RESUME BUKU - Al-Qur'an Tentang Aqal & Ilmu Pengetahuan
-
Upload
eka-l-koncara -
Category
Documents
-
view
4.249 -
download
18
description
Transcript of RESUME BUKU - Al-Qur'an Tentang Aqal & Ilmu Pengetahuan
AL-QUR’AN Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan Disusun oleh: Eka Lusiandani Koncara/0101.0701.851 Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbiyah
Semester 6 Pendidikan Agama Islam STAI Dr. KHEZ Muttaqien – Purwakarta
2008
AL-QUR’AN
Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan
Penulis : Dr. Yusuf Qardhawi Penerbit : Gema Insani Tempat Terbit : Jakarta Tahun Terbit : 1998 Tebal : 6 Bab / 329 halaman
Buku ini merupakan terjemahan dari buku
“Al-Aqlu’ wal ‘Ilmu fil-Qur’anil-Karim” yang diterbitkan oleh Maktabah Wahbah – Kairo
pada tahun 1996
ISI BUKU BAB I KEDUDUKAN AKAL DAN OLAH FIKIR DALAM AL-QUR’AN
A. Al-Qur’an Memuji Kaum Ulul Albab dan Cendikiawan B. Ajakan Bertafakur C. Ajakan Bertadzakur D. Kesaksian Para Pemikir Barat yang Jujur
BAB II KEUTAMAAN ILMU DAN KEDUDUKAN ULAMA DALAM AL-QUR’AN A. Ilmu dan Iman B. Ilmu adalah Jalan Menuju Keyakinan C. Ilmu adalah Syarat Utama dalam Kepemimpinan D. Celaan Atas Perkara yang Dikerjakan Tanpa Ilmu E. Ilmu yang Tercela menurut Al-Qur’an
BAB III ILMU, FIQH, DAN HIKMAH MENURUT AL-QUR’AN A. Ilmu menurut Ulama Salaf B. Perkara Pertama yang Mesti Diketahui C. Ilmu yang Tidak Boleh Dipelajari D. Kunci-Kunci Keghaiban Hanya Diketahui oleh Allah E. Fiqh menurut Al-Qur’an F. Hikmah menurut Al-Qur’an
BAB IV BELAJAR DAN MENGAJAR DALAM AL-QUR’AN A. Rihlah Menuntut Ilmu B. Kepada Siapa Kita Belajar? C. Sarana Mencari Ilmu D. Mengajar Setelah Belajar
BAB V PEMBENTUKAN AKAL ILMIAH DALAM AL-QUR’AN A. Al-Qur’an Menamakan Hujah Sebagai Kekuatan B. Syirik adalah Bentuk Kebodohan C. Dalil atau Burhan Al-Qur’an D. Rumusan Dalil Al-Qur’an atas Permasalahan Akidah
BAB VI MUKJIZAT ILMIAH DALAM AL-QUR’AN A. Tuntutan Kaum Musyri akan Mukjizat dan Jawaban Al-Qur’an
terhadap Mereka B. Al-Qur’an sebagai Mukjizat Terbesar C. Mukjizat Ilmiah dalam Al-Qur’an D. Beberapa Ketentuan dan Peringatan E. Yang Dituntut dari Pakar Sains Muslim
AL-QUR’AN Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan 1
BAB I
KEDUDUKAN AKAL DAN OLAH PIKIR DALAM AL-QUR’AN
“Dan sesungguhnya Kami tinggalkan daripadanya satu tanda yang nyata bagi
orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Ankabut 29 : 35)
Materi akal dalam Al-Qur’an terulang sebanyak 49 kali, dalam bentuk kata
kerja ta’qilun sebanyak 24 kali, ya’qilun 22 kali, serta ‘aqala, na’qilu, dan ya’qilu
masing-masing 1 kali. Yang paling mencolok adalah penggunaan istifham inkari
(afala ta’qilun; tidakkah kamu berfikir?) yang terulang sebanyak 13 kali dala Al-
Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa manusia diciptakan untuk berfikir dan
menggunakan akalnya, baik untuk mentafakuri ayat-ayat qauliyah ataupun ayat-
ayat qauniyah. Pada kesempatan lain, akal juga disebutkan dengan istilah hijr
yang berarti ‘pencegah’. Al-Qu’an juga menyebut akal dengan term fu’ad (kalbu)
atau qalb (hati), begitu juga sam’ (pendengaran) dan abshar (penglihatan),
karena tanpa adanya komponen-komponen tersebut, akal tidak akan mampu
untuk melakukan proses berfikir.
Al-Qur’an memberi penghargaan terhadap ulul-albab (orang-orang yang
berakal) dan kaum cendikiawan. Term ulul-albab terulang dalam Al-Qur’an
sebanyak 16 kali. Imam al-Biqa’i berkata, “Albab adalah akal yang memberi
manfaat kepada pemiliknya dengan memilah sisi substansial dari kulitnya.” Al-
Harali menambahkan, “Ia adalah sisi terdalam akal yang berfungsi untuk
menangkap perintah Allah dalam hal-hal yang dapat diindera, mereka adalah
orang-orang yang menyaksikan Rabb mereka melalui ayat-ayat-Nya.” 13 kali
penyebutan term ulul-albab dalam Al-Qur’an menunjukkan dengan jelas akan
rasionalitas Al-Qur’an dan risalahnya. Apalagi jika dimasukkan term lainnya yang
menunjukkan pengertian cendikiawan, seperti ulin-nuha. Nuha adalah bentuk
plural dari nuhyah, yaitu salah satu nama akal.
Di antara term Al-Qur’an yang mempunyai hubungan erat dengan akal
adalah fikr (fikir). Raghib al-Ashfahani dalam kitabnya Mufradatul-Fazhil-Qur’an
manulis, “Pemikiran adalah suatu kekuatan yang berusaha mencapai suatu ilmu
AL-QUR’AN Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan 2
pengetahuan. Dan tafakur adalah cara bekerjanya kekuatan itu dengan
bimbingan akal. Dengan kelebihan itulah manusia berbeda dengan hewan. Dan
objek pemikiran itu adalah sesuatu yang dapat digambarkan dalam hati.” Allah
memberi kebebasan, bahkan memberi kewajiban, kepada umat manusia untuk
berfikir tentang segala ciptaan-Nya, yang ada di langit maupun di bumi, yang
bersifat materi ataupun immateri. Tetapi Allah dengan tegas melarang manusia
untuk berfikir tentang zat Allah, mengingat berfikir tentang hal ini adalah di luar
jangkauan akal manusia. Allah juga melarang manusia untuk tidak menggunakan
fikiran mereka dan membuatnya beku.
Ustadz Abbas Mahmud al-Aqqad pernah menulis sebuah buku berjudul
at-Tafkir Faridhah Islamiyah ‘Berfikir adalah Wajib dalam Islam’. Judul tersebut
amat tepat, karena Allah di samping memerintahkan kita untuk melakukan
ibadah mahdhah, Ia juga memerintahkan kita untuk berfikir. Tafakur akan
mengantarkan orang kepada suatu derajat keimanan yang tidak bisa dihasilkan
oleh sekedar amal biasa. Imam al-Ghazali menjelaskan tentang objek pemikiran
yang terbagi atas: 1) objek yang tidak/belum diketahui wujudnya, dan 2) objek
yang diketahui asal dan jumlahnya, namun tidak diketahui secara rinci.
Selain bertafakur, Al-Qur’an juga mengajak manusia untuk bertadzakur.
Tadzakur (mengingat) adalah salah satu tugas akal yang paling tinggi. Dan,
dzakirah (ingatan) adalah tempat penyimpanan pengetahuan dan informasi yang
diperoleh manusia untuk dipergunakannya pada saat dibutuhkan. Hal-hal yang
perlu ditadzakuri adalah setiap hal yang ditafakuri, maka keduanya tidak dapat
dilepaskan antara satu dengan lainnya. Allah menetapkan tiga sebab tercapainya
tadzakur, yaitu: 1)mendengarkan, 2)hati yang khusyuk memperhatikan, dan
3)memahami isi pesan. Hakikat dari tadzakur adalah mengingat kembali apa yang
pernah ia ketahui.
Semakin jelaslah bagi kita, bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang penuh
dengan rasionalitas yang mengajak manusia untuk menggunakan akalnya dalam
berfikir serta senantiasa bertadzakur. Banyak kaum non-muslim yang mengakui
rasionalisme Al-Qur’an dan Islam. Seperti Jack Pirk, seorang sosiolog Perancis,
AL-QUR’AN Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan 3
yang menemukan rasionalisme yang sangat jelas dalam Al-Qur’an setelah 20
tahun lebih ia menterjemahkan Al-Qur’an. Rodinson, seorang Yahudi-Marxis asal
perancis, juga menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang
mengandung rasionalisme yang sangat besar, dimana Allah senantiasa
menyampaikan segala sesuatu dalam Al-Qur’an dengan disertai bukti-bukti yang
kuat yang dapat diterima oleh akal, bagi orang-orang yang berfikir. Rodinson
menambahkan bahwa rasionalisme Al-Qur’an tampak kokoh seperti cadas, tidak
dapat diruntuhkan oleh apapun juga.
AL-QUR’AN Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan 4
BAB II
KEUTAMAAN ILMU DAN KEDUDUKAN ULAMA DALAM AL-QUR’AN
“Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu,
meyakini bahwasanya Al Qur'an itulah yang hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya,
dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.”
(QS. Al-Hajj 22 : 54)
Materi ‘ilm terdapat dalam Al-Qur’an dengan semua kata jadiannya,
sebagai kata benda, kata kerja, atau kata keterangan, beberapa ratus kali.
Redaksi ta’lamun terulang sebanyak 56 kali, fasata’lamun 3 kali, ta’lamu 9 kali,
ya’lamun 85 kali, ya’lamu 7 kali, ‘allama 47 kali, ‘alim 140 kali, dan kata ‘ilm
sebanyak 80 kali. Semua pengulangan itu menunjukkan dengan pasti akan
keutamaan ilmu pengetahuan dalam pandangan Al-Qur’an.
Imam Raghib al-Ashfahani dalam kitabnya Mufradat Al-Qur’an
mengatakan bahwa ‘Ilmu’ adalah mengetahui sesuatu sesuai dengan hakikatnya.
Ia menyatakan bahwa ilmu terbagi atas: 1)mengetahui inti sesuatu (tashawwur),
dan 2)menghukum adanya sesuatu pada sesuatu yang ada, atau menafikan
sesuatu yang tidak ada (tashdiq). Ia juga membagi ilmu dari sisi lain, yaitu ilmu
teoritis dan ilmu aplikatif. Dari sudut pandang lain, ia juga membagi ilmu menjadi
ilmu rasional dan ilmu doktrinal.
Perlu diingat bahwa ayat Al-Qur’an yang pertama kali diturunkan kepada
Rasulullah SAW menunjuk pada keutamaan ilmu pengetahuan, yaitu perintah
membaca, dan membaca adalah kunci ilmu pengetahuan. Allah mengajarkan
hamba-Nya dengan kebijaksanaan-Nya, melalui tulisan, lafal, dan makna. Ilmu
adalah salah satu tanda yang paling jelas dan agung yang menunjukkan manusia
menuju Allah SWT.
Allah membedakan orang berilmu dengan orang bodoh seperti orsng
ysng melihst dengan orang buta, seperti orang hidup dan orang mati. Ibnu
Mas’ud mengatakan, “Cukup dengan takut kepada Allah sebagai ilmu, dan
AL-QUR’AN Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan 5
keberanian menentang Allah sebagai kebodohan.” Kemuliaan para ahli ilmu
pengetahuan Allah tunjukkan pada QS. Ali Imran ayat 18,
“Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para
malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang
demikian itu).” (QS. Ali Imran : 18)
Hal ini menunjukkan kemulian ahli ilmu pengetahuan dari beberapa segi,
antara lain:
1. Allah meminta mereka bersaksi, tidak kepada yang lain.
2. Allah menggandengkan syahadat mereka dengan syahadat-Nya.
3. Allah menggandengkan syahadat mereka dengan syahadat para malaikat.
4. Secara implisit, bunyi ayat tersebut menunjukkan pujian Allah terhadap
orang berilmu, karena ia hanya meminta syahadat dari orang-orang yang
bersih.
5. Allah menyifati mereka sebagai ‘ahli’ ilmu, yang berarti mereka adalah
pemilik ilmu pengetahuan, bukan peminjam.
6. Allah bersaksi dengan diri-Nya sendiri, kemudian para malaikat dan ahli
ilmu. Ini merupakan kehormatan yang sangat besar bagi para ahli ilmu.
7. Allah meminta kesaksian terhadap sesuatu yang amat agung. Yang Maha
Agung hanya akan meminta persaksian terhadap sesuatu yang besar
hanya kepada makhluk-makhluk terkemuka.
8. Allah menjadikan kesaksian mereka sebagai hujjah bagi orang-orang yang
mungkir. Kesaksian mereka setara dengan dalil yang menunjukkan akan
keesaan-Nya.
9. Allah hanya menisbatkan persaksian tersebut kepada-Nya, kepada
malaikat, dan kepada para ahli ilmu. Ini menunjukkan kuatnya persaksian
mereka dengan persaksian-Nya.
10. Allah menjadikan mereka menunaikan hak-Nya atas mereka dengan
persaksian ini. Jika mereka telah melaksanakannya, maka mereka telah
menunaikan hak Allah.
AL-QUR’AN Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan 6
Semua nabi dan rasul yang diutus Allah, mulai dari Nabi Adam AS hingga
Nabi Muhammad SAW, dibekali ilmu pengetahuan oleh Allah SWT dan
menjadikan mereka para ahli ilmu. Al-Qur’an memuji ahli ilmu dengan sebutan
alladziina utul-‘ilma, dan Allah menisbatkan kepada mereka keutamaan
pemikiran, keimanan, serta akhlak. Al-Qur’an menyatakan ilmu sebagai
kehidupan dan cahaya bagi umat manusia dan semesta alam.
Beberapa perkara yang dicela oleh Al-Qur’an yang dikerjakan tanpa ilmu:
1. Debat tanpa ilmu
2. Membuka rahasia orang lain tanpa ilmu
3. Dakwaan Jabariyah tanpa ilmu
4. Menghalalkan dan mengharamkan tanpa ilmu
5. Menyesatkan dari jalan Allah karena tidak berilmu
Beberapa bentuk kebodohan menurut Al-Qur’an:
1. Bermain-main dalam situasi serius
2. Mengutamakan emosi ketimbang akal
3. Kejumudan atas pikiran-pikiran sesat dan perilaku menyimpang
4. Maksiat kepada Allah
5. Tidak berusaha untuk lebih cerdas (menuntut ilmu)
Ilmu yang tercela menurut Al-Qur’an, antara lain:
1. Ilmu yang memudharatkan dan tidak bermanfaat (sihir)
2. Ilmu perbintangan/Ramalan bintang (nujum)
3. Ilmu yang disembunyikan oleh pemiliknya
4. Ilmu yang tidak diamalkan oleh pemiliknya
5. Ilmu materialisme yang bertentangan dengan ilmu kenabian
6. Ilmu keduniaan yang melalaikan akhirat
7. Ilmu yang di-sombong-kan
8. Ilmu yang menimbulkan perselisihan
AL-QUR’AN Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan 7
BAB III
ILMU, FIQH, DAN HIKMAH MENURUT AL-QUR’AN
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia;
dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.”
(QS. Al-Ankabut 29 : 43)
Ilmu menurut ulama salaf mencakup ilmu syara’, ilmu akal, dan ilmu
bahasa. Imam Abu Umar bin Abdul Birr r.a. dalam kitabnya Jami’u Bayanil Ilmi
berkata: “dalam makna ini ilmu adalah sesuatu yang dianggap yakin dan jelas,
karena itu, orang yang tidak meyakini sesuatu dan berpendapat secara taklid
berarti ia tidak berilmu.”
Menurut proses mendapatkannya, ilmu terbagi atas ilmu dharuri dan
ilmu muktasab. Ilmu dharuri adalah ilmu yang didapat melalui akal dan perasaan,
tanpa adanya proses pemikiran dan perenungan, sedangkan ilmu muktasab
adalah ilmu yang didapat dengan adanya proses penelitian dan pembuktian
terlebih dahulu.
Sementara itu, menurut semua agama, ilmu terbagi atas ilmu rendah,
ilmu tinggi, dan ilmu pertengahan. Ilmu rendah adalah menggunakan anggota
tubuh dalam pekerjaan dan ketaatan. Ilmu tinggi adalah ilmu agama yang tidak
boleh seseorang membicarakannya kecuali apa yang diturunkan Allah dalam
kitab-kitab-Nya. Ilmu pertengahan adalah mengetahui ilmu-ilmu dunia melalui
berbagai pembuktian dan pembandingan.
Beberapa perkara yang harus diketahui pertama kali oleh manusia
sebelum ilmu yang lainnya:
1. Ilmu tentang Allah dan sifat-Nya
2. Ilmu tentang nilai kehidupan dunia
3. Ilmu tentang risalah rasul
4. Ilmu aqidah dan ilmu hukum
AL-QUR’AN Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan 8
Beberapa macam ilmu yang tidak boleh dipelajari:
1. Ilmu tentang hal yang ghaib, karena perkara ghaib adalah haq Allah
semata. Ilmu tentang yang ghaib meliputi: ilmu tentang hari kiamat,
ilmu tentang turunnya hujan, ilmu tentang nasib janin dalam
kandungan, ilmu tentang kejadian di masa depan, ilmu tentang waktu
dan tempat kematian yang akan menjemput, ilmu tentang masa pra-
sejarah, dan ilmu tentang hakikat ruh.
2. Ilmu tentang hakikat dzat tuhan, karena akal manusia tidak akan
mampu mencapainya walau bagaimanapun caranya.
Selain memotivasi manusia untuk memiliki ilmu, Al-Qur’an juga
memotivasi manusia untuk memiliki pemahaman (fiqh). Fiqh menurut Al-Qur’an
adalah pemahaman terhadap ayat-ayat kekuasaan Allah di langit dan di jiwa, dan
merenungi sunnatullah di alam raya dan masyarakat berdasarkan bukti-bukti
sejarah dan petunjuk realita serta mengetahui rahasia penciptaan dan tujuan
syari’at-Nya.
Ilmu dan Fiqh adalah dua hal berbeda yang saling terkait. Salah satunya
tidak akan ada tanpa ada yang lainnya. Ilmu berjalan dengan akal, sedangkan fiqh
berjalan dengan hati. Maka, pantas saja bila Al-Qur’an mengklaim bahwa orang
kafir dan munafik tidak memiliki fiqh, karena mereka tidak menggunakan hatinya
untuk memahami ayat-ayat Allah.
Di antara istilah dalam Al-Qur’an yang berhubungan dengan objek ilmu
dan akal adalah hikmah. Ar-Raghib Al-Asfahani mengatakan bahwa hikmah
adalah mencapai kebenaran dengan ilmu dan akal. Maka hikmah dari Allah
adalah mengetahui dan mendapatkan sesuatu seakurat mungkin, dan hikmah
dari manusia adalah mengetahui yang ada dan mengerjakan kebaikan. Imam Al-
Fakhrur Razi dalam tafsir Al-Kabirnya mengatakan bahwa hikmah adalah
mencapai kebenaran dalam ucapan dan perbuatan serta meletakkan segala
sesuatu pada tempatnya. Sedangkan Al-Qaffal mengatakan bahwa hikmah
adalah usaha menyerupai Tuhan sekemampuan manusia.
AL-QUR’AN Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan 9
Allah memerintahkan manusia untuk berdakwh di jalan-Nya dengan
hikmah dan nasihat yang baik. Hikmah yang paling jelas dalam mendialogi akal
manusia adalah untuk meyakinkan dan mencerahkan. Nasihat dalam mendialogi
akal adalah untuk mempengaruhi dan menggerakkan. Para nabi dan rasul
menyeru kepada Allah dengan hikmah dan nasihat yang baik, bukan dengan
kebodohan dan kata-kata yang kasar.
AL-QUR’AN Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan 10
BAB IV
BELAJAR DAN MENGAJAR DALAM AL-QUR’AN
“Bacalah, dengan Nama Tuhanmu Yang Menciptakan.
Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu-lah Yang Maha Pemurah.
Yang mengajar dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
(QS. Al-Alaq 96 : 1-5)
Membaca adalah sarana untuk belajar dan kunci ilmu pengetahuan, baik
secara etimologis berupa membaca huruf-huruf yang tertulis dalam buku-buku,
maupun terminologis, yaitu membaca ayat-ayat kauniyah. Al-Qur’an mengajak
umat manusia untuk mencari imu pengetahuan, dengan berbagi metode, salah
satunya adalah meode balajar langsung, yaitu mendatangi guru serta langsung
melakukan proses belajar bersamanya, sehingga ilmu yang didapat tidak samar.
Beberapa adab terpenting yang diajarkan Al-Qur’an dalam belajar antara
lain ialah berdo’a untuk menambah ilmu dan bertanya dengan pertanyaan dan
cara yang baik. Dengan senantiasa berdo’a untuk menambah ilmu, diharapkan
manusia selalu merasa bahwa ilmu yang dimilikinya belum seberapa, betapapun
cerdasnya ia, sehingga selalu diikuti dengan usaha untuk menambah ilmu
sepanjang hayatnya. Adapun pertanyaan yang baik seperti yang diajarkan oleh
Al-Qur’an ialah selalu mengajukan pertanyaan kepada ahlinya serta dengan cara
yang baik, yaitu tidak mempersulit diri dengan pertanyaannya itu, seperti yang
dilakukan oleh Bani Israil ketika Allah menyuruh mereka untuk menyembelih
seekor sapi betina (QS. Al-Baqarah : 67-71).
Al-Qur’an juga menghimbau agar manusia siap menempuh jarak sejauh
apapun untu mencari ilmu, apalagi jika sumber ilmu tersebut tidak terdapat di
tempat sekitar kita. Siapapun ahlinya, apabila ia berilmu, wajib kita datangi untuk
dipelajari ilmunya, tanpa peduli usia dan derajatnya. Sebagaimana yang
dilakukan Nabi Musa a.s. ketika ia mendatangi Nabi Khidir a.s. untuk menuntut
ilmu darinya (QS. Al-Kahfi : 71-82).
AL-QUR’AN Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan 11
Adapun adab murid terhadap guru, seperti yang dicontohkan oleh Nabi
Musa a.s., antara lain sebagai berikut:
1. Menjadikan dirinya sebagai pengikut gurunya.
2. Minta izin untuk mengikuti gurunya.
3. Mengakui kebodohan dirinya.
4. Menunjukkan kerendahan hati dengan hanya meminta sebagian dari
llmunya yang berasal dari Allah.
5. Mengakui bahwa hanya Allah yang memberikan ilmu.
6. Senantiasa meminta petunjuk gurunya.
7. Meminta gurunya untuk memperlakukan dirinya sebagaimana
seorang hamba yang senantiasa diberi nikmat ilmu pengetahuan.
8. Menyerahkan diri sepenuhnya kepada gurunya, tanpa membantah
sedikit pun.
9. Bersikap tawadhu dan tidak pernah menyombongkan diri dengan apa
yang dimiliki.
Adapun tiga unsur pokok yang harus dimiliki seorang pencari ilmu ialah:
1. As-sam’u (pendengaran),
2. Al-bashar (penglihatan), dan
3. Al-fu’ad (hati).
AL-QUR’AN Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan 12
BAB V
PEMBENTUKAN AKAL ILMIAH DALAM AL-QUR’AN
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang mereka kerjakan.” (QS. Yunus 10 : 36)
Fungsi Al-Qur’an yang paling berharga dalam wacana keilmuan kita
adalah pembentukan akal ilmiah. Ada bentuk akal yang bisa kita namakan
sebagai akal orang awam atau akal yang dipengaruhi khurafat. Akal seperti ini
membenarkan segala sesuatu yang diajukan kepadanya tanpa menelitinya
terlebih dahulu. Ada juga akal yang dibangun secara islami oleh Al-Qur’an, yaitu
akal ilmiah yang bebas dan objektif.
Sifat pertama yang dimiliki oleh akal ilmiah adalah menjauhkan prasangka
dan keragu-raguan di setiap perkara yang sudah jelas diyakini kebenarannya,
seperti adanya Tuhan, alam semesta, dan segala ciptaan-Nya. Akal ilmiah bukan
hanya bersebrangan dengan zhan (prasangka), tapi lebih dari itu ia juga menolak
sesuatu yang didorong oleh hawa nafsu, karena dengan hawa nafsu seseorang
menjadi buta dan tuli.
Akal ilmiah adalah bentuk pemikiran yang menolak kejumudan dan
stagnasi budaya warisan. Dengan kata lain, akal ilmiah tidak mengenal budaya
taklid atas apa yang telah dipercayai dan dilakukan oleh nenek moyang tanpa
seleksi. Akal ilmiah melarang kejumudan yang berpengaruh kepada mentalitas
kita sehingga tunduk terhadap para pembesar atau penguasa. Al-Qur’an sangat
mengecam kepatuhan buta, yang akhirnya membawa umat dalam kesesatan.
Al-Qur’an juga membangun akal ilmiah di atas nazhar dan atau tafakur,
yang mewajibkan manusia untuk menggunakan akalnya untuk berpikir dan
mengamati. Salah satu tanda akal ilmiah dalam Al-Qur’an ialah tidak menerima
ajakan atau dakwah yang tidak memiliki dalil ilmiah, yakni yang dapat
dipersaksikan kebenarannya. Tanda akal ilmiah lainnya ialah senantiasa
AL-QUR’AN Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan 13
memperhatikan sunnatullah atau hukum alam yang berlaku di setiap tatanan,
baik alam raya ini maupun tatanan masyarakat.
Hujjah dengan akal ilmiah ialah kekuatan yang dapat menguasai segala
hal. Adapun beberapa macam dalil atau burhan yang dapat dijadikan sandaran
dalam hujjah antara lain:
1. Dalil Hissi (perasaan), yaitu burhan yang menunjukkan secara
perasaan, seperti persaksian terhadap sesuatu.
2. Burhan Sam’i (pendengaran), yaitu dalil yang dapat kita dengar
melalui wahyu ilahi, yang dikuatkan dengan akal dan pembahasan
atas perintah dan larangan Allah SWT.
3. Burhan Tarikhi (sejarah), yaitu burhan yang diriwayatkan lewat perawi
yang tsiqah (terpercaya) tentang kejadian atau peninggalan umat
manusia pada masa lampau.
4. Burhan Nazhari (akal).
AL-QUR’AN Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan 14
BAB VI
MUKJIZAT ILMIAH DALAM AL-QUR’AN
“Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an ini,
niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.”
(QS. Al-Isra’ 17 : 88)
Di antara keistimewaan Al-Qur’an bahwa ia merupakan kitab yang
bersifat i’jaz (melemahkan dan meyakinkan para penentangnya). Allah
menjadikannya sebagai tanda kekuasaan terbesar dan mu’jizat teragung bagi
pamungkas rasu-rasul-Nya, Muhammad SAW.
Seringkali kaum musyrikin menuntut dan mendesak agar diturunkan
tanda-tanda kekuasaan Allah yang luar biasa (mu’jizat). Al-Qur’an menjawab
mereka bahwa sebenarnya di hadapan mereka ada mu’jizat yang sangat jelas
dan paling bisa mencukupi dibanding mu’jizat lainnya, yaitu Al-Qur’an.
Sifat kemu’jizatan Al-Quran merupakan objek kajian yang sangat luas.
Bentuk-bentuknya sangat beragam, di antaranya i’jaz bayani wa adabi (i’jaz
secara bahasa dan sastra). Ada pula bentuk i’jaz lain berupa syari’at, arahan, dan
ajaran yang menyatukan antara idealisme dengan realita. Bentuk lainnya adalah
mu’jizat ilmiah yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Kemudian muncul pertanyaan, apa yang seharusnya dilakukan oleh
seorang ilmuwan muslim yang beriman menanggapi keilmiahan Al-Qur’an.
Prof. Dr. Abdul Hafiz Hilmi menjelaskan bahwa para ilmuwan mukmin antara lain
dituntut untuk:
1. Merenungkan, memikirkan, dan mendalami ayat-ayat kauniyah.
2. Mencerahkan orang lain lewat ilmu dan kajian mereka.
3. Menghindari pengaruh imajinasi dan hawa nafsu dalam pemikirannya.