Revisi Thesis s2
Transcript of Revisi Thesis s2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era modern saat ini persaingan di segala bidang semakin ketat,
karena era globalisasi merupakan masa yang penuh dengan tantangan,
sehingga untuk dapat mengubah tantangan tersebut menjadi peluang
maka dibutuhkan kemampuan yang memadai dari setiap pelaku
organisasi maupun perusahaan yang ditunjukkan oleh efektivitas kerja
yang lebih baik pula, dan sumberdaya manusia yang handal merupakan
kebutuhan yang sangat mendesak untuk dipenuhi, apabila personel dalam
organisasi tidak mampu menjawab tantangan tersebut, maka tantangan
yang muncul merupakan ancaman serius yang harus diupayakan jalan
keluarnya.
Sumber daya manusia mempunyai peran penting dewasa ini dalam
suatu organisasi agar tetap dapat eksis dalam iklim persaingan bebas
tanpa batas, maka peran manajemen tidak lagi hanya menjadi
tanggungjawab para guru atau karyawan, akan tetapi merupakan
tanggungjawab pimpinan dalam suatu organisasi. Pengelolaan
manajemen sumberdaya manusia tentu saja harus dilaksanakan oleh
pemimpin yang professional.
Pelaksanaan fungsi-fungsi sumberdaya manusia dalam suatu
organisasi sangat bergantung pada sejauh mana kualitas sumberdaya
manusianya. Dengan demikian betapa penting dan strategisnya
1
pengembangan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam
suatu lembaga atau organisasi pemerintahan yang terus berkembang.
Sumberdaya manusia yang berkualitas dalam suatu pemerintahan sangat
menentukan maju mundurnya kegiatan perusahaan di masa yang akan
datang.
Pimpinan suatu organisasi yang berfungsi sebagai pemikir,
perencana dan penyelenggaraan tugas harus mampu melaksanakan
tugasnya yang terus menerus dibina dan dikembangkan kemampuannya
melalui jalur pembinaan melekat, jalur mutasi serta jalur pendidikan dan
pelatihan (Diklat). Jalur pendidikan dan pelatihan merupakan kegiatan
yang diarahkan untuk mengisi dan berkaitan langsung dengan manpower
planning dan manpower development, skill profile dan juga diperlukan
pola mutasi karyawan, promosi karyawan, alih tugas.
Suatu organisasi dapat lebih efektif dan jika dalam meningkatkan
kinerja guru/karyawan disinilah perlunya peranan pengembangan
sumberdaya manusia. Program pengembangan sumberdaya manusia
yang dilakukan oleh perusahaan adalah melalui pendidikan dan pelatihan
di sekolah, dimana tujuan yang ingin dicapai dengan penerapan
pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang dilakukan adalah untuk
memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dalam pelaksanaan
kerja tertentu dalam waktu yang relatif singkat (pendek). Susilo Martoyo
(1999 : 63).
2
Sekolah di Kabupaten Bone dewasa ini sedang mengalami
perkembangan dimana para siswanya mulai kreatif mengemukakan
tanggapan (persepsi) terhadap beberapa faktor penting yang terdapat
dalam pengelolaan (manajemen) sekolah yaitu faktor kedisiplinan, faktor
motivasi dan faktor budaya, karena menurut dugaan bahwa faktor-faktor
ini mempunyai pengaruh terhadap prentase belajar di sekolah ini.
Kedisiplinan adalah hal yang harus dimiliki dan digunakan oleh
seluruh pihak agar peraturan formal dan informal dapat teralisir
sebagaimana mestinya. Jika kedisiplinan ini dapat diefektifkan maka
sekolah atau organisasi dapat berjalan sesuai harapan.
Motivasi adalah merupakan faktor yang sangat penting dimiliki
diperaktekkan oleh seluruh pihak yang terdapat dalam suatu organisasi
termasuk di sekolah ini. Jika motivasi tidak ada pada sumber daya yang
bersangkutan, maka dapat dikatakan yang bersangkutan sudah mati
sebelum ajal. Jika murid tidak memiliki motivasi belajar, maka siswa/murid
yang bersangkutan mengalami kelesuan dan mungkin tidak masuk kantor
yang dapat mengakibatkan terjadinya miss manajemen. Karena itu,
masalah motivasi adalah merupakan tanggungjawab/kemampuan kepala
sekolah.
Budaya adalah sesuatu yanng merupakan sesuatu yang harus
diikuti oleh para peserta organisasi yang merupakan suatu kebersamaan.
Jadi tiap orang (anggota organisasi yaitu murid/siswa, guru, karyawan dan
manajer) harus memiliki kebanggaan sebagai bagian dari organisasi atau
3
sekolah. Hal ini juga adalah merupakan kemampuan dari manajemen
sekolah atau kepala sekolah untuk menerapkan dan mengsosialisasikan
sesuatu yang merupakan kebanggaan dari anggota organisasi, misalnya
baju seragam, lambang, kebiasaan yang dilestarikan secara priodik dan
lain-lain yang merupakan suatu yang spesifik dimiliki oleh organisasi
(sekolah) yang bersangkutan. Karena hal tersebut merupakan suatu yang
menarik perhatian maka penelitian ini berupaya mengkajinya dengan judul
”Pengaruh Persepsi Siswa Tentang Disiplin, Motivasi dan Budaya
Terhadap Prestasi Belajar di SMU 3 Kabupaten Bone.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan
maka berikut ini dirumuskan masalah ini.
a) Apakah pengaruh persepsi siswa terhadap faktor disiplin, motivasi, dan
budaya kerja terhadap prestasi belajar di SMU 3 Kabupaten Bone ?.
b) Faktor apakah yang paling signifikan pengaruhnya terhadap prestasi
belajar di SMU 3 Kabupaten Bone ?.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis
mengenai :
a) Pengaruh persepsi mengenai disiplin, motivasi dan budaya belajar
terhadap prestasi belajar siswa di sekolah menengah Kabupaten
Bone.
4
b) Faktor yang paling signifikan berpengaruh terhadap prestasi belajar
siswa di sekolah menengah Kabupaten Bone.
D. Manfaat Penelitian
Untuk penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak :
a) Peneliti yang berminat mempelajari kedisiplinan, motivasi dan budaya
dalam kaitannya dengan prestasi belajar siswa di sekolah, maka
penelitian dapat dijadikan bahan literatur dalam rangka library
research.
b) Dinas berwewenang atau pihak manajemen sekolah, hasil penelitian
ini dapat menjadi bahan dalam rangka pengambilan keputusan guna
kebijaksanaan setempat.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam penulisan tesis ini dipergunakan beberapa informasi teoritis
untuk memperjelas permasalahan serta dan pada bagian ini pula
diutarakan mengenai kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian guna
dijadikan patokan dalam penelitian ini.
Sesuai dengan judul penelitian ini, maka kajian pustaka lebih
difokuskan pada faktor-faktor disiplin, motivasi dan budaya kerja serta
pengaruh prestasi belajar di sekolah menengah di Kabupaten Bone, selain
itu diutarakan juga beberapa hal yang berkaitan dengan bahasan
penelitian ini.
A. Kedisiplinan
a. Disiplin Preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk
mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai standar dan
aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah.
Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong disiplin diri di antara para
karyawan. Dengan cara ini para karyawan menjaga disiplin diri mereka
bukan semata-mata karena dipaksa manajemen.
b. Disiplin Korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani
pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari
pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif sering berupa
6
6
suatu bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisiplinan (disciplinary
action).
Heidjrachman dan Husnan (2002) mengungkapkan disiplin adalah
setiap perseorangan dan juga kelompok yang menjamin adanya kepatuhan
terhadap perintah dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang
diperlukan seandainya tidak ada perintah. Menurut Davis (2002) Disiplin
adalah tindakan manajemen untuk memberikan semangat kepada
pelaksanaan standar organisasi, ini adalah pelatihan yang mengarah pada
upaya membenarkan dan melibatkan pengetahuan-pengetahuan sikap dan
perilaku pegawai untuk menuju pada kerjasama dan prestasi yang lebih
baik.
Disiplin itu sendiri diartikan sebagai kesediaan seseorang yang
timbul dengan kesadaran sendiri untuk mengikuti peraturan-peraturan yang
berlaku dalam organisasi. Dalam peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
1980 tentang Peraturan Pegawai Negeri Sipil telah diatur secara jelas
kewajiban yang harus ditaati oleh setiap Pegawai Negeri Sipil merupakan
bentuk disiplin yang ditanamkan kepada setiap Pegawai Negara Sipil.
Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi perusahaan.
Tanpa dukungan disiplin karyawan yang baik, sulit perusafiaah untuk
mewujudkan tujuanya. Jadi kedisiplinan adalah salah satu kunci
keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya.
7
Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat
kedisiplinan karyawan suatu organisasi, menurut Hasibuan (1998)
diantaranya adalah :
a. Tujuan dan kemampuan.
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan
karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara
ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini
berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan
harus sesuai dengan kemampuan karyawan tersebut, agar dia bekerja
sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.
b. Teladan pimpinan.
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan
karyawan karena pemimpin dijadikan teladan dan panutan oleh para
bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin
baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan
pimpinan yang baik kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. Jika
teladan pimpinan kurang baik atau kurang berdisiplin, para bawahan
pun akan kurang disiplin.
c Balas jasa.
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan
karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan
kecintaan karyawan terhadap perusahaan/pekerjaannya. Jika
8
kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan
mereka akan semakin baik pula.
d. Keadilan.
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena
ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta
diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Manajer yang cakap
dalam memimpin selalu berusaha bersikap adil terhadap semua
bawahannya. Dengan keadilan yang baik akan menciptakan
kedisiplinan yang baik pula.
e Waskat.
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling
efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan
waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku,
moral, sikap, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. Waskat
efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja karyawan. Karyawan
merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan dan
pengawasan dari atasan.
f. Sanksi hukuman.
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan
karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan
akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap
dan perilaku indisipliner karyawan akan berkurang.
9
g. Ketegasan.
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi
kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas,
bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai
dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani
bertindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner
akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan.
h. Hubungan kemanusiaan.
Manajer harus berusaha menciptakan suasana hubungan
kemanusiaan yang serasi serta mengikat, vertikal maupun horisontal
diantara semua karyawannya. Terciptanya human relationship yang
serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman.
Hal ini memotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan. Jadi
kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila hubungan kemanusiaan
dalam organisasi tersebit baik.
Selanjutnya Leteiner (1985) mengemukakan bahwa disiplin
merupakan suatu kekuatan yang berkembang di dalam tubuh pekerjaan dan
menyebabkan dia menyesuaikan dengan sukarela kepada kegiatan-kegiatan
dan nilai-nilai tinggi dari pekerjaan dan tingkah laku.
Hubungan antara disiplin dan kinerja dapat dilihat dari pengukuran
disiplin yang baik seperti yang dikemukakan oleh Leteiner yaitu :
1. Apabila pegawai datang di kantor dengan teratur dan tepat pada
waktunya.
10
2. Apabila mereka berpakaian serba baik pada tempat pekerjaannya.
3. Apabila mereka menggunakan bahan-bahan dan perlengkapan-
perlengkapan dengan hati-hati.
4. Apabila mereka menghasilkan jumlah dan kualitas pekerjaan yang
memuaskan.
5. Mengikuti cara bekerja yang ditentukan oleh kantor.
6. Apabila mereka menyelesaikan pekerjaan dengan semangat yang baik.
B. Motivasi
Setiap organisasi modern selalu berhadapan dengan tuntutan
perubahan agar organisasi yang bersangkutan memiliki analisis yang
memadai untuk memenuhi kebutuhan dan pencapaian kinerjanya. Wilson
(1963) menekankan pentingnya organisasi dalam dimensi yang integrative,
relevan dan holistic dan berkelanjutan. Untuk mewujudkan kondisi yang
demikian, maka peran lingkungan sangat penting. Dalam teori atribusi,
Robbins (2003) mengemukakan bahwa untuk mengidentifikasi perilaku
individu atau sebuah organisasi, maka haruslah dicari penyebabnya dari
lingkungan internal dan eksternal. Terdapat tiga faktor yang menentukan hal
demikian, yaitu kekhususan, konsensus dan konsistensi. Dalam teori atribusi,
lingkungan internal dan eksternal dianggap sebagai penyebab timbulnya
perilaku. Perilaku yang disebabkan lingkungan internal adalah perilaku yang
berada di bawah kendali pribadi dad individu internal organisasi itu.
Sedangkan eksternal, merujuk pada hasil yang berasal dari lingkungan luar,
11
yaitu bahwa dipaksakan perilakunya karena situasi di lingkungan eksternal.
Dalam konteks sebuah organisasi modern, lingkungan eksternal dan internal
diperlukan agar organisasi yang bersangkutan memiliki kemampuan adaptasi
dan integrasi. Osborn dalam Djatmiko (2002) menegaskan pentingnya
lingkungan eksternal dan internal dalam organisasi. Menurut Djatmiko,
lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan umum (kultur, sistem politik,
sistem ekonomi dan pesaing) dan lingkungan khusus (pemasok. tenaga
kerja, modal dan bahan mentah, penyalur output, pesaing, peraturan-
peraturan pemerintah). Sedangkan lingkungan internal terdiri dari tujuan
organisasi, struktur organisasi, pengambilan keputusan, motivasi,
komunikasi, koordinasi, kepemimpinan serta budaya organisasi. kedua
lingkungan tersebut berperan untuk menggerakkan dan mengubah
organisasi ke arah yang lebih dinamis, adaptif, integrative dan berkelanjutan.
Jones dalam Ma'rifa (2004) berpendapat bahwa motivasi
berhubungan erat dengan bagaimana perilaku itu dimulai, dikuatkan,
disokong, diarahkan, dihentikan dan reaksi subyektif macam apakah yang
timbul dalam organisme ketika semua ini berlangsung. Sedangkan menurut
Kartono (1990) motivasi diartikan sebagai dorongan adanya rangsangan
untuk metakukan tindakan.
Dengan demikian keberhasilan mendorong bawahan mencapai
produktivitas kerja melalui pemahaman motivasi yang ada pada diri kolektor
dan pemahaman motivasi yang ada di luar diri kolektor, akan sangat
membantu mencapai produktivitas kerja secara optimal.
12
Pendapat lain dikemukakan oleh Terry yang menjelaskan bahwa
motivasi adalah keinginan yang tercapai pada diri seseorang/individu yang
merangsangnya untuk melakukan tindakan tindakan (Hasibuan, 1989).
Pengertian motivasi yang dikemukakan Terry tersebut lebih bersifat internal,
karena faktor pendorong itu munculnya dari dalam diri seseorang yang
merangsangnya untuk melakukan tindakan. Faktor pendorong itu bisa
berupa kebutuhan, keinginan, hasrat yang ada pada diri manusia.
Sedangkan Siagian (1997) memberikan pengertian motivasi sebagai
keseluruhan proses pemberian motif bekerja pada bawahan sedemikian
rupa, sehingga mereka mau bekerja dengan Has demi tercapainya tujuan.
Pengertian berperan untuk menggerakkan dan mengubah organisasi ke arah
yan lebih dinamis, adaptif, integrative dan berkelanjutan.
Yang diberikan Siagian lebih bersifat eksternal karena dorongan yang
muncul pada diri seseorang itu dirangsang oleh faktor luar, bukan murni dari
dalam diri. Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Malayu, yaitu
motivasi adalah pemberian adalah pemberian daya perangsang atau
kegairahan kerja kepada pegawai agar bekerja dengan segala daya
upayanya (Hasibuan, 1989).
Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang dan motivasi yang
ada di luar seseorang mempunyai persamaan, yaitu adanya tujuan atau
reward yang ingn dicapai oleh seseorang dengan melakukan suatu kegiatan.
Tujuan yang ingin dicapai tersebut pada dasarnya adalah untuk memenuhi
kebutuhan pokok manusia yang bersifat fisik dan non fisik. Apabia kebutuhan
13
tersebut dapat terpenuhi, maka motivasi kerja dalam diri seseorang
meningkat. Sedangkan perbedaan antara motivasi yang ada di luar dirinya
adalah adanya perasaan puas yang dimiliki oleh seorang siswa di Kabupaten
Bone. Perasaan puas dari seseorang yang merupakan motivasi internal
tersebut dapat berasal dari pekerjaan yang menantang, adanya pengakuan
dari atasan serta adanya harapan bagi kemajuan karir seseorang.
Sedangkan motivasi yang ada di luar diri seseorang menyebabkan orang
tersebut melakukan pekerjaan sesuai dengan tujuan organisasi adalah
adanya rangsangan dari luar yang dapat berwujud benda atau bukan benda.
Pengertian-pengertian yang dikemukakan di atas menunjukkan
adanya perbedaan, namun masih dalam konteks motivasi. Semua
perbedaan itu ada kaitannya dengan istilah motif dan motivator dalam
konsep motivasi itu sendiri. Menurut Onong, motif merupakan dorongan
yang muncul dari dalam diri.
Istilah motif atau dalam bahasa Inggrisnya motive berasal dari
perkataan motion yang bersumber dari perkataan bahasa latin yang berarti
bergerak. Jadi motif adalah daya gerak yang mencakup dorongan, alasan
dan kemauan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan ia
berbuat sesuatu.
Dari pengertian di atas, maka motif itu bersifat internal dalam
motivasi, karena dorongan atau daya gerak itu muncul dari dalam diri
seseorang tanpa adanya perangsang atau insentif, motif yang bersifat
intemal merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan,
14
yang dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya yaitu pendidikan,
pengafaman serta sifat-sifat pribadi yang dimifiki seseorang. Di dalam
organisasi formal adanya motif yang berasal dari dalam diri pegawai
membawa konskuensi bagi pimpinan untuk dapat mendorong pegawai
tersebut untuk lebih meningkatkan kinerjanya, diantaranya melalui
pemberian pujian dan penyediaan berbagai sarana dan prasarana kerja
yang sesuai dengan pegawai tersebut. Adanya rangsangan dari fuar atau
motivator tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan prestasi kerja
seorang pegawai.
Mengenai motivator, Koontz dan Donnel menjelaskan motivator
adalah hal-hal yang merangsang seseorang untuk berprestasi. Kalau
motivasi itu mencerminkan keinginan, maka motivator itu merupakan
imbalan atau insentif yang telah diidentifikasi, yang meningkatkan dorongan
untuk memuaskan keinginan tersebut (Koontz, 1989).
Dengan demikian motivator merupakan aspek yang bersifat
eksternal dalam motivasi seseorang, karena faktor pendorong itu ada di
luar diri seseorang. Sebagai kondisi yang berada di luar diri seseorang
maka hal itu berkaitan dengan insentif dan kondisi kerja yang bersifat
eksternal, seperti jaminan kerja, status, peraturan organisasi, pengawasan,
hubungan pribadi antar pegawai dan hubungan antara pimpinan dan
bawahan. Untuk dapat menumbuhkan motivasi kerja yang positif di dalam
diri pegawai, berdasarkan gagasan Herzberg, maka seorang pemimpin
15
harus sungguh-sungguh memberikan perhatian pada faktor-faktor motivator
(Manullang, 1987) yaitu :
a. Achievement (keberhasilan pelaksanaan), agar seorang bawahan
dapat berhasil melaksanakan pekerjaannya, maka pimpinan harus
memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mencapai hasil.
Pimpinan juga harus memberi semangat kepada bawahan agar
bawahan dapat mengerjakan sesuatu yang sianggapnya tidak
dikuasainya. Apabila ia berhasil melakukan hal tersebut, maka pimpinan
harus menyatakan keberhasilannya itu.
b. Recognition (pengakuan), adanya pengakuan dari pimpinan atas
keberhasilan bawahan melakukan suatu pekerjaan. Pengakuan tersebut
dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya dengan menyatakan
keberhasilannya langsung di tempat kerjanya, memberikan surat
penghargaan, hadiah berupa uang tunai, medali, kenaikan pangkat atau
promosi.
c. The work it self (pekerjaan itu sendiri), pimpinan membuat usaha-
usaha nyata dan meyakinkan, sehingga bawahan mengerti akan
pentingnya pekerjaan itu dilakukannya. Untuk itu harus dihindarkan
kebosanan yang mungkin timbul dalam pekerjaan.
d. Responsibilities (tanggung jawab), untuk dapat menumbuhkan sikap
tanggung jawab terhadap bawahan, maka pimpinan harus menghindari
pengawasan yang ketat, dengan memberikan kesempatan kepada
bawahan untuk bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan
16
dan menumbuhkan partisipasi. Penerapan partisipasi akan membuat
bawahan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan.
e. Advancement (pengembangan), pengembangan dapat menjadi
motivator yang kuat bagi bawahan. Pimpinan dapat memulainya dengan
memberi bawahan suatu pekerjaan yang lebih bertanggung jawab.
Kelima faktor ekstemal dalam memotivasi pegawai hendaknya
mendapat perhatian dalam birokrasi yang good governance. Kelima faktor
inilah yang melandasi kerangka pikir program motivasi dalam organisasi.
Oleh karena itu pendapat Manullang perlu diadaptasi oleh birokrasi
pemerintah supaya mampu menerapkan program-program motivasi secara
konsisten seperti pemberian peluang merupakan muara bagi munculnya
semangat berpartisipasi. Pengakuan status dapat meningkatkan percaya diri.
Pekerjaan variatif pada suatu kondisi tertentu akan menjadi perangsang
kerja. Latihan disiplin dan pengendalian did merupakan manifestasi dan
kepercayaan pemimpin kepada anak buah yang sangat strategis adalah
untuk memompa semangat. Terakhir adalah pengembangan did merupakan
puncak yang dapt meningkatkan kehendak pegawai untuk berprestasi.
Dari hal tersebut di atas dapat dilihat bahwa setiap orang mempunyai
keinginan (want) dan kebutuhan (needs) tertentu serta mengharapkan
kepuasan dari hasil kerjanya.
Kebutuhan-kebutuhan yang dipuaskan dengan bekerja adalah
(Hasibuan, 1990) :
17
a. Kebutuhan Fisik dan keamanan, kebutuhan ini menyangkut kepuasan
kebutuhan fisik atau biologis seperti makan, minum, perumahan dan
sebagainya, disamping kebutuhan akan rasa aman dalam menikmatinya.
Di dalam organisasi birokrasi, seorang pegawai dapat memenuhi
kebutuhan fisik dengan gaji dan pendapatan lain yang diperolehnya
berupa tunjangan, fasilitas dan sebagainya. Gaji yang merupakan reward
dan hasil kerjanya dapat menimbulkan perasaan aman dan juga dapat
menjadi jaminan hari tua bagi pegawai dalam bentuk pensiun.
b. Kebutuhan sosial, kebutuhan ini adalah kebutuhan yang terpuaskan
karena memperoleh pengakuan status dan dihormati dalam pergaulan
masyarakat, diterima serta disegani. Hal ini penting karena manusia
tergantung satu sama lainnya. Jabatan pegawai dalam organisasi
birokrasi di Indonesia sampai sekarang masih banyak diminati.
c. Kebutuhan egoistik, adalah kebutuhan kepuasan yang berhubungan
dengan kebebasan orang untuk mengerjakan sesuatu sendiri dan puas
karena berhasil menyelesaikannya. Salah satu motif pegawai bekerja
adalah diperolehnya kepuasan kerja dalam organisasi. Seorang
pegawai akan merasa lebih dihargai apabila dia mendapatkan tanggung
jawab yang lebih besar serta kesempatan untuk menyelesaikan
pekerjaannya.
Motivasi sebagai usaha sumber daya manusia yang timbul sebagai
hasil akumulasi dari adanya kemampuan terpadu atas daya pikir dan daya
fisik yang dimiliki seseorang untuk menentukan kecepatan dan ketepatan
18
kualitas hasil pekerjaan, sehingga bila semua jenis dan sumber tingkat
pekerja dipadukan dengan baik, akan didapatkan irama kerja yang dinamis
dan produktif (Hasibuan, 1997).
Prinsip dasar bagi pendekatan Sumber Daya Manusia (SDM) adalah
sebagai berikut :
1) Pegawai dipandang sebagai suatu investasi yang jika dikembangkan
dan dikelolah secara efektif akan memberikan imbalan jangka panjang
bagi organisasi dalam bentuk produktifitas yang lebih besar.
2) Manajer menyusun berbagai kegiatan, program, dan praktek yang
memuaskan kebutuhan-kebutuhan ekonomi dan emosional para
pegawai.
3) Manajer menciptakan lingkungan kerja di mana para pegawai dipacu
mengembangkan dan menggunakan keahlian mereka semaksimal
mungkin.
Semua teori motivasi menitikberatkan pada apa yang menyebabkan
orang berperilaku dengan cara tertentu. Adapun motivasi merupakan
kesediaan untuk melakukan sesuatu, dan dikondisikan dengan kemampuan
bertindak untuk memuaskan kebutuhan individu (Robbins, 1996).
Dari beberapa teori tentang motivasi, penelitian ini menggunakan
variabel motivasi yang diukur dengan menggunakan teori motivasi prestasi
(achievement motivation) dari Mc. Clelland, teori ini menyatakan bahwa
seorang karyawan memiliki energi potensial yang dapat dimanfaatkan,
19
tergantung pada dorongan motivasi, situasi dan peluang yang ada,
kebutuhan yang akan didapat dari motivasi kerja adalah :
a. Kebutuhan berprestasi merupakan kebutuhan untuk berhasil dalam
setiap kegiatan. Kebutuhan untuk berprestasi demikian merupakan
motivasi bersedianya yang bersangkutan bekerja keras dan
berkreativitas dalam pekerjaannya. Hal ini dicirikan :
- Selalu menghindari spekulasi dan memiliki tanggung jawab yang
tinggi
- Mempunyai semangat dan ingin unggul dalam setiap kesempatan
- Cenderung bekerja terus tanpa istirahat dan mempunyai inisiatif
yang luar biasa.
- Menghendaki umpan balik dari setiap kegiatannya.
- Senang pada pekerjaan yang menantang dan mau bekerja tanpa
mengharapkan imbalan mated
- Rasa kekerabatan yang bersangkutan biasanya rendah
b. Kebutuhan akan afiliasi merupakan suatu keinginan untuk
menyenangkan orang lain dan mempunyai rasa diterima oleh orang lain
di lingkungannnya (sense of belonging), merasa dirinya penting (sense
of importance), ingin maju (sense of achievement) dan perasaan ingin
ikut serta (sense of participation). Hal ini dicirikan :
- Selalu ingin menggalang persaudaraan dengan orang lain.
- Suka berkawan dengan orang lain dan mempunyai rasa sosial yang
tinggi
20
- Mau mengubah pendapat sendiri untuk menghindari perselisihan
- Ska berkumpul dengan orang lain dan percaya pada seseorang
- Suka membantu orang lain bila ada kesempatan.
c. Kebutuhan akan kekuasaan, dapat menjadi motivasi seseorang untuk
mencapai kuasa dan dihormati orang, yang bersangkutan mau bekerja
dengan cara mengerahkan segala kemampuan yang ada pada dirinya.
Hal ini dicirikan :
- Selalu bersedia menjadi pelopor dalam Setiap kegiatan
- Selalu mencari kedudukan sebagai pimpinan
- Mempunyai sifat yang selalu mendesak, memimpin dan kalau perlu
mengekang orang lain
- Kalau berbicara berlebih-lebihan dan kadang-kadang bersifat
mengancam untuk mendesakkan kemauannya.
Dari uraian mengenai teori motivasi di atas, dapat disimpulkan
tentang hal-hal yang mempengaruhi motivasi pegawai dalam sebuah
organisasi diantaranya adalah :
- Motivasi para bawahan hendaknya dilakukan dengan memenuhi
keinginan dan kebutuhannya akan material dan non material yang
memberikan kepuasan bagi mereka.
- Keberadaan dan prestasi kerja bawahan hendaknya mendapat
pengakuan dan penghargaan yang wajar dan tulus.
- Pengarahan dan pemberian motivasi hendaknya dilakukan sescara
persuasif dan dengan kata-kata yang dapat merangsang gairah kerja
21
- Pemberian alat motivasi hendaknya disesuaikan dengan status sosial
dan kedudukannya dalam organisasi.
- Motivasi bawahan hendaknya memberikan kesempatan dan tantangan
untuk berprestasi dan promosi.
C. Budaya
Banyaknya definisi dan konsep tentang budaya organisasi diajukan
oleh para pakar seperti Robbins (1996) yang telah mendefinisikan budaya
organisasi sebagai "suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-
anggota organisasi itu dan menjadi suatu sistem dari makna bersama".
Sementara itu Schein (1991) memilih definisi yang dapat menjelaskan
bagaimana budaya berkembang, bagaimana budaya itu menjadi seperti
sekarang, atau bagaimana budaya dapat diubah jika kelangsungan hidup
organisasi dipertaruhkan. untuk itu diperlukan definisi-definisi yang dapat
membantu memahami kekuatan-kekuatan evolusi dinamik yang
mempengaruhi suatu budaya berkembang dan berubah. Goldtein (1997)
menyatakan budaya organisasi adalah totalitas pola perilaku dan
karakteristik pola pemikiran dari karyawan suatu organisasi, keyakinan,
pelayanan, perilaku dan tindakan dari karyawan. Dan Simmons (1997)
menyatakan salah satu elemen budaya organisasi adalah kinerja karyawan
yang menonjol dianggap penting dalam organisasi.
Dari beberapa definisi di atas, satu yang dikenal secara umum dapat
ditetapkan bahwa budaya berkaitan dengan makna bersama, nilai dan
keyakinan (Nicholson,1997). Dapat dikatakan bahwa jantung dari suatu
22
organisasi adalah sikap, keyakinan, kebiasaan dan harapan dari seluruh
individu anggota organisasi mulai dari pucuk pimpinan sampai ke front
lines (Juechter, 1998), sehingga tidak ada aktifitas yang dapat melepaskan
diri dari budaya.
Dalam mempelajari budaya organisasi dapat dikelompokkan dalam
empat pendekatan Robert & Hunt (1994) yaitu beberapa sarjana
memandangnya sebagai asumsi bersama, keyakinan dan nilai-nilai dalam
organisasi dan kelompok kerja. Kelompok kedua tertarik mengenai mitos,
cerita dan bahasa sebagai manifestasi budaya. perspektif ketiga
memandang tatacara dan seremonial sebagai manifestasi budaya. Dan
kelompok keempat mempelajari interaksi antar anggota dan simbol-simbol,
sedangkan dalam penelitiannya Schein (1997) menyatakan bahwa budaya
organisasi ditemukan dalam tiga tingkatan yaitu :
a. Artifak, dimana budaya bersifat kasat mata tetapi seringkali tidak dapat
diartikan, misalnya lingkungan fisik organisasi, teknologi, cara
berpakaian dan lain-lain.
b. Nilai, yang memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi dari artifak. Nilai
ini sulit diamati secara langsung, oleh karenanya seringkali perlu untuk
menyimpulkan melalui wawancara dengan anggota kunci organisasi
atau menganalisa kandungan artifak seperti dokumen.
c. Asumsi dasar, merupakan bagian penting dari budaya organisasi.
Asumsi ini merupakan reaksi yang dipelajari yang bermula sebagai nilai-
23
nilai yang didukung. Bila asumsi dengan nilai terletak pada nilai-nilai
tersebut masih diperdebatkan dan diterima apa adanya atau tidak.
Mengacu pada tingkatan asumsi dasar di atas maka Schein
memberikan beberapa asumsi dasar yang membentuk budaya organisasi.
Asumsi dasar ini dapat dipergunakan sebagai alat untuk menilai budaya
suatu organisasi, karena asumsi menunjukkan apa yang dipercaya oleh
anggota sebagai kenyataannya dan karenanya mempengaruhi apa yang
mereka pahami,pikirkan dan rasakan.
Dimensi Asumsi dasar organisasi adalah :
a. Terkaitan dengan lingkungan, aspek ini mengamati asumsi yang lebih
mendasar tentang hubungan manusia dengan alam dan lingkungan.
Dapat dinilai dengan bagaimana anggota-anggota kunci organisasi
memandang hubungan tersebut. Terdapat 3 dimensi dari aspek ini
pertama, tentang bagaimana mereka memandang peran organisasi
dalam masyarakat yang mana hal ini dapat dilihat dari jenis produk yang
dihasilkan atau cara pelayanan yang diberikan atau dimana pasar
utamanya utamanya, kedua tentang pandangan mereka terhadap
lingkungan ekonomi, politk, teknologi, sosial budaya atau yang lainnya.
Ketiga, bagaimana pandangan mereka tentang posisi organisasi
terhadap lingkungan, apakah organisasi mendominasi, atau didominasi
oleh atau seimbang dengan lingkungannya tersebut.
b. Hakekat kegiatan manusia, aspek ini menyangkut pandangan semua
anggota organisasi tentang hal-hal yang perlu dikerjakan oleh manusia
24
atas asumsi mengenai reatitas, lingkungan dan sifat manusia di atas,
apakah ia harus aktif, pasif, pengembangan pribadi atau lainnya. Apa
yang dimaksud kerja dan apa yang dimaksud bermain. dimensi utama
dari aspek ini adalah sikap mental manusia terhadap lingkungan yaitu
apakah proaktif, reaktif atau harmoni.
c. Hakekat realitas dan kebenaran, Aspek ini menyangkut pandangan
anggota-anggota organisasi tentang kaidah linguistik dan perilaku yang
menetapkan mana yang riel dan mana yang tidak, mana yang fakta,
bagaimana kebenaran akhirnya ditentukan, dan apakah kebenaran
diungkapkan atau ditemukan, Terdapat 4 krtieria dimensi, pertama
tentang realita fisik yang menyangkut persoalan kriteria objektif atau
fakta, kedua tentang realitas sosial yang mempersoalkan konsensus atas
opini, kebiasaan, dogma dan prinsip, ketiga tentang realitas subjektif yang
mempersoalkan pengalaman subyektif alas pendapat, kecenderungan
dan cita rasa pribadi dan keempat tentang kriteria kebenaran yang berarti
bagaimana kebenaran itu seharusnya ditentukan apakah oleh tradisi,
dogma, moral atau agama, pendapat orang bijak atau yang berwenang,
proses hukum, revolusi konflik, uji coba atau pengujian ilmiah.
d. Hakekat waktu, aspek ini berkaitan dengan pandangan anggota
organisasi tentang orientasi dasar waktu, terdapat 2 aspek, pertama
tentang arahan fokus yang menyangkut masa lalu, kini dan masa yang
akan datang, kedua tentang apakah ukuran waktu yang relevan yang
25
berlaku dalam organisasi tersebut mempergunakan satuan detik, menit
jam dan seterusnya.
e. Hakekat sifat manusia, aspek ini menyangkut pandangan anggota
organisasi tentang apa yang dimaksud dengan manusia dan apa atribut
yang dianggap intrinsik atau puncak terdapat 2 dimensi dari aspek ini,
pertama tentang sifat dasar yaitu apakah manusia pada dasarnya bersifat
baik, buruk atau netral, kedua mengenai perubahan sifat tersebut, yaitu
apakah sifat manusia itu tetap (tidak dapat berubah) ataukah dapat
berubah dan disempurnakan.
f. Hakekat hubungan antar manusia, aspek ini menyangkut pandangan
manusia tentang apa yang dipandang sebagai cara yang benar bagi
manusia untuk saling berhubungan, untuk mendistribusikan kekuasaan
atau cinta. Apakah hidup ini kooperatif atau kompetitif, individualistik,
kolaboratif kelompok atau komunal, terdapat 2 dimensi yaitu struktur
hubungan manusia yang memiliki alternatif linearitas, kolateralitas atau
individualitas dan struktur hubungan organisasi yang mempunyai variasi
otokrasi, patenalisme, konsultasi, partisipasi, delegasi, kolegalitas.
g. Homogeneity vc Diversity, apakah kelompok yang baik itu berada dalam
kondisi homogen atau berbeda, dan apakah individu dalam kelompok
didukung untuk berinovasf ataukah harus menyesuaikan visi.
Budaya organisasi dapat mempengaruhi kinerja dan kepuasan
pegawai. Bagaimana budaya organisasi mempengaruhi keduanya dapat
dilihat pada gambar 1 berikut :
26
Kepuasan
Gambar 1. Bagaimana Budaya Organisasi Berampak Pada Kinerja dan Kepuasan
(Sumber : Robbins, terjemahan, 1996)
Berkaitan dengan gambar 1, Robbins (terjemahan, 1996)
mengemukakan persepsi yang mendukung atau tidak mendukung ini
kemudian mempengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan dengan dampak
yang lebih besar pada budaya yang lebih kuat.
Budaya kuat tersebut dikemukakan Robbins (terjemahan, 1996),
adalah Budaya dimana nilai-nilai inti dipegang secara intensif dan dianut
bersama secara meluas. Selanjutnya Robbins mengungkapkan bahwa
makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar
komitmen mereka pada nilai-nilai itu, makin kuat budaya tersebut. konsisten
dengan definisi ini, suatu budaya kuat akan mempunyai pengaruh yang
besar pada perilaku anggota-anggotanya karena tingginya tingkat
kebersamaan (sharedness) dan intensitas menciptakan suatu iklim internal
dari kendali perilaku yang tinggi.
Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa tingginya dukungan
dan komitmen pada nilai-nilai organisasi menunjukkan kuatnya budaya
Faktor Obyektif- Inovasi dan
pengambilan resiko- Perhatian ke hal rinci- Orientasi hasil- Orientasi orang- Orientasi tim- Keagresifan- Kemantapan
BudayaOrganisasi
KekuatanTinggi
Rendah
Kinerja
Kepuasan
Dipersepsikan sebagai
27
organisasi, yang kemudian dapat mempengaruhi kepada tingginya kinerja
organisasi dan kepuasan kerja pegawainya.
Budaya organisasi tidak ada begitu saja, tetapi harus diciptakan,
dipelihara dan diperkuat, bahkan diubah agar sesuai dengan tuntutan
internal maupun eksternal organisasi. Isi dari suatu budaya organisasi
terutama berasal dari 3 sumber (Baron & Greeenberg, 1990) yaitu :
a. Pendiri organisasi, pendiri tersebut sering disebut memiliki kepribadian
dinamis, nilai yang kuat dan visi yang jelas tentang bagaimana
organisasi seharusnya. Pendiri mempunyai peranan kunci dalam
menarik karyawan. Sikap dan nilai mereka siap diteruskan kepada
karyawan baru. Akibatnya, pandangan mereka diterima oleh karyawan
organisasi dan tetap dipertahankan sepanjang pendiri berada dalam
organisasi tersebut atau bahkan setelah pendirinya meninggafkan
organisasi.
b. Pengalaman organisasi menghadapi lingkungan eksternal. Penghargaan
organisasi terhadap tindakan tertentu, kebijakan, produknya, mengarah
pada pengembangan berbagai sikap dan nilai.
c. Karyawan, hubungan kerja, karyawan membawa harapan, nilai, sikap
mereka ke dalam organisasi. Hubungan kerja mencerminkan aktivitas
utama organisasi yang membentuk sikap dan nilai. Jadi budaya
organisasi sering dibentuk oleh pengaruh orang-orang yang mendirikan
organisasi tersebut, oleh lingkungan eksternal dimana organisasi
beroperasi dan oleh karyawan serta hakekat dari organisasi tersebut.
28
Budaya mengimplikasikan adanya dimensi atau karakteristik tertentu
dengan merujuk kepada pendapat Robbins (terjemahan, 1996) sebagai
berikut :
1. Inovasi dan pengambilan resiko Inisiatif individual, tingkat tanggung
jawab, kebebasan yang dimiliki individu, sejauh mana karyawan
dianjurkan untuk bertindak inovatif dan mengambil resiko dengan inovasi
yang mereka lakukan.
2. Perhatian kepada hal-hal yang rinci, sejauhmana para karywan
diharapkan memperlihatkan kecermatan analisis dan perhatian kepada
tugas-tugas secara detail dan terperinci.
3. Orientasi pada hasil, sejauhmana manajemen menfokus pada hasil
bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil
itu.
4. Orientasi pada orang, sejauh mana keputusan manajemen
memperitungkan efek dari hasil-hasil pada orang-orang dalam
organisasi itu.
5. Orientasi pada tim, sejauhmana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar
tim-tim, bukannya individu-individu.
6. Keagresifan, sejauhmana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan
bukannya santai-santai. keagrsifan ini dapat dilihat dari bagaimana
karyawan bekerja untuk memanfaatkan waktu untuk pekerjaannya,
berinisiatif dan berusaha untuk meraih keuanggulan dalam setiap
pekerjaannya dan bukan untuk yang lain di luar pekerjaannya..
29
7. Kemantapan, sejauhmana kegiatan organisasi menekankan
dipertahankannya kestabilan dalam sebuah pertumbuhan. Organisasi
menekankan agar senantiasa berada pada posisi mantap, dengan
prosedur tertentu melakukan kegiatan, berada pada sebuah mekanisme
yang berkembang.
D. Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan prinsip utama bagi kelangsungan hidup
setiap bangsa karena pendidikan dapat dipandang sebagai suatu proses
untuk membawa perubahan yang sesuai dengan tingkah laku yang
diharapkan oleh seseorang atau masyarakat. Perubahan tingkah laku yang
diharapkan dalam pendidikan menurut Purwanto (1989 : 17) adalah :
a. Perubahan tentang apa yang diketahui, yaitu pengetahuan.
b. Perubahan tentang apa yang dipikirkan, yaitu sikap.
c. Perubahan tentang apa yang dilakukan, yaitu keterampilan.
d. Perubahan tentang apa yang diinginkan, yaitu motivasi.
Perubahan-perubahan yang terjadi terhadap pengetahuan, sikap,
keterampilan, dan motivasi akan mempercepat kea rah kedewasaan
dengan cirri-ciri menampakkan diri dengan bentuknya, beranggapan
mempunyai ketetapan, mereka, tetap stabil, kuat, membantu, tahu
mengambil dan menentukan jalan, tidak tergantung orang lain.
Nasution (1995 : 10) juga berpendapat bahwa pendidikan berkenaan
dengan perkembangan dan perubahan kelakuan yang dididik. Pendidikan
bertalian dengan transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan
30
dan aspek - aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda. Pendidikan
adalah proses mengajar dan belajar pola - pola kelakuan manusia menurut
apa yang diharapkan oleh masyarakat.
Dengan demikian melalui pendidikan seseorang diharapkan secara
bertahap akan mengalami perubahan, baik langsung maupun tidak
langsung, sehingga proses kedewasaan akan terjadi pada diri manusia dan
berkemampuan. Melalui pendidikan pula seseorang akan meningkatkan
kualitas hidupnya serta mampu mengatasi masalah dalam kehidupannya.
Untuk menghasilkan manusia yang terdidik dan bermutu secara
bersamaan dan sejajar tentu tidaklah sama. Tingkat penerimaan / proses
penyerapan pendidikan setiap manusia atau golongan secara umum pastilah
berbeda. Masyarakat yang mampu menerima / menyerap dengan cepat
adalah masyarakat yang termasuk golongan atas dengan tingkat pendidikan
yang tinggi, sedang golongan menengah adalah termasuk masyarakat yang
tingkat pendidikannya sedang tetapi masih mampu menyerap proses
pendidikan dengan cepat, dan yang terakhir adalah golongan kebawah yang
proses penyerapan pendidikannya sangat lamban dan dalam prakteknya
harus mempergunakan cara-cara seperti peniruan, pembujukan dan
propaganda. Yang termasuk golongan ini adalah masyarakat pedesaan
(umumnya para petani) dengan perilaku kehidupan sederhananya.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan hidup
masyarakat khususnya bagi masyarakat pedesaan yang jumlahnya lebih
besar. Salah satunya adalah dengan menghadirkan inovasi-inovasi baru
31
dalam penyuluhan dengan terus meningkatkan sumberdaya penyuluh
melalui peningkatan pendidikan dan pelatihan-pelatihan yang disediakan
oleh pemerintah. Karena penyuluhan pertanian adalah sistem pendidikan
diluar sekolahan untuk keluarga-keluarga tani dipedesaan, dimana mereka
belajar sambil berbuat untuk menjadi mau, tahu dan bisa menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapinya secara baik, menguntungkan dan
memuaskan. Jadi penyuluhan pertanian itu adalah suatu bentuk pendidikan
yang cara, bahan dan sarananya disesuaikan kepada keadaan, kebutuhan
dan kepentingan, baik dari sasaran, waktu maupun tempat. (Martoyo ; 2000 :
85).
Dengan demikian jelaslah bahwa melalui pendidikan formal, dapat
mempengaruhi prilaku, sikap dan mental seseorang yang pada akhirnya
akan membentuk kualitas sumberdaya manusia yang tinggi.
Pendidikan dapat diselenggarakan oleh sekolah dan diluar sekolah.
Pendidikan disekolah sering disebut sebagai pendidikan formal, karena
diperlukan persyaratan dan hirarki tertentu sebelum seseorang masuk
kedalamnya. Jalur pendidikan formal meliputi jenjang Sekolah Dasar,
Sekolah Lanjutan yang terdiri dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan yang terakhir adalah Perguruan Tinggi.
Seseorang yang mengikuti jalur pendidikan formal disekolah dapat
memperoleh :
a. Suatu pengetahuan mengenai lingkungan sekitar,
32
b. Kontrol (pengendalian) gerak yang cukup, untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan pribadinya,
c. Keterampilan-keterampilan bahasa, sehingga memungkinkan baginya
mengikuti percakapan-percakapan yang sederhana,
d. Suatu pengertian antara pribadi dan kelompok.
Pada tingkat pendidikan atas, akan lebih memantapkan dan
memperluas kemampuan dasar yang dimiliki sebelumnya. Dengan
berdasarkan pada penjenjangan pendidikan, akan dapat diketahui
kedalaman pengetahuan dan luasnya wawasan seseorang dalam
menguasai informasi, sehingga dapat dibedakan bagi seseorang yang satu
dengan yang lain, setelah melalui pendidikan.
UNESCO mengembangkan konsep baru tentang pendidikan, yaitu
berusaha menyatukan kegiatan pendidikan, baik pendidikan formal,
pendidikan non formal mapun in formal sebagai paket pendidikan terpadu.
Oleh karena itu sebagai pendidikan seumur hidup dan terpadu, maka
proses pendidikan tidaklah semata-mata bertujuan untuk membentuk
pengetahuan, sikap, keterampilan, melainkan dapat mengembangkan
potensi yang ada pada seseorang sepanjang hidup.
Konsep pendidikan sedemikian rupa, tercermin pula dalam
Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan
Nasional, yaitu : Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia
Indonesia serta bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
33
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman, bertaqwa kepada Allah Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakat dan kebangsaan.
Secara keseluruhan suatu proses pendidikan akan sangat
mempengaruhi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Untuk itu tujuan
pendidikan sekurang-kurangnya mencakup empat fungsi dasar, yaitu :
a. Pengembangan pribadi (individu) yang meliputi aspek pribadi, etis,
estetis dan emosional,
b. Pengembangan cara berfikir dan tekhnik memeriksa kecerdasan yang
terlatih.
c. Penyebaran warisan budaya dan nilai moral bangsa.
d. Pemenuhan kebutuhan sosial, kesejahteraan ekonomi sosial dan politik
serta lapangan tekhnik.
Dengan demikian jelaslah bahwa melalui pendidikan formal, dapat
mempengaruhi prilaku, sikap dan mental seseorang yang pada akhirnya
akan membentuk kualitas sumberdaya manusia yang tinggi.
E. Manajemen Pendidikan
Manajemen terdiri atas dua mekanisme pengaturan, yaitu sistem
sentralisasi dan desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi segala sesuatu
yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan diatur secara ketat
oleh pemerintah pusat. Sementara dalam sistem desentralisasi, wewenang
34
pengaturannya diserahkan kepada pemerintah daerah. Kedua sistem
tersebut dalam pelaksanaannya tidak berlaku secara ekstrim, tetapi
merupakan bentuk kontinyu dengan pembagian tugas dan wewenang antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal demikian pun berlaku pula
dalam manajemen pendidikan di Indonesia, sebagaimana sesuai dengan
penjelasan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun
1989, bahwa pendidikan nasional diatur secara terpusat (sentralisasi),
namun penyelenggaraan satuan dan kegiatan pendidikan dilaksanakan
secara tidak terpusat (desentralisasi). Hal tersebut cukup beralasan karena
masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dan mengurangi hal-hal yang
sifatnya negatif, maka pengelolaan tersebut dipadukan sistem sentralisasi
dan sistern desentralisasi. Sistem pengaturan yang sentralistik bertujuan
untuk menjamin integritas kesatuan dan persatuan bangsa. Tilaar (1994)
mengatakan bahwa pendekatan sentralistik mempunyai posisi yang strategik
dalam mengembangkan kehidupan serta kohesi nasional karena peserta
didik adalah kelompok umur yang secara paedagogik sangat peka terhadap
pembentukan kepribadian. Dalam jenjang pendidikan inilah dapat diletakkan
dasar-dasar yang kokoh bagi ketahanan nasional dan daerah, serta nilai-nilai
patriotisme dan cinta tanah air sebagai negara Republik Indonesia.
Manajemen pendidikan mempunyai pengertian kerjasama untuk
mencapai suatu tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan itu dari yang
sederhana sifatnya sampai yang kompleks, tergantung dari ruang lingkup
35
dan kegiatan yang dimaksud. Apabila tujuan itu jelas maka cara
pencapaiannya pun terarah. Dengan adanya tujuan yang jelas maka tujuan
itu tidak dapat dicapai jika dalam pelaksanaannya dilakukan oleh satu orang
saja, tetapi harus melalui suatu kerjasama dengan orang lain dalam berbagai
bentuk kegiatan dan kewajiban. Manajemen pendidikan merupakan
penerapan dan prinsip manajemen pada umumnya, dengan demikian
manajemen pendidikan mempunyai ciri khas.
Manajemen pendidikan senantiasa bermuara pada tujuan pendidikan
yaitu pengembangan kepribadian dan kemampuan dasar peserta didik.
Berdasarkan prosesnya, manajemen pendidikan harus dilandasi sifat eduktif
yang berkenaan dengan unsur manusia yang tidak semata-mata dilandasi
prinsip efektivitas dan efisiensi, melainkan juga dilandasi dengan prinsip
mendidik. Oleh karena itu orientasi dari pada manajemen pendidikan adalah
terfokus atau terpusat pada peserta didik.
Pemerintah telah melakukan upaya penyempurnaan sistem
pendidikan, baik melalui penataan perangkat Iunak (soft ware) maupun
perangkat keras (hard ware). Diantara upaya tersebut, antara lain
dikeluarkannya Undang-Undang No.22 dan 25 tahun 1999 tentang otonomi
daerah, yang secara langsung berpengaruh terhadap perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi pendidikan. Bila sebelumnya pengelolaan
pendidikan merupakan wewenang pusat, maka dengan berlakunya undang-
undang tersebut kewenangannya berada pada pemerintah daerah
kota/kabupaten. Dalam kaitan ini visi, misi dan strategi Kantor Departemen
36
Pendidikan Nasional pada tingkat kabupaten harus dapat
mempertimbangkan dengan bijaksana kondisi nyata organisasi maupun
lingkungannya, dan harus mendukung pula misi pendidikan nasional, serta
harus mampu memelihara garis kebijaksanaan dari birokrasi yang lebih
tinggi. DI samping itu, tujuan harus layak, dapat dicapai dengan kemampuan
yang ada, serta memiliki wawasan tentang gambaran ideal kondisi
pendidikan yang diharapkan masa depan.
Mulyasa (2003) menjelaskan bahwa manajemen pendidikan juga
dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan
proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan baik tujuan
jangka pendek, menengah, maupun tujuan jangka panjang.
Otonomi sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam
mengelola sekolahnya sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan
kemandiriannya, sekolah lebih leluasa dalam mengembangkan program
program yang tentu saja lebih proporsional dengan kebutuhan dan potensi
yang dimilikinya. Demikian juga dengan pengambilan keputusan yang
partisipatif, pelibatan warga sekolah secara langsung dalam pengambilan
keputusan, maka rasa memiliki sekolah dapat meningkat. Peningkatan rasa
memiliki ini akan menyebabkan peningkatan rasa tanggung jawab, dan
peningkatan rasa tanggung jawab akan meningkatkan dedikasi warga
sekolah terhadap sekolahnya. Inilah esensi pengambilan keputusan yang
partisipatif. Baik meningkatkan otonomi sekolah maupun pengambilan
37
keputusan partisipatif semuanya ditujukan untuk meningkatkan mutu sekolah
berdasarkan kebijakan nasional yang berlaku (Diknas, 2001).
peningkatan mutu berbasis sekolah bertujuan untuk memandirikan
atau memberdayakan sekolah melalui pemberian wewenang (otonomi)
kepada sekolah dan mendorong sekolah agar melakukan pengambilan
keputusan partisipatif. Lebih rinci manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah bertujuan untuk :
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah
dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
mengsukseskan tingkat satuan pendidikan (KTSP).
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat,
dan pemerintah tentang mutu sekolah.
4. Meningkatkan kompetensi yang sehat antara sekolah tentang mutu
pendidikan yang akan dicapai.
Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan terus-menerus dilakukan
baik secara konvensional maupun inovatif. Hal tersebut lebih terfokus lagi
setelah diamanatkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk
meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Pemerintah dalam hal ini Menteri pendidikan Nasional juga mencanangkan
”Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan” pada tanggal 2 Mei 2002. Namun
demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan
peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota,
38
menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan,
namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan. Dari berbagai
pengamatan dan analisis, sedikitnya terdapat tiga faktor yang menyebabkan
mutu pendidikan tidak mengalami perubahan secara merata (Depdiknas,
2001).
Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan
pendekatan education production fuction atau input-ouput analisys yang
tidak dilaksanakan secara konsekuen. Faktor kedua, penyelenggaraan
pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik. Faktor ketiga,
peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan
pendidikan selama ini sangat minim.
Sidi (dalam Mulyasa, 2003a) mengemukakan empat isu kebijakan
penyelenggaraan pendidikan nasional yang perlu direkonstruksi dalam
rangka otonomi daerah. Hal tersebut berkaitan dengan peningkatan mutu
pendidikan, peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan, peningkatan
relevansi pendidikan dan pemerataan pelayanan pendidikan. Keempat hal
tersebut adalah :
1. Untuk peningkatan mutu pendidikan dilakukan dengan menetapkan
tujuan dan standar kompetensi pendidikan, yaitu melalui konsensus
nasional antara pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat. Standar
kompetensi yang mungkin akan berbeda antarsekolah atau antardaerah
akan menghasilkan standar kompetensi nasional dalam tingkatan standar
minimal, normal dan unggulan.
39
2. Peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan mengarah pada
pengelolaan pendidikan berbasis sekolah, dengan memberi kepercayaan
yang lebih luas kepada sekolah untuk mengoptimalkan sumber daya
yang tersedia bagi tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.
3. Peningkatan relevansi pendidikan mengarah pada pendidikan berbasis
masyarakat, peningkatan peran serta orang tua dan masyarakat pada
level kebijakan (pengambilan keputusan) dan level operasional melalui
komite (dewan) sekolah. Komite ini terdiri atas kepala sekolah, guru
senior, wakil orang tua, tokoh masyarakat dan perwakilan siswa. Peran
komite meliputi perencanaan, implementasi, monitoring, serta evaluasi
program kerja sekolah.
4. Pemerataan pelayanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang
berkeadilan. Hal ini berkenaan dengan penerapan formula pembiayaan
pendidikan yang adil dan transparan, upaya pemerataan mutu pendidikan
dengan adanya standar kompetensi minimal serta pemerataan standar
pelayanan pendidikan bagi siswa pada semua lapisan masyarakat.
Sesuai dengan hal tersebut, maka dalam rangka melaksanakan
otonomi daerah, mengantisipasi perubahan-perubahan global pada
persaingan pasar bebas, serta tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan, dan
teknologi, khususnya teknologi informasi yang semakin hari semakin
canggih, maka pelayanan pendidikan perlu diarahkan pada pendidikan yang
transparan, berkeadilan, dan demokratis.
40
F. Kualitas Pendidikan
Solmon dalam The Quality of Education (Psacharopaulos, 2004 : 53)
menyatakan bahwa untuk memahami kualitas pendidikan diperlukan
pertimbangan tentang bagaimana kualitas itu diukur. Dalam hubungan ini
terdapat beberapa sudut pandang dalam mengukur kualitas pendidikan yaitu:
a. Pandangan yang menggunakan pengukuran pada hasil pendidikan
(sekolah atau College)
b. Pandangan yang melihat pada proses pendidikan
c. Pendekatan teori ekonomi yang menekankan pada akibat positif pada
siswa atau pada penerima manfaat pendidikan lainnya yang diberikan
oleh institusi dan atau program pendidikan.
Pandangan tersebut masing-masing punya kelemahan, namun
demikian pengukuran tersebut tetap perlu guna melihat masalah kualitas
pendidikan, yang jelas diakui yaitu masalah peningkatan kualitas pendidikan
bukanlah hal yang mudah sebagaimana diungkapkan oleh Stanley J.
Spanbauer (2002: 49) It is a long term effort which require organizational
change and restructuring". Ini berarti bahwa banyak aspek yang berkaitan
dengan kualitas pendidikan, dan suatu pandangan komprehensi mengenai
kualitas pendidikan merupakan hal yang penting dalam memetakan kondisi
pendidikan secara utuh, meskipun dalam tataran praktis, titik tekan dalam
melihat kualitas bisa berbeda-beda sesuai dengan maksud dan tujuan suatu
kajian atau tinjauan Kualitas pendidikan bukan sesuatu yang terjadi dengan
sendirinya, dia merupakan hasil dari suatu proses pendidikan, jika suatu
41
proses pendidikan berjalan baik, efektif dan efisien, maka terbuka peluang
yang sangat besar memperoleh hasil pendidikan yang berkualitas. Kualitas
pendidikan mempunyai kontinum dari rendah ke tinggi sehingga
berkedudukan sebagai suatu variabel, dalam konteks pendidikan sebagai
suatu sistem, variabel kualitas pendidikan dapat dipandang sebagai variabel
terikat yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kepemimpinan, iklim
organisasi, kualifikasi guru, anggaran, kecukupan fasilitas belajar dan
sebagainya.
Terdapat beberapa sumber mutu dalam pendidikan, misalnya sarana
gedung yang bagus, guru yang bermutu dan bermoral yang tinggi, hasil ujian
yang memuaskan, spesialisasi atau kejuruan, dorongan orang tua, bisnis dan
komunitas lokal, sumberdaya yang melimpah, aplikasi teknologi mutakhir,
kepemimpinan yang baik dan efektif, perhatian terhadap pelajaran anak
didik, kurikulum yang memadai, atau juga kombinasi dari faktor-faktor
tersebut.
Hal tersebut menunjukkan banyaknya sumber mutu dalam bidang
pendidikan, sumber ini dapat dipandang sebagai faktor pembentuk dari suatu
kualitas pendidikan, hasil studi Heyman dan Loxley tahun 1989 (Mintarsih
Danumiharja 2004:6) menyatakan bahwa faktor guru, waktu belajar,
manajemen sekolah, sarana fisik dan biaya pendidikan memberikan kontribusi
yang berarti terhadap prestasi belajar siswa. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa ketersediaan dana untuk penyelenggaraan proses
pendidikan di sekolah menjadi salah satu faktor penting untuk dapat
42
memenuhi kualitas dan prestasi belajar, dimana kualitas dan prestasi belajar
pada dasarnya menggambarkan kualitas pendidikan.
Sehubungan hal tersebut, Nanang Fatah (2000 : 90) mengemukakan upaya
peningkatan mutu dan perluasan pendidikan membutuhkan sekurang-
kurangnya tiga faktor utama yaitu (1) Kecukupan sumber-sumber pendidikan
dalam arti kualitas tenaga kependidikan, biaya dan sarana belajar, (2) Mutu
proses belajar mengajar yang mendorong siswa belajar efektif: dan (3) Mutu
keluaran dalam bentuk pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nilai-nilai. Jadi
kecukupan sumber, mutu proses belajar mengajar, dan mutu keluaran akan
dapat terpenuhi jika dukungan biaya yang dibutuhkan dan tenaga professional
kependidikan dapat disediakan di sekolah, dan semua ini tentu saja
memerlukan sumberdaya pendidikan termasuk biaya.
G. Peningkatan Mutu dalam Pembelajaran
Dalam lingkungan pendidikan sekarang ini terus mengalami
perubahan dari era sebelumnya, karena itu yang hanya bersifat konstan
adalah perubahan. Sebagian sekolah dapat secara efektif mengelola
perubahan. Sekolah-sekolah tersebut secara berkelanjutan mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka, strategi, sistem dan
budaya untuk kelangsungan hidup dan bahkan lebih baik meskipun ada
trauma atau gelombang keterkejutan disebabkan oleh perubahan
kekuasaan di dalam dan kebanyakan faktor eksternal terhadap institusi.
43
Spanbauer dalam Hubbard, ed (1993:394) menjelaskan sekolah-
sekolah yang berhasil, telah menerapkan dua strategi utama. Pertama,
menggunakan pendekatan sistem yang melakukan peninjauan ulang
secara lebih cepat terhadap proses yang berhubungan langsung
dengan pelajar. Kedua, hal yang paling penting dan langsung
berdampak positif adalah terlibatnya guru-guru secara aktif dalam
pembuatan keputusan dan manajemen sekolah.
Pemberdayaan guru merupakan hal yang penting, karena peran
mereka sangat strategis dalam proses pengajaran dan pembelajaran
sebagai inti dari pendidikan. Untuk peningkatan mutu pembelajaran,
banyak sekolah yang sudah menerapkan manajemen mutu terpadu
atau Total Quality Management (TQM) sehingga berhasil pada
beberapa dekade terdahulu. Bagaimanapun, manajemen peningkatan
mutu terpadu lebih dari sekedar mengelola perubahan dan menangkap
semua kekuatan eksternal yang terjadi di sekolah. Tepatnya
manajemen mutu terpadu sebagai suatu konsep komprehensif dan
transformasi budaya dan dukungan oleh filosofi organisasi yang kuat.
Perlu diterapkan sebuah manajemen yang membuat rencana untuk
inovasi dan keunggulan pada segala sesuatu yang dilakukan secara
berkelanjutan untuk perbaikan sekolah.
Spanbauer (1993) mengemukakan komponen-komponen dari
model implementasi TQM dalam pendidikan sebagai berikut:
1) Kepemimpinan.
44
Untuk memulai TQM dalam lingkungari pendidikan memerlukan
perhatian terhadap kepemimpinan dengan fokus atas
pemberdayaan, yang dapat dan membagi pengambilan keputusan
sementara pelatihan anggota lain untuk menjamin mereka lebih
bertanggung jawab. Hal itu diarahkan untuh lebih membantu
personil sekolah daripada memerintah.
2) Pendekatan fokus terhadap pelanggan.
Pendekatan fokus terhadap pelanggan ini adalah proses yang
khusus untuk mengidentifikasi para pelanggan, mengumpulkan
informasi dari mereka dan menjawab kebutuhan mereka agar
supaya tercapai harapan-harapan mereka. Berkaitan dengan hal ini,
TQM memajukan perencanaan efektif, menggunakan gagasan dari
keseluruhan organisasi seperti halnya juga dari luar. Informasi dari
dalam dan dari luar digabungkan bersama dengan menggunakan
seperangkat alat perencanaan. Alat-alat ini membantu
pengembangan seperangkat arah strategik yang konsisten dengan
misi dan tujuan organisasi sekolah.
3) Iklim Organisasi
Sistem TQM lebih mengutamakan pencegahan masalah yang
muncul daripada mengawasi dari hasil akhir dengan menata proses
dalam suatu jaminan pencegahan munculnya kegagalan.
4) Tim Pemecahan Masalah.
45
TQM memerlukan lingkungan pemecahan masalah, dengan suatu
tim yang terdiri dari sejumlah personil terus bergerak setiap saat
dalam sutau pekerjaan dan departemen.
5) Tersedia Data yang Bermakna
Dalam konsepnya, proses pemecahan masalah memerlukan
seperangkat alat dan prosedur umum untuk orientasi bidang
penelitian.
6) Metode ilmiah dan Alat-alat
Lingkungan ini dengan perhatian penuh mengindentifikasi dan
mengeliminasi, bekerja dengan menggunakan metode ilmiah dan
pendekatan statistik dalam payung setiap proses manajemen.
7) Pendidikan dan Latihan
Sebagai sebuah paradigma baru, TQM menyentuh semua personil
sekolah dalam semua tingkat organisasi. Dalam pergantian
paradigma ini, suatu kelangsungan proses pendidikan dan program
latihan diperlukan untuk semua staf. Konsep dasar kualitas harus
dipikirkan alat-alat dan teknologi, serta hasil yang diinginkan harus
secara kreatif diaplikasikan dalam keseluruhan organisasi sehingga
dicapai lebih baik kebutuhan pelanggan. Diperlukan pengembangan
strategi berkelanjutan, sebab TQM memberikan suatu perencanaan
jangka panjang, sistematik, tranformasi metoda bagi reformasi
sekolah.
46
Penerapan manajemen peningkatan mutu dalam agar tercapai
keunggulan pembelajaran unggul adalah pembelajaran yang
mengutamakan hasil dan memberi peluang tinggi bagi guru dan siswa
untuk aktif, inovatif, pemanfaatan sarana dan prasaran yang banyak dan
bagus.
Penerapan manajemen pembelajaran dimaksudkan proses
pembelajaran. Suatu pembelajaran unggul adalah pembelajaran yang
mengutamakan hasil dan memberi peluang tinggi bagi guru dan siswa
untuk aktif, inovatif, pemanfaatan sarana dan prasarana yang banyak
dan bagus.
Untuk mencapai keberhasilan pembelajaran unggul, maka harus
diperhatikan faktor-faktor berikut: (1) guru, (2) siswa, (3) metode
mengajar, (4) manajemen pembelajarart, (5) psikologi pembelajaran, (6)
lingkungan belajar,(7) sarana, prasarana, media, laboratorium, dan (8)
dana.
Jadi setiap guru sebagai manajer dalam proses pembelajaran
harus memperhatikan upaya penmgkatan kualitas belajar secara
berkelanjutan. Bagaimanapun, tanpa adanya upaya kreatif dan inovatif
dari guru terhadap pembelajaran di setiap sekolah secara terencana dan
terarah, maka tidak mungkin akan dicapai pembelajaran efektif. Karena
itu, peningkatan kualitas pengajaran merupakan konsekuensi dari
evaluasi, supervisi, dan pengawasan yang dilaksanakan di sekolah.
Ada beberapa kriteria pembelajaran unggul, yaitu:
47
1) Tingkatkan peranan siswa,
2) Kembangkan bahan ajar,
3) Pemanfaatan sumber belajar,
4) Tugas dan fungsi guru;
5) Metode yang tepat,
6) Keseimbangan jasmani dan rohani,
7) Mengerti bukan menghafal,
8) Sumber belajar.
H. Kerangka Pikir
Siswa Sekolah menengah di Kabupaten Bone mengemukakan
pendapatnya tanggapannya berupa persepsi tentang kedisiplinan,
motivasi dan budaya kerja yang terdapat di Sekolah ini.
Faktor kedisiplinan adalah berlaku dan diikuti oleh seluruh pihak
(Pegawai/Karyawan, Staff, Guru dan Siswa) yang karena terjadinya
kedisiplinan seluruh pihak, maka siswa mendapatkan manfaatnya, berupa
peningkatan persentase belajar. Faktor motivasi adalah merupakan energi
yang terdapat dan dimiliki oleh tiap individu pada seluruh pihak yang
terdapat di sekolah ini (Guru, Karyawan/Pegawai, Staff dan Siswa) agar
mereka dapat melakukan kegiatannya secara ikhlas dan serius demi
kesuksesan, terutama dalam kegiatan belajar mengajar.
Faktor budaya bekerja adalah sesuatu yang dimiliki oleh tiap
individu pada seluruh pihak yang terdapat di sekolah ini. Mereka yang
48
mengikuti budaya kerja adalah pihak yang mempunyai jiwa kebersamaan
sebagai bukti loyalitas dan dedikasi yang tinggi terhadap organisasi
(sekolah).
Seluruh fakta tersebut (disiplin, motivasi dan budaya kerja
berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa (menciptakan
kepuasan bagi siswa sekolah menengah ini). Hal tersebut dapat dilihat
pada kerangka pemikiran sebagai berikut :
Gambar 2. Kerangka Pikir
49
SMU 3 Di Kabupaten Bone
Persepsi (tanggapan) terhadap
Siswa SMU 3
Disiplin Belajar(X1)
Budaya Belajar(X3)
Motivasi Belajar(X1)
Prestasi Belajar
Kesimpulan/Rekomendasi
I. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pendahuluan rumusan masalah, maka dapat
diutarakan hipotesis sebagai berikut :
50
1. Faktor-faktor disiplin, motivasi dan budaya kerja secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar adalah positif dan
signifikan.
2. Di antara ketiga faktor tersebut (disiplin, motivasi, dan budaya)
terhadap prestasi belajar siswa sekolah pada SMU 3 Kabupaten Bone.
51
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian tesis ini, dilakukan pada SMU 3 Kabupaten Bone
adalah penelitian mengenai persepsi siswa terhadap faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa di SMU 3 yaitu mengenai
disiplin, motivasi dan budaya kerja pada sekolah bersangkutan di Kabupaten
pada Bone. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan yaitu bulan Juli,
Agustus dan September 2009.
B. Populasi dan Sampel
Berdasarkan data dari sekolh menengah yang menjadi obyek
penelitian bahwa jumlah populsi 150 orang. Perlu di informasikan bahwa
yang menjadi obyek penelitian adalah siswa SMU 3 Kabupaten Bone, karena
terpokus pada persepsi (tanggapan) siswa terhadap faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap presentase terhadap prestasi belajar pada SMU 3 ini.
Dari populasi 150 orang tersebut ditetapkan 30 orang atau 20 % dari
populasi tersebut. Teknik penerapan sampel adalah simple random
sampling.
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan serta sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
51
52
1. Data primer, ialah data yang diperoleh dari responden siswa SMU 3
Kabupaten Bone yaitu data mengenai disiplin, motivasi, dan budaya kerja
yang terdapat di sekolah ini. Mereka yang menjadi responden 30 orang
adalah merupalkan sumber data primer (interval data) dan jika pihak
karyawan atau staf dan guru di wawancarai berarti mereka adalah
sumber data sekunder (external data).
2. Data sekunder ialah data yang diperoleh dari pihak lain mengenai obyek
(siswa) itu diperoleh data secara tertulis yang pada umumnya adalah data
sekunder. Apabila diperoleh informasi berupa data primer dan sekunder
melalui sumber tertulis maka hal ini merupakan library research atau
penelitian kepustakaan seangkan data yang diperoleh secara langsung
dari responden dan informasi maka merupakan field research (penelitian
lapangan)
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Observasi, yaitu dengan cara melakukan pengamatan langsung untuk
mendapatkan data primer dan atau data sekunder dari yang ada
hubungannya dengan penelitian ini.
2. Wawancara, yaitu dilakukan dengan seluruh responden untuk
mendapatkan masukan pada penelitian ini.
53
3. Kuesioner, yaitu dilakukan dengan menyebarkan daftar pertanyaan
kepada responden untuk diisi secara objektif tanpa ada tekanan atau
pengaruh dari pihak lain.
4. Kepustakaan (Library research), yaitu mempelajari literatur yang
berkaitan dengan penelitian ini.
E. Metode Analisis
Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan dan hipotesis penelitian
yang diutarakan, maka metode analisis menggunakan : Analisis statistik
inference menggunakan metode regresi berganda untuk mengetahui
pengaruh disiplin, motivasi dan budaya terhadap prestasi belajar siswa
sekolah menengah di Kabupaten Bone terhadap prestasi belajar siswa
dilakukan melalui pengujian koefisien regresi berganda yaitu b1, b2, b3 secara
parsial serta koefisien korelasi r. cara yang dipakai untuk menguji signifikansi
koefisien regresi : b0, b1, b2 dan b3 serta koefisien korelasi r dilakukan dengan
memakai uji t, sedangkan pengujian signifikansi regresi berganda (simultan)
dilakukan dengan memakai uji F.
F. Definisi Operasional
Berikut ini diberikan informasi atas beberapa istilah yang digunakan
dalam penelitian ini :
1. Prestasi belajar adalah wujud kepuasan atau hasil kerja dari belajar pihak
di sekolah menengah ini yaitu keryawan/staf dan guru sekolah dalam
melaksanakan tugas pokoknya, yaitu proses belajar mengajar. Prestasi
54
belajar yang diperoleh siswa adalah hasil kerja dari pihak lain dalam hal
kedisiplinan, motivasi dan budaya kerja. Hal ini berarti bahwa terjadinya
kedisiplinan, motivasi dan budaya yang memadai dari para guru dan
karyawan maka para siswa akan mendapatkan kepuasan sebagai
realisasi dari prestasi belajar siswa. Faktor kedisiplinan, motivasi dan
budaya tersebut juga kelakuan bagi siswa sekolah menengah ini, hal ini
juga berlaku untuk seluruh pihak yang terdapat pada sekolah ini.
3. Disiplin adalah kesediaan diri dari seluruh pihak untuk mematuhi,
menaati peraturan kerja dan perintah atasan (pimpinan) dengan penuh
kesadaran. Indikator yang digunakan antara lain menyangkut kedisiplinan
para pegawai/staf dan guru dalam melaksanakan tugasnya dan
ketepatan dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan aturan.
Indikator yang dikembangkan dalam bentuk pertanyaan mengandung
lima alternatif jawaban yaitu Skor 5 untuk pernyataan sangat disiplin Skor
4 untuk pernyataan setuju, Skor 3 untuk pernyataan cukup setuju, skor 2
untuk pernyataan kurang disiplin dan 1 untuk pernyataan tidak disiplin.
4. Motivasi adalah usaha sumber daya manusia yang timbul sebagai hasil
akumulasi adanya dorongan dalam diri setiap pegawai dan guru serta
siswa sedagai perwujudan rasa tanggung jawab individu dalam
melaksanakan tugas, ketaatan, kejujuran, kerja sama, prakarsa dan
kepemimpinan dalam upaya mencapai target yang telah ditetapkan.
Indikator yang digunakan dalam mengukur motivasi dengan
menggunakan teori dari Mc. Mlelland yaitu :
55
a. Kebutuhan prestasi, merupakan daya penggerak yang memotivasi
semangat kerja seseorang
b. Kebutuhan afiliasi karena setiap orang mempunyai rasa diterima oleh
orang lain dilingkunganya, merasa dirinya penting, ingin maju dan
perasaan ingin ikut serta
c. Kebuthan kekuasaan, merangsang dan menimbulkan gairah kerja
yang akan menimbulkan persaingan yang dapat ditimbulkan secara
sehat.
Indikator yang dikembangkan dalam bentuk pertanyaan mengandung
lima alternative jawaban yaitu Skor 5 untuk pernyataan sangat setuju, Skor 4
untuk pernyataan setuju, Skor 3 untuk pernyataan ragu-ragu, Skor 2 untuk
pernyataan kurang setuju dan skor 1 untuk pernyataan tidak setuju.
5. Budaya adalah suatu persepsi, bersama yang dianut oleh tiap individu
organisasi (sekolah) dan menjadi suatu sistem dari makna bersama.
Indikator yang digunakan dalam mengukur budaya adalah dengan
menggunakan asumsi dasar yaitu :
a. Terkaitan dengan lingkungan, aspek ini mengamati asumsi yang
lebih mendasar tentang hubungan manusia dengan alam dan
lingkungan. Dapat dinilai dengan bagaimana anggota-anggota kunci
organisasi memandang hubungan tersebut.
b. Hakekaf kegiatan manusia, aspek ini menyangkut pandangan semua
anggota organisasi tentang hal-hal yang perlu dikerjakan oleh
manusia atas asumsi mengenai realitas, lingkungan dan sifat manusia
56
di atas, apakah ia harus aktif, pasif, pengembangan pribadi atau
lainnya.
c. Hakekat realitas dan kebenaran, Aspek ini menyangkut pandangan
anggota-anggota organisasi tentang kaidah linguistik dan perilaku
yang menetapkan mana yang riel dan mana yang tidak, mana yang
fakta, bagaimana kebenaran akhirnya ditentukan, dan apakah
kebenaran diungkapkan atau ditemukan.
d. Hakekat waktu, aspek ini berkaitan dengan pandangan anggota
organisasi tentang orientasi dasar waktu.
e. Hakekat sifat manusia, aspek ini menyangkut pandangan anggota
organisasi tentang apa yang dimaksud dengan manusia dan apa
atribut yang dianggap intrinsik atau puncak.
f. Hakekat hubungan antar manusia, aspek ini menyangkut pandangan
manusia tentang apa yang dipandang sebagai cara yang benar bagi
manusia untuk saling berhubungan, untuk mendistribusikan
kekuasaan atau cinta.
g. Homogeneity vc Diversity, apakah kelompok yang baik itu berada
dalam kondisi homogen atau berbeda, dan apakah individu dalam
kelompok didukung untuk berinovasi ataukah harus menyesuaikan
visi.
Indikator yang dikembangkan dalam bentuk pertanyaan mengandung
lima altemative jawaban yaitu Skor 5 untuk pernyataan sangat setuju, Skor 4
57
untuk pernyataan setuju, Skor 3 untuk pernyataan ragu-ragu, Skor 2 untuk
pernyataan kurang setuju dan skor 1 untuk pernyataan tidak setuju
58
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Variabel Penelitian
Deskripsi variabel penelitian merupakan uraian tentang sebaran
jawaban hasil kuesioner sehingga dapat diketahui tanggapan responden
terhadap variabel yang berpengaruh terhadap prestasi murid/siswa. Untuk
menggambarkan variabel penelitian atas jawaban responden, digunakan
label frekuensi. Tanggapan responden terhadap pengaruh faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi siswa, dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Disiplin Belajar (XI)
Disiplin merupakan kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-
standar organisasional unsur-unsur yang dinilai pada variable ini terdiri dari 8
item pertanyaan menyangkut tanggapan responden terhadap indikator
kedisiplinan siswa di Bone, tingkat ketelitian siswa dalam belajar, ketepatan
waktu dalam menyelesaikan tugas akademik dan ketepatan dalam
menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan aturan. Variasi tanggapan
responden terhadap indikator dari variabel disiplin belajar terlihat pada tabel
berikut.
58
59
Tabel 1.
Rekapitulasi Jawaban Responden Atas Disiplin Belajar (X1)
No Kategori Jumlah Perbandingan(%)
1 Tidak Setuju 0 02 Kurang Setuju 0 03 Netral 2 6,664 Setuju 19 63,335 Sangat Setuju 9 30
Total 30 100
Sumber : Data diolah, 2009
Tabel 1 tersebut diatas menjelaskan bahwa tanggapan responden
terhadap kedisiplinan siswa, tingkat ketelitian guru dalam proses belajar
mengajar, ketepatan waktu dalam menyelesaikan pembelajaran dan
ketepatan dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan aturan serta
pengaruhnya terhadap kinerja siswa. Dari 30 responden terdapat 9
responden atau 30% yang menyatakan sangat setuju terhadap adanya
pengaruh disiplin belajar terhadap kinerja guru dengan indikator tingkat
ketelitian siswa dalam belajar, ketepatan waktu dalam menyelesaikan
pekerjaan dan ketepatan dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan aturan
terhadap prestasi belalar para siswa, sedang 19 responden atau 63,33%
menyatakan setuju, dan 2 responden atau 6,66% yang netral.
2. Motivasi (X2)
Motivasi merupakan usaha sumber daya manusia yang timbul
sebagai hasil akumulasi adanya dorongan dalam diri setiap murid sebagai
perwujudan rasa tanggung jawab individu dalam melaksanakan tugas,
ketaatan, kejujuran, kerja sama, prakarsa dan kepemimpinan dalam upaya
60
mencapai target yang telah ditetapkan. Pada variabel ini unsur-unsur yang
dinilai terdiri dari 12 item pernyataan tentang tanggapan responden tentang
motivasi dengan indikator dari teori Mc.Clelland mengenai kebutuhan akan
prestasi, kebutuhan akan aflliasi dan kebutuhan akan kekuasaan. Variasi
tanggapan responden terhadap indikator dari variabel motivasi terlihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 2.
Rekapitulasi Jawaban Responden Atas Variabel Motivasi (X2)
No Kategori Jumlah Perbandingan(%)
1 Tidak Setuju 0 02 Kurang Setuju 0 03 Netral 11 36,664 Setuju 19 63,335 Sangat Setuju 0 0
Total 30 100
Sumber : Data diolah, 2009
Tabel 2 tersebut diatas menunjukkan tanggapan responden
terhadap adanya pengaruh motivasi terhadap kinerja dengan beberapa
indikator teori Mc.Clelland mengenai kebutuhan akan prestasi, kebutuhan
akan afiliasi dan kebutuhan akan kekuasaan dan pengaruhnya terhadap
kinerja siswa di Kabupaten Bone. Dari 30 responden yang ada terdapat 19
responden atau 63,33% yang menyatakan setuju pada motivasi dengan
indikator mengenai kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi dan
kebutuhan akan kekuasaan. Sedang sisanya yakni 11 responden atau
responden atau 36,66% yang menyatakan netral.
61
3. Budaya Belajar (X3)
Budaya belajar merupakan suatu persepsi bersama yang dianut oleh
siswa di Kabupaten Bone dan menjadi suatu sistem dari makna bersama.
Unsur-unsur yang dinilai pada variabel ini terdiri dari 8 item pertanyaan
menyangkut tanggapan responden antara lain terhadap indikator asumsi
dasar yakni keterkaitan Terkaitan dengan tingkungan, Hakekat kegiatan
manusia, Hakekat realitas dan kebenaran, Hakekat waktu, Hakekat sifat
manusia, Hakekat hubungan antar manusia dan Homogeneity vc
Diversity. Variasi tanggapan responden terhadap indikator dari variabel
budaya dasar terlihat pada tabel berikut.
Tabel 3.
Rekapitulasi Jawaban Responden Atas Variabel Budaya Dasar (X3)
No Kategori Jumlah Perbandingan(%)
1 Tidak Setuju 0 02 Kurang Setuju 0 03 Netral 10 33,334 Setuju 20 66,665 Sangat Setuju 0 0
Total 30 100
Sumber : Data diolah, 2009
Tabel 3 tersebut diatas menjelaskan bahwa tanggapan responden
terhadap variable budaya belajar dengan indikator asumsi dasar serta
pengaruhnya terhadap kinerja siswa di Kabupaten Bone. Dari 30 responden
yang ada terdapat 20 responden atau 66,66% yang menyatakan setuju
adanya pengaruh budaya belajar terhadap kinerja dengan indikator asumsi
62
dasar dalam menciptakan budaya yang baik terhadap prestasi belajar siswa
di Kabupaten Bone, sedang 10 responden atau 33,33 % menyatakan netral.
B. Analisis Hasil Penelitian
Pada bagian ini akan dibahas mengenai hubungan antara disiplin
belajar, motivasi dan budaya belajar terhadap prestasi belajar di SMU 3
Kabupaten Bone menggunakan hasil penelitian yang sudah diolah dari data
primer. Penelitian ini menggunakan analisisi regresi berganda yang diolah
dengan program SPSS for windows release 16. Hasil analisa regresi,
didapatkan ringkasan secara statistik sebagai berikut:
Tabel 11. Ringkasan Analisis Hasil Regresi Linier Berganda
Varibel bebas Estimasi Stindar t - hitung Sig - t Sig - F
Konstanta 1,596 1,481 1,078 0,291 0,000Disiplin belajar (x1) 0,689 0,195 3,544 0,002
Motivasi belajar (X2) 0,471 0,225 2,094 0,046Budaya belajar (x3) 0,958 0,231 4,154 0,000
R2 = 0,598
R2 adjusted = 0,552
F hitung = 12,887
N =30 t tabel = 2,056 Dari tabet di atas dapat dibuat persamaan sebagai berikut :
Y = 1,596 + 0,689 X, + 0,471 X2 + 0,958 X3
Sesuai hasil analisis regresi ANOVA diperoleh Fhitung sebesar 12,887
sedangkan Ftabel pada df,= 3 dan df2 = 26 pada tingkat kepercayaan 95
persen adalah 2,98, maka Fhitung lebih besar dari Ftabel atau nilai sign-F
lebih kecil dari level of significan (0,000<0,05), artinya semua variabel
63
independent yaitu disiplin belajar, motivasi belajar dan budaya belajar di
dafam model (secara simultan) berpengaruh terhadap variabei dependent
prestasi belajar siswa di Kabupaten Bone.
Dari hasil anafisis data, diperoleh nilai koefisien determinasi (R2)
adalah sebesar 0,598 menunjukkan bahwa variasi variabel terikat
(dependent) dapat dijelaskan oleh model atau keseturuhan variabel bebas
(independent) sebesar 59,8% dan sisanya sebesar 41,2% dijelaskan oleh
variabel yang tidak dimasukkan dalam model (error term).
Persentase pengaruh variabel independent terhadap variabel
dependent dalam persamaan regresi tersebut menunjukkan pengaruh yang
besar (59,8%). Dengan demikian, jika diukur dari besarnya pengaruh variabel
independent terhadap perubahan nilai variabel dependent tersebut, maka
persamaan regresi yang dihasilkan dalam model ini baik untuk mengestimasi
nitai variabel dependent.
C. Pembahasan
Dari analisis hasil penelitian, maka dapat diinterpretasi pengaruh
disiplin belajar, motivasi belajar dan budaya belajar terhadap kinerja kolektor
dalam siswa di Kabupaten Bone sebagai berikut :
1. Disiplin belajar
Berdasarkan hasil analisis penelitian diketahui bahwa disiplin belajar
sebagai variabel independent menunjukkan hubungan yang positif dan
signifikan terhadap siswa di Kabupaten Bone, hal tersebut menunjukkan
bahwa siswa di Kabupaten Bone memiliki tingkat disiplin yang tinggi.
64
Implikasi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa disiplin belajar yang
tinggi akan mempengaruhi kinerja dari siswa di Kabupaten Bone, dimana
siswa akan belajar lebih efisien dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya. pengaruh disiplin terhadap kinerja siswa di Kabupaten Bone
dengan indikator tingkat ketelitian siswa dalam belajar, ketepatan waktu
dalam menyelesaikan pekerjaan dan ketepatan dalam menyelesaikan
tugas sesuai dengan aturan instruksi guru.
Hal ini sejalar, dengan penelitian Narmodo dan Wajdi (2006) dengan
judul Pengaruh Motivasi dan Disiplin terhadap Kinerja Pegawai Badan
Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri yang menyatakan bahwa
motivasi dan disiplin mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja
pegawai Badan Kepegawaian Daerah Wonogiri. Disiplin mempunyai
pengaruh paling dominan terhadap kinerja dibanding dengan motivasi.
Selanjutnya Hasibuan, dkk (2004) dengan judul Analisis Pengaruh
Insentif, Motivasi, Disiplin belajar dan Budaya belajar terhadap Kinerja
Pegawai pada BPKD Kabupaten Banyumas menunjukkan ada pengaruh
insentif, motivasi, disiplin belajar dan budaya belajar terhadap kinerja
pegawai pada Kantor BPKD Kabupaten Banyumas. Pengaruh ini bersifat
positif artinya semakin baik disiplin belajar maka kinerja pegawai BPKD
Kabupaten juga semakin baik.
Mink dalam Ma'rifa (2004) melakukan studi tentang kinerja
yang menunjukkan beberapa karakteristik karyawan yang
mempunyai kinerja tinggi, yaitu :
65
1. Berorientasi pada prestasi, karyawan yang kinerjanya tinggi
memiliki keinginan yang kuat membangun sebuah mimpi
tentang apa yang mereka inginkan untuk dirinya.
2. Percaya diri, Karyawan yang kinerjanya tinggi memiliki sikap
mental positif yang mengarahkan untuk bertindak dengan
tingkat percaya diri yang tinggi,
3. Pengendalian diri, karyawan yang kinerjanya tinggi mempunyai
rasa disiplin yang sangat tinggi,
4. Kompetensi, karyawan yang kinerjanya tinggi telah
mengembangkan kemampuan spesifik dan kompetensi
berprestasi dalam daerah pilihan mereka,
Presisten, karyawan yang kinerjanya tinggi mempunyai piranti
pekerjaan yang didukung oleh suasana psikologis dan bekerja
keras terus menerus untuk mencapai tujuan. Hubungan antara
disiplin dan kinerja dapat dilihat dari pengukuran disiplin yang baik
seperti yang dikemukakan oleh Leteiner (1985) yaitu :
a. Apabila pegawai datang di kantor dengan teratur dan tepat
pada waktunya.
b. Apabila mereka berpakaian serba baik pada tempat
pekerjaannya.
c. Apabila mereka menggunakan bahan-bahan dan perlengkapan-
perlengkapan dengan hati-hati.
66
d. Apabila mereka menghasilkan jumlah dan kualitas pekerjaan yang
memuaskan.
e. Mengikuti cara bekerja yang ditentukan oleh kantor
f. Apabila mereka menyelesaikan pekerjaan dengan semangat yang
baik.
2. Motivasi Belajar
Dari hasil regresi diketahui bahwa motivasi belajar sebagai variabel
independent menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan terhadap
siswa di Kabupaten Bone sebagaimana terdapat pada lampiran 3. Hal
tersebut menunjukkan bahwa siswa di Kabupaten Bone mempunyai
motivasi belajar yang tinggi.
Implikasi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa di Kabupaten
Bone sudah mempunyai motivasi yang tinggi untuk melaksanakan
tanggung jawabnya, siswa di Kabupaten Bone sebaiknya mempunyai
partner belajar yang baik dan solid dalam melakukan pekerjaannya. Selain
penghargaan atas kolektor yang diberikan oleh organisasi dapat diterima
oleh semua kolektor yang ada di organisasi antara lain bagi kolektor yang
mempunyai prestasi belajar yang baik akan mendapat jabatan atau posisi
yang lebih tinggi. Hal ini diharapkan dapat menjadi motivator bagi para
siswa dalam meningkatkan prestasi belajar. Selain itu yang dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa di Kabupaten Bone adalah dorangan
dari diri sendiri untuk berhubungan dengan orang lain atas dasar sosial.
Sebaiknya motivasi ini timbul dari dalam diri siswa itu sendiri karena
67
apabila dipaksakan tidak akan menjadi manfaat yang baik bagi siswa itu
sendiri maupun orang lain di lingkungannya. Kinerja yang baik akan
terwujud jika ada kemauan atau niat yang bulat untuk belajar dan juga ada
dorongan untuk mencapai hasil belajar dengan kuantitas belajar yang
tinggi dari dalam diri siswa di Kabupaten Bone.
Robbins (1993) menyatakan kinerja adalah sebagai fungsi dari
interaksi antara kemampuan atau Ability (A), motivasi atau Motivation (M)
dan kesempatan atau Opportunity (O), yaitu Kinerja (f) (A x M x O).
Artinya kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan
kesempatan. kesempatan kinerja adalah tingkat-tingkat kinerja yang tinggi
sebaagian merupakan fungsi dari tiadanya rintangan-rintangan
pengendalian karyawan itu. Meskipun seorang individu bersedia dan
mampu, bisa saja ada rintangan yang jadi penghambat.
Bila sampai pada penilaian mengapa seorang siswa tidak
menghasilkan kinerja pada suatu tingkat yang seharusnya dia mampu,
maka perlu diperiksa lingkungan pembelajaran untuk melihat apakah
mendukung atau tidak terhadap pelaksanaan pembelajaran. Jadi kinerja
yang optimal setain didorong oleh kuatnya motivasi seseorang dan tingkat
kemampuan yang memadai, juga didukung oleh lingkungan yang
kondusif.
Hasil penefitian ini sesuai dengan teori motivasi prestasi
(achievement motivation) dari Mc. Clelland, teori ini menyatakan orang
yang memiliki kebutuhan tinggi untuk berafifiasi biasanya memperoleh
68
kesenangan dan kasih sayang dan cenderung menghindari kekecewaan
karena ditolak oleh suatu kelompok sosial. Secara individual, mereka
cenderung berusaha membina hubungan sosial yang menyenangkan,
rasa intim dan pengertian, siap untuk menghibur dan membantu orang
lain yang berada dalam kesusahan serta menyukai interkasi bersahabat
dengan orang lain. Kebutuhan afiliasi merupakan kebutuhan individu
untuk berhubungan dengan orang lain atau lingkungannya. Mc Clelland
menyatakan apabila seseorang merasa mempunyai kebutuhan yang
sangat mendesak, maka kebutuhan itu akan memotivasi orang dapat
berusaha keras untuk memenuhi kebutuhannya.
3. Budaya Belajar
Dari hasil regresi diketahui bahwa budaya belajar sebagai variabel
independent menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan terhadap
prestasi belajar siswa di Kabupaten Bone. Hal tersebut menunjukkan
bahwa siswa di Kabupaten Bone mempunyai budaya belajar yang tinggi.
Implikasi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar
pengaruh budaya belajar akan memberikan dampak positif terhadap
prestasi belajar siswa dalam pembelajaran. Pelaksanaan budaya belajar
yang diterapkan dalam suatu sekolah harus dapat dirasakan dengan
baik oleh para siswa di Kabupaten Bone agar siswa merasa senang
belajar pada sekolah tersebut. Jadi pemerintah daerah dengan didukung
oleh pimpinan dan sekolah-sekolah yang seharusnya menerapkan dan
melaksanakan budaya belajar sebaik-baiknya agar tercipta suasana
69
belajar yang nyaman. Siswa yang merasa senang dengan apa yang
dipelajarinya akan berdampak pada kinerja yang dihasilkan menjadi baik.
Hal ini dapat menjadi motivasi bagi siswa dalam meningkatkan prestasi
belajarnya. Pengaruh antara siswa yang ada pada sekolah harus tetap
dijalin sebaik mungkin, misanya suasana diciptakan oleh sekolah adalah
suasana kekeluargaan seperti dengan mengadakan kegiatan diskusi
antara murid atau studi tour pada hari libur. Hubungan dengan guru dan
siswa juga harus terjalin dengan baik. Hal ini diharapkan menjadi
motivasi bagi para siswa dalam meningkatkan prestasi belajarnya.
Semua pihak harus dapat mencari cara agar kinerja siswa tidak menurun
tapi semakin meningkat di masa yang akan datang.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ma'rifa (2004) dengan judul
Pengaruh Motivasi dan Budaya belajar terhadap kinerja Pekerja Sosial di
Lingkungan Pelaksana Teknis Dinas Sosial di Jawa Timur, yang
menyatakan bahwa pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja
pekerja sosial adalah positif. hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien
regresinya sebesar 0,46. Berarti semakin baik budaya organisasi
dilaksanakan maka kinerja pekerja sosial akan semakin meningkat.
Penelitian Tjahyono dan Gunarsih (2005) dengan judul Pengaruh
Motivasi belajar dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai di
Lingkungan Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah menyatakan
bahwa variabel bebas motivasi dan budaya belajar secara individual
berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja dan variabel budaya
70
belajar mempunyai pengaruh yang lebih dominan terhadap kinerja
pegawai daripada motivasi belajar. Penelitian
Soedjono (2005) dengan judul Pengaruh Budaya Organisasi
Terhadap Kinerja Organisasi dan Kepuasan belajar Karyawan pada
Terminal Penumpang Umum Di Surabaya menyatakan bahwa budaya
organisasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan.
Bagaimana budaya belajar mempengaruhi kinerja dinyatakan oleh
Robbins (terjemahan, 1996) yaitu budaya yang kuat mempengaruhi
kinerja dan kepuasan karyawan, budaya kuat tersebut adalah Budaya
dimana nilai-nilai inti dipegang secara intensif dan dianut bersama secara
meluas. Selanjutnya Robbins mengungkapkan bahwa makin banyak
anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka
pada nilai-nilai itu, makin kuat budaya tersebut. konsisten dengan definisi
ini, suatu budaya kuat akan mempunyai pengaruh yang besar pada
perilaku anggota-anggotanya karena tingginya tingkat kebersamaan
(sharedness) dan intensitas menciptakan suatu iklim internal dari kendali
perilaku yang tinggi.
Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa tingginya dukungan
dan komitmen pada nilai-nilai organisasi menunjukkan kuatnya budaya
organisasi, yang kemudian dapat mempengaruhi kepada tingginya
prestasi belajar dan kepuasan belajar siswanya.
71
Dari hasil analisis terhadap budaya belajar bernilai positif dan
signifikan, jadi budaya belajar mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja siswa dalam penerimaan pelajaran di sekolah
Kabupaten Bone .
Ketiga variabel tersebut di atas yaitu disiplin, motivasi dan budaya
belajar mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi siswa dalam
mencapai prestasi belajar yang memadai. Maka untuk dapat meningkatkan
kinerja siswa seharusnya pelaksanaan disiplin belajar, motivasi dan
pelaksanaan budaya belajar dijalankan secara seimbang satu sama lain
dan sebagai satu kesatuan agar sumber daya manusia yang bersangkutan
yaitu siswa di Kabupaten Bone menghasilkan kinerja yang baik. Bagi
sekolah akan menunjukkan hasil kinerja yan lebih tinggi jika ada
kesesuaian antara lingkungan eksternal sekolah dengan strategi sekolah
yang sejalan dengan kompetensi pekerjaan.
72
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat dikemukakan
kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan uji simultan maupun parsial, variabel disiplin, motivasi dan
budaya belajar berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
siswa dalam pencapaian prestasi belajar yang memadai di Kabupaten
Bone. .
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya belajar paling dominan
pengaruhnya terhadap kinerja siswa dalam penerimaan pembelajaran
di Sekolah Kabupaten Bone bila dibandingkan dengan variabel disiplin
belajar dan motivasi belajar. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai
standardized coefficients (beta) variabel budaya belajar sebesar 0,519.
B. Saran
Adapun saran yang dapat dikemukakan sehubungan dengan hasil
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pemerintah Kabupaten Bone khususnya instansi terkait, hendaknya
lebih memperhatikan unsur-unsur budaya belajar, motivasi dan disiplin
belajar bagi siswa agar kinerja siswa di Kabupaten Bone dapat
dipertahankan atau lebih ditingkatkan agar siswa baru nanti akan lebih
bergairah.
72
73
2. Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan obyek
penelitian yang sama di masa yang akan datang, diharapkan
menggunakan atau menambah variable-variabel lain selain yang
digunakan dalam model analisis ini, serta dapat menggunakan alat
analisis lainnya.
74
DAFTAR PUSTAKA
Arthur, J.B, 1994. Effects of Human Resource Systems on Manufacturing Performance and Turnover. Academy of Management Journal, Vo1.37 No.3. June.
Davis, Keith., 2002, Fundamental Organization Behavior, Diterjemahkan Agus Dharrria, Erlangga, Jakarta.
Dessler, Gary, 1992, Manajemen Sumber Daya Manusia, Prenhallindo, Jakarta.
Devas, N, Binder. B, Booth, A, Davey, K, Kelly, R, 1989, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia (Terjemahan Masri Maris) UIPress, Jakarta._
Gujarati D, 1997. Basic Econometrics, Third Edition. Prentice-Hall International Editions, Singapore.
Hasibuan Malayu, 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit PT Gunung Agung, Jakarta.
Hasibuan M, Djiwanto Teguh, Yono Srie, 2004, Analisis Pengaruh Insentif, Motivasi, Disipiin Kerja dan Budaya Kerja terhadap Kinerja Pegawai pada BPKD Kabupaten Banyumas, Jurnal Smart: Vol. 1 No 2 Mei 2004.
Heidjrachman dan Husnan, Suad, 2002, Manajemen Personalia, BPFE, Yogyakarta.
Kaho Riwu Y., 1998. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Rajawali Press, Jakarta.
Koswara, E, 2000, Menyongsong Pelaksanaan Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Analisis CSiS, Tahun XXIX/2000 No. 1.36-53.
Lananggae Aswin L, Analisis Hubungan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada Bidang Pendidikan Menengah Umum Kantor Wilayah Departemen Pendidikan Nasional Prov. Sul Sel, Tesis S2, MM, UNHAS.
Mahi, Raksaka, 2000, Prospek Desentralisasi di Indonesia Ditinjau Dari Segi Pemerataan Antar Daerah dan Peningkatan Efisiensi, Jurnal Ekonomi Pembangunan, No.1, 54-56.
74
75
Manggazali Zulkifli, 2003, Analisis Pengaruh motivasi dan Kemampuan Kerja Terhadap Siswa di Kabupaten Bone Propinsi Sulawesi Barat, Tesis S2 MKD, UNHAS, Makassar.
Mardiasmo, 2002. Otonomi Daerah sebagai Upaya Memperkokoh Basis Perekonomian Daerah, Makalah disampaikan dalam seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat, Krisis Moneter Indonesia, 7 Mei 2002, Jakarta.
Ma'rifa Dewi, 2005, Pengaruh Motivasi dan Budaya Kerja terhadap kinerja Pekerja Sosial di Lingkungan Pelaksana Teknis Dinas Sosial di Jawa Timur, Tesis S2, UNAIR, Surabaya.
Miller S.M. and Russek, F, 1997, Fiscal Structure and Economic Growth at The State and Local Level, Public Finance Review, Vol 25, No.2, 213-237.
Munawir, S, 1998, Perpajakan, Liberty, Edisi Kelima Cetakan Kedua, Yogyakarta.
Narmodo Hernowo, Wajdi M. Farid, 2006, Pengaruh Motivasi dan Disiplin terhadap Kinerja Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri.
Prawirosentono S., 1999, Kebijakan, Manfaat dan Waditra Dalam Penilaian Kinerja Karyawan.
Robins S.P., , 1993, Organizational Behavior, 6th Edition, Englewood Cliff, New Jersey, USA : Prentice-Hall International Edition; terjemahan, jilid I, 2001 dan Jilid II, 1996, Perilaku organisasi, penerjemah Hedyana Pujaatmaja, Prenhalindo, Jakarta
--------------------,1996, Organizational Behavior: Concept, Controversies, Application, Seventh Edition, Prentice Hall Inc. New Jersey.
Simamora H., 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN, Yogyakarta.
Mahi, Raksaka, 2000, Prospek Desentralisasi di Indonesia Ditinjau Dari Segi Pemerataan Antar Daerah dan Peningkatan Efisiensi, Jurnal Ekonomi Pembangunan, No.1, 54-56.
Manggazali Zulkifli, 2003, Analisis Pengaruh motivasi dan Kemampuan Kerja Terhadap Siswa di Kabupaten Bone Propinsi Sulawesi Barat, Tesis S2 MKD, UNHAS, Makassar
76
Mardiasmo, 2002. Otonomi Daerah sebagai Upaya Memperkokoh Basis Perekonomian Daerah, Makalah disampaikan dalam seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat, Krisis Moneter Indonesia, 7 Mei 2002, Jakarta.
Ma'rifa Dewi, 2005, Pengaruh Motivasi dan Budaya Kerja terhadap kinerja Pekerja Sosial di Lingkungan Pelaksana Teknis Dinas Sosial di Jawa Timur, Tesis S2, UNAIFj, Surabaya.
Miller S.M. and Russek, F, 1997, Fiscal Structure and Economic Growth at The State and Local Level, Public Finance Review, Vol 25, No.2, 213-237.
Munawir, S, 1998, Perpajakan, Liberty, Edisi Kelima Cetakan Kedua, Yogyakarta.
Narmodo Hernowo, Wajdi M. Farid, 2006, Pengaruh Motivasi dan Disiplin terhadap Kinerja Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri,
Prawirosentono S., 1999, Kebijakan, Manfaat dan Waditra Dalam Penilaian Kinerja Karyawan.
Robins S.P., , 1993, Organizational Behavior, 6"' Edition, Englewood Cliff, New Jersey, USA : Prentice-Hall International Edition; terjemahan, jilid I, 2001 dan Jilid II, 1996, Perilaku organisasi, penerjemah Hedyana Pujaatmaja, Prenhalindo, Jakarta
--------------------,1996, Organizational Behavior: Concept, Controversies, Application, Seventh Edition, Prentice Hall Inc. New Jersey.
Simamora H., 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN, Yogyakarta.
Soeprihanto J. 2000, Penilaian Kinerja dan Pemgembangan Karyawan, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Soeratno dan Samsubar Saleh, 2002, Pengkajian Potensi retribusi Pasar dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum Kabupaten Gunung Kidul, Laporan Akhir, kerjasama PPE UGM dengan Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul
Soedjono, 2005, Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan pada Terminal Penumpang Umum Di Surabaya, Jurnal, Surabaya.
77
Sugiyono, 2007, Statistik Untuk Penelitian, A(fabeta, Bandung.
Sutrisno H., 1997, Seri Program Statistik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Suyatno, 2004, Analisis Efektifitas dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Siswa di Kabupaten Bone di Kabupaten Merauke, Tesis S2 Program Magister Keuangan Daerah, UNHAS, Makassar
Tjahyono Binawan Nur dan Gunarsih Tri, 2005, Pengaruh Motivasi Kerja dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai di Lingkungan Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah, Jurnal, Jawa Tengah
---------Undang-Undang Republik Indonesia nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No. 18 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
---------Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
--------- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah.
---- ----Peraturan Pemerintah Republik indonesia Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
---------Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.
78