Reza Diharja, Dr. –Ing Cuk Imawan

10
1 Universitas Indonesia Pendeteksian L-sistein Menggunakan Nanopartikel Perak Reza Diharja, Dr. –Ing Cuk Imawan Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 [email protected], [email protected] Abstrak Pendeteksian l-sistein menggunakan nanopartikel perak dengan memanfaatkan metode kolorimetri telah dikembangkan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kurva kalibrasi pendeteksian l-sistein menggunakan nanopartikel perak berbentuk larutan. Selain itu, mengetahui respon pengaruh penambahan larutan garam NaCl, asam (HCl), basa (NaOH) dan pH terhadap hasil pendeteksian l-sistein. Spektrofotometer UV Vis dan kamera digital digunakan untuk mengkarakterisasi pendeteksian l-sistein dan pengaruh penambahan berbagai macam larutan. Spektrofotometer UV Vis digunakan untuk mengukur spektrum absorbansi larutan sedangkan kamera digital untuk merekam tampilan warna larutan. Nanopartikel perak berbentuk larutan berwarna kuning kecoklatan dihasilkan dari proses biosintesis AgNO 3 1mM dan air rebusan daun bisbul. Hasil biosintesis langsung diterapkan untuk mendeteksi l-sistein dengan rentang variasi konsentrasi 2 – 8 ppm dan 0,10 – 25 ppm. Pengaruh eksternal berupa perubahan pH dan penambahan berbagai macam larutan seperti NaCl 0,10 - 1,0 M dan 1,0 M, HCl 0,01 - 0,10 M dan 0,10 M, NaOH 0,01-0,10 M dan 0,10 M diterapkan pada hasil pendeteksian l- sistein. Pendeteksian l-sistein memberikan respon tampilan warna larutan kuning kecoklatan atau tidak berubah, setelah dan sebelum pendeteksian. Penambahan larutan garam, asam, terhadap hasil pendeteksian l-sistein membuat perubahan warna larutan menjadi lebih terang dan puncak absorbansi turun. Puncak absorbansi yang turun tidak berarti sensitivitas pendeteksian menjadi naik. Penambahan larutan basa membuat perubahan warna larutan menjadi lebih gelap dan hasil pendeteksian l-sistein menjadi tidak terukur dengan baik yang ditandai oleh puncak absorbansi yang tidak pada satu nilai tertentu. Kata kunci : biosintesis, kolorimetri, l-sistein, larutan nanopartikel perak 1. Pendahuluan Asam amino merupakan senyawa organik yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan fungsi kerja secara normal. Kebutuhan asam amino bagi manusia akan berbeda menurut jenjang usia. Methionine merupakan asam amino esensial yang terlibat pada siklus metabolik. Metabolisme methionine terlibat dalam proses pembentukan antioksidan, sistein [1]. Sistein merupakan salah satu dari 20 macam asam amino non esensial yang merupakan sumber sulfur yang penting pada proses metabolisme. Sementara itu, defisiensi atau kekurangan sistein berhubungan dengan pertumbuhan yang lambat, hair epigmentation, edema, lesu, kerusakan hati, muscle and fat loss, luka pada kulit dan tubuh lemah [13]. Oleh karena kebutuhan l-sistein bagi tubuh manusia memiliki nilai tertentu, sehingga diperlukan suatu instrumen analisis untuk mengetahui kuantitas l- sistein. Untuk itu, upaya yang dilakukan adalah menggunakan instrumen analisis seperti High Performance Liquid Chromatography (HPLC), mass spectrometry dan elecrochemical systems [1], gas chromatography (GC) and capillary electrophoresis (CE) [13]. Namun, berbagai metode tersebut tidak mudah untuk digunakan, karena membutuhkan peralatan yang canggih, dilakukan di laboratorium dan membutuhkan tenaga yang terampil. Sehingga diperlukan metode alternatif pendeteksian l-sistein agar dapat membantu menyelesaikan permasalahan ini. Metode alternatif ini harus dapat digunakan secara in-situ, murah, sederhana dan tidak diperlukan operator terdidik, sehingga manfaatnya lebih luas dan dapat digunakan oleh masyarakat secara langsung. Salah satu metode praktis yang dipilih adalah kolorimetri. Metode kolorimetri merupakan cara yang dilakukan dengan tidak menggunakan berbagai peralatan yang canggih karena berdasarkan analisis perubahan warna larutan indikator ketika dicampurkan dengan analit tertentu. Beberapa contoh senyawa chromogenic dan flourogenic juga dipakai untuk mendeteksi keberadaan asam amino [1]. Metode kolorimetri juga memiliki kekurangan. Kekurangan metode ini diantaranya adalah sulit untuk membedakan warna secara cermat [6] dan tingkat ketelitian rendah [10] yang disebabkan informasi mengenai l-sistein bisa saja bercampur dengan informasi senyawa lainnya. Metode kolorimetri yang digunakan berbasis nanopartikel logam mulia seperti emas dan perak. Penggunaan nanopartikel perak untuk mendeksi keberadaan l-sistein ini telah banyak dilakukan orang seperti pada penelitian [12], [1], [9]. Metode kolorimetri membutuhkan dukungan peralatan Pendeteksian l sistein…, Reza Diharja, FMIPA UI, 2014

Transcript of Reza Diharja, Dr. –Ing Cuk Imawan

Page 1: Reza Diharja, Dr. –Ing Cuk Imawan

1  Universitas Indonesia

Pendeteksian L-sistein Menggunakan Nanopartikel Perak

Reza Diharja, Dr. –Ing Cuk Imawan

Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424

[email protected], [email protected]

Abstrak

Pendeteksian l-sistein menggunakan nanopartikel perak dengan memanfaatkan metode kolorimetri telah dikembangkan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kurva kalibrasi pendeteksian l-sistein menggunakan nanopartikel perak berbentuk larutan. Selain itu, mengetahui respon pengaruh penambahan larutan garam NaCl, asam (HCl), basa (NaOH) dan pH terhadap hasil pendeteksian l-sistein. Spektrofotometer UV Vis dan kamera digital digunakan untuk mengkarakterisasi pendeteksian l-sistein dan pengaruh penambahan berbagai macam larutan. Spektrofotometer UV Vis digunakan untuk mengukur spektrum absorbansi larutan sedangkan kamera digital untuk merekam tampilan warna larutan. Nanopartikel perak berbentuk larutan berwarna kuning kecoklatan dihasilkan dari proses biosintesis AgNO3 1mM dan air rebusan daun bisbul. Hasil biosintesis langsung diterapkan untuk mendeteksi l-sistein dengan rentang variasi konsentrasi 2 – 8 ppm dan 0,10 – 25 ppm. Pengaruh eksternal berupa perubahan pH dan penambahan berbagai macam larutan seperti NaCl 0,10 - 1,0 M dan 1,0 M, HCl 0,01 - 0,10 M dan 0,10 M, NaOH 0,01-0,10 M dan 0,10 M diterapkan pada hasil pendeteksian l-sistein. Pendeteksian l-sistein memberikan respon tampilan warna larutan kuning kecoklatan atau tidak berubah, setelah dan sebelum pendeteksian. Penambahan larutan garam, asam, terhadap hasil pendeteksian l-sistein membuat perubahan warna larutan menjadi lebih terang dan puncak absorbansi turun. Puncak absorbansi yang turun tidak berarti sensitivitas pendeteksian menjadi naik. Penambahan larutan basa membuat perubahan warna larutan menjadi lebih gelap dan hasil pendeteksian l-sistein menjadi tidak terukur dengan baik yang ditandai oleh puncak absorbansi yang tidak pada satu nilai tertentu. Kata kunci : biosintesis, kolorimetri, l-sistein, larutan nanopartikel perak

1. Pendahuluan

Asam amino merupakan senyawa organik yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan fungsi kerja secara normal. Kebutuhan asam amino bagi manusia akan berbeda menurut jenjang usia. Methionine merupakan asam amino esensial yang terlibat pada siklus metabolik. Metabolisme methionine terlibat dalam proses pembentukan antioksidan, sistein [1]. Sistein merupakan salah satu dari 20 macam asam amino non esensial yang merupakan sumber sulfur yang penting pada proses metabolisme. Sementara itu, defisiensi atau kekurangan sistein berhubungan dengan pertumbuhan yang lambat, hair epigmentation, edema, lesu, kerusakan hati, muscle and fat loss, luka pada kulit dan tubuh lemah [13].

Oleh karena kebutuhan l-sistein bagi tubuh manusia memiliki nilai tertentu, sehingga diperlukan suatu instrumen analisis untuk mengetahui kuantitas l-sistein. Untuk itu, upaya yang dilakukan adalah menggunakan instrumen analisis seperti High Performance Liquid Chromatography (HPLC), mass spectrometry dan elecrochemical systems [1], gas chromatography (GC) and capillary electrophoresis (CE) [13]. Namun, berbagai metode tersebut tidak mudah untuk digunakan, karena membutuhkan peralatan yang canggih, dilakukan di laboratorium dan membutuhkan tenaga yang terampil.

Sehingga diperlukan metode alternatif pendeteksian l-sistein agar dapat membantu menyelesaikan permasalahan ini. Metode alternatif ini harus dapat digunakan secara in-situ, murah, sederhana dan tidak diperlukan operator terdidik, sehingga manfaatnya lebih luas dan dapat digunakan oleh masyarakat secara langsung. Salah satu metode praktis yang dipilih adalah kolorimetri. Metode kolorimetri merupakan cara yang dilakukan dengan tidak menggunakan berbagai peralatan yang canggih karena berdasarkan analisis perubahan warna larutan indikator ketika dicampurkan dengan analit tertentu. Beberapa contoh senyawa chromogenic dan flourogenic juga dipakai untuk mendeteksi keberadaan asam amino [1]. Metode kolorimetri juga memiliki kekurangan. Kekurangan metode ini diantaranya adalah sulit untuk membedakan warna secara cermat [6] dan tingkat ketelitian rendah [10] yang disebabkan informasi mengenai l-sistein bisa saja bercampur dengan informasi senyawa lainnya.

Metode kolorimetri yang digunakan berbasis nanopartikel logam mulia seperti emas dan perak. Penggunaan nanopartikel perak untuk mendeksi keberadaan l-sistein ini telah banyak dilakukan orang seperti pada penelitian [12], [1], [9]. Metode kolorimetri membutuhkan dukungan peralatan

Pendeteksian l sistein…, Reza Diharja, FMIPA UI, 2014

Page 2: Reza Diharja, Dr. –Ing Cuk Imawan

     

 2  

Universitas Indonesia  

karakterisasi lanjutan, yakni kamera digital dan spektrofotometer UV-Vis. Karakterisasi menggunakan kamera digital diperlukan untuk merekam perubahan warna pada larutan yang diujikan. Sementara itu, karakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis menghasilkan respon pengukuran berupa kurva absorbansi vs panjang gelombang.

2. Metode Penelitian

Alat yang digunakan meliputi kamera digital [Olympus fe5030]. kuvet disposable 280 – 700 nm [Kartel 1938], dan Spektrofotometer UV-Vis [GENESYS 10S UV-Vis ]. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi daun bisbul sebagai agen pereduksi AgNO3. AgNO3 [Duchefa Biochemie], akuades, akuabides, l-sistein (Merck), NaOH (Merck), NaCl (Merck), HCl (Merck), kertas aluminium, kertas saring whatman no.1, dan tisu.

Biosintesis Larutan Nanopartikel Perak

Tahap pembuatan larutan nanopartikel perak (metode biosintesis) yang digunakan untuk pendeteksian l-sistein memerlukan komponen-komponen seperti larutan AgNO3 1mM dan air rebusan daun bisbul. Kedua macam larutan dicampurkan menggunakan perbandingan volume masing-masing 10 : 1 dan diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 2 jam. setelah diaduk, larutan campuran kemudian didiamkan selama 24 jam [4] dan dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer UV Vis dan kamera digital. Karakterisasi dilakukan untuk memastikan keberadaan nanopartikel perak dan mengetahui besarnya puncak absorbansi yang terbentuk.

Pendeteksian L-sistein Menggunakan Larutan Nanopartikel Perak

Pendeteksian l-sistein menggunakan larutan nanopartikel perak melewati berbagai macam pengujian, diantaranya:

1. Menentukan kurva kalibrasi nanopartikel perak terhadap hasil pendeteksian l-sistein Penentuan kurva kalibrasi bertujuan untuk melihat respon larutan nanopartikel perak terhadap pendeteksian l-sistein pada berbagai macam konsentrasi. Hasil penentuan kurva kalibrasi digunakan sebagai acuan respon pendeteksian l-sistein dengan berbagai tambahan pengujian lainnya. Pengujian ini dibagi menjadi dua kategori, yakni pendeteksian l-sistein konsentrasi 2-8 ppm dan 0,10-25 ppm. Pengujian ini dilakukan dengan mencampurkan larutan nanopartikel perak dan l-sistein (berbagai macam konsentasi) menggunakan perbandingan volume 10 : 3. Hasil pendeteksian kemudian dikarakterisasi menggunakan

spektrofotometer uv vis dan kamera digital setelah larutan berumur minimal 30 menit.

2. Menguji penambahan larutan garam terhadap hasil pendeteksian l-sistein Pengujian ini bertujuan untuk melihat respon penambahan larutan garam terhadap hasil pendeteksian l-sistein. Pengujian dibagi menjadi dua kategori, yakni memvariasikan konsentrasi l-sistein rentang 0,10 - 25 ppm dan NaCl 1,0 M. Kemudian memvariasikan konsentrasi larutan garam NaCl 0,10 – 1,0 M dan konsentrasi l-sistein 25 ppm. Pengujian dilakukan dengan cara mencampurkan larutan nanopartikel perak dan l-sistein menggunakan perbandingan volume 10 : 3. Kemudian ditambahkan larutan garam NaCl dengan perbandingan volume 10 : 2. Karakterisasi dilakukan setelah campuran larutan berumur 15 menit menggunakan spektrofotometer UV Vis dan kamera digital.

3. Menguji pengaruh penambahan larutan basa dan asam terhadap hasil pendeteksian l-sistein Pengujian ini bertujuan untuk melihat respon penambahan larutan asam maupun basa terhadap pendeteksian l-sistein. Pengujian dibagi menjadi dua kategori, yakni memvariasikan konsentrasi l-sistein 0,10 – 25 ppm dan konsentrasi larutan asam dan/atau basa 0,10 M. Kemudian memvariasikan konsentrasi larutan asam dan/atau basa 0,01-0,10 M dan l-sistein 25 ppm. Pengujian dilakukan dengan cara mencampurkan larutan nanopartikel perak dan l-sistein menggunakan perbandingan volume 10 : 3. Selanjutnya, hasil pencampuran ditambahkan larutan asam dan/atau basa dengan perbandingan volume 10 : 2. Karakterisasi dilakukan setelah campuran larutan berumur 15 menit menggunakan spektrofotometer UV Vis dan kamera digital.

3. Hasil dan Pembahasan

Biosintesis Larutan Nanopartikel Perak

Pembuatan larutan nanopartikel perak menggunakan agen pereduksi air rebusan daun bisbul lebih dikenal dengan metode biosintesis. Pengadukan menggunakan magnetic stirrer selama 2 jam memiliki alasan bahwa dengan tambahan pengaruh mekanik, diharapkan nanopartikel perak cepat terbentuk yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna larutan. Terbentuknya nanopartikel tidak hanya ditandai dengan perubahan larutan warna menjadi kuning kecoklatan, tetapi juga dapat dilihat dari grafik absorbansi yang berada pada rentang panjang gelombang 400-530 nm di spektrum warna UV-Visual [4].

Pendeteksian l sistein…, Reza Diharja, FMIPA UI, 2014

Page 3: Reza Diharja, Dr. –Ing Cuk Imawan

     

 3  

Universitas Indonesia  

200 300 400 500 600 700 800

0

1

2

3

4

5

Abso

rban

si

Panjang gelombang (nm)

NPP umur 24 jam Air rebusan daun bisbul Larutan AgNO3 1mM

Gbr 1 Grafik absorbansi spektrofotomeri UV Vis larutan yang digunakan untuk proses biosintesis nanopartikel perak

 Gbr 2 Larutan yang digunakan untuk proses biosintesis nanopartikel perak, A = AgNO3 1mM, B = Air rebusan daun bisbul, C = Larutan nanopartikel perak berumur 24 jam

Hasil biosintesis larutan nanopartikel perak untuk pendeteksian l-sistein terekam pada gambar 1. Puncak absorbansi bernilai 3,32 dan terletak pada panjang gelombang 426 nm. Puncak absorbansi mengindikasikan banyaknya nanopartikel perak yang terbentuk dan kecepatan reaksi sebagai hasil dari proses biosintesis. Keadaan akan terus meningkat seiring berjalannya waktu hingga mencapai suatu keadaan jenuh yang berati nanopartikel perak sudah mencapai jumlah maksimum.

Hasil biosintesis larutan nanopartikel perak menghasilkan FWHM (Full Width at Half Maximum) sebesar 146 nm. FWHM memberikan informasi mengenai sebaran ukuran nanopartikel perak, dimana semakin lebar FWHM, maka semakin beragam ukuran nanopartikel perak yang terbentuk. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian [8], nanopartikel perak yang terbentuk dari proses biosintesis memiliki ukuran yang berkisar antara 60 – 80 nm.

Menentukan kurva kalibrasi nanopartikel perak terhadap hasil pendeteksian l-sistein

Pendeteksian l-sistein menggunakan larutan nanopartikel perak terbagi menjadi dua rentang konsentrasi l-sistein, yaitu 0,10 – 25 ppm dan 2,0 – 8,0

ppm. Hal ini merujuk pada data [11], bahwa manusia dewasa membutuhkan sekitar 15 ppm asam amino golongan sulfur per hari. Asam amino golongan sulfur antara lain methionine dan cysteine. Dari 15 ppm asam amino golongan sulfur yang dibutuhkan, manusia dewasa membutuhkan setidaknya sekitar 4 -5 ppm l-sistein per hari. Kadar ini menjadi titik acuan ukur yang dilakukan pada pengukuran l-sistein. Sehingga pengujian untuk menentukan kurva kalibrasi berada pada rentang demikian. Sedangkan pengukuran l-sistein dengan rentang 0,10 – 25 ppm, dimaksudkan untuk melihat respon yang dihasilkan dengan ekspansi yang jauh dari titik ukurnya.

1. Rentang pendeteksian l-sistein 2 – 8 ppm

200 300 400 500 600 7000

1

2

3

4

Abs

orba

nsi

Panjang gelombang (nm)

NPP + L-sistein 2 ppm NPP + L-sistein 4 ppm NPP + L-sistein 6 ppm NPP + L-sistein 8 ppm NPP 24 jam

NPP 24 Jam L-sistein 2 L-sistein 4 L-sistein 6 L-sistein 82.90

2.95

3.00

3.05

3.10

3.15

3.20

3.25

3.30

3.35

3.40

Abso

rban

si

Konsentrasi (ppm)

 

Gbr 3 Hasil spektrofotometri UV Vis NPP+L-sistein 2, 4, 6, 8 ppm (A); tampak visual NPP 24 jam, larutan NPP+L-sistein 8, 6, 4, 2 ppm (B); konsentrasi vs absorbansi maksimum NPP 24 jam, l-sistein 2-8 ppm (C).

A B C

A

B

C

Pendeteksian l sistein…, Reza Diharja, FMIPA UI, 2014

Page 4: Reza Diharja, Dr. –Ing Cuk Imawan

     

 4  

Universitas Indonesia  

Hasil pendeteksian l-sistein menggunakan larutan nanopartikel perak di kedua rentang pengukuran ditampilkan oleh gambar 3 (B) dan 4 (B) dan tidak ada perubahan warna berarti. Oleh karena itu, dibutuhkan karakterisasi menggunakan spektrofotometer UV Vis, hasilnya tampak pada gambar 3 (A) dan 4 (A). Pada kedua grafik tersebut, jarak antar satu pendeteksian dengan pendeteksian yang lain secara kasat mata terlihat cukup rapat bahkan cenderung tidak proporsional. Absorbansi di gambar 3 (C) diambil pada panjang gelombang (λmax), 426 nm. Hal ini dikarenakan untuk memudahkan berbagai macam pengolahan data selanjutnya dan hasil yang ditampilkan bisa lebih jelas terbedakan.

2. Rentang pendeteksian l-sistein 0,10 – 25 ppm

200 300 400 500 600 7000

1

2

3

4

Abs

orba

nsi

Panjang gelombang (nm)

NPP + l-sistein 0.1 ppm NPP + l-sistein 1 ppm NPP + l-sistein 5 ppm NPP + l-sistein 10 ppm NPP + l-sistein 25 ppm NPP 24 jam

NPP 24 Jam L-sistein 0.1 L-sistein 1 L-sistein 5 L-sistein 10 L-sistein 252.90

2.95

3.00

3.05

3.10

3.15

3.20

3.25

3.30

3.35

3.40

3.45

Abs

orba

nsi

Konsentrasi (ppm)

Gbr 4 Hasil spektrofotometri UV Vis NPP+ L-sistein 0.10, 1, 5, 10, 25 ppm (A); tampak visual (ki-ka) NPP 24 jam, larutan NPP+L-sistein 0.1, 1, 5, 10, 25 ppm

(B); konsentrasi vs absorbansi maksimum NPP 24 jam, l-sistein 0.1, 1, 5, 10, 25 ppm (C).

Data pada gambar 3 (C) kemudian diolah untuk mengetahui fungsi linearitasnya dan didapatkan y = 2.97 - 0,0050x sedangkan R2

= 0,11 untuk rentang pendeteksian l-sistein 2,0 – 8,0 ppm. Kemudian, gambar 4 (C) mengalami pengolahan untuk mendapatkan fungsi linearitas yang bekerja untuk pendeteksian l-sistein pada rentang 0,10 - 25 ppm dan hasilnya tertulis y = 3,30 – 0,002x, R2 = 0.15. Pendeteksian l-sistein di dua rentang konsentrasi berada pada tren yang menurun. Keseluruhan hasil pengujian tersebut masih belum mampu untuk mencapai hasil yang konsisten dengan tren yang naik seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh [9] dimana semakin banyak l-sistein yang ditambahkan ke dalam larutan nanopartikel perak, maka puncak absorbansi yang dihasilkan semakin tinggi. Menurut [5] hasil yang inkonsisten mungkin disebabkan oleh perbedaan sifat-sifat yang dimiliki nanopartikel perak, kondisi lingkungan dan pengujian.

Pengaruh penambahan larutan garam terhadap hasil pendeteksian l-sistein.

Pengaruh penambahan larutan garam (NaCl) terbagi menjadi dua keadaan, yaitu keadaan penambahan larutan NaCl 1,0 M terhadap hasil pendeteksian l-sistein 0,10-25 ppm dan penambahan NaCl konsentrasi 0,10-1,0 M terhadap hasil pendeteksian l-sistein 25 ppm. Keadaan pertama, pengaruh penambahan larutan NaCl 1,0 M terhadap hasil pendeteksian l-sistein 0,10-25 ppm hasilnya terekam pada gambar 5 (B). Perubahan warna menjadi kekuningan terjadi dalam waktu yang singkat, sekitar 5 menit setelah penambahan larutan NaCl terhadap hasil pendeteksian l-sistein. Hasil spektrofotometri UV Vis ditunjukkan oleh gambar 5 (A). Pada gambar tersebut, puncak absorbansi turun pada rentang pendeteksian l-sistein 0,10 - 25 ppm dan lebar spektrum yang lebih sempit bila dibandingkan dengan hasil pengukuran pada gambar 3 dan 4.

Gambar 5 (C) menunjukkan puncak absorbansi yang diambil pada panjang gelombang (λmax) 426 nm. Dibawah pengaruh penambahan larutan NaCl 1,0 M, pendeteksian l-sistein rentang 0,10 – 25 ppm mendapatkan hasil berupa titik terendah berada di pertengahan, yaitu saat konsentrasi l-sistein 5,0 ppm. Pendeteksian pada rentang ini menunjukkan hasil yang tidak konsisten dari satu pengukuran ke pengukuran lainnya ketika puncak absorbansi dijadikan fungsi konsentrasi l-sistein di bawah pengaruh NaCl 1,0 M. Fungsi yang berbentuk linear kembali menjadi pendekatan. Data gambar 5 (C) memiliki fungsi linearitas y = 2,10 – 0,0012x dan R2 = 0,0011.

A

B

C

Pendeteksian l sistein…, Reza Diharja, FMIPA UI, 2014

Page 5: Reza Diharja, Dr. –Ing Cuk Imawan

     

 5  

Universitas Indonesia  

Selanjutnya, terdapat gambar 6 (B) yang merupakan tampilan warna larutan hasil pendeteksian l-sistein keadaan kedua. Tampak pengaruh NaCl masih cukup kuat untuk mengubah warna larutan menjadi warna kuning yang lebih terang, meskipun konsentrasinya rendah. Perubahan warna menjadi kekuningan terjadi dalam waktu yang singkat, sama seperti hasil pada keadaan pertama. Agar pengaruh penambahan NaCl 0,10 – 1,0 M real time, maka pengukuran menggunakan spektrofotometer UV Vis langsung diterapkan dan hasilnya tampak pada gambar 6 (A). Gambar 6 (C) memperlihatkan keadaan hasil pendeteksian l-sistein 25 ppm di bawah pengaruh NaCl 0,05 – 1,0 M memiliki puncak absorbansi tertinggi ketika ditambahkan NaCl 0,10 M. Hasil ini sebenarnya kontradiktif dengan apa yang terjadi bila membandingkannya dengan gambar 6 (C). Keadaan yang demikian mungkin saja difasilitasi oleh kondisi larutan NaCl yang tidak memiliki keadaan yang seharusnya.

Hasil ini kemudian dibandingkan dengan penelitian [3]. Hasil penulis dengan keadaan penambahan larutan NaCl konsentrasi tunggal terhadap hasil pendeteksian l-sistein konsentrasi berubah, secara umum akan menurunkan puncak absorbansi namun sensitivitasnya tidak meningkat. Hal ini dikarenakan terjadi perubahan nilai puncak absorbansi konsentrasi yang rata untuk semua rentang pada hasil pendeteksian l-sistein. Diterapkan penentuan fungsi linearitas untuk data gambar 6 (C). Fungsi tersebut bernilai, y = 3,37 – 0,85x dan R2 = 0,64.

1. Pengaruh penambahan larutan garam NaCl 1,0 M terhadap pendeteksian l-sistein 0,10 - 25 ppm.

200 300 400 500 600 7000

1

2

3

4

Abs

orba

nsi

Panjang gelombang (nm)

NPP + l-sis 25 + NaCl 1M NPP + l-sis 10 + NaCl 1M NPP + l-sis 5 + NaCl 1M NPP + l-sis 1 + NaCl 1M NPP + l-sis 0.1 + NaCl 1M NPP 24 Jam

NPP 24 Jam NPP + L-sis 0.1 NPP + L-sis 1 NPP + L-sis 5 NPP + L-sis 10 NPP + L-sis 251.75

2.00

2.25

2.50

2.75

3.00

3.25

3.50

Abso

rban

si

Konsentrasi (ppm)

Gbr 5 Hasil spektrofotometri UV Vis pengaruh penambahan larutan garam NaCl 1,0 M terhadap hasil pendeteksian l-sistein 0,10 - 25 ppm (A); tampak visual larutan (ki-ka) NPP 24 jam, NPP+l-sistein 0,10-25 ppm seetelah dicampur larutan garam NaCl 1,0 M (B); konsentrasi vs absorbansi pengaruh larutan garam NaCl 1,0 M (C)

2. Penambahan larutan garam NaCl 0,05 – 1,0 M terhadap pendeteksian l-sistein 25 ppm.  

200 300 400 500 600 7000

1

2

3

4

Abs

orba

nsi

Panjang Gelombang (nm)

NPP + L-sis 25 + NaCl 1 M NPP + L-sis 25 + NaCl 0.5 M NPP + L-sis 25 + NaCl 0.25 M NPP + L-sis 25 + NaCl 0.1 M NPP + L-sis 25 + NaCl 0.05 M NPP + L-sis 25 NPP 24 Jam

 

 

A

B

C

B

A

Pendeteksian l sistein…, Reza Diharja, FMIPA UI, 2014

Page 6: Reza Diharja, Dr. –Ing Cuk Imawan

     

 6  

Universitas Indonesia  

NPP 24 Jam NPP +L-sis 25 NaCl 0.05M NaCl 0.1M NaCl 0.25M NaCl 0.5M NaCl 1M1.75

2.00

2.25

2.50

2.75

3.00

3.25

3.50

3.75

Abs

orba

nsi

Konsentrasi Larutan Garam

Gbr 6 Hasil spektrofotometri UV Vis pengaruh penambahan larutan garam NaCl 0,05-1,0 M terhadap hasil pendeteksian l-sistein 25 ppm (A); tampak visual larutan (ki-ka) NPP 24 jam, NPP+l-sistein 25ppm, NPP+l-sistein 25ppm + larutan garam NaCl 0,05-1,0 M (B); konsentrasi vs absorbansi blank, NPP+l-sistein 25ppm, NPP+l-sistein 25ppm + NaCl 0,05-1,0 M (C)

 

Pengaruh Penambahan Larutan Basa dan Asam Terhadap Hasil Pendeteksian L-sistein.

Pengujian pengaruh larutan basa dan asam dibagi menjadi dua kategori, pertama larutan basa dan/atau asam memiliki variasi konsentrasi (0,01 – 0,10 M) sedangkan l-sistein konstan (25 ppm) dan variasi konsentrasi l-sistein (0,10 - 25 ppm) sedangkan konsentrasi larutan asam dan/atau basa konstan (0,10 M).

1. Penambahan larutan basa terhadap hasil pendeteksian l-sistein

200 300 400 500 600 7000

1

2

3

4

5

Abs

orba

nsi

Panjang gelombang (nm)

NPP + l-sis 25 + NaOH 0.1 N NPP + l-sis 25 + NaOH 0.05 N NPP + l-sis 25 + NaOH 0.025 N NPP + l-sis 25 + NaOH 0.01 N NPP + l-sis 25 NPP 24 Jam

Gbr 7 Hasil spektrofotometri UV Vis pengaruh penambahan larutan basa NaOH 0,01-0,10M terhadap hasil pendeteksian l-sistein 25 ppm (A), tampak visual larutan (ki-ka) blank, NPP+l-sistein 25ppm, NPP+l-sistein 25ppm + larutan basa NaOH 0,01-0,10M (B).

Gambar 8 A-B, adalah respon hasil pendeteksian l-sistein 25 ppm ketika ditambahkan larutan basa NaOH dengan variasi konsentrasi (0,01 – 0,10M).  

200 300 400 500 600 7000

1

2

3

4

5

Abs

orba

nsi

Panjang gelombang (nm)

NPP + l-sis 25ppm NPP + l-sis 10ppm NPP + l-sis 5ppm NPP + l-sis 1ppm NPP + l-sis 0.1ppm NPP 24 Jam

Gbr 8 Hasil spektrofotometri UV Vis pengaruh penambahan larutan basa NaOH 0,10 M terhadap hasil pendeteksian l-sistein 0,10-25 ppm (A), tampak visual larutan (ki-ka) NPP 24 jam, NPP+l-sistein 0,10-25 ppm + larutan basa NaOH 0,10 M (B)

Gambar 7 (A) memperlihatkan respon berupa grafik absorbansi yang tidak dapat menunjukkan puncak absorbansi yang baik. Gambar 7 (B) adalah tampilan warna larutan karena penambahan NaOH 0,01-0,10 M terhadap hasil pendeteksian l-sistein 25 ppm. Gambar 8 (A) memperlihatkan respon yang hampir sama seperti pengujian penambahan larutan basa sebelumnya dan gambar 8 (B) menampilkan keadaan larutan hasil pendeteksian l-sistein 0,10 – 25 ppm ketika ditambahkan larutan basa NaOH 0,10 M. Hasil dari kedua macam kategori pengujian diatas memberikan informasi berupa puncak absorbansi yang tidak dapat ditentukan dengan pasti. Seperti yang

C

A

B

A

B

Pendeteksian l sistein…, Reza Diharja, FMIPA UI, 2014

Page 7: Reza Diharja, Dr. –Ing Cuk Imawan

     

 7  

Universitas Indonesia  

dituliskan oleh [7], larutan basa seperti NaOH mampu memengaruhi keadaan asam amino karena asam amino yang terkandung di larutan berbentuk ion. Dengan adanya penambahan OH- maka asam amino akan mengalami deprotonasi.  

2. Penambahan larutan asam terhadap pendeteksian l-sistein

200 300 400 500 600 7000

1

2

3

4

Abs

orba

nsi

Panjang gelombang (nm)

NPP + l-sis 25 ppm NPP + l-sis 10 ppm NPP + l-sis 5 ppm NPP + l-sis 1 ppm NPP + l-sis 0.1 ppm NPP 24 Jam

NPP 24 Jam NPP + l-sistein 0,1 NPP + l-sistein 1 NPP + l-sistein 5 NPP + l-sistein 10 NPP + l-sistein 251.50

1.75

2.00

2.25

2.50

2.75

3.00

3.25

3.50

Abs

orba

nsi

Konsentrasi L-sistein (ppm)

Gbr 9 Hasil spektrofotometri UV Vis pengaruh penambahan larutan asam HCl 0,10M terhadap hasil pendeteksian l-sistein 0,10-25 ppm (A); tampak visual larutan (ki-ka) NPP 24 jam, NPP+l-sistein 0,10-25ppm + larutan asam HCl 0,10M (B); konsentrasi vs absorbansi NPP 24 jam, NPP + l-sistein 0,10-25ppm + HCl 0,10 M (C)

Gambar 9 (A-C) adalah kondisi ketika dilakukan penambahan larutan HCl 0,10 M terhadap hasil pendeteksian l-sistein dengan rentang konsentrasi 0,10-25 ppm. Kondisi kedua terekam pada gambar 10 (A-C), kondisi ketika dilakukan penambahan larutan HCl dengan rentang konsentrasi 0,01 – 0,10 M terhadap hasil pendeteksian l-sistein 25 ppm. Gambar 9 (A) memperlihatkan keadaan setelah penambahan larutan asam,dimana puncak-puncak absorbansi menurun dibandingkan dengan penambahan larutan garam meskipun konsentrasi larutan asam lebih rendah daripada larutan garam. Informasi yang terdapat pada gambar 9 (A) menunjukkan bahwa ketika larutan pendeteksian l-sistein (berbagai macam konsentrasi) ditambahkan larutan asam (konsentrasi tetap), hasil yang diperlihatkan (puncak absorbansi) memiliki perbedaan puncak absorbansi dan tampilan warna gambar 9 (B) yang tidak terlalu mencolok. Kemudian, pengujian pengaruh penambahan larutan asam HCl 0,10 M terhadap hasil pendeteksian l-sistein konsentrasi 0,10-25 ppm, hasilnya ditampilkan oleh gambar 9 (C). Fungsi linearitasnya diberikan oleh y = 1,76 + 0,0046x dan R2 = 0,67.

Selanjutnya adalah penambahan larutan HCl rentang 0,010 - 0,10 M terhadap hasil pendeteksian l-sistein 25 ppm. Pada gambar 10 (A), tampak variasi konsentrasi larutan HCl memberikan dampak yang signifikan terhadap puncak absorbansi. Pada konsentrasi HCl 0,01 M, nilai absorbansi menunjukkan puncak yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendeteksian l-sistein tanpa penambahan larutan asam. Hal ini mungkin saja disebabkan oleh sifat larutan yang cenderung mudah untuk berubah karena pengaruh kondisi lingkungan. Namun, bila merangkaikan hasil pendeteksian l-sistein setelah ditambah larutan HCl rentang 0,010 – 0,10 M, puncak absorbansi memperlihatkan fenomena yang menarik bahwa absorbansi dapat dikendalikan oleh penambahan konsentrasi larutan asam (gambar 10 (C)).

Gambar 10 (B) adalah tampilan warna larutan hasil pendeteksian l-sistein 25 ppm ditambahkan larutan HCl berbagai konsentrasi. Meskipun konsentrasinya rendah, larutan asam mampu membuat perubahan warna larutan menjadi kuning terang dan puncak absorbansi lebih rendah. Selanjutnya, diterapkan juga penentuan fungsi linearitas untuk data gambar 10 (C). Seperti pengolahan berbagai macam data sebelumnya, nilai absorbansi diambil pada panjang gelombang 426 nm Fungsi tersebut bernilai y = 3,32 – 11,45x dan R2 = 0,67. Fungsi ini sedikit memberikan informasi bahwa, berlaku tren yang menurun pada pengujian tersebut.

Dari serangkaian pengujian pendeteksian l-sistein menggunakan larutan yang mengandung klorida dan pH rendah, maka perlu memerhatikan parameter

A

B

C

Pendeteksian l sistein…, Reza Diharja, FMIPA UI, 2014

Page 8: Reza Diharja, Dr. –Ing Cuk Imawan

     

 8  

Universitas Indonesia  

terjadinya endapan pada larutan pendeteksian l-sistein. Keadaan ini terjadi ketika Qc > Ksp. Qc atau quosien hasil kali konsentrasi dapat diketahui dengan mengalikan komponen – komponen unsur (ion) pembentuk endapannya.

200 300 400 500 600 7000

1

2

3

4

Abs

orba

nsi

Panjang gelombang (nm)

NPP + l-sis 25 + HCl 0,1M NPP + l-sis 25 + HCl 0,05M NPP + l-sis 25 + HCl 0,025M NPP + l-sis 25 + HCl 0,01M NPP + l-sis 25 NPP 24 Jam

NPP 24 Jam NPP + l-sis 25 HCl 0.01 M HCl 0.025 M HCl 0.05 M HCl 0.1 M1.75

2.00

2.25

2.50

2.75

3.00

3.25

3.50

3.75

Abs

orba

nsi

Konsentrasi Larutan Asam

Gbr 10 Hasil spektrofotometri UV Vis pengaruh penambahan larutan basa HCl 0,01-0,10M terhadap hasil pendeteksian l-sistein 25 ppm (A); tampak visual larutan (ki-ka) NPP 24 jam, NPP+l-sistein 25ppm, NPP + l-sistein 25 + larutan asam HCl 0,01- 0,10M (B); konsentrasi vs absorbansi NPP 24 jam, NPP + l-sistein 25, NPP + l-sistein 25 + HCl 0,01-0,10 M (C)

 

4. Kesimpulan

Larutan nanopartikel perak yang digunakan untuk pendeteksian l-sistein dengan proses biosintesis yang memanfaatkan air rebusan daun bisbul sebagai agen pereduksi AgNO3.   Penentuan kurva kalibrasi

pendeteksian l-sistein dilakukan pada dua rentang konsentrasi, 2 - 8 ppm dan 0,10 – 25 ppm. Hasilnya berupa grafik absorbansi yang belum bisa konsisten untuk satu pengukuran ke pengukuran lainnya.  Penambahan larutan garam NaCl dan HCl terhadap hasil pendeteksian l-sistein mampu menurunkan puncak absorbansi hasil karakterisasi menggunakan spektrofotometer UV Vis. Penambahan larutan basa terhadap hasil pendeteksian l-sistein membuat puncak absorbansi tidak tampil dalam keadaan yang baik.

Referensi

[1] Athilakshmi, J., Mohan, M., & Chand, D. K. (2013). Selective detection of cysteine/cystine using silver nanoparticles. Tetrahedron Letters, 54, 427–430. doi:10.1016/j.tetlet.2012.11.050

[2] Handayani, W. (2011). Pemanfaatan Tumbuhan Tropis Untuk Biosintesis Nanopartikel Perak dan Aplikasinya Sebagai Indikator Kolorimetri Logam Berat. Depok-Indonesia: FMIPA- Universitas Indonesia.

[3] Nafia, I. (2012). Nanopartikel Perak Termodifikasi L-sistein Sebagai Indikator Warna Untuk Logam Pencemar Pada Sampel Ikan Tongkol (Euthynnus affinis). Universitas Indonesia, Farmasi. Depok: FMIPA Universitas Indonesia

[4] Oldenburg, S. J. (2012). Silver nanoparticles: Properties and Applications. Dipetik Mei 27, 2012, dari www.sigmaaldrich.com: http://www.sigmaaldrich.com/materials-science/nanomaterials/silver-nanoparticles.html

[5] Ratpukdi, S. S., & Fürhacker, M. (2014). Review : Issues of Silver Nanoparticles in Engineered Environmental Treatment Systems. Water Air Soil Pollut (2014), 225(1939). doi:10.1007/s11270-014-1939-4

[6] Riyono, S. H. (2006). Beberapa Metode Pengukuran Klorofil Fitoplankton di Laut. Oseana, XXXI, 33-44. Diambil kembali dari www.oseanografi.lipi.go.id

[7] Seager, S. L., & Slabaugh, M. R. (2008). Chemistry for Today. Belmont, CA: Thomson Brooks/Cole.

[8] Solomon, W. S., Bahadory, M., Jeyarajasingam, A. V., Rutkowsky, S. A., & Boritz, C. (2007).

A

B

C

Pendeteksian l sistein…, Reza Diharja, FMIPA UI, 2014

Page 9: Reza Diharja, Dr. –Ing Cuk Imawan

     

 9  

Universitas Indonesia  

Synthesis and Study of Silver Nanoparticles. . Journal of Chemical Education, 84(2), 322-325.

[9] Tavallali, H., & Amouri, A. (2012). Selective Determination of Cysteine by Resonance Light Scattering of Silver Nanoparticles. International Jounal of Chemtech Research, 4, 297-303.

[10] Universitas Muhammadiyah Semarang. (2014, Januari 28). Diambil kembali dari Digilib Unimus: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/125/jtptunimus-gdl-meisyadwis-6229-3-babii.pdf

[11] WHO. (2007). Proteins and Amino Acid Requirements in Human Nutritions. Geneva: World Health Organizations.

[12] Wu, T., Li, Y. F., & Huang, C. Z. (2009). Selectively Colorimetric Detection of Cysteine With Triangular Silver Nanoprisms. Chinese Chemical Letters, 20, 611-614. doi:10.1016/j.cclet.2009.01.024.

[13] Xiao, Q., Shang, F., Xu, X., Li, Q., Lu, C., & Lin, M. J. (2011). Specific detection of cysteine and homocysteine in biological fluids by tuning the pH values of fluorosurfactant-stabilized gold colloidal solution. Biosensors and Bioelectronics, 30, 211–215. doi:10.1016/j.bios.2011.09.013

 

   

Pendeteksian l sistein…, Reza Diharja, FMIPA UI, 2014

Page 10: Reza Diharja, Dr. –Ing Cuk Imawan

     

 10  

Universitas Indonesia  

NPP 24 Jam NPP + l-sis 25 HCl 0.01 M HCl 0.025 M HCl 0.05 M HCl 0.1 M1.75

2.00

2.25

2.50

2.75

3.00

3.25

3.50

3.75

Abs

orba

nsi

Konsentrasi Larutan Asam

Gambar 3.5 Hasil spektrofotometri UV Vis pengaruh penambahan larutan basa HCl 0,01-0,10M terhadap hasil pendeteksian l-sistein 25 ppm (A); tampak visual larutan (ki-ka) NPP 24 jam, NPP+l-sistein 25ppm, NPP + l-sistein 25 + larutan asam HCl 0,01- 0,10M (B); konsentrasi vs absorbansi NPP 24 jam, NPP + l-sistein 25, NPP + l-sistein 25 + HCl 0,01-0,10 M (C)

 

 

 

 

Pendeteksian l sistein…, Reza Diharja, FMIPA UI, 2014