Resume Bph
-
Upload
novia-juwita-putri -
Category
Documents
-
view
201 -
download
2
Transcript of Resume Bph
ANATOMI DAN FISIOLOGI PROSTAT
A. ANATOMI PROSTAT
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti piramid
terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars
prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli.
Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan
panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi
uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus
ejakulatorius.
Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini
bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam
stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen
dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan
kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan
sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan
keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat
berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai
kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma
mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya
satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan
kecil.
Batas-batas prostat
Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot
polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.
Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis.
Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.
Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,
dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum
retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan
permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini
terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi vascia pelvis.
Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan
anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia
Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung
bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah
menuju corpus perinealis.
Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levatorani
waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis.
Ductus ejaculatorius menembus bagisan atas permukaan prostat untuk bermuara
pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus.
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :
1. Lobus medius
2. Lobus lateralis (2 lobus)
3. Lobus anterior
4. Lobus posterior
Telah ditemukan lima daerah/ zona tertentu yang berbeda secara histologi maupun
biologi, yaitu:
1. Zona Anterior atau Ventral
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular.
Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
2. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat. Zona
ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak
3. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi
25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.
4. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat
melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic
hyperpiasia (BPH).
5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar
sepanjang segmen uretra proksimal.
Aliran darah prostat merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri
vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam
kapsula dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam
lamina propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus
sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh
limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah dam
mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka interna dan
nodus sakralis.
Persarafan prostat berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk
pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan terutama dari serabut saraf tidak
bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion otonom yang terletak di kapsula
dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis, tampak mempersarafi sel-
sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding pembuluh darah.
B. FISIOLOGI PROSTAT
Fungsi Prostat adalah menambah cairan alkalis pada cairan seminalis yang
berguna untuk menlindungi spermatozoa terhadap sifat asam yang terapat pada uretra dan
vagina. Di bawah kelenjar ini terdapat Kelenjar Bulbo Uretralis yang memilki panjang 2-
5 cm. fungsi hampir sama dengan kelenjar prostat.
Kelenjar ini menghasilkan sekresi yang penyalurannya dari testis secara kimiawi
dan fisiologis sesuai kebutuhan spermatozoa. Sewaktu perangsangan seksual, prostat
mengeluarkan cairan encer seperti susu yang mengandung berbagai enzim dan ion ke
dalam duktus ejakulatorius. Cairan ini menambah volume cairan vesikula seminalis dan
sperma. Cairan prostat bersifal basa (alkalis). Sewaktu mengendap di cairan vagina
wanita, bersama dengan ejakulat yang lain, cairan ini dibutuhkan karena motilitas sperma
akan berkurang dalam lingkungan dengan pH rendah.
BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)
A. DEFINISI
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria
lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan
pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong,
Wim de, 1998).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan.
Price&Wilson (2005)
B. ETIOLOGI
Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab
prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses
penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi
prostat adalah :
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada
usia lanjut
2. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu pertumbuhan
stroma kelenjar prostat
3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
4. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem
sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat
menjadi berlebihan.
Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat
mengalami hiperplasia, yaitu :
1. Teori DHT (dihidrotestosteron)
Teori ini menyebutkan bahwa testosteron dengan bantuan enzim 5-a reduktase
dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat.
2. Teori Keseimbangan Estrogen-Tertosteron
Testoteron sebagaian besar dihasilkan oleh kedua testis, sehingga timbulnya
pembesaran prostat memerlukan adanya testis normal (Huggins 1947, Moore
1947). Testoteron dihasilkan oleh sel leydig atas pengauh hormon Luteinizing
hormon (LH), yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisis ini
menghasilkan hormon LH atas rangsangan Luteinising Hormon Releasing
Hormon (LHRH).
Disamping testis kelenjar anak ginjal juga menghasilkan testoteron atas
pengaruh ACTH yang juga dihasilkan oleh hipofisis. Jumlah testoteron yang
dihasilkan oleh testis kira – kira 90% dari seluruh produksi testoteron, sedang
yang 10 % dihasilkan kelenjar adrenal. Sebagaian besar testoteron dalam tubuh
dalam keadaan terikat dengan protein dalam bentuk Serum Binding Hormon
(SBH).
Dengan bertambahnya usia akan terjadi peubahan imbangan estrerogen dan
testoteron , hal ini disebabkan oleh bekurangnya produksi testoteron dan juga
terjadi konvesi testoteron menjadi menjadi estrogen pada jaringan adipose di
daerah perifer dengan pertolongan enzim aromatase. Estrogen inilah yang
menyebabkan terjadinya hiperplasi stroma, sehingga timbul dugaan bahwa
testoteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi tetapi kemudian
estrogenlah yang berperan dalam perkembangan stroma. Kemungkinan lain
adalah perubahan konsetrasi relatif testoteron dan estrogen akan menyebabkan
produksi dan pontensiasi faktor pertumbuhan yang lain yang dapat
menyebabkan pembesaran prostat. Berdasarkan otopsi diluar negeri perubahan
mikroskopik pada prostat sudah dapat diidentifikasi pada pria usia 30 – 40
tahun. Perubahan mikroskopik ini bila terus berkembang akan berkembang
menjadi patologik anatomik, yang pada pria usia 50 tahun pada otopsi ternyata
angka kejadiannya sekitar 50% dan pada usia 80 tahun angka tersebut mencapai
sekitar 80%. Sekitar angka 50 % dari angka tersebut diatas akan berkembang
menjadi penderita pembesaran prostat manifes.
3. Teori Reawakening (Teori Kebangkitan Kembali)
Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan
epitel. Menurut Mc Neal, seperti pada embrio, lesi primer BPH adalah
penonjolan kelenjar yang kemudian bercabang menghasilkan kelenjar-kelenjar
baru di sekitar prostat. Ia menyimpulkan bahwa hal ini merupakan reawakening
dari induksi stroma yang terjadi pada usia dewasa.
Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang
letaknya sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi veromontatum
di zona periurethral.Teori stem cell hypothesis (Isaac 1984,1987)
Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada kelenjar
prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan
antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel akan
berkembang menjadi sel aplifying. Keduanya tidak tergantung pada androgen.
Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara
mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan
berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby,
1994 : 38 ).
4. Teori growth factors.
Teori ini berdasarkan adanya hubungan interaksi antara unsur stroma dan unsur
epitel prostat yang berakibat BPH. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel
stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis
growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya
penurunan ekspresi transforming growth factor- b (TGF - b, akan menyebabkan
terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan
pembesaran prostat. b – FGF dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi,
ejakulasi atau infeksi.
C. MANIFESTASI KLINIS
Biasanya gejala – gejala pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai Lower Urinary
Tract Symptoms (LUTS) dibedakan menjadi gejala iritatif dan obstruktif (Mansjoer,
2000).
1. Gejala obstruksi
Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika
karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk
berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama saehingga kontraksi terputus-
putus.
Gejalanya :
a. Pancaran melemah, kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra
b. Akhir buang air kecil belum terasa kosong (Incomplete emptying)
c. Menunggu lama pada permulaan buang air kecil (hesitancy), seringkali disertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli
memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna
mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika
d. Harus mengedan saat buang air kecil (straining)
e. Buang air kecil terputus-putus (intermittency), disebabkan ketidakmampuan
otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai
berakhirnya miksi
f. Waktu buang air kecil memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
terjadi inkontinen karena overflow.
2. Gejala iritatif
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak
sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot
detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica,
sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh., gejalanya ialah :
a. Sering buang air kecil (frequency)
b. Tergesa-gesa untuk buang air kecil (urgency)
c. Buang air kecil malam hari lebih dari satu kali (nocturia)
d. Sulit menahan buang air kecil (urge incontinence)
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4
stadium :
1. Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis.
2. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun
tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak BAK
atau disuria dan menjadi nocturia.
3. Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes
secara periodik (over flow inkontinen).
Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa :
Manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin
berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine yang turun dan harus
mengejan saat berkemih, aliran urine tak lancar, dribbing (urine terus menerus
setelah berkemih), retensi urine akut.
D. KLASIFIKASI
Ada 3 macam jenis BPH berdasarkan tanda dan gejala yang muncul, yaitu (Lee,
2006):
1. Mild (ringan)
Asimtomatik, kecepatan aliran urin <10 mL/detik, volume residu urin setelah
miksi > 25-50 mL, terjadi peningkatan BUN dan serum kreatinin.
2. Moderate (sedang)
Meliputi semua gejala pada BPH mild serta mengalami gejala obstruktif dan
iritatif pada pengosongan kandung kemih.
3. Severe (berat)
Meliputi semua gejala di atas dan mengalami satu atau lebih komplikasi BPH.
E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin
beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu
melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila
tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000)
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan
penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan
hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi
refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
F. DIAGNOSA BANDING
Adapun penyakit – penyakit yang gejala – gejalanya menyerupai hipertofi prostat
jinak diantaranya adalah sebagai berikut berserta klinis dan pemeiksaan yang
memebedakan dengan BPH :
1. Ca Prostat
Adalah suatu tumor ganas yang tumbuh di dalam kelenjar prostat. Penyebabnya
tidak diketahui, meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan adanya
hubungan antara diet tinggi lemak dan peningkatan kadar hormon testosteron.
Biasanya kanker prostat berkembang secara perlahan dan tidak menimbulkan
gejala sampai kanker telah mencapai stadium lanjut.
Gejalanya :
Kadang gejalanya menyerupai BPH, yaitu berupa kesulitan dalam berkemih
dan sering berkemih. Gejala tersebut timbul karena kanker menyebabkan
penyumbatan parsial pada aliran air kemih melalui uretra. Kanker prostat bisa
menyebabkan air kemih berwarna merah (karena mengandung darah) atau
menyebabkan terjadinya penahanan air kemih mendadak.
Gejala lain:
Nyeri ketika berkemih
Nyeri ketika ejakulasi
Nyeri punggung bagian
bawah
Nyeri ketika buang air
besar
Nokturia (berkemih pada
malam hari)
Inkontinensia uri (beser)
Nyeri tulang atau tulang nyeri
jika ditekan
Hematuria (darah dalam air
kemih)
Nyeri perut
Penurunan berat badan.
Kanker prostat dikelompokkan menjadi :
Stadium A : benjolan/tumor tidak dapat diraba pada pemeriksaan fisik,
biasanya ditemukan secara tidak sengaja setelah pembedahan prostat karena
penyakit lain.
Stadium B : tumor terbatas pada prostat dan biasanya ditemukan pada
pemeriksaan fisik atau tes PSA.
Stadium C : tumor telah menyebar ke luar dari kapsul prostat, tetapi belum
sampai menyebar ke kelenjar getah bening.
Stadium D : kanker telah menyebar (metastase) ke kelenjar getah bening
regional maupun bagian tubuh lainnya (misalnya tulang dan paru-paru).
2. Prostatitis
Prostatitis adalah peradangan pada prostat akibat infeksi yang sering menyertai
hipertrofi prostat jinak. Infeksi prostat juga mengakibatkan pembengkakan
jaringan prostat sehingga menghambat aliran air seni.
Ada empat tipe-tipe dari prostatitis:
Acute bacterial prostatitis (prostatitis bakteri akut)
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri penyebab ISK (E. coli, Klebsiella, dan
Proteus). Infeksi dapat menyebar ke prostate melalui aliran darah, secara
langsung dari organ yang berdekatan, atau sebagai komplikasi dari biopsi
prostate. Gejala : demam, menggigil,dysuria.
Chronic bacterial prostatitis (prostatitis bakteri kronis)
Penyakit yang tidak umum dimana ada infeksi bakteri yang sedang berjalan
dalam prostate. Chronic bacterial prostatitis umumnya tidak menyebabkan
gejala-gejala.
Chronic prostatitis without infection (prostatitis kronis tanpa infeksi)
Adalah kondisi dimana ada kekambuhan nyeri pelvis, testicle, atau rectal
tanpa bukti dari infeksi kantong kemih. Gejala : kesulitan ejakulasi atau
disuria, dan disfungsi ereksi.
Asymptomatic Inflammatory Prostatitis (peradangan prostatitis
asymptomatic) adalah tepat seperti yang digambarkan oleh namanya. Tidak
ada gejala-gejala.
Gejala-gejala prostatitis :
Demam,
Menggigil
Sering buang air kecil
pada malam hari
Kesulitan berkemih
Disuria
Perbesaran prostat
Hematuria
Rasa sakit pada saat
ejakulasi.
Rasa sakit & tidak
nyaman pada perut
bag.daerah (penis, testis,
&perineum)
Urine bernanah
Terasa panas saat BAK saat ejakulasi
3. Striktura Uretrha
Sumbatan pada uretrha dan tekanan kandung kemih yang tinggi dapat
menyebabkan imbibisi urin kelua kandung kemih atau uretra proksimal dari
striktura. Gejala khas adalah pancaran urin yang kecil dan bercabang. Gejala
lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuri, kadang – kadand
dengan infiltat, abses, fistel. Gejala lanjut adalah retensi urin.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain
1. Anamnesa
Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract
Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal
dribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif
dapat berupa urgensi, frekuensi serta disuria.
2. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat
meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai
syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok - septik.
Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui
adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada
keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan
klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya residual urin
Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur
uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis.
Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis
Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan
konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan
rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :
Derajat I = beratnya ± 20 gram.
Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram.
Derajat III = beratnya > 40 gram.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula
digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.
Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan
adanya keganasan.
4. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif
pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :
Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif.
Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.
Flow rate maksimal < 10 ml / dtk = obstruktif.
5. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
a. BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada
tulang.
b. USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan
besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk residual urin. Pemeriksaan
dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik.
c. IVP (Pyelografi Intravena). Digunakan untuk melihat fungsi ekskresi ginjal
dan adanya hidronefrosis.
d. Pemeriksaan Panendoskop. Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli.
e. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan
kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang
merupakan tanda dari retensi urin.
f. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.
H. PENATALAKSANAAN
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH
tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis
1. Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan
pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti
alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera
terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat.
Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian
lama.
2. Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya
dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
3. Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan
prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam.
Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat
dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
4. Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari
retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu,
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian
terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan
pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan
obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan
memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.
Terapi Konservatif Non Operatif
1. Observasi (Watchful waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan
adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
menghindari obat-obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi minum
kopi, dan tidak diperbolehkan minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap
3 bulan lakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan
colok dubur.
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan
blocker (penghambat alfa adrenergik)
Menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon
testosteron/dehidrotestosteron (DHT)
a. Obat Penghambat adrenergik
Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam
prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha
adrenergik. Seperti diketahui di dalam otot polos prostat dan leher vesica
banyak terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-obatan yang sering
digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat penghambat
alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos prostat yaitu α1a
(tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari pemakai obat
ini dapat dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-
0,4 mg/hari. Penggunaan antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi
obstruksi pada vesica tanpa merusak kontraktilitas detrusor.
Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine,
menurunkan sisa urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi
penyulit hipotensi, pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat jarang bisa
terjadi ejakulasi retrograd, biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya
keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat.
b. Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase
Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari.
Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron
sehingga prostat yang membesar dapat mengecil. Namun obat ini bekerja
lebih lambat daripada golongan alpha blocker dan manfaatnya hanya jelas
pada prostat yang sangat besar. Salah satu efek samping obat ini adalah
melemahkan libido dan ginekomastia.
c. Fitoterapi
Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi yang
digunakan untuk pengobatan BPH adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto
dan Pumpkin Seeds. Keduanya, terutama Serenoa repens semakin diterima
pemakaiannya dalam upaya pengendalian prostatisme BPH dalam konteks
“watchfull waiting strategy”.
Saw Palmetto menunjukkan perbaikan klinis dalam hal:
frekuensi nokturia berkurang
aliran kencing bertambah lancer
volume residu di kandung kencing berkurang
gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang.
Mekanisme kerja obat diduga kuat:
menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor
androgen
bersifat antiinflamasi dan anti oedema dengan cara menghambat
aktivitas enzim cyclooxygenase dan 5 lipoxygenase.
3. Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan
penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi
saluran kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang
tidak menunjukkan perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi
transuretra.
a. Prostatektomi terbuka
1. Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :
Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada
subservikal
Mortaliti rate rendah
Langsung melihat fossa prostat
Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli
Perdarahan lebih mudah dirawat
Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama
bila membuka vesika
Kerugian :
Dapat memotong pleksus santorini
Mudah berdarah
Dapat terjadi osteitis pubis
Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal
Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus
dikerjakan dari dalam vesika
Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis
2. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)
Keuntungan :
Baik untuk kelenjar besar
Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat
Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit :
batu buli, batu ureter distal, divertikel, uretrokel, adanya sistostomi,
retropubik sulit karena kelainan os pubis, kerusakan sphingter eksterna
minimal.
Kerugian :
Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding
vesica sembuh
Sulit pada orang gemuk
Sulit untuk kontrol perdarahan
Merusak mukosa kulit
Mortality rate 1 -5 %
Komplikasi :
Striktura post operasi (uretra anterior 2 – 5 %, bladder neck stenosis 4%),
Inkontinensia (<1%), Perdarahan, Epididimo orchitis, Recurent (10 –
20%), Carcinoma, Ejakulasi retrograde, Impotensi, Fimosis, Deep venous
thrombosis
3. Transperineal
Keuntungan :
Dapat langssung pada fossa prostat
Pembuluh darah tampak lebih jelas
Mudah untuk pinggul sempit
Langsung biopsi untuk karsinoma
Kerugian :
Impotensi
Inkontinensia
Bisa terkena rectum
Perdarahan hebat
Merusak diagframa urogenital
b. Prostatektomi Endourologi
1. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir
seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer
ditinggalkan bersama kapsulnya.
Keuntungan :
Luka incisi tidak ada
Lama perawatan lebih pendek
Morbiditas dan mortalitas rendah
Prostat fibrous mudah diangkat
Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol
Kerugian :
Teknik sulit
Resiko merusak uretra
Intoksikasi cairan
Trauma sphingter eksterna dan trigonum
Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar
Alat mahal
Ketrampilan khusus
Komplikasi:
Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi
Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik
Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd,
dan striktura uretra.
2. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)
Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi
ukuran prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak
begitu besar dan pada pasien yang umurnya masih muda umumnya
dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-buli atau bladder neck
incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara
endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai
pada TUR P tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat
penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai dekat ke
verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat.
Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan
menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.
3. Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)
Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk mengangkat
prostat yang membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang
pengobatan dengan TUMT dan TURF belum dapat memberikan hasil yang
sebaik dengan operasi maka dicoba cara operasi yang dapat dilakukan
hampir tanpa perdarahan.
Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit
untuk masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius).
Pada waktu ablasi akan ditemukan pop corn effect sehingga tampak
melalui sistoskop terjadi ablasi pada permukaan prostat, sehingga uretra
pars prostatika akan segera menjadi lebih lebar, yang kemudian masih akan
diikuti efek ablasi ikutan yang akan menyebabkan “laser nekrosis” lebih
dalam setelah 4-24 minggu sehingga hasil akhir nanti akan terjadi rongga
didalam prostat menyerupai rongga yang terjadi sehabis TUR.
Keuntungan bedah laser ialah :
Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi retensi
akibat bekuan darah dan tidak memerlukan transfusi
Teknik lebih sederhana
Waktu operasi lebih cepat
Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat
Tidak memerlukan terapi antikoagulan
Resiko impotensi tidak ada
Resiko ejakulasi retrograd minimal
Kerugian : Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional)
c. Invasif Minimal
1. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
Cara memanaskan prostat sampai 44,5C – 47C ini mulai
diperkenalkan dalam tiga tahun terakhir ini. Dikatakan dengan
memanaskan kelenjar periuretral yang membesar ini dengan gelombang
mikro (microwave) yaitu dengan gelombang ultarasonik atau gelombang
radio kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat, selain
itu juga akan menurunkan tonus otot polos dan kapsul prostat sehingga
tekanan uretra menurun sehingga obstruksi berkurang. lanjut mengenai
cara kerja dasar klinikal, efektifitasnya serta side efek yang mungkin
timbul.
Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat
memancarkan microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena
temperatur pada antene akan tinggi maka perlu dilengkapi dengan surface
costing agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses pendindingan ini
memang mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga berkurang.
Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan
gelombang “radio frequency” yang panjang gelombangnya lebih besar
daripada tebalnya prostat juga arah dari gelombang radio frequency dapat
diarahkan oleh elektrode yang ditempel diluar (pada pangkal paha)
sehingga efek panasnya dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam.
Keuntungan lain oleh karena kateter yang ada alat pemanasnya mempunyai
lumen sehingga pemanasan bisa lebih lama, dan selama pemanasan urine
tetap dapat mengalir keluar.
2. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)
Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan
dengan jalan melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan
jalan melalui operasi terbuka (transvesikal).
Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar.
Mekanismenya :
Kapsul prostat diregangkan
Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut
Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika
dirusak
3. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)
Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk
menghasilkan ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek
yang baik guna mencapai tujuan untuk menghasilkan prosedur dengan
perdarahan minimal, tidak invasif dan mekanisme ejakulasi dapat
dipertahankan.
4. Stent Urethra
Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja
kateter tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang
spiral dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter
(Prostacath). Stents ini digunakan sebagai protesis indwelling permanen
yang ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau bimbingan pencitraan.
Untuk memasangnya, panjang uretra pars prostatika diukur dengan USG
dan kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu alat tersebut
dimasukkan dengan kateter pendorong dan bila letak sudah benar di uretra
pars prostatika maka spiral tersebut dapat dilepas dari kateter pendorong.
Pemasangan stent ini merupakan cara mengatasi obstruksi infravesikal
yang juga kurang invasif, yang merupakan alternatif sementara apabila
kondisi penderita belum memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang
lebih invasive
I. PATOFISIOLOGI
Penuaan (60 tahun)
Perubahan hormonal
Ketidakseimbangan produksi testosteron dan estrogen
Bagian lobus tepi prostat
Produksi testosteron ,estrogen
Pertumbuhan sel abnormal
Ansietas
Terbentuk neoplasma
J. ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
1. Identitas klien
Hematuria Kurang pengetahuan Adenoma progresif kehilangan
Tercampur urin miksipembedahan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
Nekrosis jaringanMendesak jaringan prostat normal
Obstruksi kandung kemihMenekan jaringan normalMenekan kapsula sejati
Dilatasi Kapsula bedah
Terbentuk tonjolan, kecil(sakula), besar (diferkel)
Perluasan daerah tertahan
Kontraksi tidak efektifPengeluaran urin terhambat
Berlangsung lamaPenumpukan urin di vesika urinaria
Retensi urin total Tekanan
Hidronefrosis Serat muskulus destrusor hipertrofiUrin tertahan
Trabekulasi (penebalan mukosa dlm kandung kemih)Kerusakan organ
kemih atas
Perubahan pola eliminasi urin
Diuresis
Hematuria
Ulcer
Transfer sfringter
Urin dipaksa keluar dgn mengedan
Nama : Tn. B
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : -
Suku : -
Status Marital : -
Pekerjaan : -
Alamat : -
Diagnosa Medis : BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Klien mengeluh tidak bisa BAK sejak 12 jam yang lalu
b. Riwayat kesehatan sekarang
Setelah dilakukan anamnesa klien mengatakan keluhan dirasakan sejak 2 minggu
yang lalu, klien selalu merasa kesakitan dan meningkat apabila akan memulai
berkemih. Apabila dipaksa dengan cara mengedan, urin keluar dengan menetes
dan kadang terjadi hematuria. Klien juga mengeluh pancaran urin sewaktu miksi
berkurang sejak 3 bulan yang lalu
c. Riwayat kesehatan masa lalu : -
d. Riwayat kesehatan keluarga : -
e. Riwayat obat-obatan : -
f. Riwayat biopsikososial dan spiritual
Klien tampak gelisah, tampak berkeringat di daerah dahi. Saat akan mengisi
persetujuan operasi prostatektomi klien menolak. Karena dia pernah membaca
bahwa operasi tersebut mempunyai risiko untuk terjadi gangguan ejakulasi dan
impotensi.
g. Pola nutrisi : -
h. Pola eliminasi
Apabila dipaksa dengan cara mengedan, urin keluar dengan menetes dan kadang
terjadi hematuria. Klien juga mengeluh pancaran urin sewaktu miksi berkurang
sejak 3 bulan yang lalu.
i. Pola seksual : -
3. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : Klien tampak gelisah, tampak berkeringat di daerah dahi
b. Palpasi : Saat dipalpasi teraba tegang dan keras di area suprapubik (area vesika
urinaria)
c. Perkusi : -
d. Auskultasi : -
4. TTV
TD = 160/110 mmHg
HR = 98 x/menit
RR = 25 x/menit
Suhu = 37,8oC
5. Pemeriksaan diagnostik
NO PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL1. Hb 14 g/dl 14-16 g/dl2. Hematokrit 42% 40-54%3. Leukosit 12.100/mm3 5.000-10.000/mm3
4. Trombosit 224.000/mm3 150.000-400.000/mm3
5. Ureum 37 mg/dl 20-40 mg/dl6. Kreatinin 0,8 mg/dl 0,8-1,7 mg/dl7. Natrium 125 mg/dl 135-145 mg/dl8. PSA 4 ng/ml 0-4,5 ng/ml (60-69 thn)
6. Terapi : pemasangan kateter
7. Rencana : direncanakan untuk operasi postatektomi
II. Rencana Asuhan Keperawatan
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
PERENCANAAN
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Perubahan pola
eliminasi urin
berhubungan dengan
Pembesaran kelenjar
prostat
TUPAN: Pola
eliminasi urin
mengalami
perbaikan setelah
6x24 jam intervensi
TUPEN:
Setelah 3x24 jam
intervensi,
mengalami
perbaikan ploa
eliminasi urin
1. Lakukan perawatan
kateter
2. Cegah obstruksi
dengan:
- Hindari lipatan
- Hindari
lengkungan pada
kateter
3. Observasi kelancaran
cairan urin yang
keluar dari kateter
1. Untuk mempertahankan
posisi kateter
2. Untuk menjamin
kelancaran pengeluaran
urin
3. Dengan mengobservasi
kelancaran urin berguna
untuk mengobservasi
dengan kriteria:
- Klien dapat
beradaptasi
dengan
terpasangnya
kateter
- Warna urin
jernih
- Tidak terjadi
tanda-tanda
infeksi
4. Berikan dorongan
kepada klien untuk
mengambil posisi
normal (duduk untuk
berkemih)
ada atau tidaknya
obstruksi dan dapat
menentukan tindakan
yang tepat.
4. Posisi yang normal
memberikan kondisi
rileks yang kondusif
untuk berkemih
2. Ansietas
berhubungan dengan
kurang pengetahuan
tentang diagnosis,
rencana pengobatan,
dan prognosis
TUPAN:
Ansietas dapat
diatasi setelah
4x24 jam intervensi
TUPEN:
Setelah 2x24 jam
intervensi, ansietas
teratasi dengan
kriteria:
- Klien tidak
cemas
- Klien tampak
tenang
- Klien
mendukung
setiap tindakan
perawatan yang
akan dilakukan
1. Lakukan pendekatan
pada klien/bina trust
dengan berbincang-
bincang
2. Berikan penjelasan
tentang penyakit,
prosedur perawatan,
dan pengobatan
3. Beri motivasi dan
dukungan pada klien
1. Dengan pendekatan,
menjadikan klien
percaya sehingga mau
mengungkapkn
kecemasannya
2. Klien dapat mengerti
sehingga kecemasannya
akan berkurang dan
klien mempunyai
motivasi untuk
melaksanakan
perawatan
3. Dengan dukungan maka
klien akan lebih sabar
menghadapi
penyakitnya sehingga
mempercepat proses
penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart.
Jakarta: EGC
Ganiswara, S.G., 2005, Farmakologi dan Terapi Edisi 4, Jakarta : FKUI.
Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta : EGC,
1994.
Carpenito, L. J., 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, Alih Bahasa Monica
Ester, EGC, Jakarta