tentu berasaskan ajaran-ajaran
Islam. Sebuah komunitas dianggap berhasil apabila memiliki dampak mamfaat positif bagi
warganya. Bahkan pengembangan diri dimulai dari komunitas-komunitas sehingga terbangun
sebuah peradaban maju. Said Nursi mulai membangun komunitas Dershane yang dihuni oleh
para Thullabun Nur157 Masa depan Deshane sebagai sebuah komunitas dianggap unggul yang
berdasarkan ajaran Islam diharapkan tetap eksis.158 Sejalan dengan di Indonesia,
membumikan semangat hidup komunitas, dibuktikan oleh peradaban masyarakat sipil
telah berkembang pesat yang diwakili oleh kiprah beragam organisasi sosial keagamaan
Seperti Serikat Islam (SI), Nadlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, dan pergerakan
nasional dalam dalam perjuangan merebut kemerdekaan, selain berperan sebagai
organisasi perjuangan penegakan HAM dan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial
telah menunjukan kiprahnya sebagai komponen masyarakat madani (civil society) yang
penting dalam sejarah perkembangan masyarakat sipil di Indonesia.
Said Nursi selalu menghindari perselisihan dan menyukai kekerasan, karena hanya akan
menambah persoalan terutama dalam hal Dakwah. Terbukti meskipun beliau mempunyai
banyak dalam komunitas Dershani yang disebut Thullabun Nur tersebar di segala penjuru di
turki sama sekali tidak menjadikan sebuah gerakan melawan pemerintah meskipun sering
menjadi tawanan pemerintah.159 Pandangan Said Nurs, bahwa karakter komunitas dibilang
unggul jika memiliki kemampuan kompetensi mengendalikan keamanan, karena keamanan
157 Said Nursi berkata “Dari sini, sangat penting bagi kita, dan lebih penting lagi bagi umat, agar para
murid Nur—dalam batas kemampuan yang dimiliki—untuk membuka sejumlah dershane (Dershane adalah
pusat kajian Risalah Nur di Turki dan belahan dunia lainnya di mana biasanya dihuni oleh bebarapa mahasiswa dan seorang pembina. Mereka belajar agama di dershane dan berkuliah di masingmasing fakultas. Masyarakat
sekitar juga menghadiri kajian Risalah Nur di tempat tersebut Peny kecil di setiap tempat. Apalagi saat ini
negara memberikan izin untuk pendidikan agama”. Lihat di Bediuzzaman Said Nursi, Tuntunan Generasi Muda.
Penerj. Fauzi Faisal Bahreisy (Jakarta: Rislaha Nur press, 2014),hlm. 54 158 Di Indonesia sudah terbangun komunitas Dershane, beralamat di perumahan Grand Cirendeu, Ciputat,
Tangerang Selatan, Banten.Dershani telah menjadi bangunan milik Yayasan yang sudah dibeli pada 2011,
dengan bantuan dana dari Yayasan dari kota Kaeseri dan Istambul. Adapun Dershane untuk wanita terletak di
perumahan Syahida Kampung utan Ciputat. Beberapa mahasiswa tinggal di Dershane sebagai motor gerakan
Nur. Di Dershane juga ada senior yang disebut Abi (Kakak dalam bahasa Turki) sebagai pengerak utama,
sekaligus mentor dalam kajian Risalat al-Nur, dan aktivitas harian. Dershane juga berfungsi sebagai rumah
transit, tidak jarang para tamu yang datang dari Turki, Australia, Philipina, Malaysia dan lainnya yang singgah beberapa saat di Dershane. Edi Amin "Konsep Komunitas dalam Pemikiran dan Dakwah Said Nursi." Jurnal
Komunikasi Islam 5.1 (2015): 27-50. 159 Murid Murid Said Nursi, Biografi Badiuzzaman Said Nursi; Berdasarkan Tuturan Murid-Muridnya
(Jakarta: Risalah Nur Press, 2020), hlm. 135
51
terpenuhi jika terjalin saling menghargai dan saling merangkul antara satu sama lainnya akan
terbangun masyarakat yang Qoryatun thaibatun wararabbun ghafur. Gerakan komunitas Nur
berdiri atas dasar semangat ukhuwah (persaudaraan) berbalut pancaran iman.160 Artinya
orientasi gerakan komunita Nur lebih mementingkan solidaritas dan ukhuwah manusia yang
menjadi simpul bagi Thullabun Nur (jama’ah Nur) sehingga spirit semacam ini tidak hanya
difahami oleh golongan sendiri akan tetapi umat manusia secara umum.
d. Peran sebagai Warga Masyarakat
Menurut Syekh Muhammad bin Jamil, ada beberapa etika dan adab pergaulan dalam
bermayarakat (tetangga) yang selayaknya kita perhatikan diantaranya; mencintai kebaikan
untuk tetangga kita sebagaimana kita menyukai kebaikan itu untuk diri sendiri. Bergembira
jika tetangga kita mendapat kebaikan dan kebahagiaan, serta menjauhi sikap dengki.161
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Dan demi Dzat yang jiwaku berada dalam
genggaman-Nya, tidaklah seseorang beriman hingga ia mencintai untuk tetangganya, atau
beliau berkata, untuk sudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri." (HR Muslim).
Selama ini Thullabun Nur tetap memegang bentuk perbuatan positif (kebaikan) yang
disebuat hizmet (memberi pelayanan bagi orang).162 Ustadi Hamsah membedakan antara
müsbet dan hizmet saling kait keterkaitan. Müsbet edentik dengan cara pandang yang raḥmah,
sementara hizmet edentik dengan kebermaknaan dalam tindakan sebagai khairunnas
anfaahum linnas.163 Artinya, dalam berbuat baik tidak hanya dibutuhkan dalam bentuk
perbuatannya saja, akan tetapi dibarengi dengan niat, objek dan alat. Positive action
membutuhkan keseluruhan aspek mulai dari niat dan perbuatan baik. Para Thullabun Nur
melalui Risalah Nur terus memberi solusi terhadap problem di kehidupan era modern, berupa
kontraksi keterbukaan ruang bagi individu sebagai bentuk ekspresi kolektif kultur, moral
160 Bediuzzaman Said Nursi, Risalah Ikhlas & Ukhuwah,...,hlm.43. 161Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Nasehat-Nasehat Nabawiyyah (Yogyakarta:Maktabah Al-Hanif,
2005), hlm. 87 162 Secara bahasa Hizmet merupakan asal kata bahasa Turki (baca Arab; khidmah), memiliki arti sebagai
pelayanan. Semantara dalam terminologi Hizmet adalah sebuah ideologi bergerak di wilayah penyadaran sosial
meliki tujuan pelayan iman kepada Allah SWT. Kemudian diperlihatkan dalam bentuk pengabdian untuk
mencari ridhâ Allah. Hizmet sangat berkontribusi secara global sebagai bentuk partisipasi pada pengembangan
kehidupan ekonomi. Erkan Togoslu, “Hizmet: from Futuwwa Tradition to the Emergence of Movement in Public Space,” (15 November 2008), Fethullah Gülen Chair, dalam www.fethullahGülenchair. com(diakses
tanggal 9 November 2011). 163 Ustadi Hamsah "Müsbet Hareket Dalam Relasi Antar Agama Ditinjau Dari Perspektif Teori Hirarkhi
Kebutuhan Abraham Maslow." Religi: Jurnal Studi Agama-agama 14.2 (2019): 272.
52
berbasiskan nilai spiritual.164 Spirit persaudaraan adalah menjadi ciri khas pembangunan
wacana civil society yang dianggap strategis utamanya dalam peningkatan jalinan kerja
seperti membangun jaringan mitra bisnis.
Perkenalan dengan warga akademik di Indonesia, pemikiran Said Nursi sudah mulai
sejak Tahun 1999 atas perantara seorang murid Said Nursi bernama Mutafa Sungur bersama
besreta akademisi berkunjung kunjungan ke Jakarta tepatnya di Instut Agama Islam Negeri
(Universitas Islam Negeri) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan hasil kesepakatan
menyelenggarakan Simposium Bediuzzaman Said Nursi pada 2000, menyul kemudian
Simposium Said Nursi di Institut Agama Islam Negeri (Universitas Islam negeri) Sunan
Kalijaga Yogyakarta pada Tahun 2001, pada Tahun yang sama di Institut Agama Islam
Negeri Palembang.165
Selanjutnya pada Tahun 2004 juga dilaksanakan Simposium di beberapa tempat,
bahkan 2007 di beberpa kota Makasar dan Pekan Baru. Di sela-sela kunjungan murid Said
Nursi bernama Mustafa, menanyakan perkembangan kajian Said Nursi. Karena banyak
peminat dan keinginan Mahasiswa belajar, maka pada tahun 2002 diutuslah dua orang
perwakilan Thullabun Nur dari Turki bernama Hasbi Zen dan Mustafa sambil belajar S2 di
IAIN Palembang, mereka diutus untuk mendirikan Dershane di Palembang tepat pada Tahun
2002, Hasbi Zen dan Fatih. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2007 berdirilah yayasan
Nur Semesta sekaligus pembukaan dershane ciputat yang sekarang berkantor di Ciputat. 2004
dibuka dersane Makasar, bahkan dibuka beberapa pesantren di seluruh Indonesia seperti
pesantren Yastrid Sulawesi Selatan. Tahun 2013 mendidrikan penerbit bernama Risalah Nur
Press yang konsen menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia lalu menerbitkan buku karya
Said Nursi, jura telah mebuka kerjasama akademik dengan beberapa perguruan tinggi baik
negeri maupun Swasta dengan , seperti IAIN Jember, IAI Madura dan UIN Banten.166
e. Peran sebagai Warga Negara Dunia
Dunia Islam terlibat dalam proses pembangunan global terutama pembangunan politik
era modern dipengaruhi beberapa gagasan modernisme yang diperkenalkan oleh Muhammad
Abduh (1849-1905 M), Jamaludin al-Afghani (1838-1897 M) tidak terkecuali Bediuzzaman
164 Muhammad Fethullah Gülen, Bangkitnya Spiritualitas Islam, terj. Fuad Saefuddin(Jakarta: Republika,
2013), XVIII 165 Wawancara melalui telpon dengan Ketua sekaligus pendiri Yayasan Nur Semesta Ustadz Hasbi Zen
dan pengasuh Dhesane Ciputat pada hari Ahad tanggal 14 Februari 2021 tepat 7.30 WIB. 166 Lanjutan hasil wawancara melalui telpon dengan Ketua sekaligus pendiri Yayasan Nur Semesta
Ustadz Hasbi Zen dan pengasuh Dhesane Ciputat pada hari Ahad tanggal 14 Februari 2021 tepat 7.30 WIB.
53
Said Nursi. Para pemikir muslim era modern, merespon negara dunia pada umunya
melakukan sebuah artikulasi atas upaya penyadaran dalam mereformulasikan atas prinsip-
prinsip Islam ke dalam bentuk pemikiran modern atau sebuah ikhtiar pemikiran
mengkompromikan antara esensi modern dan Islam.167 John L. Esposito mendiskripsikan
berbagai sumbangsih pemikiran modern terhadap pembaharuan pemikiran Islam modern dan
terhadap perkembangan atas negara Muslim dunia.168 Istilah ijtihād memiliki peran besar
dalam menciptakan segala respon terhadap isu-isu modernisme.
Masuknya ide Nasionalisme ke dalam komunitas muslim sejalan dengan masuknya
imperialisme, muncul pro dan kontra antara pendapat yang berpegang teguh pada Ummah
atau beralih pada prinsip Nasionalisme yang berkembang dan terbukti mendapat respon
positif dari Barat. Konsep Ummah sangat sulit diterapkan untuk memecahkan krisis dan
mengusir para imperialis dari wilayah Islam, cenderung mengambil konsep baru yang
dianggap relevan. Maka muncul gagasan Pan Turkisme, Nasionalisme Arab dan
Nasionalisme. Sementara bagi yang tetap berpegang pada konsep Ummah merasa perlu untuk
mempertahankannya atau mengajukan gagasan Pan Islamisme.169
Tepat tahun 1911, pada saat berada di puncak usia muda Said Nursi menyampaikan
khutbah (pidato) ini dengan bahasa Arab di Masjid Jami Umawi Damaskus guna memenuhi
keinginan dan permintaan para ulama Syam. Isi pidatu tersebut menjelaskan enam penyakit
yang membelenggu umat Islam di saat orang-orang Eropa tengah mengalami kemajuan yang
pesat dari berbagai aspek. Untuk mengobati keenam penyakit tersebut, Said Nursi
menyuguhkan enam obat dari limpahan apotek al-Qur’an yang diyakini ampuh mengobati
penyakit tersebut. Selain pidato di atas, ia juga melampirkan berapa tulisannya yang pernah
dipublikasikan di berbagai media cetak dalam beragam tema. Semua itu dimaksudkan untuk
memotivasi umat Islam agar bangun dari kasur kemalasan dan bantal khayalan demi
mengejar ketertinggalan.
“Aku telah mempelajari sejumlah pelajaran di sekolah kehidupan sosial manusia. Aku
mengetahui bahwa di masa sekarang ini dan di tempat ini ada enam penyakit yang
membuat kita berhenti di hadapan pintu abad pertengahan; pada saat orang-orang asing
(khususnya Eropa) terbang menuju masa depan. Penyakit tersebut adalah: Pertama:
167 Masykuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna; Respon Intelektual Muslim Indonesia
Terhadap Konsep Demokrasi (1966-1993), (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), hlm.3. 168 John L.Esposito, John O.Voll, Demokrasi di Negara-Negara Muslim; Problem dan Prospek,
(Bandung: Mizan, 1996), hlm. 4. 169 Moh. Asror Yusuf, Persinggungan Islam dan Barat; Studi Pandangan Badiuzzaman Said Nursi,
(Kediri: STAIN Kediri Press, 2009), hlm. 120
54
Lahirnya rasa putus asa yang menimpa kita. Kedua, Pupusnya kejujuran dalam
kehidupan sosial dan politik. Ketiga: Mencintai permusuhan. Keempat: Tidak
mengetahui ikatan nurani yang mengikat orang-orang beriman satu dengan yang
lainnya. Kelima: Tirani yang menyebar seperti penyakit yang menular. Keenam:
Perhatian yang hanya tertuju pada kepentingan pribadi”.170
170 Bediuzzaman Said Nursi, Khutbah Syamilah: Manifesto Kebangkitan Umat Islam. Penerj. Fauzi
Faisal Bahreisy (Jakarta: Risalah Nur Press, 2020), hlm.17.
GAMBAR 12 Kontribusi Aktualisasi Diri Said Nrsi terhadap Keilmuan
Psikologi Pendidikan Islam
Al-Qur’an & Hadis
Metode Aktualisasi Diri
Munazârât Mudhadharah Qisah (kisah) Mukâtabah Tausiyah Maudu’i Uswah
Kepribadian Insan Kamil
Beriman melalui sifat al-ajz Bertakwa melalui sifat al-faqr Konsisten dalam ibadah Menyadari kekurangan diri
melalui doa & Ikhtiyar Menjadikan al-Qur’ān & Hadis
sebagai pedoman Dzikirullah menjaukan diri dari, syirik,
berbuat kerusakan, maksiat, dan munafik
Sabar dalam ujian Taat kpd Allah&rasul Taubat&istigfar Menjadi pendamai dan pengikat
silaturrahim Amar ma’ruf Nahi Munkar Hijrah ke prilaku yang baik Memiliki nilai juang yang tinggi
melalui semangat jihad spiritual
Iman dan Tawakkal
Ihsan
Tafakkur
Berwibawa
Jiwa cinta ilahiah
Mengayomi
Sll berbuat baik
Pendirian kuat namun tidak egois
Peduli Pemaaf/tidk
dendam Empati Apresiatif Qona’ah Wara’
Menjadi pribadi, Sebagai hamba, Anggota keluarga, Warga Komunitas, Masyarakat, Negara, dan Dunia
Karakter Rabbani
Karakter Ruhani
Karakter Nafsaniyah
Kubrah
Pendidik; Inovasi Spritual
(Tauhid)
55
SIMPULAN
Aktualisasi diri Bediuzzaman Said Nursi dalam kitab Risālah Al-Nūr adalah bagian dari
pengalaman (perjalanan) batin yang tidak lepas dari konsep “diri” dalam manusia beserta
kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Ditemukan konsep “Diri” dalam manusia
mencakup kodrat Rabbani, kodrat Ruhani, kodrat Jasmani dan kodrat Nafsani. Kodrat-kodrat
tersebut berpengaruh pada pola kebutuhan manusia bahkan terpola dalam bentuk hirarki
kebtuhan manusia menurut Said Nursi. Pertama, kebutuhan Rabbani meliputi kebutuhan rasa
iman (tawakkal) dan kebutuhan kasih dn cinta ilahiah. Kedua, kebutuhan Ruhani terdiri dari
aspek kebutuhan Tdhabbur dan kebutuhan rasa ihsan. Ketiga, kebutuhan Jasmani tersusun
dari kebutuhan bersifat hakiki dan metaforis. Keempat, kebutuhan Nafsani. Kebutuhan ini
meliputi kebutuhan rasa qona’ah, kebutuhan rasa wara’, kebutuhan cinta sesame dan
tafakkur.
Bediuzzaman Said Nursi menempatkan “spiritualitas” sebagai kebutuhan puncak (Peak
Experience) ditemukan ada spiritualitas Tercela (Paling Rendah) dan Spiritualitas Terpuji
(Paling Suci). Sementara orientasi peak experience Spiritualitas Said Nursi lebih pada
gagasan ketunggalan dan keesaan wawasan tentang Allah SWT (ma’rifatullah) melalui mata
hati di bawah sadar indera ruhani diaktifkan melalui daya tafakkur dan daya tadabbur.
Konsep eak experience ini lebih didominasi oleh dorongan nafsani karena mengarahkan pada
proses penyembah dunia bahkan lalai kepada prilaku ahsanu taqwîm (bentuk terbaik).
Spiritual tercela dimiliki kaum sesat “adhõllîn” orang yang tergelincir kedalam paham
naturalisme dan penganut pemikiran naturalis. Kedua, spiritualitas terpuji (paling suci).
Pengalaman spiritual model ini dimiliki jalan lurus bercahaya diperuntukkan bagi mereka
yang berpegang teguh pada Al-Qur’an (alladinah an’amta ‘alaihim) sehingga mampu
mengaktualisasikan diri sebagai “Khalifah Allah” dan sebagai “Hamba Allah” yang
kemudian akan mendapat predikat Manusia sempurna (Insan Kamil).
Secara konseptual aktualisasi diri Said Nursi memiliki implikasi terhadap Psikologi
Pendidikan Islam keduanya sama-sama menjadikan Al-Qur’an sebagai masterpiece dalam
berfikir, hanya saja ada beberapa istilah-istilah yang digunakan. Aktualisasi diri Said Nursi
memiliki implikasi terhadap bangunan paradigma Psikologi Pendidikan Islam. Pertama,
implikasi di level filosifis. Pemahaman hakikat aktualisasi diri adalah memaksimalkan
potensi jiwa individu di dalam mengetahui dalam rangka pengembangan manusia ke taraf
Insan Al-Kamil Kedua, implikasi di level materi. Said Nursi sangat getol memperjuangkan
56
ide-ide tauhid dan dzikurullah. Hakikat tauhid pada dasarnya manifestasi (tajallī) yang tidak
lain dari pantulan sifat-sifat Allah sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Ketiga, implikasi di
level praksis, di antaranya metode pendidikan aktualisasi diri melalui Munazârât (Debat/
Diskusi), metode pendidikan aktualisasi diri melalui Mudhadharah (Ceramah), metode
pendidikan aktualisasi diri melalui Qisah (kisah), metode pendidikan aktualisasi diri melalui
Mukâtabah (Membuat Sura-menyurat/ tulisan), metode pendidikan aktualisasi diri melalui
Tausiyah (Memberi Nasehat), metode pendidikan aktualisasi diri melalui Maudu’i (Membuat
Tema-tema) dan metode pendidikan aktualisasi diri melalui Uswah (Memberi teladan). Dari
beberapa temuan-temuan pada penelitian ini terkonstruks Aktualisasi diri Said Nursi dalam
Paradigma Psikologi Pendidikan yang meliputi sebagai pribadi, sebagai hamba, pribadi
keluarga, warga komunitas, warga masyarakat, warga Negara dan warga dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. (2013). Ilmu Huduri dan Kesadaran Kesatuan Mistikal. Sulesana, 8, 15–24.
Abdullah, A. saleh. (1990). Teori-Teori Pendidikan Berdasar Al-Qur’an. Jakarta: Renika
Cipta.
Abdillah, Masykuri (1999) Demokrasi di Persimpangan Makna; Respon Intelektual Muslim
Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi (1966-1993),. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Abdurahman, S. N. dan D. (2018). Sufism of Archipelago: History, Thought, and Movement.
ESENSIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, 18(2). Retrieved from
https://doi.org/10.14421/esensia.v18i2.1476
Adz-Dzakiey, H. B. (2012). Psikologi Kenabian; Menghidupkan Potensi dan Kepribadian
Kenabian dalam Diri. Yogyakarta: Fajar Media Press.
Agustian, A. G. (2001). Kecerdasar Emosi dan Spiritual Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5
Rukun Islam. Jakarta: Arga.
Ahmad Abu Haqqah, D. (2007). Mu’jam an Nafais al Wasith,. Beirut: Dar an Nafaes.
Ahmad Junaidi. (2016, November). Kebijakan Politik Recep Tayyib Erdogan dan Islamisme
Turki Kontemporer | Junaidi | IN RIGHT: Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia.
Retrieved June 19, 2020, from In Rigt Jurnal website: http://ejournal.uin-
suka.ac.id/syariah/inright/article/view/1444
Ahmad Musthafa Al-Maraghy. (1871). Tafsir Al-Maraghy, juz V. Beirut: Daar al- Fikr.
Ahmad, N., & Ismail, H. (2015). Rediscovering Rogers’s Self Theory and Personality.
Journal of Educational, Health and Community Psychology, 4(3), 143–150.
https://doi.org/10.12928/jehcp.v4i3.3682
57
Akbar, H. U. dan P. S. (2003). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Akifahadi, L. S. (2012). Pengaruh Modernisasi Di Turki Terhadap Penafsiran Bediuzzaman
Said Nursi. Refleksi, 13(2).
Al-Abrasy, M. A. (1968). Al-Tarbiyah Al- Islamiyah, Penerjemah: Bustani A. Goni dkk.
Jakarta: Bulan Bintang.
Al-Attas, M. N. (1988). Konsep Pendidikan Dalam Islam. Bandung: Mizan.
Al-Faruqi, Islmail Raji. (1995). Tauhid. Bandung: Penerbit Pustaka.
Al-Faruqi, Ismail Raji. (1980). Sources of Islamic Thought: Three Epistles on Tawhid by
Muhammad ibn ‘Abd al Wahhab, tr. and ed. Indianapolis: American Trust Publications.
Al-Ghazali. (1992). Ihya’ ‘Ulumuddin, Terj. Ismail Yakub. Mengembangkan Ilmu-Ilmu
Agama, Jilid 2. Singapore: Kerjaya Printing Industries Pte Ltd.
Al-Jauzi, I. Q. (1988). Madarij Al-Salikin baina Manazilu. Beirut: Dar Al-Kitab Al-Ilmiyyah.
Al-Madkhali, S. R. bin. (2006). Adz-Dzari’ah ila Bayan Maqasid kitab As-Syari’ah. Jeddah:
Daarul Miratsin Nabawi.
Al-Taftazani, A. al-W. al-G. (1997). Sufi Dari Zaman ke Zaman. Penerjemah: Ahmad Rofi’
Usmani. Bandung: Pustaka.
Al-Thusi, A.-S. (2018). Al-Luma’: Rujukan Lengkap Ilmu Tasawuf. Penerjemah: Abu Nashr
As Sarraj. Jakarta: Risalah Gusti.
Alexander, F. (1935). The Psychoanalysis of the Total Personality: The Application of
Freud’s theory of the ego to the neuroses, The psychoanalysis of the total personality:
The application of Freud’s theory of the ego to the neuroses. Retrieved from
https://doi.org/10.1037/11565-000.
Algar, H. (2001). The Centennial Renewer: Bediuzzaman Said Nursi and the Tradition of
Tajdid. Journal of Islamic Studies, 12(3).
Ali, M. (1994). Islam dan Sekularisme di Turki Modern. Jakarta: Djambatan.
Allport, G. W. (1937). Personality: A psychological interpretation. New York: NY: Holt,
Rinehart & Winston.
Allport, Gordon W. (1958). PERSONALITY: NORMAL AND ABNORMAL. The
Sociological Review, 6(2), 167–180. https://doi.org/10.1111/j.1467-
954X.1958.tb01072.x
Alwisol. (2012). Psikologi Kepribadian. Malang: Universitas Muhammadiah Malang.
Amalia, L. (2014). Teori Konsep diri Carl R. Rogers 1. Muaddib, 3(1), 87–99. Retrieved
from http://journal.umpo.ac.id/index.php/MUA/article/view/29
Amrullah, Z. A. dan A. (2017). Ensiklopedia Pendidikan dan Psikologi; untuk Guru, Dosen,
Mahasiswa dan Umum. Jakarta: Penerbit Andi.
Androne, M. (2014). Notes on John Locke’s Views on Education. Procedia - Social and
Behavioral Sciences, 137, 74–79. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.05.255
58
Annahlawi, A. (1995). Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. Penejemah:
Shihabuddin. Jakarta: Gema Insani.
Arbi, A. (2019). Komunikasi Interpribadi; Integrasi Komunikasi Spritual, komunikasi Islam
dan Komunikasi Lingkungan. Retrieved from https://books.google.co.id/books?id
Arif, S. (2008). Orientalisme dan Diabbolisme Pemikiran. Jakarta: Gema Insani.
Armstrong, A. (1996). Khazana Istilah Sufi: Kunci Memasuki Dunia Tasawuf. Penerjemah:
MS. Nasrullah & Ahmad Baiquni. Bandung: Mizan.
Asy-Syadzili, A. al-H. (2008). Risalatul Amin. Kairo: Darul Haqiqoh.
Asy’arie, M. (1992). Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an. Yogyakarta:
Lembaga Study Filsafat Islam.
Audah, A. (1999). Dari Khazanah Dunia Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Azis, M. S. Al. (1998). Risalah memahami Ilmu Tashawwuf. Surabaya: Terbit Terang.
B.S., A. W. B. S. W. (2015). HERMENEUTIKA SEBAGAI SISTEM INTERPRETASI
PAUL RICOEUR DALAM MEMAHAMI TEKS-TEKS SENI. Imaji, 4(2).
https://doi.org/10.21831/imaji.v4i2.6712
Badri, M. B. (1986a). Dilema Psikolog Muslim. Penerjemah: Siti Zainab Luxfiati. Jakarta:
Pustaka Firdaus.
_________.(1986b). The Dilemma of Muslim Pshycologists. Penerjemah Siti Zainab Luxfiati.
Jakarta: Pustaka Firdaus.
_________.(1997). Are contributions of early Muslim scholars relevant to modern
psychotherapists? International Seminar on Counseling and Psychotherapy: An Islamic
Perspective. Kuala Lumpur, Malaysia: Counseling and Psychotherapy.
Bagir, H. (2005). Buku Saku Tasawuf. Bandung: Arasy.
Baldick, J. (2002). Islam Mistik (Mengantar Anda Ke Dunia Tasawuf). Jakarta: PT. Serambi
Ilmu Semesta.
Baqi, F. A. (1981). Mu’jam al-Mufakhras li Alfaz al-Quran al-Karim. Beirut: Dar al-Fikr.
_________.(2010). Al-Lu’lu’ Wa al-Marjanu fima ittafaqa’alayhi asy-Syaykhani al-Bukhari
wa Muslimun. Penerjemah : Tim Penerjemah Aqwam. Jakarta: Umul Quro.
Bastaman, H. D. (1995). Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju Psikologi Islami.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bleicher, J. (2007). Hermeneutika Kontemporer, Hermeneutika Sebagai Metode, Filsafat,
dan Kritik. Yogyakarta: Fajar Pustaka.
Boer., T. J. de. (1903). The History of Philosophy in Islām. Translated by E. R. Jonas, B.D.
pp. 216. https://doi.org/https://doi.org/10.1017/S0035869X00031798
Bornstein, M. H. (2018). Self-Actualization. In The SAGE Encyclopedia of Lifespan Human
Development. https://doi.org/10.4135/9781506307633.n714
59
Buchori, M. (2001). Pendidikan Antisipatoris. Yogyakarta: Kanisius.
Corbin, H. (2002). Imajinasi Kreatif Sufisme Ibn ‘Arabi. Penerj. Moh. Khozin dan Suhadi.
Yogyakarta: LKiS.
Crapp, R. W. (1993). Dialog Psikologi dan Agama. Diterjemahkan Oleh Hardjana.
Yogyakarta: Kanisius.
D. Ardiyani. (2018). Maqam-Maqam Dalam Tasawuf, Relevansinya Dengan Keilmuan Dan
Etos Kerja. Suhuf, 30(2), 168–177.
D’Souza, J., & Gurin, M. (2016, June 1). The universal significance of Maslow’s concept of
self-actualization. Humanistic Psychologist, Vol. 44, pp. 210–214.
https://doi.org/10.1037/hum0000027
Daradjat, Z. (1970). Ilmu Djiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Dey, I. (1993). Qualitative Data Analysis a User-Friendly Guide for Social Scientists.
London: London: Routledge.
Dharmawan, A. H. (2007). Dinamika Sosio-Ekologi Pedesaan; Perspektif dan Pertautan
Keilmuan Ekologi Manusia, Sosio Lingkungan dan Ekologi Politik. Sodality: Jurnal
Sosiologi Pedesaan, 1(2), 1–40. https://doi.org/10.22500/sodality.v1i2.5932
Dirgagunarsa, S. (1983). Pengantar Psikologi. Jakarta: Mutiara.
Dister, N. S. (1994). Pengalaman dan Motivasi Beragama. Yogyakarta: Kanisius.
E. H. dan H. C. (1961). Plato: The Collected Dialogues. USA: Princeton University Press.
Elizabeth Özdalga. (1999). Education In The Name Of ‘Order And Progress’ Reflections On
The Recent Eight Year Obligatory School Reform In Turkey. The Muslim World,
Lxxxix(3–4).
Fahrudin. (2016). Tasawuf sebagai upaya bembersihkan hati guna mencapai kedekatan
dengan Allah. Jurnal Pendidikan Agama Islam Ta’lim, 14(1), 65–83.
Faiz, M. (2017). Risalah Nur Dan Gerakan Tarekat Di Turki: Peran Said Nursi Pada Awal
Pemerintahan Republik. Al-A’raf : Jurnal Pemikiran Islam Dan Filsafat, 14(1), 23.
https://doi.org/10.22515/ajpif.v14i1.588
Fios, F. (2019). Menjadi Manusia Spiritual-Ekologis Di Tengah Krisis Lingkungan - Sebuah
Review. Jurnal Sosial Humaniora, 12(1), 39.
https://doi.org/10.12962/j24433527.v12i1.5066
Ford, J. G. (1991). Rogerian Self-Actualization. Journal of Humanistic Psychology, 31(2),
101–111. https://doi.org/10.1177/0022167891312011
Frager, R. (2005). Hati, Diri, dan Jiwa: Psikologi Sufi untuk Transformasi, terj. Hasmiyah
Rauf. Jakarta: Serambi.
Gharib, M. (2017). Syekh Abu al-Hasan al-Syadzili : Kisah Hidup Sang Wali dan Pesan-
Pesan yang Menghidupkan Hati. Jakarta: Serambi Semesta.
Gina Giftia Azmiana, Abdul Kadir, dan Y. Y. (2006). Revitalisasi Tasawuf di Masa Modern.
60
Jurnal Istek, 6(1–2). Retrieved from
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/istek/article/view/287
Gok, H. (2015). Saīd Nursi’s Arguments For The Existence Of God In Risāle-I Nur (Durham
University,England). Retrieved from http://etheses.dur.ac.uk/10994/.
Gozutok. (2002). The Risale-i Nur in The Context of Educational Principles and Methods.
The Paper Presented In The Fifth International Symposium On Bediuzzaman Said Nursi.
Istanbul: Sozler Publication, Sakir.
Hadi, I. A. (2017). Peran Penting Psikologi dalam Pendidikan Islam. Nadwa, 11(2), 251.
https://doi.org/10.21580/nw.2017.11.2.1304
Hadi, S. (1990). Metodologi Reseach. Yogyakarta: Andi Offset.
Hafiun, M. (2012). Teori Asal Usul Tasawuf. Jurnal Dakwah, 13(2), 241–253.
https://doi.org/10.14421/JD.2012.13206
Hakiki, K. M. (2018). Insan Kamil dalam Perspektif Syaikh Abd al-Karim al-Jili. Wawasan:
Jurnal Ilmiah Agama Dan Sosial Budaya, 3(2), 175–186.
https://doi.org/10.15575/jw.v3i2.2287
Halabi, S. (2005). A useful anachronism: John Locke, the corpuscular philosophy, and
inference to the best explanation. Studies in History and Philosophy of Science Part A,
36(2), 241–259. https://doi.org/10.1016/j.shpsa.2005.03.002
Hamsah, U. (2018). Membaca Pemikiran Bediuzzaman Said Nursi tentang Signifikansi
Agama dan Identitas Bagi Kemajuan Sosial. TEOSOFI: Jurnal Tasawuf Dan Pemikiran
Islam, 8(2), 351–372. https://doi.org/10.15642/teosofi.2018.8.2.293-314
________.(2019). Müsbet Hareket Dalam Relasi Antar Agama Ditinjau Dari Perspektif Teori
Hirarkhi Kebutuhan Abraham Maslow. RELIGI JURNAL STUDI AGAMA-AGAMA,
14(2), 268. https://doi.org/10.14421/rejusta.2018.1402-06
Harahap, N. (2014). Penelitian Kepustakaan. Jurnal Iqa’, Vol. 08. N, 67–72. Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publications/196955-ID-penelitian-kepustakaan.pdf
Harvey, V. A. (2000). Hermeneutic. In Marcea Eliade, The Encyclopedia of Religions (Vol.
6). New York: Mac Milan Publishing.
Hassan, A., Suhid, A., Abiddin, N. Z., Ismail, H., & Hussin, H. (2010). The role of Islamic
philosophy of education in aspiring holistic learning. Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 5, 2113–2118. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2010.07.423
Hasyim, A. D. (1996). Nafsiologi: Refleksi Analisis tentang Diri dan Tingkah Laku Manusia.
Jakarta: Risalah Gusti.
Hawazin, A. Q. A. K. (2007). Risalah Qusyairiyah, diterjemahkan oleh Umar Faruq. Jakarta:
Pustaka Amani.
Nursi, B. S. (1977). Munazarat. Istanbul: Sozler Yayinevi.
________. Risalah Kebangkitan: Penalaran terhadap realitas Akhirat. Penerj. Fauzi Faishal
Bahreisy (Jakarta: Risalah Nur Press, 2015)
61
________.(2020).Khutbah Syamilah: Manifesto Kebangkitan Umat Islam. Penerj. Fauzi
Faisal Bahreisy. Jakarta: Risalah Nur Press,.
_______.(1990). Kastamonu Lahikasi. Istanbul: Envar Nesriyat.
_______.(1991). Sozler. Istanbul: Envar Nesriyat.
_______.(1996). The Damascus Sermon. Trans. Şükran Vahide. Istanbul: Reyhan Ofset A.Ş.
_______.(1998a). Sirah Dhatiyyah. Dietrjemahkan oleh Ihsan Kasim Saleh. Istanbul:
Matba’at Suzlar.
_______.(1998b). The key to Belief. Istanbul: Sozler Publications.
_______.(1999a). Pembahasan ‘ana’ [Aku] dan Zarah. Penerjemah: Anuar Fakhri Omar.
Kuala Terengganu: Percetakan Yayasan Islam Trengganu Sdn Bhd.
_______.(1999b). Shaiqal al-Islam, Penerjemah Ihsan Qasim Salih. Istanbul: Sozler Nesriyat
AS.
_______.(2000). The Flashes Collection. Trans. Şükran Vahide. Angkara: Sozler Nesriyat ve
Sanayi A.S.
_______.(2001). Murshid Ahl Al-Qur’an Ila Haqa’id Al-Iman. Penerjemah; Ihsan Kasim
Salih. Kairo: Syirkah Sozler li al-Nasyr.
_______.(2002). Anwar al-Hakikat; Mabahits fi al-Tasawwuf wa al-Suluk. Trans: Ihsan
Qasim. Egyp: Sozler Publication.
_______.(2003a). Al-Ahad Menikmati Ekstase Spiritual Cinta Ilahi. Penerjemah: Sugeng
Hariyanto. Jakarta: Prenada Media Groups.
_______.(2003b). Dari Balik Lembaran Suci. Penerjemah: Sugeng Hariyanto. Jakarta:
Prenada Media Groups.
_______.(2003c). Dari Cermin Keesaan Allah. Penerjemah: Sugeng Hariyanto. Jakarta:
Prenada Media Groups.
_______.(2003d). Dimensi Abadi Kehidupan. Penerjemah: Sugeng Hariyanto. Jakarta:
Prenada Media.
_______.(2003e). The Rays Collection. Trans. Şükran Vahide. Istanbul: MAK Ofset Basm
Yayn Tic. ve San. Ltd. fiti.
_______.(2004). The Words: The Reconstruction of Islamic Belief and Thought. Trans;
Huseyin Akarsu. Nasr City Egypt: Sozler Publications.
_______.(2008). The Words: On the Nature and Purposes of Man, Life, and All Things.
Trans. Sükran Vahide. Istanbul: MAK Ofset Basm Yayn Tic. ve San. Ltd. fiti.
_______.(2011). Al-Kalimat; Seputar Tujuan Manua, Aqidah, Ibadah dan Kemukjizatan Al-
Qur’ān. Jakarta: Prenada Media.
_______.(2013). Signs of Miraculousness The Inimitability of The Qur’an’s Conciseness.
Trans. Şükran Vahide. Angkara: Sözler Neşriyat A. Ş.
62
_______.(2014). Al-Lama’at; Membumikan Inspirasi Ilahi. Penerjemah: Fauzy Bahreisy and
Joko Prayitno. Jakarta: Risālah Nūr Press.
_______.(2014b). Al-Lama’at; Membumikan Inspirasi Ilahi. Penerjemah: Fauzy Bahreisy
dan Joko Prayitno. Jakarta: Risālah Nūr Press.
_______.(2014c). Al-Mastnawi An-Nuri; Menyibak Misteri Keesaan Ilahi. Penerjemah Fauzi
Bariesy. Jakarta: Anatolia.
_______.(2014d). Letters. Trans. Şükran Vahide and others. Istanbul: Sözler Publications
A.Ş.
_______.(2014e). Mukjizat Al-Qur’an. Penerjemah: Fauzi Faishal Bahreisy. Jakarta: Risālah
Nūr Press.
_______.(2015). Risalah Ihlas & Ukhuwah. Jakarta: Risālah Nūr Press.
_______.(2016a). Nasehat Spritual;Mengokohkan Akidah Menggairahkan Ibadah.
Penerjemah: Fauzi Faisal Bahriesy. Jakarta: Risālah Nūr Press.
_______.(2016b). Risalah Ana & Thabiat. Penerjemah: Fauzi Faishal Bahrieisy. Jakarta:
Risālah Nūr Press.
_______.(2016c). Risalah Ikhlas & Ukhuwah. Jakarta: Risālah Nūr Press.
_______.(2017a). Al-Maktubât. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy. Jakarta: Risālah Nūr
Press.
_______.(2017b). Iman Kunci Kesempurnaan. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy. Jakarta:
Risālah Nūr Press.
_______.(2019). Cahaya Iman dari Bilik Tahanan. Penerjemah:Fauzi Faishal Bahriesy.
Jakarta: Risālah Nūr Press.
Said Nursi’s approach to the enviroment: A spiritual view on the Book of Universe. (n.d.).
Retrieved June 29, 2020, from
https://www.researchgate.net/publication/274388085_Said_Nursi’s_approach_to_the_en
viroment_A_spiritual_view_on_the_Book_of_Universe
Othman, A. K., Hamzah, M. I., & Hashim, N. (2014). Conceptualizing the Islamic
Personality Model. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 130, 114–119.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.04.014
Paryontri, R. A. (2015). Kepribadian Islami dan Kualitas Kepemimpinan. UNISIA,
XXXVII(82), 57–67.
Penyusun, T. (1999). Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeven.
Permata, A. N. (2003). “Hermeneutika Fenomenologis Poul Ricoeur” dalam Paul Ricoeur,
Filsafat Wacana: Membelah Makna Dalam Anatomi Bahasa. Penerjemah: Musnur
Hery. Yogyakarta: IRCiSod.
Philips, B. S. (1971). Social Research, Strategy and Tactics. New York: Macmillan.
Pratiwi, T., Suwandi, S., & Wardhani, N. E. (2019). Psychoanalysis Ego Image by Freudian:
63
Study of Psychology in the Main Character of the Tale of Hang Tuah. Budapest
International Research and Critics Institute (BIRCI-Journal) : Humanities and Social
Sciences, 2(3), 195–199. https://doi.org/10.33258/birci.v2i3.407
Raharjo, D. M. (1997). Insan Kamil; Konsepsi Manusia menurut Islam. Jakarta: Grafiti Press.
Rahman, D. R. (2016). Kritik Nalar Hermeneutika Paul Ricoeur. KALIMAH, 14(1), 37.
https://doi.org/10.21111/klm.v14i1.360
Rahman, F. (1951). Avicenna’s psychology. Westport Connecticut: Hyperion Press Ins.
Rakhmat, J. (2000). Antara Sukma Nurani dan Sukma Dhulmani. Editor Budhy Munawar
Rachman,. Jakarta Selatan: Yayasan Paramadina.
_____. (2006). Islam dan Pluralisme: Ahlak al-Qur’ān dalam Menyikapi Perbedaan. Jakarta:
Serambi.
Ramadlani, I. F. (2019). Badiuzzaman Said Nursi dalam Membendung Arus Sekularisasi di
Turki. 3(1), 43–50. https://doi.org/10.23971/njppi.v3i1.1226
Riceour, P. (2006). Hermeneutika Ilmu Sosial. Penerjemah: Muhammad Syukri. Yogyakarta:
Kreasi Wacana.
______.(1970). Freud and Philosophy: A.n Essay on Interpretation (12th ed.).
https://doi.org/10.5840/ipq197212123
______.(1984). Time and Narrative. Vol 1 (Vol. 1).
https://doi.org/10.5840/intstudphil198921349
______.(1985). Time and Narrative. Vol 2. Chicago: The University of Chicago.
______.(1990). Time and Narrative. Vol 3. Chicago: The University of Chicago.
______.(1996). Onself as Another. Chicago: The University of Chicago.
______.(2000). The Just (Trans. David Pellauer, Ed.).
https://doi.org/10.1177/001452464505601006
______.(2005). The Course of Recognition. https://doi.org/10.7227/r.11.1.13
64
CURICULUM VITAE
Nama Lengkap : Abdul Gaffar, M.Pd.I
Temp/tanggal Lahir : Pamekasan, 17 Agustus 1983
Pekerjaan : Dosen IAI Al-Khairat Pamekasan
Alamat Kantor : Jl. Raya Palengaan (Palduding) No 2. Tlp. (0324) 3515042
Alamat Rumah : Jl. Raya Larangan Badung Dusun Toronan, RT 013/ RW;005
Larangan Badung. Kecamatan Pamekasan Jawa Timur
Kontak Person : 081804007109
Riwayat Pendidikan
Jenjang Prodi PT / Sekolah
MTS -
Al-Misbah Ponjanan Barat Batumamar
Pamekasan
MA Ilmu Pengetahuan Sosial Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan, 2000
S1 Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010
S2 Pendidikan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014
S3 Psikologi Pendidikan Islam Unverstas Muhamadiyah Yogyakara, 2021
Pelatihan Profesional
Tahun Tempat Pelatihan Nama Pelatihan Waktu
2018 Ballroom Sarila Hotel, Surakarta
The International
Worshop; Reseach
Method in
Psychology Islamic
Education
9 April
2018 Universitas Muhammadiyah
Purwokerto
Reseach Workshop
in Social Science &
Humanity
Accelerating lectures
and Publication
Capability for
Development
9-10 Oktober
2018 PT Kanisius Yogyakarta Pendidikan
KarakterIslam 17 November
65
Berbasis Kelas
2018 Pascasarjana UMY
Pendidikan Islam dan
Tantangan Revolusi
Industri 4.0:
Perspektif Agama
dan Psikologi
27 April
Riwayat Penelitian
Tahun Sumber Dana Judul Peran
2012
HIBAH
PENELITIAN
KOMPETITIF
KOLEKTIF
DIKTIS
Rekulturasi Pendidikan Islam di tengah
Rawan Konflik (Studi Kasus di Bujur
Tenga BatumamarPamekasan)
Anggota
Peneliti
2014
HIBAH
PENELITIAN
KOMPETITIF
KOLEKTIF
DIKTIS
PANDANGAN KIAI LANGGAR
TENTANG HUBUNGAN
INTERUMAT BERAGAMA
PERSEPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
Anggota
Peneliti
2016
PENELITIAN
KOMPETITIF
INDIVIDUAL
DIKTIS
PERAN PESANTREN DALAM
MENAGGULANGI PEREDARAN
NARKOBA DI KABUPATEN
PAMEKASAN JAWA TIMUR
Peneliti utama
2016 Balitbangda
Pamekasan
PEMBUATAN GLUKOSA MANUAL
DALAM RANGKA
PENGEMBANGAN INDUSTRI DI
DESA PLAKPAK KEC.
PEGANTENAN
Peneliti utama
Riwayat Karya Ilmiah
Tahun Judul
2018 The Model of National Character Education in Darul Ulum Islamic Boarding
School of Banyuanyar, Pamek
66
2019 Enhancing the Students’ Spirituality Through Ngambri Barokah (Expecting A
Blessing) of Kyai in Darul
2016 Pesantren Based Entrepreneurship
2018 The concept of sufism education according to K.H. Abd Hamid Bin Istbat
Banyuanyar
2017 Guru dalam Kemerdekaan Siswa
2017 Urgensi Kultur Menulis
2015 Memasifkan Gerakan Ramah Difabel
2017 Sekolah Minus Nalar Etik
2016 Narkoba Mengancam Pesantren
2017 Sertifikasi Khatib, Perlukah!?
2014 Meretas Sentimen Keberagamaan
2015 Ngabuburit dan Budaya Konsumtif
2014 Melirik Pendidikan Religius Pesantren
2015 Reaktualisasi Resolusi Jihad Pahlawan
2017 Tuntunan Berakhlak Dalam Alquran
2016 Islam Emansipatoris Kartini
2016 Rekonstruksi Paradigma Pendidikan Islam
2015 Maulid, Natal dan Harmonisasi Agama
2015 Berguru kepada Ki Hajar Dewantara
2016 Mengakhiri Konflik di Tubuh PPP
2017 Aktualisasi Diri (Kurban) Nabi Ibrahim
2014 Makna Hijrah Dalam Pergantian Pemimpin
2018 Kampus Minus Nalar Menulis
2018 Sukses Tanpa Pegawai Negeri
2018 Apotek Alquran Said Nursi
Pertemuan Ilmiah
Tahun Nama Kegiatan Tempat Peran
2018 The 9th International Conference on Risale-i Istanbul Turki Presenter
67
Nur Studies
2017 The I-st International Conference on Islamic
on "Islamic a Friendly Cultural Religion" STAIN Pamekasan Presenter
2017
The I st International Conference on Islamic
Education 2017 (ICIE2017) wicch Theme
"Epistemology of
Universitas
Muhammadiyah
Ponorogo (UMP)
Presenter
2019
The 3 th International Conference of
Moslem Society "Empowering Moslem
Society in the 4.0 Industry E
IAIN PurwOkerto Presenter