Rhinitis Vasomotorika denny
-
Upload
denny-emilius -
Category
Documents
-
view
9 -
download
3
description
Transcript of Rhinitis Vasomotorika denny
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Rinitis vasomotor adalah suatu inflamasi mukosa hidung yang bukan merupakan proses
alergi, bukan proses infeksi, menyebabkan terjadinya obstruksi hidung dan rinorea. Etiologi
dari Rinitis Vasomotor dipercayai sebagai akibat dari terganggunya keseimbangan dari saraf
autonom pada mukosa hidung yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan hipersekresi.
Menejemen pengelolaan pada rinitis vasomotor bervariasi antara lain dengan menghindari
penyebab, psikoterapi, penggunaan medikamentosa, serta terapi bedah, tetapi sampai saat ini
belum memberikan hasil yang optimal. 1
Dalam praktek sehari – hari, rinitis seringkali salah anggapan bahwa penyebabnya
adalah alergi. Akibatnya type rinitis yang lain (non allergic rinitis / rinitis vasomotor dan
mixed rinitis) sering kali tidak terdiagnosa. Hal ini perlu menjadi perhatian karena diagnosis
yang tidak tepat menyebabkan pengobatan tidak memuaskan.2
Adanya kemiripan gejala antara rinitis vasomotor dan rinitis alergika menyebabkan
dokter umum sebagai primary care sering tidak tepat dalam menegakkan diagnosa pada rinitis
vasomotor tidak ditemukan adanya skin tes yang (-) dan tes allergen yang (-). Sedangkan
yang alergik murni mempunyai skin tes yang (+) dan allergen yang jelas. 1
Rinitis alergika sering ditemukan pada pasien dengan usia < 20 tahun, sedangkan
pada rinitis vasomotor lebih banyak dijumpai pada usia > 20 tahun dan terbanyak diderita
oleh perempuan. Berdasarkan epidemiologinya, kurang lebih 58 juta penduduk amerika
menderita rinitis alergika, 19 juta menderita rinitis non-alergika dan 26 juta menderita rinitis
type campuran.
Dengan demikian diharapkan dokter menjadi lebih teliti dalam melakukan anamnesa
dan mempertimbangkan apakah rinitis pada pasien adalah benar – benar sebagai rinitis
alergika, rinitis vasomotor atau rinitis type campuran. Sehingga pengobatan yang digunakan
memberikan hasil yang optimal.
I.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui rinitis vasomotor baik dari
definisi, patofisiologi dan gejala klinis sehingga diharapkan dapat menegakkan diagnosis
dengan tepat sehingga terapi yang tepat dapat diberikan.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Definisi
Rinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologi lapisan mukosa hidung yang
disebabkan peningkatan aktivitas saraf parasimpatis. Penyakit ini termasuk dalam penyakit
rinitis kronis selain rinitis alergika. 9
Rinitis vasomotor adalah infeksi kronis lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh
terganggunya keseimbangan sistem saraf parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi
lebih dominan sehingga terjadi pelebaran dan pembangkakan pembuluh darah di hidung.
Gejala yang timbul berupa hidung tersumbat, bersin dan ingus yang encer. 3
Rinitis vasomotor adalah kondisi dimana pembuluh darah yang terdapat di hidung menjadi
membengkak sehingga menyebabkan hidung tersumbat dan kelenjar mukus menjadi
hipersekresi. 4
II.2. Anatomi hidung
Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung dengan
pendarahan serta persarafannya, serta fisiologi hidung. Hidung luar berbentuk piramid
dengan bagian – bagiannya dari atas ke bawah :
1. Pangkal hidung ( bridge )
2. Dorsum nasi
3. Puncak hidung
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung ( nares anterior )
Bagian dari cavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi disebut dengan vestibulum.
Vestibulum dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar subasea dan rambut panjang
yang disebut vibrise.
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka yaitu yang terbesar bagian bawah konka inferior
kemudian lebih kecil lagi keatas adalah konka media dan lebih kecil lagi konka superior dan
lebih kecil disebut konka suprema yang biasanya rudimenter. 5
Diantara konka dan dinding lateral hidung terdapat meatus nasi yang jumlahnya 3 buah yaitu
meatus inferior, meatus media dan meatus superior.
Rongga Hidung dilapisi oleh mukosa secara histologi dan fungsional dibagi atas mukosa
pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktori).
Mukosa pernafasan dilapisi oleh epitel pseudokolumnar berlapis yang mempunyai silia dan
terdapat sel – sel goblet. Dalam keadaan normal warna mukosa adalah merah muda dan
selalu basah karena diliputi oleh palut lendir. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan
banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan
silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat
– obatan.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas
septum. Mukosa dilapisi oleh epitel pseudostratified columnar tidak bersilia. Daerah mukosa
penghidu berwarna coklat kekuningan..
Rongga hidung bagian bawah mendapat perdarahan dari cabang arteri maksilaris interna,
diantaranya adalah ujung a. palatina mayor dan a. splenopalatina yang keluar dari foramen
splenopalatina bersama n. splenopalatina. Hidung bagian depan mendapat perdarahan dari a.
fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis cabang a. splenopalatina, a.
etmoidalis anterior, a. palatina mayor dan a. labialis superior yang membetuk Pleksus
Kiesselbach yang mudah cidera oleh trauma sehingga sering menjadi sumber epistaksis
anterior.
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis
anterior yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris yang berasal dari n. ophtalmicus. 5
Rongga hidung lainnya sebagian lainnya mendapat persarafan sensoris dari n. maxillaris
melalui ganglion spenopalatina. Ganglion spenopalatina selain memberikan persarafan
sensoris juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung.
Ganglion ini menerima serabut sensoris dari n. maksilaris ( N V2 ), serabut parasimpatis dari
n. petrosus superfisialis mayor dan serabut simpatis dari n. petrosus profunda.
Ganglion spenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.
N. olfaktorius turun melalui lamina cribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan
kemudian berakhir pada sel – sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di sepertiga atas
hidung.5
II.2.1. Perjalanan Syaraf Otonom Hidung
Saraf otonom yang mempersarafi mukosa hidung berasal dari nervus vidianus yang
mengandung serabut saraf simpatis dan serabut saraf parasimpatis. Nervus vidianus terbentuk
dari 2 saraf yaitu n. petrosus superfisialis mayor dan n. petrosus profunda. Nervus petrosus
superficialis mayor yang terdapat pada dasar fossa cranialis media yang bersifat parasimpatis
dari Vertebra Cervicalis VII menuju ganglion pterigopalatina. Nervus petrosus profunda
merupakan nervus yang bersifat simpatis yang meninggalkan pleksus carotis internus.
Nervus vidianus terbentuk pada pertemuan kedua nervus tersebut pada dasar kepala dan
memasuki canalis vidianus (pterygoid) pada dinding anterior foramen laserum. Nervus
tersebut memasuki ganglion pterygopalatina dari arah permukaan posterior dan inervasi
simpatis dan parasimpatis didistribusikan pada semua lokasi yang berhubungan dengan
ganlion tersebut ( canalis nasalis, cavum oris, sinus paranasalis dan glandula lakrimalis
melalui cabang N.V1 dan N. V2 ).5
Fossa pterygopalatina mempunyai bentuk kerucut yang terbalik, terletak di sebelah lateral
cavum nasi, anterior inferior dari fossa cranialis media, inferior di apex orbita dan medial dari
fossa infratemporalis. Fossa pterygopalatina berhubungan dengan orbita, fossa cranialis
medialis, cavum nasi, nasofaring, cavum oris dan fossa infratemporalis . Fossa
pterygopalatina terdapat n. maxilaris, N.V2 (cabang kedua dari N. V), pterygopalatina dan
arteri maxillaris.6
Batas :
Posterior
permukaan inferior os. Sphlenoidalis ala mayor
dasar dari Proc. Pterigoideus, lamina Proc. Pterygoideus.
Anterior
permukaan posterior os maxillaris
Superior
bagian posterior fissura orbitalis inferior
proc. Orbitalis os palatina
corpus os palatina
Inferior
puncak dari canalis pterygopalatina
Medial
perpendicularis os palatina
Lateral :
terletak pada fissura pterygomaxillaris
Menghubungkan
Lokasi pada pembukaan dinding posterior.
Canalis Vidian (Canalis Pterygoideus), berhubungan dengan fossa cranialis
media pada bagian anterior dari foramen laserum. Berisi N. Vidianus yang di
bentuk oleh N. Petrosus Profunda (serabut simpatis postganglionik).
N.Vidianus juga mengandung serabut sensoris dari nervus kranialis VIII yang
menginervasi palatum molle.
Foramen Rotundum, berhubungan dengan fossa cranialis media. Berisi n.
maxillaris cabang ke II N.V (N.V2).
Canalis Pharyngeal, berhubungan dengan nasofaring. Berisi N.Pharingealis
(cabang dari N.V2, yang berasal dari ganglion pterygopalatina) dan
A.pharyngealis (cabang A.Maxillaris).
Lokasi pada pembukaan dinding superior
Foramen sphenopalatina, berhubungan dengan cavum nasi. Berisi
N.Sphenopalatina, merupakan cabang dari N.V2 dari ganglion pterygopalatina
dan A.Sphenopalatina (cabang dari A.Maxillaris).
Keluar dari dinding anterior
Fissure orbitalis inferior, berhubungan dengan orbita. Berisi N.Infraorbitalis
(cabang N.V2), A.Infraorbitalis (cabang A.Maxilaris).
Bagian inferior fossa pterygopalatina yang masuk kedalam canalis.
Canalis pterygopalatina, berhubungan dengan dasar cavum oris. Canalis
pterygopalatina menghubungkan foramina palatina superior dan inferior.
Berisi V.Palatina desenden (cabang N.V2) dan A.Palatina desenden. Didalam
canal, N.Palatina desenden dan A.Palatina desenden mengeluarkan cabang
media dan lateral inferior hidung.
II.2.2. Fisiologi Hidung
Fungsi hidung adalah untuk
1. Jalan nafas
2. Alat pengatur kondisi udara ( air conditioning )
3. Penyaring udara
4. Sebagai indera peghidu
5. Resonansi suara
6. Turut membantu untuk proses suara
7. Reflek nasal.
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan
masuk ke alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur kelembaban udara dan
mengatur suhu. Mengatur kelembaban udara dilakukan oleh palut lendir atau mucous blanket.
Pada musim panas udara hampir jenuh dengan uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit,
sedangkan pada musim dingin akan terjadi keadaan sebaliknya. Pengaturan suhu
dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah dibawah epitel dan adanya permukaan
konka serta septum yang luas sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal, dengan
demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37°C.5
Silia juga berfungsi sebagai pembersih hidung sehingga akan membersihkan udara yang
masuk ke dalam rongga hidung .Kerusakan silia akan menyebabkan terkumpulnya mucus
serta hilangnya fungsi pembersih udara sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Kerusakan
silia dapat terjadi pada penyakit- penyakit seperti rhinitis. sinusitis, merokok serta pada
sindroma Kartagener, yaitu gangguan herediter yang mencakup gabungan dekstrokardia
( situs inversus), bronkiektasis, dan sinusitis yang diturunkan sebagai ciri resesif autosomal.
II.3. Etiologi
Penyebab pasti rinitis vasomotor ini belum diketahui secara pasti, diduga akibat gangguan
keseimbangan vasomotor. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi berbagai hal, antara
lain : 9
Obat – obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, misal ergotamin,
clorpromazin, obat antihipertensi dan obat vasokonstriktor lokal.
Faktor fisik, seperti asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi, dan bau
yang merangsang.
Faktor endokrine, seperti kehamilan, pubertas dan hipotiroidisme.
Faktor psikis seperti cemas, tegang
II.4. Patogenesis
Ada beberapa mekanisme yang berinteraksi dengan hidung yang menyebabkan terjadinya
rinitis vasomotor pada berbagai kondisi lingkungan. Sistem saraf otonom mengontrol suplai
darah ke dalam mukosa nasal dan sekresi mukus. Diameter dari arteri hidung diatur oleh saraf
simpatis sedangkan saraf parasimpatis mengontrol sekresi glandula dan mengurangi tingkat
kekentalannya, serta menekan efek dari pembuluh darah kapasitan (kapiler).3. Efek dari
hipoaktivitas saraf simpatis atau hiperaktivitas saraf parasimpatis bisa berpengaruh pada
pembuluh darah tersebut yaitu menyebabkan terjadinya peningkatan edema interstisial dan
akhirnya terjadi kongesti yang bermanifestasi klinis sebagai hidung tersumbat. Aktivasi dari
saraf parasimpatis juga meningkatkan sekresi mukus yang menyebabkan terjadinya rinorea
yang eksesif.
Teori lain meyebutkan adanya peningkatan peptida vasoaktif yang dikeluarkan sel – sel
seperti sel mast. Peptida ini termasuk histamin, leukotrien, prostaglandin dan kinin.
Peningkatan peptida vasoaktif ini tidak hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang
meyebabkan kongesti, hidung tersumbat, juga meningkatkan efek dari asetilkolin pada sistem
saraf parasimpatis pada sekresi nasal, yang meningkatkan terjadinya rinorea. Pelepasan dari
peptida ini bukan diperantarai oleh IgE seperti pada rinitis alergika. Pada beberapa kasus
rinitis vasomotor, eosinofil atau sel mast kemungkinan didapati meningkat pada mukosa
hidung .3,8,9. Terlalu hiperaktifnya reseptor iritans yang berperan pada terjadinya rinitis
vasomotor. Banyak kasus rinitis vasomotor berkaitan dengan agen spesifik atau kondisi
tertentu. Contoh beberapa agen atau kondisi yag mempengaruhi kondisi tersebut adalah ;
perubahan temperatur, kelembaban udara, parfum, aroma masakan yang terlalu kuat, asap
rokok, debu, polusi udara dan stress (fisik dan psikis) .3,8
Mekanisme terjadinya rinitis vasomotor oleh karena aroma dan emosi secara langsung
melibatkan kerja dari hipotalamus. Aroma yang kuat akan merangsang sel – sel olfaktorius
terdapat pada mukosa olfaktorii. Kemudian berjalan melalui traktus olfaktorius dan berakhir
secara primer maupun sesudah merelay neuron pada dua daerah utama otak, yaitu daerah
olfaktoris medial dan olfaktoris lateral. Daerah olfaktoris medial terletak pada bagian anterior
hipotalamus. Jika bagian anterior hipotalamus teraktivasi misalnya oleh aroma yang kuat
serta emosi, maka akan menimbulkan reaksi parasimpatetik di perifer sehingga terjadi
dominasi fungsi syaraf parasimpatis di perifer, termasuk di hidung yang dapat menimbulkan
manifestasi klinis berupa rhinitis vasomotor.13
Dari penelitian binatang telah diketahui bahwa vaskularisasi hidung dipersarafi sistem
adrenergik maupun oleh kolinergik. Sistem saraf otonom ini yang mengontrol vaskularisasi
pada umumnya dan sinusoid vena pada khususnya, memungkinan kita memahami
mekanisme bendungan koana. Stimulasi kolinergik menimbulkan vasodilatasi sehingga
koana membengkak atau terbendung, hasilnya terjadi obstruksi saluran hidung. Stimulasi
simpatis servikalis menim bulkan vasokonstriksi hidung.
Dianggap bahwa sistem saraf otonom, karena pengaruh dan kontrolnya atas mekanisme
hidung, dapat menimbulkan gejala yang mirip rinitis alergika. Rinopati vasomotor
disebabkan oleh gangguan sistem saraf autonom dan dikenal sebagai disfungsi vasomotor.
Reaksi reaksi vasomotor ini terutama akibat stimulasi parasimpatis (atau inhibisi simpatis)
yang menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular disertai udema dan
peningkatan sekresi kelenjar. 10,
Bila dibandingkan mekanisme kerja pada rinitis alergika dengan rinitis vasomotor, maka
reaksi alergi merupakan akibat interaksi antigen antibodi dengan pelepasan mediator yang
menyebabkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas yang
menimbulkan gejala obstruksi saluran pernafasan hidung serta gejala bersin dan rasa gatal.
Pelepasan mediator juga meningkatan aktivitas kelenjar dan meningkatkan sekresi, sehingga
mengakibatkan gejala rinorea. Pada reaksi vasomotor yang khas, terdapat disfungsi sistem
saraf autonom yang menimbulkan peningkatan kerja parasimpatis (penurunan kerja simpatis)
yang akhirnya menimbulkan peningkatan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan
permeabilitas, yang menyebabkan transudasi cairan dan edema. Hal ini menimbulkan gejala
obstruksi saluran pernafasan hidung serta gejala bersin dan gatal. Peningkatan aktivitas
parasimpatis meningkatkan aktivitas kelenjar dan menimbulkan peningkatan sekresi hidung
yang menyebabkan gejala rinorea. Pada pokoknya, reaksi alergi dan disfungsi vasomotor
menghasilkan gejala yang sama melalui mekanisme yang berbeda. Pada reaksi alergi, ia
disebabkan interaksi antigen – antibodi, sedangkan pada reaksi vasomotor ia disebabkan oleh
disfungsi sistem saraf autonom. 10
II.5. Gejala dan Tanda
Gejala penderita rinitis alergi atau rinitis vasomotor kadang – kadang sulit dibedakan karena
gejala – gejalanya mirip, yaitu obstruksi hidung, rinorea dan bersin. Biasanya penderita rinitis
alergika lebih merasakan gatal dan bersin berulang seperti “ staccato“. Biasanya ia tidak
ditemukan atau tidak jelas pada rinitis vasomotor.Reaksi bisa disebabkan oleh disfungsi
sistem saraf autonom, tetapi disamping itu, obstruksi hidung, rinorea dan bersin dapat
disebabkan oleh faktor iritasi , fisik, endokrin dan faktor lain.Hidung mungkin sensitive
terhadap pengaruh hormone, oleh karena itu reaksi rhinitis vasomotor mungkin berhubungan
dengan kehamilan atau kontrasepsi per oral, tapi rhinitis vasomotor pada kehamilan segera
menyembuh setelah melahirkan dan mungkin berhubungan dengan keseimbangan hormone.
Penderita dengan anamnesis rinitis vasomotor bisa menggambarkan sensitivitas yang tidak
biasa terhadap kelembaban udara. Biasanya rinitis non alergika ini disertai dengan gejala –
gejala obstruksi saluran pernafasan hidung dan rinorea yang hebat. Biasanya tidak terdapat
variasi musim, tetapi gejalanya dapat menyerupai rinitis alergika sepanjang tahun. Tetapi
karena mungkin terdapat remisi dan eksaserbasi, maka ia dapat pula menyerupai rinitis
alergika musiman. Hal ini terjadi bila pasien sensitif pada perubahan suhu yag menyertai
perubahan musim. Biasanya penderita rinitis vasomotor tidak mempunyai riwayat alergi pada
keluarganya. Mereka menjelaskan fenomena iritatifnya dimulai di usia dewasa. Jarang terjadi
bersin dan rasa gatal.
Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung pada posisi pasien. Terdapat rinorea
yang mukus atau serosa, kadang agak banyak. Jarang disertai bersin dan tidak disertai gatal di
mata. Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang
ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya. 10
II.6. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior didapatkan konka nasalis inferior mungkin
pucat, membengkak dan polipoid. Dapat ditemukan eosinofil di dalam sekresi hidung, seperti
yang dapat dijumpai pada rinitis alergika. Walaupun belim diketahui mengapa eosinofil juga
ditemukan pada rinitis vasomotor. 10
II.7. Diagnosis
Diagnosis rinitis vasomotor dibuat dengan menyingkirkan kemungkinan lain dengan
mengetahui riwayat penyakit, pemeriksaan fisik pada hidung dan tenggorok serta tidak
didapatkannya allergen spesifik yang menyebabkan terjadinya gejala tersebut atau dengan
pemeriksaan skin tes yang negativ. Perubahan foto rontgen, penebalan membrana mukosa
sinus tidaklah spesifik dan tidak bernilai untuk diagnosis. Rinitis vasomotor bisa terjadi
bersama – sama dengan rinitis alergika. Setelah menyingkirkan setiap penyebab obstruksi
hidung dan sekresi hidung lainnya, maka dapat dibuat diagnosis rinitis vasomotor.
II.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang digunakan pada rhinitis vasomotor bervariasi, tergantung pada factor
penyebab dan gejala yang menonjol.
Secara garis besar penatalaksanaan dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
1. Menghindari penyebab
Jika agen iritan diketahui, terapi terbaik adalah dengan pencegahan dan menghindari. Jika
tidak diketahui, pembersihan mukosa nasal secar periodik mungkin bisa membantu.
Bisa dilakukan dengan menggunakan semprotan larutan saline atau alat irigator
seperti Grossan irigator.
2. Farmakologik
Antihistamin mempunyai respon yang beragam. Membantu pada pasien dengan gejala
utama rinorea. Selain antihistamin, pemakaian antikolinergik juga efektif pada pasien
dengan gejala utama rinorea. Obat ini adalah antagonis muskarinik. Obat yang
disarankan seperti Ipratropium Bromida, juga terdapat formula topikal dan atrovent,
yang mempunyai efek sistemik lebih sedikit. Penggunaan obat ini harus dihindari
pada pasien dengan takikardi dan glaukom sudut sempit.
Steroid topikal membantu pada pasien dengan gejala utama kongesti, rinorea dan
bersin. Obat ini menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh vasoaktif
mediator yang dapat menghambat Phospolipase A2, mengurangi aktivitas reseptor
asetilkolin, menurunkan basofil, sel mast dan eosinofil. Efek dari kortikostreroid tidak
bisa segera, tapi dengan penggunaan jangka panjang, minimal sampai 2 gr sebelum
hasil yang diinginkan tercapai. Steroid topikal yang dianjurkan seperti
Beclomethason, Flunisolide dan Fluticasone. Efek samping dengan steroid ; udem
mukosa,eritema ringan.
Dekongestan atau simpatomimetik agen digunakan pada gejala utama hidung tersumbat.
Untuk gejala yang multiple, penggunan dekongestan yang diformulasikan dengan
antihistamin dapat digunakan. Obat yang disarankan seperti Pseudoefedrin,
Phenilprophanolamin dan Phenilephrin serta Oxymetazoline (semprot hidung). Obat
ini merupakan agonis reseptor α dan baik untuk meringankan serangan akut. Pada
penggunaan topikal yang terlalu lama (> 5 hari) dapat terjadi rinitis medikamentosa
yaitu rebound kongesti yang terjadi setelah penggunaan obat topikal > 5 hari.
Kontraindikasi pemakaian dekongestan adalah penderita dengan hipertensi yang berat
serta tekanan darah yang labil.
Pemberian preparat Kalsium seperti Dumocalsin atau preparat Kalk dapat juga
digunakan.Pada rhinitis vasomotor terjadi peningkatan acetilkholin sebagai akibat dari
dominasi parasimpatis ,untuk menurunkan kadar asetil cholin maka diperlukan adanya
enzyme asetilcholin esterase.Dengan pemberian prerat Kalk dapat meningkatkan kerja
enzyme asetil cholin esterase sehingga dapat memecah asetilkolin yang menumpuk
tersebut.
3. Bedah
Jika rhinitis vasomotor tidak berkurang dengan terapi diatas, prosedur pembedahan dapat
dilakukan antara lain dengan Cryosurgery / Bedah Cryo yang berpengaruh pada
mukosa dan submukosa. Operasi ini merupakan tindakan yang cukup sukses untuk
mengatasi kongesti, tetapi ada kemungkinan untuk terjadinya hidung tersumbat post
operasi yang berlangsung lama dan kerusakan dari septum nasi. Neurectomi
n.vidianus merusak baik hantaran simpatis and parasimpatis ke mukosa sehingga
dapat menghilangkan gejala rinorea. Kauterisasi dengan AgNO3 atau elektrik cauter
dapat dilakukan tetapi hanya pada lapisan mukosa. Cryosurgery lebih
dipertimbangkan daripada cauterisasi karena dapat mencapai lapisan submukosa.
Reseksi total atau parsial pada konka inferior berhasil baik
Komunikasi dan diskusi dengan pasien merupakan bagian penatalaksanaan medis yang
sangat penting, terutama bila tidak ditemukan abnormalitas yang mendasari. Konsep reaksi
hidung normal berlebihan harus didiskusikan ke pasien bahwa beberapa orang mempunyai
hidung yang sensitif. Penderita dengan sensitivitas hidung dapat diiritasi oleh pengatur udara
(AC) atau polusi udara (ruangan yang penuh dengan asap rokok atau smog). Bila telah
diterangkan konsep variabilitas biologis dan sensitivitas hidung, pasien akan lebih memahami
gangguannya. Pengertian akan sangat membantu pasien untuk menerima dan hidup dengan
kelainan ini.
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan melakukan olahraga dapat
meningkatkan daya tahan dan kondisi penderita rhinitis vasomotor. Peningkatan aktivitas
fisik berpengaruh pada pengurangan produksi dari protein yang memacu timbulnya mucus.
Penjelasan lain menyebutkan dengan olahraga dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi
membrane, karena dengan olah raga dapat meningkatkan kadar adrenalin sehinggga dapat
mengurangi sekresi mucus.Juga dengan olahraga akan membentuk reflek naso pulmonal
yaitu dengan meningkatkan Volume Tidal ( VT) paru dan diharapkan bila paru terbuka
maksimal maka hidung juga akan lebih terbuka, sehingga dapat mengurangi sumbatan
hidung. Ini bukanlah suatu solusi permanent dalam menangani rhinitis vasomotor, tetapi
dapat dipertimbangkan sebagai salah satu bentuk pencegahan terjadinya eksaserbasi gejala. 11
II.9. Komplikasi
Biasanya komplikasi yang sering terjadi dari rinitis vasomotor ini adalah polip hidung dan
terjadinya sinusitis. 10
BAB III
KESIMPULAN
Rinitis vasomotor adalah suatu inflamasi pada mukosa hidung yang bukan merupakan
proses alergi, non infeksius dan menyebabkan terjadinya obstruksi hidung dan rinorea.
Etiologinya dipercaya sebagai akibat ketidakseimbangan saraf otonom pada mukosa hidung
sehingga terjadi pelebaran dan pembengkakan pembuluh darah di hidung.
Rinitis vasomotor sering ditemukan pada usia awitan > 20 tahun dan terbanyak
diderita oleh perempuan. Diagnosa rinitis vasomotor ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan
hasil pemeriksaan skin test mengingat kemiripan gejala yang juga dimiliki oleh rinitis
alergika. Rinitis alergika mempunyai hasil skin test yang (-) dan test allergen yang (-).
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya rinitis vasomotor antara lain
Perubahan temperatur ruangan
Parfum
Aroma masakan
Kelembaban udara
Aroma masakan yang terlalu kuat
Asap rokok
Debu
Polusi udara
Stress fisik dan psikis
Terapi rinitis vasomotor secara garis besar adalah dengan :
1. Menghindari penyebab
2. Farmakologik, terdiri dari :
★ Steroid
★ Dekongestan
3. Bedah