Revisi Laporan Indeks Isolasi Bonny Desy
-
Upload
bonny-neney-lovbiieb -
Category
Documents
-
view
88 -
download
3
Transcript of Revisi Laporan Indeks Isolasi Bonny Desy
KECENDERUNGAN KAWIN ANTARA D.annanasse TANGKAPAN
LOKAL MALANG, MOJOKERTO, DAN GRESIK BERDASARKAN
PERHITUNGAN INDEKS ISOLASI
LAPORAN PROYEK
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Genetika 2
Yang Dibimbing Oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M. Pd, Prof. Dr. Hj. Siti
Zubaidah, M.Pd dan Prof. Dr. agr. Mohamad Amin, S.Pd, M.Si
Disusun oleh :
Kelompok 13 OFF A/AA Senin
Desy yanuarita wulandari (100341404065) OFF A
Bonny Timutiasari (100341400717) OFF AA
The Learning University
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Desember 2012
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada makhluk hidup yang berkembang biak secara seksual,
perkawinan antara jantan dan betina merupakan hal yang sangat penting
dalam mempertahankan siklus dan kelangsungan jenisnya, begitu juga pada
insekta. Pada insekta sebagaimana manusia dan organisme lainnya yang
berkembang biak secara seksual. Perkawinan terjadi tidak secara acak, akan
tetapi mengikuti pola-pola yang khusus (Wallace, 1981 dalam Basuki, 1997),
termasuk pada Drosophila.
Menurut Thomas Hunt Morgan sebagai perintis dalam penggunaan
Drosophila sebagai obyek dalam penelitian genetika, terdapat beberapa alasan
mengapa Drosophila digunakan sebagai obyek penelitian yaitu:
1. Ukuran lalat ini relatif kecil sehingga populasi yang besar dapat
dipelihara dalam laboratorium.
2. Mempunyai daur hidup yang sangat cepat, dimana dalam dua minggu
dapat menghasilkan satu generasi dewasa yang baru.
3. Lalat ini sangat subur karena lalat betinanya menghasilkan ratusan telur
yang dibuahi dalam hidupnya yang pendek (Kimball 1992).
Drosophila adalah organisme yang kosmopolit. Salah satu spesies
Drosophila yang bersifat kosmopolit adalah Drosophila ananassae.
Penyebaran D.annanasse menurut King (1975) dalam Basuki (1997) adalah,
di daerah tropik dari enam daerah geografis dan spesies ini sering ditemukan
pada habitat domestik, D.annanasse memiliki penyebaran yang bersifat
sangat luas dekat dengan pemukiman manusia (kosmopolit). Hal ini
disebutkan (Ayala, 1984 dalam Basuki, 1997) bahwa interaksi antara
lingkungan dan faktor genetik akan menghasilkan karakteristik yang dapat
diamati pada satu individu. Dalam perkawinan antar populasi spesies, dapat
terlihat kecenderungan memilih terhadap pasangan kawin yang berasal dari
populasi yang sama.
3
Walaupun penyebaran Drosophila bersifat kosmopolit, tetapi secara
geografis Drosophila tersebut terpisah antara populasi satu dengan populasi
yang lain. Dengan kata lain Drosophila itu terisolasi untuk mengadakan
perkawinan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain (Munawaroh,
1996). Sebaliknya pada Drosophila yang secara geografis tidak terpisah jauh,
maka akan terjadi kemungkinan hubungan kawin antara Drosophila daerah
tersebut.
Menurut Ayala (1984) dalam Basuki (1997) bahwa interaksi antara
lingkungan dan faktor genetik akan menghasilkan karakteristik yang dapat
diamati pada suatu individu. Hal ini berarti, meskipun berasal dari spesies
yang sama namun, spesies yang sama itu sendiri dapat terdiri atas satu atau
lebih populasi yang mungkin disebabkan oleh perbedaan kondisi geografis
tempat hidupnya, dan dalam perkawinan antara populasi-populasi satu spesies
hal ini dapat terlihat pada kencederungan pemilihan terhadap pasangan kawin
yang berasal dari populasi yang sama (homogami) (King, 1965 dalam Basuki,
1997).
Kecenderungan perkawinan pada mahkluk hidup dapat di ukur dengan
menggunakan perhitungan indeks isolasi. Bock (1978) dalam Kusumawati
(1995) menyebutkan indeks isolasi merupakan perbandingan antara frekuensi
perkawinan homogamik dikurangi dengan frekuensi perkawinan heterogamik
dibagi dengan frekuensi perkawinan homogamik ditambah frekuensi
perkawinan heterogamik.
Penelitian-penelitian mengenai indeks isolasi yang sudah pernah
dilakukan di Jawa Timur adalah seperti yang dilakukan oleh Winarsih (1995)
dengan menggunakan strain D. melanogaster dan melibatkan suhu sebagai
faktor yang diharapkan berpengaruh terhadap indeks isolasi. Ana (1996) yang
juga menggunakan strain-strain D. melanogaster dan oleh Munawaroh (1996)
yang menggunakan D. melanogaster dari berbagai ketinggian tempat. Hasil
yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh kedua peneliti atas strain-
strain D. melanogaster tersebut, menunjukkan tidak adanya kecenderungan
perkawinan diantara strain-strain D. melanogaster; populasi-populasi D.
ananassae dari berbagai ketinggian tempat juga menunjukkan tidak adanya
4
perbedaan kecenderungan perkawinan. Hal ini berarti, bahwa di antara
mereka tidak ada perbedaan spesies.
Berdasarkan penelitian di atas, maka peneliti ingin menindak
lanjutinya dengan melakukan penelitian yang berjudul “Kecenderungan
Kawin Antara D.annanasse Tangkapan Lokal Malang, Mojokerto, Dan
Gresik Berdasarkan Perhitungan Indeks Isolasi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti dapat merumuskan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut.
1. Adakah kecenderungan kawin antara D.annanasse tangkapan lokal
Malang, Mojokerto dan Gresik berdasarkan indeks isolasi?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui ada tidaknya kecenderungan kawin antara D.annanasse
tangkapan lokal Malang, Mojokerto dan Gresik berdasarkan indeks isolasi.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Peneliti
a) Sebagai sarana belajar dalam melakukan penelitian di bidang
genetika.
b) Menambah informasi dan pengetahuan tentang penggunaan indeks
isolasi pada D.annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto dan
Gresik.
c) Menambah informasi tentang hubungan kekerabatan antara
D.annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto dan Gresik
berdasarkan indeks isolasi.
2. Bagi Mahasiswa
a) Menambah pengetahuan mengenai kecenderungan kawin antara
D.annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto dan Gresik
berdasarkan indeks isolasi.
5
b) Memberikan motivasi kepada mahasiswa untuk melakukan
penelitian secara mandiri mengenai genetika.
E. Asumsi Penelitian
Dalam penelitian ini diasumsikan:
1. umur individu jantan dan betina yang dikawinkan dianggap sama.
2. medium yang dipakai untuk pembiakan adalah sama
3. adanya larva dianggap bahwa individu betina telah dikawini oleh individu
jantan.
4. kondisi fisik D.annanasse dianggap sama.
F. Batasan masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian kali ini adalah :
1. penelitian ini menggunakan D.annanasse tangkapan lokal dari tiga daerah
yang berbeda yaitu Malang (Kelurahan Sumbersari, Jl. Bendungan
Sengguruh RT 3 RW 7 no 09), Mojokerto (Wisma Pungging Permai BB 1,
Ds. Tunggal Pager, Kec. Pungging) dan Gresik (Ds. Wringinanaom, Kec.
Wringinanom RT 1 RW 5.
2. penelitian ini dilakukan untuk mengtahui indeks isolasi dan
kecenderungan kawin D.annanasse lokal dari daerah Malang, Mojokerto
dan Gresik.
3. pengambilan data hanya mengamati ada atau tidaknya larva.
4. peneliti hanya menggunakan indeks isolasi sebagai cara untuk menentukan
kekerabatan antara Drosophila tangkapan lokal dari daerah Malang,
Mojokerto dan Gresik.
G. Definisi Istilah
Untuk menghindari terjadinya salah penafsiran dalam istilah yang digunakan,
maka perlu adanya penegasan beberapa istilah sebagai berikut:
1. D. annanasse adalah salah satu spesies dari kelas insekta atau dari marga
Drosophila yang penyebarannya bersifat kosmopolit (Singn, 1986).
2. Indeks isolasi adalah alat (rumusan) yang digunakan untuk mengukur
adanya kecenderungan kawin yang terjadi pada organisme yang dapat
6
diperoleh dari perbandingan antara selisih presentase perkawinan
homogami dan heterogami dengan jumlah presentase perkawinan
homogami dan heterogami (Bock, 1982 dalam Munawaroh, 1996).
3. Mate-Choice adalah pola tingkah laku yang ditunjukkan oleh individu
bahwa mereka lebih menyukai kawin dengan pasangan tertentu daripada
dengan yang lain (Marcus, 1992 dalam Basuki, 1997).
4. Male-Choice adalah perkawinan dimana individu jantan bebas memilih
individu betina yang akan dikawini (Bock, 1978 dalam Munawaroh,
1996).
5. Perkawinan homogami adalah perkawinan yang terjadi pada populasi yang
sama dalam satu spesies (Munawaroh, 1996).
6. Perkawinan heterogami, adalah perkawinan yang terjadi pada populasi
yang berbeda dalam satu spesies (Munawaroh, 1996).
7. Kecenderungan kawin adalah kecenderungan D.annanasse untuk memilih
pasangan kawin yang dapat diketahui dengan melakukan perhitungan
indeks isolasi (Munawaroh (1996).
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Sistematika
Drosophila merupakan marga yang memiliki jumlah yang paling
melimpah dibandingkan dengan marga lainnya. Marga – marga lain selain
Drosophila, yaitu: Amiota, Dettopsomya, Leucophenga, Liodrosophila,
Lissocephala, Microdrosophila, Scaptemyza, Stegana, dan Tambodrella
(Bock, 1976).
Sistematika Drosophila menurut Storer dan Usinger (1975) dalam
Warsini (1996) adalah sebagai berikut:
Filum : Arthopoda
Kelas : Insecta
Anak Kelas : Pterygota
Bangsa : Diptera
Anak Bangsa : Cyclorrhapa
Suku : Drosophilidae
Marga : Drosophila
Spesies : Drosophila sp.
B. Ciri Umum Drosophila
Menurut Bock (1976), menyebutkan beberapa karakteristik morfologi
yang digunakan dalam proses klasifikasi taksonomi Drosophila, antara
lain:
1. Kepala
Pada bagian kepala terdapat arista dan orbital, oral dan vertikal bristle.
Pada gambar 1 tampak perbandingan antara bagian pipi terlebar
dengan diameter mata terbesar. Pada gambar 2 terdapat orbital,
vertikal, ocellar dan post vertikal bristle. Ukuran panjang dan lebar
dari dari bagian muka ditunjukkan dengan garis A dan B. Carina
adalah tonjolan pada bagian muka yang terletak diantara antena.
8
Gambar 1. Head; I, lateral aspect. AR, arista. IV, inner vertical
bristle. OI, proclinate orbital bristle, O2 anterior reclinate orbital
bristle. O3, posterior reclinate bristle. OC, ocellar bristle. OV, outer
vertical bristle. PV. Postvertical bristle. V1, first oral bristle
(vibrissa). V2, second oral bristle. thorax, dorsal aspect. ADC,
anterior dorsocentral bristle. ASC, anterior scutellar bristle. PDC,
posterior dorsocentral bristle. PS, prescutellar bristle. PSC,
posterior acutellar bristle (Sumber: Bock,1976).
2. Toraks
Terdapat rambut akrostikal dan dorsosentral, prescutellar dan skutellar
bristle ditunjukan pada gambar 3. Jumlah dari deret akrostikal terletak
di depan di antara deret dorsocentral. Sterno-index, yaitu
perbandingan antara panjang bristle SP1 sampai dengan SP3. Bulu
prescutelar, scutellar, propleural, humeral, presutunal, notupleural dan
bulusupralar.
Gambar 2. Aspek Morfologi Dada: ( PS, prescutellar bristle; PP,
propleural bristle; H1; H2, humeral bristle; MP, mesopleuron;
NP1; NP2, notopleural bristle; PP, propleural; PS, presutural; SA1;
SA2, supraalar bristle; SP1;SP2;SP3, anterior, tengah, dan
posterior sternopleural) bristle; 1,2,3, posisi kaki depan, tengah,
dan belakang (Sumber : Bock, 1976)
3. Sayap
9
Karakter morfologi sayap yang digunakan dalam penentuan
taksonomi yakni, indeks Costal (c-indeks) a/b; indeks vena keempat
(4V-indeks), c/d, 5X-index, e/f, g/(g+h).
Gambar 3. Aspek Morfologi Sayap
(ACV, anterior crossvein; AV, auxillary vein; CV, costal vein; DC,
distal cell,; L1-L5, first to fifth longitudinal vein; PCV, posterior
crossvein; SBC, second basal cell; a-h, ukuran perbandingan
determinasi) (Sumber : Bock, 1976).
4. Tubuh
Panjang tubuh dapat diukur berdasarkan jumlah panjang kepala dari
tepi anterior segmen antena kedua sampai tepi occipital ditambah
panjang thorax dari tepi anterior sampai tepi posterior skutelar
ditambah panjang abdomen dari tepi anterior ke apeks.
5. Tungkai
Menurut Borror (1991), ciri-ciri tungkai yang utama yang dipakai
dalam memisahkan kelompok-kelompok lalat adalah struktur
empodium dan ada tidaknya taji-taji tibia. Empodium adalah satu
struktur yang timbul dari antara kuku-kuku pada ruas tarsus terakhir.
Taji-taji tibia adalah struktur seperti duri, biasanya terletak pada ujung
distal tibia.
Gambar 4. Bagian Kaki Drosophila (Sumber: Markow, 2006)
Taji-taji tibia
10
Gambar 5. Ujung Tarsus dengan Empodium
(Sumber: Borror, 1991).
C. Penyebaran Umum D.annanasse
Shorrock (1972) dalam Munawaroh (1996), menggolongkan pola
penyebaran Drosophila di alam menjadi 2 jenis :
1. penyebaran in space (penyebaran dalam ruang), membedakan pola
penyebaran drosophila yang didasarkan pada lokasi atau daerah yang
diakibatkan oleh adanya kondisi khusus yang ada di suatu daerah,
seperti keberadaan jenis makhluk hidup tertentu yang tidak ditemukan
didaerah lain.
2. penyebaran in time (penyebaran dalam waktu) membedakan pola
penyebaran jenis-jenis drosophila yang didasarkan pada waktu, baik
harian maupun musiman, sehingga ada perbedaan suhu, kelembapan,
serta intensitas cahaya dalam selang waktu tertentu, baik satu dari
maupun satu musim.
Menurut King (1975) dalam Basuki (1997) Penyebaran D.annanasse
adalah tersebar di daerah tropik dari 6 daerah geografis dan spesies ini
sering ditemukan pada habitat domestik. Besar kemungkinan lalat ini
tersebar pada tempat-tempat yang mempunyai faktor lingkungan yang
berbeda-beda dalam hal temperatur, kelembapan, intensitas cahaya, dan
sebagainya. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian yang dilakukan oleh
Widodo (1988) dan Corebima (1990) dalam Basuki (1997), bahwa
penyebaran D.annanasse tidak memperhatikan waktu dan musim. D.
annanasse dapat ditemukan juga di daerah-daerah yang dekat dengan
11
pemukiman manusia karena sifat domestik yang dimilikinya (Singn,
1986).
D. Timbulnya Keanekaragaman Dalam Polulasi Makhluk Hidup
Interaksi antara lingkungan dan faktor genetik akan menghasilkan
karakteristik yang dapat diamati pada suatu individu (Ayala, 1984).
Adanya interaksi dari lingkungan dan faktor genetik akan menyebabkan
terdapatnya keanekaragaman dalam populasi yang dapat muncul sebagai
perbedaan genotip saja atau dapat muncul sebagai karakteristik yang nyata
yang teramati secara langsung.
Populasi tiap jenis makhluk hidup pada kenyataannya
beranekaragam. Keanekaragaman dalam tiap populasi disebabkan oleh
beberapa faktor seperti rekombinasi gen dan mutasi (Aini, 1992 dalam
Munawaroh, 1996). Kenakenakaragaman dari suatu populasi dapat
dipertahankan selama tidak terjadi perubahan dalam frekuensi gen yang
dapat juga merubah infromasi genetik. Akan tetapi, dalam suatu populasi
alam tentu tidak dapat dihindari adanya mutasi, seleksi, penyimpangan gen
acak, migrasi yang berbeda yang secara keseluruhan merupakan hal-hal
prinsip yang menyebabkan evolusi ( Herskowitz, 1965).
Mutasi dianggap sebagai pemasok materi kasar; seleksi yang akan
memilih materi kasar ini yang sesuai secara biologi dari ras dan spesies
tersebut;penyimpangan gen yang acak dapat menghasilkan perubahan
yang cepat pada frekuesni gen dalam suatu populasi yang kecil; dan
migrasi yang berbeda dapat merubah frekuensi gen melalui pertukaran
individu-individu antar populasi.
Mutasi yang terjadi pada suatu spesies merupakan langkah awal bagi
spesies tersebut untuk tetap bisa bertahan hidup dan sesuai dengan tuntutan
kondisi lingkungan. Mutasi merupakan perubahan sifat menurun secara
tiba-tiba yang sifatnya acak pada genotip suatu individu (Basuki, 1997).
12
E. Mekanisme Isolasi
Suatu polulasi spesies mempunyai ciri susunan dan struktur gen (gen
pool) khas yang berbeda (Ashton, 1969 dalam Basuki, 1997) dan dapat
digunakan sebagai kriteria untuk membedakan antara populasi spesies
yang satu dengan yang lainnya (Dodzhansky, dkk. 1997 dalam Basuki,
1997).
Isolasi dapat berupa isolasi tingkah laku mekanis, lingkungan, dan
fisiologis yang dapat menghalangi dua individu dari dua spesies yang
berbeda untuk menghasilkan keturunan yang normal (Hadisubroto, 1989
dalam Basuki, 1997).
Menurut Grant (1997) dalam Basuki (1997) isolasi dapat dibedakan
dalam beberapa macam:
1. Isolasi Geografi atau spasial yang merupakan karakteristik dari populasi
lokal, ras lokal, dan ras geografi.
2. Isolasi ekologi : populasi berbeda secara genetik dalam kebutuhan dan
pilihan ekologinya. Kemampuan populasi tersebut untuk hidup pada
daerah yang sama ditentukan oleh keberadaan habitat yang sesuai dan
oleh kuatnya kompetisi antar spesies.
3. Isolasi reproduksi yang terbagi atas rintangan eksternal dan rintangan
internal.
F. Isolasi Reproduksi
Reproduksi merupakan fungsi utama dan tidak dapat dipisahkan dari
semua kehidupan makhluk hidup yang dicapai melalui berbagai macam
cara salah satunya adalah dengan pertemuan antara gamet jantan dan
gamet betina (fertilisasi) pada mahkluk hidup yang berkembangbiak secara
seksual, pertukaran gen dapat dikurangi atau dicegah dengan mekanisme
isolasi reproduksi (Dobzbanzsky, dkk. 1977 dalam Basuki 1997).
Suatu mekanisme isolasi reproduksi adalah segala sesuatu yang
secara genetik dikondisikan mencegah atau menghalangi perubahan gen
antara populasi yang melibatkan perubahan yang berupa perubahan
lingkungannya, tingkah laku mekanik dan fisiologinya yang dapat
13
mencegah dua spesies membentuk keturunan yang mampu bertahan hidup
(Tamarin, 1991 dalam Basuki 1997).
Mekanisme isolasi reproduksi terbagi atas : 1) pre-mating (pre –
zigotik) mencegah terjadinya fertilisasi; 2) Post-mating (post zigotik) yang
berlaku setelah fertilisasi terjadi (Strickberger, 1985).
1) Mekanisme pre-zigotik: mencegah terjadinya fertilisasi dan
pembentukan zigot yang terbagi atas.
• Habitat. Populasi tinggal di daerah yang sama tetapi menempati
habitat yang berbeda.
• Musiman atau sementara. Populasi hidup pada daerah yang
sama namun kematangan seksual terjadi pada waktu yang
berbeda
• Ethologi. Populasi dipisahkan oleh tingkah laku yang berbeda
dan tidak sejalan sebelum kawin.
• Mekanis. Tidak terjadi fertilisasi karena perbedaan ukuran atau
bentuk genitalis yang menyebabkan kopulasi dan transfer
sperma sulit atau tidak mungkin terjadi
• Gametik. Gamet jantan dan betina gagal untuk saling tertari
sehingga tidak terjadi fertilisasi
2) Mekanisme poszigotik : terjadi fertilisasi dan zigot, tetapi
dihasilkan keturunan yang lemah dan steril. Hal ini dikarenakan
sebab-sebab tertentu, antara lain:
• Perkembangan hibrid yang steril, karena gonadnya berkembang
abnormal
• Sterilisasi hibrid akibat segresi. Hibrid steril karena distribusi
yang abnormal dari keseluruhan kromosom, segmen kromosom
atau kombinasi gen pada gamet.
• Hibrid yang rusak mengurangi kemampuan hidup ataupun
fertilisasi pada keturunan hibrid, misalnya pada F2
Isolasi seksual tidak hanya ditemukan pada jenis yang sudah jelas
berbeda dalam definitif (semarga dan bukan semarga). Dewasa ini sudah
diketahui bahwa isolasi seksual juga dapat ditemukan pada kelompok X
14
(strain) yang tergolong satu jenis dan keadaan semacam ini dijumpai
dilingkungan Drosophila (Erham 1981 dalam Corebima, 1992 dalam
Munawaroh, 1996).
Dilingkungan hewan, isolasi seksual itu antara lain berupa perbedaan
tingkah laku kawin pada individu jantan, perbedaan bunyi atau suara,
perbedaan pola warna. Salah satu mekanisme yang paling penting dalam
mencegah perkawinan antar spesies (interbreeding) adalah isolasi tingkah
laku. Individu jantan dari hampir setiap hewan menunjukkan tingkah laku
kawin yang merangsang individu betina dari spesiesnya sendiri. Jadi
isolasi reproduksi meliputi dasar dari produksi dan penerimaan tanda-tanda
atau stimulus oleh pasangan tertentunya. Jika tanda atau stimulus tersebut
tidak sempurna atau tidak sesuai, individu betina tidak akan merespon dan
perkawinan tidak akan terjadi (Mc. Gath dan Kelly, 1975 dalam
Munawaroh, 1996).
G. Pemilihan Pada Peristiwa Perkawinan (Metode Mate-Choice)
Pemilihan pada peristiwa kawin (mate-choice) merupakan suatu
fenomena yang ditemukan pada banyak spesies hewan. Pemilihan pada
peristiwa kawin didefinisikan oleh Marcus (1992) dalam Basuki (1997)
sebagai semua pola tingkah laku yang ditunjukkan oleh individu yang
menunjukkan bahwa mereka lebih menyukai kawin dengan pasangan
kawin tertentunya daripada dengan yang lain.
Peristiwa kawin yang terjadi pada tingkat spesies akan melibatkan
banyak hal terhadap feromon seks yang muncul pada peristiwa pendekatan
sebelum kawin. Feromon seks ini berupa tanda kawin yang dikeluarkan
oleh individu yang mempunyai pengaruh meningkatkan tingkah laku
seksual spesies yang sama atau spesies yang masih mempunyai hubungan
yang erat dari jenis seks yang berbeda. (Marcus, (1992) dalam Basuki
(1997)).
15
H. Indeks Isolasi
Indeks isolasi merupakan salah satu alat pengukur atau perhitungan
untuk mengetahui kekerabatan makhluk hidup. Disamping ini indeks
isolasi merupakan suatu sistem tertutup secara genetis. Nilai indeks isolasi
menurut Erhrman dan Parson (1981) dalam Basuki (1997) menuujukkan
perkiraan tentang kekuatan seleksi seksual dan isolasi seksual yang didapat
dari perbandingan bagian atau proporsi dari perkawinan homogami dan
heterogami. Pada keadaan kawin yang acak, proporsi perkawinan
homogami dan heterogami diharapkan sama. Indeks isolasi untuk masing-
masing individu spesies diuji dengan metode male-choice yang mana
perhitungannya memungkinkan indeks isolasi tersebut dirumuskan sebagai
berikut;
����������� =%����������ℎ����� − %����������ℎ��������
%����������ℎ����� + %����������ℎ��������
Dalam metode male-choice suatu individu jantan dari satu starin
dikawinkan dengan dua individu yang berbeda, yaitu satu dari strain yang
berbeda dan perkawinan itu dalam jangka waktu 24 jam.
Nilai yang diperoleh dari indeks isolasi ini berkisar antara -1 sampai
+1. Bila nilai dari indeks isolasi negatif, maka artinya adalah
kecenderungan pemilihan jantan terhadap betina heterogami. Jika indeks
isolasi 0 maka diantara strain tadi tidak ada isolasi, sedangkan jika indeks
isolasi bernilai positif berarti terdapat kecenderungan pemilihan indivisu
jantan terhadap betina homogami (Bock, (1978) dalam Munawaroh
(1996)).
Semakin kecil indeks isolasi maka semakin terbuka terhadap strain
yang lain (homogami), sebaliknya semakin besar indeks isolasi maka
semakin tertutup terhadap strain yang lain (Bock, (1978) dalam Basuki
(1997)).
16
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konseptual
Drosophila memiliki sifat yang kosmopolit
����������� =%����������ℎ����� − %����������ℎ��������
%����������ℎ����� + %����������ℎ��������
Diamati dengan metode Male-Choice pada Drosophila annanasse lokal Malang,
Mojokerto, dan Gresik
Bernilaipositif # 1 →
homogami
Bernilainegatif )
−1 → heterogami
Bernilaipositif0 →
tidakadaisolasi
Kecenderungan kawin antara D. annanasse tangkapan lokal Malang,
Mojokerto, dan Gresik
Menyebabkan terjadi perkawinan antara beberapa populasi dalam suatu spesies
Perkawinan dapat terjadi secara heterogami ataupun homogami
Memungkinkan adanya kecenderungan kawin
17
B. Hipotesis
1. Ha :ada kecenderungan kawin antara D. annanasse tangkapan lokal
Malang, Mojokerto, dan Gresik berdasarkan indeks isolasi
Ho : tidak ada kecenderungan kawin antara D. annanasse tangkapan lokal
Malang, Mojokerto, dan Gresik berdasarkan indeks isolasi
18
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian Ex Post Facto karena dalam
penilitian ini menguji hipotesis tetapi tidak memberikan perlakuan-perlakuan
tertentu. Variabel bebasnya sudah terbentuk atau ada di alam/tidak
dimanipulasi ( Cothron, 1999). Pengambilan data dilakukan dengan
mengamati ada tidaknya larva dari hasil persilangan. Kemudian, data yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan anava tunggal dalam RAK.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang laboratorium genetika (310) gedung
biologi FMIPA Universitas Negeri Malang. Penelitian ini dilakukan mulai
bulan September – Desember 2012.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas : daerah tangkapan Drosophila
2. Variabel terikat : indeks isolasi
D. Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah:
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah Drosophila tangkapan lokal yang
berasal dari Malang, Mojokerto dan Gresik.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah Drosophila annanasse tangkapan lokal
dari tiga daerah yang berbeda yaitu Malang (Kelurahan Sumbersari, Jln.
Bendungan Sengguruh RT 3 RW 7 no 09), Mojokerto (Wisma Pungging
Permai BB 1, Ds. Tunggal Pager, Kec. Pungging) dan Gresik (Ds.
Wringinanaom, Kec. Wringinanom RT 1 RW 5.
19
E. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain; botol selai,
selang ampul, botol balsam, spidol, cotton bud, blender, kompor, kuas
gambar, panci, pengaduk, pisau, timbangan dan mikroskop stereo. Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Drosophila tangkapan lokal yang
berasal dari Malang, Mojokerto, dan Gresik, pisang rajamala, tape singkong,
gula merah, air, yeast, kertas pupasi, kantong plastik, spon, selang dan tinta
printer.
F. Prosedur Kerja
a. Penangkapan Drosophila
a. Menentukan daerah penangkapan Drosophila tangkapan yaitu daerah
Malang, Mojokerto dan Gresik.
b. Memasukkan potongan buah pisang ke dalam beberapa botol selai
c. Meletakkan toples pada tempat yang ditentukan sampai terdapat
Drosophila tangkapan, kemudian menutup botol tersebut dengan spon
b. Pembuatan medium
a. Menimbang bahan pisang Rajamala, tape singkong dan gula merah
dengan perbandingan 7:2:1
b. Menghaluskan ketiga bahan dengan blender, kemudian
menuangkannya ke dalam panci
c. Menambahkannya dengan air secukupnya
d. Memasaknya selama 45 menit sambil diaduk (usahakan tidak terlalu
encer dan tidak terlalu kental), kemudian didinginkan
e. Memasukkan medium yang telah masak ke dalam botol persilangan
sebanyak seperlima bagian dari tinggi botol persilangan
f. Memberikan yeast secukupnya dan meletakkan kertas pupasi ke dalam
botol tersebut
g. Menutup botol tersebut dengan spon yang telah dipotong sesuai ukuran
c. Pemurnian dan Persiapan Stok
20
a. Mengamati ciri-ciri Drosophila yang telah ditangkap dari masing-
masing daerah dengan menggunakan mikroskop stereo dengan cara
dimasukkan dalam plastik
b. Membiarkan Drosophila tangkapan dari ketiga daerah tersebut ke
dalam botol medium pemurnian hingga terdapat pupa
c. Memindahkan pupa yang telah menghitam ke dalam selang ampul dan
mengampul sebanyak-banyaknya
d. Melakukan identifikasi terhadap lalat yang telah menetas dan
menyilangkan dalam satu daerah dari hasil ampul tersebut berdasarkan
persamaan ciri, dalam satu botol terdapat satu pasang serta melakukan
banyak ulangan
e. Membiakkan banyak pasang Drosophila dengan ciri yang sama
masing-masing daerah
f. Melakukan pemurnian sampai dengan F3
d. Persilangan
a. Mengidentifikasi Drosophila tangkapan jantan dan betina, kemudian
mewarnai Drosophila tangkapan betina pada masing-masing daerah
dengan warna yang berbeda dengan menggunakan tinta printer.
b. Mengawinkan 5 individu jantan dengan 5 individu betina dari salah
satu daerah dan 5 individu betina dari daerah lainnya. Macam
persilangannya adalah sebagai berikut :
a. ♂5Mlg >< ♀5Mlg >< ♀5Mjk (Heterogami dan homogami)
b. ♂5Mlg >< ♀5Mlg >< ♀5Gre (Heterogami dan homogami)
c. ♂5Mlg >< ♀5Mjk >< ♀5Gre (Heterogami)
d. ♂5Mjk >< ♀5Mjk >< ♀5Gre (Heterogami dan homogami)
e. ♂5Mjk >< ♀5Mjk >< ♀5Mlg (Heterogami dan homogami)
f. ♂5Mjk >< ♀5Gre >< ♀5Mlg (Heterogami)
g. ♂5Gre >< ♀5Gre >< ♀5Mlg (Heterogami dan homogami)
h. ♂5Gre >< ♀5Gre >< ♀5Mjk(Heterogami dan homogami)
i. ♂5Gre >< ♀5Mlg >< ♀5Mjk (Heterogami)
Keterangan:
Mlg = Drosophila tangkapan Malang
21
Mjk = Drosophila tangkapan Mojokerto
Gre = Drosophila tangkapan Gresik
c. Dua hari setelah persilangan, individu jantan dilepas, kemudian
masing-masing individu betina dipindahkan dalam botol balsam yang
telah berisi medium (masing-masing botol diisi satu individu betina
D.annanase tangkapan).
d. Mengamati ada tidaknya larva (jangka waktu 1 minggu) dalam botol
balsem, kemudian mencatatnya dalam tabel data pengamatan.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
dengan cara melakukan pengamatan ada/tidaknya larva secara langsung
terhadap D. annanasse betina yang telah dibuahi pada masing-masing
persilangan. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel pengamatan
yang terlampir.
H. Teknik Analisis Data
Teknik Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan indeks isolasi dengan rumus :
�����������
=%����������ℎ����� − %����������ℎ��������
%����������ℎ����� + %����������ℎ��������
Setelah didapatkan data yang dapat mewakili, maka akan dilanjutkan dengan
perhitungan anava tunggal dengan menggunakan rancangan acak kelompok.
22
BAB V
DATA DAN ANALISIS DATA
A. Data Hasil Pengamatan ciri morfologi
Dari hasil pengamatan minimal 50 ciri maka didapatkan jenis lalat
dari ketiga daerah yaitu Malang, Mojokerto, dan Gresik adalah jenis D.
annanasse . Dari lalat setiap daerah hanya ditemukan perbedaan dalam aspek
warna mata tunggal dan jumlah sex comb.
Tabel 1. Gambar lalat setiap kota
NO ASAL
DAERAH
GAMBAR
1 MALANG
2 MOJOKERTO
23
3 GRESIK
Berdasarkan pengamatan minimal 50 ciri-ciri morfologi ketiga sampel
Drosophila tangkapan dari Malang, Mojokerto, dan Gresik yang meliputi
bagian kepala, thorax, tubuh, sayap, dan tungkai dapat dilanjutkan dengan
proses identifikasi spesies dengan menggunakan kunci- kunci identifikasi
yang terdapat pada buku Bock (1976) yang berjudul “Drosophilidea of
Australia, I. Drosophila (Insecta : Diptera)”. Pengidentifikasian spesies ini
dilakukan agar Drosophila dari ketiga kota tersebut dapat diketahui
spesiesnya.
Berikut adalah kunci identifikasi untuk Drosophila tangkapan dari
Malang, Mojokerto, dan Gresik
1 Oral bristle kedua panjangnya lebih dari setengah panjang oral
bristle pertama, hampir sering sama panjang dengan oral bristle
pertama ....................................................................................... 3
3(1) Garis-garis apikal pada tergit anterior abdomnen bersambungan, pipi
biasanya sempit, femoral comb tidak pernah terlihat (subgenus
Sophophora)................................................................................ 13
13(3) Bristel dan arista hitam ............................................................. 14
14(13) Jantan memiliki sex-comb yang jelas yang tersusun longitudinal,
transversal atau miring atau bristle hitam kuat pada tarsus kaki
depan........................................................................................... 20
20(14) Sex-comb tersusun dalam deret transversal atau miring............. 21
24
21(20) Sex –comb jantaan tersusun dalam deretan bristle yang transversal
pada dua segmen tarsal pertama ............................................. 23
23(21) Abdomen jantan pucat, dengan tergit memiliki garis apikal yang
gelap... ................................................................................ 24
24(23) Sex-comb tersusun dari 5 deret bristle pada metatarsus dan 3-4 pada
deret segmen tarsal ke dua....................................................................
ananassae
B. Data hasil pengamatan ada tidaknya larva
Pada penelitian ini, jika sudah diperoleh data maka pemasukan data
pada tabel berdasarkan pada tabel berikut dengan rincian data pada lampiran.
Tabel 2. tabel tabulasi data pengamatan ada/tidaknya larva
Tipe Persilangan ♂ ♀ Ulangan
1 2
1 5MLG 5MJK 3 3
5GRE 3 3
2 5MLG
5MLG 3 3
5GRE 4 3
3 5MLG 5MLG 3 2
5MJK 3 4
4 5 GRE 5MLG 2 5
5MJK 2 5
5 5 GRE 5GRE 3 3
5MLG 3 3
6 5 GRE 5GRE 4 3
5MJK 3 4
7 5MJK 5MLG 4 4
5GRE 2 4
8 5MJK 5MJK 2 2
5 GRE 2 3
9 5MJK 5MJK 3 3
5MLG 3 3
Ket : GRE = Gresik ; MLG = Malang ; MJK = Mojokerto
25
C. Analisa data
Dari data diatas maka selanjutnya menghitung persentase perkawinan
heterogami dan homogami pada beberapa jenis persilangan yang memuat
kedua macam perkawinan tersebut. Jenis persilangan yang dihitung antara
lain :
1. ♂5MLG >< ♀5MLG >< ♀5GRE
2. ♂5MLG >< ♀5MLG >< ♀5MJK
3. ♂5GRE >< ♀5GRE >< ♀5MJK
4. ♂5GRE >< ♀5GRE >< ♀5MLG
5. ♂5MJK >< ♀5MJK >< ♀5GRE
6. ♂5MJK >< ♀5MJK >< ♀5MLG
Perhitungan ini menggunakan rumus sebagai berikut :
% Perkawinan Homogami =∑./0123452567879284
∑:7;2<=/01234525 X 100%
%Perkawinan Heterogami =∑./01234525>/;/079284
∑:7;2<=/01234525 X 100%
Ulangan 1
1. ♂5MLG >< ♀5MLG >< ♀5GRE
% Perkawinan Homogami =?
@ X 100% = 60%
%Perkawinan Heterogami =A
@ X 100% = 80%
2. ♂5MLG >< ♀5MLG >< ♀5MJK
% Perkawinan Homogami =?
@ X 100% = 60%
%Perkawinan Heterogami =?
@ X 100% = 60%
3. ♂5GRE >< ♀5GRE >< ♀5MJK
% Perkawinan Homogami =A
@ X 100% = 80%
%Perkawinan Heterogami =?
@ X 100% = 60%
4. ♂5GRE >< ♀5GRE >< ♀5MLG
26
% Perkawinan Homogami =?
@ X 100% = 60%
%Perkawinan Heterogami =?
@ X 100% = 60%
5. ♂5MJK >< ♀5MJK >< ♀5GRE
% Perkawinan Homogami =B
@ X 100% = 40%
%Perkawinan Heterogami =B
@ X 100% = 40%
6. ♂5MJK >< ♀5MJK >< ♀5MLG
% Perkawinan Homogami =?
@ X 100% = 60%
%Perkawinan Heterogami =?
@ X 100% = 60%
Ulangan 2
1. ♂5MLG >< ♀5MLG >< ♀5GRE
% Perkawinan Homogami =?
@ X 100% = 60%
%Perkawinan Heterogami =?
@ X 100% = 60%
2. ♂5MLG >< ♀5MLG >< ♀5MJK
% Perkawinan Homogami =B
@ X 100% = 40%
%Perkawinan Heterogami =A
@ X 100% = 80%
3. ♂5GRE >< ♀5GRE >< ♀5MJK
% Perkawinan Homogami =?
@ X 100% = 60%
%Perkawinan Heterogami =A
@ X 100% = 80%
4. ♂5GRE >< ♀5GRE >< ♀5MLG
% Perkawinan Homogami =?
@ X 100% = 60%
%Perkawinan Heterogami =?
@ X 100% = 60%
5. ♂5MJK >< ♀5MJK >< ♀5GRE
27
% Perkawinan Homogami =B
@ X 100% = 40%
%Perkawinan Heterogami =?
@ X 100% = 60%
6. ♂5MJK >< ♀5MJK >< ♀5MLG
% Perkawinan Homogami =?
@ X 100% = 60%
%Perkawinan Heterogami =?
@ X 100% = 60%
Dari hasil perhitungan presentasi perkawian homogami dan heterogami
diatas, maka dapat diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 3 Persentase Perkawinan Homogami dan Heterogami
Tipe Persilangan ♂ ♀
Persentase pada
Ulangan (%)
1 2
2 5MLG 5MLG 60 60
5GRE 80 60
3 5MLG 5MLG 60 40
5MJK 60 80
5 5GRE 5GRE 80 60
5MJK 60 80
6 5GRE 5GRE 60 60
5MLG 60 60
8 5MJK 5MJK 40 40
5GRE 40 60
9 5MJK 5MJK 60 60
5MLG 60 60
Dari hasil perhitungan tersebut antara perkawinan homogami dan
heterogami selanjutnya dimasukkan ke rumus indeks isolasi dengan rumus
sebagai berikut:
����������� =%����������ℎ����� − %����������ℎ��������
%����������ℎ����� + %����������ℎ��������
28
Tabel 4. Indeks Isolasi pada Persilangan D. annanasse lokal Malang,
Mojokerto, dan Gresik
Tipe Persilangan
Indeks Isolasi pada
Ulangan ∑
1 2
♂5MLG >< ♀5MLG >< ♀5GRE -0,14 0 -0,14
♂5MLG >< ♀5MLG >< ♀5MJK 0 -0,33 -0,33
♂5GRE >< ♀5GRE >< ♀5MJK 0,14 -0,14 0
♂5GRE >< ♀5GRE >< ♀5MLG 0 0 0
♂5MJK >< ♀5MJK >< ♀5GRE 0 -0,2 -0,2
♂5MJK >< ♀5MJK >< ♀5MLG 0 0 0
∑ 0 -0,68 -0,68
Dari tabel diatas maka dapat dihitung dengan menggunakan uji statistik anava
tunggal RAK sebagai berikut :
FK =(DE,GH)J
KB= 0,0385
JK total = -0,142+ 0
2+0
2+ (-0,33
2)+ ….+0
2+ (-0
2)- FK
= 0,169166667
JKPerlakuan =−0,14B + (−0,33B) +…+ 0B
2− Fk
= 0,045716667
JK ulangan = EJWDE,GHJ
G− XY =0,038533333
JK galat = JK total - JK perlakuan - JK ulangan
= 0,169166667 - 0,045716667 - 0,038533333
= 0,084916667
29
Tabel 5 Anava Tunggal RAK
SK db JK KT Fhit F(0,05) F(0,01)
PERLAKUAN 5 0,045716667 0,009143333 0,538371 5,05 10,97
ULANGAN 1 0,038533333 0,038533333
GALAT 5 0,084916667 0,016983333
TOTAL 11 0,169166667
Berdasarkan tabel anava diatas dinyatakan bahwa Fhit< F(0,05) yaitu 0,53<
5,05 yang artinya Ha ditolak sedangkan Ho diterima. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tidak ada kecenderungan perkawinan antara D. annanasse
lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik.
30
BAB VI
PEMBAHASAN
Kecenderungan kawin antara D. annanasse tangkapan lokal Malang,
Mojokerto, dan Gresik berdasarkan perhitungan indeks isolasi
Dari data penelitian didapatkan bahwa nilai indeks isolasi persilangan
antara D. annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik yaitu
persilangan antara ♂5MLG >< ♀5MLG >< ♀5GRE menghasilkan indeks isolasi
sebesar -0,14 ; ♂5MLG >< ♀5MLG >< ♀5MJK menghasilkan indeks isolasi
sebesar -0,33 ; ♂5GRE >< ♀5GRE >< ♀5MJK menghasilkan indeks isolasi
sebesar 0 ; ♂5GRE >< ♀5GRE >< ♀5MLG menghasilkan indeks isolasi sebesar
0 ; ♂5MJK >< ♀5MJK >< ♀5GRE menghasilkan indeks isolasi sebesar - 0,2
dan ♂5MJK >< ♀5MJK >< ♀5MLG menghasilkan indeks isolasi sebesar 0,
sehingga nilai indeks isolasi persilangan antara D. annanasse tangkapan lokal
Malang, Mojokerto, dan Gresik berkisar antara -0,68 – 0.
Menurut Bock (1978) dalam Munawaroh (1996), Nilai indeks isolasi
berkisar antara -1 sampai +1. Bila nilai indeks isolasi negatif maka artinya ada
kecenderungan pemilihan jantan terhadap betina heterogami. Jika nilai indeks
isolasinya 0, maka artinya diantara strain tidak terjadi isolasi. Sedangkan jika nilai
indeks isolasi positif berarti terdapat kecenderungan pemilihan individu jantan
terhadap betina homogami. Berdasarkan modus dari data indeks isolasi, maka
peneliti menyimpulkan bahwa tidak ada isolasi antara D. annanasse tangkapan
lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik. Hal ini juga sesuai saat dilakukannya uji
anava tunggal RAK dimana Fhitung < F tabel sehingga tidak ada kecenderungan
kawin antara D. annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik.
Penetuan indeks isolasi ini dilakukan dengan metode male-choice. Dalam
metode male-choice sejumlah individu jantan dari satu starin dikawinkan dengan
beberapa individu yang berbeda. Kemudian masing-masing individu betina
tersebut dipisahkan untuk mengetahui apakah individu betina tersebut telah
31
dikawini. Proses ini dilakukan berulang-ulang hingga terkumpul data yang
mencukupi untuk dilakukan perhitungan statistik.
Menurut Grant (1997) dalam Basuki (1997) isolasi dapat dibedakan dalam
beberapa macam:
1. Isolasi Geografi atau spasial yang merupakan karakteristik dari populasi
lokal, ras lokal, dan ras geografi.
2. Isolasi ekologi : populasi berbeda secara genetik dalam kebutuhan dan pilihan
ekologinya. Kemampuan populasi tersebut untuk hidup pada daerah yang
sama ditentukan oleh keberadaan habitat yang sesuai dan oleh kuatnya
kompetisi antar spesies.
3. Isolasi reproduksi yang terbagi atas rintangan eksternal dan rintangan
internal.
Dalam persilangan ini berarti tidak ada isolasi geografis, ekologi, dan
reproduksi. Tidak adanya kecenderungan kawin antara D. annanasse tangkapan
lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama yaitu kondisi geografis antara Malang, Mojokerto, dan Gresik. Seperti
telah diketahui bahwa area penangkapan D. annanasse tidak terhalangi oleh batas
geografis seperti gunung, laut, ataupun sungai. Sehingga hal ini memungkinkan
penyebaran D. annanasse dari Malang ke Mojokerto dan ke Gresik ataupun
sebaliknya. Meskipun terdapat gunung didaerah Mojokerto, namun gunung
tersebut tidak terletak pada daerah tangkapan D. annanasse.
Kecenderungan pemilihan kawin individu jantan yang terjadi pada tingkat
spesies akan melibatkan beberapa hal, misalnya pengenalan terhadap feromon
seks yang muncul atau ada pada rangkaian pendekatan sebelum kawin. Feromon
seks ini berupa tanda kimia yang dikeluarkan oleh individu yang mempunyai
pengaruh meningkatkan tingkah laku seksual pada spesies yang berbeda atau
spesies yang masih mempunyai hubungan jauh dari jenis seks yang berbeda.
Borror dkk, 1992 menyatakan bahwa individu-individu jantan hanya merespon
terhadap zat kimiawi yang cocok dari isomer-isomer yang tepat dalam konsentrasi
relatif bagi penarik kelamin dari jenis mereka.
32
Selain tidak adanya isolasi geografis, dimungkinkan tidak ada pula isolasi
seksual antara D. annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik
sehingga tidak ada halangan untuk melakukan perkawinan. Dalam hubungan ini,
persilangan antar jenis hewan dialam biasanya terhalang oleh mekanisme-
mekanisme isolasi reproduksi sebelum kawin. Salah satu mekanisme isolasi
sebelum kawin adalah isolasi seksual. Isolasi seksual ini diantara lain berupa
perbedaan tingkah laku kawin pada individu jantan, perbedaan suara, perbedaan
sinyal-sinyal kimia, ataupun perbedaan pola warna (Ehrman, 1981 dalam
Corebima, 1992). Pada perkawinan ini beberapa isolasi yang dimungkinkan
terjadi yaitu isolasi reproduksi yakni isolasi gametik yang berhubungan dengan
adanya feromon seks. Jika hewan jantan tidak hanya memilih hewan betina
homogami, tetapi juga betina heterogami yang berarti tidak ada isolasi dalam
perkawinan ini. Hal ini menunjukkan adanya kesamaan dalam hal feromon dan
tingkah laku yang biasa dilakukan dalam proses kawin. Mc. Gath dan Kelly
(1975) dalam Munawaroh (1996) menyebutkan bahwa dilingkungan hewan,
isolasi seksual itu antara lain berupa perbedaan tingkah laku kawin pada individu
jantan, perbedaan bunyi atau suara, perbedaan pola warna. Sehingga dapat
dikatakan bahwa D.annanasse tangkapan lokal Malang, Mojokerto, dan Gresik
memiliki persamaan dalam hal tingkah laku kawin pada individu jantan bunyi
atau suara dan pola warna. Persamaan tingkah laku kawin ini dapat
mengindikasikan bahwa D.annanasse tersebut ada dalam satu strain.
Shorey (1968) dalam Basuki (1996) menyatakan bahwa faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi feromon antara lain adalah kecepatan angin, kebasahan
relatif, intensitas cahaya, dan temperatur. Karena penelitian ini di lakukan di
Malang dengan suhu ± 24 ºC maka kecepatan angin menjadi lebih tinggi sehingga
mempengaruhi penyebaran feromon yang semakin cepat. Hal ini menyebabkan
individu jantan dan betina mudah saling tertarik untuk melakukan kawin.
Berdasarkan hal tersebut, menunjukkan bahwa faktor lingkungan seperti
kecepatan angin mempengaruhi terjadinya perkawinan individu jantan terhadap
betina yang heterogami sebab feromon yang dihasilkan individu betina diterima
induk jantan untuk memulai kegiatan percumbuan, sedangkan feromon individu
jantan mendorong individu betina untuk menerima kehadirannya.
33
Daerah Malang, Mojokerto dan Gresik memang memiliki suhu daerah yang
berbeda yang didasarkan pada ketinggiannya dari laut. Namun demikian, hal ini
tidak menyebabkan adanya isolasi pada D.annanasse. Hal ini pun didukung oleh
Ana (1996) yang juga menggunakan strain-strain D. Melanogaster dan oleh
Munawaroh (1996) yang menggunakan D. Melanogaster dari berbagai ketinggian
tempat. Hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh kedua peneliti
atas strain-strain D. Melanogaster tersebut, menunjukkan tidak adanya
kecenderungan perkawinan diantara strain-strain D. Melanogaster; populasi-
populasi D. Ananassae dari berbagai ketinggian tempat juga menunjukkan tidak
adanya perbedaan kecenderungan perkawinan. Hal ini berarti, bahwa di antara
mereka tidak ada perbedaan spesies.
34
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tidak ada kecenderungan kawin antara D. annanasse tangkapan lokal
Malang, Mojokerto, dan Gresik berdasarkan indeks isolasi
B. Saran
1. Dalam proses penelitian, hendaknya melakukan peremajaan yang banyak
sebagai stok agar semua persilangan dapat dilakukan dengan cepat.
2. Dibutuhkan kesabaran dan ketelitian dalam pengamatan fenotip dan
pemurnian untuk mendapatkan pemurnian yang baik.
3. Dibutuhkan ketelitian yang cukup dalam penghitungan indeks isolasi
ataupun analisis statistik agar penghitungan dapat menjadi lebih akurat.
4. Diharap berhati-hati dalam penandaan betina D. annanasse untuk
menghindari banyak resiko terutama kematian individu betina tersebut.
5. Sebaiknya menggunakan zat warna yang permanen saat menandai betina
D. annanasse
6. Dalam pengamatan jantan betina diperlukan kesabaran dan ketelitian agar
tidak terjadi kesalahan dalam penentuannya.
35
DAFTAR PUSTAKA
Ayala, F.J. dkk. 1984. Modern Genetic. The Benyamin/Cummings Publishing
Company, Inc. Menlo Park California
B. N. Singh and Sujata Chatterjee. 1985. A Study Of Sexual Isolation Among
Natural Populations Of Drosophila ananassae. Brazil : Rev. Brazil
Genetics Journal VIII 3 457-458.
Basuki, Supriyana. 1997. Indeks Isolasi D. annanasse Lokal Pare dan Drosophi;a
annanasse Pulau Madura. Malang: FMIPA-IKIP Malang (Skripsi tidak
diterbitkan).
Bock, Ian R. 1976. Drosophilidae of Australia I. Drosophila (Insecta: Diptera).
Melbourne: CSIRO
Borror, Donals J, dkk. 1991. Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta:
Gadjah Mada University press.
Cothron. 1993. Student and Research. America : Hunt Publishing Company.
Herskowits. Irwin. J. 1965. Genetic (2nd ). Little Brown and Company Inc.
Kimbal, John W. 1992. Biologi edisi kelima. Jakarta : Erlangga.
Markow, Therese A. And Patrick M. O’Grady. 2006. Drosophila. Chennai:
Charon Tec Pvt. L.td.
Munawaroh. 1996. Indeks Isolasi Pada D. annanasse Lokal dari Berbagai
Ketinggian Tempat. Malang: FMIPA-IKIP Malang.
Warsini. 1996. Identifikasi Jenis-jenis Drosophila di Kawasan Teluk Semut Pulau
Sempu Kabupaten Malang Jawa Timur. Skripsi tidak diterbitkan. Malang
: IKIP Malang.