Penyakit Jantung Tiroid,Penyakit Jantung Rematik, Dan Penyakit Jantung Anemi (PD)
Rematik Jantung anggy
description
Transcript of Rematik Jantung anggy
Rematik JantungPosted by Rematik
Rematik jantung adalah salah satu dari berbagai macam penyakit jantung yang ada. Penyakit rematik jantung (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease (RHD) ini adalah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari katup-katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) yang disebabkan oleh demam rematik. Katup-katup jantung tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh: Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa menyebabkan demam rematik, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.
Pada beberapa pasien yang mengalami demam rematik akut bisa terjadi kelainan katup jantung lainnya yang bisa berakibat pada gangguan katup jantung, gagal jantung (CHF), radang selaput jantung (perikarditis). Di Amerika Serikat bahkan penyakit rematik jantungini masih merupakan penyebab dari penyakit jantung yang disebut dengan mitral stenosis (MS) dan juga penggantian katup jantung pada pasien dewasa di sana.
Penyebab rematik jantun g ini diperkirakan adalah reaksi autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi streptococcus β hemolitikus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik baik demam reumatik serangan pertama maupun demam reumatik serangan yang berulang. Penyakit ini berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit maupun disaluran nafas, demam rematik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya penyakit rematik jantung/ Rheumatic Heart Desease terdapat pada diri individu itu sendiri dan juga faktor lingkungan.
1. Faktor genetik. Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjukan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus.
2. Umur. Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik / penyakit reumatik jantung. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
3. Keadaan gizi dan lain-lain. Keadaan gizi serta pola hidup dan juga adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
4. Golongan etnik dan ras. Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
5. Jenis kelamin. Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
6. Reaksi autoimun. Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
Cara Terbaik Mengobati Jantung Rematik Written by Maureen M. Magdalena Published in Penyakit Jantung Read 12875 times font size decrease font size increase font size Print Email
inShare0
Jantung rematik adalah sebuah penyakit berupa terjadinya penyempitan atau kebocoran pada katup jantung, khususnya katup mitral (stenosis katup mitral). Penyakit ini dalam dunia medis dikenal sebagai Rhematic Heart Disease (RHD).
Serangan jantung rematik bermula dari bakteri bernama Streptococcus beta hemolyticus group A yang menyerang saluran pernapasan atas. Bakteri tersebut kemudian membuat terjadinya demam rematik yang menyebabkan radang di saluran tenggorokan.
Kemudian, virus tersebut akan menyebar melalui sirkulasi darah dan membuat radang di katup jantung. Radang tersebut akan membuat katup mengalami penebalan yang membahayakan fungsi organ jantung.
Bakteri Streptococcus yang masuk itu tidak dapat dikenali oleh sistem pertahanan tubuh karena bakteri tersebut menumpangi protein yang membuatnya terlihat seperti protein normal. Padahal yang terjadi kemudian bakteri itu perlahan mulai merusak jaringan tubuh, khususnya di jantung.
Demam rematik umumnya menyerang orang berusia antara 5-15 tahun. Sangat jarang penderita demam rematik yang berusia di bawah 5 tahun. Mungkin ini disebabkan karena pada usia tersebut, anak-anak biasanya suka bermain di luar. Bakteri Streptococcus tersebut biasanya memang suka berada di lingkungan yang tidak bersih.
Serangan demam rematik yang tidak kunjung sembuh kemudian akan menyebabkan terjadinya jantung rematik. Terjadinya jantung rematik ini akan diawali oleh gejala dan tanda seperti penderita mudah sesak nafas, mudah mengalami nyeri, cepat lelah, sakit perut, dan muncul benjolan kecil di kulit.
Gejala jantung rematik ini akan mulai tampak dari minggu pertama sampai minggu keenam setelah bakteri masuk ke kerongkongan. Untuk itu sangat bijak agar segera memeriksakan diri saat gejala-gejala demam rematik itu mulai terasa.
Untuk memastikan terjadinya penyakit jantung rematik, pihak medis akan memeriksa kondisi fisik pasien, gejala-gejala pada fisik pasien, serta hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan
kadang juga akan menggunakan Echocardiografi yang berfungsi melihat kondisi otot dan katup jantung.
Untuk mengobati sakit jantung rematik, pihak medis biasanya akan memberikan obat antibiotik dan anti radang untuk membersihkan kuman Streptococcus. Obat antibiotik yang diberikan biasanya adalah Benzathine, Erythromycin, atau Cephalosporin. Sedangkan obat anti radang adalah Cortisone dan Aspirin.
Sementara, untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi, biasanya pasien akan diberi diet gizi tinggi. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi penyebaran virus yang potensial menyebabkan trombo-emboli atau gagal jantung. Ini merupakan cara kedua pengobatan penyakit jantung rematik.
Cara ketiga untuk mengobati sakit jantung rematik adalah dengan menggunakan pengobatan alternatif. Penggunaan obat herbal untuk mengatasi jantung rematik biasanya paling sering digunakan karena tingkat keberhasilannya yang tinggi.
Bagaimanapun mencegah jantung rematik jauh lebih baik daripada mengobatinya. Cara pencegahan paling efisien adalah dengan rajin membersihkan tempat tinggal. Karena bakteri Streptococcus, pembawa penyakit demam rematik yang memicu terjadinya jantung rematik, biasanya berkembang di lingkungan yang tidak bersih.
Berolahraga dan mengonsumsi makanan yang sehat juga harus dilakukan untuk menjaga tingkat kekebalan tubuh. Menghindari rokok dan memakai masker di udara berdebu sangat baik untuk dilakukan. Berhati-hati juga saat terjadi perubahan cuaca ekstrem. Sebab di waktu tersebut biasanya bakteri Streptococcus sering menginfeksi.
Kalau kondisi jantung rematik semakin memburuk, pilihan terakhir adalah operasi. metode pengobatan jantung rematik ini mau tidak mau harus dilakukan agar jiwa pasien bisa diselamatkan, walaupun biayanya tidak murah.
Penyakit jantung rematik adalah salah satu dari berbagai macam penyakit jantung yang ada. Jantung rematik ini adalah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari katup-katup jantung yang disebabkan oleh demam reumatik. Katup-katup jantung tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh: Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa menyebabkan demam reumatik, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum
Pada beberapa pasien yang mengalami demam rematik akut bisa terjadi kelainan katup jantung lainnya yang bisa berakibat pada gangguan katup jantung, gagal jantung (CHF), radang selaput jantung (perikarditis). Di Amerika Serikat bahkan penyakit jantung rematik ini masih
merupakan penyebab dari penyakit jantung yang disebut dengan mitral stenosis (MS) dan juga penggantian katup jantung pada pasien dewasa di sana.
Penyebab jantung rematik ini diperkirakan adalah reaksi autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi streptococcus β hemolitikus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik baik demam reumatik serangan pertama maupun demam rematik serangan yang berulang.
Penyakit ini berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit maupun disaluran nafas, demam rematik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya penyakit jantung rematik / Rheumatic Heart Desease terdapat pada diri individu itu sendiri dan juga faktor lingkungan.Faktor dari Individu diantaranya yaitu :
1. Faktor genetik. Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjukan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus.
2. Umur. Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
3. Keadaan gizi dan lain-lain.Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
4. Golongan etnik dan ras. Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
5. Jenis kelamin. Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan
jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
6. Reaksi autoimun. Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
Faktor-faktor dari lingkungan itu sendiri :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk.Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam rematik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2. Cuaca. Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
3. Iklim dan geografi. Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya angka kejadian demam rematik lebih tinggi daripada di dataran rendah.
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik dapat dibagi dalam 4 tingkatan stadium jantung rematik yaitu :
Stadium I : Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A.Gejala yang dirasakan diantaranya yaitu : Demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, muntah, diare, peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.
Stadium II : Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian
Stadium III : Stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik / penyakit jantung reumatik dan gejalanya diantaranya demam yang tinggi, lesu, anoreksia, epistaksis, rasa sakit disekitar sendi, berat badan menurun, kelihatan pucat, lekas tersinggung, athralgia, sakit perut.
Stadium IV : Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung rematik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
Dalam menegakkan diagnosa Demam Rematik ini digunakan Kriteria Jones yang terbagi Kriteria Mayor dan Kriteria Minor.
Kriteria Mayor Demam Rematik terdiri dari :
1. Poliarthritis : Pasien dengan keluhan sakit pada sendi yang berpindah-pindah, radang sendi-sendi besar; lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan , siku (poliarthritis migrans).
2. Karditis : Peradangan pada jantung (miokarditis, endokarditis).3. Eritema marginatum : Tanda kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak
gatal.4. Noduli subkutan : Terletak pada ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut, persendian
kaki (tidak nyeri dan dapat bebas digerakkan).5. Korea sydenham : Gerakan yang tidak disengaja / gerakan yang abnormal, sebagai
manifestasi peradangan pada sistem syaraf pusat.
Kriteria Minor Demam Rematik terdiri dari :
1. Mempunyai riwayat menderita demam reumatik / penyakit jantung rematik.2. Athralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi : pasien kadang-
kadang sulit menggerakkan tungkainya3. Demam tidak lebih dari 39 derajad celcius.4. Leukositosis.5. Peningkatan Laju Endap Darah (LED).6. C-Reaktif Protein (CRF) positif.7. P-R interval memanjang.8. Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (sleeping pulse).9. Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO).
Diagnosa ditegakkan bila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor, atau dua kriteria minor dan satu kriteria mayor.
Penatalaksanaan demam rematik aktif atau reaktivasi kembali dan termasuk dalam pengobatan jantung rematik diantaranya adalah :
1. Tirah baring dan mobilisasi (kembali ke aktivitas normal) secara bertahap. Ini adalah perawatan penyakit jantung rematik untuk pertama kalinya yaitu istirahat total.
2. Pemberantasan terhadap kuman streptokokkus dengan pemberian obat antibiotik penisilin atau eritromisin. Untuk profilaksis atau pencegahan dapat diberikan antibiotic penisilin benzatin atau sulfadiazine.
3. Antiinflamasi (antiperadangan). Antiperadangan seperti salisilat dapat dipakai pada demam reumatik tanpa karditis (peradangan pada jantung)
AskepASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT JANTUNG REUMATIK (PJR)/ Rheumatic Heart Disease (RHD)
A. PENGERTIAN
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang di tandai dengan kerusakan pada katup jantung akibat
serangan karditis reumatik akut yang berulang kali. (kapita selekta, edisi 3, 2000)
Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi autoimun
(kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi streptococcus β hemolitikus grup A
pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik baik demam reumatik serangan pertama
maupun demam reumatik serangan ulang.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya penyakit jantung rematik / Rheumatic Heart Desease
terdapat pada diri individu itu sendiri dan juga faktor lingkungan.
Faktor dari Individu diantaranya yaitu :
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjukan
hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status
reumatikus.
2. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik / penyakit
jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak
sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang
sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan
insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita
infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
3. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor
predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
4. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih
sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus
dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut
ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
5. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data
yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu
mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta
hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis
dan valvulitis pada reumatik fever.
Faktor-faktor dari lingkungan itu sendiri :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam
rematik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era
antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-
rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati
anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan
kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya
demam reumatik.
2. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas
meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
3. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang
beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens
yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya angka
kejadian demam rematik lebih tinggi daripada didataran rendah.
C. PATOFISIOLOGI
Terjadinya jantung rematik disebabkan langsung oleh demam rematik, suatu penyakit sistemik
yang disebabkan oleh infeksi streptokokus grup A. demam rematik mempengaruhi semua persendian,
menyebabkan poliartritis. Jantung merupakan organ sasaran dan merupakan bagian yang kerusakannya
paling serius.
Kerusakan jantung dan lesi sendi bukan akibat infeksi, artinya jaringan tersebut tidak mengalami
infeksi atau secara langsung dirusak oleh organism tersebut, namun hal ini merupakan fenomena
sensitivitas atau reaksi, yang terjadi sebagai respon terhadap streptokokus hemolitikus. Leukosit darah
akan tertimbun pada jaringan yang terkena dan membentuk nodul, yang kemudian akan diganti dengan
jaringan parut. Miokardium tentu saja terlibat dalam proses inflamasi ini; artinya, berkembanglah
miokarditis rematik, yang sementara melemahkan tenaga kontraksi jantung. Demikian pula pericardium
juga terlibat; artinya, juga terjadi pericarditis rematik selama perjalanan akut penyakit. Komplikasi
miokardial dan pericardial biasanya tanpa meninggalkan gejala sisa yang serius. Namun sebaliknya
endokarditis rematik mengakibatkan efek samping kecacatan permanen.
Endokarditis rematik secara anatomis dimanifestasikan dengan adanya tumbuhan kecil yang
transparan, yang menyerupai manik dengan ukuran sebesar kepala jarum pentul, tersusun dalam
deretan sepanjang tepi bilah katup. Manic-manik kecil itu tidak tampak berbahaya dan dapat
menghilang tanpa merusak bilah katup, namun yang lebih sering mereka menimbulkan efek serius.
Mereka menjadi awal terjadinya suatu proses yang secara bertahap menebalkan bilah-bilah katup,
menyebabkan menjadi memendek dan menebal disbanding yang normal, sehingga tidak dapat menutup
dengan sempurna. Terjadilah kebocoran, suatu keadaan yang disebut regurgitasi katup. Tempat yang
palinh sering mengalami regurgitasi katup adalah katup mitral.
Penyimpangan KDM
DEMAM REMATIK
streptococcus beta-hemolyticus grup A.
reaksi imonolgy ( anti body )
sarcolemma myocardial
toxin myocard rusak
stretolysin titer o
Bersifat toxik
terhadap jaringan myocard
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala jantung yang muncul tergantung pada bagian jantung yang terkena. Katup mitral adalah
yang sering terkena, menimbulkan gejala gagal jantung kiri: sesak napas dengan krekels dan wheezing
pada paru. Beratnya gejala tergantung pada ukuran dan lokasi lesi.
Gejala sistemik yang terjadi akan sesuai dengan virulensi organisme yang menyerang. Bila ditemukan
murmur pada seseorang yang menderita infeksi sistemik, maka harus dicurigai adanya infeksi
endokarditis.
E. KOMPLIKASI
Gagal jantung dapat terjadi pada beberapa kasus. Komplikasi lainnya termasuk aritmia jantung,
pankarditis dengan efusi yang luas, pneumonitis reumatik, emboli paru, infark, dan kelainan katup
jantung.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pasien demam rematik 80% mempunyai ASTO positif. Ukuran proses inflamasi dapat dilakukan
dengan pengukuran LED dan protein C-reaktif.
G. PENATALAKSANAAN
Tata laksana demam rematik aktif atau reaktivitas adalah sebagai berikut:
1. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai keadaan jantung.
2. Eradikasi terhadap kuman streptokokus dengan pemberian penisilin benzatin 1,2 juta unit IM bila berat
badan > 30 kg dan 600.000-900.000 unit bila berat badan < 30 kg, atau penisilin 2x500.000 unit/hari
selama 10 hari. Jika alergi penisilin, diberikan eritromisin 2x20 mg/kg BB/hari untuk 10 hari. Untuk
profilaksis diberikan penisilin benzatin tiap 3 atau 4 minggu sekali. Bila alergi penisilin, diberikan
sulfadiazin 0,5 g/hari untuk berat badan < 30 kg atau 1 g untuk yang lebih besar. Jangan lupa
menghitung sel darah putih pada minggu-minggu pertama, jika leukosit < 4.000 dan neutrofil < 35%
sebaiknya obat dihentikan. Diberikan sampai 5-10 tahun pertama terutama bila ada kelainan jantung
dan rekurensi.
3. Antiinflamasi
Salisilat biasanya dipakai pada demam rematik tanpa karditis, dan ditambah kortikosteroid jika ada
kelainan jantung. Pemberian salisilat dosis tinggi dapat menyebabkan intoksikasi dengan gejala tinitus
dan hiperpnea. Untuk pasien dengan artralgia saja cukup diberikan analgesik.
Pada artritis sedang atau berat tanpa karditis atau tanpa kardiomegali, salisilat diberikan 100 mg/kg
BB/hari dengan maksimal 6 g/hari, dibagi dalam 3 dosis selama 2 minggu, kemudian dilanjutkan 75
mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu kemudian.
Kortikosteroid diberikan pada pasien dengan karditis dan kardiomegali. Obat terpilih adalah prednison
dengan dosis awal 2 mg/kg BB/hari terbagi dalam 3 dosis dan dosis maksimal 80 mg/hari. Bila gawat,
diberikan metilprednisolon IV 10-40 mg diikuti prednison oral. Sesudah 2-3 minggu secara berkala
pengobatan prednison dikurangi 5 mg setiap 2-3 hari. Secara bersamaan, salisilat dimulai dengan 75
mg/kg BB/hari dan dilanjutkan selama 6 minggu sesudah prednison dihentikan. Tujuannya untuk
menghindari efek rebound atau infeksi streptokokus baru.
H. PENCEGAHAN
Dapat dicegah melalui penatalaksanaan awal dan adekuat terhadap infeksi streptokokus pada
semua orang.
Langkah pertama dalam mencegah serangan awal adalah mendeteksi adanya infeksi streptokokus
untuk penatalaksanaan yang adekuat, dan pemantauan epidemi dalam komunitas. Setiap perawat harus
mengenal dengan baik tanda dan gejala faringitis streptokokus; panas tinggi (38,9 sampai 40C atau
101 sampai 104F), menggigil, sakit tenggorokan, kemerahan pada tenggorokan disertai aksudat, nyeri
abdomen, dan infeksi hidung akut.
Kultur tenggorok merupakan satu-satunya metode untuk menegakkan diagnosa secara akurat.
Pasien yang rentan memerlukan terapi antibiotika oral jangka panjang atau perlu menelan antibiotika
profilaksis sebelum menjalani prosedur yang dapat menimbulkan invasi oleh mikroorganisme ini.
Pemberian penisilin sebelum pemeriksaan gigi merupakan contoh yang baik. Pasien juga harus
diingatkan untuk menggunakan antibiotika profilaksis pada prosedur yang lebih jarang dilakukan seperti
sitoskopi.
owhhhh MG.,besok case saya maju.,.tidaaakkkkk.,.,ampun bener2 g kerasa hari2 yg saya lewati di penyakit dalam,.,y allah, bagaimana ini kenapa tiba2 jadi ciut gini.,.okeh don’t mind rhonaz u can do it.,ini dia case yg sudah saya siapkan 2 minggu full, besok akan dipersentasikan.,.berbicara tentang case, saya merasa cukup tegang mempersentasikanya.,hehehe bisa jadi teman2 yang satu stase sekarang pintar2 dan kritis.,.sumpe deh.,.baik dari RPP smpe hasil lab bisa ngebantai kita dengan pertanyaan.,hehe( lebaaaayyy) okelah, yg jelas case ini sudah saya persiapkan dengan matang., kilas balik sedikit tentang pembuatan case ini.,.koas: maaf dok mengganggu sebentar.,…^_^dokter: siapa kamu??? Saya sibuk.,Koas : saya yg akan melakukan persentasi case sama dokter,.,Dokter: Ooooooooo.,…,lalu??????Koas: jika ada saran dok judul case apa yg baiknya saya buat????Dokter: RHD( lgsung pergi meninggalkan koas,.,.)Koas: @#”><>>><:”:#@@.,..tidak sopaaann,…Yah,.biasa dokter senior jarang memandang koas.,.hehehe.,.lupa kali ya nanti kita bakal jadi teman sejawat.,.kidding dok hhehehehe.,.Anyway.,lanjut dengan RHD.,.,apa itu???? Sempat bingung saya dibuatnya.,sampai akhirnya saya dapat ilham.,owhh ternyata RHD itu rheumatoid heart desease,.yah semacam penyakit jantung rematik.,pertnyaanya emang bisa jantung kena rematik.,hahaha.,itu dia pertanyaan bodoh yg sempat saya fikirkan pertama kali.,.hehehe,.yang jelas RHD pun punya criteria untuk mendiagnosanya seperti criteria fermingham pada CHF, terdapat criteria jones pada RHD. Gejala Mayor Gejala MinorPoliartritis Klinis : suhu tinggiKarditis ArtralgiaKorea Riwayat pernah demam reumatik/penyakitjantung reumatikNodul subkutaneus Lab : reaksi fase akutEritema marginatum
Siippp.,.petualangan berlajut,..cari pasien RHD.,.yak ketemu, ada nih 1 yg ngumpet di bangsal lagi sesak nafas.,.waw, sadis guyonanya heheh.,setttt.,.,anamnesa check, pemeriksaan fisik check, pemeriksaan penunjang check, terapi check.,.dan.,.taraaaa.,.jadi juga hasilnya.,.,proudly present saya posting disini.,heheheLAPORAN KASUSI. IDENTIFIKASINama : nn. NJenis Kelamin : PerempuanUsia : 19 tahunAlamat : Sungai lasak (Dalam kota Palembang)Pekerjaan : BuruhStatus pernikahan : Belum menikahAgama : Islam
MRS : 08 Maret 2010Tanggal pemeriksaan : 11 Maret 2010
II. ANAMNESIS Keluhan Utama :Sesak nafas hebat sejak 3 hari SMRSRiwayat Perjalanan PenyakitSejak 2 minggu SMRS, pasien mengeluh sesak napas bila beraktivitas. Sesak Berkurang bila penderita istirahat. Sesak tidak dipengaruhi cuaca dan emosi. Sesak diikuti berdebar-debar dan cepat lelah. Sesak tidak berbunyi. Keluhan biru pada ujung jari dan bibir disangkal. Keluhan disertai dengan nyeri pada kedua sendi lutut, kaki dan belikat yang sudah dirasakan 3 bulan yang lalu. Keluhan juga disertai Batuk berdahak, berwana putih dengan banyak 1sdm yang tidak terlalu sering . BAB dan BAK biasa. Mual ada dan diikuti muntah, tidak terlalu sering dan isi apa yang dimakan.Sejak 1 minggu SMRS, pasien masih mengeluh sesak napas semakin hebat bila pasien berjalan ±50 meter dan berkurang saat istirahat. Sesak tidak dipengaruhi cuaca dan emosi. Pasien lebih nyaman jika tidur dengan 2 bantal. Sesak masih disertai Nyeri dada ada Dada berdebar-debar. Keringat malam ada disertai Demam yang muncul pada malam hari dan menggigil. Pasien juga mengeluhkan Batuk berdahak, warna putih dengan banyak 1sdm. Mual ada dan diikuti muntah, tidak terlalu sering dan isi apa yang dimakan. BAK dan BAB biasa.Sejak 2 hari SMRS pasien mengeluh sesak napas bertambah berat. Saat beraktifitas ringan penderita merasa sesak nafas dan berkurang saat istirahat. Pasien lebih nyaman jika tidur dengan 4 bantal. Sesak masih disertai Nyeri dada ada dan Dada berdebar-debar. Pasien juga mengeluhkan Demam disertai Menggigil dan Berkeringat dingin Badan terasa lemas. Pasien masih mengeluhkan Batuk berdahak, warna putih dengan banyak 1sdm. Nafsu makan menurun. Mual ada dan diikuti muntah, tidak terlalu sering dan isi apa yang dimakan. BAK dan BAB biasa. Pasien berobat ke RS Bari dan dirujuk ke RSMH untuk dirawatRiwayat Penyakit dahulu• Riwayat darah tinggi disangkal• Riwayat penyakit jantung ada.• Riwayat kencing manis disangkal.• Riwayat penyakit paru disangkal• Riwayat demam disertai nyeri sendi sebelumnya ada• Riwayat nyeri tenggorokan sebelumnya ada
Riwayat Keluarga :• Riwayat dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan umum Keadaan umum : tampak sakit sedangKesadaran : compos mentisDehidrasi : (-)Tekanan darah : 120/80 mmHgNadi : 102 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukupPernafasan : 28 x/menit, abdominothorakal, regulerSuhu : 37,7 0 CBerat badan : 48 kgTinggi badan : 160 cm
IMT : 18,75 kg/m2RBW : 88,89 %
Keadaan spesifikKulitWarna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit tidak ada, sianosis tidak ada, scar tidak ada, keringat ada, pucat pada telapak tangan dan kaki tidak ada, pertumbuhan rambut normal.KGBTidak ada pembesaran KGB pada daerah aksila, leher, inguinal dan submandibula serta tidak ada nyeri penekanan.KepalaBentuk oval, simetris, ekspresi sakit sedang, dan deformasi tidak ada.MataEksoftalmus dan endoftalmus tidak ada, edema palpebra tidak ada, konjungtiva palpebra pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada, pupil isokor, reflek cahaya normal, pergerakan mata ke segala arah baik.HidungBagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping hidung tidak ada.TelingaTophi tidak ada, nyeri tekan processus mastoideus tidak ada, pendengaran baik.MulutTonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah tidak ada, atrofi papil tidak ada, gusi berdarah tidak ada, stomatitis tidak ada, rhagaden tidak ada, bau pernapasan khas tidak ada, faring tidak ada kelainan.LeherPembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5-2) cmH 0, kaku kuduk tidak ada.DadaBentuk dada simetris, nyeri tekan tidak ada, nyeri ketok tidak ada, krepitasi tidak ada.
Paru-paruI :P:P:
A: Statis dan dinamis simetris pada kedua paruStemfremitus paru kanan = paru kiri.Sonor pada kedua lapangan paru. Batas paru – hepar pada ICS VI (pada posisi supine)Vesikuler (+) normal. Ronki basah halus pada kedua basal paru. Wheezing (-).
Jantung I :P:P:A: Iktus cordis terlihat pada ICS VIktus cordis teraba pada ICS V 1 jari lateral LMCBatas atas : ICS II, batas kanan : LPS dextra, batas kiri : LAA sinistraHR =102 x/menit, murmur diastolik grade III , gallop (-)
Perut I :P:P:A: CembungLemas, nyeri tekan tidak ada, hepar tak teraba. Lien tidak teraba.Timpani Bising usus (+) normal
Alat kelamin : tidak dilakukan pemeriksaanExtremitas atas : Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi tidak ada, edema tidak ada, jaringan parut tidak ada, pigmentasi normal, akral hangat, turgor kembali cepat, clubbing finger tidak ada.Extremitas bawahEutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi tidak ada, edema pretibial minimal ada, jaringan parut tidak ada, pigmentasi normal, akral hangat, clubbing finger tidak ada, turgor kembali cepat.IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGRontgen toraks AP (06 Maret 2010)• kondisi foto baik• trakhea letak tengah• tulang-tulang baik• sela iga tak melebar• ctr > 50%• sudut costofrenikus tajam• parenkim paru = infiltrat (–)
kesan: kardiomegaliEKG (06 Maret 2010)EKG : SR, axis (N), HR: 102, gel P (N), P-R interval 0,16sec, QRS 0,06 sec, R/S diV1 <1, SV1+RV5/RV^< 35, ST-T change(-), T inverted di II, III, AVF, V1-V3Kesan : sinus takikardi+ iskemik inferoanteriorSediaan apus darah ( 9 maret 2010)Malaria malariePemeriksaan biakan ( 10 maret 2010)Streptococus viridans (+)Hematologi (13 Februari 2010):1) Hemoglobin : 13,5g/dl2) Hematokrit : 41 vol% 3) Trombosit : 312.000 / mm3 4) Leukosit : 11.300 /mm3/5) LED : 8 mm/jam6) Diff. Count : - Basofil : 1 - Eosinofil : 7 - Batang : 3 - Segmen : 44 - Limfosit : 38
- Monosit : 7 Kimia Klinik:1) BSS : 99 mg/dl2) Cholesterol total : 177 mg/dl3) HDL : 60 mg/dl4) LDL : 99 mg/dl5) Trigliserida : 92 mg/dl6) Uric acid : 4,5 mg/dl 7) Ureum : 22 mg/dl 8) Creatinin : 0,9 mg/dl 9) Protein Total : 8,9 g/dl 10) Albumin : 3,9 g/dl 11) Globulin : 4,7 g/dl12) Natrium : 136 mmol/l 13) Kalium : 4,0 mmol/l 14) Kalsium : 1,72 mmol/lPemeriksan Sero imunologi1) ASTO : Positif
V. DIAGNOSIS KERJARHD fs nyha III + malaria malarie
VI. DIAGNOSIS BANDINGPenyakit jantung congenital VSD + malaria malarie
VII. PENATALAKSANAAN• Istirahat dengan posisi ½ duduk• O2 3 L/m.• Diet Jantung III• IVFD RL gtt X/menit (mikrodrop)• Aspilet 1 x 80 mg• Omeprazole 1 x 20 mg• Metoclopramide 3x1 tab• Furosemid 1x1 amp • Benzathine penicilin G 1x 1,2 iu• Arsuamoon
VIII. RENCANA PEMERIKSAAN Rx genu dextra IX. PROGNOSISQuo ad vitam : dubiaQuo ad functionam :dubia
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PENYAKIT JANTUNG REUMATIK
A. PENGKAJIAN
a. Aktivitas/istrahat
Gejala : Kelelahan, kelemahan.
Tanda : Takikardia, penurunan TD, dispnea dengan aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit jantung kongenital, IM, bedah jantung. Palpitasi, jatuh pingsan.
Tanda : Takikardia, disritmia, perpindahan TIM kiri dan inferior, Friction rub, murmur, edema, petekie, hemoragi
splinter.
c. Eliminasi
Gejala : Riwayat penyakit ginjal, penurunan frekuensi/jumlah urine.
Tanda : Urine pekat gelap.
d. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri pada dada anterior yang diperberat oleh inspirasi, batuk, gerakan menelan, berbaring; nyeri
dada/punggung/ sendi.
Tanda : Perilaku distraksi, mis: gelisah.
e. Pernapasan
Gejala : dispnea, batuk menetap atau nokturnal (sputum mungkin/tidak produktif).
Tanda : takipnea, bunyi nafas adventisius (krekels dan mengi), sputum banyak dan berbercak darah (edema
pulmonal).
f. Keamanan
Gejala : Riwayat infeksi virus, bakteri, jamur, penurunan sistem imun.
Tanda : Demam.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.
b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam preload/peningkatan tekanan atrium
dan kongesti vena.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan filtrasi glomerulus.
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
C. INTERVENSI
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan : nyeri hilang/ terkontrol.
Intervensi :
1. Selidiki laporan nyeri dada dan bandingkan dengan episode sebelumnya. Gunakan skala nyeri (0-10)
untuk rentang intensitas. Catat ekspresi verbal/non verbal nyeri, respons otomatis terhadap nyeri
(berkeringat, TD dan nadi berubah, peningkatan atau penurunan frekuensi pernapasan).
R/ : Perbedaan gejala perlu untuk mengidentifikasi penyebab nyeri. Perilaku dan perubahan tanda vital
membantu menentukan derajat/ adanya ketidaknyamanan pasien khususnya bila pasien menolak
adanya nyeri.
2. Berikan lingkungan istirahat dan batasi aktivitas sesuai kebutuhan.
R/ : aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokardia (contoh; kerja tiba-tiba, stress, makan banyak,
terpajan dingin) dapat mencetuskan nyeri dada.
3. Berikan aktivitas hiburan yang tepat.
R/ : Mengarahkan kembali perhatian, memberikan distraksi dalam tingkat aktivitas individu.
4. Dorong menggunakan teknik relaksasi. Berikan aktivitas senggang.
R/ : Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian sehingga
menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan.
5. Kolaborasi pemberian obat nonsteroid dan antipiretik sesuai indikasi.
R/ : Dapat menghilangkan nyeri, menurunkan respons inflamasi dan meningkatkan kenyamanan.
b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.
Intervensi :
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan parameter berikut: frekuensi nadi 20/menit diatas
frekuensi istirahat; catat peningkatan TD, dispnea atau nyeri dada; kelelahan berat dan kelemahan;
berkeringat; pusing; atau pingsan.
R/ : Parameter menunjukkan respons fisiologis pasien terhadap stres aktivitas dan indikator derajat pengaruh
kelebihan kerja/jantung.
2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frekuensi
nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.
R/ : Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual.
3. Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.
R/ : Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada.
Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi/rambut dengan
duduk dan sebagainya.
R/ : Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi sehingga membantu keseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
5. Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.
R/ : Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam preload/peningkatan tekanan atrium
dan kongesti vena.
Tujuan : menunjukan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan ditritmia.
Intervensi :
1. Pantau TD, nadi apikal, nadi perifer.
R/ : Indikator klinis dari keadekuatan curah jantung. Pemantauan memungkinkan deteksi dini/tindakan
terhadap dekompensasi.
2. Tingkatkan/dorong tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 45 derajat.
R/ : Menurunkan volume darah yang kembali ke jantung (preload), yang memungkinkan oksigenasi,
menurunkan dispnea dan regangan jantung.
3. Bantu dengan aktivitas sesuai indikasi (mis: berjalan) bila pasien mampu turun dari tempat tidur.
R/ : Melakukan kembali aktivitas secara bertahap mencegah pemaksaan terhadap cadangan
jantung.
4. Berikan oksigen suplemen sesuai indikasi. Pantau DGA/nadi oksimetri.
R/ : Memberikan oksigen untuk ambilan miokard dalam upaya untuk mengkompensasi peningkatan
kebutuhan oksigen.
5. Berikan obat-obatan sesuai indikasi. Mis: antidisritmia, obat inotropik, vasodilator, diuretik.
R/ : pengobatan distritmia atrial dan ventrikuler khusnya mendasari kondisi dan simtomatologi tetapi
ditujukan pada berlangsungnya/meningkatnya efisiensi/curah jantung. Vasodilator digunakan untuk
menurunkan hipertensi dengan menurunkan tahanan vaskuler sistemik (afterload). Penurunan ini
mengembalikan dan menghilangkan tahanan. Diuretic menurunkan volume sirkulasi (preload), yang
menurunkan TD lewat katup yang tak berfungsi, meskipun memperbaiki fungsi jantung dan menurunkan
kongesti vena.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan filtrasi glomerulus.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam rentang
normal, dan tak ada edema.
Intervensi :
1. Pantau pemasukan dan pengeluaran, catat keseimbangan cairan (positif atau negatif), timbang berat
badan tiap hari.
R/ : Penting pada pengkajian jantung dan fungsi ginjal dan keefektifan terapi diuretik. Keseimbangan cairan
positif berlanjut (pemasukan lebih besar dari pengeluaran) dan berat badan meningkat menunjukkan
makin buruknya gagal jantung.
2. Berikan diuretik contoh furosemid (Lazix), asam etakrinik (Edecrin) sesuai indikasi.
R/ : Menghambat reabsorpsi natrium/klorida, yang meningkatkan ekskresi cairan, dan menurunkan
kelebihan cairan total tubuh dan edema paru.
3. Pantau elektrolit serum, khususnya kalium. Berikan kalium pada diet dan kalium tambahan bila
diindikasikan.
R/ : Nilai elektrolit berubah sebagai respons diuresis dan gangguan oksigenasi dan metabolisme. Hipokalemia
mencetus pasien pada gangguan irama jantung.
4. Berikan cairan IV melalui alat pengontrol.
R/ : Pompa IV mencegah kelebihan pemberian cairan.
5. Batasi cairan sesuai indikasi (oral dan IV).
Diperlukan untuk menurunkan volume cairan ekstrasel/ edema.
6. Berikan batasan diet natrium sesuai indikasi.
R/ : Menurunkan retensi cairan.
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : menunjukan perilaku untuk menangani stress.
Intervensi :
1. Pantau respons fisik, contoh palpitasi, takikardi, gerakan berulang, gelisah.
R/ : Membantu menentukan derajat cemas sesuai status jantung. Penggunaan evaluasi seirama dengan
respons verbal dan non verbal.
2. Berikan tindakan kenyamanan (contoh mandi, gosokan punggung, perubahan posisi).
R/ : Membantu perhatian mengarahkan kembali dan meningkatkan relaksasi, meningkatkan kemampuan
koping.
3. Dorong ventilasi perasaan tentang penyakit-efeknya terhadap pola hidup dan status kesehatan akan
datang. Kaji keefektifan koping dengan stressor.
R/ : Mekanisme adaptif perlu untuk mengkoping dengan penyakit katup jantung kronis dan secara tepat
mengganggu pola hidup seseorang, sehubungan dengan terapi pada aktivitas sehari-hari.
4. Libatkan pasien/orang terdekat dalam rencana perawatan dan dorong partisipasi maksimum pada
rencana pengobatan.
R/ : Keterlibatan akan membantu memfokuskan perhatian pasien dalam arti positif dan memberikan rasa
kontrol.
5. Anjurkan pasien melakukan teknik relaksasi, contoh napas dalam, bimbingan imajinasi, relaksasi
progresif.
R/ : Memberikan arti penghilangan respons ansietas, menurunkan perhatian, meningkatkan relaksasi dan
meningkatkan kemampuan koping.
D. EVALUASI
a. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
b. Menunjukan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.
c. Melaporkan/menunjukan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan disritmia.
d. Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam rentang
normal, dan tak ada edema.
e. Menunjukan perilaku untuk menganani stress.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol 1. EGC. Jakarta.
Slamet suyono, dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed.3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
ASUHAN KEPERAWATAN REUMATOID HEART DISEASE (RHD)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
REUMATOID HEART DISEASE ( RHD )
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1) Pengertian RHD
Rematoid heart disease ( RHD ) merupakan penyebab terpenting dari penyakit jantung yang
didapat,baik pada anak maupun pada dewasa. Rematoid fever adalah peradangan akut yang sering
diawali oleh peradangan pada farings. Sedangkan RHD adalah penyakit berulang dan kronis. Pada
umumnya seseorang menderita penyakit rematoid fever akut kira-kira dua minggu sebelumnya pernah
menderita radang tenggorokan.
Reumatoid heart disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-jaringan
penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus
hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 1993).
RHD adalah suatu penyakit peradangan autoimun yang mengenai jaringan konektif seperti pada
jantung,tulang, jaringan subcutan pembuluh darah dan pada sistem pernapasan yang diakibatkan oleh
infeksi streptococcus hemolitic-b grup A.
2) Epidemiologi / Insiden Kasus
RHD terdapat diseluruh dunia. Lebih dari 100.000 kasus baru demam rematik didiagnosa setiap
tahunnya, khususnya pada kelompok anak usia 6-15 tahun. Cenderung terjangkit pada daerah dengan
udara dingin, lembab, lingkungan yang kondisi kebersihan dan gizinya kurang memadai.Sementara
dinegara maju insiden penyakit ini mulai menurun karena tingkat perekonomian lebih baik dan upaya
pencegahan penyakit lebih sempurna. Dari data 8 rumah sakit di Indonesia tahun 1983-1985
menunjukan kasus RHD rata-rata 3,44 ℅ dari seluruh jumlah penderita yang dirawat.Secara Nasional
mortalitas akibat RHD cukup tinggi dan ini merupakan penyebab kematian utama penyakit jantung
sebelum usia 40 tahun.
3) Penyebab / Faktor Predisposisi
Penyebab secara pasti dari RHD belum diketahui, namun penyakit ini sangat berhubungan erat dengan
infeksi saluran napas bagian atas yang disebabkan oleh streptococcus hemolitik-b grup A yang
pengobatanya tidak tuntas atau bahkan tidak terobati. Pada penelitian menunjukan bahwa RHD terjadi
akibat adanya reaksi imunologis antigen-antibody dari tubuh.Antibody yang melawan streptococcus
bersifat sebagai antigen sehingga terjadi reaksi autoimun.
Terdapat faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada reaksi timbulnya RHD :
a. Faktor-faktor pada individu
Faktor Genetik
Meskipun pengetahuan tentang faktor genetik pada RHD ini tidak lengkap namun pada umumnya ada
pengaruh faktor keturunan pada proses terjadinya RHD, walaupun cara penurunanya belum dapat
dipastikan.
Jenis Kelamin
Dulu sering dinyatakan bahwa RHD lebih sering terjadi pada anak wanita daripada anak laki-laki.
Golongan Etnik dan Ras
Data di Amerika menunjukan bahwa serangan awal maupun serangan ulangan lebih sering terjadi pada
orang berkulit hitam dibandingkan orang berkulit putih
Umur
RHD paling sering terjadi pada anak-anak berumur antara 6- 15 tahun ( usa sekolah ) dengan puncak
sekitar umur 8 tahun. Tidak biasanya ditemukan pada anak sebelum berumur 3 tahun atau setelah 20
tahun
b. Faktor-faktor lingkungan
Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Keadaan sosial ekonomi yang buruk adalah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah dengan penghuni
yang padat, rendahnya pendidikan sehingga pemahaman untuk segera mencari pengobatan anak yang
menderita infeksi tenggorokan sangat kurang ditambah pendapatan yang rendah sehingga biaya
perawatan kesehatan kurang
Iklim dan geografis
RHD adalah penyakit kosmopolit. Penyakit ini terbanyak didapatkan pada daerah beriklim sedang,tetapi
data akhir-akhir ini menunjukan bahwa daerah tropispun mempunyai insiden yang tinggi. Didaerah yang
letaknya tinggi, insiden RHD lebih tinggi daripada dataran rendah
Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insiden infeksi saluran napas atas meningkat,
sehingga mengakibatkan kejadian RHD juga dapat meningkat
4) Patofisiologi
Hubungan yang pasti antara infeksi streptokokus dan demam rematik akut tidak diketahui. Cedera
jantung bukan merupakan akibat langsung infeksi, seperti yang ditunjukkan oleh hasil kultur
streptokokus yang negative pada bagian jantung yang terkena. Fakta berikut ini menunjukkan bahwa
hubungan tersebut terjadi akibat hipersensitifitas imunologi yang belum terbukti terhadap antigen-
antigen streptokokus :
1. Demam rematik akut terjadi 2-3 minggu setelah faringitis streptokokus, sering setelah pasien sembuh
dari faringitis.
2. Kadar antibody anti streptokokus tinggi (antistreptolisin o, anti –DNase, anti hialoronidase ) terdapat
pada pasien demam rematik akut.
3. Pengobatan dini faringitis streptokokus dengan penisilin menurunkan resiko demam rematik akut.
4. Immunoglobulin dan komplemen terdapat pada permukaan membrane sel-sel miokardium yang
terkena.
Hipersensitifitas kemungkinan bersifat imunologik, tetapi mekanisme demam rematik akut masih belum
diketahui. Adanya antibody-antibodi yang memiliki aktifitas terhadap antigen streptokokus dan sel-sel
miokardium menunjukkan kemungkinan adanya hipersensitifitas tipe II yang diperantarai oleh antibody
reaksi silang. Adanya antibody-antibodi tersebut di dalam serum beberapa pasien yang kompleks
imunnya terbentuk untuk melawan antigen-antigen streptokokus menunjukkan hipersensitifitas tipe III.
Pathway terlampir.
5. Manifestasi Klinis dan Kriteria diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis RHD dengan melihat tanda dan gejala maka digunakan kriteria Jones yang
terdiri dari kriteria mayor dan kriteria minor.
a. Kriteria Mayor
1) Carditis
Yaitu terjadi peradangan pada jantung ( miokarditis dan atau endokarditis ) yang menyebabkan
terjadinya gangguan pada katup mitral dan aorta dengan manifestasi terjadi penurunan curah jantung
( seperti hipotensi, pucat, sianosis, berdebar-debar dan heart rate meningkat ), bunyi jantung melemah,
dan terdengar suara bising katup pada auskultasi akibat stenosis dari katup terutama mitral ( bising
sistolik ), Friction rub.
2) Polyarthritis
Klien yang menderita RHD biasanya datang dengan keluhan nyeri pada sendi yang berpindah-pindah,
radang sendi-sendi besar, lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku ( polyarthritis migrans ),
gangguan fungsi sendi.
3) Khorea Syndenham
Merupakan gerakan yang tidak disengaja / gerakan abnormal , bilateral,tanpa tujuan dan involunter,
serta sering kali disertai dengan kelemahan otot ,sebagai manifestasi peradangan pada sistem saraf
pusat.
4) Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan manifestasi RHD pada kulit, berupa bercak-bercak merah dengan
bagian tengah berwarna pucat sedangkan tepinya berbatas tegas , berbentuk bulat dan bergelombang
tanpa indurasi dan tidak gatal. Biasanya terjadi pada batang tubuh dan telapak tangan.
5) Nodul Subcutan
Nodul subcutan ini terlihat sebagai tonjolan-tonjolan keras dibawah kulit tanpa adanya perubahan
warna atau rasa nyeri. Biasanya timbul pada minggu pertama serangan dan menghilang setelah 1-2
minggu. Ini jarang ditemukan pada orang dewasa.Nodul ini terutama muncul pada permukaan ekstensor
sendi terutama siku,ruas jari,lutut,persendian kaki. Nodul ini lunak dan bergerak bebas.
b. Kriteria Minor
1) Memang mempunyai riwayat RHD
2) Artralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi, klien kadang-kadang sulit
menggerakkan tungkainya
3) Demam namun tidak lebih dari 39 derajat celcius dan pola tidak tentu
4) Leukositosis
5) Peningkatan laju endap darah ( LED )
6) C- reaktif Protein ( CRP ) positif
7) P-R interval memanjang
8) Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur ( sleeping pulse )
9) Peningkatan Anti Streptolisin O ( ASTO )
Selain kriteria mayor dan minor tersebut, terjadi juga gejala-gejala umum seperti , akral dingin,
lesu,terlihat pucat dan anemia akibat gangguan eritropoesis.gejala lain yang dapat muncul juga
gangguan pada GI tract dengan manifestasi peningkatan HCL dengan gejala mual dan anoreksia
Diagnosis RHD ditegakkan apabila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor, atau dua kriteria minor
dan satu kriteria mayor.
6. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO, peningkatan laju endap darah
( LED ),terjadi leukositosis, dan dapat terjadi penurunan hemoglobin .
b. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada jantung.
c. Pemeriksaan Echokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi
d. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Menunjukan interval P-R memanjang.
e. Hapusan tenggorokan :ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A
7. Komplikasi
Penyakit jantung rematik merupakan komplikasi dari demam rematik dan biasanya terjadi setelah
serangan demam rematik. Insiden penyakit jantung rematik telah dikurangi dengan luas penggunaan
antibiotic efektif terhadap streptokokal bakteri yang menyebabakan demam rematik.
8. Therapy / Penatalaksanaan
Tata laksana RHD aktif atau reaktifitas adalah sebagai berikut :
a. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai dengan keadaan jantungnya.
Kelompok
Klinis
Tirah baring
( minggu )
Mobilisasi bertahap
( minggu)
- Karditis ( - )
- Artritis ( + ) 2 2
- Karditis ( + )
- Kardiomegali (-) 4 4
- Karditis ( + )
- Kardiomegali(+) 6 6
- karditis ( + )
- Gagal jantung (+ ) > 6 > 12
b. Eradikasi dan selanjutnya pemberian profilaksis terhadap kuman sterptococcus dengan pemberian
injeksi Benzatine penisillin secara intramuskuler. Bila berat badan lebih dari 30 kg diberikan 1,2 juta unit
dan jika kurang dari 30 kg diberikan 600.000-900.000 Unit.
c. Untuk antiradang dapat diberikan obat salisilat atau prednison tergantung keadaan klinisnya. Salisilat
diberikan dengan dosis 100 mg/kg BB/hari selama kurang lebih 2 minggu dan 25 mg/ Kg BB/hari selama
1 bulan. Prednison diberikan selama kurang lebih 2 minggu dan teppering off ( dikurangi bertahap ).
Dosis awal prednison 2 mg/ kg BB/hari.
d. Pengobatan rasa sakit dapat diberikan analgetik
e. Pengobatan terhadap khorea hanya untuk symtomatik saja, yaitu klorpromazin,diazepam atau
haloperidol. Dari pengalaman ternyata khorea ini akan hilang dengan sendirinya dengan tirah baring dan
eradikasi.
f. Pencegahan komplikasi dari carditis misal adanya tanda-tanda gagal jantung dapat diberikan terapi
digitalis dengan dosis 0,04-0,06 mg/kg BB.
g. Pemberian diet bergizi tinggi mengandung cukup vitamin
9. Pencegahan
Jika kita lihat di atas bahwa penyakit jantung paru sangat mungkin terjadi dengan adanya kejadian awal
yaitu demam rematik (DR). tentu saja pencegahan yang terbaik adlah bagaimana upaya kita jangan
sampai mengalami demam rematik (terserang infeksi kuman streptokokus beta hemolyticus ). Ada
beberapa factor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman tersebut, diantaranya factor
lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan
yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga
mempunyai peranan yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokus untuk terjadi DR.
Seseorang yang terinfeksi kuman streptokokus beta hemolyticus dan mengalami demam rematik harus
diberikan terapi yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini menghindarkan kemungkinan serangan
kedua kalinya atau bahkan menyebabkan penyakit jantung rematik.
10. Prognosis
Prognosis RHD terdiri dari lama penyakit, kesempatan komplikasi dari penyakit, kemungkinan hasil,
prospek untuk pemulihan, pemulihan periode untuk penyakit, harga hidup, tingkat kematian, dan hasil
kemungkinan lainnya dalam keseluruhan prognosa dari penyakit jantung reumatik.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data fokus:
- Peningkatan suhu tubuh tidak terlalu tinggi kurang dari 39 derajat celcius namun tidak terpola
- Adanya riwayat infeksi saluran nafas.
- Tekanan darah menurun, denyut nadi meningkat, dada berdebar-debar..
- Nyeri abdomen, Mual, anoreksia dan penurunan hemoglobin
- Arthralgia, gangguan fungsi sendi
- Kelemahan otot
- Akral dingin
- Mungkin adanya sesak.
- Manifestasi khusus:
carditis:
takikardia terutama saat tidur ( sleeping pulse )
kardiomegali
suara bising katup ( suara sistolik )
perubahan suara jantung
perubahan ECG (PR memanjang)
Precordial pain
Precardial friction rub
Lab : leukositosis, LED meningkat, peningkatan ASTO,.
Polyarthritis
Nyeri dan nyeri tekan disekitar sendi Menyebar pada sendi lutut, siku, bahu, lengan ( gangguan fungsi
sendi )
Nodul subcutaneous:
Timbul benjolan dibawah kulit, teraba lunak dan bergerak bebas,
Muncul sesaat, pada umumnya langsung diserap.
Terdapat pada permukaan ekstensor persendian
Khorea:
Pergerakan ireguler pada ekstremitas, involunter dan cepat.
Emosi labil
Kelemahan otot
Eritema marginatum:
bercak kemerahan umum pada batang tubuh dan telapak tangan.
Bercak merah dapat berpindah lokasi tidak permanen
eritema bersifat non pruritus
2. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul
1) Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup mitral ( stenosis katup )
2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan metabolisme terutama perifer
akibat vasokonstriksi pembuluh darah
3) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial
4) Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup jantung
5) Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan asam
lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi
7) Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Gangguan muskuloskeletal ; Poltarthritis/arthalgia dan
therapi bed rest .
8) Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan.
9) Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat pengisian
atrium yang meningkat
10) Resiko cidera berhubungan dengan Gerakan involunter,irrigulaer, cepat dan kelemahan otot/khorea
3. Rencana Tindakan Keperawatan
1) Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan katup mitral ( stenosis katup )
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan,penurunan curah jantung dapat diminimalkan.
Kriteria hasil: Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol
atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung (mis : parameter hemodinamik dalam batas normal,
haluaran urine adekuat). Melaporkan penurunan episode dispnea,angina. Ikut serta dalam akyivitas
yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi dan rasional:
IntervensiRasional
1. Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara
teratur setiap 4 jam.
1. Memonitor adanya perubahan sirkulasi
jantung sedini mungkin dan terjadinya
takikardia-disritmia sebagai kompensasi
meningkatkan curah jantung
2. Pucat menunjukkan adanya penurunan
2. Kaji perubahan warna kulit terhadap
sianosis dan pucat.
3. Batasi aktifitas secara adekuat.
4. Berikan kondisi psikologis
lingkungan yang tenang.
5. Kolaborasi untuk pemberian
oksigen
6. Kolaborasi untuk pemberian digitalis
perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya
curah jantung. Sianosis terjadi sebagai
akibat adanya obstruksi aliran darah pada
ventrikel.
3. Istirahat memadai diperlukan untuk
memperbaiki efisiensi kontraksi jantung
dan menurunkan komsumsi O2 dan kerja
berlebihan.
4. Stres emosi menghasilkan vasokontriksi
yang meningkatkan TD dan meningkatkan
kerja jantung.
5. Meningkatkan sediaan oksigen untuk
fungsi miokard dan mencegah hipoksia.
6. Diberikan untuk meningkatkan
kontraktilitas miokard dan menurunkan
beban kerja jantung.
2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan perubahan metabolism terutama perifer
akibat vasokonstriksi pembuluh darah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan , perfusi jaringan perifer efektif
Kriteria hasil : Klien tidak pucat, Tidak ada sianosis, Tidak ada edema
Intervensi dan rasional :
Intervensi Rasional
1. Selidiki perubahan tiba-tiba atau
gangguan mental kontinyu, contoh:
cemas, bingung, letargi, pingsan.
2. Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin
atau lembab. Catat kekuatan nadi
perifer.
3. Kaji tanda edema.
4. Pantau pernapasan, catat kerja
pernapasan.
1. Perfusi serebral secara langsung
sehubungan dengan curah jantung
dan juga dipengaruhi oleh elektrolit
atau variasi asam basa, hipoksia, atau
emboli sistemik.
2. Vasokontriksi sistemik diakibatkan
oleh penurunan curah jantung
mungkin dibuktikan oleh penurunan
perfusi kulit dan penurunan nadi.
3. Indikator trombosis vena dalam.
4. Pompa jantung gagal dapat
mencetuskan distress pernapasan.
Namun dispnea tiba-tiba atau
berlanjut menunjukkkan komplikasi
tromboemboli paru.
5. Indikator perfusi atau fungsi organ
5. Pantau data laboratorium, contoh: GDA,
BUN, creatinin, dan elektrolit.
3) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah nyeri teratasi.
Kriteria hasil : Skala nyeri 0-1, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien tidak mengeluh nyeri, tidak
ada nyeri tekan dan klien tidak membatasi gerakanya.Klien tampak rileks
Intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
1. Kaji keluhan nyeri. Perhatikan
intensitas ( skala 1-10 )
2. Pantau tanda-tanda vital (TD, Nadi,
RR , suhu)
3. Pertahankan posisi daerah sendi
yang nyeri dan beri posisi yang
nyaman
4. Kompres dengan air hangat jika
diindikasikan
1. Memberikan informasi sebagai
dasar dan pengawasan intervensi
2. Mengetahui keadaan umum dan
memberikan informasi sebagai
dasar dan pengawasan intervensi
3. Menurunkan spasme/ tegangan
sendi dan jaringan sekitar
4. Menghambat kerja reseptor nyeri
5. Membantu menurunkan spasme
sendi-sendi, meningkatkan rasa
kontrol dan mampu mengalihkan
5. Ajarkan teknik relaksasi progresif
( napas dalam, Guid
imageri,visualisasi )
6. Kolaborasi untuk pemberian
analgetik
nyeri.
6. Menghilangkan nyeri
4) Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup
jantung.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah hiperteemia teratasi
Kriteria hasil : Suhu normal ( 26-37 derajat celcius ), nadi normal,leukosit normal (4.300-11.400 per mm³
darah), tidak ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A pada hapusan tenggorokan.
Intervensi dan rasional :
Intervensi Rasional
1.Kaji suhu tubuh klien dan ukur tanda-
tanda vital lain seperti nadi, TD dan
respirasi
2.Berikan klien kompres hangat pada
lipatan tubuh dan terdapat banyak
pembuluh darah besar seperti aksilla,
perut )
3.Anjurkan klien untuk minum 2 liter/hari
jika memungkinkan
4.Anjurkan klien untuk tirah baring ( bed
rest )
5.Kolaborasi untuk pemberian antipiretik
dan antiradang seperti salisilat/
prednison serta pemberian Benzatin
penicillin
1. Mengetahui data dasar terhadap
perencanaan tindakan yang tepat
2. Membantu meberikan evek
vasodilatasi pembuluh darah
sehungga pengeluaran panas
terjadi secara evaporasi
3. Peningkatan suhu juga dapat
meyebabkan kehilangan cairan
akibat evaporasi
4. Mencegah terjadinya peningkatan
reaksi peradangan dan
hipermetabolisme.
5. Mengurangi proses peradangan
sehingga peningkatan suhu tidak
terjadi serta streptococus
hemolitikus b grup A akan mampu
dimatikan
5. Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan asam
lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan dapat teratasi.
Kriteria hasil : Klien mengatakan mual dan anoreksia berkuarang / hilang, masukan makanan adekuat
dan kelemahan hilang. BB dalam rentang normal.
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
1. Kaji status nutrisi( perubahan BB<
pengukuran antropometrik dan nilai HB
serta protein
2. Kaji pola diet nutrisi klien( riwayat diet,
makanan kesukaan)
3. Kaji faktor yang berperan untuk
menghambat asupan nutrisi
( anoreksia, mual)
4. Anjurkan makan dengan porsi sedikit
tetapi sering dan tidak makan makanan
yang merangsang pembentukan Hcl
seperti terlalu panas, dingin, pedas
5. Kolaborasi untuk pemberian obat
penetral asam lambung seperti
antasida
6. Kolaborasi untuk penyediaan makanan
kesukaan yang sesuai dengan diet klien
1. Menyediakan data dasar untuk memantau
perubahan dan mengevaluasi intervensi
2. Membantu dalam mempertimbangkan
penyusunan menu sehingga klien berselera
makan
3. Menyediakan informasi mengenai faktor
yang harus ditanggulangi sehingga asupan
nutrisi adekuat.
4. Membantu mengurangi produksi asam
lambnung/HCl akibat faktor-faktor
perangsang dari luar tubuh
5. Membantu mengurangi produksi HCL oleh
epitel lambung
6. Mendorong peningkatan selera makan.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan intoleransi aktivitas teratasi
Kriteria hasil : klien tidak mudah lelah , klien dapat melakukan aktivitas sesuai batas toleransi
Intervensi dan rasional :
Intervensi Rasional
1. Periksa tanda vital sebelum dan segera
setelah aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasolidator, diuretik, penyekat
beta.
2. Catat respon kardiopulmonal terhadap
aktifitas, catat takikardi, disritmia, dispnea,
berkeringat, pucat.
3. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
4. Kolaborasi Implementasikan program
rehabilitasi jantung/aktifitas.
1. Hipertensi ortostatik dapat terjadidengan
aktivitas karena efek obat (vasodilasi),
perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh
fungsi jantung
2. Penurunan /ketidakmampuan miokardium
untuk meningkatkan volume sekuncup
selama aktivitas, dapat menyebabkan
peningkatan segera pada frekuensi jantung
dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan
kelelahan dan kelemahan.
3. Dapat menunjukkan peningkatan
dekompensasi jantung daripada kelebihan
aktivitas.
4. Peningkatan bertahap pada aktivitas
menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen
berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi
jantung dibawah stres, bila disfungsi jantung
tidak dapat membaik kembali.
7) Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Gangguan muskuloskeletal ; Polyarthritis / Arthralgia
dan therapi bed rest.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah pemenuhan ADL klien teratasi.
Kriteria hasil : Klien mengatakan perawatan diri / ADL terpenuhi, Klien dapat melakukan perawatan diri
dalam batas toleransi
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
1. Bantu pemenuhan ADL klien
2. Libatkan keluarga untuk membantu
memenuhi kebutuhan klien
3. Beri penjelasan kepada klien bahwa
klien harus tirah baring sesuai dengan
waktu yang diindikasikan
1.Memenuhi kebutuhan klien
sehingga klien tetap bed rest dan
tenang
2.Kebutuhan klien akan l;ebih
terpenuhi sehingga klien merasa
tetap diperhatikan
3.Mencegah adanya komplikasi
peradangan sampai ketingkat gagal
jantung.
8) Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan,kerusakan integritas kulit teratasi.
Kriteria hasil : Eritema hilang pada tangan dan tubuh klien, mempertahanakan integritas kulit.
Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kerusakan kulit
2. Berikan perawatan kulit sering,
minimalkan dengan kelembaban/
ekskresi
3. Ubah posisi sering di tempat tidur /
kursi, bantu latihan rentang gerak
pasif/aktif
4. Berikan bantalan yang lembut pada
badan
5. Kolaborasi untik pemberian obat
antiradang ( prednison )
1.Memberikan pedoman untuk
memberikan intervensi yang tepat
2.Terlalu kering adan lembab merusak
kulit dan mempercepat kerusakan
3.Memperbaiki sirkulasi/ menurunkan
waktu satu area yang mengganggu
aliran darah
4.Mencegah penekanan pada eritema
sehingga tidak meluas
5.Mengurangi reaksi peradangan
sehingga eritema hilang.
9) Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat pengisian
atrium yang meningkat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah resiko kerusakan pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh
GDA/ oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan. Berpartisipasi dalam
program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi
Intervensi dan rasional:
IntervensiRasional
1. Auskultasi bunyi nafas, catat krekels,
mengii.
2. Anjurkan pasien batuk efektif, nafas
dalam.
3. Pertahankan posisi semifowler, sokong
tangan dengan bantal Jika
memungkinkan
4. Kolaborasi dalam pemberian oksigen
tambahan sesuai indikasi.
5. Kolaborasi untuk pemeriksaan AGD
6. Kolaborasi untuk pemberian obat
diuretik.
7. Kolaborasi untuk pemberian obat
bronkodilator
1. Menyatakan adanay kongesti
paru/pengumpulan sekret menunjukkan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2. Membersihkan jalan nafas dan
memudahkan aliran oksigen.
3. Menurunkan komsumsi
oksigen/kebutuhan dan meningkatkan
ekspansi paru maksimal.
4. Meningkatkan konsentrasi oksigen
alveolar, yang dapat
memperbaiki/menurunkan hipoksemia
jaringan.
5. Hipoksemia dapat menjadi berat selama
edema paru
6.Menurunkan kongesti alveolar,
meningkatkan pertukaran gas.
7.Meningkatkan aliran oksigen dengan
mendilatasibjalan nafas kecil dan
mengeluarkan efek diuretic ringan
untuk menurunkan kongesti paru
10. Resiko cidera berhubungan dengan Gerakan involunter,irrigulaer, cepat dan kelemahan otot/khorea
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko cidera tidak terjadi.
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman factor yang terlibat dalam kemugkinan cedera. Menunnjukkan
perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat gerakan klien yang
berlebihan
2. Pantau dan bila mungkin temani klien
selama serangan khorea dan jauhkan
benda-benda berbahaya dari klien
3. Pasang pengaman tempat tidur klien
4. Anjurkan keluarga untuk menemani
klien
5. Kolaborasi intuk pemberian obat
penenang ( klorpromazine atau
diazepam ) sesuai indikasi
1.Menentukan dalam memberikan
intervensi
2.Mencegah terjadinya cidera akibat
terjatuh atau terkena bahan berbahaya
3.Mengurangi resiko klien terjatuh dari
tempat tidur
4.Memberikan rasa aman klien sehingga
cidera tidak terjadi
5.Memberikan efek rileks pada otot
sehingga klien tenang.
4. Evaluasi
1) Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup mitral ( stenosis katup )
dapat teratasi.dengan kriteria evaluasi : Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas yang dapat
diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung (mis : parameter hemodinamik
dalam batas normal, haluaran urine adekuat). Melaporkan penurunan episode dispnea,angina. Ikut serta
dalam akyivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan metabolism terutama perifer
akibat vasokonstriksi pembuluh darah dapat teratasi dengan criteria evaluasi : klien tidak pucat, tidak
ada sianosis, tidak ada edema
3) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial dapat teratasi dengan kriteria
evaluasi : Skala nyeri 0-1, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien tidak mengeluh nyeri, tidak ada
nyeri tekan dan klien tidak membatasi gerakanya.Klien tampak rileks
4) Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup jantung.
Dapat teratasi dengan kriteria evaluasi : Suhu normal ( 26-37 derajat celcius ), nadi normal,leukosit
normal (4.300-11.400 per mm³ darah), tidak ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A pada
hapusan tenggorokan.
5) Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan asam
lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis. Dapat teratasi dengan kriteria evaluasi : Klien
mengatakan mual dan anoreksia berkuarang / hilang, masukan makanan adekuat dan kelemahan hilang.
BB dalam rentang normal.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi dapat teratasi
dengan criteria evaluasi : klien tidak cepat lelah, dapat beraktivitas sesuai dengan batas toleransi
7) Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Immobilitas fisik akibat Gangguan muskuloskeletal ;
arthralgia dan therapi.dapat terpenuhi dengan kriteria evaluasi : Klien mengatakan perawatan diri / ADL
terpenuhi, Klien dapat melakukan perawatan diri dalam batas toleransi
8) Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan. Dapat
teratasi dengan kriteria evaluasi : Eritema hilang pada tangan dan tubuh klien, mempertahanakan
integritas kulit. Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit
9) Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat pengisian
atrium yang meningkat tidak menjadi aktual dengan kritera evaluasi: Mendemonstrasikan ventilasi dan
oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh GDA/ oksimetri dalam rentang normal dan bebas
gejala distress pernafasan. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi
10) Resiko cidera berhubungan dengan Gerakan involunter,irrigulaer, cepat dan kelemahan otot/khorea
tidak menjadi aktual dengan kritera evaluasi: Menyatakan pemahaman factor yang terlibat dalam
kemugkinan cedera. Menunnjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko
dan untuk melindungi diri dari cedera. Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan
keamanan
Daftar Pustaka
-- Arthur C. Guyton and John E. Hall ( 1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
- Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
- Nelson (1993), Ilmu Kesehatan Anak: Textbook of Pediatrics Edisi 12, Buku kedokteran EGC, Jakarta.
- Sunoto Pratanu (1990), Penyakit Jantung Rematik, Makalah Tidak dipublikasikan, Surabaya
- Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit Edisi 4, Buku kedokteran EGC, Jakarta.
- Wong and Whaley’s (1996), Clinical Manual of Pediatrics Nursing 4th Edition, Mosby-Year Book, St.Louis, Missouri.
- Heni,dkk, (2001),Buku Ajar keperawatan Kardiovasculer Edisi 1, Harapan Kita, Jakarta
- Suddarth, brunner, ( 2002). Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah VOl 2 Edisi 8, EGC, Jakarta.
- Carpenito, Lynda juall, ( 2001),BUku Saku diagnosa keperawatan EDisi 8, EGC, Jakarta
- Nanda,2005-2006, Diagnosis Keperawatan
-Lily, Dkk, (2001 ), Buku Ajar Kardiologi, EGC, Jakarta.
LAPORAN HASIL STUDI KASUS KARDIOVASKULER
Case 4 :
Anak F, 11 tahun dibawa ibunya berobat ke puskesmas dengan keluhan sakit tenggorokan sejak 2
minggu yang lalu dan demam disertai sesak nafas. Sesak bertambah bila melakukan aktivitas. Anak F
sering demam dan mengeluh nyeri sendi berpindah-pindah. Pada pada pengkajian didapatkan takipne,
takikardi, suhu 39◦c, JVP 5+2 cm H2O, bising jantung grade 3. Pada ekstremitas terdapat nodul subkutan
dan eritema marginatum. Dokter merujuk ke RSHH dan orang tuanya gelisah menanyakan penyakitnya.
Pasien direncanakan pemeriksaan EKG, rontgen dan lab : leukosit, LED, CRP dan ASTO.
Pertanyaan:
1. Apa yang terjadi pada pasien? Jelaskan secara teoritis dan patofisiologi berdasarkan data yang ada!
2. Pemeriksaan apa saja yang diperlukan?
3. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien tersebut?
4. Bagaimana rencana asuhan keperawatan dan discharge planning pada pasien tersebut?
5. Buatlah mapping masalah keperawatan berdasarkan data !
Analisa Case Study
Berdasarkan kasus di atas, Anak F menderita PENYAKIT JANTUNG REMATIK (REUMATHIC HEART
DESEASE)
A. Pengertian Penyakit Jantung Rematik
Reumatoid heart disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-
jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme
streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 1993).
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang
merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme
perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut,
Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.
B. Etiologi
Penyebab secara pasti dari RHD belum diketahui, namun penyakit ini sangat berhubungan erat
dengan infeksi saluran napas bagian atas yang disebabkan oleh streptococcus hemolitik-b grup A yang
pengobatanya tidak tuntas atau bahkan tidak terobati. Pada penelitian menunjukan bahwa RHD terjadi
akibat adanya reaksi imunologis antigen-antibody dari tubuh.Antibody yang melawan streptococcus
bersifat sebagai antigen sehingga terjadi reaksi autoimun.
Terdapat faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada reaksi timbulnya RHD yaitu :
a. Faktor-faktor pada individu
Faktor Genetik
Meskipun pengetahuan tentang faktor genetik pada RHD ini tidak lengkap namun pada umumnya ada
pengaruh faktor keturunan pada proses terjadinya RHD, walaupun cara penurunanya belum dapat
dipastikan.
Jenis Kelamin
Dulu sering dinyatakan bahwa RHD lebih sering terjadi pada anak wanita daripada anak laki-laki.
Golongan Etnik dan Ras
Data di Amerika menunjukan bahwa serangan awal maupun serangan ulangan lebih sering terjadi pada
orang berkulit hitam dibandingkan orang berkulit putih
Umur
RHD paling sering terjadi pada anak-anak berumur antara 6- 15 tahun ( usa sekolah ) dengan puncak
sekitar umur 8 tahun. Tidak biasanya ditemukan pada anak sebelum berumur 3 tahun atau setelah 20
tahun
b. Faktor-faktor lingkungan
Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Keadaan sosial ekonomi yang buruk adalah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah dengan penghuni
yang padat, rendahnya pendidikan sehingga pemahaman untuk segera mencari pengobatan anak yang
menderita infeksi tenggorokan sangat kurang ditambah pendapatan yang rendah sehingga biaya
perawatan kesehatan kurang
Iklim dan geografis
RHD adalah penyakit kosmopolit. Penyakit ini terbanyak didapatkan pada daerah beriklim sedang,tetapi
data akhir-akhir ini menunjukan bahwa daerah tropispun mempunyai insiden yang tinggi. Didaerah yang
letaknya tinggi, insiden RHD lebih tinggi daripada dataran rendah
Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insiden infeksi saluran napas atas meningkat,
sehingga mengakibatkan kejadian RHD juga dapat meningkat
C. Patofisiologi
Hubungan yang pasti antara infeksi streptokokus dan demam rematik akut tidak diketahui.
Cedera jantung bukan merupakan akibat langsung infeksi, seperti yang ditunjukkan oleh hasil kultur
streptokokus yang negative pada bagian jantung yang terkena. Fakta berikut ini menunjukkan bahwa
hubungan tersebut terjadi akibat hipersensitifitas imunologi yang belum terbukti terhadap antigen-
antigen streptokokus :
1. Demam rematik akut terjadi 2-3 minggu setelah faringitis streptokokus, sering setelah pasien sembuh
dari faringitis.
2. Kadar antibody anti streptokokus tinggi (antistreptolisin o, anti –DNase, anti hialoronidase ) terdapat
pada pasien demam rematik akut.
3. Pengobatan dini faringitis streptokokus dengan penisilin menurunkan resiko demam rematik akut.
4. Immunoglobulin dan komplemen terdapat pada permukaan membrane sel-sel miokardium yang
terkena.
Hipersensitifitas kemungkinan bersifat imunologik, tetapi mekanisme demam rematik akut
masih belum diketahui. Adanya antibody-antibodi yang memiliki aktifitas terhadap antigen streptokokus
dan sel-sel miokardium menunjukkan kemungkinan adanya hipersensitifitas tipe II yang diperantarai
oleh antibody reaksi silang. Adanya antibody-antibodi tersebut di dalam serum beberapa pasien yang
kompleks imunnya terbentuk untuk melawan antigen-antigen streptokokus menunjukkan
hipersensitifitas tipe III. Pathway terlampir.
Untuk menegakkan diagnosis RHD dengan melihat tanda dan gejala maka digunakan kriteria
Jones yang terdiri dari kriteria mayor dan kriteria minor.
a. Kriteria Mayor
1. Carditis
Yaitu terjadi peradangan pada jantung ( miokarditis dan atau endokarditis ) yang menyebabkan
terjadinya gangguan pada katup mitral dan aorta dengan manifestasi terjadi penurunan curah jantung
( seperti hipotensi, pucat, sianosis, berdebar-debar dan heart rate meningkat ), bunyi jantung melemah,
dan terdengar suara bising katup pada auskultasi akibat stenosis dari katup terutama mitral ( bising
sistolik ), Friction rub.
2. Polyarthritis
Klien yang menderita RHD biasanya datang dengan keluhan nyeri pada sendi yang berpindah-pindah,
radang sendi-sendi besar, lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku ( polyarthritis migrans ),
gangguan fungsi sendi.
3. Khorea Syndenham
Merupakan gerakan yang tidak disengaja / gerakan abnormal , bilateral,tanpa tujuan dan involunter,
serta sering kali disertai dengan kelemahan otot ,sebagai manifestasi peradangan pada sistem saraf
pusat.
4. Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan manifestasi RHD pada kulit, berupa bercak-bercak merah dengan
bagian tengah berwarna pucat sedangkan tepinya berbatas tegas , berbentuk bulat dan bergelombang
tanpa indurasi dan tidak gatal. Biasanya terjadi pada batang tubuh dan telapak tangan.
5. Nodul Subcutan
Nodul subcutan ini terlihat sebagai tonjolan-tonjolan keras dibawah kulit tanpa adanya perubahan
warna atau rasa nyeri. Biasanya timbul pada minggu pertama serangan dan menghilang setelah 1-2
minggu. Ini jarang ditemukan pada orang dewasa.Nodul ini terutama muncul pada permukaan ekstensor
sendi terutama siku,ruas jari,lutut,persendian kaki. Nodul ini lunak dan bergerak bebas.
b. Kriteria Minor
1. Memang mempunyai riwayat RHD
2. Artralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi, klien kadang-kadang sulit
menggerakkan tungkainya
3. Demam namun tidak lebih dari 39 derajat celcius dan pola tidak tentu
4. Leukositosis
5. Peningkatan laju endap darah ( LED )
6. C- reaktif Protein ( CRP ) positif
7. P-R interval memanjang
8. Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur ( sleeping pulse )
9. Peningkatan Anti Streptolisin O ( ASTO )
Selain kriteria mayor dan minor tersebut, terjadi juga gejala-gejala umum seperti, akral dingin,
lesu, terlihat pucat dan anemia akibat gangguan eritropoesis.gejala lain yang dapat muncul juga
gangguan pada GI tract dengan manifestasi peningkatan HCL dengan gejala mual dan anoreksia.
Diagnosis RHD ditegakkan apabila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor, atau dua
kriteria minor dan satu kriteria mayor.
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4
stadium :
Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A. Keluhan :
Demam, Batuk, Rasa sakit waktu menelan, Muntah, Diare, Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu, kecuali korea yang
dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya
berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut
dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit
jantung reumatik.
Gejala peradangan umum : Demam yang tinggi, lesu, Anoreksia, Lekas tersinggung, Berat badan
menurun, Kelihatan pucat, Epistaksis, Athralgia, Rasa sakit disekitar sendi, Sakit perut
Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan
jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-
apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang
timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam reumatik
maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
E. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan fisik
Inspeksi
- Pharynx heperemis
- Kelenjar getah bening membesar
- Pembengkakan sendi
- Tonjolan di bawah kulit daerah kapsul sendi
- Ada gerakan yang tidak terkoordinasi
Palpasi
- Nyeri tekan persendian
- Tonjolan keras tidak terasa nyeri dan mudah digerakkan
Auskultasi
- Murmur sistolik injection dan friction rub
b) Pemeriksaan Penunjang
ECG : Perpanjangan interval P-R
Radiologi :
- Thorax Foto : cardiomegali
- Foto sendi : tidak spesifik
Laboratorium
- Hemoglobin : Kurang dari normal
- LED : Meningkat
- C-Rp : Positif
- ASO : Positif
- Swab tenggorokan : Streptococcus positif
F. Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan Medis
Karena penyakit jantung rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus
betahemolyticus grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada radang tersebut. Ini
dapat berupa :
a) Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A
Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan dengan pencegahan.
Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi terhadap penicillin.
b) Obat anti rematik
Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna untuk
mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR.
c) Diet
Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.
d) Istirahat
Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung mengecil pada kasus-kasus
kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada kasus Demam Reumatik minus carditis. Pada kasus plus carditis,
lama istirahat rata-rata 3 minggu – 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan yang ada serta
kemajuan perjalanan penyakit.
Kelompok
Klinis
Tirah baring
( minggu )
Mobilisasi bertahap
( minggu)
- Karditis ( - )
- Artritis ( + ) 2 2
- Karditis ( + )
- Kardiomegali (-) 4 4
- Karditis ( + )
- Kardiomegali(+) 6 6
- karditis ( + )
- Gagal jantung (+ ) > 6 > 12
e) Obat-obat Lain
Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi kordis diberikan digitalis,
diuretika dan sedative. Bila ada chorea diberikan largactil dan lain-lain.
B. Manajemen Diet
Tujuan diet pada penyakit jantung reumatik adalah memberikan makanan secukupnya tanpa
memberatkan kerja jantung, mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air. Syarat-syarat
diet pada penyakit jantung reumatik antara lain:
1. Energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang normal.
2. Protein yang cukup yaitu 0,8 gram/KgBB
3. Lemak sedang yaitu 25-30 % dari kebutuhan energi total (10 % dari lemak jenuh dan 15 % dari lemak
tidak jenuh).
4. Vitamin dan mineral yang cukup.
5. Diet rendah garam (2-3 gram/hari).
6. Makanan mudah dicerna dan tidak menimbulkan gas.
7. Serat yang cukup untuk menghindari konstipasi.
8. Cairan cukup 2 liter/hari
Bila kebutuhan gizi dapat dipenuhi melalui makanan maka dapat diberikan berupa makanan
enteral, parenteral atau suplemen gizi.
C. Pencegahan
a. Profilaksis primer
- Pengobatan adekuat
b. Profilaksis sekunder
Setelah diagnose ditegakkan pada hari ke-11, tergantung ada tidaknya kelainan jantung:
- Bila tidak ada kelainan jantung profilaksis diberikan sampai 5 tahun terus menerus, minimal usia 18 tahun.
- Bila ada kelainan jantung sampai usia 25 tahun.
Jika kita lihat di atas bahwa penyakit jantung paru sangat mungkin terjadi dengan adanya
kejadian awal yaitu demam rematik (DR). tentu saja pencegahan yang terbaik adlah bagaimana upaya
kita jangan sampai mengalami demam rematik (terserang infeksi kuman streptokokus beta
hemolyticus ). Ada beberapa factor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman tersebut,
diantaranya factor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan
akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini.
Variasi cuaca juga mempunyai peranan yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokus untuk terjadi
DR.
Seseorang yang terinfeksi kuman streptokokus beta hemolyticus dan mengalami demam
rematik harus diberikan terapi yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini menghindarkan
kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan penyakit jantung rematik.
G. Masalah Keperawatan
a. Analisa Data
No Symptom Problem Etiologi
1 DS : Penurunan curah gangguan pada
DO :
- takikardia
- Takipnea
- bising jantung grade 3
Lab : Peningkatan Sel Retikuloendotelial,
sel plasma dan limfosit (leukositosis),
Peningkatan laju endap darah ( LED ),
C- reaktif Protein ( CRP ) positif,
EKG: P-R interval memanjang
jantung penutupan pada
katup mitral
(stenosis katup)
2. DS:
Klien mengeluh sesak nafas
Klien mengeluh nyeri
DO:
- JVP (Jugular Venous Pressure)
5+2 cm H2O
- Takipnea
Eritema Marginatum
Perfusi jaringan
perifer tidak efektif
Penurunan
metabolisme
terutama perifer
akibat
vasokonstriksi
pembuluh darah
3 DS: Klien mengeluh nyeri sendi berpindah-
pindah
DO:
Polyarthritis (Nyeri sendi berpindah-
pindah)
Takipnea
Takikardi
Nyeri akut Peradangan pada
membran sinovial
4 DS: Klien mengeluh nyeri sendi berpindah- Hipertermia Peradangan pada
pindah
DO:
Suhu 39◦c
Polyarthritis (Nyeri sendi berpindah-
pindah)
Takikardi
Lab : Peningkatan Sel Retikuloendotelial,
sel plasma dan limfosit (leukositosis),
Peningkatan laju endap darah ( LED ),
C- reaktif Protein ( CRP ) positif,
EKG: P-R interval memanjang
membran sinovial
dan peradangan
katup jantung
5 DS: Klien mengeluh nyeri sendi
berpindah-pindah
DO:
Polytarthritis (Nyeri sendi berpindah-
pindah)
Syndrome kurang
perawatan diri
Gangguan
muskuloskeletal
6 DS:
DO:
Eritema Marginatum
Nodul Subcutan
Kerusakan integritas
kulit
Peradangan pada
kulit dan jaringan
subcutan
7 DS : Klien mengeluh sesak nafas
DO :
Sesak nafas bertambah bila melakukan
aktivitas
Takipnea
Resiko kerusakan
pertukaran gas
penumpukan
darah diparu
akibat pengisian
atrium yang
meningkat
Takikardi
b. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul
1. Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup mitral (stenosis katup)
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan metabolisme terutama perifer
akibat vasokonstriksi pembuluh darah
3. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial
4. Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup jantung
5. Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Gangguan muskuloskeletal ; Poltarthritis/arthalgia dan
therapi bed rest .
6. Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan.
7. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat pengisian
atrium yang meningkat
c. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan katup mitral ( stenosis katup )
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan,penurunan curah jantung dapat diminimalkan.
Kriteria hasil:
Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan
bebas gejala gagal jantung (mis : parameter hemodinamik dalam batas normal, haluaran urine adekuat).
Melaporkan penurunan episode dispnea,angina. Ikut serta dalam akyivitas yang mengurangi beban kerja
jantung.
Intervensi dan rasional:
IntervensiRasional
1. Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur
setiap 4 jam
1. Memonitor adanya perubahan sirkulasi
jantung sedini mungkin dan terjadinya
takikardia-disritmia sebagai kompensasi
2. Kaji perubahan warna kulit terhadap
sianosis dan pucat.
3. Batasi aktifitas secara adekuat.
4. Berikan kondisi psikologis lingkungan
yang tenang.
5. Kolaborasi untuk pemberian oksigen
6. Kolaborasi untuk pemberian digitalis
meningkatkan curah jantung
2. Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi
perifer terhadap tidak adekuatnya curah
jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya
obstruksi aliran darah pada ventrikel.
3. Istirahat memadai diperlukan untuk
memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan
menurunkan komsumsi O2 dan kerja
berlebihan.
4. Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang
meningkatkan TD dan meningkatkan kerja
jantung.
5. Meningkatkan sediaan oksigen untuk fungsi
miokard dan mencegah hipoksia.
6. Diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas miokard dan menurunkan beban kerja jantung.
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan perubahan metabolism terutama perifer
akibat vasokonstriksi pembuluh darah
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan , perfusi jaringan perifer efektif
Kriteria hasil :
Klien tidak pucat, Tidak ada sianosis, Tidak ada edema
Intervensi dan rasional :
Intervensi Rasional
1. Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan
mental kontinyu, contoh: cemas, bingung,
letargi, pingsan.
1. Perfusi serebral secara langsung
sehubungan dengan curah jantung dan
juga dipengaruhi oleh elektrolit atau variasi
asam basa, hipoksia, atau emboli sistemik.
2. Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh
2. Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin atau
lembab. Catat kekuatan nadi perifer.
3. Kaji tanda edema.
4. Pantau pernapasan, catat kerja pernapasan.
5. Pantau data laboratorium, contoh: GDA,
BUN, creatinin, dan elektrolit.
penurunan curah jantung mungkin
dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit
dan penurunan nadi.
3. Indikator trombosis vena dalam.
4. Pompa jantung gagal dapat mencetuskan
distress pernapasan. Namun dispnea tiba-
tiba atau berlanjut menunjukkkan
komplikasi tromboemboli paru.
5. Indikator perfusi atau fungsi organ
3. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah nyeri teratasi.
Kriteria hasil :
Skala nyeri 0-1, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien tidak mengeluh nyeri, tidak ada nyeri tekan
dan klien tidak membatasi gerakanya.Klien tampak rileks
Intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
1. Kaji keluhan nyeri. Perhatikan intensitas
( skala 1-10 )
2. Pantau tanda-tanda vital (TD, Nadi, RR ,
suhu)
3. Pertahankan posisi daerah sendi yang nyeri
dan beri posisi yang nyaman
4. Kompres dengan air hangat jika
diindikasikan
5. Ajarkan teknik relaksasi progresif ( napas
dalam, Guid imageri,visualisasi )
6. Kolaborasi untuk pemberian analgetik
1. Memberikan informasi sebagai dasar dan
pengawasan intervensi
2. Mengetahui keadaan umum dan
memberikan informasi sebagai dasar dan
pengawasan intervensi
3. Menurunkan spasme/ tegangan sendi dan
jaringan sekitar
4. Menghambat kerja reseptor nyeri
5. Membantu menurunkan spasme sendi-
sendi, meningkatkan rasa kontrol dan
mampu mengalihkan nyeri.
6. Menghilangkan nyeri
4. Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup
jantung.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah hiperteemia teratasi
Kriteria hasil :
Suhu normal ( 26-37 derajat celcius ), nadi normal,leukosit normal (4.300-11.400 per mm³ darah), tidak
ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A pada hapusan tenggorokan.
Intervensi dan rasional :
Intervensi Rasional
1. Kaji suhu tubuh klien dan ukur tanda-tanda
vital lain seperti nadi, TD dan respirasi
2. Berikan klien kompres hangat pada lipatan
tubuh dan terdapat banyak pembuluh darah
besar seperti aksilla, perut )
3. Anjurkan klien untuk minum 2 liter/hari jika
memungkinkan
4. Anjurkan klien untuk tirah baring ( bed
rest )
5. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik dan
antiradang seperti salisilat/ prednison serta
pemberian Benzatin penicillin
1. Mengetahui data dasar terhadap
perencanaan tindakan yang tepat
2. Membantu meberikan evek vasodilatasi
pembuluh darah sehungga pengeluaran
panas terjadi secara evaporasi
3. Peningkatan suhu juga dapat
meyebabkan kehilangan cairan akibat
evaporasi
4. Mencegah terjadinya peningkatan
reaksi peradangan dan
hipermetabolisme.
5. Mengurangi proses peradangan
sehingga peningkatan suhu tidak terjadi
serta streptococus hemolitikus b grup A
akan mampu dimatikan
5. Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Gangguan muskuloskeletal ; Polyarthritis / Arthralgia
dan therapi bed rest.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah pemenuhan ADL klien teratasi.
Kriteria hasil :
Klien mengatakan perawatan diri / ADL terpenuhi, Klien dapat melakukan perawatan diri dalam batas
toleransi
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
1. Bantu pemenuhan ADL klien
2. Libatkan keluarga untuk membantu memenuhi
kebutuhan klien
3. Beri penjelasan kepada klien bahwa klien harus
tirah baring sesuai dengan waktu yang
diindikasikan
1. Memenuhi kebutuhan klien sehingga
klien tetap bed rest dan tenang
2. Kebutuhan klien akan lebih terpenuhi
sehingga klien merasa tetap
diperhatikan
3. Mencegah adanya komplikasi
peradangan sampai ketingkat gagal
jantung.
6. Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan,kerusakan integritas kulit teratasi.
Kriteria hasil :
Eritema hilang pada tangan dan tubuh klien, mempertahanakan integritas kulit. Mendemonstrasikan
perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kerusakan kulit
2. Berikan perawatan kulit sering, minimalkan
dengan kelembaban/ ekskresi
3. Ubah posisi sering di tempat tidur / kursi,
bantu latihan rentang gerak pasif/aktif
1. Memberikan pedoman untuk memberikan
intervensi yang tepat
2. Terlalu kering adan lembab merusak kulit
dan mempercepat kerusakan.
3. Memperbaiki sirkulasi/ menurunkan waktu
4. Berikan bantalan yang lembut pada badan
5. Kolaborasi untik pemberian obat
antiradang ( prednison )
satu area yang mengganggu aliran darah
4. Mencegah penekanan pada eritema
sehingga tidak meluas
5. Mengurangi reaksi peradangan sehingga
eritema hilang.
7. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat pengisian
atrium yang meningkat
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah resiko kerusakan pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh GDA/ oksimetri
dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan. Berpartisipasi dalam program pengobatan
dalam batas kemampuan/situasi
Intervensi dan rasional:
IntervensiRasional
1. auskultasi bunyi nafas, catat krekels,
mengii.
2. Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam.
3. Pertahankan posisi semifowler, sokong
tangan dengan bantal Jika memungkinkan
4. Kolaborasi dalam pemberian oksigen
tambahan sesuai indikasi.
1. Menyatakan adanay kongesti
paru/pengumpulan sekret menunjukkan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2. Membersihkan jalan nafas dan
memudahkan aliran oksigen.
3. Menurunkan komsumsi
oksigen/kebutuhan dan meningkatkan
ekspansi paru maksimal.
4. Meningkatkan konsentrasi oksigen
alveolar, yang dapat
memperbaiki/menurunkan hipoksemia
5. Kolaborasi untuk pemeriksaan AGD
6. Kolaborasi untuk pemberian obat diuretik.
7. Kolaborasi untuk pemberian obat
bronkodilator
jaringan.
5. Hipoksemia dapat menjadi berat selama
edema paru
6. Menurunkan kongesti alveolar,
meningkatkan pertukaran gas.
7. Meningkatkan aliran oksigen dengan
mendilatasibjalan nafas kecil dan
mengeluarkan efek diuretic ringan untuk
menurunkan kongesti paru
Discharge Planning
1. Jelaskan penyebab,tanda, gejala,perjalanan penyakit dan prognosis Penyakit Jantung Rematik
2. Jelaskan Tindakan Farmakologi yang dilakukan. Jelaskan tentang kegunaan obat-obatan yg
digunakan,serta berikan jadwal pemberian obat
3. Diskusikan pentingnya pencegahan
4. Bantu pasien mengidentifikasi kebutuhan fisiologis
5. Anjurkan untuk kontrol secara teratur walaupun tanpa gejala
6. Homecare
pewatan
DAFTAR PUSTAKA
Ariesti,Agung.2011.Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Reumatoid Heart Disease (RHD). (google
scholar, diakses tanggal 5 Desember 2012
Doengoes,Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta: EGC
Noviyanto,Dwi.2011.Askep Penyakit Jantung rematik.( http://blogedwinoviyanto.blogspot.com/ ,diakses tanggal 5
Desember 2012)
Nurjannah,I.(2012) (3rd Ed). ISDA Intan’s Screening Diagnoses Assesment.Yogyakarta: Mocomedia
Santoso,Budi.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA.Jakarta: Erlangga
Wilkinson,Judith M.2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC .Jakarta:
EGC