REPRESENTASI CITRA WARTAWAN DALAM FILM ALL THE...
Transcript of REPRESENTASI CITRA WARTAWAN DALAM FILM ALL THE...
REPRESENTASI CITRA WARTAWAN
DALAM FILM ALL THE PRESIDENT’S MEN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh
Lilis Suryaningsih
NIM: 1113051000189
KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/ 2017 M
i
ABSTRAK
Lilis Suryaningsih
NIM: 1113051000189
Representasi Citra Wartawan Dalam Film All The President’s Men
Film All The President’s Men merupakan film yang diangkat dari kisah nyata
mengenai skandal Watergate. Skandal Watergate terkenal dengan praktik jurnalisme
investigasi karena dibongkar oleh dua wartawan Washington Post yakni Bob
Woodward dan Carl Bernstein yang berujung pada pengunduran diri Presiden
Amerika Serikat Richard Nixon dari jabatannya pada periode kedua. Perjuangan dan
kegigihannya dalam mengungkap skandal besar digambarkan secara jelas dan detail
dalam film ini.
Adapun masalah yang ingin diungkap dalam penelitian ini adalah ingin
mengetahui bagaimana citra wartawan direpresentasikan dalam film All The
President’s Men? Dan bagaimana struktur wacana makro, mikro, dan superstruktur
yang terkandung dalam dialog film All The President’s Men?
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode penelitian analisis wacana yang dikembangkan oleh Teun A. Van Dijk.
Pengumpulan data dilakukan melalui research document, kemudian melakukan
pengamatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki kemudian
mencatat dan memilih adegan yang sesuai degan penelitian.
Tema besar dalam film adalah mengenai jurnalisme investigasi tentang
skandal Watergate. Citra wartawan dalam film ini direpresentasikan dengan memiliki
rasa ingin tahu yang besar, mematuhi kode etik, totalitas dalam bekerja, berani
mengungkap kebenaran, dan kegigihan menembus narasumber. Dan bagaimana
representasi tersebut dikaitkan dengan wacana model Teun A. van Dijk melalui level
teks yang terdiri dari struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro.
Film ini menunjukan bahwa menjadi wartawan sesungguhnya tidaklah
mudah, butuh tekad yang bulat serta mental yang kuat dalam mengahadapi segala
kemungkinan yang terjadi di lapangan. Dan dalam menjalankan tugasnya, wartawan
harus mematuhi kode etik yang berlaku seperti berpihak pada kebenaran, independen
yakni tidak berpihak pada siapapun, menjaga identitas narasumber, dan melaporkan
kejadian sesuai dengan fakta.
Kata kunci: Watergate, Wacana, Citra, Film, Wartawan
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, dengan mengucap syukur kepada Allah SWT
atas berkat dan rahmat-Nya sehingga skripsi dengan judul Representasi Citra
Wartawan Dalam Film All The President’s Men dapat diselesaikan dengan baik.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan kepada baginda kita Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan parasahabat beliau.
Dengan selesainya skripsi ini merupakan suatu anugerah terindah yang
penulis rasakan. Maka untuk itulah, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak terkait yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. Arief Subhan, M.A sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Suparto, M.Ed, Ph.D.,
sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag.,
sebagai Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, Dr. Suhaimi, M.Si,
sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama.
2. Kholis Ridho, M.Si sebagai Ketua Konsentrasi Jurnalistik serta Dra. Hj
Musfirah Nurlaily, M.A Sekretaris Jurusan yang telah banyak membantu
penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
3. Ade Rina Farida M,Si. selaku dosen pembimbing, yang selalu
membimbing penulis dengan sabar dan memberikan motivasi kepada
penulis agar bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar. Tidak
iii
ada kata yang sangat pantas terucap selain terima kasih yang mendalam
atas kesediaannya untuk meluangkan waktu di tengah-tengah
kesibukannya guna memberikan arahan, dan bimbingan kepada penulis.
4. Terimakasih untuk Dosen Pembimbing Akademik, Tantan Hermansyah,
S.Ag., M.Si., yang telah memberi masukan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang pernah
mengajar penulis, terimakasih atas ilmu yang diberikan. Semoga berkah
dan selalu bermanfaat.
6. Seluruh Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas yang telah
membantu penulis dalam pencarian bahan untuk skripsi ini.
7. Ucapan terimakasih tiada henti penulis sampaikan kepada ayahanda Aman
dan ibu Sukaisih yang telah merawat dan membersarkan penulis dengan
penuh cinta dan kasih sayang serta selalu mendoakan penulis dengan
penuh ikhlas, juga memberikan motivasi kepada penulis.
8. Terimakasih banyak untuk kakakku Siti Amalia dan adikku M. Aji
Suryaman yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis.
9. Kepada Angga Satria Perkasa terimakasih atas perhatian dan kasih
sayangnya serta memberikan semangat, doa, dan dukungan kepada penulis
hingga akhirnya skripsi ini bisa selesai.
10. Terimakasih kepada sahabat-sahabat Amira, Muray, Emak (Putri),
Tiffany, Linda, Ana dan Mia atas saran, masukan, kritik, perhatian dan
iv
pengertiannya. Terima kasih atas tawa, canda, marah, sedih yang telah
kalian berikan kepada penulis. Kalian luar biasa!
11. Sahabat perjuangan Jurnalistik B 2013 yang selalu kompak dari awal
masuk semoga silaturahmi selalu terjaga.
12. Terimakasih kepada teman-teman KKN Ekadasa Arka yang telah hidup
bersama selama sebulan dan melewati canda, tawa, marah, dan sedih.
Penulis mendoakan semoga bantuan, dukungan, semangat, perhatian, dan
bimbingan dari semua pihak mendapatkan balasan pahala yang berlipat ganda, serta
rahmat dan berkah dari Allah SWT aamiin ya rabbal alamin.
Akhirnya penulis mengucapkan syukur, terimakasih, dan pemohonan maaf
apabila selama ini terdapat banyak kesalahan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
pihak manapun tanpa terkecuali.
Jakarta, November 2017
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 6
D. Metodologi Penelitian ........................................................... 6
E. Tinjauan Pustaka .................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan ............................................................ 10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Representasi ......................................................... 12
B. Teori Citra ............................................................................. 13
1. Pengertian Citra ............................................................... 13
2. Jenis-jenis Citra ............................................................... 15
C. Wartawan .............................................................................. 17
D. Tinjauan Tentang Film .......................................................... 22
1. Pengertian Film ................................................................ 22
2. Jenis-jenis Film ............................................................... 24
3. Film Dokumenter ............................................................. 27
E. Analisis Wacana .................................................................... 33
1. Pengertian Wacana .......................................................... 33
2. Analisis Wacana Teun A. van Dijk ................................. 34
BAB III GAMBARAN UMUM FILM ALL THE PRESIDENT’S MEN
A. Sinopsis Film All The President’s Men ................................... 40
B. Tokoh dan Pemeran Film All The President’s Men ................ 43
C. Sekilas Tentang Watergate ..................................................... 45
D. Penghargaan Film All The President’s Men .......................... 47
vi
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Representasi Citra Wartawan Dalam Film
All The President’s Men .......................................................... 49
B. Analisis Teks Film All The President’s Men .......................... 53
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 77
B. Saran ........................................................................................ 79
DAFTAR PUSTAKA
vii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1 Skema Struktur Wacana Van Dijk
2. Tabel 4.1 Opening Shot
3. Tabel 4.2 Conflict Scene
4. Tabel 4.3 Anti Klimaks (Solusi)
5. Tabel 4.4 Ending (Penutup)
6. Tabel 4.5 Latar
7. Tabel 4.6 Detail
8. Tabel 4.7 Maksud
9. Tabel 4.8 Koherensi
10. Tabel 4.9 Kata Ganti
11. Tabel 4.10 Bentuk Kalimat
12. Tabel 4.11 Grafis
13. Tabel 4.12 Metafora
14. Tabel 4.13 Ekspresi
viii
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 4.1 Potongan Adegan; Opening Shoot
2. Gambar 4.2 Potongan Adegan; Conflict Scene
3. Gambar 4.3 Potongan Adegan; Conflict Scene
4. Gambar 4.4 Potongan Adegan; Conflict Scene
5. Gambar 4.5 Potongan Adegan; Conflict Scene
6. Gambar 4.6 Potongan Adegan; Conflict Scene
7. Gambar 4.7 Potongan Adegan; Anti Klimaks (Solusi)
8. Gambar 4.8 Potongan Adegan; Anti Klimaks (Solusi)
9. Gambar 4.9 Potongan Adegan; Ending
10. Gambar 4.10 Potongan Adegan; Detail
11. Gambar 4.11 Potongan Adegan; Detail
12. Gambar 4.12 Potongan Adegan; Maksud
13. Gambar 4.13 Potongan Adegan; Maksud
14. Gambar 4.14 Potongan Adegan; Praanggapan
15. Gambar 4.15 Potongan Adegan; Koherensi
16. Gambar 4.16 Potongan Adegan; Koherensi
17. Gambar 4.17 Potongan Adegan; Koherensi
18. Gambar 4.18 Potongan Adegan; Bentuk Kalimat
19. Gambar 4.19 Potongan Adegan; Bentuk Kalimat
20. Gambar 4.20 Potongan Adegan; Kata Ganti
21. Gambar 4.21 Potongan Adegan; Grafis
22. Gambar 4.22 Potongan Adegan; Grafis
23. Gambar 4.23 Potongan Adegan; Grafis
24. Gambar 4.24 Potongan Adegan; Grafis
25. Gambar 4.25 Potongan Adegan; Metafora
26. Gambar 4.26 Potongan Adegan; Ekspresi
27. Gambar 4.27 Potongan Adegan; Ekspresi
28. Gambar 4.28 Potongan Adegan; Ekspresi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi telah mencapai suatu tingkat di mana orang mampu berbicara
dengan jutaan manusia secara serentak dan serempak. Teknologi komunikasi
mutakhir telah menciptakan apa yang disebut “publik dunia”. Kejadian yang
berlangsung di belahan dunia dapat diketahui dengan cepat di belahan lainnya.
Melalui satelit komunikasi sekarang ini secara teoritis kita akan 1mampu
memperlihatkan satu gambar, memperdengarkan suara kepada tiga milyar
manusia di seluruh dunia secara simultan. Komunikator tinggal hanya
menyambungkan alat pemancar dan jutaan orang tinggal menyetel dan
menerima. 1
Sebagai contoh, skandal Watergate yang menggeparkan dunia pada tahun
1972 – 1974. Skandal Watergate adalah skandal politik di Amerika Serikat
yang mengakibatkan Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon
mengundurkan diri dari jabatannya. Watergate sendiri merupakan kompleks di
Washington D.C yang terdiri dari lima bangunan dan menjadi markas dari
Partai Demokrat yakni rival politik dari Partai Republik.
1 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dan UIN Jakarta
Press, 2007), h.135.
2
Terbongkarnya skandal tersebut tak lain berkat kerja keras dua wartawan
yang sangat berani dalam mengungkap kebenaran yaitu Bob Woodward dan
Carl Bernstein dari Washington Post. Tak mudah bagi Woodstein sebutan
untuk kedua wartawan tersebut untuk mengorek informasi dari narasumber.
Apalagi mereka harus berhadapan dengan pemerintahan. Banyak narasumber
yang tidak ingin memberikan informasi karena gerak geriknya diawasi dan
bahkan nyawanya diancam agar tidak membeberkan kasus tersebut.
Woodstein tidak kehabisan akal. Woodward mengenal orang dalam
dipemerintahan dan mencoba untuk meminta informasi mengenai kasus
Watergate. Narasumber misterius yang identitasnya dirahasiakan inilah yang
kemudian dikenal dengan sebutan “Deep Throat”2. Sang narasumber itulah
yang membeberkan informasi mengenai keterlibatan pemerintahan Nixon
dalam skandal Watergate. Penyelidikan Watergate selama bertahun-tahun
yang berujung pada pengunduran Nixon dan digantikan oleh wakilnya, Gerald
Ford.
Berkat kerjasama dua wartawan handal tersebut dalam melakukan aksi
jurnalistik yang sangat sulit yaitu investigasi dan dibantu oleh sumber anonim
yang terkenal di dunia jurnalisme investigasi, Deep Throat dalam
mendapatkan informasi, akhirnya mereka bisa membongkar kasus tersebut.
Walaupun sebelumnya nyawa mereka terancam namun itu tidak membuat
mereka mundur begitu saja dalam mengungkap kebenaran. Woodstein
2 Deep Throat berarti suara dalam atau dalam hal ini berarti informasi dari dalam. Deep
Throat terkenal sebagai narasumber anonim dalam dunia jurnalistik, ia merupakan mantan wakil CIA.
3
kemudian menuliskan perjalanan investigasi mereka dalam sebuah buku yang
berjudul All The President’s Men yang kemudian pada tahun 1976 diangkat
ke layar lebar dengan judul yang sama.
Film hasil produksi Warner Bross yang dirilis pada 4 april 1976
diperankan oleh beberapa aktor terkenal seperti Dustin Hoffman, Robert
Redford dan Jason Robards yang berkat kepiawannya berakting dalam film
ini, ia dianugerahi sebagai pemeran aktor pembantu terbaik di penghargaan
Oscar3 tahun 1977. Film yang disutradarai oleh Alan J. Pakuala ini berhasil
membawa penonton merasakan perjuangan wartawan dalam melakukan
investigasi untuk mengungkap sebuah kasus dan mengetahui bagaimana
proses investigasi. Akting yang sangat natural dari para pemerannya seakan
kita melihat kejadian aslinya. Penonton juga banyak belajar dari film ini
mengenai dunia jurnalis, bagaimana teknik wawancara dan bagaimana
menghadapi narasumber yang sulit memberikan informasi. Investigasi yang
tak sebentar dilakukan Woodstein membuat penonton penasaran siapa saja
yang terlibat dalam skandal Watergate. Untuk itu, film All The President’s
Men berhasil menyabet empat penghargaan dalam ajang paling bergengsi
perfilman dunia yakni Academy Award atau Oscar pada tahun 1977 untuk
kategori art direction, sound, writing (screenplay based on materian from
another medium), actor in a supporting role.4
3 Oscar atau Academy Awards adalah ajang penghargaan tertinggi bagi perfilman dunia. 4 “Pemenang Oscar tahun 1977” diakses pada 20 Februari 2017 pukul 21.00 WIB di
http://oscar.org
4
Film dengan kemampuan daya visualnya yang didukung audio yang khas,
sangat efektif sebagai media hiburan dan juga sebagai media pendidikan dan
penyuluhan. Film bisa diputar berulang kali pada tempat dan khalayak yang
berbeda.5
Walaupun kejadian Watergate dan produksi film All The President’s Men
sudah lebih 40 tahun yang lalu, namun film yang diangkat dari kisah nyata ini
sarat akan pelajaran mengenai dunia jurnalis. Watergate menjadi simbol
kekuatan jurnalisme invetigasi. Kisah dua wartawan Washington Post, Bob
Woodward dan Carl Berstein, yang berhasil membongkar skandal politik yang
tidak ringan dan melibatkan orang-orang tinggi dipemerintahan Amerika
Serikat. Kisah Watergate menjadi legenda mengenai jurnalisme investigasi
dan tentang hancurnya kekuatan presiden Negara Adidaya.
Hal itu mengimbas kemudian kepada pemahaman peran kebebasan pers
dan pertanggungjawaban wartawan ketika berhadapan dengan masyarakat
dibanyak Negara. Khususnya, disebuah Negara yang pemerintahannya diliputi
penyalahgunaan kekuasaan. Dan tertuju kepada peran wartawan yang tidak
pasif melaporkan institusi demokrasi yang rapuh dan korup.6
Seringkali kebebasan pers dinikmati oleh pemilik modal atau owner media
massa. Akibatnya para jurnalis, dan penulisnya harus tunduk pada
kepentingan pemilik, atau setidaknya pada visi, misi, dan rubrikasi media
5 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007),h.137. 6 Septiawan Santana, Jurnalime Investigasi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003),h. 99.
5
tersebut.7 Namun dalam film All The President’s Men menceritakan
bagaimana seharusnya wartawan bekerja, kegigihannya mengungkap
kebenaran bukan karena tuntutan dari pihak manapun.
Berdasarkan latar belakang di atas, untuk itu peneliti tertarik melakukan
penelitian pada film All The President’s Men melalui teks atau naskah apa
saja yang mengandung citra wartawan dalam film All The President’s Men.
Bedasarkan latar belakang di atas, maka peneliti melakukan penelitian dengan
judul “REPRESENTASI CITRA WARTAWAN DALAM FILM ALL
THE PRESIDENT’S MEN.”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah tentang teks mengenai
citra wartawan dalam melakukan liputan investigasi dan dibatasi dengan
model analisis wacana Teun A. Van Djik.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana citra wartawan direpresentasikan dalam film All The
President’s Men?
2. Bagaimana struktur wacana makro, mikro, dan superstruktur yang
terkandung dalam dialog film All The President’s Men?
7 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 87.
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan khusus dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui wacana mengenai citra wartawan
yang direpresentasikan dalam film All The President’s Men. Sedangkan
manfaat dari penelitian ini adalah:
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat akademis:
Penelitian ini diharapkan dapat memperbanyak informasi mengenai
analisis studi komunikasi khususnya analisis wacana kritis pada film.
Serta menjadi tambahan referensi untuk daftar pustaka.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapakan dapat menambah wawasan para
mahasiswa jurnalistik yang tertarik melakukan penelitian mengenai
film. Serta memberikan pelajaran mengenai bagaimana menjadi
wartawan yang baik dan benar.
D. Metodologi penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan menggunakan penelitian
kualitatif dengan metode penelitian analisis wacana (Discourse Analisis) yaitu
studi tentang struktur pesan atau telah mengenai aneka fungsi bahasa
(Pragmatik).8
8 Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001) h.48
7
Model analisis wacana yang digunakan oleh penulis adalah analisis
wacana model Teun A. van Dijk. Menurutnya penelitian wacana tidak cukup
hanya didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari
suatu praktek produksi yang harus juga diamati.9
Analisis Van Dijk di sini menghubungkan analisis tekstual yang
memusatkan perhatian kepada teks kearah analisis yang komperhensif
bagaimana teks berita itu diproduksi, baik dalam hubungannya dengan
individu pembuat film maupun dari masyarakat.10
1. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah film All The President’s
Men yang disutradarai oleh Alan J. Pakula. Sedangkan objek
penelitian ini adalah potongan gambar visual (scene) yang terdapar
dalam film All The President’s Men, juga dari teks dalam film All The
President’s Men yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian.
2. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terbagi menjadi
dua, pertama adalah data primer diperoleh dari video film All The
President’s Men yang kemudian dipilih beberapa scene yang
dibutuhkan peneliti dalam melakukan penelitian ini. Kedua adalah data
sekunder merupakan data yang diperoleh dari literatur yang
9 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Media, (Yogyakarta : LKIS, 2006), h.221. 10 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Media, (Yogyakarta : LKIS, 2006), h.225.
8
pendukung data primer seperti internet, buku-buku yang berhubungan
dengan penelitian, dan artikel.
3. Teknik Penelitian
Teknik penelitian dalam penelitian ini terbagi menjadi dua.
Pertama adalah observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan secara
sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki. Peneliti
menggunakan metode pengamatan secara menyeluruh dari semua
adegan dalam film All The President’s Men kemudian mencatat dan
memilih adegan yang sesuai degan penelitian. Yang kedua adalah
dokumentasi, yaitu dengan membaca, dan mempelajari berbagai
bentuk data tertulis (buku, majalah, atau jurnal) yang terdapat di
perpustakaan, internet, atau instansi lain yang dapat dijadikan analisis
dalam penelitian ini.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini peneliti menemukan beberapa tinjauan pustaka
yang pembahasannya mendekati apa yang diteliti oleh penulis. Beberapa
diantaranya yaitu skripsi dengan judul “Jurnalisme Invetigasi Dalam Film
(Analisis Wacana Jurnalisme Investigasi Dalam Film “State Of Play”)” oleh
Barlian Anung Prabandono mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Universitas
Sebelas Maret. Sama-sama meneliti film bertemakan jurnlaisme investigasi
dan menggunakan analisis wacana model Teun A. Van Djik. Walaupun sama-
9
sama melakukan penelitian menegnai film jurnalistik menggunakan analisis
wacana Teun A. Van Djik namun, isi penelitian berbeda.
Selanjutnya skirpsi dengan judul “Analisis Wacana Perlawanan
Korupsi Dalam Film Selamat Siang, Risa! Karya: Ine Febriyanti” oleh
Muhammad Imam Saputra mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam Univesitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi oleh
Muhammad Imam Saputra juga menggunakan analisis wcana Teun A. Van
Djik.
Skripsi oleh Siti Qoriatun Solihah mahasiswa jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
berjudul “Analisis Wacana Pesan Dakwah Film Dalam Mihrab Cinta” yang
menggunakan analisis wacana Teun A. Van dijk.
Skripsi berjudul “Representasi Toleransi Beragama Dalam Film Sang
Martir” oleh Meta Yunita Kusuma mahasiswa jurusan Komunikasi Dan
Penyiaran Islam Univesitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam
skripsinya, Meta Yunita Kusuma menganalisis menggunakan semiotika model
Charles Sander Pierce.
Dengan itu, penelitian yang ingin dilakukan peneliti tidak ada
kesamaan signifikan dengan ketiga skripsi di atas. Maka peneliti mengambil
kesimpulan bahwa belum ada mahasiswa/i yang meneliti tentang
10
“REPRESENTASI CITRA WARTAWAN DALAM FILM ALL THE
PRESIDENT’S MEN”
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembaca dalam melihat gambaran dan uraian
skripsi ini, penulisan skripsi ini akan disusun secara sistematis sesuai
ketentuan dan aturan yang berlaku. Adapun bentuk penulisan skripsi ini
adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodelogi penelitian,
tinjauan pustakan, dan sistematika penelitian.
BAB II LANDASAN TEORI
Landasan teori meliputi pengertian representasi, teori citra, wartawan,
tinjauan tentang film, analisis wacana, dan analisis wacana model
Teun A. van Dijk.
BAB III GAMBARAN UMUM FILM ALL THE PRESIDENT’S MEN
Pada bab III menguraikan tentang gambaran umum film All The
President’s Men yang terdiri dari sinopsis film, sekilas tentang skandal
Watergate, dan pengahargaan film All The President’s Men.
11
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Bab ini membahas tentang temuan data mengenai representasi citra
wartawan dalam film All The President’s Men yang diperoleh penulis
dari hasil penelitiannya.
BAB V PENUTUP
Pada bab terakhir merupakan kesimpulan dan saran dari penelitian .
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Representasi
Aktivitas membentuk ilmu pengetahuan yang dimungkinkan kapasitas
otak untuk dilakukan oleh semua manusia disebut representasi.
Representasi dapat didefinisikan lebih jelasnya sebagai penggunaan tanda
(gambar, bunyi, dan lain-lain) untuk menghubungkan, menggambarkan,
memotret, atau mereproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan,
atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu.1
Representasi merupakan bentuk konkret (penanda) yang berasal dari
konsep abstrak. Sebagai contoh, bagaimana hujan direpresentasikan dalam
film, karena hujan yang sebenarnya sulit ditangkap oleh mata kamera dan
susah diproduksi. Akan tetapi beberapa representasi merupakan hal yang
sangat penting dalam kehidupan budaya dan politik, sebagai contoh:
gender, bangsa, usia, kelas, dst. Karena representasi tidak terhindarkan
untuk terlibat dalam proses seleksi sehingga beberapa tanda tertentu lebih
istimewa daripada yang lain, ini terkait dengan bagaimana konsep tersebut
direpresentasikan dalam media berita, film, bahkan dalam percakapan
sehari-hari. Hal itu seharusnya hadir bukan sebagai hal yang mengejutkan,
kemudian mengenai bagaimana cara representasi diatur melalui pelbagai
1 Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori
Komunikasi, (Yogyakarta: Jalasutra, 2012) h.20
13
macam media, genre, dan dalam pelbagai macam wacana memelukan
perhatian yang menyeluruh.2
B. Teori Citra
1. Pengertian Citra
Citra merupakan sebuah persepsi tentang suatu realitas dan
tidak harus selalu sesuai dengan realitas yang ada. Citra terbentuk
berdasarkan informasi yang diterima. Media massa bekerja untuk
menyampaikan informasi untuk khalayak di mana informasi tersebut
memebentuk, mempertahankan atau mendefinisikan citra. 3
Menurut Keller, “citra adalah seperangkat keyakinan, ide dan
kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu obyek”. Dan
Menurut Soemirat dan Ardianto, “citra adalah kesan, perasaan,
gambaran diri publik terhadap perusahaan. Kesan ini diciptakan
secara sengaja dari suatu obyek, orang atau organisasi”. 4
Landasan citra berakar dari nilai-nilai kepercayaan yang
diberikan secara individual dan merupakan pandangan atau persepsi.
Proses akumulasi dan amanah kepercayaan yang telah diberikan oleh
individu-individu tersebut akan mengalami proses cepat atau lambat
untuk membentuk opini publik yang lebih luas, yaitu sering
dinamakan citra.
2 John Hartley, Communication, Culturalm & Media Studies: Konsep Kunci, (Yogyakarta :
Jalasutra, 2010), h. 265-266. 3 Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 224. 4 Nur Kholisah, Strategi Komunikasi Public Relations dan Citra Positif Organisasi, Jurnal
Ilmu Komunikasi, Vol 13, No. 3, September - Desember 2015, h. 200.
14
Citra adalah tujuan utama, dan sekaligus merupakan reputasi
dan prestasi yang hendak dicapai bagi dunia hubungan masyarakat
(kehumasan) atau public relations. Pengertian citra itu sendiri abstrak
(intangible) dan tidak dapat diukur secara matematis, tetapi wujudnya
bisa dirasakan dari hasil penilaian baik atau buruk. 5
Biasanya landasan citra itu berakar dari “nilai-nilai
kepercayaan” yang kongkretnya diberikan secara individual, dan
merupakan pandangan atau persepsi. Proses akumulasi dari amanah
kepercayaan telah diberikan oleh individu-individiu tersebut akan
mengalami suatu proses cepat atau lambat untuk membentuk suatu
opini publik yang lebih luas, yaitu sering dinamakan citra (image). 6
Dari pengertian di atas, dapat diartikan citra adalah sebuah
gambaran, kesan yang melekat pada seseorang ataupun kelompok.
Begitu juga dengan citra wartawan yang berarti adalah kesan terhadap
wartawan tersebut. Apakah citra yang buruk atau justru citra yang
baik.
5 Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, (Jakarta: Rajagrifindo,
2010), h. 75. 6 Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, (Jakarta: Rajagrifindo,
2010), h. 75.
15
2. Jenis-jenis Citra
Ada beberapa jenis citra yang dikenal dalam dunia kehumasan
atau public relations yaitu:7
1. Citra bayangan (mirror image)
Citra bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam
mengenai pandangan luar terhadap organisasinya. Citra ini
seringkali tidaklah tepat, bahkan hanya sekedar ilusi, sebagai
akibat dari tidak memadainya informasi, pengetahuan ataupun
pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi itu
mengenai pendapat atau pandangan pihak-pihak luar.
2. Citra yang berlaku (current image)
Kebalikan dari citra bayangan, citra yang berlaku (current
image) ini adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh
pihak-pihak luar mengenai sesuatu organisasasi. Citra ini
sepenuhnya ditentukan oleh banyak-sedikitnya informasi yang
dimiliki oleh mereka yang memepercayainya. Biasanya pula citra
ini cenderung negatif. Citra yang berlaku tidak selamanya, bahkan
jarang, sesuai dengan kenyataan karena semata-mata terbentuk dari
pengalaman atau pengetahuan orang-orang luar yang biasanya
serba terbatas.
7 Frank Jefkins, Public Relations, Terj. Haris Munandar, (Erlangga, 2002), h. 21-23.
16
3. Citra yang diharapkan (wish image)
Citra yang diharapkan adalah suatu citra yang diinginan oleh
pihak manajemen. Citra ini juga tidak sama dengan citra yang
sebenarnya. Namun secara umum, yang disebut sebagai citra
harapan itu memang sesuatu yang berkonotasi baik.
4. Citra perusahaan
Adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi
bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya. Citra
perusahaan ini terbentuk dari banyak hal, seperti sejarah atau
riwayat hidup perusahaan yang gemilang, keberhasilan dan
stabilitas di bidang keuangan, kualitas produk, keberhasilan
ekspor, hubungan industri yang baik, reputasi sebagai pencipta
lapangan pekerjaan, kesediaan memikul tanggung jawab sosial,
dan komitmen mengadakan riset.
5. Citra majemuk
Jumlah citra yang dimiliki suatu perusahaan boleh dikatakan
sama banyaknya dengan jumlah pegawai yang dimilikinya. Untuk
menghindari berbagai hal yang tidak diinginkan, variasi citra yang
ditekan harus seminimal mungkin dan citra perusahaan secara
keseluruhan harus ditegakan.
17
6. Citra yang baik dan yang buruk
Sebelumnya sudah disebutkan bahwa citra public relations
yang ideal adalah kesan yang benar, yakni sepenuhnya berdasarkan
pengalaman, pengetahuan, serta pemahaman atas kenyataan yang
sesungguhnya. Itu berarti citra tidak dapat “dipoles agar lebih
indah dari warna aslinya” (karena hal itu justru dapat
mengacaukannya). Suatu citra yang lebih baik sebenarnya bisa
dimunculkan kapan saja, termasuk di tengah terjadinya musibah
atau sesuatu yang buruk.
C. Wartawan
Wartawan adalah profesi mencari, mengumpulkan dan menulis berita
yang kemudian diserahkan kepada redaktur media untuk dipublikasikan
kepada masyarakat.
Wartawan sebagai profesi memiliki kebebasan yang disebut kebebasan
pers, yakni kebebasan mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan berita
yang berisi gagasan dan informasi. Kebebasan pers tidak berarti bahwa
wartawan dalam menjalankan tugasnya dapat berbuat semaunya. Di dalam
18
menjalankan profesinya tersebut, wartawan terikat dengan peraturan
perundang-undangan yang menyangkut delik pers. 8
Upaya-upaya untuk memperbaiki pendidikan kewartawanan
menunjukan bahwa “profesionalisasi” dapat diharapkan semakin
meningkat dalam lapangan pekerjaan jurnalistik, yang kemungkinan besar
mengarah pada otonomi yang lebih mantap dan kekuatan yang lebih besar
untuk menahan tekanan-tekanan dan pengaruh dari kelompok-kelompok
kepentingan dalam masyarakat.9
Bill Kovach dan Tom Rosentiel melakukan riset terhadap apa yang
seharusnya menjadi prinsip para wartawan. Kovach dan Rosentiel
menuliskan risetnya dalam buku 9 elemen jurnalistik antara lain: 10
1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran.
Elemen pertama yaitu jurnalisme diwajibkan patuh terhadap
etik pemberitaan, berita yang diberitakan tidak bias artinya tidak
menimbulkan pertanyaan yang membuat masyarakat ragu akan
kebenaran berita tersebut, menjalankan akurasi kebenaran atau
penyelidikan terhadap berita.
8 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 86. 9 Hikmat Kusumaningrat,dkk, Jurnalistik Teori Dan Praktik, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2006),h. 116. 10 Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, Elemen-Elemen Jurnalisme, Terj. Yusi A. Pareanom,
(Institute Studi Arus Informasi dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, 2003, h. 6.
19
2. Loyalitas pertama jurnalisme kepada warga.
Jurnalisme juga sebagai sosial kontrol, tidak boleh berpihak
pada pemerintah atau pada pihak manapun bahkan pada media di
tempat ia bekerja.
3. Intisari jurnalisme adalah disiplin dalam verifikasi.
Hal yang membedakan anatara mana produk jurnalisme, mana
prodak propaganda, mana prodak seni, mana prodak fiksi.
4. Para praktisnya harus menjaga independensi terhadap sumber
berita.
Elemen ini mengenai hal yang prinsipil. Wartawan mungkin
membayangkan bahwa dirinya bisa melaporkan dan menjadi
bagian dari peserta saat peristiwa berlangsung. Berita yang
disampaikan harus objektif dan tidak memihak pihak manapun.
5. Jurnalisme harus berlaku sebagai pemantau kekuasaan.
Peran jurnalisme sebagai penjaga (watchdog) harus
dilaksanakan untuk memantau kekuasaan dan peran ini tidak boleh
disalah gunakan. 11
11 Luwi Ishwara, Jurnalisme Dasar, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2005),h. 11.
20
6. Jurnalisme harus menyediakan forum publik untuk kritik maupun
dukungan warga.
Diskusi publik ini bisa melayani masyarakat dengan baik jika
mereka mendapatkan informasi berdasarkan fakta bukan atas dasar
prasangka atau dugaan-dugaan.
7. Jurnalisme harus berupaya membuat hal yang penting menarik dan
relevan.
Apa yang menurut masyarakat inginkan dengan apa yang
masyarakat butuhkan walaupun tidak diinginkan haruslah
seimbang.
8. Jurnalisme harus menjaga agar berita komprehensif dan
proporsional.
Dari sebuha berita, hal-hal yang penting tidak boleh
dihilangkan dan berita harus sesuai fakta dan tidak menimbulkan
opini.
9. Para praktisinya harus diperbolehkan mengikuti nurani mereka.
Setiap wartawan harus memiliki rasa etik dan tanggung jawab.
Wartawan harus mau, bila rasa keadilan dan akurasi mewajibkan,
untuk menyuarakan perbedaan dengan rekan-rekan kita, entah itu
di ruang redaksi ataupun di kantor eksekutif. 12
12 Luwi Ishwara, Jurnalisme Dasar, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2005),h. 13.
21
Dewasa ini, masyarakat menganggap pers dikuasai oleh para
pemilik media yang kebanyakan adalah penguasa suatu partai. Lebih
lanjut, prinsip anjing penjaga (watchdog) tengah terancam dalam
jurnalisme karena penggunaannya yang berlebihan, dan oleh peran
anjing penjaga palsu yang lebih ditunjukan untuk menyajikan sensasi
ketimbang pelayanan publik. Barangkali yang bahkan lebih serius lagi,
peran anjing penjaga terancam oleh jenis baru konglomerasi
perusahaan, yang secara efektif bisa merusak independensi yang
dibutuhkan pers untuk menjalankan peran pemantauan mereka. 13
Pada dasarnya wartawan harus independen terhadap apapun yang
mereka liput. Prinsip idenpendensi ini harus dijunjung tinggi di atas
identitas lain seorang wartawan. Misalnya, seorang wartawan
beragama Islam sedang meliput pereseteruan antara umat Kristen dan
umat Islam yang terbukti bersalah adalah umat Islam, sang wartawan
harus bersikap independen dengan memberitakan apa yang sebenarnya
terjadi dan tidak menutup-nutupi kebenaran tersebut.
Dua wartawan Washington Post yakni Bob Woodward dan Carl
Bernstein mendapat penghargaan Putlizer karena berupaya
mengungkap skandal politik besar Amerika, Watergate yang saat itu
ditutup-tutupi oleh para petinggi pemerintahan. Reportase
13 Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, Elemen-Elemen Jurnalisme, Terj. Yusi A. Pareanom,
(Institute Studi Arus Informasi dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, 2003), h. 141.
22
investigative pun mendadak beroleh popularitas dan daya tarik dan
mendefinisi ulang citra profesi ini.14
Kewajiban yang diemban wartawan melahirkan tanggung jawab
yang harus mereka pikul. Akar dari tanggung jawab ini terutama
berasal dari kenyataan bahwa kita ini selain sebagai individu juga
menjadi anggota masyarakat, yang dengan keputusan, dan tindakan,
dapat mempengaruhi orang lain, semakin berat pula kewajiban
moralnya.15
D. Tinjauan Tentang Film
1. Pengertian Film
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film adalah selaput
tipis yang dibuat dari selluloid untuk tempat gambar negatif (yang
akan dibuat potret) atau tempat gambar positif (yang akan dimainkan
di bioskop). 16 Film adalah potongan gambar berupa adegan yang
mempunyai jalan cerita maju, mundur atau campuran dan di dalamnya
memiliki pesan kepada penonton.
Lumiere bersaudara membuat penemuan yang dapat
menampilkan orang yang duduk dalam ruang gelap menonton gambar
bergerak yang diproyeksikan ke layar. Pada tahun 1985 melalui alat
14 Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, Elemen-Elemen Jurnalisme, Terj. Yusi A. Pareanom,
(Institute Studi Arus Informasi dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, 2003), h. 140. 15 Luwi Iswara, Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar, (Jakarta: Kompas Media Nusantara,
2005), h. 15. 16 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002),h. 316.
23
cinematographe sebuah alat berfungsi fotografi sekaligus alat
proyeksi. Thomas Edison (1896) kemudian menemukan Vitascope
yang diputar perdana di New York, sehingga dimulailah industri
film.17
Film seperti pabrik mimpi, yang membuat orang menonton
agar dapat merasakan dan mencari-cari apakah ada kesusuaian antara
pengalaman pribadi dengan cerita film, dengan itu banyak pelajaran
penting di dalamnya. Sehingga film dapat membentuk budaya
khalayak dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat meniru cara
berbicara, gaya, mode, dari para aktris di dalamnya, bahkan penonton
dapat memperoleh pengetahuan baru di dalamnya yang tidak pernah
terintas di benak sebelumnya. Ada tiga komponen penting dalam
industri fim di Amerika Serikat yakni: (1) produksi film, (2) distribusi
film, (3) pemutaran film.18
Film dianggap lebih sebagai media hiburan ketimbang media
pembujuk, namun yang jelas, film sebenarnya punya kekuatan bujukan
atau persuasi yang besar. Kritik publik dan adanya lembaga sensor
juga menunjukan bahwa sebenarnya film sangat berpengaruh. 19
17 Apriadi Tamburaka, Literasi Media: CERDAS BERMEDIA KHLAYAK MEDIA MASSA,
(Depok: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 60-61. 18 Apriadi Tamburaka, Literasi Media: CERDAS BERMEDIA KHLAYAK MEDIA MASSA,
(Depok: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 63-64. 19 William L. Rivers, Media Massa dan Masyarakat Modern, (Jakarta: Prenada Media Group,
2003), ed.2, h. 252.
24
Dilihat dari sejarahnya, penemuan film sebenarnya berlangsung
cukup panjang. Ini disebabkan karena film melibatkan masalah-
masalah teknik yang cukup rumit, seperti masalah optik, lensa, kimia,
proyektor, kamera, roll film, bahkan sampai pada masalah psikologi.
Usaha untuk memepelajari bagaimana gambar dipantulklan lewat
cahaya, konon telah dilakukan sekitar 600 tahun sebelum masehi.
Ketika itu Archimedes berusaha memantulkan cahaya matahari kearah
kapal-kapal perang romawi untuk mempertahankan Syracuse. Benar
tidaknya cerita ini, yang jelas bahwa usaha memproyeksikan bayangan
gambar telah dilakukan pada tahun 1645 oleh seorang pendeta Jerman
bernama Athanasius Kinscher dengan memakai lentera untuk pelajaran
agama College Romano. Namun bayangan yang dibuat itu belum
pernah ada yang melihat sebelumnya, sehingga para murid-muridnya
menyebut sebagai permainan setan. 20
2. Jenis-jenis Film
Dalam perkembangannya, baik karena kemajuan teknik-teknik
yang semakin canggih maupun tuntutan masa penonton, pembuat film
semakin bervariasi. Untuk sekedar memperlihatkan variasi film yang
diproduksi, maka jenis-jenis film dapat digolongkan sebagai berikut:21
20 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h.
137. 21 Yoyon Mudjiono, Kajian Semiotika Dalam Film, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.1,
April 2011, h. 133.
25
1. Teatrical Film (Film teaterikal)
Film teatrikal disebut juga film cerita, merupakan film yang
didalamnya terdapat unsur drama yang memainkan emosi
penonton. Film teatrikal ini digolongkan mejadi empat, yakni:
a. Film Aksi (Action film), film yang adegannya sebagian besar
menonjolkan kekutan fisik serta ketangkasan dalam bertarung
seperti peperangan, tembak-tembakan, perkelahian dan
adegan yang mendebarkan lainnya. Misalnya film Fast And
Furious, The Mechanic, dan film tentang superhero.
b. Film Spikodrama, semacam film horror yang bertemakan
mengenai kekuatan supernatural, maupun hal-hal yang gaib.
Misalnya film the conjuring, insidious, jelangkung.
c. Film komedi, film yang isi ceritanya tentang kelucuan para
aktor/aktris. Alur ceritanya penuh lelucon sehingga tidak kaku
dan membuat penonton tertawa. Misalnya film warkop,
Mr.Bean.
d. Film musik, dalam film musik ini beberapa dialog antar tokoh
biasanya dijadikan lagu hingga para aktor/aktris diharuskan
untuk bernyanyi. Misalnya film petualangan sherina, lala-
land.
26
2. Film Non-teaterikal (Non-teatrical film)
Film-film jenis ini lebih cenderung untuk menjadi alat
komunikasi untuk menyampaikan informasi (penerangan) maupun
pendidikan. Film non-teaterikal dibagi menjadi tiga jenis yakni:22
a. Film pendidikan, film ini adalah untuk para siswa yang
sudah tertentu bahan pelajaran yang akan diikutinya.
Sehingga film pendidikan menjadi pelajaran ataupun
instruksi belajar yang direkam dalam wujud visual. Isi yang
disampaikan sesuai dengan kelompok penontonnya, dan
dipertunjukkan di depan kelas. Setiap film ini tetap
memerlukan adanya guru atau instruktur yang membimbing
siswa. 23
b. Film animasi, atau film kartun ceritanya biasanya campur.
Ada yang drama, komedi, action, namun aktor/aktris yang
ditampilkan tidaklah nyata melainkan sebuah animasi.
Misalnya film produksi Walt Disney.
c. Film dokumenter, adalah film yang ceritanya diangkat dari
kisah nyata. Alur ceritanya dibuat semirip mungkin dengan
kejadian asli. Film dokumenter dibuat dengan tujuan
22 Yoyon Mudjiono, Kajian Semiotika Dalam Film, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.1,
April 2011, h. 134. 23 Yoyon Mudjiono, Kajian Semiotika Dalam Film, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.1,
April 2011, h. 135.
27
tertentu misalnya untuk pendidikan, sosial, propaganda, dan
menyampaikan suatu informasi.
3. Film Dokumenter
Dibandingkan produksi film fiksi, produksi film dokumenter hanya
membutuhkan tim kecil, umunya dua hingga lima orang. Jumlah tim
yang sangat sedikit ini sangat efektif dan praktis jika saat syuting
diperlukan gerak yang cepat dan leluasa. Dengan begitu kamera selalu
siap merekam gambar peristiwa yang tiap saat dapat saja terjadi tanpa
diduga atau direncanakan.24
Dari beberapa jenis film yang ada, film dokumenter menjadi pilihan
cocok untuk dijadikan sumber belajar oleh guru di sekolah bagi siswa-
siswanya. Karena film dokumenter merupakan penuturan fakta-fakta
yang sebenarnya sehingga tidak ada perekayasaan dalam produksinya.
Film dokumenter yang dijadikan dalam proses pembelajaran adalah
film-film yang mengangkat tema kebudayaan baik adat istiadat maupun
kesenian-kesenian daerah dan juga tema yang berkaitan dengan
keilmuan, apapun bidang keilmuannya seperti biologi, sejarah, fisika
dan lainnya selagi pemaparan dalam film dokumenternya memberi
pengetahuan yang positif kepada penontonnya.25
24 Gerzon R. Ayawaila, Dokumenter, Dari Ide Sampai Produksi, (Jakarta: FFTV-IKJ Press,
2008), h.8. 25 Riki Rikarno, Film Dokumenter Sebagai Sumber Belajar Siswa, Jurnal Ekspresi Seni, Vol
17, No. 1, Juni 2015, h. 132.
28
Ada empat kriteria yang menerangkan bahwa dokumenter adalah
film nonfiksi.26
1. Setiap adegan dalam film dokumenter merupakan rekaman
kejadian sebenarnya, tanpa interpretasi imajinatif seperti halnya
dalam film fiksi. Pada dokumenter latarbelakang harus spontan
otentik dengan situasi dan kondisi asli (apa adanya).
2. Yang dituturkan dalam film dokumenter berdasarkan peristiwa
nyata (realita), sedangkan pada film fiksi isi ceritanya
berdasarkan karangan (imajinatif).
3. Sebagai sebuah film nonfiksi, sutradara melakukan observasi
pada suatu peristiwa nyata lalu melakukan perekaman gambar
sesuai dengan apa adanya.
4. Apabila struktur cerita pada film fiksi mengacu pada alur cerita
atau plot, dalam dokumenter konsentrasinya lebih pada isi dan
pemaparan.
Ada banyak tipe, kategori, dan bentuk penuturan dalam
dokumenter. Dalam beberapa hal terlihat adanya kemiripan; yang
membedakan adalah spesifikasinya. Belakang hari banyak juga
dokumenter yang menggabungkan gaya dan bentuk dari bermacam
26 Gerzon R. Ayawaila, Dokumenter, Dari Ide Sampai Produksi, (Jakarta: FFTV-IKJ Press,
2008), h.23-24.
29
pendekatan seni audio-visual. Beberapa contoh yang berdasarkan gaya
dan bentuk bertutur itu antara lain: 27
1. Laporan perjalanan.
Umumnya setiap perjalanan ekspedisi dibuat
dokumentasinya, baik berupa film maupun foto. Sekarang ini,
tipe laporan perjalanan memiliki variasi yang tidak selalu
berupa rekaman perjalanan petualangan tetapi juga perjalanan
seseorang ke berbagai negara yang dianggap memiliki
panorama dan budaya unik. Bentuk dokumenter ini juga
dikenal dengan nama travel film, travel documenterary,
adventure film, dan road movies.
2. Sejarah
Umunya dokumenter sejarah berdurasi panjang.
Dengan adanya siaran televisi, dokumenter sejarah dapat
direpresentasikan secara utuh, mengingat lewat tayangan
televisi dokumenter tersebut dapat ditayangkan secara
terperinci tanpa terikat oleh waktu sebagaimana film.
3. Potret/biografi
Isi film jenis ini merupakan representasi kisah
pengalaman hidup seorang tokoh terkenal ataupun anggota
masyarakat biasanya yang riwayat hidupnya diangap hebat,
27 Gerzon R. Ayawaila, Dokumenter, Dari Ide Sampai Produksi, (Jakarta: FFTV-IKJ Press,
2008), h.41-53.
30
menarik, unik, atau menyedihkan. Bentuk potret pada umunya
berkaitan dengan aspek human interest, sementara isi tuturan
bisa merupakan kritik, penghormatan, atau simpati.
4. Perbandingan
Dokumenter ini dapat dikemas ke dalam bentuk dan
tema yang bervariasi, selain dapat pula digabungkan dengan
bentuk penuturan lainnya, untuk mengetengahkan sebuah
perbandingan.
5. Kontradiksi
Dari sisi bentuk maupun isi, tipe kontradiksi memiliki
kemiripan dengan tipe perbandingan. Hanya saja tipe
kontradiksi cenderung lebih kritis dan radikal dalam mengupas
permasalahan. Perbedaan jelas anatara perbandingan dan
kontradiksi adalah: tipe perbandingan hanya memebrikan
alternative saja, sedangkan tipe kontradiksi lebih menekankan
pada visi dan solusi mengenai proses menuju suatu inovasi.
6. Ilmu pengetahuan
Dokumenter tipe ilmu pengetahuan terbagi dalam dua
bentuk kemasan, dengan tujuan publik berbeda. Bila
ditunjukan untuk publik khusus bisa disebut film edukasi,
sedangkan jika ditunjukan untuk publik umum dan luas disebut
film instruksional.
31
7. Nostalgia
Dokumenter nostalgia bisa mengenai seorang wartawan
perang, yang setelah sekian tahun kemudian kembali ke lokasi
tempat dia dulu pernah bertugas meliput berita peperangan atau
revolusi. Bentuk nostalgia terkadang dikemas dengan
menggunakan penuturan perbandingan, yang mengetengahkan
perbandingan mengenai kondisi dan situasi masa lampau dan
masa kini.
8. Rekonstruksi
Pada umunya, dokumenter bentuk ini dapat ditemui
pada dokumenter investigasi dan sejarah, termasuk pula pada
film etnografi dan antropologi visual. Dalam tipe ini, pecahan-
pecahan atau bagian–bagian peristiwa masa lampau maupun
masa kini disusun atau direkontruksi berdasarkan fakta sejarah.
9. Investigasi
Dokumenter invetigasi mencoba mengungkap misteri
sebuah peristiwa yang belum atau tidak pernah terungkap jelas.
Yang dipilih biasanya berupa peristiwa besar yang pernah
menjadi berita hangan dalam media massa. Tipe ini disebut
pula investigative journalism, karena metode kerjanya
dianggap berkaitan erat dengan jurnalistik, karena itu ada pula
yang menyebutnya dokumenter jurnalistik.
32
10. Association picture story
Disebut juga sebagai film eksperimen atau film seni.
Sejumlah pengamat film menganggap bentuk ini merupakan
jenis film seni atau eksperimen. Di sini dapat dilihat dan
dirasakan bahwa anasir musik memiliki peran penting, yakni
memberi nuansa gerak kehidupan yang dapat membangkitkan
emosi.
11. Buku harian
Dokumenter jenis ini disebut juga diary film. Dari
namanya, buku harian jelas bahwa bentuk penuturannya sama
seperti catatan pengalaman hidup sehari-hari dalam buku
harian pribadi. Karena buku harian bersifat pribadi, tak
mengherankan bila terlihat pula penuturan dokumenter sangat
subjektif, karena berkaitan dengan visi atau pandangan
seseorang terhadap komunitas atau lingkungan tempat dia
berada.
12. Dokudrama
Jenis dokumenter ini merupakan bentuk dan gaya
bertutur yang memiliki motivasi komersial. Karena itu subjek
yang berperan di sini adalah artis film. Cerita yang
disampaikan merupakan rekonstruksi suatu peristiwa atau
potret mengenai sosok sesorang, apakah seorang tokoh atau
masyarakat awam.
33
E. Analisis Wacana
1. Pengertian Wacana
Sejak zaman Yunani Kuno, bahasa telah menjadi bahan kajian,
walaupun bukan untuk kepentingan kebahasaan dan komunikasi. Pada
saat itu, bahasa dikaji karena bahasa dianggap sebagai sebuah alat
yang tepat untuk mengungkapkan konsep-konsep berpikir dan hasil
pemikiran filosofis. 28
Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti dan
menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam
bentuk lisan maupun tulisan. Penggunaan bahasa secara alamiah
tersebut dimaksudkan sebagai penggunaan bahasa yang terjadi dalam
peristiwa komunikasi sehari-hari secara nyata. 29
Wacana dalam bahasa Inggris disebut discourse. Secara
bahasa, wacana berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak yang
artinya ‘berkata’, ‘berucap’. Kemudian, kata tersebut mengalami
perubahan menjadi wacana. Tambahan - na di belakang kata wac
adalah bentuk sufiks (akhiran) yang bermakna ‘membendakan’.
28 Yoce Aliah, Analisis Wcana Kritis, (Bandung: Yrama Widya, 2009),h. 1. 29 Nurlaksana Eko, Analisis Wacana; Kajian Teoritis Dan Praktis, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2015),h. 4.
34
Dengan demikian, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau
tuturan.30
Definisi lain yang berkaitan dengan wacana ialah definisi yang
dikemukakan oleh Cook, yaitu wacana adalah suatu penggunaan bahasa
dalam komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Sedangkan
Halliday dan Hasan berpendapat wacana merupakan suatu kesatuan
semantik, dan bukan kesatuan gramatikal. Ada dua hal yang dapat
dikaji sehubungan dengan kesatuan bahasa yang dikemukakan Halliday
dan Hasan. Yang pertama adalah unsur yang abstrak digunakan untuk
mengajarkan bahasa dan mengetahui bagaimana aturan-aturan dalam
bahasa itu bekerja. Kedua, unsur yang digunakan untuk
berkomunikasi.31
2. Analisis Wacana Teun A van Dijk
Van Dijk mengembangkan pendekatan Kognisi Sosial (Socio
Cognitive Approach). Pendekatan ini menitik beratkan pada masalah
etnis, rasialisme, dan pengungsi. Pendekatan ini disebut sebagai kognisi
sosial karena melihat faktor kognisi sebagai elemen penting dalam
produksi wacana. 32
30 E. Zaenal Arifin dkk, Wacana Transaksional Dan Interaksional Dalam Bahasa Indonesia,
(Tangerang: Pustaka Mandiri, 2015), h. 20. 31 Aris Badara, Analisis Wacana: Teori, Metode, Dan Penerapannya Pada Wacana Media,
(Jakarta: Kenacana Prenada Media Group, 2012),h. 16-17 32 E. Zaenal Arifin dkk, Wacana Transaksional Dan Interaksional Dalam Bahasa Indonesia,
(Tangerang: Pustaka Mandiri, 2015), h. 6.
35
Titik perhatian van Dijk terutama pada studi mengenai
rasialisme. Banyak sekali rasialisme yang diwujudkan dan
diekspresikan melalui tulisan. Contohnya dapat dilihat dari percakapan
sehari-hari, wawancara kerja, rapat guru, debat di parlemen,
propaganda politik, periklanan, atikel ilmiah, editorial, berita, foto,
film, dan lain-lain.33
Melalui karyanya, van Dijk, membuat kearangka analisis
wacana yang dapat digunakan. Ia melihat suatu wacana terdiri atas
berbagai struktur dan tingkatan, yang masing-masing bagian saling
mendukung. Van Dijk membaginya dalam tiga tingkatan yaitu: 34
1. Struktur Makro
Makna umum dari teks yang dapat dilihat dari tema
pada suatu teks. Elemen tema masuk ke dalam struktur
makro karena dari tema kita dapat mengetahui apa yang
ingin disampaikan komunikator seacara umum.
Secara harfiah tema berarti “sesuatu yang telah
diuraikan” atau sesuatu yang telah ditempatkan”. Kata ini
berasal dari kata Yunani tithenai yang berarti
“menempatkan” atau “meletakan”. Dilihat dari sudut sebuah
33 Yoce Aliah Darma, Analisis Wacana Kritis, (Bandung: Yrama Widya, 2009), h. 87. 34 Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotika, dan Analisis Framing), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 73.
36
tulisan yang telah selesai, tema adalah suatu amanat utama
yang ingin disamapaikan oleh penulis melalui tulisannya. 35
2. Superstruktur atau skematik
Struktur skematik memberikan tekanan bagian mana
yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa
dikemudiankan sebagai strategi untuk menyembunyikan
informasi penting. 36 Dalam meneliti sebuah film struktur
skematik dimulai dari opening bill board, lalu masuk ke
bagian scene-scene yang mulai terjadi konflik, kemudian
ada solusi dari konflik tersebut dan yang terakhir adalah
ending dari film tersebut.
3. Struktur mikro
Struktur mikro merupakan struktur yang mengamati
wacana dari kata, kalimat, dan bahasa. Struktur mikro terdiri
dari semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris.
a. Semantik
Semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang
menelaah makna satuan lingual, baik makna leksikal
maupun makna gramatikal. Semantik dalam skema van
35 Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotika, dan Analisis Framing), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 75. 36 Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotika, dan Analisis Framing), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 76.
37
Dijk dikategorikan sebagai makna lokal, yakni makna
yang muncul dari hubungan antarkalimat, hubungan
antarproposisi yang membangun makna tertentu dalam
suatu bangunan teks. 37
b. Sintaksis
Sintaksis berasala dari kata Yunani sin
“dengan” + tattein “menempatkan”) berarti
menempatkan bersama-sama kata-kata mengenai
kelompok kata atau kalimat. Elemen sintaksis terbagi
menjadi kohersi, bentuk kalimat, dan kata ganti.
Koherensi alah pengaturan secara rapi kenyataan dan
gagasan, fakta dan ide menjadi suatu untaian yang logis
sehingga mudah memahami pesan yg dikandungnya. 38
Bentuk kalimat yaitu bagaimana menempatkan
proporsisi pada awal atau akhir pada suatu kalimat.
Penempatan itu bertujuan agar khalayak dapat
mengetahui makna mana yang ingin ditonjolkan. Kata
ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa
37 Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotika, dan Analisis Framing), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 78. 38 Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotika, dan Analisis Framing), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 80.
38
dengan berbagai kata ganti yang berlainan digunakan
secara strategi sesuai dengan kondisi yang ada.39
c. Stilistik
Stilistik merupakan cabang linguistik yang mempelajari
gaya bahasa. Penggunaan gaya bahasa menimbulkan efek
tertentu yang berkaitan dengan aspek-aspek keindahan
yang merupakan ciri khas pengarang untuk mencapai suatu
tujuan yaitu mengungkapkan jiwa, pikiran, dan
kepribadiannya. 40
d. Retoris
Retoris merupakan elemen yang berfungsi untuk
mempengaruhi dengan suatu penekanan. Elemen retoris
terbagi menjadi tiga yaitu grafis, metafora, dan ekspresi.
Grafis melihat sesuatu yang ditonjolkan dari suatu teks.
Sedangkan metafora kata-kata kiasan yang memiliki makna
kedua dari makna sesungguhnya. Dan ekspresi bertujuan
untuk mengungkapkan sesuatu perasaan, maksud dan
sebagainya.
39 Eriyanto, Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKis, 2001),h. 253. 40 “Pengertian Stalistika” diakses pada 20 oktober 2017 pukul 19.00 WIB di
www.kajianteori.web.id/2015/12/pengertian-stilistika-menurut-ahli.html.
39
Table 2.1 Struktur Teks Analisis Wacana Teun A. van Dijk
Struktur wacana Hal yang diamati Elemen
Struktur makro Tematik
(apa yang dikatakan?)
Topik
Superstruktur Skematik
(bagaimana pendapat
disusun dan dirangkai?)
Skema
Struktur mikro Semantik
(makna yang ingin
ditekankan dalam teks
berita)
Latar, detail, maksud,
praangapan,
nominalisasi.
Struktur mikro Sintaksis
(bagaimana pendapat
disampaikan?)
Bentuk kalimat,
koherensi, dan kata
ganti.
Struktur mikro Stilistik
(pilihan kata apa yang
dipakai?)
Leksikon
Struktur mikro Retoris
(bagaimana dan dengan
acara apa penekanan
dilakukan?)
Grafis, metafora, dan
ekspresi.
40
40
BAB III
GAMBARAN UMUM FILM ALL THE PRESIDENT’S MEN
A. Sinopsis Film All The President’s Men
Film hasil produksi Warner Bross yang berdurasi 2 jam 18 menit ini
diawali dengan tertangkapnya lima orang yang berusaha menyusup di kantor
pusat komite nasional partai demokrat yang berada di dalam komplek
Watergate oleh penjaga keamanan, Frank Wills (diperankan oleh aslinya).
Polisi pun segera tiba dan menangkap kelima pencuri itu. Keesokan paginya,
Bob Woodward (Robert Redford) wartawan baru dari Washington Post
ditugaskan untuk meliput berita tersebut. Woodward hadir dalam persidangan
kasus tersebut. Kasus yang disangka hanyalah sekedar pencurian, namun
ternyata rumit kala Woodward mengetahui bahwa salah satu tersangka dalam
kasus tersebut James Mc. Cord adalah mantan konsultan keamanan CIA.
Kasus pun ditelusri oleh Woodward dan ternyata dari data yang didapat
menunjukan adanya keterlibatan pemerintahan Nixon dalam kasus tersebut.
Bahkan petinggi pemerintahan seperti penasehat khusus presiden dan pejabat
tinggi lainnya. 1
Bob Woodward (Robert Redford) adalah seorang wartawan yang
ditugaskan oleh editornya, Ben Bradlee (Jason Robards) untuk menyelidiki
kasus penyusupan 5 orang pencuri ke kantor Partai Demokrat di kompleks
1 “Sinopis Film All The President’s Men” diakses pada 18 November 2017 pukul 11.00 WIB
https://www.slideshare.net/DianaAmeliaBagti/tugas-formatologi-berita-all-the-presidents-men-part-2
41
perhotelan Watergate. Kasus yang tampaknya hanya merupakan kasus
pencurian biasa tersebut ternyata memiliki rahasia besar yang melibatkan
konspirasi di bidang pemerintahan seperti yang diinformasikan oleh Deep
Throat, seorang sumber anonim yang kelak dikenal sebagai whistleblower
dalam memecahkan skandal tersebut.2
Woodward dan Berstein yang awalnya sempat bersitegang akhirnya dapat
bekerjasama dengan baik dalam mengumpulkan data untuk kasus tersebut.
Woodstein (sebutan untuk kedua wartawan tersebut) mewawancarai orang-
orang yang diperkirakan terlibat dalam kasus Watergate. Data tertulis pun
kian dihimpun, Woodstein yakin dengan hasil liputannya. Mereka pun
menyerahkan data hasil liputannya, namun redaktur Washington Post masih
menganggap data yang didapat Woodstein hanyalah mengupas kulitnya saja.
Editor Washington Post Ben Bredlee (Jason Robards) mendampingi mereka
dalam melakukan peliputan.
Selanjutnya Woodward menghubungi kenalannya seorang senior pejabat
pemerintahan yang menjadi sumber anonim dan dikenala sebagai Deep
Throat. Karena Deep Throat merupakan orang dalam pemerintahan, tiap kali
Woodward ingin berbicara dengan Deep Throat, ia memberi kode dengan
meletakan bendera merah di pot bunga balkon belakang. Mereka tidak
berbicara melalui telepon ataupun surat karena Deep Throat mengetahui
bahwa teleponnya disadap. Pertemuannya dilakukan saat dinihari di sebuah
2 “Sinopis Film All The President’s Men” diakses pada 18 November 2017 pukul 11.10 WIB
di http://www.amadei33.com/2015/09/all-presidents-men-1976-usa-brrip-1080p.html
42
parkiran bawah pusat perbelanjaan. Deep Throat tak memberikan informasi
secara gambling, ia hanya meminta Woodward untuk mengikuti uang $25.000
karena uang itu mengalir dari Komite Pemenangan Kembali Presiden kubu
Richard Nixon kepada pelaku penyusupan Watergate. Hari-hari kemudian
Woodstein kembali melanjutkan investigasinya dengan menulusuri aliran
uang $25.000 tersebut. Dengan kepiawannya merayu dan pandai dalam
berkata-kata, Bernstein terus mencoba mendapatkan informasi dari berbagai
daftar narasumber yang ada kaitannya dengan uang tersebut.
Berita Woodstein pun terbit, Gedung Putih gempar karena menyeret nama
pejabat tinggi pemerintahan Nixon. Woodstein menjadi sosok yang
berbahaya, agen khusus negara menekan para pelaku untuk tidak
membongkar informasi. Bahkan gerak gerik Woodstein diawasi, Deep Throat
lah yang memberi tahu tentang itu. Washington Post pun dikecam karena
dianggap telah memberitakan hal yang keji terhadap Watergate.
Woodstein tak menyerah begitu saja, mereka tetap ingin mengungkap
kebenaran soal kasus Watergate. Berita demi berita diterbitkan dan
menyulitkan Gedung Putih untuk menutupi kasus Watergate. Hingga akhirnya
dalam gelar perkara, nama-nama yang disebut Woodstein pun terbukti
bersalah. Dalam salah satu bukti, Presiden Richard Nixon terbukti bersalah
43
karena berusaha menghentikan FBI untuk menyelidiki kasus tesebut dan
berupaya untuk menutup-nutupi peristiwa Watergate. 3
B. Tokoh Film All The President’s Men
1. Tokoh utama
Dustin Hoffman berperan sebagai Carl Bernstein, wartawan
Washington Post yang melakukan investigasi skandal Watergate
bersama rekannya Bob Woodward. Bernstein merupakan senior
Woodward di Washington Post yang sangat antusias meliput berita
terkait Watergate. Bernstein memiliki karakter yang cerdik dalam
menggali informasi dari narasumber. Kepandaiannya dalam merayu
narasumber memudahkannya dalam membongkar skandal Watergate.
Robert Redford berperan sebagai Bob Woodward. Berbeda dengan
Bernstein, Woodward memiliki karakter yang tenang dan tidak mudah
putus asa. Disaat Bernstein kehabisan akal, Woodward dengan
pembawannya yang tenang mampu berpikir jernih dalam
menyelesaikan masalah.
Hal Holbrook berperan sebagai Deep Throat (W. Mark Felt). Deep
Throat merupakan narasumber anonim yang membantu Woodward
dalam membongkar skandal Watergate. Deep Throat merupakan orang
dalam pemerintahan yang berani membocorkan mengenai Watergate
3 “Sinopis Film All The President’s Men” diakses pada 18 November 2017 pukul 11.00 WIB
https://www.slideshare.net/DianaAmeliaBagti/tugas-formatologi-berita-all-the-presidents-men-part-2
44
kepada Woodward. Namun Deep Throat memberikan informasi tidak
secara gambling kepada Woodward, ia hanya memberikan clue dan
memverifikasi terkait informasi yang didapat Woodward.
2. Tokoh pendukung
Jason Robards berperan sebagai Ben Bradlee, redaktur Washington
Post yang memiliki sifat kritis dan tidak mudah percaya. Ketika
Woodward dan Bernstein menyerahkan hasil liputannya, ia meminta
agar Woodstein mencari informasi lebih keras lagi dan menurutnya
informasi itu tidak menjawab teka teki mengenai Watergate. Dibalik
sifatnya yang keras, namun Bredlee sangat mendukung Woodstein.
Berkat kepiawannya ber-acting dalam film ini, Jason Robards berhasil
meraih penghargaan sebagai pemeran pendukung terbaik dalam
Academy Awards (Oscar) pada tahun 1977.
Harry M. Rosenfeld diperankan oleh Jack Warden. Berbeda
dengan Bredlee yang sangat kritis pada Woodstein, Harry yang juga
editor Washington Post justru sangat mendukung dan membantu
Woodstein dalam melakukan investigasinya. Ia bahkan membela
Woodward saat Howard Simon sang redaktur meremehkan Woodward
dalam liputan.
Howard Simons merupakan redaktur pelaksana Washington Post
yang diperankan oleh Martin Balsam. Simons yang awalnya
45
meremehkan Woodward, pada akhirnya justru mendukung Woodward
dan Bernstein karena ia yakin yang dilakukan Woodward dan
Bernstein adalah sesuatu yang benar.
C. Sekilas Tentang Skandal Watergate
Skandal Watergate adalah skandal politik yang paling terkenal di Amerika
Serikat dan terjadi pada tahun 1972 yang menyebabkan ambruknya
pemerintahan Richard Nixon. Skandal yang awalnya dianggap sebagai kasus
pencurian tetapi justru menguak aktifitas pengintaian politik, penyusupan, dan
sabotase.
Insiden yang terjadi saat kampanye pemilihan sedang berlangsung ditahun
tersebut, setelah diselidiki ternyata dilakukan oleh sejumlah anggota
kelompok pendukung Nixon, Komite Pemilihan Kembali Presiden. Dua
pencuri dan dua orang lain yang ikut serta divonis bersalah bulan Januari
1973, namun banyak orang, termasuk hakim yang memimpin sidang itu John
Sirica, menduga ada sebuah konspirasi yang mencapai sejumlah pejabat tinggi
di pemerintahan.4
Peristiwa itu kemudian berubah menjadi skandal yang lebih luas ketika
salah seorang pencuri yang divonis bersalah, James Mc. Cord adalah mantan
konsultan keamanan CIA yang dihukum berat karena menolak
4 “Skandal Watergate” diakses pada 28 Mei 2017 pukul 20:50 di
http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2005/06/050601_watergate.shtml
46
mengungkapkan informasi soal skandal itu, menulis kepada hakim Sirica dan
menyatakan ada upaya tutup mulut besar-besaran.
Senat meluncurkan penyelidikan yang melibatkan sejumlah tokoh politik
besar termasuk mantan jaksa agung John Mitchell dan kepala penasehat
Gedung Putih John Ehrlichman dan HR Haldeman. Bulan Juli tahun 1974
Mahkamah Agung memerintahkan Nixon agar menyerahkan semua kaset
rekaman pembicaraannya mengenai skandal itu. Nixon terbukti bersalah
karena mencoba menghentikan FBI untuk menyelidiki kasus tersebut dan
mencoba menutupi peristiwa Watergate.
Sementara itu, Komite Hukum Konggres telah menyelesaikan
penyelidikannya dan meloloskan tiga poin impeachment terhadap Nixon.
Tanggal 5 Agustus Nixon memberikan catatan tiga rekaman pembicaraan. Dia
mengakui bahwa dirinya mengetahui adanya upaya untuk menutup-nutupi
tidak lama setelah peristiwa Watergate dan bahwa dia mencoba menghentikan
penyelidikan FBI dan berupaya menutupi peristiwa Watergate. Empat hari
kemudian, Nixon menjadi satu-satunya presiden Amerika yang
mengundurkan diri dari jabatannya, dan kemudian digantikan oleh Wakil
Presiden Gerald Ford.5
5 “Skandal Watergate” diakses pada 28 Mei 2017 pukul 20:58 di
http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2005/06/050601_watergate.shtml
47
D. Penghargaan Film All The President’s Men
Film All The President’s Men sukses menampilkan secara detail tentang
investigasi terkait skandal Watergate untuk itu, film hasil produksi Warner
Bross yang disutradarai oleh Alan J. Pakula banyak mendapatkan
penghargaan antara lain:
1. Academy Award atau Oscar
Dalam penyelenggaraan Academy Award atau yang lebih dikenal dengan
penghargaan Oscar pada tahun 1977 film All The President’s Men
mendapatkan penghargaan paling banyak dari berbagai kategori yaitu: 6
Directing - Alan J. Pakula
Actress in a Supporting Role - Jane Alexander
Film Editing - Robert L. Wolfe
Best Picture - Walter Coblenz, Producer
Art Direction - Art Direction: George Jenkins; Set Decoration:
George Gaines
Sound - Arthur Piantadosi, Les Fresholtz, Dick Alexander, Jim
Webb
Actor in a Supporting Role - Jason Robards in "All the President's
Men"
6 “Pemenang Oscar tahun 1977” diakses pada 28 Mei 2017 pukul 21.00 WIB di
http://oscar.org
48
Writing (Screenplay--based on material from another medium) -
William Goldman.
Empat diantaranya berhasil memenangkan ajang paling bergengsi bagi
dunia perfilman yakni untuk kategori Art Direction: George Jenkins; Set
Decoration: George Gaines, Sound - Arthur Piantadosi, Les Fresholtz,
Dick Alexander, Jim Webb, Actor in a Supporting Role - Jason Robards in
"All the President's Men", dan Writing (Screenplay--based on material
from another medium) - William Goldman.
2. Penghargaan National Board of Review untuk film terbaik dan sutradara
terbaik.
3. Penghargaan New York Film Critics Circle untuk film terbaik dan
directing terbaik.
4. Penghargaan National Society of Film Critics untuk film terbaik dan aktor
pendukung terbaik.
5. Penghargaan Serikat Penulis Amerika untuk Drama Saduran Terbaik. 7
7 “Penghargaan Film All The President’s Men” diakses pada 28 Mei pukul 21:10 WIB di
http://google.co.id
49
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. REPRESENTASI CITRA WARTAWAN DALAM FILM All The
President’s Men
Film All The President’s Men merupakan film dokumenter hasil produksi
Warner Bross yang di sutradarai oleh Alan J. Pakula. Film ini mengandung
representasi citra wartawan yang diwakilkan oleh Washington Post terutama
kepada dua wartawan mereka yakni Bob Woodward dan Carl Bernstein yang
melakukan investigasi skandal Watergate untuk mengungkap kebenaran yang
saat itu menjadi rahasia besar Pemerintahan Amerika. Dalam film All The
President’s Men, citra wartawan direpresentasikan sebagai berikut:
1. Memiliki rasa ingin tahu yang besar
Citra wartawan yang direpresentasikan dalam film All The President’s
Men yaitu memiliki rasa ingin tahu yang besar, hal itu merupakan sifat
dasar dari seorang wartawan. Selalu ingin mengetahui apa yang terjadi
sebenarnya, dengan begitu mereka mampu mengupas kasus hingga ke
akar. Woodstein juga dituntut oleh Ben Bredlee sang editor agar mencari
informasi lebih dalam lagi, karena berita investigasi merupakan sebuah
berita yang mendalam oleh karena itu wartawan harus benar-benar
mengetahui kasus tersebut hingga dalam tidak hanya pada permukaannya
saja.
50
2. Mematuhi kode etik
Wartawan yang baik yakni yang mematuhi kode etik antara lain
seperti independen, jujur dalam menulis berita, dan menjaga identitas
narasumber. Independen berarti tidak berpihak pada siapa pun, berita
yang disajikan tidak boleh ada campur tangan maupun paksaan dari
pihak lain. Hal ini terlihat bagaimana Woodstein dalam mengungkap
skandal Watergate. Mereka terlihat ingin meliput berita tersebut bukan
karena paksaan, namun keinginan mereka sendiri. Bahkan awalnya
Woodward dianggap remeh oleh sang redaktur karena baru bekerja
sembilan bulan dan minim pengalaman, tapi itu semua ia buktikan
dengan berhasil mengungkap skandal politik terbesar di Amerika Serikat,
tanpa niat ingin menjatuhkan siapapun dan paksaan dari siapa pun.
Selain itu menjaga identitas narasumber wartawan investigasi juga
harus menjaga identitas narasumber. Dalam film All The President’s
Men, Woodstein memiliki informan anonim Deep Throat yang hingga
saat ini terkenal sebagai narasumber rahasia dalam dunia jurnalis.
Woodstein juga sangat menjaga identitas narasumber lainnya dalam
memberikan klarisifikasi mengenai informasi yang mereka dapat.
3. Totalitas dalam bekerja
Totalitas dalam bekerja sangat diperlukan sebagai seorang wartawan
investigasi yakni bekerja tanpa batas waktu dan berada di bawah
tekanan, baik dari redaktur maupun dari kasus yang mereka selidiki.
51
Karena jika mereka setengah-setengah dalam melakukan tugasnya,
informasi yang disajikan tidak akan menguak keseluruhan. Totalitas
dalam bekerja direpresentasikan Woodward dan Bernstein bahwa dalam
meliput berita, mereka tidak terikat waktu. Mereka mencari informasi
pagi, siang, sore dan malam. Walaupun informasi menurut mereka sudah
dalam, namun tidak bagi sang redaktur. Ben Bredlee sang redaktur
meminta Woodstein lebih keras dalam mencari informasi.
Selain pekerjaan mereka tidak terikat oleh waktu, wartawan
investigasi juga harus berani mengambil resiko dengan apa yang
mereka hadapi. Seperti dalam film ini, Woodstein harus berhadapan
dengan petinggi pemerintahan seperti FBI, CIA, dan Kehakiman.
Gerak gerik mereka pun diawasi karena mereka dianggap berbahaya
bahwa suatu saat bisa membongkar kasus yang awalnya hanya
pencurian tetapi melebar hingga penyadapan dan penyuapan.
4. Berani Mengungkap kebenaran
Tugas wartawan adalah menyampaikan informasi kepada masyarakat
luas. Namun dalam menyampaikan informasi, haruslah informasi yang
sebenarnya, tidak ada yang ditutupi sedikit pun. Dalam film ini, citra
wartawan direpresentasikan bahwa wartawan wajib menyampaikan
informasi yang sebenar-benarnya.
52
Dalam Al Qur’an surat Al Hujurat ayat 6 dijelaskan bahwasanya
dalam menerima suatu berita haruslah selektif agar tidak merugikan
orang lain.
كمف اسقبن ب إف ت ب ينواأ نتصيبواق ومابي اء نواإنج آم االذين ال اأ يه ه ج
اف ع لتمن ادمين ل ىم ف تصبحواع
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar
kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu.”
Dalam film All The President’s Men yang diangkat dari kisah
nyata mengenai investigasi terkait skandal Watergate, Woodward dan
Bernstein dua wartawan dari surat kabar ternama di Amerika yakni
Washington Post menjalankan tugas dan perannya dengan baik dan
benar. Bahkan setelah skandal ini terbongkar, media di Amerika lebih
bebas dalam meliput informasi dan kisah ini juga yang menjadi kiblat
mengenai jurnalisme investigasi.
5. Kegigihan menembus narasumber
Menjadi wartawan investigasi tidaklah mudah, apalagi berhadapan
dengan kasus besar yang melibatkan orang-orang penting. Dalam
mencari informasi mereka harus memiliki cara agar narasumber bersedia
memberikan informasi. Dalam film All The President’s Men
direpresentasikan citra wartawan yaitu kegigihannya menembus
53
narasumber. Woodstein memperlihatkan bagaimana kegigihan mereka
menembus narasumber dan membujuk narasumber agar membeberkan
informasi. Saat Bernstein rela menunggu dari pagi hingga petang demi
menemui Dardis untuk meminta catatan keuangan dari Tuan Parker.
Kala itu Bernstein yang tidak diizinkan masuk oleh wanita resepsionist
memiliki cara agar sang resepsionist pergi dari mejanya yaitu dengan
menelpon dan menyamar sebagai klien Dardis, disaat resepsionist keluar
dari ruangannya Bernstein langsung masuk menemui Dardis. Berbagai
cara harus dilakukan demi menemui narasumber dan mendapatkan
informasi, bahkan Bernstein rela meminum enam gelas kopi saat
menemui narasumber agar mengulur waktu dan mendapatkan lebih
banyak informasi.
Tak hanya Bernstein yang memiliki berbagai cara untuk menemui
narasumber, Woodward dengan kepribadiannya yang tenang mampu
berpikir jernih disaat Bernstein tak mampu menjawab teka teki yang
didapat dari narasumber. Kegigihan Woodstein menembus narasumber
patut dicontoh bagi para wartawan dalam menjalankan tugasnya.
B. Analisis Teks Film All The President’s Men
Sesuai dengan analisis wacana model Teun A. Van Dijk, dalam analisis
teks terdiri menjadi tiga bagian, yakni struktur makro, superstruktur dan
54
struktur mikro. Yang semuanya saling berkaitan dan mendukung satu sama
lain. 1
1. Struktur makro / Tematik
Tema atau topik merupakan inti pokok dari cerita yang mengandung
informasi penting yang ingin diungkapkan. Tema film All The President’s
Men adalah jurnalisme investigasi mengenai skandal Watergate. Dalam
film All The President’s Men menceritakan bagaimana perjuangan dua
wartawan Washinton Post yakni Bob Woodward dan Carl Bernstein
mengungkap skandal politik besar di Negeri Paman Sam.
a. Jurnalisme investigasi
Woodward dan Bernstein menuliskan hasil investigasinya
dalam buku yang berjudul All The President’s Men yang kemudian
diangkat ke layar lebar dengan judul yang sama oleh sang
sutradara Alan J. Pakula. Dari Woodward dan Bernstein, penulis
mengetahui bahwa untuk melakukan sebuah investigasi harus
miliki tekad yang kuat, keberanian, kesabaran, dan rasa ingin tahu
yang besar.
Terkait dengan investigasi, skandal Watergate memang
menjadi simbol kekuatan jurnalisme invetigasi. Kisah dua
wartawan Washington Post, Bob Woodward dan Carl Berstein,
1 Eriyanto, Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKis, 2001),h. 226.
55
yang berhasil membongkar skandal politik besar dan melibatkan
orang-orang tinggi dipemerintahan Negara Paman Sam. Kisah
Watergate menjadi legenda mengenai jurnalisme investigasi dan
tentang hancurnya kekuatan presiden Negara Adidaya.
b. Skandal besar di Amerika Serikat
Skandal Watergate atau yang lebih dikenal dengan Watergate
merupakan serangkaian skandal politik yang paling terkenal dalam
sejarah politik Amerika Serikat. Skandal yang awalnya dianggap
sebagai pencurian biasa, namun melebar menjadi kasus
pengintaian politik, penyuapan dan sabotase hingga menyeret
nama-nama petinggi pemerintahan di Amerika Serikat seperti
Haldeman, John Mitchell, Sloans, Stans, hingga menyebabkan
presiden Richard Nixon mengundurkan diri dari masa jabatannya
yang ke dua dalam memimpin Amerika. Ia terbukti bersalah
karena mengetahui mengenai Watergate dan meyetujui untuk
memberhentikan penyelidikan yang dilakukan FBI, CIA dan
Kehakiman. Nixon merupakan satu satunya Presiden Amerika
Serikat yang mengundurkan diri dari masa jabatannya.
Butuh keberanian yang besar untuk melakukan invetigasi
Watergate karena berurusan dengan petinggi-petinggi
pemerintahan, jika tidak teliti atau salah sasaran, hukuman justru
56
berbalik kepada sang wartawan. Namun Woodstein berhasil
membongkar habis skandal Watergate setelah dua tahun
melakukan penyelidikan terkait Watergate.
c. Superstruktur/skematik
Dalam film All The President’s Men Alan J Pakula sang sutradara dan
penulis skenario mengemasnya dalam lima tahap yakni:
a. Opening/ billboard
Menampilkan mesin ketik yang seolah sedang diketik dan
menunjukan bulan Juni tanggal 1 tahun 1972 juga disertai suara
ketikan khas mesin ketik.
b. Opening Shoot
Terlihat helikopter kepresidenan sedang mendarat secara
perlahan di Plaza Timur Gedung Kapitol pada pukul 09:30 waktu
setempat yang membawa Presiden setelah lawatan mengelilingi
dunia melintas Samudera Atlantik.
Tabel 4.1
Potongan Adegan Keterangan
Scene 1; Gambar 4.1
Memperlihatkan helikopter
kepresidenan yang membawa
Presiden Nixon sedang mendarat di
Plaza Timur Gedung Kapitol.
57
c. Klimaks (conflict scene)
Pada scene ini terlihat benturan kepentingan pemain hingga
menimbulkan konflik. Dalam film ini konflik terjadi saat lima
orang penyusup berusaha memasuki kantor Partai Demokrat yang
berada di Komplek Watergate. Namun hal tersebut diketahui oleh
satpam yang malam itu sedang berkeliling untuk berjaga. Kelima
orang itu kemudian disergap dan kemudian dibawa ke pengadilan
untuk mengakui kesalahannya.
Konflik selanjutnya terjadi di scene 11 ketika Bernstein
menelepon Perpustakaan Gedung Putih untuk bertanya apakah
Howard Hunt pernah meminjam buku, namun petugas yang
awalnya mengatakan pernah, lima detik kemudian ia bilang tidak
kenal dengan Howard Hunt. Hal itu mengharuskan Woodstein
untuk mencari bukti tertulis langsung dari Perpustakaan Gedung
Putih.
Selanjutnya pada scene 13 ketika hasil dari investigasi yang
dilakukan Woodstein dianggap belum membahas apapun, dan
artinya Woodstein harus lebih keras dalam mencari informasi.
Pada scene 45 terjadi konflik ketika Wakil Presiden Spiro
Agnew menyangkal berita yang diterbitkan Washington Post
mengenai Watergate.
58
Konflik selanjutnya terjadi di scene 65 ketika sebelumnya
Woodstein bertemu Sloan, bendahara Komite Pemenangan
Kembali Presiden untuk meminta agar ia memberikan konfirmasi
mengenai keterlibatan Haldeman dan Sloan menyetujuinya, namun
keesokannya Sloan justru menyangkal ketika dimintai konfirmasi
oleh para reporter.
Tabel 4.2
Potongan Adegan Skenario
Scene 1; Gambar 4.2
Suara dari HT: Mobil 727.
Membuka pintu di depan gedung
Watergate. Kemungkinan terjadi
perampokan. Cari satpam
Satpam: Benar kau memerlukan
kami? 517 semakin mendekat.
Suara dari HT: mereka terburu-buru.
Ambil alih.
Scene 11; Gambar 4.3
Hunt: Aku baru saja berbicara pada
petugas itu.
Woodward: Ya.
Hunt: Dia menyangkal pernah
berbicara pada Tuan Bernstein
Scene 13; Gambar 4.4
Woodward: Kita memang belum
tuntas.
Bernstein: Omong kosong, kita
sudah selesai.
59
Scene 45; Gambar 4.5
Spiro Agnew: Aku percaya pada
Tuan Mitchell dan orang-orang
dalam Partai Republik. Dan kurasa
berita itu sangat kontra-produktif.
Kita yakin bahwa penerbit berita ini
menunjukan dukungannya pada
partai Demokrat.
Scene 63; Gambar 4.6
Suara siaran: Sloan yang kemudian
mengundurkan diri sebagai
bendahara kampanye setelah
pencurian di Watergate muncul
untuk memberikan pernyataan
mengenai gugatan pembocoran
sumbangan kampanye, dan
menyangkal telah menyebut nama
Haldeman.
d. Anti klimaks (solusi)
Setelah terjadi konflik, scene selanjutnya adalah solusi atau
jalan keluar dari konflik yang telah terjadi. Dalam film All The
President’s Men, solusi atau jalan keluar terlihat pada scene
berikut.
Tabel 4.3
Potongan Adegan Skenario
Scene 2; Gambar 4.7
Harry: Woodward?
Woodward: Ya?
Harry: Ada pencurian di markas
parati Demokrat. Lima orang
ditahan.
Woodward: Partai Demokrat.
Harry: Mereka menerobos masuk,
kau cari tempatnya. Woodward ini
60
markas partai Demokrat, hati-
hatilah.
Woodward: Baik.
Scene 71; Gambar 4.8
Woodward: Bila salah kami akan
mengundurkan diri. Kami salah?
Deep throat: Kau harus mencarinya
sendiri bukan?
Woodward: Dengar, aku muak
dengan permainanmu! Aku tak mau
petunjuk. Aku ingin tahu apa yang
kau ketahui.
Deep throat: Ini adalah operasi
Haldeman. Semuanya dikendalikan
Heldeman, uang, semuanya. Tak
mudah mengejarnya. Dia terisolasi.
Kau harus mencari tahu caranya.
Mitchell mulai menyamarkan
sebelum orang lain tahu. Daftar itu
lebih panjang dari yang bisa
dibayangkan. Melibatkan seluruh
badan intelijen Amerika. FBI, CIA,
Kehakiman. Ini Luar biasa. Untuk
menutupinya dengan sedikit
membuka Watergate. Tujuan
utamanya melindungi
penyamarannya. ini mengarah
kemana-mana. keluarkan catatanmu,
masih banyak lagi.
Pada scene 2 yakni ketika Woodward diminta untuk meliput
kasus pencurian di Komplek Watergate yang kemudian menjadi awal
terungkapnya skandal plitik yang lebih besar.
Kemudian pada scene 71 saat Woodward bertemu Deep Throat
untuk menanyakan informasi yang didapat, namun Deep Throat
61
menyuruh Woodward untuk mencarinya sendiri yang kemudian
membuat Woodward kesal dengan permainan Deep Throat dan
meminta Deep Throat untuk membeberkan semua informasi yang ia
ketahui. Deep Throat pun akhirnya membeberkan semua informasi
yang ia ketahui kepada Woodward.
e. Ending
Setelah terjadi konflik dan menemukan solusi akhirnya film
memasuki bagian ending yang merupakan bagian penutup dari
sebuah film. Ending dari film All The President’s Men adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.4
Potongan Adegan Keterangan
Scene 75; Gambar 4.9
Woodward dan Bernstein
melengkapi berita yang selama ini
mereka dapatkan, di latar depan
terdapat TV yang menayangkan
Nixon sedang berumpah untuk
kembali menjabat Presiden ke 37
Amerika Serikat.
Dari gambar di atas memperlihatkan ruang kantor Washington
post dimana Woodward dan Bernstein sedang mengetik
keseluruhan cerita mengenai Watergate dari informasi yang
62
mereka dapatkan. Dengan latar TV di bagian depan yang
menunjukan Nixon mengambil sumpah untuk masa jabatanya yang
kedua sebagai Presiden Amerika Serikat.
d. Struktur Mikro
a. Semantik
1. Latar
Latar peristiwa yang dipilih akan menentukan ke arah mana
pandangan khalayak akan di bawa.2 Dalam film ini, penulis
mencoba mengetahui latar yakni, latar dalam film All The
President’s Men mengarahkan penonton bagaimana praktik
jurnalistik khususnya investigasi yang dilakukan dua wartawan
Washington Post, Bob Woodward dan Carl Bernstein.
Diperlukan perjuangan, ketelitian, rasa ingin tahu yang besar
serta kesabaran demi akhirnya membongkar skandal besar
hingga menyebabkan Presiden Nixon mengundurkan diri dari
jabatannya.
Penulis menggambarkan bahwa menjadi wartawan
sesungguhnya diperlukan keberanian untuk mengungkap suatu
kasus dan harus menjunjung tinggi kebenaran dalam menulis
berita. Dan sepintar apapun pemerintah menutup rapat rahasia
2 Eriyanto, Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKis, 2001),h. 235
63
mengenai suatu kasus, jika seorang wartawan dengan benar
melakukan investigasi maka kasus tersubut akan terbongkar.
2. Detail
Dalam film All The President’s Men pihak yang
digambarkan secara detail adalah Bob Woodward dan Carl
Bernstein, dua wartawan Washington Post. Woodward yang
baru bekerja di Washington post diminta untuk meliput kasus
Watergate, namun Bernstein wartawan yang lebih senior dari
Woodward juga ingin meliput kasus tersebut. Awalnya mereka
bukan rekan kerja yang baik, hingga akhinya Harry meminta
agar Woodward dan Bernstein meliput kasus tersebut.
Tabel 4.5
Potongan Adegan Skenario
Scene 8; Gambar 4.10
Bernstein: Aku hanya tahu kau baru
bekerja sembilan bulan di sini.
Woodward: Apa hubungannya?
Bernstein: Aku sudah menjadi
wartawan sejak umur 16 tahun.
Scene 8; Gambar 4.11
Bernstein: Ku lihat sekilas
kelihatannya tidak baik. Jadi ku
perhalus. Paragraf pertama harus
lebih jelas agar pembaca mengerti.
Kau tidak menyebut nama Colson
samapi paragraf ketiga. Ku rasa
tulisanku lebih baik. Bacalah sendiri
64
Skenario di atas menggambarkan detail bahwa Brenstein
lebih berpengalaman dari pada Woodward. Saat itu Woodward
selesai menulis berita, namun tulisannya kerap kali dibaca dan
dibawa Bernstein ke meja kerjanya. Woodward merasa
tertanggu dengan apa yang dilakukan Bernstein, ia merasa
bahwa tulisannya sudah benar. Namun setelah Woodward
membacanya, barulah ia sadar bahwa tulisan Brenstein lebih
baik darinya.
Pada scene yang sama, Bernstein juga menjelaskan
secara detail tentang penulisan yang baik kepada Woodward.
Karena berita tersebut penting, maka menurut Bernstein inti
dari berita tersebut berada di paragraf awal.
3. Maksud
Elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan,
yang akan diuraikan secara tegas dan jelas. Serta menunjuk
langsung pada fakta.3
3 Eriyanto, Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKis, 2001),h. 240.
65
Tabel 4.6
Potongan Adegan Skenario
Scene 15; Gambar 4.12
Woodward: berita ini kering. Kami
hanya mendapatkan serpihan-
serpihan kecil. Kami tidak mengerti
dibalik teka-teki ini.
Scene 25; Gambar 4.13
Woodward: Aku Bob Woodward.
Bernstein: Aku Carl Bernstein.
Woodward: Kami dar Washington
Post. Boleh kami bicara sebentar?
Bernstein: kami tahu putrimu
bekerja untuk Komite Pemenangan
Kembali Presiden. Bisakah kau
memberi sedikit…
(kemudian pintu ditutup)
Woodward menjelaskan maksud pada Deep Throat bahwa
ia kurang puas dengan berita yang selama ini ia dapatkan
karena menurutnya berita itu tidak menjelaskan apa yang
sesungguhnya terjadi.
Elemen maksud selanjutnya terdapat pada scene 25 saat
Woodstein bertemu dengan narasumber dan memintanya untuk
berbicara dengan putrinya terkati kasus Watergate, narasumber
tersebut justru menutup pintunya yang berarti ia tidak ingin
berbicara dengan Woodstein mengenai kasus tersebut.
66
4. Praangapan
Elemen ini merupakan pernyataan yang digunakan
untuk mendukung makana suatu teks, dan biasanya pernyataan
tersebut dipandang terpercaya sehingga tidak perlu
dipertanyakan kembali. Disebut praangapan karena pernyataan
tersebut merupakan kenyataan yang belum terjadi, namun
didasarkan pada anggapan yang masuk akal.
Tabel 4.7
Potongan adegan Skenario
Scene 15, gambar 4.14
Woodward: John Mitchell
mengundurkan diri sebagai kepala
CREEP dengan alasan ingin lebih
dekat dengan keluarganya.
a. Sintaksis
1. Koherensi
Koherensi adalah penyambung antar kata, atau kalimat
dalam teks. Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta
yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren.
Kohersi juga merupakan penghubung antar kata: dan, tapi,
67
karena, lalu, meskipun, dan lain sebagainya. Dalam film All
The President’s Men, koherensi dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.8
Potongan Adegan Skenario
Scene 3; Gambar 4.15
Woodward: Permisi, siapa
pengacara kelima orang yang
tertangkap di Watergate? Kalian
tahu?
Seseorang di pengadilan: Mereka
menunjuk dua pengacara…
Woodward: Maaf?
Seseorang di pengadilan: Mereka
telah menunjuk dua pengacara tapi
kini ternyata mereka punya pensihat
hukum sendiri.
Scene 10, Gambar 4.16
Bernstein: Hunt juga meminjam
buku dar Perpustakaan Kongres tapi
yang terpenting ada seseorang yang
memperingatkannnya.
Scene 15, Gambar 4.17
Woodward: Aku takkan sebut
namamu meski sebagai “sumber tak
dikenal.”
Percakapan antara Woodward dengan beberapa orang
saat berada di pengadilan terkait kasus Watergate untuk
68
mengetahui siapa pengacara dari para pencuri tersebut.
Woodward terkejut bahwa pencuri punya dua pengacara dan
penasehat hukum. Kohersi pada teks tersebut ditunjukan pada
kata “tapi” atau “tetapi”, yang menghubungkan kalimat mereka
juga punya penasehat hukum, sehingga kalimat tersebut
menjadi koheren.
Kohersi pada teks selanjutnya terlihat pada kata “tapi”
di scene 10 dimana Bernstein dan Woodward sedang
melakukan percakapan mengenai Hunt. Kata “tapi” menjadi
penghubung anatar kalimat yang diucapkan Bernstein.
Pada scene 15 kohersi terlihat pada kata “meski” yang
menjadi penghubung antar kata yang diucapkan Woodward
pada Deep Throat saat pertama kali mereka bertemu.
2. Bentuk kalimat
Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan
dengan prinsip kausalitas.4 Dalam skenario, bentuk kalimat
dapat dilihat dalam film All The Prsident’s Men yaitu:
4 Eriyanto, Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKis, 2001),h. 251.
69
Tabel 4.9
Potongan Adegan Skenario
Scene 4; Gambar 4.18
Woodward: Eugenio Martinez alias
Gene Valdez, James W. McCord
alias Edward Martin, Frank Sturgis
alias Frank Fiorini. Mereka berlima
sedikitnya punya sebuah nama
samaran.
Scene 71; Gambar 4.19
Deep Throat: Ini adalah operasi
Heldeman. Semuanya dikendalikan
oleh Haldeman, uang, semuanya.
Tak mudah mengejar. Dia
terisiolasi. Kau harus mencari tahu
caranya.
Dari teks di atas, bentuk kalimatnya adalah kalimat
induktif dimana inti kalimat tersebut berada di akhir kalimat.
Bentuk kalimat dalam teks tersebut terlihat bahwa Woodward
sedang menjelaskan hasil liputannya kepada Howard bahwa
tiga dari lima tersangka pencurian di Watergate memiliki nama
samaran.
Pada scene 71 bentuk kalimat yang diucapkan Deep
Throat termasuk kalimat dedektif yakni inti kalimat berada di
awal kalimat, dan kalimat selanjutnya merupakan kalimat
penjelas.
70
3. Kata ganti
Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh penulis
skenario untuk menunjukan di mana seseorang ditempatkan
dalam wacana. Berbagai kata ganti yang berlainan digunakan
secara strategi sesuai dengan kondisi yang ada.5 Dalam film All
The President’s Men, kata ganti yang digunakan yaitu Deep
Throat yang terdapat pada scene 22 saat Woodward berbicara
dengan Ben mengenai informasi yang ia dapat.
Tabel 4.10
Potongan Adegan Skenario
Scene 22; Gambar 4.20
Woodward: Uang itu adalah kunci
dari ini semua.
Ben: Kata siapa?
Howard: Deep Throat (suara dalam)
Ben: Siapa?
Howard: Informan Woodward
Dari skenario di atas, Howard menggunakan kata ganti
“deep throat” informan utama yang identitasnya dirahasiakan.
Deep throat berarti suara dalam, atau dalam hal ini diartikan
informan dari dalam pemerintahan Amerika.
5 Eriyanto, Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKis, 2001),h. 253.
71
b. Stalisistik
Stilistik atau style dapat diterjemahkan sebagai gaya bahasa.6
Gaya bahasa digunakan untuk maksud tertentu. Dalam film All The
President’s Men gaya bahasa yang digunakan merupakan bahasa
sehari-sehari, sehingga mudah dipahami.
c. Retoris
Elemen terakhir yang diamati dalam level teks yakni retoris yang
berfungsi untuk mempengaruhi. Elemen retoris dibagi menjadi tiga
bagian yakni:
1. Grafis
Elemen pertama dalam retoris adalah grafis. Grafis
menampilkan bagian yang menonjol dari sebuah film yang
dilihat dari pengambilan gambar seperti zoom in, zoom out,
close up, medium shoot, long shoot dan lain sebagainya.
Grafis yang terdapat dalam film All The President’s Men
diantaranya yaitu:
6 Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), H. 81.
72
Tabel 4.11
Potongan Adegan Keterangan
Scene 18; Gambar 4.21
Pada gambar di samping, elemen
grafis zoom in terlihat pada durasi
46:31.
Scene 13; Gambar 4.22
Pada gambar di samping, elemen
grafis zoom in terlihat pada durasi
35:13.
Scene 40; Gambar 4.23
Pada gambar di samping, elemen
grafis close up terlihat pada durasi
1:27:06.
Scene 12; Gambar 4.24
Pada gambar di samping, elemen
grafis zoom out terlihat pada durasi
30:27.
Grafis yang menunjukan cek milik Tn. Barker , dengan
maksud dan tujuan dalam film ini adalah bukti tertulis bahwa
73
uang tersebut dialirkan untuk para pencuru di Watergate.
Gambar tersebut diambil dengan menggunakan teknik zoom in
yakni mendekatkan lensa kamera kepada objek sehingga
terlihat menonjol.
Pada scene 13 elemen grafis melihatkan surat yang
ditulis Deep Throat untuk Woodward. Gambar tersebut juga
diambil dengan menggunakan teknik zoom in.
Scene 40 yang memperlihatkan Richard G. Kleindients
sedang mengkonfirmasi mengenai berita Watergate yang
ditulis oleh Woodstein dan gambar tersebut diambil
menggunakan teknik close up.
Elemen grafis yang memperlihatkan ruangan
perpustakaan Gedung Putih pada scene 12 diambil
menggunakan teknik zoom out.
2. Metafora
Metafora merupakan kata-kata kiasan yang memiliki
makna kedua dari makna sesungguhnya. Metafora yang
terdapat dalam film All The President’s Men yaitu:
74
Tabel 4.12
Potongan Adegan Skenario
Scene 6; Gambar 4.25
Woodward: Apa yang kau lakukan?
Bernstein: Sedikit memoles.
Woodward: Apa?
Bernstein: Memolesnya.
Dalam skenario di atas, Bernstein menjelaskan pada
Woodward bahwa ia sedang memoles tulisan Woodward.
memoles yang dimaksud di sini adalah memperbaiki agar
mudah dimengerti saat dibaca.
3. Ekspresi
Elemen ekspresi merupakan bagian yang ditekankan atau
ditonjolkan oleh seseorang yang diamati dari teks. Misalnya
seperti ekspresi wajah sedih, tersenyum, marah , tertawa,
bahagia, dan menangis. Berikut elemen ekspresi yang terdapat
dalam film All The President’s Men.
75
Tabel 4.13
Potongan Adegan Skenario
Scene 27; Gambar 4.26
Woodward: Bisa kau berikan nama-
nama mereka? Kami belum perah
mengungkapkan sumber yang
memberi keterangan.
Ny. Milland: Aku tidak bisa
membecirakan masalah ini karena…
Woodward: Apa “mereka” itu
anggota komite?
(kemudian Ny. Milland langsung
menutup pintu rumahnya)
Scene 18; Gambar 4.27
Dardis: Kau ingin melihat catatan
telepon dan uang Tn. Barker?
Bernstein: Kau bilang bila aku
datang ke sini kau akan tunjukan
semua tentang Barker? Itu yang ku
mau.
Dardis: Itu semua yang ku punya.
Bernstein: Baik.
Scene 71; Gambar 4.28
Woodward: Dengar, aku muak
dengan permainanmu! Aku tak mau
petunjuk. Aku ingin tahu apa yang
kau ketahui.
Ekspresi di atas menunjukan raut wajah Ny. Milland
yang sedih memohon agar Woodstein tidak memaksanya untuk
membeberkan informasi.
76
Pada scene 18 Saat Bernstein menemui Dardis untuk
meminta catatan uang yang dimiliki Barker, namun ia harus
menunggu dari pagi hingga sore dan setelah bertemu, Dardis
hamper tidak mau memberikan catatan Barker pada Bernstein,
namun Bernstein membujuk Dardis agar memberikannya,
akhirnya Dardis menyetujuinya dan terlihat bahwa Bernstein
tersenyum karena berhasil membujuk Dardis untuk menujukan
catatan Barker.
Ekspresi marah diperlihatkan Woodward pada scene 71
saat ia bicara dengan Deep Throat, saat itu Woodward hampir
putus asa karena tidak menemukan titik terang dari investigasi
yang selama ini ia lakukan bersama Bernstein, namun Deep
Throat meminta Woodward untuk mencari petunjuk sendiri,
dan Woodward terlihat marah karena Deep Throat tidak
memberikannya informasi yang lengkap.
77
77
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Representasi Citra Wartawan Dalam Film All The President’s Men
Setelah mengamati dari bab sebelumnya, penulis menyimpulkan
rerpresentasi citra wartawan dalam film All The President’s Men
disampaikan melalui tokoh-tokoh yang berperan dalam film
tersebut merupakan citra yang positif (baik) yaitu memiliki rasa
ingin tahu yang besar, mematuhi kode etik, totalitas dalam bekerja,
berani mengungkap kebenaran, dan kegigihan menembus
narasumber. Film ini menunjukan bahwa menjadi wartawan
sesungguhnya tidaklah mudah, butuh tekad yang bulat serta mental
yang kuat dalam mengahadapi segala kemungkinan yang terjadi di
lapangan.
2. Analisis Teks Dalam Film All The President’s Men
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan terhadap teks
dalam film All The President’s Men maka hasil dari penelitian ini
menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Struktur Makro
Tema umum yang terdapat dalam film All The President’s Men
adalah mengenai jurnalisme investigasi dan skandal Watergate.
78
Dimana kegigihan dua wartawan surat kabar ternama di Amerika,
Washington Post yakni Bob Woodward dn Carl Berenstein yang
berhasil melakukan investigasi mengenai skandal politik terbesar di
Amerika Serikat yang menyebabkan Presiden Richard Nixon
mengundurkan diri dari jabatannya.
2. Supersutruktur
Superstruktur merupakan skema/alur. Skema yang terdapat
dalam film All The President’s Men yakni membahas mengenai alur
cerita dari awal hingga akhir. Diawali oleh Opening Bill Board
(OBB) yang memeperlihatkan helicopter kepresidenan yang
membawa Richard Nixon sedang mendarat di Plaza Timur Gedung
Kapitol. Selanjutnya masuk kebagian scene scene yang mana sudah
terjadi konflik mengenai pencurian di markas Partai Demokrat. anti
klimaks (solusi) terlihat ketika Woodward diminta sang redaktur
untuk meliput kasus pencurian di markas Partai Demokrat kemudian
ia meminta bantuan Deep Throat untuk memberikan informasi
tentang apa yang terjadi sebenarnya. Lalu barulah masuk pada
ending dari film yang memeperlihatkan Woodward dan Bernstein
sedang mengetik legkap berita Watergate dengan latar TV di bagian
depan yang manayangkan Nixon sedang mengambil sumpahnya
sebagai Presiden Amerika Serikat periode kedua.
79
3. Struktur Mikro
Struktur Mikro merupakan struktur terakhir yang terdapat pada
level teks. Struktur mikro terdiri dari semantik, sintaksis, stilistik,
dan retoris. Semanti terbagi menjadi tiga yaitu latar, detail, dan
maksud. Sintakis terdiri dari tiga elemen yaitu koherensi, kata ganti,
dan bentuk kalimat. Stilistik atau gaya bahasa yang digunakan
dalam film All The President’s Men adalah gaya bahasa yang
digunakan sehari-hari. Dan terakhir retoris terbagi menjadi tiga
elemen yaitu grafis, metafora, dan ekspresi. Grafis dilihat dari
pengambilan gambar yang terdapat dalam film All The President’s
Men yakni zoom in, zoom out, close up, medium shoot, dan long
shoot.
B. SARAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian terhadap film All The
President’s Men, penulis ingin memberikan saran sebagai berikut:
1. Untuk para pelaku jurnalis khususnya jurnalis di Indonesia hendaknya
selalu bersikap sesuai dengan kode etik yang ada dalam menjalankan
profesinya.
2. Dengan adanya film All The President’s Men hendaknya jurnalis Indonesia
juga ikut mengambil bagian untuk mengembangkan jurnalisme investigasi
80
di Indonesia, karena karya jurnalisme investigasi di Indonesia sangat sedikit
dibandingkan dengan Amerika.
3. Berdasarkan kasus yang terdapat dalam film All The President’s Men
mengenai skandal politik, hendaknya pemerintah di Indonesia tidak
melakukan hal-hal yang merugikan masyarakat Indonesia seperti yang
dilakukan Partai Republik.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zaenal dkk. Wacana Transaksional Dan Interaksional Dalam Bahasa
Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri, 2015.
Ayawaila, Gerzon. Dokumenter, Dari Ide Sampai Produksi. Jakarta: FFTV-IKJ
Press, 2008.
Badara, Aris. Analisis Wacana: Teori, Metode, Dan Penerapannya Pada Wacana
Media. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Danesi, Marcel. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika
dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra, 2012.
Darma, Yoce Aliah. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya, 2009.
Eko, Nurlaksana. Analisis Wacana; Kajian Teoritis Dan Praktis. Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2015.
Eriyanto. Analisis Wacana. Yogyakarta: LKis, 2001.
Hartley, John. Communication, Culturalm & Media Studies: Konsep Kunci.
Yogyakarta : Jalasutra, 2010.
Indiwan Seto Wahyu, Semiotika Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013.
Ishwara, Luwi. Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: PT. Kompas Media
Nusantara, 2005.
Jefkins, Frank. Public Relations. Terj. Haris Munandar. Erlangga, 2002.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Jakarta: Balai Pustaka, 2002.
Kholisah, Nur. Strategi Komunikasi Public Relations dan Citra Positif Organisasi.
Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol 13. No. 3. September - Desember 2015.
Mudjiono, Yoyon. Kajian Semiotika Dalam Film. Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. 1.
No.1. April 2011.
Mulyana, Dedy. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
cet ke-4, 2004.
Kovach, Bill dan Tom Rosenstiel, Elemen-Elemen Jurnalisme, Terj. Yusi A.
Pareanom, Institute Studi Arus Informasi dan Kedutaan Besar Amerika
Serikat di Jakarta, 2003.
Kusumaningrat, Hikmat dkk. Jurnalistik Teori Dan Praktik. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2006.
Rahmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.
Rivers, William L. Media Massa dan Masyarakat Modern. Jakarta: Prenada Media
Group, 2003.
Roudhonah. Ilmu Komunikasi. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dan UIN
Jakarta Press, 2007.
Ruslan, Rosady. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta:
Rajagrifindo, 2010.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media (Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotika, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.
Suryawati, Indah. Jurnalistik Suatu Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia, 2011.
Tamburaka, Apriadi. Literasi Media: CERDAS BERMEDIA KHLAYAK MEDIA
MASSA. Depok: Raja Grafindo Persada, 2013.
Artikel diakses pada 20 Februari 2017 pukul 21.00 WIB di http://oscar.org
Artikel diakses pada 28 Mei pukul 21:10 WIB di google.co.id
Artikel diakses pada 28 Mei 2017 pukul 20:50 di
http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2005/06/060601_watergate.shm
tl
Artikel diakses pada 6 Oktober 2017 pukul 19:00 WIB di
www.kajianteori.web.id/2015/12/pengertian-stilistika-menurut-ahli.html
Artikel diakses pada 18 November 2017 pukul 11.10 WIB di
http://www.amadei33.com/2015/09/all-presidents-men-1976-usa-brrip-1080p.html
Artikel diakses pada 18 November 2017 pukul 11.00 WIB
https://www.slideshare.net/DianaAmeliaBagti/tugas-formatologi-berita-all-the-
presidents-men-part-2