RESUME SPKN.pdf

15
KEUANGAN NEGARA DAN PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA Undang‐undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003, Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang‐undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan., Ruang lingkup Keuangan Negara meliputi: a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman; b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; c. Penerimaan Negara; d. Pengeluaran Negara; e. Penerimaan Daerah; f. Pengeluaran Daerah; g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak‐hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah; h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan‐yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah UU 1/2004, Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Perbendaharaan Negara meliputi: a. pelaksanaan pendapatan dan belanja negara; b. pelaksanaan pendapatan dan belanja daerah; c. pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara; d. pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran daerah; e. pengelolaan kas; f. pengelolaan piutang dan utang negara/daerah; g. pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah; h. penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen keuangan negara/daerah; i. penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD; Menteri Keuangan/Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Negara/Daerah : menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya, menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja, yang berada dalam tanggung jawabnya. Akuntansi digunakan untuk menyusun laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Dalam rangka terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara diselenggarakan secara: profesional ,terbuka dan bertanggung jawab dengan mengacu kepada asas‐asas umum pengelolaan keuangan negara Azas-azas umum dalam pengelolaan Keuangan Negara diantaranya adalah sbb: o Tahunan‐> Tahun Anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. o Universalitas ->mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran. o Kesatuan‐> menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran. o Spesialitas ‐> mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya. o Akuntabilitas berorientasi hasil ‐> anggaran disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. o Profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang‐undangan yang berlaku o Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara o Keterbukaan dalam PKN adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara o Pemeriksaan keuangan oleh BP yg bebas & mandiri BPK memiliki kebebasan dan kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan. Prinsip Dasar Pengelolaan Keuangan Negara: Keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan per‐UU‐an, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun ditetapkan dengan undang‐undang. APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya. Penggunaan surplus penerimaan negara untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan pada perusahaan negara harus memperoleh persetujuan DPR. Presiden menyampaikan rancangan undang‐undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat‐lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan dimaksud setidak‐tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya UU 15/2004 Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Kemandirian BPK dalam pemeriksaan

Transcript of RESUME SPKN.pdf

Page 1: RESUME SPKN.pdf

KEUANGAN NEGARA DAN PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA

Undang‐undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003, Keuangan

Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai

dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa

barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan

hak dan kewajiban tersebut. Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat

pada peraturan perundang‐undangan, efisien, ekonomis, efektif,

transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan

dan kepatutan., Ruang lingkup Keuangan Negara meliputi:

a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan

uang, dan melakukan pinjaman;

b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum

pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

c. Penerimaan Negara;

d. Pengeluaran Negara;

e. Penerimaan Daerah;

f. Pengeluaran Daerah;

g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh

pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak‐hak

lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang

dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;

h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka

penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;

kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang

diberikan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan

kebijakan pemerintah, yayasan‐yayasan di lingkungan kementerian

negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah

UU 1/2004, Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan

pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan

kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.

Perbendaharaan Negara meliputi:

a. pelaksanaan pendapatan dan belanja negara;

b. pelaksanaan pendapatan dan belanja daerah;

c. pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara;

d. pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran daerah;

e. pengelolaan kas;

f. pengelolaan piutang dan utang negara/daerah;

g. pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah;

h. penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen keuangan

negara/daerah;

i. penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD;

Menteri Keuangan/Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara

Umum Negara/Daerah : menyelenggarakan akuntansi atas transaksi

keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan

dan perhitungannya, menyelenggarakan akuntansi atas transaksi

keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan

dan belanja, yang berada dalam tanggung jawabnya. Akuntansi

digunakan untuk menyusun laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah

sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.

Dalam rangka terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan

negara, pengelolaan keuangan negara diselenggarakan secara: profesional

,terbuka dan bertanggung jawab dengan mengacu kepada asas‐asas

umum pengelolaan keuangan negara Azas-azas umum dalam

pengelolaan Keuangan Negara diantaranya adalah sbb:

o Tahunan‐> Tahun Anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari

tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

o Universalitas ->mengharuskan agar setiap transaksi keuangan

ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.

o Kesatuan‐> menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja

Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.

o Spesialitas ‐> mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan

terinci secara jelas peruntukannya.

o Akuntabilitas berorientasi hasil ‐> anggaran disusun berdasarkan

prestasi kerja yang akan dicapai.

o Profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang

berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang‐undangan

yang berlaku

o Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan

antara hak dan kewajiban penyelenggara negara

o Keterbukaan dalam PKN adalah asas yang membuka diri terhadap hak

masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak

diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap

memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan

rahasia negara

o Pemeriksaan keuangan oleh BP yg bebas & mandiri BPK memiliki

kebebasan dan kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yakni

perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan.

Prinsip Dasar Pengelolaan Keuangan Negara:

� Keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan per‐UU‐an,

efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan

memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

� APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN

setiap tahun ditetapkan dengan undang‐undang.

� APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,

distribusi, dan stabilisasi.

� Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi

kewajiban negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus

dimasukkan dalam APBN.

� Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk pengeluaran

negara tahun anggaran berikutnya.

� Penggunaan surplus penerimaan negara untuk membentuk dana

cadangan atau penyertaan pada perusahaan negara harus memperoleh

persetujuan DPR.

Presiden menyampaikan rancangan undang‐undang tentang

pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan

keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan,

selambat‐lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Laporan keuangan dimaksud setidak‐tidaknya meliputi Laporan

Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan

Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara

dan badan lainnya

UU 15/2004 Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis,

dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional

berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan,

kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara. Kemandirian BPK dalam pemeriksaan

Page 2: RESUME SPKN.pdf

keuangan negara mencakup ketersediaan SDM, anggaran, dan sarana

pendukung lainnya yang memadai.

Dalam melaksanakan tugasnya, BPK RI mempunyai kewenangan untuk

melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan:

� Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaaan atas laporan keuangan,

baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemeriksaan

keuangan ini dilakukan oleh BPK RI dalam rangka memberikan

(OPINI) keyakinan yang memadai (reasonable assurance) tentang

tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan

pemerintah dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip

akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, dalam hal ini Standar

Akuntansi Pemerintah. Komponen L/K Pemerintah adalah sbb:

♥ Neraca (masih neraca) menggambarkan posisi keuangan suatu

entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada

tanggal tertentu.

♥ LRA merupakan komponen laporan keuangan yang menyediakan

informasi mengenai realisasi pendapatan‐LRA, belanja, transfer,

surplus/defisit‐LRA, dan pembiayaan dari suatu entitas pelaporan

yang masing‐masing diperbandingkan dengan anggarannya. fgs

♥ LO merupakan komponen laporan keuangan yang menyediakan

informasi mengenai seluruh kegiatan operasional keuangan entitas

pelaporan yang tercerminkan dalam pendapatan‐LO, beban, dan

surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan.

♥ LAK adalah bagian dari laporan keuangan yang menyajikan

informasi penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu

yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi,

pendanaan dan transitoris. Laporan ini khusus hanya dibuat oleh

Bendahara Umum Negara (BUN)/Kuasa BUN.

♥ LPSAL merupakan komponen laporan keuangan yang menyajikan

secara komparatif dengan periode sebelumnya pos‐pos berikut:

Saldo Anggaran Lebih awal, Penggunaan Saldo Anggaran Lebih, Sisa

Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran tahun berjalan, Koreksi

Kesalahan Pembukuan Tahun Sebelumnya, dan Saldo Anggaran

Lebih Akhir.

♥ LPE merupakan komponen laporan keuangan yang menyajikan

sekurangkurangnya pos‐pos ekuitas awal, surplus/defisit‐LO pada

periode bersangkutan, koreksi‐koreksi yang langsung

menambah/mengurangi ekuitas, dan ekuitas akhir.

♥ CaLK merupakan komponen laporan keuangan yang meliputi

penjelasan, daftar rincian dan/atau analisis atas laporan keuangan

dan pos‐pos yang disajikan dalam LRA, LPSAL, Neraca, LO, LAK, dan

LPE

� Pemeriksaan Kinerja‐> Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas

pengelolaan keuangan negara yang terdiri dari aspek ekonomi dan

efisiensi serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan

bagi kepentingan manajemen

� Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Pemeriksaan yang

dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan

pemeriksaan kinerja. Audit dengan tujuan tertentu dapat bersifat

eksaminasi (examination), reviu (review), atau prosedur yang

disepakati (agrees‐upon procedures

Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah

lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang‐

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BPK diberi

kewenangan untuk mendapatkan data, dokumen, dan keterangan dari

pihak yang diperiksa, kesempatan untuk memeriksa secara fisik setiap

aset yang berada dalam pengurusan pejabat instansi yang diperiksa,

termasuk melakukan penyegelan untuk mengamankan uang, barang,

dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara pada saat pemeriksaan

berlangsung.

Laporan Hasil Pemeriksaan disampaikan kepada Presiden, DPR dan DPD,

DPRD Provinsi dan Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Wali

Kota sesuai dengan kewenangannya. Laporan hasil pemeriksaan yang

telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan terbuka untuk

umum. Laporan hasil pemeriksaan terbut tidak termasuk laporan yang

memuat rahasia negara yang diatur dalam peraturan

perundang‐undangan.

STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA

Pemeriksaan oleh BPK dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan.

Standar pemeriksaan disusun oleh BPK, setelah berkonsultasi dengan

Pemerintah. Standar pemeriksaan adalah patokan untuk melakukan

pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang

meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan standar

pelaporan yang wajib dipedomani oleh BPK dan/atau pemeriksa.

Peraturan BPK Nomor 01 Tahun 2007 Standar Pemeriksaan Keuangan

Negara (SPKN) memuat persyaratan profesional pemeriksa, mutu

pelaksanaan pemeriksaan, dan persyaratan laporan pemeriksaan yang

professional.

A. Jenis Pemeriksaan

Ada 3‐> Keuangan, Kinerja dan PDTT sebagaimana dijelaskan

sebelumnya.

B. Tanggung Jawab Manajemen Entitas

a. mengelola keuangan negara secara tertib, ekonomis, efisien, efektif,

transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa

keadilan dan kepatutan, sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang‐undangan yang berlaku.

b. menyusun dan menmenyelenggarakan pengendalian intern yang

efektif guna menjamin: (1) pencapaian tujuan sebagaimana mestinya;

(2) keselamatan/keamanan kekayaan yang dikelola; (3) kepatuhan

terhadap ketentuan peraturan perundang‐undangan; (4) perolehan

dan pemeliharaan data/informasi yang handal, dan pengungkapan

data/informasi secara wajar.

c. menyusun dan menyampaikan laporan pengelolaan dan tanggung

jawab keuangan negara secara tepat waktu.

d. menindaklanjuti rekomendasi BPK, serta menciptakan dan memelihara

suatu proses untuk memantau status tindak lanjut atas rekomendasi

dimaksud.

C. Tanggung Jawab Pemeriksa dan Organisasi

a. Untuk pemeriksa :

1. merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan untuk memenuhi

tujuan pemeriksaan.

2. memahami prinsip‐prinsip pelayanan kepentingan publik serta

menjunjung tinggi integritas, obyektivitas, dan independensi.

3. memiliki sikap untuk melayani kepentingan publik, menghargai dan

memelihara kepercayaan publik, dan mempertahankan

profesionalisme.

Page 3: RESUME SPKN.pdf

4. mengambil keputusan yang konsisten dengan kepentingan publik

dalam melakukan pemeriksaan.

5. melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan derajat

integritas yang tertinggi.

6. berhati‐hati dalam menggunakan informasi yang diperoleh selama

melaksanakan pemeriksaan.

7. Mengutamakan pelayanan dan kepercayaan public

8. obyektif dan bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest)

dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya.

9. menggunakan pertimbangan profesional dalam menetapkan lingkup

dan metodologi, menentukan pengujian dan prosedur yang akan

dilaksanakan, melaksanakan pemeriksaan, dan melaporkan hasilnya.

b. Untuk organisasi pemeriksa:

1. independensi dan obyektivitas dipertahankan dalam seluruh tahap

pemeriksaan.

2. pertimbangan profesional (professional judgment) digunakan dalam

perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan dan pelaporan hasil

pemeriksaan.

3. pemeriksaan dilakukan oleh personil yang mempunyai kompetensi

profesional dan secara kolektif mempunyai keahlian dan pengetahuan

yang memadai.

4. peer-review yang independen dilaksanakan secara periodik

Standar Pemeriksaan ini harus digunakan bersama‐sama dengan SPAP

yang ditetapkan oleh IAI.

D. Sistematika SPKN

PSP 01 : STANDAR UMUM

1) Persyaratan Kemampuan dan Keahlian Secara kolektif harus

memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan

tugas pemeriksaan

2) Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan,

organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap

mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan

organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya.

3) Dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil

pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran

profesionalnya secara cermat dan seksama.

4) Setiap organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan

berdasarkan Standar Pemeriksaan harus memiliki sistem

pengendalian mutu yang memadai, dan sistem pengendalian mutu

tersebut harus direviu oleh pihak lain yang kompeten (pengendalian

mutu ekstern).

PSP 02 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KEUANGAN

Pernyataan Standar Pekerjaan Lapangan SPAP Yang Ditetapkan IAI

1) Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik‐baiknya dan jika

digunakan tenaga asisten harus disupervisi dengan semestinya.

2) Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern harus

diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat,

dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

3) Bukti audit yang kompeten harus diperoleh melalui inspeksi

pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar

memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang

diaudit.

Standar Pelaksanaan Tambahan

� Komunikasi Pemeriksa‐Pemeriksa harus mempertimbangkan hasil

pemeriksaan sebelumnya serta tindak lanjut atas rekomendasi yang

signifikan dan berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang

dilaksanakan.

� Pertimbangan Terhadap Hasil Pemeriksaan Sebelumnya‐Pemeriksa

harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak

lanjut atas rekomendasi yang signifikan dan berkaitan dengan tujuan

pemeriksaan yang sedang dilaksanakan.

� Merancang Pemeriksaan untuk Mendeteksi Terjadinya Penyimpangan

dari Ketentuan Peraturan Perundang‐undangan, Kecurangan (Fraud),

serta Ketidakpatutan (Abuse)Pemeriksa harus merancang pemeriksaan

untuk memberikan keyakinan yang memadai guna mendeteksi salah

saji material yang disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap ketentuan

peraturan perundang‐undangan yang berpengaruh langsung dan

material terhadap penyajian laporan keuangan.

� Pemeriksa harus waspada pada kemungkinan adanya situasi dan/atau

peristiwa yang merupakan indikasi kecurangan dan/atau

ketidakpatutan dan apabila timbul indikasi tersebut serta pemeriksa

harus menerapkan prosedur pemeriksaan tambahan untuk

memastikan bahwa kecurangan dan/atau ketidakpatutan telah terjadi

dan menentukan dampaknya terhadap kewajaran penyajian laporan

keuangan.

� Pengembangan Temuan Pemeriksaan‐ Pemeriksa harus merencanakan

dan melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk mengembangkan

unsur‐unsur temuan pemeriksaan.

� Dokumentasi Pemeriksaan‐ Pemeriksa harus mempersiapkan dan

memelihara dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja

pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan yang berkaitan dengan

perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan harus berisi

informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang

berpengalaman, tetapi tidak mempunyai hubungan dengan

pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa dokumentasi

pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung

pertimbangan dan simpulan pemeriksa. Dokumentasi pemeriksaan

harus mendukung opini, temuan, simpulan dan rekomendasi

pemeriksaan.

PSP 03 : STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN KEUANGAN

Standar Pelaporan SPAP Yang Ditetapkan IAI

1) Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan disajikan

sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau

prinsip akuntansi yang lain yang berlaku secara komprehensif.

2) Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada, ketidakkonsistenan

penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan

periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi

tersebut dalam periode sebelumnya.

3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang

memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.

4) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai

laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa

pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara

keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan.

Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan

auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan

audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang

dipikul auditor.

Page 4: RESUME SPKN.pdf

Standar Pelaksanaan Tambahan

� Laporan hasil pemeriksaan harus menyatakan bahwa pemeriksaan

dilakukan sesuai dengan Standar Pemeriksaan. Jika pemeriksa tidak

dapat mengikuti Standar Pemeriksaan, pemeriksa dilarang untuk

menyatakan demikian. Dalam situasi demikian, pemeriksa harus

mengungkapkan alasan tidak dapat diikutinya standar pemeriksaan

tersebut dan dampaknya terhadap hasil pemeriksaan.

� Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan harus

mengungkapkan bahwa pemeriksa telah melakukan pengujian atas

kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang‐undangan yang

berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan

keuangan. Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang‐

undangan yang ditemukan dalam pemeriksaan keuangan, dimuat

dalam laporan atas kepatuhan. Apabila pemeriksa tidak menemukan

ketidakpatuhan dalam pengujian kepatuhan, pemeriksa tidak

menerbitkan laporan atas kepatuhan.

� Laporan atas pengendalian intern harus mengungkapkan kelemahan

dalam pengendalian intern atas pelaporan keuangan yang dianggap

sebagai “kondisi yang dapat dilaporkan”.

� Laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam

pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan dari ketentuan

peraturan perundang‐undangan, dan ketidakpatutan, harus dilengkapi

tanggapan dari pimpinanatau pejabat yang bertanggung jawab pada

entitas yang diperiksa mengenai temuan dan rekomendasi serta

tindakan koreksi yang direncanakan.

� Pemeriksa harus meminta pejabat yang bertanggung jawab untuk

memberikan tanggapan tertulis terhadap temuan, simpulan dan

rekomendasi, termasuk tindakan perbaikan yang direncanakan oleh

manajemen entitas yang diperiksa.

� Informasi rahasia yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang‐

undangan untuk diungkapkan kepada umum tidak diungkapkan dalam

laporan hasil pemeriksaan. Namun laporan hasil pemeriksaan harus

mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan

ketentuan peraturan perundang‐undangan yang menyebabkan tidak

dilaporkannya informasi tersebut.

� Pertimbangan Pemeriksa mengenai tidak diungkapkannya informasi

tertentu tersebut harus mengacu kepada kepentingan publik. Jika

pemeriksa memutuskan untuk menghilangkan informasi tertentu,

pemeriksa harus menyatakan sifat informasi yang dihilangkan dan

alasan penghilangan tersebut.

� Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan,

entitas yang diperiksa, pihak yang mempunyai kewenangan untuk

mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggung jawab untuk

melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang

diberi wewenanguntuk menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan yang berlaku.

PSP 04 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KINERJA

PSP 05 : STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN KINERJA

PSP 06 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN

TERTENTU

PSP 07 : STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN

TERTENTU (After UTS)

PERENCANAAN PEMERIKSAAN LKPP

Sistem perencanaan audit BPK disusun dalam suatu kerangka sistematis

yang terintegrasi untuk menghimpun semua Rencana Strategis (Renstra).

Renstra tersebut ditetapkan untuk jangka lima tahun dan dijabarkan

dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang terdiri dari Rencana Kerja

Pemeriksaan (RKP) dan Rencana Kegiatan Sekretariat Jenderal dan

Penunjang (RKSP). Penyusunan RKP meliputi delapan tahap sbb:

a. Penetapan kebijakan dan strategi pemeriksaan BPK;

b. Penyusunan rencana pemeriksaan;

c. Penetapan rencana pemeriksaan;

d. Penyusunan sumbangan RKP;

e. Pembahasan dan penetapan RKP;

f. Penyusunan rencana kerja dan anggaran (RKA) BPK;

g. Pembahasan dan penetapan anggaran dengan DPR; dan

h. Penyesuaian RKP.

Perencanaan pemeriksaan secara umum meliputi lima tahap sbb:

a. Pembentukan Tim Persiapan

b. Penyusunan Paket Program Pemeriksaan

Paket program pemeriksaan terdiri dari P2 dan Surat Tugas. Tahapan

penyusunan paket program pemeriksaan adalah sebagai berikut:

• Pemahaman Penugasan

• Pemahaman Entitas

• Persetujuan P2 AKN

• Penentuan Tim Pemeriksa

• Persetujuan Penugasan

Pemeriksa hanya dapat melepaskan diri dari penugasan jika

Meninggal dunia;, Berhenti sebagai PNS BPK; Sakit, terganggu

independensi .

c. Penyusunan Program Kerja Perorangan

d. Pemberitahuan Pemeriksaan pada Auditee

e. Pengurusan Administratif Pemeriksaan (SPPD, ST dll)

PSP 02 SPKN: “Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik‐baiknya dan

jika digunakan tenaga asisten harus disupervisi dengan semestinya.”

Metodologi pemeriksaan yang digunakan dalam pemeriksaan LKPP dan

LKKL secara ringkas meliputi perencanaan, pelaksanaan dan penyusunan

LHP. Di dalam proses pemeriksaan tersebut, ukuran atau kriteria yang

digunakan adalah standar pemeriksaan, PMP serta tujuan dan harapan

penugasan. Di dalam proses tersebut, supervisi serta pengendalian dan

penjaminan mutu pemeriksaan dilakukan sepanjang proses tersebut.

Metodologi Perencanaan Pemeriksaan LKPP

Page 5: RESUME SPKN.pdf

Perencanaan pemeriksaan atas LKPP dan LKKL meliputi 10 (sepuluh)

kegiatan sebagai berikut:

a. Pemahaman Tujuan Pemeriksaan dan Harapan Penugasan

Tujuan pemeriksaan LKPP dan LKKL adalah untuk memberikan

keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah LKPP telah

disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Pemeriksa harus memperoleh

harapan‐harapan penugasan secara tertulis dari pemberi tugas melalui

suatu komunikasi yang intensif untuk menghindari harapan‐harapan yang

tidak dapat dipenuhi oleh pemeriksa.

b. Pemenuhan Kebutuhan Pemeriksa

1) Persyaratan Kemampuan/Keahlian

a) Tim pemeriksa secara kolektif harus memiliki pemahaman yang cukup

atas SAP‐>sertifikat auditor

b) Di dalam tim pemeriksa, paling tidak 1 (satu) orang memiliki register

akuntan.

c) Ketua Tim harus memiliki pengalaman yang memadai

d) Dalam tim pemeriksa dapat dibutuhkan pengendali teknis,

e) Dalam hal LKPP dan LKKL disusun sistem terkomputerisasi, tim

pemeriksa memiliki pengetahuan audit TI

2) Persyaratan Independensi harus bebas dalam sikap mental dan

penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi.

c. Pemahaman atas Entitas

Pemahaman atas entitas untuk mengidenfikasikan dan memahami hal‐hal

penting yang harus dipenuhi oleh entitas dalam mencapai tujuannya.

Meliputi pemahaman atas organisasi, kegiatan utama entitas, lingkungan

yang mempengaruhi, pejabat terkait sampai dengan satuan kerja dan

kejadian luar biasa yang berpengaruh terhadap pengelolaan keuangan

negara. Dokumentasikan di KKP

d. Pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebelumnya

Dalam juknis pemeriksaan atas LKPP dan LKKL disebutkan bahwa

Pemeriksa harus memantau tindak lanjut pemerintah pusat atas LHP atas

LKPP dan LKKL tahun sebelumnya atau LHP interim, terkait dengan

pelaksanaan rekomendasi yang diberikan.

e. Pemahaman Atas Sistem Pengendalian Intern

Pendokumentasian pemahaman SPI dalam KKP diharapkan juga

mencakup pemahaman SPI dengan pendekatan COSO (lima komponen

SPI), risiko‐risiko yang ada terutama risiko yang belum sepenuhnya

dimitigasi (telah diantisipasi) oleh pengendalian yang ada (termasuk

rencana prosedur pemeriksaan atas risiko ini), dan pemahaman

pemeriksa mengenai pengendalian umum TI.

SPKN‐> Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern harus

diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan

lingkup pengujian yang akan dilakukan). Pemahaman atas sistem

pengendalian intern tersebut membantu pemeriksa untuk:

a) Mengidentifikasi jenis potensi kesalahan,

b) Mempertimbangkan faktor‐faktor yang mempengaruhi risiko salah saji

yang material,

c) Mendesain pengujian sistem pengendalian intern,

d) Mendesain prosedur pengujian substantif.

f. Pemahaman dan penilaian resiko

Dalam pemahaman dan penilaian risiko, pemeriksa mempertimbangkan

risiko‐risiko sebagai berikut: (1) risiko inheren, (2) risiko pengendalian,

(3)risiko deteksi, dan (4) risiko pemeriksaan. Penetapan risiko dilakukan

dengan ukuran kualitatif. Risiko pemeriksaan merupakan risiko

kemungkinan pemseriksa gagal menyatakan opini yang tepat atas laporan

keuangan yang memuat salahsaji yang material. penilaian risiko

pemeriksaan menggunakan pendekatan kuantitatif menetapkan tingkat

risiko pemeriksaan yang dapat diterima merujuk pada ASOSAI yaitu:

1) Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima sebesar 5 %, artinya

tingkat keyakinan pemeriksa atas opininya sebesar 95% (AAR=1‐

tingkat keyakinan). Tingkat ini berlaku untuk sebagian besar entitas

yang diperiksa.

2) Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima sebesar 3%, artinya

tingkat keyakinan pemeriksa atas opininya sebesar 97%. Tingkat ini

dinilai cukup memadai untuk beberapa entitas yang sangat sensitif

atau berisiko tinggi.

3) Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima sebesar 1%, artinya

tingkat keyakinan pemeriksa atas opininya sampai 99%. Tingkat ini

berlaku bagi beberapa entitas dengan ciri‐ciri sebagai berikut:

� Entitas tersebut mempunyai pengguna eksternal yang sangat ekstensif

perhatiannya terhadap laporan keuangan entitas tersebut, dan/atau

� Entitas tersebut cukup rentan akan terjadinya salah saji material dan

secara politik sensitif dan/atau adanya harapan atas kewajaran

laporan keuangan entitas tersebut sehingga pemeriksa membutuhkan

tingkat keyakinan yang sangat tinggi.

Pemeriksa menilai risiko pengendalian sebagai maksimum ketika (1)

bukti pemeriksaan mengindikasikan bahwa pengendalian tidak efektif,

atau (2) setelah memperoleh pemahaman yang memadai mengenai

proses entitas yang diperiksa:

� Pemeriksa percaya bahwa pengendalian nampaknya akan tidak efektif,

atau

� Pemeriksa sudah mengidentifikasi prosedur‐prosedur uji substantif

yangefisien dan efektif yang diyakini penting untuk mendukung saldo

akun terkait.

g. Penetapan Tingkat Materialitas Awal dan KesalahanTertolerir

Pertimbangan atas tingkat materialitas meliputi kegiatan:

PM merupakan tingkat materialitas pada keseluruhan laporan keuangan,

sedangkan TE merupakan materialitas padatingkat akun. Penetapan PM

yaitusebesar 0,2% sampai dengan 1% dari total realisasi belanja. Untuk

pemeriksaan pertama kali, PM sebaiknya ditetapkan pada tingkat

materialitas terendah. Pada pemeriksaan selanjutnya, PM dapat

ditingkatkan jika penyajian laporan keuangan entitas yang diperiksa

menunjukkan perbaikan. Hal ini disebabkan batas materialitas untuk

penugasan pemeriksaan cenderung untuk konservatif.

Setelah menentukan materialitas pada tingkat keseluruhan laporan

keuangan, pemeriksa mengalokasikan PM untuk setiap akun utama yang

disebut Kesalahan Tertolerir (Tolerable Error/TE).Penetapan TE dapat

dilakukandengan 2 pendekatan. Pertama, untuk memudahkan, TE setiap

akunditetapkan 50% dari PM. Pendekatan kedua dilakukan dengan

memperhitungkan sigifikansi setiap akun terhadap laporan keuangan

secara keseluruhan. Pada pendekatan ini, TE dapat dihitung dengan

persamaan sebagai berikut:

Page 6: RESUME SPKN.pdf

h. Penentuan Metode Uji Petik

Penentuan uji petik merupakan elemen uji yang diambil oleh pemeriksa

untuk memberikan keyakinan tentang kualitas informasi yang disajikan

dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Pemeriksa menentukan

metode uji petik berdasarkan pertimbangan profesionalnya. Metode uji

petik yang dilakukan dapat menggunakan metode statistik atau non‐

statistik.

i. Pelaksanaan Prosedur Analitis Awal

Prosedur analitis merupakan evaluasi atas informasi keuangan dalam

laporan keuangan dengan melihat hubungan antar data keuangan yang

ada dan antara data keuangan dan data non‐keuangan yang tersedia.

Prosedur ini tidak dapat digunakan untuk menilai semua asersi. Asersi

keberadaan tidak dapat diuji dengan prosedur analitis. Prosedur analitis

yang dapat dilakukan meliputi (1) Analisa Data, (2) Teknik Prediktif, serta

(3) Analisa Rasio dan Tren.

j. Penyusunan Program Pemeriksaan dan Program Kerja

Perorangan

Berdasarkan persiapan pemeriksaan di atas, pemeriksa menyusun

program pemeriksaan atas LKPP dan LKKL. Program pemeriksaan

mengungkapkan antara lain (1) Dasar pemeriksaan, (2) Standar dan

pedoman pemeriksaan, (3) Entitas yang diperiksa, (4) Tahun

anggaran/tahun buku yang diperiksa, (5) Identitas dan data umum entitas

yang diperiksa, (6) Tujuan pemeriksaan, (7) Metodologi pemeriksaan, (8)

Sasaran yang diperiksa, (9) Pengarahan pemeriksaan, (10) Jangka waku

pemeriksaan, (11) Susunan tim pemeriksaan, (12) Instansi penerima hasil

pemeriksaan, dan (13) Kerangka isi laporan.

PERENCANAAN PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN

PEMERINTAH DAERAH

A. Gambaran Umum Pengelolaan dan Pertanggungjawaban

Keuangan Daerah

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) merupakan

pertanggungjawaban kepala daerah, yaitu gubernur/bupati/walikota atas

pelaksanaan APBD tahun anggaran tertentu. LKPD tersebut disusun

dengan menggunakan suatu sistem akuntansi keuangan daerah dan

berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Hal tersebut

dinyatakan dalam Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang

Keuangan Negara, Undang‐Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang

Perbendaharaan Negara, dan Undang‐Undang Nomor 32 Tahun 2004

Tentang Pemerintahan Daerah, beserta peraturan pelaksanaannya.

Pemeriksaan atas LKPD tersebut merupakan salah satu tugas pokok BPK‐

RI sebagai pelaksanaan Undang‐Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan

Undang‐Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa

Keuangan. Pemeriksaan atas LKPD merupakan jenis pemeriksaan

keuangan yang bertujuan untuk pemberian opini atas kewajaran laporan

keuangan tersebut dalam semua hal yang material sesuai dengan standar

akuntansi pemerintahan. Pemeriksaan dilakukan dengan berdasarkan

pada standar pemeriksaan yang ditetapkan Badan Pemeriksa Keuangan.

Pemeriksaan atas LKPD meliputi LKPD propinsi, kabupaten, dan kota

yang dilakukan secara serentak. BPK mengelola pelaksanaan tugas yang

begitu banyak tersebut, termasuk untuk pemeriksaan LKPP dan

pemeriksaan selain pemeriksaan keuangan dalam sebuah manajemen

yang diatur dalam Panduan Manajemen Pemeriksaan.

Sesuai dengan salah satu standar pelaksanaan pemeriksaan keuangan

dalam SPKN bahwa pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik‐

baiknya, dalam panduan manajemen pemeriksaan tersebut diatur

mengenai manajemen pemeriksaan BPK mulai dari Penyusunan RKP,

Perencanaan Pemeriksaan, Pelaksanaan Pemeriksaan, Pelaporan

Pemeriksaan, Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan, hingga

Evaluasi Pemeriksaan. Perencanaan pemeriksaan adalah bagian dari

proses pemeriksaan yang dilaksanakan segera setelah ditetapkannya

RKP, untuk merencanakan pekerjaan pemeriksaan agar pelaksanaan

pemeriksaan lapangan dan pelaporan pemeriksaan dapat dilaksanakan

secara efisien, efektif dan sesuai standar.

1. Dasar Hukum

LKPD disusun oleh kepala daerah sebagai bentuk pertanggungjawaban

pelaksanaan APBD. Penyusunan LKPD tersebut dilaksanakan oleh Satuan

Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dan Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan

Daerah (SKPKD). LKPD disusun sesuai dengan dasar hukum pengelolaan

keuangan daerah yang terdiri dari: Paket UU PKN, Perimbangan dan

Permendagri tentang PKN.

2. Definisi dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun

2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang dimaksud dengan

keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang

termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan

hak dan kewajiban daerah tersebut. Pengelolaan keuangan daerah

tersebut meliputi keseluruhan kegiatan dalam perencanaan, pelaksanaan,

penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan

keuangan daerah.

Ruang lingkup keuangan daerah meliputi:

a. hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah

serta melakukan pinjaman

b. kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan

daerah dan membayar tagihan pihak ketiga

c. penerimaan daerah

d. pengeluaran daerah

e. kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa

uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak‐hak lain yang dapat

dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada

perusahaan daerah

f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam

rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau

kepentingan umum.

3. Pihak-Pihak yang Terlibat Dalam Pengelolaan Keuangan

Daerah

Beberapa pihak yang terlibat dalam pengelolaan keuangan daerah

meliputi:

a. Kepala Daerah ‐> Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah

adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan

mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah

yang dipisahkan.

b. Sekretaris Daerah ‐> Sekretaris daerah selaku koordinator

pengelolaan keuangan daerah berkaitan dengan peran clan

fungsinya dalam membantu kepala daerah menyusun kebijakan dan

mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah

termasuk pengelolaan keuangan daerah.

Page 7: RESUME SPKN.pdf

c. Kepala SKPKD ‐> Kepala SKPKD mempunyai tugas melaksanakan

pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.

d. Kuasa BUD ‐> Kuasa BUD adalah pejabat yang diberi kuasa untuk

melaksanakan sebagian tugas BUD.

e. Pengguna anggaran/barang ‐> Pengguna Anggaran adalah pejabat

pemegang kewenangan penggunaan anggaran untuk melaksanakan

tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya. Pengguna Barang

adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik

daerah.

f. Kuasa Pengguna Anggaran/Barang ‐> Kuasa Pengguna Anggaran

adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian

kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian

tugas dan fungsi SKPD.

g. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) ‐> PPTK adalah pejabat

pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa

kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya.

h. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD (PPK‐SKPD) ‐> PPK‐SKPD

adalah pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada

SKPD.

i. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran ‐> Bendahara

Penerimaan adalah pejabat fungsional yang ditunjuk untuk

menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan

mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka

pelaksanaan APBD pada SKPD. Bendahara Pengeluaran adalah

pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan,

membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan

uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan

APBD pada SKPD

4. Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah

Kebijakan akuntansi merupakan instrumen penting dalam penerapan

akuntansi akrual. Dokumen yang ditetapkan dalam peraturan kepala

daerah ini harus dipedomani dengan baik oleh fungsi‐fungsi

akuntansi,baik di SKPKD maupun di SKPD. Kebijakan akuntansi

Pemerintah Daerah disusun berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 64 tahun 2013 yang terdiri atas Kebijakan Akuntansi Pelaporan

Keuangan dan Kebijakan Akuntansi Akun.

Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat SAPD

adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan

dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis

transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi

pemerintahan daerah. SAPD dikelompokkan menjadi dua subsistem yaitu

SA‐SKPD dan SA‐PPKD.

5. Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi

Terdapat dua jenis entitas yang terlibat dalam Sistem Akuntansi

Pemerintah Daerah, yaitu entitas pelaporan dan entitas akuntansi. Entitas

pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri atas satu atau Iebih

entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang‐

undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa

laporan keuangan. Sedangkan Entitas akuntansi adalah unit

pemerintahan pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya

wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan

untuk digabungkan pada entitas pelaporan. PPKD selain berfungsi sebagai

BUD juga sebagai Pengguna Anggaran sehingga selain berfungsi sebagai

entitas pelaporan juga berfungsi sebagai entitas akuntansi. Sementara

SKPD hanya berfungsi sebagai entitas akuntansi saja.

6. Standar Akuntansi, Sistem dan Prosedur

Standar akuntansi yang digunakan sebagai dasar penyusunan LKPD

adalah Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dalam PP No. 24

Tahun 2005, sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan PP No. 71

Tahun 2010.

Sistem dan prosedur laporan keuangan pemerintah daerah ditetapkan

dalam sistem akuntansi keuangan daerah yang ditetapkan oleh

gubernur/bupati/walikota. Sistem dan prosedur tersebut disusun dengan

mengacu kepada peraturan perundang‐undangan seperti PP No. 58 Tahun

2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam

Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan

Daerah, peraturan daerah tentang pengelolaan keuangan daerah

(sebagaimana telah diubah dengen Permendagri No. 59 Tahun 2007 dan

Permendagri No. 21 Tahun 2011), dan peraturan lain yang menjadi acuan

penyusunan sistem dan prosedur laporan keuangan pemerintah daerah,

serta berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan (yang telah diubah dengan PP No. 71 Tahun 2010).

Sistem dan prosedur laporan keuangan pemerintah daerah tersebut

secara umum meliputi meliputi sistem dan prosedur (1) perencanaan, (2)

pelaksanaan, dan (3) pertanggungjawaban. Secara ringkas sistem dan

prosedur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Sistem dan Prosedur Perencanaan

Sistem dan prosedur perencanaan meliputi antara lain kegiatan:

a) penyusunan anggaran,

b) penyampaian rancangan peraturan daerah tentang APBD,

c) pembahasan APBD dengan DPRD,

d) penetapan peraturan daerah tentang APBD, dan

e) penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran.

b. Sistem dan Prosedur Pelaksanaan Anggaran

Secara umum, sistem dan prosedur pelaksanaan anggaran meliputi antara

lain sistem dan prosedur pendapatan dan belanja. Namun sejak adanya

UU Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

tahun 1999, penerimaan pembiayaan seperti dari penjualan aset atau

penerimaan pinjaman dipisahkan dari pendapatan, dan pengeluaran

pembiayaan seperti pembayaran cicilan utang dipisahkan dari belanja,

meskipun secara sistem dan prosedur sangat terkait. Selain pendapatan,

belanja dan pembiayaan, pemerintah daerah juga mengelola aset dan

kewajiban. Aset dan kewajiban tersebut dipertanggungjawabkan dalam

neraca.

Berdasarkan hal tersebut, sistem dan prosedur pelaksanaan anggaran

meliputi: (1) sistem dan prosedur pendapatan dan penerimaan

pembiayaan, (2) sistem dan prosedur belanja dan pengeluaran

pembiayaan, (3) sistem dan prosedur aset, dan (4) sistem dan prosedur

kewajiban.

c. Sistem dan Prosedur Pertanggungjawaban

Sistem dan prosedur pertanggungjawaban pelaksanaan APBD merupakan

sistem dan prosedur penyusunan laporan pertanggungjawaban

pelaksanaan APBD. Sistem dan prosedur pertanggungjawaban yang diatur

dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 meliputi

sistem dan prosedur pada (1) SKPD dan (2) SKPKD. Sistem dan prosedur

pertanggungjawaban sebelum peraturan tersebut dilakukan secara

terpusat pada biro/bagian keuangan.

7. Pertanggungjawaban

Sesuai dengan SAP dan peraturan perundang‐undangan yang berlaku

terkait pengelolaan keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan

Page 8: RESUME SPKN.pdf

APBD diungkapkan dalam LKPD, yang terdiri atas (1) laporan realisasi

APBD, (2) neraca, (3) laporan arus kas, dan (4) catatan atas laporan

keuangan dilampiri ikhtisar laporan keuangan perusahaan daerah dan

badan lainnya.

Beberapa titik rawan dalam PKD:

� Pengadaan barang dan jasa

� Pengelolaan dana Optimalisasi

� Dana terkait Pilkada

� Dana Transfer dari Pusat dan Hibah

� Dana kegiatan insidentil seperti bencana dan bantuan sosial

“Metodologi Pemeriksaan 11-12 dengan LKPP”

PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KEUANGAN

A. STANDAR

Mengacu kepada standar pekerjaan lapangan dan tambahannya

sebagaimana diatas dijelaskan.

B. Panduan Manajemen Pemeriksaan

Pelaksanaan pemeriksaan atas kegiatan pekerjaan pemeriksaan dan

pengakhiran pemeriksaan meliputi enam tahap:

� Komunikasi awal; Komunikasi awal dengan pimpinan entitas yang

diperiksa bertujuan untuk menjelaskan pemeriksaan yang dilakukan

yang meliputi tujuan, lingkup, jadwal waktu, dan kebutuhan

dokumen yang diperiksa, serta menjelaskan komposisi tim

pemeriksa yang tercantum dalam surat tugas.

� Pelaksanaan P2; Pelaksanaan P2 dilakukan oleh tim pemeriksa

sesuai pembagian tugas dan PKP. Pelaksanaan P2 ditujukan untuk

memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan kompeten.

� Penyusunan KKP; KKP adalah catatan yang diselenggarakan oleh

pemeriksa tentang prosedur pemeriksaan yang dilaksanakan,

pengujian yang dilakukan, informasi yang diperoleh, dan kesimpulan

yang dibuat sehubungan dengan penugasan pemeriksaan.

� Penyusunan TP; Temuan Pemeriksaan (TP) merupakan temuan

atau indikasi permasalahan yang diperoleh selama pemeriksaan.

Pada dasarnya, TP terkait dengan:

� Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan

perundangundangan, penyimpangan, dan ketidakpatutan yang

material untuk dilaporkan;

� Kelemahan sistem pengendalian intern yang material untuk

dilaporkan;

� Kegagalan suatu program yang diperiksa; dan

� Ketidaksesuaian kondisi dengan kriteria yang ditetapkan.

TP memuat unsur sebagai berikut:

1. Judul, berisi satu frase yang terdiri dari dua atau lebih kata,

tetapi bukan kalimat, singkat, dan jelas yang menggambarkan

suatu kondisi atau kombinasi kondisi dengan akibat yang

signifikan.

2. Kondisi, berisi data/informasi/bukti atas suatu keadaan yang

disajikan secara obyektif dan relevan berdasarkan fakta yang

ditemukan pemeriksa di lapangan.

3. Kriteria, berisi data/informasi yang menggambarkan

keadaan yang diharapkan/seharusnya terjadi. Kriteria akan

mudah dipahami apabila dinyatakan secara wajar, eksplisit,

dan lengkap.

4. Akibat, menjelaskan secara logis pengaruh dari perbedaan

antara kondisi (apa yang ditemukan pemeriksa) dengan

kriteria (apa yang seharusnya terjadi). Akibat lebih mudah

dipahami bila dinyatakan secara jelas dan terinci. Signifikansi

dari akibat yang dilaporkan ditunjukkan oleh bukti yang

meyakinkan.

5. Sebab, memberikan bukti yang meyakinkan mengenai factor

yang menjadi sumber perbedaaan antara kondisi dan kriteria.

Dalam melaporkan sebab, pemeriksa harus

mempertimbangkan apakah bukti yang ada dapat

memberikan argumen yang meyakinkan dan logis bahwa

sebab yang diungkapkan merupakan faktor utama terjadinya

perbedaan

6. Komentar Instansi, merupakan tanggapan oleh entitas yang

diperiksa terhadap indikasi temuan. Komentar instansi tidak

harus diperoleh dalam suatu pelaksanaan pemeriksaan.

� Komunikasi Akhir (Penyampaian TP); Apabila masih terdapat hal

yang belum selesai didiskusikan atau masih terdapat permasalahan

yang belum jelas, maka tim pemeriksa dapat melakukan

pembahasan akhir.

� Pengakhiran pemeriksaan. Pengakhiran pemeriksaan meliputi

kegiatan dalam rangka mengakhiri tahapan pelaksanaan

pemeriksaan sebagai bentuk pertanggungjawaban tim pemeriksa

baik secara teknis maupun administratif.

C. Metodologi Pemeriksaan

� Pengujian analitis Terinci‐> dalam pelaksanaan pemeriksaan dapat

dilakukan dengan (1) Analisa Data, (2) Teknik Prediktif, dan (3) Analisa

Rasio dan Tren, sesuai dengan area yang telah ditetapkan sebagai uji

petik. Pengujian analitis dilakukan dengan cara membandingkan antara

unsur‐unsur laporan keuangan serta informasi nonkeuangan yang

terkait secara terinci.

� Pengujian terhadap sistem pengendalian intern meliputi pengujian

yang dilakukan pemeriksa terhadap efektivitas desain dan

implementasi sistem pengendalian intern. Kaitkan dengan Subtantif

yang mendalam atau terbatas, menguji asersi manajemen dan jika

dalam SIBK cek general dan aplication controlnya.

� Pengujian Substantif Atas Transaksi Dan Saldo Akun-> Pengujian

subtantif transaksi dan saldo dilakukan untuk meyakini asersi

manajemen atas laporan keuangan pihak yang terperiksa, yaitu: (1)

Keberadaan dan keterjadian, (2) Kelengkapan, (3) Hak dan kewajiban,

(4) Penilaian dan pengalokasian, dan (5) Penyajian dan pengungkapan.

Page 9: RESUME SPKN.pdf

� Penyelesaian Penugasan (Juknis Pemeriksaan Lkpp)->

Penyelesaian penugasan pemeriksaan keuangan merupakan kegiatan

untuk mereviu tiga hal, yaitu kewajiban kontinjensi,

kontrak/komitmen jangka panjang, dan kejadian setelah tanggal neraca

� Penyusunan Ikhtisar Koreksi (Juknis Pemeriksaan Lkpp)->

Ikhtisar Koreksi merupakan rekapitulasi koreksi atau penyesuaian

(adjustments) yang diusulkan tim pemeriksa kepada pemerintah pusat.

Koreksi pemeriksaan yang dimasukkan tersebut merupakan koreksi

terhadap LKPP dan LKKL yang nilainya di atas nilai TE dan secara

keseluruhan di atas nilai materialitas

� Konsep Temuan Pemeriksaan atas LKPP dan LKKL merupakan

permasalahan yang ditemukan oleh pemeriksa yang

perludikomunikasikan kepada pemerintah pusat. Permasalahan

tersebut meliputi:

• Ketidakefektivan sistem pengendalian intern,

• Kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan

perundang‐undangan,

• Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan

yang signifikan, dan

• Ikhtisar koreksi.

� Penyampaian Dan Pembahasan Konsep Temuan Pemeriksaan

Dengan Pejabat Entitas Yang Berwenang-> Dalam hal pemeriksaan

dilakukan terhadap LKPP maka pejabat yang berwenang adalah

Menteri Keuangan. Sedangkan apabila pemeriksaan dilakukan

terhadap Laporan keuangan Kementerian/Lembaga maka pejabat

berwenang yang dimasksud adalah Menteri/Pimpinan Lembaga atau

Sekretaris Menteri/Pimpinan Lembaga. Konsep temuan yang telah

disampaikan oleh ketua tim pemeriksa kemudian dibahas bersama

dengan pejabat yang berwenang di entitas tersebut. Apabila

pemerintah menolak ikhtisar koreksi, temuan SPI dan ketidakpatuhan

akan berpengaruh terhadap Opini.

� Perolehan Tanggapan Resmi Dan Tertulis-> Dalam Petunjuk

Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan dan Petunjuk Teknis Pemeriksaan

LKPP dan LKKL dijelaskan mengenai kegiatan Perolehan tanggapan

resmi dan tertulis.

� Penyampaian Temuan Pemeriksaan merupakan akhir dari

pekerjaan lapangan pemeriksaan keuangan. Hal ini merupakan batas

tanggung jawab pemeriksa terhadap kondisi laporan keuangan yang

diperiksa. Oleh karena itu, tanggal penyampaian temuan pemeriksaan

tersebut merupakan tanggal laporan hasil pemeriksaan

PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN KEUANGAN

A. STANDAR

Mengacu ke Standar Pelaporan dan Tambahannya.

B. Panduan Manajemen Pelaporan

Pelaporan hasil pemeriksan meliputi enam tahap:

1. Penyusunan konsep LHP; Setelah berakhirnya pelaksanaan

pemeriksaan di lapangan, tim pemeriksa melakukan diskusi dengan

pengendali teknis untuk membahas kelayakan indikasi temuan yang

terdapat dalam TP untuk menyusun konsep LHP. Pengendali teknis

mereviu TP dan daftar TP yang tidak layak atau batal. TP yang tidak

layak atau batal dimungkinkan dimuat di dalam konsep LHP apabila

dianggap relevan dan didukung dengan bukti yang cukup. Konsep

LHP bersifat rahasia sehingga perlu diberikan tanda bayang

(watermark) “RAHASIA”. Dengan demikian, konsep LHP harus dijaga

kerahasiaannya

2. Penganalisisan dan pereviuan konsep LHP oleh pengendali

teknis; Penganalisisan oleh pengendali teknis dilakukan untuk

membandingkan konsep LHP dengan risalah diskusi dan

memperhatikan hal‐hal sebagai berikut:

a. Terpenuhinya unsur‐unsur temuan seperti kondisi, kriteria,

akibat, sebab, dan rekomendasi sesuai dengan SPKN;

b. Terpenuhinya tujuan dan lingkup pemeriksaan yang telah

diungkapkan dalam P2; dan

c. Terpenuhinya kebenaran pembahasaan

3. Penganalisisan dan Pereviuan Konsep LHP oleh Penanggung

Jawab-> Konsep LHP yang disampaikan oleh pengendali teknis

dianalisis dan direviu kesesuaiannya dengan SPKN oleh penanggung

jawab.Penanggung jawab mengidentifikasi unsur LHP yang

merupakan informasi rahasia dan indikasi Tindak Pidana Korupsi

(TPK).

4. Perolehan tanggapan atas konsep LHP dari pimpinan entitas

yang diperiksa; Tanggapan terhadap konsep LHP tersebut meliputi

kesanggupanentitas yang diperiksa menindaklanjuti rekomendasi

yang diusulkandi dalam konsep LHP dan informasi rahasia

5. Pembahasan Konsep LHP dengan Pemberi Tugas Penanggung

jawab mempertimbangkan tanggapan atas konsep LHP dari

pimpinan entitas yang diperiksa sebelum menyampaikan konsep

LHP tersebut kepada pemberi tugas. Penanggung jawab juga

menyampaikan konsep surat keluar dilampiri dengan konsep LHP,

informasi rahasia, dan indikasi TPK kepada pemberi tugas.

6. Penerbitan dan penyampaian LHP-> Konsep LHP yang telah

disetujui pemberi tugas menjadi LHP dapat diterbitkan dan

disampaikan kepada pemilik kepentingan dalam waktu yang telah

ditentukan dalam Program Pemeriksaan (P2).

Penerbitan LHP dapat mempunyai konsekuensi hukum baik terhadap

pemeriksa maupun pihak yang diperiksa. Konsekuensi hukum ini dapat

berupa tuntutan/gugatan hukum atas LHP dan konsekuensi hukum

lainnya. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kepada tim

pemeriksa diberikan perlindungan hukum dan jaminan keamanan. BPK

menyampaikan ikhtisar hasil pemeriksaan semester kepada lembaga

perwakilan dan presiden/gubernur/bupati/walikota selambat‐lambatnya

tiga bulan setelah semester berakhir.

Page 10: RESUME SPKN.pdf

C. METODOLOGI PENYUSUNAN LHP

a. Penyusunan Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan-> Konsep laporan

hasil pemeriksaan disusun oleh ketua tim pemeriksa dan disupervisi

oleh pengendali teknis.

� Jenis Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan atas Laporan Keuangan

terdiri atas : Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan;

Laporan atas Kepatuhan; dan Laporan atas Pengendalian Intern.

Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan merupakan

laporan utama. Laporan ini mengungkapkan:

• Opini Badan Pemeriksa Keuangan yang mengungkapkan

kewajaran atas Laporan Keuangan memuat: judul “Laporan

Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan”, dasar

pemeriksaan, tanggung jawab pemeriksa kecuali untuk opini

tidak dapat menyatakan pendapat, tanggung jawab

penyusunan Laporan Keuangan, standar pemeriksaan dan

keyakinan pemeriksa untuk memberikan pendapat, kecuali

opini tidak dapat menyatakan pendapat, alasan opini

pengecualian/tidak menyatakan pendapat/tidak wajar

(termasuk kelemahan SPI dan/atau temuan kepatuhan yang

terkait secara material terhadap kewajaran penyajian Laporan

Keuangan jika ada,

• paragraf rujukan tentang penerbitan laporan atas kepatuhan

dan laporan atas pengendalian intern jika ada

• opini,

• tempat dan tanggal penanda‐tanganan laporan hasil

pemeriksaan,

• tanda tangan, nama penandatangan, dan nomor register

akuntan.

• Laporan Keuangan yang terdiri atas Neraca, Laba/Rugi, LRA,

Laporan Arus Kas serta Catatan atas Laporan Keuangan.

• Gambaran Umum Pemeriksaan yang memuat tentang: dasar

hukum pemeriksaan, tujuan pemeriksaan, sasaran

pemeriksaan, standar pemeriksaan, metode pemeriksaan,

waktu pemeriksaan, obyek pemeriksaan, batasan pemeriksaan.

� Jenis Opini‐> Opini terhadap kewajaran atas Laporan Keuangan yang

dapat diberikan adalah salah satu di antara empat opini sebagai

berikut:

• Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)‐> menyatakan

bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua

hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi.

• Wajar dengan pengecualian (qualified opinion)‐> menyatakan

bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua

hal yang material sesuai Standar Akuntansi, kecuali dampak

hal‐hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. Hal‐hal

yang dikecualikan dinyatakan dalam laporan hasil pemeriksaan

yang memuat opini tersebut.

• Tidak Wajar (adverse opinion)‐> menyatakan bahwa laporan

keuangan tidak disajikan secara wajar posisi keuangan sesuai

dengan Standar Akuntansi.

• Menolak Memberikan Pendapat atau Tidak Dapat Menyatakan

Pendapat (disclaimer opinion)‐> menyatakan bahwa laporan

keuangan tidak dapat diyakini wajar atau tidak dalam semua

hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi.

Dasar penetapan opini atas Laporan Keuangan dilakukan dengan

mempertimbangkan Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004,

opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran

informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang

didasarkan pada kriteria:

o kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan,

o kecukupan pengungkapan (adequate disclosure),

o kepatuhan perundang‐undangan, dan

o efektivitas sistem pengendalian intern.

� Di samping itu, di dalam penetapan opini pemeriksa, pemeriksa

mempertimbangkan SPKN, ketidaksesuaian dan ketidakcukupan

pengungkapan laporan keuangan dikaitkan dengan tingkat

materialitas yang telah ditetapkan, tanggapan pemerintah pusat atas

hasil pemeriksaan, dan surat representasi.

� Pelaporan Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang‐undangan

didasarkan pada standar pemeriksaan, pemeriksa dalam melakukan

pengujian kepatuhan terhadap peraturan perundangan‐undangan.

� Pelaporan Sistem Pengendalian Intern meliputi efektivitas sistem

pengendalian intern terkait laporan keuangan.

� Penandatangan Laporan Hasil Pemeriksaan‐> Pada dasarnya,

penanda tangan laporan hasil pemeriksaan adalah Badan, dengan

memperhatikan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Apabila

Badan Pemeriksa Keuangan menunjuk kantor akuntan publik untuk

melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan untuk dan atas

nama BPK maka penandatangan laporan hasil pemeriksaan adalah

rekan yang menjadi penanggung jawab pemeriksaan tersebut.

Penandatanganan laporan tersebut harus melalui kendali mutu

(quality control) secara berjenjang dari tingkat pemeriksa, ketua tim

pemeriksa dan pengendali teknis yang tertuang dalam kertas kerja

pemeriksaan serta memenuhi proses keyakinan mutu (quality

assurance).

b. Penyampaian Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan Kepada Pejabat

Entitas Yang Berwenang‐> Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)

yang telah disetujui penanggung jawab harus disampaikan kepada

pimpinan entitas sebelum batas akhir waktu penyampaian Laporan

keuangan yang telah diperiksa sesuai ketentuan yang berlaku bagi

entitas. Penyampaian konsep LHP tersebut harus mempertimbangkan

waktu bagi entitas untuk melakukan pemahaman dan pembahasan

bersama dengan BPK dan proses penyelesaian LHP secara keseluruhan

sebelum batas akhir waktu penyampaian Laporan keuangan yang telah

diperiksa sesuai ketentuan yang berlaku bagi entitas.

c. Pembahasan Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Pejabat

Entitas Yang Berwenan‐> Konsep LHP yang telah disetujui penanggung

jawab dibahas bersama dengan pimpinan entitas yang diperiksa.

Page 11: RESUME SPKN.pdf

Pembahasan konsep LHP dengan pejabat entitas yang diperiksa

diselenggarakan oleh penanggung jawab dan dilakukan untuk (a)

membicarakan kesimpulan hasil pemeriksaan secara keseluruhan, dan

(b) Kemungkinan tindak lanjut yang akan dilakukan.

d. Perolehan Surat Representasi‐> Sesuai SPAP SA Seksi 333 [PSA No.17]

Representasi Manajemen, pemeriksa harus memperoleh surat

representasi yang dilampiri dengan laporan keuangan yang akan

disampaikan menteri/pimpinan lembaga kepada DPR‐RI dari Kepala

Negara

e. Penyusunan Konsep Akhir dan Penyampaian Laporan Hasil

Pemeriksaan‐> Berdasarkan hasil pembahasan atas konsep LHP

tersebut, tim pemeriksa menyusun konsep akhir LHP. Konsep akhir

tersebut disupervisi oleh pengendali teknis dan ditandatangani oleh

penandatangan LHP.

NGARANG‐NGARANG

1. Jenis pemeriksaan BPK. Macam dan perbedaan!

ADA 3

2. Bagaimana hubungan SPKN dan The International Standards of

Supreme Audit Institutions (ISSAI)?

SPKN telah mempertimbangkan dalam referensinya Auditing

Standards, International Organization of Supreme Audit Institutions

15 (INTOSAI), Latest Ammendment 1995. SPKN sendiri diterbitkan

2007 sedang ISSAI framework baru disusun 2007 dan lengkap serta di

endorsed pertamakali tahun 2010. Kemungkinan belum 100% comply

terhadap ISSAI namun secara prinsip karena SPKN mengadopsi banyak

standar mungkin 11‐12 juga. Lengkapnya silakan disimak wkwkw :

Uraian SPKN ISSAI

Sumber Pernyataan

Standar Umum

pertama

Paragraf 3

ISSAI-100 paragraph

39

Pernyataa

n Standar

Pemeriksa

secara kolektif

harus memiliki

kecakapan

profesional

yang memadai

untuk

melaksanakan

tugas

pemeriksaan

Auditors should possess

or have access to the

necessary skills

Persyarat

an

Pendidika

n

Berkelanj

utan

Setiap 2 tahun

harus

menyelesaikan

paling tidak 80

jam pendidikan

yang secara

langsung

meningkatkan

kecakapan

profesional

pemeriksa

untuk

Tidak ditetapkan secara

spesifik

melaksanakan

pemeriksaan.

Sedikitnya 24

jam dari 80 jam

pendidikan

tersebut harus

dalam hal yang

berhubungan

langsung

dengan

pemeriksaan

keuangan

negara.

Sedikitnya 20

jam dari 80 jam

tersebut harus

diselesaikan

dalam 1 tahun

dari periode 2

tahun.

Tanggung

organisas

i

memastik

an

persyarat

an

pendidika

n

berkelanj

utan

jawab

dalam

Organisasi

harus

menyelenggara

kan

dokumentasi

tentang

pendidikan

yang sudah

diselesaikan

Tidak ditetapkan

Topik

pendidika

n

profesion

al

berkelanj

utan yang

disaranka

n

Perkembangan

mutakhir dalam

metodologi dan

standar

pemeriksaan,

prinsip

akuntansi,

penilaian atas

pengendalian

intern, prinsip

manajemen atau

supervisi,

pemeriksaaan

atas sistem

informasi,

sampling

pemeriksaan,

analisis laporan

keuangan,

manajemen

keuangan,

Tidak ditetapkan

Page 12: RESUME SPKN.pdf

statistik, disain

evaluasi, dan

analisis data.

Persyarat

an

Kemamp

uan/Keah

lian

Pemeriks

a

a. Pengetahuan

tentang Standar

Pemeriksaan

yang dapat

diterapkan

terhadap jenis

pemeriksaan

yang ditugaskan

serta memiliki

latar

belakangpendid

ikan, keahlian

dan pengalaman

untuk

menerapkan

pengetahuan

tersebut dalam

pemeriksaan

yang

dilaksanakan.

b. Pengetahuan

umum tentang

lingkungan

entitas,

program, dan

kegiatan yang

diperiksa

(obyek

pemeriksaan).

c. Keterampilan

berkomunikasi

secara jelas dan

efektif, baik

secara lisan

maupun tulisan.

d. Keterampilan

yang memadai

untuk

pemeriksaan

yang

dilaksanakan

Pemahaman dan

pengalaman atas jenis

pemeriksaan yang

dilaksanakan,

pengetahuan mengenai

standar dan peraturan

terkaitdengan

pemeriksaan,

pemahaman atas bidang

di mana entitas

terperiksa beroperasi,

dan kemampuan serta

pengalaman untuk

menetapkan sebuah

professional judgement

Standar Umum

Kedua

Standar Umum

Sumber PSP 01 Standar

Umum SPKN

Per BPK RI

‐ ISSAI 1 “Lima

Declaration of

Guidelines on Auditing

Nomor 01

Tahun 2007

Precepts”

‐ ISSAI 10 “Mexico

Declaration on SAI

Independence”

‐ ISSAI 100

“Fundamental

Principles Public Sector

Auditing”

Pernyataa

n Standar

“Dalam semua

hal yang

berkaitan

dengan

pekerjaan

pemeriksaan,

organisasi

pemeriksa dan

pemeriksa,

harus bebas

dalam sikap

mental dan

penampilan dari

gangguan

pribadi, ekstern,

dan organisasi

yang dapat

mempengaruhi

independensiny

a”.

Auditors should comply

with the relevant ethical

requirements and be

independent

Jenis

Independ

ensi

1. independensi

dalam sikap

mental

(independent in

fact)

2. independensi

dalam

penampilan

perilaku

(independent in

appearance)

1. Independenceof

Supreme Audit

Institutions

2. Independenceofthe

members and officials of

Supreme Audit

Institutions

3. Financial

independence of

Supreme Audit

Institutions

Jenis

gangguan

independ

ensi

1. GAngguan

pribadi

2. Gangguan

Ekstern

3. Gangguan

organisasi

Tidak dicantumkan

secara terpisah

Profesional

Judgement

Sumber Pernyataan

Standar Umum

ketiga Paragraf

27

ISSAI‐100 paragraph 37

Pernyataa

n Standar

Dalam

pelaksanaan

pemeriksaan

Auditors should

maintain appropriate

professional behaviour

Page 13: RESUME SPKN.pdf

serta

penyusunan

laporan

hasilpemeriksaa

n, pemeriksa

wajib

menggunakan

kemahiran

profesionalnya

secara cermat

dan seksama

by applying

professionalscepticism,

professional judgment

and due care

throughout the audit

Skeptism

e

Profesion

al

sikap yang

mencakup

pikiran yang

selalu

mempertanyaka

n dan

melakukan

evaluasi secara

kritis terhadap

bukti

pemeriksaan

Maintaining

professional distance

and an alert and

questioning attitude

when assessing the

sufficiency and

appropriateness of

evidence obtained

throughout

the audit

Due Care Tidak

disebutkan di

dalam SPKN

terkait

pengertian due

care secara

tersendiri,

tetapi

disebutkan

bahwa

kemahiran

profesional

secara cermat

dan seksama

digunakan

dalam:

menentukan

jenis

pemeriksaan

dan standar

yang akan

diterapkan

terhadap

pemeriksaan;

menentukan

lingkup

pemeriksaan,

memilih

metodologi

menentukan

jenis dan jumlah

bukti yang akan

means that the auditor

should plan and conduct

audits in a diligent

manner. Auditors

should avoid any

conduct that might

discredit their work

dikumpulkan

memilih

pengujian dan

prosedur

pelaksanaan

pemeriksaan

Penerapa

n Standar

Pemeriks

aan

Dalam keadaan

pemeriksa tidak

dapat mematuhi

Standar

Pemeriksaan

yang berlaku

maka harus

diungkapkan di

dalam laporan

hasil

pemeriksaan

Tidak diatur lebih lanjut

Tanggung

Jawab

pemeriks

a

Penerapan

kemahiran

profesionalnya

secara cermat

dan seksama,

tidak berarti

bahwa tanggung

jawab

pemeriksa tidak

terbatas, dan

tidak berarti

juga bahwa

pemeriksa tidak

melakukan

kekeliruan.

Tidak diatur lebih lanjut

Pengendalian

Mutu

Sumber Pernyataan

Standar Umum

pertama

Paragraf 34

ISSAI‐100 paragraph 38

Pernyataa

n Standar

Setiap

organisasi

pemeriksa yang

melaksanakan

pemeriksaan

berdasarkan

Standar

Pemeriksaan

harus memiliki

sistem

pengendalian

mutu yang

memadai, dan

sistem

Pengendalian

mutu tersebut

Auditors should

perform the audit in

accordance with

professional standards

on quality control

Page 14: RESUME SPKN.pdf

harus direviu

oleh pihak lain

yang kompeten

(pengendalian

mutu ekstern)

Reviu

terhadap

Sistem

Pengenda

lian Mutu

5 Tahun sekali Tidak ditetapkan

Syarat

pelaksana

an reviu

atas

Sistem

Pengenda

lian Mutu

Ada Tidak ditetapkan

Syarat

pemeriks

a yang

melakuka

n reviu

atas

Sistem

Pengenda

lian Mutu

Ada Tidak ditetapkan

Elemen

Sistem

Pengenda

lian Mutu

Ada Tidak ditetapkan

Thanx mrs Chrisna

3. Mekanisme Penentuan Opini??

Berdasarkan Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004, opini

merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran

informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang

didasarkan pada kriteria:

� kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan,

� kecukupan pengungkapan (adequate disclosure),

� kepatuhan perundang‐undangan, dan

� efektivitas sistem pengendalian intern. Selain itu,pemeriksa

mempertimbangkan SPKN, ketidaksesuaian dan ketidakcukupan

pengungkapan LKPP dan LKKL dikaitkan dengan tingkat materialitas

yang telah ditetapkan, tanggapan pemerintah pusat atas hasil

pemeriksaan, dan surat representasi.

4. Hubungan Opini WTP dengan Tipikor, apakah WTP mencerminkan

pengelolaan keuangan sudah bebas korupsi? Jika tidak lalu apa

gunanya WTP?

Ada dua pendapat ASLINYA..

1. Seharusnya Iya, karena kriteria pemberian opini oleh BPK

didasarkan pada 3 hal, yaitu kesesuaian dengan standar akuntansi

pemerintahan termasuk kesesuaian dengan SAP, kecukupan

dalam pengungkapan, efektifitas SPIP, dan ketaatan terhadap

peraturan perundang-undangan. Bahkan termasuk ketaatan

terhadap tindak lanjut yang dilakukan oleh instansi pemerintah

terhadap rekomendasi hasil pemeriksaan BPK. Jika pemeriksaan

BPK terhadap pelaksanaan anggaran pada suatu tahun anggaran

tidak menemukan hal‐hal yang material dan signifikan pada

keempat kriteria tersebut, maka seyogyanya opini WTP diberikan

dan harusnya hal itu dapat menjamin bahwa pengelolaan

keuangan yang diperiksanya pada tahun anggaran tersebut telah

bebas korupsi, bukan hanya bebas dari salah saji semata

.Konservatif supaya WTP tidak diobral sembarangan, selain

karena masyarakat awam belum faham WTP dijadikan stempel

bersih oleh para pimpinan.

2. Tidak Mesti, auditor BPK memiliki keterbatasan dalam hal sampel

pemeriksaan yang disebabkan jangka waktu pemeriksaan yang

terbatas. Oleh karena itu, meskipun opini WTP telah diberikan

kepada suatu instansi pemerintah, tidak menutup kemungkinan

masih ada kasus korupsi yang akan terkuak di belakang hari.

Dalam WTP, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan yang

diperiksa telah disajikan dengan standar akuntansi. Opini WTP

diberikan apabila terdapat keadaan berikut:

o Bukti audit yang dibutuhkan telah terkumpul secara

mencukupi dan auditor telah menjalankan tugasnya

sedemikian rupa, sehingga ia dapat memastikan bahwa ketiga

standar pelaksanaan kerja lapangan telah ditaati;

o Ketiga standar umum telah diikuti sepenuhnya dalam

perikatan kerja;

o Laporan keuangan yang diaudit disajikan sesuai dengan prinsip

akuntansi yang lazim yang berlaku di Indonesia yang

diterapkan pula secara konsisten pada laporan‐ laporan

sebelumnya. Demikian pula penjelasan yang mencukupi telah

disertakan pada catatan kaki dan bagian‐bagian lain dari

laporan keuangan;

o Tidak terdapat ketidakpastian yang cukup berarti (no material

uncertainties) mengenai perkembangan di masa mendatang

yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya atau dipecahkan

secara memuaskan.

Meskipun demikian adalah tanggung jawab bahwa WTP

diberikan manakala auditor berdasarkan hasil pengujian yakin

tidak ada salah saji material (salahsaji merupakan gejala dari

ketidakberesan pengelolaan keuangan) sehingga perlu benar‐

benar dipertimbangkan dalam perencanaan dan uji subtantif

untuk mendeteksi (fungsi audit L/K kan lebih kesini) salahsaji

ini sebagai pintu masuk ke Tipikor.

5. Jelaskan tahapan‐tahapan dalam pemeriksaan keuangan?

Page 15: RESUME SPKN.pdf

6. Dalam pemeriksaan ditemukan Fraud, namun dalam P2 tidak didesain

untuk mendeteksi fraud, apa yang harus dilakukan auditor?

Harusnya sih P2 sudah didesain untuk itu sesuai PSP Tambahan 03‐>

Merancang Pemeriksaan untuk Mendeteksi Terjadinya Penyimpangan

dari Ketentuan Peraturan Perundang‐undangan, Kecurangan (Fraud),

serta Ketidakpatutan (Abuse) Pemeriksa harus merancang

pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna

mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh ketidakpatuhan

terhadap ketentuan peraturan perundang‐undangan yang berpengaruh

langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan. Jika

ditengah jalan menemukan fraud ya tetap ditelusuri sesuai dengan

jangka waktu dan P2 (cukup waktu, biaya, metode) jika tidak mampu

bisa di state dalam LHP supaya menjadi atensi dan diajukan

pemeriksaan PDTT.

Versi lain

Apabila tim pemeriksa menemukan indikasi Tindak Pidana Korupsi

(TPK) dalam tahap pelaksanaan pemeriksaan, ketua tim segera

melaporkannya kepada pengendali teknis. Indikasi TPK tersebut

dilaporkan oleh pengendali teknis kepada penanggung jawab untuk

dilaporkan kepada Anggota terkait melalui Tortama dengan meminta

pertimbangan Ditama Binbangkum dan pejabat struktural terkait

dengan kelayakan untuk diproses hukum lebih lanjut. Tata cara

penyampaian indikasi TPK mengacu pada kesepakatan bersama BPK

dan Kejaksaan Agung RI serta kesepakatan bersama antara BPK dan

KPK.

7. Isi LHP BPK?

Di dalam penyusunan konsep laporan hasil pemeriksaan, hal‐hal berikut

menjadi perhatian ketua tim dan pengendali teknis yaitu: (1) Jenis

laporan hasil pemeriksaan, (2) Jenis opini, (3) Dasar penetapan opini,

(4) Pelaporan tentang kepatuhan terhadap peraturan

perundangundangan, (5) Pelaporan tentang sistem pengendalian intern,

dan (6) Penandatangan laporan hasil pemeriksaan.

VERSI LENGKAP

1) Opini Badan Pemeriksa Keuangan yang mengungkapkan kewajaran

atas Laporan Keuangan, berupa:

a. judul “Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan”,

b. dasar pemeriksaan,

c. tanggung jawab pemeriksa kecuali untuk opini tidak

dapatmenyatakan pendapat,

d. tanggung jawab penyusunan Laporan Keuangan,

e. standar pemeriksaan dan keyakinan pemeriksa untuk memberikan

pendapat, kecuali opini tidak dapat menyatakan pendapat,

f. alasan opini pengecualian/tidak menyatakan pendapat/tidak wajar

(termasuk kelemahan SPI dan/atau temuan kepatuhan yang terkait

secara material terhadap kewajaran penyajian Laporan Keuangan

jika ada,

g. paragraf rujukan tentang penerbitan laporan atas kepatuhan dan

laporan atas pengendalian intern jika ada,

h. Opini

i. tempat dan tanggal penanda‐tanganan laporan hasilpemeriksaan,

dan

j. tanda tangan, nama penandatangan, dan nomor register akuntan.

2) Laporan Keuangan terdiri atas Neraca, Laba/Rugi, LRA, Laporan Arus

Kas serta Catatan atas Laporan Keuangan.

3) Gambaran Umum Pemeriksaan yang memuat tentang: (1) dasar hukum

pemeriksaan, (2) tujuan pemeriksaan, (3) sasaran pemeriksaan, (4)

standar pemeriksaan, (5) metode pemeriksaan, (6) waktu

pemeriksaan, (7) obyek pemeriksaan dan (8) batasan pemeriksaan.