Respiratory Distress Syndrome

23
Pendahuluan Peralihan dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin memerlukan banyak perubahan fisiologi dan biokimia. Hilangnya ketergantungan terhadap peredaran darah ibu melalui plasenta, memerlukan pengaktifan fungsi paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida dan fungsi organ lain seperti hati , jantung, ginjal, selain itu juga termasuk sistem imunologi yang berperan dalam perlindungan terhadap infeksi. Tidak semua bayi dapat beradaptasi dengan baik bahkan banyak yang meninggal akibat kegagalan penyesuaian biokimia dan fisiologi. Kegagalan itu disebabkan oleh keadaan seperti asfiksia, prematuritas, gangguan persalinan, dan lain- lain. Besarnya angka kesakitan dan kematian neonatus mencerminkan besarnya masalah kegagalan penyesuaian kehidupan bayi baru lahir. Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD) , merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. 1 Pembahasan Skenario Seorang ibu hamil 33 minggu (G1P0A0) berusia 30 tahun datang dengan keluhan perdarahan per vaginam. Ib telah mengetahui 1

description

.

Transcript of Respiratory Distress Syndrome

PendahuluanPeralihan dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin memerlukan banyak perubahan fisiologi dan biokimia. Hilangnya ketergantungan terhadap peredaran darah ibu melalui plasenta, memerlukan pengaktifan fungsi paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida dan fungsi organ lain seperti hati , jantung, ginjal, selain itu juga termasuk sistem imunologi yang berperan dalam perlindungan terhadap infeksi. Tidak semua bayi dapat beradaptasi dengan baik bahkan banyak yang meninggal akibat kegagalan penyesuaian biokimia dan fisiologi. Kegagalan itu disebabkan oleh keadaan seperti asfiksia, prematuritas, gangguan persalinan, dan lain-lain. Besarnya angka kesakitan dan kematian neonatus mencerminkan besarnya masalah kegagalan penyesuaian kehidupan bayi baru lahir. Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.1

PembahasanSkenario Seorang ibu hamil 33 minggu (G1P0A0) berusia 30 tahun datang dengan keluhan perdarahan per vaginam. Ib telah mengetahui menderita plasenta previa totalis. Bayi dilahirkan via SC dengan berat 1200 gram dan ketuban jernih. Bayi meringis dengan ektremitas sedikit flexi dan tampak biru, denyut jantung 130x/menit dengan nafas irregular. Setelah distimulasi, bayi menangis kuat dan aktif. Satu jam setelah lahir, bayi menangis lemah dengan badan tampak kebiruan, (+) mendengkur dengan sedikit retraksi dada sehingga bayi harus dirawat.

A. Anamnesis Pada kasus didapatkan pasien bayi sehingga anamnesis harus dilakukan kepada ibu pasien tersebut atau yang disebut dengan allo-anamnesis. Pertanyaan diajukan baik untuk menggali informasi bayi maupun dari ibu sendiri. Pada anamnesis hal-hal yang harus ditanyakan adalah sebagai berikut:2 Identitas pasien, yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, anak ke-berapa dari berapa bersaudara Keluhan utama, sejak kapan. Riwayat penyakit sekarang Sejak kapan? Keluhan terjadi secara mendadak atau perlahan-lahan? Bagaimana riwayat kelahiran pasien? Bagaimana keadaan pasien sesaat setelah lahir? Ada demam atau tidak? Apakah bayi sudah diberi ASI atau belum? Apakah sebelumnya mendapat transfusi darah? Keluhan penyerta/keluhan lain Riwayat kehamilan dan persalinan Usia kehamilan? Apakah selama atau sebelum masa kehamilan ibu sedang menderita penyakit infeksi tertentu? (contoh: hepatitis, malaria, dll) Apakah selama atau sebelum kehamilan ibu sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu? Apakah pernah hamil sebelumnya ? Berapa kali? Apakah pernah mengalami abortus ? Apakah golongan darah ibu dan ayah? Apakah rhesus ibu dan ayah? (jika diketahui) Apakah dulu pernah mengalami sakit yang cukup berat sehingga harus dirawat di rumah sakit? Adakah riwayat diabetes melitus? Adakah riwayat penyakit berat yang lain? Bagaimana riwayat vaksinasi pasien? (lengkap/tidak) Bagaimana kebiasaan pasien? (seperti makanan, minuman, pengguna obat-obatan, dan lain sebagainya) Apakah ada riwayat alergi? Apakah melahirkannya cukup bulan? Normal atau tidak? Dimana terjadi proses kelahiran si bayi? Riwayat keluarga Apakah di keluarga juga ada yang sedang atau pernah menderita penyakit yang sama? Apakah ada riwayat penyakit yang diturunkan?Selain informasi dari anamnesis, perlu diketahui juga informasi saat proses persalinan, keadaan janin , kontaksi saat persalinan, apakah terdapat komplikasi baik saat maupun pasca persalinan , bagaimana warna ketuban bayi, dan hal lain yang menunjang diagnosa kelainan pada pasien.B. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pertama kali pada bayi baru lahir memiliki banyak tujuan penting. Pemeriksaan ini bisa berupa pemeriksaan fisik menyeluruh bayi sehat atau pemeriksaan untuk mengonfirmasi diagnosis janin atau menentukan penyebab berbagai manifestasi penyakit neonatus. Karena transisi dari kehidupan janin ke neonatus memerlukan penyesuaian kardiopulmonal yang berarti, masalah pada transisi ini dapat segera dideteksi dalam ruang pelahiran atau selama kehidupan hari pertama. Pemeriksaan fisik dapat juga menunjukkan pengaruh kelahiran dan persalinan akibat asfiksia, obat-obat, atau trauma lahir. Lagipula, pemeriksaan pertama bayi baru lahir merupakan cara yang penting untuk mendeteksi malformasi atau deformasi kongenital. Malformasi kongenital yang berarti bisa terdapat sebanyak 1-3% dari semua kelahiran. Deformasi kongenital disebabkan oleh kompresi bagian-bagian janin oleh uterus, biasanya bila tidak ada cairan amnion. Dengan demikian beberapa kasus kaki gada (clubfoot) merupakan akibat dari kompresi kaki janin oleh dinding uterus.3 Pemeriksaan bayi perlu dilakukan dalam keadaan telanjang di bawah lampu yang terang, yang juga berfungsi sebagai pemanas untuk mencegah kehilangan panas. Tangan serta alat yang dipergunakan untuk pemeriksaan fisis harus bersih dan hangat.4 TampilanPertama-tama, tampilan umum bayi harus dievaluasi. Tanda-tanda seperti sianosis, pelebaran cuping hidung, retraksi interkostal, dan mendengkur memberikan kesan adanya penyakit paru. Tali pusat, kuku, dan kulit yang ternodai oleh mekonium memberi kesan distres janin dan kemungkinan pneumonia aspirasi. Tingkat aktivitas spontan, tonus otot pasif, kualitas menangis, dan apnea merupakan tanda skrining yang berguna untuk mengevaluasi keadaan sistem saraf pada mulanya.3Tanda-Tanda VitalSesudah penampakan umum janin dievaluasi, pemeriksaan harus diteruskan dengan penilaian tanda-tanda vital, terutama frekuensi jantung (frekuensi jantung normal 120-160 denyut/menit), frekuensi pernapasan (frekuensi normal 30-60 pernapasan/menit), suhu (biasanya pada mulanya dilakukan pengukuran per rektal dan kemudian melalui aksila), dan tekanan darah (sering dicadangkan untuk bayi sakit). Selain itu, panjang tubuh, berat badan, dan lingkar kepala harus diukur dan dicatat pada kurva pertumbuhan untuk menentukan apakah pertumbuhan normal, terlalu cepat, atau terlambat menurut usia kehamilan tertentu.3Usia KehamilanUsia kehamilan ditentukan dengan penilaian bebagai tanda fisik dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi menurut usia dan maturitas janin. Kriteria fisik merupakan tanda-tanda yang matur seiring bertambahnya usia janin. Skor kumulatif dikorelasikan dengan usia kehamilan, yang biasanya akurat sampai 2 minggu. Penilaian usia kehamilan memungkinkan deteksi pola pertumbuhan janin abnormal sehingga membantu memprediksi komplikasi neonatus akibat besar atau kecil menurut usia kehamilan.3Tabel I. Maturasi fisik3

Tabel II. Maturitas neomuskular3

Tabel III. Penilaian maturitas3

Skor APGARSistem penilaian ini adalah alat klinis yang berguna untuk mengidentifikasikan neonatus yang membutuhkan resusitasi serta menilai efektivitas setiap tindakan resusitasi. Penilaian ini terdiri dari lima karakteristik : jantung, usaha bernapa, tonus otot, reflex iritabilitas, dan warna dinilai dan diberi angka 0 hingga 2 . Nilai total, berdasarkan jumlah dari lima komponen tersebut, ditentukan pada menit ke-1 dan ke-5 setelah pelahiran.5Skor Apgar menit ke-1 mencerminkan kebutuhan resusitasi segera. Skor menit ke-5 dan khususnya perubahan dalam skor antara menit 1 dan 5 adalah indeks efektivitas yang berguna terhadap upaya resusitasi. Skor Apgar menit ke-5 juga memiliki makna prognostic untuk kelangsungan hidup bayi berkaitan erat dengan kondisi bayi di ruang bersalin. Karena beberapa elemen skor Apgar bergantung sebagian pada kematangan fisiologis bayi baru lahir, bayi kurang bulan yang sehat dapat menerima skor rendah hanya karena ketidakmatangan.5Tabel IV. Sistem Skor Apgar5 Tanda0 poin1 poin2 poin

Activity (tonus otot)LunakBeberapa ekstrimitas fleksi Gerakan aktif

Pulse (denyut jantung)Tidak ada 100 denyut per menit

Grimace (refleks iritabilitas)Tidak ada responsMenyeringai (grimace)Menangis aktif

Appearance (warna kulit)Biru, pucatBadan berwarna merah muda, alat gerak biruMerah muda seluruhnya

Respiration (usaha bernapas)Tidak adaLambat, tak teraturBaik, menangis

Pemeriksaan Penunjang Tes Kematangan ParuTes yang dipercaya saat ini untuk menilai kematangan paru janin adalah Tes Kematangan Paru yang biasanya dilakukan pada bayi prematur yang mengancamjiwa untuk mencegah terjadinya Neonatal Respiratory Distress Syndrome (RDS). Tes tersebut diklasifikasikan sebagai tes biokimia dan biofisika.6Tes Biokimia (Lesithin - Sfingomyelin rasio)Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolak ukur kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan sfingomielin dari cairan amnion. Tes ini pertama kali diperkenalkan oleh Gluck dkk tahun 1971, merupakan salah satu test yang sering digunakan dan sebagai standarisasi tes dibandingkan dengan tes yang lain. Rasio Lesithin dibandingkan Sfingomyelin ditentukan dengan thin layer chromatography (TLC). Cairan amnion disentrifus dan dipisahkan dengan pelarut organik, ditentukan dengan chromatography dua dimensi; titik lipid dapat dilihat dengan ditambahkan asam sulfur atau kontak dengan uap iodine. Kemudian dihitung rasio lesithin dibandingkan sfingomyelin dengan menentukan fosfor organik dari lesithin dan sfingomyelin.Sfingomyelin merupakan suatu membran lipid yang secara relatif merupakan komponen non spesifik dari cairan amnion. Gluck dkk menemukan bahwa L/S untukkehamilan normal adalah < 0,5 pada saat gestasi 20 minggu dan meningkat secara bertahap pada level 1 pada usia gestasi 32 minggu. Rasio L/S = 2 dicapai pada usia gestasi 35 minggu dan secara empiris disebutkan bahwa Neonatal RDS sangat tidakmungkin terjadi bila rasio L/S > 2. Beberapa penulis telah melakukan pemeriksaan rasio L/S dengan hasil yang sama. Suatu studi yang bertujuan untuk mengevaluasi harga absolut rasio L/S bayi immatur dapat memprediksi perjalanan klinis dari neonatus tersebut di mana rasio L/S merupakan prediktor untuk kebutuhan dan lamanya pemberian bantuan pernapasan. Dengan melihat umur gestasi, ada korelasi terbalik yang signifikan antara rasio L/S dan lamanya hari pemberian bantuan pernapasan.Adanya mekonium dapat mempengaruhi hasil interpretasi dari tes ini. Pada studi yang dilakukan telah menemukan bahwa mekonium tidak mengandung lesithin atau sfingomyelin, tetapi mengandung suatu bahan yang tak teridentifikasi yang susunannya mirip lesithin, sehingga hasil rasio L/S meningkat palsu.Test BiofisikaShake test diperkenalkan pertama kali oleh Clement pada tahun 1972. Test ini berdasarkan sifat dari permukaan cairan fosfolipid yang membuat dan menjaga agar gelembung tetap stabil. Dengan mengocok cairan amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan pembentukan gelembung oleh unsur yang lain dari cairan amnion seperti protein, garam empedu dan asam lemak bebas. Pengenceran secara serial dari 1 ml cairan amnion dalam saline dengan 1 ml ethanol 95% dan dikocokdengan keras. Bila didapatkan ring yang utuh dengan pengenceran lebih dari 2 kali (cairan amnion : ethanol) merupakan indikasi maturitas paru janin. Pada kehamilan normal, mempunyai nilai prediksi positip yang tepat dengan resiko yang kecil untukterjadinya neonatal RDS.Analisa Gas DarahPeriode perinatal adalah salah satu perubahan mendasar dalam status kardiorespirasi bayi . Pertukaran gas pernapasan , sebelumnya fungsi plasenta , harus ditetapkan oleh paru-paru dalam beberapa menit setelah lahir . Sistem kardiovaskular mengalami perubahan sama dramatis. Oleh karena itu , sering terjadi kesulitan dan serius dalam adaptasi kardiorespirasi pada periode perinatal dan neonatus. Pengukuran gas darah merupakan teknik pemantauan non-invasif, menyediakan informasi penting untuk penilaian pasien , pengambilan keputusan terapi , dan prognosis. Pengukuran gas darah mempunyai kesulitan dalam pengambilan sampel darah dari arteri dan volume darah yang sedikit.7Nilai normal untuk gas darah arteri sangat tergantung pada usia postnatal. Nilai-nilai PaO2 dan SaO2 mungkin juga lebih rendah pada bayi prematur , yang disebabkan oleh fungsi paru-paru berkurang , dan pada ketinggian tinggi yang disebabkan oleh berkurangnya tekanan oksigen terinspirasi . Metode yang paling akurat untuk mengukur PaO2 dan SaO2 melibatkan penempatan kateter pada aorta melalui arteri umbilikalis atau dalam arteri perifer. Namun , penggunaan kateter tersebut harus dibatasi pada neonatus yang kritis karena seringnya komplikasi trombotik dan infeksi.7Radiografi ThoraksRadiografi thorak pada bayi dengan RDS menunjukkan retikular granular atau gambaran ground-glass bilateral, difus, air bronchograms, dan ekspansi paru yang jelek. Gambaran air bronchograms yang mencolok menunjukkan bronkioli yang terisi udara didepan alveoli yang kolap. Bayangan jantung bisa normal atau membesar. Kardiomegali mungkin dihasilkan oleh asfiksi prenatal, diabetes maternal, patent ductus arteriosus (PDA), kemungkinan kelainan jantung bawaan. Temuan ini mungkin berubah dengan terapi surfaktan dini dan ventilasi mekanik yang adekuat.3

Gangguan Pernapasan Distress pernapasan yang menjadi nyata dengan takipnea, retraksi intercostal, penurunan pertukaran udara, sianosis, mendengkur saat ekspirasi, dan perlebaran cuping hidung merupakan respon non spesifik terhadap penyakit berat. Tidak semua gangguan yang menyebabkan distress pernapasan neonatus merupakan penyakit paru primer.3Diagnosis Kerja Dari skenario didapat diagnosa neonatus kurang bulan kecil masa kehamilan (NKB-KMK) dengan Rerspiratory Distress Syndrome.Sindrom gawat nafas atau Respiratory Distress Syndrome (RDS) pada neonatus yang juga disebut sebagai Hyaline Membrane Dosease (HMD), merupakan suatu penyakit paru-paru akut pada neonatus yang disebabkan karena kekurangan surfaktan, terutama bayi prematur, dimana suatu membran yang tersusun atas protein dan sel-sel mati melapisi alveoli sehingga membuat kesulitan untuk terjadinya pertukaran gas.3Epidemiologi Di Amerika Serikat, RDS diperkirakan terjadi pada 20.000-30.000 bayi baru lahir tiap tahunnya dan merupakan komplikasi dari 1% kehamilan. Kira-kira 50% kelahiran neonates yang lahir pada usia kehamilan 26-28 minggu mengalami RDS, dan kurang dari 30 % neonatus premature usia kehamilan 30-31 minggu mengalami keadaan ini.Pada satu laporan, angka kejadian RDS sekitar 42% pada infant 501-1500g, dengan 71% dilaporkan pada berat badan 501-750 gram, 54% yang berat badan 751-1000g, 36% yang berat badannya 1001-1250g, dan 22% pada 1251-1500g. RDS lebih jarang ditemukan di negara berkembang dibanding lainnya, terutama karena kebanyakan infant premature yang kecil untuk masa kehamilan mengalami stress di dalam rahim karena diinduksi oleh hipertensi. Tambahan, juga dikarenakan pada wilayah ini kebanyakan persalinan dilakukan didalam rumah, sehingga pencatatatannya buruk.8

Etiologi dan PatofisiologiSindroma distress pernapasan disebabkan oleh desfisiensi surfaktan paru yang menyebabkan atelectasis, suatu penurunan kapasitas residual fungsional, hipoksemia arteri dan distress pernapasan. Selain defisiensi perkembangan, sintesis surfaktan dapat menurun akibat hipovolemia, hipotermia, asidosis, hipoksemia, dan gangguan genetik sintesis surfaktan yang langka. Faktor-faktor ini juga menyebabkan vasospasme arteri pulmoner, yang turut dapat menyebabkan RDS pada bayi premature yang lebih besar yang otot polos arterol pulmonernya telah cukup untuk menyebabkan vasokonstriksi. Atelektasis akibat defisiensi surfaktan menyebabkan alveolus diperfusi. Ketika atelectasis bertambah, paru-paru menjadi makin sukar mengembang, dan kelenturan paru-paru menurun. Karena dinding dada bayi premature amat lentur, bayi berupaya mengatasi penurunan kelenturan paru dengan meningkatakan tekanan inspirasi mengakibatkan retraksi dinding dada menyebabkan pertukaran udara yang buruk, peningkatan ruangan mati (dead space) fisiologis, hipoventilasi alveolar, dan hiperkapnia.3,5Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding thoraks masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.3,5Surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36-72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah kompleks.3

Manifestasi KlinisTanda-tanda RDS dapat memburuk segera dalam ruang persalinan pada bayi yang sangat imatur usia kehamilan 26-30 minggu. Namun, beberapa bayi yang lebih matur (kehamilan 34 minggu) mungkin tidak menunjukan tanda-tanda RDS sampai 3-4 jam sesuadah lahir. Manifestasi RDS meliputi sianosis, takipnea, pelebaran cuping hidung, retraksi intercostal dan sternal, serta suara merengek yang disebut mendengkur (grunting). Mendengkur diakibatkan penutupan sebagian glotis selama ekspirasi yang menyebabkan tekanan jalan napas akhir- ekspirasi lebih tinggi sehingga dapat memperbaiki atelectasis. Atelektasis dapat terdokumentasi dengan baik melalui pemeriksaan radiografik dada.3Selama 72 jam pertama, bayi dengan RDS mengalami peningkatan distress dan hipoksemia. Pada bayi dengan RDS berat, perkembangan edema, apnea, dan kegagalan pernapasan memerlukan ventilasi mekanik.3

Penatalaksanaan dan PencegahanCara pencegahan RDS yang sangat penting meliputi pencegahan kelahiran premature baik akibat seksio sesarea elektif maupun persalinan prematut. Strategi untuk mencegah kelahiran prematur meliputi pengikatan serviks ibu, tirah baring, pengobatan infeksi, dan pemberian obat tokolitik. Sebagai tambahan, pencegahan stres dingin pada neonatus, asfiksia lahir, dan hipovolemia menurunkan risiko Respiratory Distress Syndrome. Bila kelahiran prematur tidak dapat dihindari, pemberian kortikosteroid antenatal (misalnya betametason) pada ibu (dan dengan demikian untuk janin) merangsang paru janin memproduksi surfaktan; pendekatan ini membutuhkan beberapa dosis minimal selama 48 jam.9Setelah lahir, RDS dapat dicegah atau derajat keparahannya dapat dikurangi dengan pemberian surfaktan eksogen intratrakeal segera setelah lahir di kamar bersalin atau dalam beberapa jam setelah lahir. Saat ini dipilih surfaktan yang berasal dari mamalia. Surfaktan eksogen dapat diberikan berulang selama perjalanan RDS pada pasien yang terpasang intubasi endotrakeal, ventilasi mekanik, dan terapi oksigen. Tatalaksana tambahan mencakup perawatan suportif umum dan perawatan ventilasi.9Kadar Pao2 harus dipertahankan antara 60 dan 70 mmHg (saturasi oksigen 90%), dan pH harus dipertahankan lebih dari 7,25. Peningkatan konsentrasi oksigen inspirasi yang hangat dan dilembabkan melalui headbox atau nasal kanul mungkin sudah cukup untuk bayi prematur yang lebih besar. Apabila terdapat hipoksemia (PaO2 60 mmHg, pH