RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI SESAR SEMANGKO …digilib.unila.ac.id/37335/5/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI SESAR SEMANGKO …digilib.unila.ac.id/37335/5/SKRIPSI TANPA BAB...
RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI SESARSEMANGKO PROVINSI LAMPUNG MENGGUNAKAN
METODE MODIFIED JOINT HYPOCENTERDETERMINATION (MJHD)
(Skripsi)
Oleh
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGIUNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
2018
FITRIA PURNAMASARI
ABSTRAK
RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI SESAR SEMANGKOPROVINSI LAMPUNG MENGGUNAKAN METODE MODIFIED JOINT
HYPOCENTER DETERMINATION (MJHD)
Oleh
Fitria Purnamasari
Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau yang aktif terjadi gempa, karenaadanya penunjaman (subduction) Lempeng Indo-Australia yang masuk ke dalamLempeng Eurasia, sehingga membentuk jalur gempa di sepanjang Pulau SumateraIndonesia. Salah satu parameter gempabumi yang dapat dihitung yaitu hiposentergempabumi. Hal ini sangat diperlukan dalam analisis struktur tektonik secaradetail, misalnya untuk identifikasi zona patahan maupun pola zona subduksi.Dalam penelitian ini, penulis melakukan relokasi hiposenter gempabumi sesarsemangko wilayah Lampung dengan menggunakan Metode Modified JointHypocenter Determination (MJHD). Relokasi menggunakan Metode ModifiedJoint Hypocenter Determination (MJHD) dengan menggunakan kecepatangelombang IASP91 yang mengasumsikan bahwa struktur di dalam bumi bersifatheterogen. Data yang digunakan merupakan data arrival time gelombang P dan Sdengan batas kedalaman 60 km sebanyak 76 even gempabumi dalam rentangwaktu 1 Januari 2013 s.d 31 Desember 2017 dengan koordinat -4.5º LS 103.85ºBT – -6º LS 106º BT. Dari relokasi menggunakan metode MJHD ini diketahuibahwa penambahan koreksi stasiun dapat mengurangi efek akibat dari variasikecepatan yang tidak termodelkan. Nilai RMS (Root Mean Square) setelahrelokasi berkisar <1.5 detik yang terkonsentrasi antara 0.1 s.d 1 detik sedangkansebelum relokasi berkisar >1.5 detik. Hasil dari relokasi di sekitar SesarSemangko Lampung menunjukkan bahwa zona tersebut memiliki nilai seismisitasyang tinggi. Hasil dari relokasi menunjukkan bahwa gempabumi yang terjadi didaerah Lampung mengalami perpindahan hiposenter dimana sebelum relokasimemiliki nilai kedalaman rata-rata 10 km menjadi terkonsentrasi pada kedalaman4 km – 20 km mengikuti arah trend Sesar Semangko.
Kata kunci: Sesar Semangko, Relokasi hiposenter, Modified Joint HypocenterDetermination (MJHD).
ii
RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI SESARSEMANGKO PROVINSI LAMPUNG MENGGUNAKAN
METODE MODIFIED JOINT HYPOCENTERDETERMINATION (MJHD)
Oleh
Fitria Purnamasari
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Geofisika
Fakultas Teknik Universitas Lampung
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGIUNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
2018
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung, pada
tanggal 11 Februari 1996, penulis merupakan anak
kelima dari lima bersaudara dari pasangan Alm. Bapak
Muchidin Marya, MS. dan Ibu Marni Wati Hasian
Pohan. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman
Kanak-kanak di TK Xaverius Terbanggi Besar pada
tahun 2003 dilanjutkan ke jenjang Sekolah Dasar pada
tahun 2003 s.d 2004 di SD Xaverius Terbanggi Besar. Kemudian, pada tahun
2004 pindah ke SD Dwi Warna Kota Bandar Lampung yang selesai pada tahun
2008. Selanjutnya, penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah di SMP
Negeri 4 Bandar Lampung hingga tahun 2011 dilanjutkan di SMA Negeri 1
Bandar Lampung.
Pada tahun 2014, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Teknik, Jurusan
Teknik Geofisika, Universitas Lampung. Pada tahun 2015, penulis bergabung
menjadi bendahara divisi eksternal Sosisal Budaya Masyarakat (SBM) di HIMA
TG Bhuwana Universitas Lampung dan menjadi staff Company Visit di Society of
Exploration Geophysicist (SEG) SC Unila . Kemudian pada 2015 s.d 2017,
penulis terdaftar menjadi staff fieldtrip di Himpunan Mahasiswa Geofisika
Indonesia (HMGI) Regional Sumatera. Selanjutnya, ditahun 2016, penulis
menjabat sebagai sekertaris kepala divisi eksternal Sosial Budaya Masyarakat
vii
(SBM) di HIMA TG Bhuwana Universitas Lampung dan terdaftar sebagai staff
Internal di BEM Fakultas Teknik Universitas Lampung.
Pada bulan Juli tahun 2017 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa
Belambangan, Kecamatan Penengahan, Kalianda, lampung Selatan. Pada bulan
November - Desember 2017, penulis tercatat melakukan Kerja Praktek (KP) di
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia Ruang
InaTEWS (Tsunami Early Warning System), Kemayoran, Jakarta Pusat dengan
mengambil tema penelitian “Penentuan Focal Mechanism Gempa Dalam, Laut
Flores 24 Oktober 2017 Menggunakan Polaritas Gelombang P”.
Pada April - Mei 2018, penulis melakukan penelitian Tugas Akhir (TA) di Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia Ruang InaTEWS
(Tsunami Early Warning System), Kemayoran, Jakarta Pusat hingga akhirnya
penulis berhasil menyelesaikan pendidikan sarjananya pada 19 September 2018
dengan mengambil judul “Relokasi Hiposenter Gempabumi Sesar Semangko
Provinsi Lampung Menggunakan Metode Modified Joint Hypocenter
Determination (MJHD)”.
viii
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur, saya persembahkan skripsi ini kepada :
Allah SWT
Atas segala berkah dan karuniaNya yang senantiasasaya rasakan dalam menyelesaikan skripsi ini
Kedua Orang Tuaku TercintaAyahanda Tercinta Alm. Bapak Muchidin Marya, MS.
Ibunda Tercinta Ibu Marni Wati Hasian Pohan
Berkat Do’a dan ketulusan cinta kasih sayang. Terimakasih atas segala jerih payahayah dan ibu hingga segala kebutuhan saya dapat terpenuhi. Semuanya takkan
terbalas, namun akan selalu saya ingat hingga akhir hayat menghampiri.
Kakak – Kakak Saya TersayangRomadhoni
Wahyu MaryadiNaylis Sa’adahHafid Maulana
Terimakasih atas segala bentuk dukungan dan kasih sayang kalian, sertaterimakasih telah selalu berusaha memenuhi semua kebutuhan saya setelah ayandatiada. Kebersamaan dari saya kecil hingga sekarang akan selau saya ingat yang tak
akan lekang oleh waktu.
Teknik Geofisika Universitas Lampung 2014Terimakasih telah mengambil porsi masing-masing pada bagian cerita hidup saya,
suka dan duka telah kita lewati bersama, tawa, canda dan kasih sayang kaliantidak akan pernah saya lupakan. dari saya yang amat bersyukur kepada Allah telah
mengizinkan saya untuk bertemu dan mengenal kalian dalam hidup saya.
Keluarga Besar Teknik Geofisika Universitas LampungAlmamater Tercinta, Universitas Lampung
ix
MOTTO
Be good even if you don’t receive good, not because of
other’s sake but because Allah loves the good doers.
Ibn Al Qayyim (Rahimahullaah)
Bahagia adalah ketika kita selalu bersyukur denganapa yang punya, tak kenal keluh dan putus asa
Kesuksesan terjadi bukan saat diri sendiri mencapaisesuatu, namun kesuksesan sesungguhnya terjadi
ketika kita menjadi sosok dibalik kesuksesan orangyang kita kasihi hingga tercapai impiannya.
FITRIA PURNAMASARI
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah melimpahkan
segala rezeki, petunjuk, dan ilmu kepada penulis, sehingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu untuk nabiNya
yakni Muhammad S.A.W.
Skripsi yang berjudul “Relokasi Hiposenter Gempabumi Sesar Semangko
Provinsi Lampung Menggunakan Metode Modified Joint Hypocenter
Determination (MJHD)” merupakan hasil dari Tugas Akhir yang penulis
lakasanakan di Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Jakarta
Pusat.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca dan bermanfaat untuk penambahan ilmu dimasa yang akan datang.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan.
Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan skripsi ini, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kearah perbaikan dan
penyempurnaan skripsi ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Penulis
Fitria Purnamasari
xi
SANWACANA
Dalam pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari
bimbingan dan dukungan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang bersangkutan yaitu:
1. Allah S.W.T yang senantiasa memberikan rahmat dan karuniaNya dalam
melancarkan segala proses tugas akhir ini hingga Alhamdulillah akhirnya
saya dapat menyelesaikannya dengan baik.
2. Alm. Ayahanda saya tercinta Muchidin Marya M.S saya dedikasikan
ini kepadanya yang tak henti-hentinya memberikan dukungan do’a dan
semangat kepada saya untuk menyelesaikan gelar ini hingga akhir hayatnya.
3. Ibunda saya terkasih, Cece Naylis, Aa Doni, Aa Wahyu, Aa Hafid,
Yuk Sarah, Yuk Annis, Mba Yuyun, Bung Angga, Mama Desna, Kak
Iyang beserta keluarga besar saya yang selalu memberikan dukungan,
doa dan motivasi yang tiada henti.
4. Bapak Dr. Nandi Haerudin, S.Si., M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknik
Geofisika Universitas Lampung.
5. Bapak Karyanto, S.Si., M.T., selaku dosen pembimbing I atas semua
kesabaran, bimbingan, kritikan, saran dan kesedian untuk meluangkan
waktu disela-sela kesibukannya.
6. Bapak Rustadi, S.Si., M.T., selaku dosen pembimbing II atas semua
xii
kesabaran, kritikan, saran dan kesediannya untuk membimbing saya dalam
penyusunan skripsi ini.
7. Bapak Dr. Ordas Dewanto, S.Si., M.Si., selaku dosen penguji dan dosen
pembimbing akademik yang telah memberikan masukan dan nasehat, baik
untuk skripsi ataupun untuk masa depan penulis.
8. Seluruh dosen pengajar Jurusan Teknik Geofisika Universitas
Lampung yang telah berbagi ilmu dan pengalaman selama perkuliahan.
9. Seluruh Staf Tata Usaha Jurusan Teknik Geofisika Unila, Pak Legino, Mas
Pujono, Mbak Dhea, Pak Marsuno dan Mas Dayat yang telah memberi
banyak bantuan dalam proses administrasi.
10. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebagai Instansi
yang telah memberi kesempatan saya untuk melaksanakan Tugas Akhir.
11. Bapak Iman Fatchurochman, S.Si, M.DM. dan Ibu Weniza, S.Kom,
M.Sc. selaku Kepala Sub Bidang Informasi Gempa Bumi dan Kepala Sub
Peringatan Dini Tsunami.
12. Kak Yanuarsih TP., Kang Jajat, Mas Arif Nurokhim selaku
pembimbing tugas akhir yang telah banyak membantu dalam proses tugas
akhir serta memberikan banyak ilmu pengetahuan.
13. Kak Indri, Kak Rezki, Kak Yusuf serta Seluruh staff ruang
operasional Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami
atas kebersamaan serta materi – materi yang disampaikan setiap harinya.
14. Umi Imro’atun Nurdiana (Jawir) sahabat terkasih yang selalu setia
menemani saya, sahabat seperjuangan dalam kerja praktik maupun tugas
akhir baik dalam hal suka maupun duka, terimakasih untuk segalanya, tak
xiii
ada kata – kata yang dapat mengungkapkan betapa saya menyayangimu
wahai saudariku.
15. Ummi Hanifah (Ipeh) sahabat tersayang yang selalu menemani dalam suka
maupun duka, tawa, canda, bahagia yang selalu setia mendengarkan curahan
hati terimakasih teruntuk segalanya.
16. Delvia Elesta (Alin) sahabat saya tercinta yang selalu menemani dalam
tawa – canda, suka – duka, yang selalu tabah ketika dipanggil aksesoris,
terimakasih untuk tetap mendampingi dan mendukung saya dengan cirikhas
kasih sayang yang tidak bisa kau tunjukkan secara langsung.
17. Bang Aji, Kak Tanjung dua malaikat yang tak hentinya selalu menemani,
berusaha menjaga saya selama ini, selalu mendukung apa yang saya lakukan
dengan dukungan yang tak bisa diungkapkan, terimakasih telah menjadi
kakak sekaligus sahabat saya selama ini.
18. Rinaldi Okka Saputra Ahza (Kukang Albino) sungguh anda adalah
representasi sahabat yang sesungguhnya, terimakasih karena selalu berpihak
disisi saya, mendukung saya, dan menjaga saya, sungguh Allah Maha Baik
mengirimkan anda sebagai salah satu sahabat dihidup saya.
19. Rahmad Iqbal (Ibang Onta Cedal) sahabat terlama yang saya kenal,
terimakasih untuk semua kebaikan, kenangan yang telah anda berikan
semoga kesuksesan selalu menyertaimu dan persahabatan ini tetap terjalin
hingga keJannahNya, Aamiin.
20. Sofyan Frida Yendra (Monyet Metal) sahabat yang pertama kali saya
kenal di GSG berlanjut hingga saat ini, terimakasih atas segala kebaikan dan
ketulusan anda, terimakasih selalu sabar dalam menghadapi saya,
xiv
terimakasih telah hadir dalam hidup saya, semoga Allah selalu menjagamu
dimanapun dan kapanpun anda berada, do’a saya akan selalu menyertaimu.
21. Alfa Ardes Ardana (Lutung Madagaskar) rasa syukur saya tak pernah
luput Allah mengizinkan saya bersahabat denganmu, terimakasih telah
menjadi salah satu sahabat terbaik dalam hidup saya, terimakasih atas segala
ketulusan, kepedulian anda yang tak bisa dilupakan, walau cobaan
persahabatan pernah menyisip namun ia tak kuasa memecah silaturahim.
22. Muhamad Faizal (Udo) tak tergambarkan betapa yang Maha Kuasa
menyayangi saya mengirimkan sosok manusia seperti anda yang
menggambarkan apa itu arti persahabatan, persaudaraan yang ada,
terimakasih untuk segala kebaikan, ketulusan, keperdulian yang tak pernah
bisa dihitung dalam kurun hari.
23. Gaffar Rifqi Pambudhi (Item) terimakasih sahabat yang paling dipercaya
bunda, terimakasih selalu menjaga saya, terimakasih untuk segalanya, Sang
Pelindung akan selalu menyertaimu.
24. Ghiat Malano Surya (Terpongo) terimakasih atas segala kebaikan, atas
segala pelajaran hidup yang melaluimu Sang Kuasa menyampaikan kepada
kami para sahabatmu, semoga kelak kesuksesan menyertaimu.
25. Aulia Huda Pinandita (Aming KW), Nur Indah Safitri (Ideng Biduan
Pringsewu), Desta Amanda Nur’aini (Semut), Pratiwi Ayurizky Partika
(Jambe) terimakasih telah menjadi sahabat – sahabat terbaik yang ikut
mewarnai hari, semoga yang terbaik selalu menghampiri.
26. Rhaka (Pelo), Deni (Pance), Fajar (Udin)terimakasih telah menjadi
sahabat yang baik selama ini, terimakasih yang tak dapat dihitung untuk
xv
menyampaikannya.
27. Filza (Dugong), Nana (Anak Ajaib) Morales (Ales) Arief (Item 2),
Dimas (Batu) Farizi (Ijik), Martin, Rizky (Pakde), Sidharta (Oppa)
terimakasih untuk tawa canda, kebaikan, segalanya selama ini semoga
sahabat terbaik seperti kalian akan selalu mendapatkan yang terbaik.
28. Amelia Saputri (Kak Ameng) terimakasih telah mengambil dua peran
sekaligus dalam hidup ini sebagai kakak dan sahabat, terimakasih telah
mengajarkan bahwa persaudaraan bukan terbatas hanya pada kentalnya garis
sedarah.
29. Noviyanti, Mitha terimakasih telah menjadi sahabat terkasih yang selalu
setia menemani, sejak KKN menyapa hingga saat ini, Sintong, Mahfud
serta keluarga besar Desa Belambangan yang selalu memberikan
dukungan, doa, dan motivasi kepada saya.
30. Selvy, Suzan, Sarah, Lusi, Diah (Power Ranger) terimakasih yang tak
terkira atas kesetiannya sebagai sahabat yang terus menjabat semoga
berlanjut hingga ke akhir hayat.
31. Feby Arviyani (Mbi) terimakasih telah selalu menyayangiku,
mendukungku dan merindukanku, semoga DIA menjagamu sepanjang
waktu.
32. Cinthia Dewi Maharani (Endut), Nurul Fitri, terimakasih telah menjadi
sahabat seperjuanagn meraih sarjana, keluh – kesah, yang penuh cerita yang
InshaaAllah kita akan berbahagia.
33. Semua keluarga Teknik Geofisika 2014, Agnes, Agra, Agung, Budi, Andi,
Amir, Alfan, Aziz, Dicky, Ewin, Evi, Faqih, Faris, Fhera, Galang,
xvi
Helbrat, Ida, Ikhwan, Ilham, Indra, Isti, Jefri, Azri, Asrin, Niko,
Nurdin, Zaki, Romi, Nabila, Norman, Pungky, Malik, Ratih, Ridho,
Rita, Bunda Kiki, Viska, Ino, Witta, dan Yudha, yang telah banyak
membantu dan memberi dukungan kepada saya serta terimakasih atas segala
cerita bahagia tawa canda maupun duka yang telah kita ukir bersama.
34. Kepada Calon Imam Masa Depanku izinkan saya memantaskan diri
hingga waktu dan rencanaNya yang indah tak terduga menyatukan kita
dapat bersama, Semoga Maha Pengasih yang terkasih selalu menjagamu
untuk diriku.
35. Terimakasih atas semua pihak lain yang membantu berkontribusi yang
tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
xvii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ...........................................................................................................i
ABSTRAK ..........................................................................................................ii
HALAMAN JUDUL ............................................................................................iii
HALAMAN PERSETUJUAN .....................................................................iv
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................v
HALAMAN PERNYATAAN .....................................................................vi
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................viii
MOTTO .........................................................................................................ix
KATA PENGANTAR ..................................................................................x
SAN WACANA .............................................................................................xi
DAFTAR ISI ......................................................................................................xvii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................xix
DAFTAR TABEL ............................................................................................xx
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................1
B. Tujuan Penelitian ..................................................................................3
C. Batasan Masalah ..................................................................................3
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................4
xvii
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Daerah Penelitian ..................................................................................5
B. Letak Stasiun Seismik BMKG Kotabumi ..............................................6
C. Fisiografi ..............................................................................................7
D. Cekungan Sumatera Bagian Selatan ..........................................................8
E. Sistem Sesar Sumatera dan Sejarah Kegempaan Lampung ......................9
III. TEORI DASAR
A. Gempabumi ............................................................................................11
B. Teori Tektonik Lempeng ....................................................................11
C. Parameter Gempabumi ....................................................................17
D. Gelombang Primer (P) ....................................................................20
E. Gelombang Sekunder (S) ....................................................................21
F. Surface Wave ............................................................................................22
G. Sesar atau Patahan ................................................................................23
H. Zona Subduksi ................................................................................25
I. Tektonik Sumatera ................................................................................28
J. Modified Joint Hypocenter Determination (MJHD) ................................33
IV. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................42
B. Alat dan Bahan Penelitian ....................................................................42
C. Pengolahan Data ................................................................................42
D. Diagram Alir Penelitian ....................................................................44
E. Time Schdule ............................................................................................46
V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan ................................................................................47
1. Sebelum Relokasi ....................................................................47
2. Sesudah Relokasi ................................................................................48
B. Pembahasan ............................................................................................53
1. Sebelum Relokasi ....................................................................53
2. Sesudah Relokasi ................................................................................54
3. Sebelum dan Sesudah Relokasi ........................................................55
4. Distribusi Hiposenter Cross Section A-A’ ................................56
5. Distribusi Hiposenter Cross Section B-B’ ................................57
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................58
B. Saran ........................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xviii
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman1. Daerah Penelitian..............................................................................................52. Letak Stasiun Seismik BMKG Kotabumi ..............................................63. Peta Fisiografi Daerah Penelitian ..........................................................74. Model zona batas divergen ....................................................................125. Model zona batas konvergen (Samudera-Samudera) ................................146. Model zona batas konvergen (Benua-Samudera) ................................157. Model zona batas konvergen (Benua-Benua) ............................................158. Model zona batas transform ....................................................................169. Diagram Wadati ............................................................................................1810. Metode Lingkaran dengan 3 Stasiun ........................................................1911. Penjalaran Gelombang Primer ....................................................................2112. Penjalaran Gelombang Sekunder....................................................................2113. Penjalaran Gelombang Love ....................................................................2214. Penjalaran Gelombang Rayleigh ....................................................................2315. Diagram bidang sesar ................................................................................2316. Jenis-jenis sesar ............................................................................................2417. Zona subduksi ............................................................................................2518. Bentuk zona penunjaman di Indonesia ........................................................2619. Peta tektonik Indonesia ................................................................................2920. Sumatera Fault Zone ................................................................................3121. Zona subduksi Megathrust Sumatera ........................................................3222. Ilustrasi relokasi menggunakan MJHD ........................................................3923. Model kecepatan IASP91 ....................................................................4124. Diagram Alir Proses Pengubahan Format BMKG ke MJHD ....................4425. Diagram Alir Proses MJHD ....................................................................4526. Sebaran Hiposenter Sebelum Relokasi ........................................................4727. Distribusi Stasiun ................................................................................4828. Event Gempabumi setelah direlokasi ........................................................4929. Distribusi titik sebelum relokasi ....................................................................5330. Distribusi titik setelah relokasi ....................................................................5431. Distribusi titik gempa sebelum dan sesudah relokasi ................................5532. Distribusi hiposenter sebelum relokasi, cross section A-A’ ....................5633. Distribusi hiposenter sesudah relokasi, cross section A-A’ ....................5634. Distribusi hiposenter sebelum relokasi, cross section B-B’ ....................5735. Distribusi hiposenter sesudah relokasi, cross section B-B’ ....................57
xx
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman1. Data dan Parameter Sumatera Fault ........................................................302. Data dan Parameter sumber gempa subduksi ............................................323. Time Schdule Penyusunan Skripsi ........................................................464. Nilai RMS sesudah relokasi ....................................................................495. Nilai RMS sebelum relokasi ....................................................................50
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara kepulauan dengan resiko gempa bumi yang tinggi.
Indonesia terletak pada pertemuan 4 lempeng tektonik aktif yaitu lempeng Indo-
Australia, lempeng Eurasia, lempeng Laut Philipina dan Lempeng Pasifik. Karena
pertemuan keempat lempeng aktif tersebut Indonesia menjadi Negara yang rawan
terjadinya gempa bumi baik yang berpotensi tsunami maupun yang tidak
berpotensi tsunami.
Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau yang aktif terjadi gempa,
karena adanya penunjaman (subduction) Lempeng Indo-Australia yang masuk ke
dalam Lempeng Eurasia, sehingga membentuk jalur gempa di Laut Sumatera
Indonesia. Sebelah Barat Pulau Sumatera dikenal dengan jalur gempa mediteran
dan di darat Pulau Sumatera menimbulkan Patahan Besar Sumatera (Great
Sumatera Fault) yang membujur sepanjang Bukit Barisan dan membentang dari
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat sampai ke Teluk Lampung (Madlazim,
2013).
Gempabumi yang terjadi di Pulau Sumatera merupakan implikasi
geodinamika akibat deformasi aktif di sekitar Sunda dan Java Trench. Gempa
yang terjadi di dekat batas pertemuan antara lempeng samudera yang menunjam
masuk ke bawah lempeng benua diklasifikasikan sebagai Zona Subduksi.
Pada penelitian kali ini penulis menggunakan data gempa yang terjadi di wilayah
Lampung. Dari data yang digunakan 1 Januari 2013 – 31 Desember 2017
diketahui wilayah lampung sering terjadi gempa, pada penelitian ini gempa di
yang digunakan 1 – 9,5 SR dengan batas kedalaman 60 km, dari riwayat
kegempaan selama 5 tahun ini diperoleh 76 events gempabumi. Dengan riwayat
skala yang merusak terjadi pada 15 Februari 1994 yang berkekuatan 6,6 SR. Salah
satu parameter gempabumi yang dapat dihitung yaitu hiposenter gempabumi.
Dalam seismologi, penentuan hiposenter gempabumi secara tepat dan lebih akurat
sangat penting. Hal ini sangat diperlukan dalam analisis struktur tektonik secara
detail, misalnya untuk identifikasi zona patahan maupun pola Zona Subduksi.
Dalam penentuan hiposenter saat ini telah semakin cepat seiring
berkembangnya teknologi. Penentuan parameter hiposenter sebelumnya
ditentukan dengan menggunakan waktu tiba gelombang P dan S dari beberapa
stasiun menggunakan pendekatan Single Event Determination (SED) yang
menghasilkan origin time dari setiap event gempabumi. Namun, parameter
hiposenter yang diperoleh dan dihasilkan dianggap masih perlu lebih diakuratkan
karena dalam penentuannya, model kecepatan yang digunakan adalah model
kecepatan satu dimensi global. Di sisi lain penentuan parameter hiposenter masih
belum optimal karena semata-mata hanya ditujukan memberikan informasi
sesegera mungkin kepada masyarakat. Oleh karena itu dilakukan studi yang lebih
lanjut untuk merelokasi parameter hiposenter gempabumi yang telah dihasilkan
sebelumnya. Parameter yang direlokasi adalah hiposenter serta waktu terjadinya
gempabumi (origine time) (Maung, 2009).
Ada beberapa teknik yang dikembangkan dalam merelokasi posisi
2
hiposenter dengan memperhitungkan faktor kesalahan yang diakibatkan model
kecepatan yang tidak termodelkan. Dua diantaranya adalah metode Double
Difference dan Modified Joint Hypocenter Determination. Metode Double
Difference (DD) adalah metode relokasi yang menggunakan data relatif waktu
tempuh antara dua hiposenter yang berdekatan. Hal ini dianggap mampu
meminimalkan error tanpa menggunakan koreksi stasiun.
Relokasi hiposenter merupakan koreksi dari lintang, bujur, dan kedalaman
dari gempabumi. Dalam studi ini, penulis melakukan relokasi hiposenter
gempabumi di wilayah Lampung dengan menggunakan metode Modified Joint
Hypocenter Determination (MJHD). Metode MJHD dipilih karena metode ini
menambahkan batasan pada kedalaman dan episenter. Sehingga, tetap mampu
merelokasi gempa secara lebih akurat walaupun struktur didalam bumi yang
sangat heterogen dan distribusi statsiun tidak merata.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan koreksi stasiun yang digunakan dengan menggunakan metode
MJHD.
2. Menganalisis hasil seismisitas di sepanjang Sesar Semangko di wilayah
Lampung berdasarkan distribusi hiposenter hasil dari relokasi.
C. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan relokasi gempabumi wilayah Lampung periode waktu 1 Januari
3
2013 s.d 31 Desember 2017 dengan data yang digunakan adalah data arrival
time gelombang P dan gelombang S dengan batas kedalaman 60 km.
2. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode relokasi
hypocenter Modified Joint Hypocenter Determination (MJHD).
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh nilai koreksi stasiun yang digunakan dalam penelitian.
2. Mengetahui seismisitas di sesar semangko wilayah Lampung berdasarkan
penyebaran hiposenter hasil relokasi.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Daerah Penelitian
Daerah penelitian terletak pada koordinat -4.5º s.d -6º LS dan 103.85º - 106º
BT yang mencakup wilayah Lampung. Kelompok geologi yang ada di daerah
tersebut berupa kelompok sedimen tersier, sedimen kuarter, plutonik tersier,
sedimen paleozoikum dan malihan paleozoikum. Berikut adalah peta dan posisi
daerah penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Daerah penelitian (Sukamto, dkk., 1996).
B. Letak Stasiun Seismik BMKG Kotabumi
Gambar 2. Letak stasiun seismik BMKG Kotabumi (BMKG Kotabumi, 2016).
Berdasarkan letak stasiun yang terdapat pada Gambar 2, BMKG Kotabumi
bertanggung jawab atas 8 stasiun seismik yang ditempatkan dibeberapa daerah
yaitu:
1. Stasiun Seismik KLI yang berada di Kotabumi Lampung Utara
2. Stasiun Seismik LWLI yang berada di Liwa Lampung Barat
3. Stasiun Seismik BLSI yang berada di Bandar Lampung
4. Stasiun Seismik KASI yang berada di Kotaagung Tanggamus
5. Stasiun Seismik MDSI yang berada di Muara Dua Sumatera Selatan
6. Stasiun Seismik LHSI yang berada di Lahat Sumatera Selatan
7. Stasiun Seismik KLSI yang berada di Sungkai Lampung Utara
8. Stasiun Seismik PMBI yang berada di Palembang Sumatera Selatan
6
C. Fisiografi
Secara umum daerah penelitian kali ini dapat dibagi menjadi tiga satuan
morfologi, yaitu terdiri dari dataran rendah di bagian timur dan timurlaut,
pegunungan bergelombang di bagian tengah dan barat daya, dan daerah pantai
berbukit sampai dataran. Daerah dataran rendah mencakup lebih dari 60% luas
lembar dan terdiri dari endapan vulkanoklastika tersier-kuarter dan aluvium
dengan ketinggian puluhan meter di atas permukaan laut. Pegunungan Bukit
Barisan mencakup 25-30% luas lembar, yang terdiri dari batuan beku dan malihan
serta batuan gunungapi muda. Lereng-lereng umumnya curam memiliki
ketinggian 500 s.d 1.680 m di atas permukaan laut (Mangga, dkk., 1993). Daerah
pantai bertopografi yang beraneka ragam serta terdiri dari pebukitan kasar,
mencapai ketinggian 500 m di atas permukaan laut dan terdiri dari batuan
gunungapi tersier, kuarter serta batuan terobosan yang terdapat pada Gambar 3.
Gambar 3. Peta fisiografi daerah penelitian (Modifikasi dari Mangga, dkk.,1993).
7
D. Cekungan Sumatera Bagian Selatan
Cekungan Sumatera bagian Selatan merupakan suatu hasil dari kegiatan
tektonik yang berkaitan dengan penunjaman Lempeng Indo-Australia, yang
bergerak ke arah utara hingga timur laut terhadap Lempeng Eurasia yang relatif
diam. Zona penunjaman lempeng mencakup daerah sebelah barat Pulau Sumatera
serta Selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil yang terletak diantara zona
interaksi tersebutpun turut bergerak dan menghasilkan zona konvergensi dalam
bentuk dan arah. Penunjaman dari Lempeng Indo-Australia dapat mempengaruhi
keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di Sumatera Selatan.
Tumbukan tektonik lempeng yang terjadi di Pulau Sumatera menghasilkan
jalur busur depan, magmatik, serta busur belakang. Cekungan Sumatera Selatan
telah mengalami tiga kali proses orogenesis, yaitu diantaranya:
Mesozoikum Tengah
Kapur Akhir sampai Tersier Awal
Pilo-Plistosen
Secara fisiografis, Cekungan Sumatera Selatan termasuk cekungan Tersier berarah
barat laut-tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko serta Bukit Barisan di sebelah
barat daya, Paparan Sunda di bagian timur laut, Tinggian daerah Lampung di
sebelah tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda,
Pegunungan Dua Belas serta Pegunungan Tiga Puluh di bagian barat laut yang
memisahkan antara Cekungan Sumatera Selatan dan Cekungan Sumatera Tengah.
Posisi sebagai Cekungan Busur Belakang yaitu Cekungan Sumatera Selatan,
cekungan ini merupakan daerah Cekungan Busur Belakang berumur tersier yang
terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian
8
dari Lempeng Kontinen Asia) dan Lempeng Samudera Hindia. Daerah dari
cekungan mencakup daerah seluas 330 x 510 km². Kenampakan struktur yang
dominan merupakan struktur yang memiliki arah barat laut – tenggara merupakan
hasil orogenesa plio – plistosen. Sehingga pola struktur yang terjadi dapat
dibedakan berupa pola tua yang berarah utara-selatan dan barat laut – tenggara
serta pola muda yang berarah barat laut – tenggara yang sejajar dengan Pulau
Sumatera (Sieh, 2000).
E. Sistem Sesar Sumatera dan sejarah Kegempaan Lampung
Di Pulau Sumatera, pergerakan Lempeng Indo dan Australia yang
mengakibatkan kedua lempeng tersebut bertabrakan serta menghasilkan
penunjaman dan mengakibatkan serangkaian busur pulau depan (forearch islands)
yang non-vulkanik (seperti: P. Simeulue, P. Banyak, P. Nias, P. Batu, P. Siberut
hingga P. Enggano), rangkaian dari pegunungan Bukit Barisan dengan jalur
vulkanik di tengahnya, serta sesar aktif ’The Great Sumatera Fault’ yang
membelah Pulau Sumatera mulai dari Teluk Semangko sampau Banda Aceh.
Sesar Besar menerus hingga ke Laut Andaman dan Burma. Patahan aktif Sesar
Besar Sumatra diperkirakan bergeser sekitar 11 cm/tahun dan merupakan daerah
rawan gempa bumi dan tanah longsor (Sieh, 2000).
Penunjaman Lempeng Indo – Australia juga mempengaruhi geomorfologi
Pulau Sumatera yang menyebabkan bagian barat dari Pulau Sumatera terangkat,
sedangkan dibagian timur relatif turun. Hal ini yang menngakibatkan bagian barat
mempunyai dataran pantai sempit dan sebagian terjal. Pada umumnya, terumbu
karang lebih berkembang jika dibandingkan dengan berbagai jenis bakau. Bagian
9
timur yang turun akan menerima tanah hasil dari erosi di bagian barat (yang
bergerak naik), akibatnya bagian timur memiliki pantai yang relatif datar dan luas.
Di bagian timur, gambut dan tanaman bakau lebih berkembang dibandingkan
dengan terumbu karang.
Keadaan Pulau Sumatera ini menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman,
punggungan busur muka serta cekungan busur muka terfragmentasi sebagai akibat
proses yang terjadi. Kenyataan ini menyatakan bahwa adanya transtensi (trans-
tension) Paleosoikum tektonik Sumatera yang menjadikan tatanan tektonik
Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000). Bagian selatan
terdiri dari lempeng mikro Sumatera, yang sudah terbentuk sejak 2 juta tahun lalu
dengan bentuk, geometri serta struktur yang sederhana, bagian tengah cenderung
tidak beraturan serta bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.
Provinsi Lampung merupakan salah satu zona rawan bencana gempabumi.
Salah satu gempa merusak di wilayah Lampung yaitu gempa di Liwa Lampung
Barat yang berkekuatan 6,6 SR pada 15 Februari 1994. Akibat dari gempa
tersebut terjadi kerusakan parah, sekitar 196 jiwa dari beberapa desa dan
kecamatan di Lampung meninggal dunia, sementara jumlah korban luka mencapai
2000 orang. Rata-rata mereka tewas dan terluka akibat tertimpa reruntuhan
bangunan dan jumlah penduduk yang kehilangan tempat tinggal sekitar 75.000
orang.
10
10
III. TEORI DASAR
A. Gempa Bumi
Gempa bumi adalah gejala fisik yang ditandai dengan bergetarnya bumi
dengan berbagai intensitas. Getaran-getaran yang terjadi dikarenan terlepasnya
energi secara tiba-tiba. Gempa bumi tektonik diakibatkan dari bergeraknya kerak
bumi. Ketika lempeng tektonik saling membentur serta didorong ke arah
selubung, maka tekanan yang besar terjadi didalam kerak. Jika tekanan didalam
batuan terlalu besar, batuan akan retak dan membentuk patahan.
Gempa bumi dapat diklasifikasikan secara umum berdasarkan dari sumber
kejadian gempa menjadi: (Fauzi, 2010).
1. Gempa bumi runtuhan, adalah gerakan yang disebakan oleh runtuhan dari
lubang-lubang interior bumi. Sebagai contoh adalah runtuhnya dinding goa
pada pertambangan bawah tanah.
2. Gempa bumi vulkanik, adalah gerakan yang diakibatkan oleh aktivitas
gunung api.
3. Gempa tektonik, adalah gerakan yang disebabkan oleh lepasnya sejumlah
energi pada saat lempeng tektonik bergeser.
B. Teori Lempeng Tektonik
Bumi memiliki lempeng-lempeng yang selalu bergerak dinamis, dimana
lempeng tersebut terdiri dari lempeng samudera dan lempeng benua. Pergerakan
lempeng disebabkan konveksi magma yang berputar di dalam bumi. Bentuk zona
batas Bentuk zona batas yang mencirikan kedudukan lempeng satu dengan
lempeng lainnya diantaranya zona batas divergen yang dapat dilihat pada
Gambar 4.
1. Zona Batas Divergen
Gambar 4. Model zona batas divergen (Husein, 2012).
Lempeng divergen merupakan keadaan suatu lempeng akan bergerak
saling menjauh antara satu dengan yang lain, yang mengakibatkan pada pusat
pergerakan lempeng terbentuk lapisan astenosfer yang baru serta
menyebabkan makin meluasnya area dari bagian lempeng tersebut. Terdapat
dua macam zona yang terbentuk akibat kejadian lempeng divergen, yaitu:
1. Zona divergen antara lempeng-lempeng pada lantai dasar samudera
Tempat pertemuan dua batas lempeng dengan tipe lempeng divergen
disebut seafloor spreading atau spreading centre. Contohnya pada
pertemuan diantara Lempeng Amerika Utara dengan Lempeng Eurasia di
Samudera Antartika.
12
2. Zona divergen antara dua lempeng benua
Ciri-ciri morfologi zona divergen yaitu:
1. Keadaan ini menyebabkan terjadinya rekahan yang cukup besar pada
daratan. Rekahan ini akan terus meluap disetiap tahunnya. Sebagai
contoh yaitu yang terjadi di Afrika Timur dikenal dengan Great Rift
Valley.
2. Adanya tanda bekas tarikan yang berlawanan arah diantara kedua
lempeng, dapat ditandai dengan celah diantara kedua lempeng atau
dengan adanya penipisan lempeng di pertengahan kedua arah gaya.
3. Pada zona ini dapat terbentuk gunung api, karena magma di dalam
bumi akan lebih mudah untuk mencapai permukaan (dikarenakan
lempeng yang menipis), dicirikan dengan gunung api yang
cenderung berbentuk landai.
2. Zona Batas Konvergen
Terdapat tiga tipe model dari lempeng konvergen, berdasarkan namanya,
zona ini terbentuk akibat dari pergerakan lempeng yang sifatnya konvergen.
Pergerakan Lempeng kovergen adalah gerakan yang merepresentasikan
bahwa terdapat lempeng-lempeng yang saling mendekat, bahkan saling
bertumbukan. Pada tipikal zona konvergen berupa penunjaman lempeng
samudera-lempeng benua, hal ini mengakibatkan salah satu dari lempeng
yaitu lempeng samudera akan tersubduksi ke dalam mantel bumi.
1. Pertemuan antara lempeng samudera dengan lempeng samudera dapat
dilihat pada Gambar 5.
13
Gambar 5. Model zona batas konvergen (Samudera-Samudera)(Husein, 2012).
Pada daerah konvergensi lempeng samudera-lempeng samudera,
lempeng yang memiliki densitas lebih tinggi dari lempeng lainnya akan
tersubduksi ke arah mantel. Akibatnya, pada daerah pertemuan tersebut
akan terbentuk daerah kepulauan yang terdiri dari gunung-gunung laut.
Pertemuan lempeng seperti ini biasanya terjadi di daerah laut dalam yang
memiliki kedalaman lebih dari 11000 meter, serangkaian kepulauan yang
dipenuhi gunung api sepanjang Mariana Trench di bagian barat
Samudera Pasifik merupakan contohnya.
2. Pertemuan antara lempeng samudera dengan lempeng benua
Dikarenakan densitas dari lempeng samudera lebih tinggi, lempeng
samudera akan tersubduksi ke arah mantel dan mengakibatkan
terbentuknya gunung-gunung api aktif di daratan benua. Terjadinya
gunung-gunung aktif tersebut, dikarenakan adanya pergesekan antara
lempeng samudera dan batuan-batuan di sekitarnya, dimana batuan akan
meleleh dan berubah fase menjadi cair (magma). Hal itu disebabkan
pergerakan lempeng samudera. Sehingga, magma akan merambat ke
permukaan melalui rekahan-rekahan, dan membentuk gunung api.
14
Daerah konvergen ini dicirikan dengan terdapatnya aktivitas seismik
yang cukup tinggi, kebanyakan gelombang tsunamipun tak jarang terjadi
akibat dari hal tersebut. Contoh dari tipe konvergensi lempeng benua-
lempeng samudera ini terdapat di daerah zona penyusupan di sepanjang
Pantai barat Sumatera dan di sepanjang Pantai Selatan Jawa, batas
konvergen (Benua – Samudera) dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Model zona batas konvergen (Benua - Samudera)(Husein, 2012).
3. Pertemuan antara lempeng benua dengan lempeng benua dapat dilihat
pada Gambar 7.
Gambar 7. Model zona batas konvergen (Benua – Benua)(Husein, 2012).
Peristiwa konvergensi ini mengakibatkan terjadinya lipatan yang
semakin lama areanya semakin luas serta semakin tinggi, sebagai
contohnya yaitu pembentukan pegunungan Himalaya serta daerah
dataran tinggi Tibet.
15
Ciri-ciri morfologi zona konvergen:
Jika terdapat salah satu lempeng menunjam ke dalam mantel, diketahui
bahwa di permukaan bumi tersebut, terdapat kenampakan batas
penunjaman diantara kedua lempeng, dimana satu lapisan lempeng akan
masuk ke dalam lapisan lempeng lain. Batas diantara kedua lempeng ini
terdapat bentang alam yaitu berupa busur pegunungan. Pegunungan
tersebut akan memanjang sesuai dengan jalur trench. Tipikal gunung
yang terbentuk biasanya berwujud tinggi. Dapat dimungkinkan pula
terjadinya gunungapi, apabila pergerakan lempeng pada saat menunjam
dapat mengakibatkan batuan sekitar menjadi leleh dan berwujud magma,
dan magma mencapai permukaan bumi. Jika terbentuk di daerah laut,
dapat memicu terbentuknya busur kepulauan gunungapi. Jika terbentuk
di zona konvergensi samudera-benua, akan memicu busur gunungapi tepi
kerak benua. Jika terbentuk di pertemuan lempeng benua, akan
menyebabkan wilayah pegunungan (mountain range) yang cukup tinggi.
3. Zona Batas Transform
Merupakan tipe pertemuan antara dua lempeng tektonik yang bergerak
secara horisontal dan berlawanan arah. Tidak seperti pola struktur yang
terbentuk dalam zona konvergen, pada tipe zona transform tidak terdapat
pembentukan lapisan astenosfer baru maupun terjadinya penunjaman yang
dilakukan oleh salah satu lempeng terhadap lainnya. Tipe pergerakan
transform dapat terjadi, di antara lempeng samudera, maupun di antara
lempeng benua. Sebagai contoh adalah pergerakan transform yang terjadi
16
pada dua buah lempeng benua di California, yang mengakibatkan
terjadinya Patahan San Andreas.
Gambar 8. Model Zona Batas Transform (Husein, 2012).
Ciri-ciri morfologi zona transform yaitu:
Pergerakan lempeng yang arahnya saling berlawanan akan membentuk
struktur geologi yang berbentuk patahan/sesar secara horizontal (Husein,
2012).
C. Parameter Gempa Bumi
1. Waktu Terjadi (Origine Time)
Origin Time atau waktu terjadinya gempa bumi adalah waktu dimana
pelepasan energi pertama kali terjadi pada lempeng tektonik bumi yang
mengalami tekanan akibat tumbukan atau gesekan. Untuk menentukan origin
time, secara sederhana dapat menggunakan Diagram Wadati, adalah waktu
tiba gelombang P, adalah waktu tiba gelombang S, adalah Origin Time,
adalah kecepatan gelombang P dan adalah kecepatan gelombang S.
Dengan menggunakan Diagram Wadati, maka diketahui bahwa adalah
17
= - (1)
Dimana adalah - dan l adalah – 1, Diagram Wadati dapat dilihat
pada Gambar 9.
Gambar 9. Diagram Wadati (Hurukawa, 1995).
2. Hiposenter
Hiposenter merupakan pusat gempabumi yang berada di dalam
permukaan bumi. Untuk memudahkan terkadang hiposenter sering
diasumsikan sebagai sebuah titik tetapi pada kenyataannya hiposenter
merupakan sebuah bidang yang hanya tergantung pada besarnya energi yang
dilepaskan oleh bumi.
3. Episenter
Episenter merupakan sebuah daerah dipermukaan bumi yang letaknya
tegak lurus terhadap hiposenter. Metode yang dipakai dalam penentuan
Episenter biasanya berupa metode Lingkaran dengan minimal 3 stasiun
perekam. Metode ini juga bisa digunakan untuk menentukan letak
hiposenternya. Diketahui A, B, C adalah 3 stasiun perekam, E adalah
18
Episenter. Metode ini dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Metode Lingkaran dengan 3 Stasiun (Hurukawa,1995).
4. Magnitude
Magnitude merupakan besaran yang menunjukkan kekuatan gempa bumi
secara empiris. Satuan yang digunakan adalah Skala Richter.
Secara lebih spesifik, di BMKG Magnitude dibagi menjadi beberapa jenis
diantaranya:
1. adalah Magnitude lokal dihitung pada komponen horizontal.
2. adalah Magnitude lokal dihitung pada komponen vertikal.
3. adalah Magnitude gelombang body dengan periode pendek, yang
awalnya digunakan untuk memantau uji coba nuklir.
4. adalah Magnitude gelombang body broadband dengan periode
panjang.
5. adalah Intergrasi ganda dihitung dari Magnitude Moment (Mw) dari
gelombang P.
6. adalah Magnitude summary yang terdiri dari pemberataan rata-rata
untuk tiap magnitude yang ada dan menghasilkan kemungkinan terbaik
19
diantara magnitude-magnitude yang ada.
5. Intensitas
Intensitas adalah besaran yang menunjukkan kekuatan dari gempa bumi
berdasarkan kerusakan yang diakibatkannya. Skala kekuatannya lebih
subjektif dikarenakan nilainya tergantung pada orang yang mengamati. Skala
yang secara umum digunakan adalah Modified Mercelli System (MMI).
6. Kedalaman Sumber Gempa
Kedalaman sumber gempa (depth) merupakan jarak dari titik fokus
gempa (hiposenter) dengan permukaan di atas fokus gempa (episenter)
kedalamannya dinyatakan oleh besaran jarak dalam satuan kilometer.
D. Gelombang Primer (P)
Gelombang P merupakan gelombang yang waktu penjalarannya paling
cepat. Gelombang P dapat menjalar pada semua medium baik padat, cair, maupun
gas. Kecepatan 330 m/s di udara, 1450 m/s di air dan 5000 m/s di granit (Sri,
2008). Gelombang Primer merupakan yang relatif paling lembut dibandingkan
dengan gelombang yang lain. Gelombang ini memiliki nilai amplitude yang kecil.
Gelombang P (Gelombang Primer) disebut juga gelombang kompresi, gelombang
longitudinal, gelombang dilatasi, atau gelombang irotasional. Gelombang yang
arah getarannya sejajar dengan arah penjalarannya. Gelombang Primer dapat
dilihat pada Gambar 11.
20
Gambar 11. Penjalaran gelombang Primer (Sri, 2008)
Gerakan awal gelombang P bergantung dari mekanisme sumber yang tercatat
pada seismogram sesuai arah gaya yang bekerja pada sumber gempa (Sri, 2008).
E. Gelombang Sekunder (S)
Gelombang S disebut juga gelombang shear atau gelombang transversal.
Gelombang ini memiliki cepat rambat yang lebih lambat dibandingkan dengan
gelombang P atau kecepatan 60 %dari gelombang P. Efek kerusakan yang
ditimbulkan lebih besar dari gelombang Primer. Amplitudo lebih besar dari
gelombang Primer dan hanya dapat merambat pada medium padat saja.
Gelombang S tegak lurus terhadap arah rambatnya. Gelombang Sekunder ini
dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Penjalaran gelombang Sekunder (Sri, 2008).
21
F. Surface Wave
Surface wave adalah gelombang yang merambat di permukaan bumi. Terdiri
dari Gelombang Love dan Gelombang Rayleigh.
1. Gelombang Love
Merupakan gelombang Tranversal, yang arah gerakan partikelnya tegak
lurus dengan arah rambatannya. Memiliki kecepatan 70 % dari Gelombang
Sekunder,serta bersifat paling merusak, terutama di daerah dekat epicentrum.
Gelombang ini merupakan getaran yang dirasakan oleh manusia pertama kali.
Gelombang ini pertama kali ditemukan oleh A.E.H Love pada 1911.
Gelombang ini dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Penjalaran gelombang love (Sri, 2008).
2. Gelombang Rayleigh
Merupakan gelombang yang memiliki gerakan eliptik retrograde/ ground
roll (tanah memutar kebelakang), secara umum gelombangnya merambat ke
arah depan, analoginya seperti gelombang laut. Gelombang ini sedikit lebih
cepat dibanding Love wave (90% dari kecepatan Gelombang Sekunder).
Gelombang ini ditemukan oleh Lord Rayleigh tahun 1885. Gelombang
Rayleigh ini dapat dilihat pada Gambar 14.
22
Gambar 14. Penjalaran gelombang Rayleigh (Sri, 2008).
G. Sesar atau Patahan
Sesar (fault) adalah sebuah rekahan akibat dari pertemuan blok di lapisan
kerak dimana blok tersebut saling bergerak satu dengan lain yang relatif terhadap
arah rekahan (USGS). Di daerah tumbukan antara lempeng benua dan lempeng
samudra patahan akan lebih sering terjadi, namun patahan dapat pula terjadi di
tengah benua.
Bidang Sesar (fault plane) merupakan permukaan dimana terjadinya slip selama
gempabumi (USGS). Hiposenter gempabumi dapat diasumsikan sebagai sebuah
titik di bidang sesar, namun pada kenyataannya gempabumi merupakan pelepasan
energi yang terjadi pada sebuah bidang yang disebut juga bidang sesar pada
Gambar 15.
Gambar 15. Diagram bidang sesar (USGS, 2012).
23
Gambar 15. menjelaskan tentang bidang sesar, hiposenter atau disebut
juga fokus lereng sesar (fault scarp) adalah penampakan di permukaan bumi yang
menyerupai undakan yang disebabkan oleh slip patahan dan jejak sesar (fault
trace) yaitu pertemuan antara sesar dengan tanah di permukaan.
Dua blok yang bersinggungan disebut sebagai hanging wall dan foot wall,
Hanging wall merupakan blok yang terdapat di bagian atas bidang sesar
sedangkan foot wall adalah blok yang dapat di bagian bawah bidang sesar.
Terdapat tiga jenis sesar yang dapat dilihat pada Gambar 16.
1. Sesar Strike-Slip
Sesar dimana dua blok yang saling bertemu bergerak horizontal terhadap satu
dengan yang lainnya.
2. Sesar Normal
Sesar dimana hanging wall bergerak turun sedangkan foot wall relatif diam.
3. Sesar Naik
Sesar dimana hanging wall bergerak naik sedangkan foot wall relatif diam.
Gambar 16. Jenis-jenis sesar (USGS, 2012).
24
H. Zona Subduksi
Zona Subduksi merupakan daerah zona seismik aktif, sebagian besar
gempabumi terjadi di daerah ini, baik gempabumi dangkal, menengah maupun
dalam sebagai hasil dari penunjaman lithosfer. Penyebaran titik–titik pusat gempa
(hypocenter) menunjukkan struktur dari penunjaman lithosfer dari mulai batas
palung hingga ke dalam mantel bumi. Terjadinya zona subduksi dimulai dengan
dua lempeng (benua dan samudera) yang bergerak mendekat antara satu dengan
yang lainnya. Kemudian terjadi konvergen, plat samudera melengkung dan
terdorong ke bawah plat benua yang lebih tebal dan lebih stabil. Proses
penunjaman ini memberikan bentuk dari permukaan bumi (Malik, 2009).
Selain dari terbentuknya palung – palung yang dalam, yang merupakan
batas dari penunjaman lithosfer. Penunjaman lithosfer juga menyebabkan
terjadinya deformasi dan kompresi di daerah lempeng benua yang dekat dengan
daerah tumbukan, mengakibatkan terjadinya intrusi dari magma sehingga
terbentuk busur vulkanik. Gambar zona subduksi dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Zona subduksi (Subardjo dan Ibrahim, 2004).
25
Secara umum di Indonedia terdapat 4 bentuk zona subduksi (Subardjo dan
Ibrahim, 2004) yang terdapat pada Gambar 18.
Gambar 18. Bentuk zona penunjaman di Indonesia(Subardjo dan Ibrahim, 2004).
1. Zona Penujaman Pendek
Di sepanjang Sumatera hingga Jawa Barat, kedalaman penunjaman
sejauh 180 km, yang berarti disini zona subduksi menunjam sejauh 180 km.
Arahnya dari barat daya ke timur dengan sudut penunjaman 25º, dengan jenis
subduksi miring (oblique fault). Kedalaman palung laut Sumatera sekitar
4500 meter dengan palung laut Jawa yang mencapai 7000 meter. Lempeng
mengalami penujaman rata-rata dengan kecepatan 6,8 cm pertahun.
2. Zona Penujaman Diskontinu
Bentuk ini dapat ditemui mulai dari Jawa Tengah sampai Flores.
Kedalaman maksimum 650 km namun pada kedalaman antara 260 – 542 km
di Jawa Tengah serta kedalaman antara 280 – 360 km di Flores Barat terdapat
diskontinu lempeng. Kecepatan penunjaman lempeng berkisar 7,5 cm
26
pertahun. Gunung api terdapat pada lokasi yang berkaitan dengan kedalaman
gempabumi antara 100 dan 200 km.
3. Zona Penujaman Berbentuk Permukaan Cekung
Zona ini terdapat mulai dari Alor sampai kepulauan Kai (daerah Laut
Banda). Di wilayah Laut Banda bentuk penunjaman lempeng lebih komplek.
Sebelah selatan terdapat Palung Timor serta di utara ialah Palung Seram.
Kedua palung melingkar membentuk setengah lingkaran mulai dari selatan
pulau Timor, Tanimbar, berbelok ke atas di sebelah timur Kepulauan Kai
yang kemudian berbalik ke arah barat di sebelah utara Pulau Seram dan Buru.
Kedalaman Palung Timor sekitar 2500 meter, Palung Seram antara 4000 –
5000 meter, serta Basin Weber mencapai kedalaman 7000 meter. Zona
subduksi di daerah Laut Banda memiliki bentuk suatu permukaan yang
cekung, lempeng-lempeng tektonik menunjam dari arah utara dan arah
selatan yang bertemu di Laut Banda. Kedalamannya berkurang dari arah barat
ke timur, di sebelah barat dekat Pulau Alor penunjaman zona subduksi 650
km serta di sebelah timur dekat Pulau Tanimbar penunjamannya 96 km.
Sudut penunjaman juga berkurang dari arah barat ke timur, di palung sebelah
Selatan (Timor) dari 74º sampai dengan 16º dan di palung sebelah utara dari
57º sampai 14º terdapat diskontinu pada lempeng di sebelah selatan.
4. Zona Penujaman Berbentuk Cembung
Ditemui didaerah Maluku, Pada daerah Maluku zona subduksi memiliki
bentuk yang lebih rumit. Terdapat beberapa palung di daerah ini, yaitu Palung
Maluku yang diutaranya bersambung dengan Palung Filipina. Palung Sangihe
memanjang dari Sulawesi Utara hingga selatan Mindanao, serta Palung
27
Cotabato di bagian barat Mindanao. Zona penunjaman di daerah Maluku
membentuk suatu permukaan cembung yang diakibatkan terdapatnya
lempeng-lempeng yang masing-masing menunjam ke arah barat serta kearah
timur. Di daerah ini kecepatan penunjaman lempeng 7 cm pertahun. Di
sebelah barat kedalaman penunjaman mencapai 625 km serta disebelah timur
275 km. Di sebelah barat sudut penunjamanan adalah 32º– 51º sedangkan di
timur antara 34º - 51º. Disamping itu terdapat beberapa penunjaman lempeng
pendek di bagian barat dan bagian timur.
I. Tektonik Sumatera
Pulau Sumatera merupakan bagian dari Lempeng Eurasia yang relatif
bergerak ke arah barat daya serta berinteraksi dengan Lempeng Indo-Australia
yang terletak di sebelah barat Pulau Sumatera yang relatif bergerak ke arah
utara dengan kecepatan 6 cm/tahun. Zona pertemuan antara kedua lempeng
membentuk zona subduksi. Kemiringan subduksinya antara 1º sampai 10º
dengan dip dominan di bagian bawah wilayah Sumatera berdasarkan analisis
mekanisme sumber (focal mechanism) (Ardiansyah, 2012).
Katili dalam Supartoyo, dkk., (2014) dalam penelitiannya menyebutkan
bahwa sistem busur subduksi Sumatera dibentuk oleh penyusupan Lempeng
Benua. Lempeng Benua tebal dan tua mencakup busur vulkanik, kapur, serta
tersier. Sedimen elastis yang sangat tebal menyusup di subduksi Sumatera serta
sedimen yang tebal didorong ke atas membentuk rangkaian kepulauan. Jalur
subduksi ini membujur sepanjang pantai barat Sumatera, tidak terkecuali pantai
barat Bengkulu. Hal ini yang menyebabkan di Daerah Bengkulu dan sebagian
28
besar wilayah Sumatera rentan terhadap bahaya gempabumi. Peta tektonik
kepulauan Indonesia ditunjukan oleh Gambar 19.
Gambar 19. Peta tektonik Indonesia (Irsyam, dkk., 2010).
1. Zona Patahan di Sumatera
Akibat dari tumbukan lempeng terbentuklah patahan-patahan di
Sumatera dan Sesar Mentawai. Patahan di Sumatera dari Aceh hingga Teluk
Semangko. Provinsi Lampung dikenal sebagai Sesar Besar Sumatera.
Sedangkan Sesar Mentawai terdapat di laut, yaitu antara cekungan muka
dengan zona prismatik akresi di sebelah barat Pulau Sumatera (Hidayati,
dkk., 2010). Sesar Sumatera memiliki aktivitas yang tinggi sementara Sesar
Mentawai hanya sebagiannya saja yang memiliki aktivitas yang cukup tinggi
(Mustafa, 2010).
Beberapa patahan aktif yang terdapat di Sumatera dan parameter
gempanya ditunjukan oleh Tabel 1 dan Gambar 20 sebagai berikut:
29
29
Tabel 1. Data dan Parameter Sumatera Fault (Mustafa, 2010).
Fault Slip-RateSense Dip Top Bottom L Mmax
No Nama mm/yr Weight Mechanism (km)
1 Aceh 2 1 Strike-slip 90 3 20 230 7,7
2 Seulimeun 2,5 1 Strike-slip 90 3 20 120 7,5
3 Tripa 6 1 Strike-slip 90 3 20 180 7,7
4 Renun 27 1 Strike-slip 90 3 20 220 7,8
5 Toru 24 1 Strike-slip 90 3 20 95 7,4
6 Angkola 19 1 Strike-slip 90 3 20 160 7,6
7 Barumun 4 1 Strike-slip 90 3 20 125 7,5
8 Sumpur 23 1 Strike-slip 90 3 20 35 6,9
9 Sianok 23 1 Strike-slip 90 3 20 90 7,3
10 Sumani 23 1 Strike-slip 90 3 20 60 7,2
11 Suliti 23 1 Strike-slip 90 3 20 95 7,4
13 Dikit 11 1 Strike-slip 90 3 20 60 7,2
14 Ketaun 11 1 Strike-slip 90 3 20 85 7,3
15 Musi 11 1 Strike-slip 90 3 20 70 7,2
16 Manna 11 1 Strike-slip 90 3 20 85 7,3
17 Kumering 11 1 Strike-slip 90 3 20 150 7,6
18 Semangko 5 1 Strike-slip 90 3 20 65 7,2
19 Sunda 5 1 Strike-slip 90 3 20 150 7,6
30
Gambar 20. Sumatera Fault Zone (SFZ) (Mustafa, 2010).
2. Zona Subduksi Megathrust Sumatera
Zona subduksi Sumatera adalah wilayah yang paling sering melepaskan
energi gempabumi. Menurut sejarah kegempabumian tercatat banyak
gempabumi yang terjadi dengan magnitudo di atas 8 SR. Di bagian selatan
khatulistiwa, gempabumi besar pernah terjadi tahun 1833 (M8,9 SR) dan
pada tahun 1797 (M8,3-8,7 SR). Kedua gempabumi ini mengakibatkan
tsunami besar di perairan Sumatera Barat dan Bengkulu. Wilayah zona
subduksi di selatan dikenal sebagai Segmen Mentawai. Segmen ini kembali
melepaskan energinya sebesar Mw 8,4 pada bulan September 2007
(Setyonegoro, dkk., 2012). Terdapat empat zona pada zona subduksi dangkal
di Sumatera yaitu: Zona Subduksi Megathrust Andaman Sumatera, Zona
Megathrust Mid-1 (Nias) Sumatera, Zona Megathrust M2 (Siberut) Sumatera,
dan Zona Megathrust Southern Sumatera (Santoso dan Soehaemi, 2010).
31
Beberapa zona subduksi yang terdapat di Sumatera dan parameter
gempanya ditunjukan oleh Gambar 21 dan Tabel 2 sebagai berikut:
Gambar 21. Zona subduksi Megathrust Sumatera(Santoso dan Soehaemi, 2010).
Tabel 2. Data dan Parameter sumber gempa subduksi(Mustafa, 2010).
Mmax
No Megathrust MMax History b-val a-val (Desain)GR Char
1 Andaman-Sumatera 9,2 (26-12-2004) 0,826 4,69 8,0 9,2
2 Nias (Mid-1 Sumatera) 8,7 (28-03-2005) 0,878 4,71 8,7 8,7
3 Siberut (Mid-2 Sumatera) 8,5 (12-09-2007) 0,970 5,35 8,5 8,5
4 Southern Sumatera 7,9 (04-06-2000) 1,050 5,76 8,2 8,2
32
J. (Modified Joint Hypocenter Determination) MJHD
Metode (Modified Joint Hypocenter Determination) MJHD dikembangkan
oleh Hurukawa dan Imoto (1992) merupakan pengembangan dari metode Joint
Hypocenter Determination (JHD) yang sebelumnya telah dikembangkan oleh
Douglas (1967). Prinsip dari JHD dan MJHD adalah secara simultan
menginversikan waktu tempuh dari sekelompok data gempabumi untuk
mendapatkan lokasi hiposenter yang lebih baik dibandingkan dengan metode
single event determination (SED). Pada kedua metode ini dimasukkan faktor
koreksi stasiun yang bertujuan untuk mereduksi kesalahan akibat adanya variasi
kecepatan secara lateral (Hurukawa dan Imoto, 1992).
Pada metode SED standar, umumnya digunakan model kecepatan 1-D yang
harus ditentukan sebelumnya. Pemilihan model kecepatan 1-D ini umumnya
didasarkan pada model kecepatan yang diperoleh dari hasil pemodelan
sebelumnya atau jika tidak tersedia biasanya merujuk pada model global.
Alternatif pemilihan model cara kedua yang lebih sering digunakan dalam metode
SED standar.
Metode ini dikembangkan oleh Geiger (1910) yang merupakan iterasi
numerik dengan optimasi Gauss-Newton. Metode SED merupakan suatu metode
pengolahan data gempa mikro yang digunakan untuk menentukan hiposenter.
Hiposenter merupakan lokasi fisik berdasarkan koordinat lintang, bujur dan
kedalaman tempat terjadinya gempa. Metode SED melakukan iterasi minimum
dengan teori Geiger Adaptive Damping (GAD).
Berdasarkan propagasi gelombang dibedakan menjadi dua jenis yaitu
gelombang P dan gelombang S. Gelombang P memiliki waktu tempuh yang lebih
33
singkat dibandingkan dengan gelombang S sehingga memiliki residual waktu
kedatangan kedua gelombang. Langkah pertama adalah menebak hiposenter dan
origin time (x0, y0, z0, t0). Dalam kasus event dekat atau dalam jaringan stasiun, ini
dapat diselesaikan menggunakan lokasi dekat stasiun dengan waktu tiba pertama
dan menggunakan waktu tiba tersebut sebagai t0. Diasumsikan bahwa hiposenter
sebenarnya cukup dekat dengan nilai tebakan sehingga waktu tempuh residual itu
di hiposenter percobaan adalah fungsi linier dari koreksi yang kita punya untuk
membuat jarak hiposenter.
Dimulai dari Tobs adalah waktu tiba pertama gelombang seismik di setiap
stasiun ke-i (xi, yi, zi) dari hiposenter, adalah waktu tempuh kalkulasi
berdasarkan model kecepatan 1 dimensi bawah permukaan. Waktu residual rij
untuk stasiun i adalah selisih antara waktu tiba observasi dan waktu tiba kalkulasi
yang secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
= - (2)
Pendekatan yang paling umum untuk menggunakan solusi least squares untuk
menemukan jumlah residual kuadrat minimum e dari n observasi:
e = ∑ ( ) ² (3)
Lokasi hiposenter akan menjadi titik yang paling sesuai antara waktu kalkulasi
dan observasi dengan cara e terkecil. Residual root mean squared (RMS)
digambarkan sebagai √ . RMS diberikan dalam hampir semua program lokasi dan
umumnya digunakan sebagai panduan untuk akurasi lokasi.
Selanjutnya residual dapat dituliskan:
= ( - ) - (4)
= ∆ + ∆ + ∆ + ∆ (5)
34
Dengan
= Waktu tempuh kalkulasi di stasiun i
=( ) ( ) ( )
(6)
Persamaan yang sama juga digunakan untuk y dan z.
Dalam bentuk matriks kita dapat menuliskan:
J ∆ = ∆ (7)
[ ] [ J ]∆ = [ ] ∆ (8)
[ ] ∆ = [ ] ∆ (9)
[∆ ] = [ ] ∆ (10)
Dengan elemen penyusun matriks sebagai berikut:
J = ⎣⎢⎢⎢⎡ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⎦⎥⎥⎥
⎤(11)
∆ ∆∆∆ (12)
∆ =…… (13)
Matriks J berupa matriks kernel (jacobian), berisi derivative parsial residual waktu
tempuh tiap stasiun terhadap parameter hiposenter berukuran n x 4, dengan n
adalah jumlah stasiun pengamat dan 4 adalah representasi jumlah parameter
hiposenter yang dicari. Matriks ∆m adalah model yang diinginkan dan ∆d
merupakan matriks residual berisikan parameter residual waktu tiba yang
diperoleh dari data. Sehingga didapatkan perkiraan koordinat setelah dikoreksi,
35
diberikan oleh persamaan:
X0 + ∆x = x
Y0 + ∆y = y (14)
Z0 + ∆z = z
` t0 + ∆t = t
Dengan
x0, y0, z0, t0 : lokasi dan origin time dugaan
∆x, ∆y, ∆z, ∆t : selisih hiposenter dugaan hasil kalkulasi
x, y, z, t : lokasi dan origin time hasil kalkulasi
Selanjutnya Metode Geiger ini dikembangkan menjadi persamaan untuk metode
JHD yang dikembangkan oleh Douglas (1967) dan Fredman (1967) diberikan
penambahan besaran koreksi stasiun untuk mereduksi kesalahan akibat variasi
kecepatan lateral yang tidak diperhitungkan dalam model kecepatan 1D (Pujol,
2000).
Penambahan besaran koreksi stasiun menghasilkan formulasi residu waktu
tempuh yang diperoleh pada stasiun ke-i sebagai berikut:
= - + (15)
Tobs
adalah waktu tempuh gelombang seismik dari pusat gempa bumi ke stasiun
yang diperoleh dari selisih waktu tiba gelombang gempa bumi dengan waktu
kejadian (origin time), Tcal
adalah waktu tempuh kalkulasi dan si adalah koreksi
stasiun. Dengan menggunakan deret Taylor, Persamaan (16) dapat diuraikan
menjadi:
= + + + + (16)
36
Dimana , , adalah koreksi untuk perkiraan awal hiposenter dan
adalah origine time untuk gempa ke-j, sementra berdasarkan adalah koreksi
untuk stasiun ke-i. Koefisien , , dihitung berdasarkan model kecepatan
yang digunakan.
Jika Persamaan (16) disusun menjadi sebuah matriks untuk semua stasiun
maka persamaan matriksnya adalah sebagai berikut:00 … 0 1… 0 1⋮ ⋮0 0 ⋱ ⋮ ⋮… 1 ⎣⎢⎢⎢⎡ ⋮ ⎦⎥⎥
⎥⎤= … (17)
= +
berisi residual waktu tempuh tiap gempa, adalah matriks yang berisi partial
derivative dari residual waktu tempuh terhadap parameter hiposenter, berisi vektor
pertubasi atau perubahan parameter hiposenter terhadap parameter dugaan (awal),
dan ds adalah koreksi stasiun.
Nilai dx, dy, dz, dTo, dan dS merupakan perturbasi parameter-parameter
model yang ingin ditentukan, dalam hal ini dihimpun dalam suatu vektor m.
Vektor m diperoleh menggunakan metode optimasi kuadrat terkecil (least square
atau disingkat LSQ) dengan meminimalkan suatu fungsi objektif berupa nilai
kuadrat dari residual :( ) = ∑(0 − )² minimum (18)
Dalam metoda LSQ dibutuhkan model inisial sebagai perkiraan awal, dalam hal
ini digunakan hasil dari metoda SED. O merupakan waktu observasi dan C
merupakan waktu hasil dari kalkulasi. Setelah diperoleh nilai dx, dy, dz, dan dTo,
nilai model inisial diperbarui menjadi parameter model yang baru : x1 = x0 + dx,
37
y1 = y0 + dy, z1 = z0 + dz, dan t1 = t0 + dTo. Penyelesaian ini dilakukan secara
iteratif dengan mengasumsikan model baru yang diperoleh sebagai model inisial.
Proses iteratif ini dilakukan hingga perubahan yang diperoleh sudah tidak
signifikan lagi atau dibatasi oleh jumlah iterasi maksimum.
Metode JHD ini digunakan untuk memperbaiki lokasi gempabumi dengan
memperhitungkan adanya kesalahan dari model bumi yang digunakan
sebelumnya. Sehingga metode ini mampu merelokasi suatu kumpulan gempabumi
secara simultan menggunakan koreksi stasiun. Koreksi ini dihitung untuk setiap
stasiun pengamat yang merekam kumpulan kejadian gempa, sehingga inversi JHD
bisa menghasilkan lokasi hiposenter yang relatif lebih baik.
Namun, apabila gelombang gempabumi melewati medium yang sangat
heterogen dan sebaran stasiunnya kurang baik, maka solusi JHD menjadi tidak
stabil dan kurang dapat diandalkan. Hal ini disebabkan adanya trade – off (loosing
quality) antara nilai koreksi stasiun dengan kedalaman fokus gempabumi
(Hurukawa, dkk., 2008). Dengan memodifikasi metode JHD, Hurukawa dan
Imoto (1992) mengembangkan metode Modified Joint Hypocenter Determination
(MJHD) dengan menambahkan beberapa constrain sebagai berikut:∑ = 0∑ = 0 (19)∑ cos = 0∑ sin = 0Dimana Si adalah koreksi stasiun pada stasiun ke – i, Di adalah jarak antara
stasiun ke – i dengan pusat cluster, adalah azimut dari stasiun ke - i terhadap pusat
cluster, dan n adalah nomor stasiun. Pemberian constrain ini berdampak pada nilai
38
koreksi stasiun yang tidak bergantung pada jarak dan azimuth dari pusat cluster ke
stasiun yang ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22. Ilustrasi relokasi menggunakan MJHD(Hurukawa dan Imoto, 1992)
Meskipun metode ini mengakibatkan perubahan pada lokasi absolut
gempabumi, namun solusi yang diperoleh dari MJHD ini menjadi lebih stabil,.
Apabila gempabumi yang terjadi dalam, maka solusi menggunakan metode
MJHD akan lebih stabil dibandingkan dengan menggunakan metode JHD.
Keunggulan dari metode MJHD ini adalah tidak diharuskannya memilih master
event, dimana sangat efektif pada saat terjadi kasus gempabumi yang tidak
diamati dengan jelas di semua stasiun (Hurukawa, dkk., 2008).
MJHD merupakan metode yang digunakan untuk merelokasi posisi pusat
gempabumi (lintang, bujur, kedalaman, dan origin time). Perubahan yang
signifikan pada umumnya terjadi pada parameter kedalaman hiposenter. Relokasi
pusat gempa menggunakan metode MJHD mempunyai kelebihaan karena adanya
penambahan koreksi stasiun, sehingga meskipun model kecepatan yang digunakan
sama seperti yang digunakan untuk mendapatkan hiposenter awal, namun hasilnya
akan berbeda dan menjadi lebih akurat. Demikian pula dengan adanya
39
penambahan faktor azimuth dan jarak relatif stasiun membuat metode MJHD ini
bisa mengadaptasi variasi kecepatan lateral yang cukup heterogen serta distribusi
stasiun yang umumnya tidak merata (Aswad, dkk., 2012).
Metode MJHD ini menggunakan model kecepatan global IASP91 yang
merupakan model kecepatan bumi satu dimensi yang dihasilkan oleh
International Association of Seismology and Physics of the Earth’s Interior
(IASPEI), merupakan hasil pemodelan dengan menggunakan ribuan data
gelombang P dan S yang direkam oleh ribuan seismometer di seluruh dunia.
Model IASP91 ini berisikan parameter kecepatan gelombang P dan S. Kecepatan
IASP91 ini memerhitungkan dua lapisan diskontinuitas pada lapisan kerak bumi
dikedalaman 20 sampai 365 km, lapisan diskontinuitas dimantel bumi pada
kedalaman 410 sampai 660 km. Berikut ini merupakan model kecepatan IASP91
yang digunakan terdapat pada Gambar 23.
Gambar 23. Model kecepatan IASP91 (Putri, 2012).
Kelebihan dalam relokasi dengan menggunakan metode MJHD ini adalah
adanya penambahan koreksi stasiun pada proses penentuan ulang hiposenter
40
gempabumi. Dengan menggunakan kecepatan IASP91 akan menghasilkan
hiposenter yang lebih akurat karena asumsi dari kecepatan yang digunakan
berupa kecepatan bumi global yang mengasumsikan struktur bumi yang
heterogen.
41
IV. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu dan tempat dilaksanakannya Penelitian ini adalah sebagai berikut:
Waktu : 5 April – 3 Mei 2018
Tempat : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
Ruang InaTEWS (Tsunami Early Warning System)
Jl. Angkasa I No.2 Rw.10 Gunung Sahari Selatan
Kemayoran Jakarta Pusat, 10610
Telepon (021) 4246321
B. Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian kali ini yaitu:
1. Software Cygwin untuk melakukan relokasi data gempabumi dengan
menggunakan metode MJHD
2. Software GMT untuk melakukan plotting peta sebelum relokasi maupun
hasil dari relokasi
3. Software Excel untuk menentukan nilai perubahan rms.
C. Pengolahan Data
Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa tahap pengolahan data sebagai berikut:
1. Mengubah data gempabumi dari katalog BMKG dengan format *.txt yang
telah diubah terlebih dahulu menjadi format *.data kedalam format MJHD
agar bisa dilakukan relokasi. Data awal yang didapat dari katalog BMKG
berupa data dalam format arrival time gelombang P dan S yang terdiridari
parameter tanggal event, waktu event, lintang, bujur, kedalaman,
magnitude, rms, jumlah fase dan lainnya.
Data tersebut kemudian diubah kedalam format MJHD. Pada format data
MJHD ini, parameter yang diambil adalah origin time, lintang, bujur,
kedalaman, magnitudo dan jumlah fase dari setiap event gempabumi yang
terjadi, serta keterangan tentang stasiun pencatat.
2. Menentukan nilai Minimum Number of Earthquake (MEQ) dan Minimum
Number of Station (MNST). Nilai MEQ dan MNST digunakan sebagai
input pada program station dengan bahasa fortran yang merupakan input
parameter dalam program MJHD. Nilai MEQ yang digunakan pada
penelitian ini yaitu 4 dan MNST yang digunakan yaitu 5. MEQ merupakan
jumlah minimal gempabumi yang dicatat oleh satu stasiun, sedangkan
MNST merupakan jumlah minimal stasiun yang dipakai untuk satu
gempabumi.
3. Melakukan inversi menggunakan MJHD dengan melakukan beberapa
iterasi untuk mendapatkan hasil hiposenter yang lebih akurat. Parameter
dari inputan iterasi tersebut berupa iform atau tipe data input, nama file
masukan, nama file keluaran, longitude dan latitude kedalaman fix (ZFIX)
yaitu batas kedalaman gempabumi dalam km, residu maksimum travel
time (RESS), jumlah iterasi maksimum (ITRT), standar deviasi (STD1),
jumlah stasiun yang tidak digunakan (NAST), jumlah gempabumi pada
43
data yang tidak digunakan (NEXC), akurasi pembacaan (RANKAB),
RMAX yaitu batasan derajat dimana jika sebuah stasiun ada dalam batasan
RMAX dari pusat area maka stasiun tersebut akan dilibatkan dalam
perhitungan, pilihan mengenai hasil yang akan dicetak, magnitude
minimum (AMGM), dan nilai SLOPE.
4. Melakukan plotting dengan GMT untuk mengetahui sebaran hiposenter
sebelum dan sesudah direlokasi.
D. Diagram Alir Penelitian
Diagram alir yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 24.
Gambar 24. Diagram alir proses pengubahan format data BMKG ke MJHD
Mulai
Data waktu tiba gelombang P BMKG
Mengubah format data bmkg2mjhd.f
Data denganformat MJHD
Selesai
44
Diagram alir proses MJHD dapat dilihat pada Gambar 25.
Gambar 25. Diagram alir proses MJHD
Mulai
Format data MJHD
Proses menyeleksi stasiun station.f
Melakukan input datauntuk
Mjhd14s.fMjhd.inp
Melakukan compile Mjhd14s.f
NilaiResidual <
2 detik
Tidak
Ya
Hasil outputMjhd.outMjhd.prn
Memilih output yang akan digunakan Mjhdoutselect.f
Hasil output “Mjhd.outp”
Selesai
Plotting dengan GMT
45
Stasiun yang digunakan
PemilihanInput NST
E. Time Schdule
Time Schdule dari penyusunan skripsi ini tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Time Schdule Penyususnan Skripsi
KegiatanJadwal Kegiatan
April Mei Juni Juli
Studi Literatur
Pemilihan Data
Pemilihan Software
Pengolahan Data
Penyusunan Draft
Seminar Proposal
Seminar Hasil
Uji Komprehensif
46
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1. Hasil relokasi menggunakan Metode MJHD ini diketahui bahwa penambahan
koreksi stasiun dapat mengurangi efek akibat variasi kecepatan yang tidak
termodelkan. Nilai RMS (Root Mean Square) setelah relokasi berkisar <1.5
detik yang terkonsentrasi antara 0.1 s.d 1 detik sedangkan sebelum relokasi
berkisar >1.5 detik.
2. Hasil dari relokasi di sekitar Sesar Semangko Lampung menunjukkan bahwa
zona tersebut memiliki nilai seismisitas yang tinggi. Hasil dari relokasi
menunjukkan bahwa gempabumi yang terjadi di daerah Lampung mengalami
perpindahan hiposenter dimana sebelum relokasi memiliki nilai kedalaman
rata-rata 10 km menjadi terkonsentrasi pada kedalaman 4 km – 20 km
mengikuti arah trend Sesar Semangko. Rata-rata penyimpangan gempabumi
menggunakan metode MJHD ini berkisar 9.0706 km dari posisi awal
terjadinya gempabumi.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah perlunya penelitian lebih lanjut dengan
metode relokasi hiposenter yang lainnya Double Difference (HYPODD) untuk
dibandingkan hasilnya guna analisa keakuratan relokasi yang lebih tepat, serta
sebaiknya penelitian selanjutnya menggunakan even gempabumi yang baru.
59
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, S., 2012, Eartquake Potential Energy in the Musi Segment,Kepahiang-Bengkulu Area, Stasiun Geofisika Kepahiang.
Aswad, S., Ahmad, D., dan Budiati, M.R., 2012, Relokasi Gempa di SepanjangSesar Palu Koro Menggunakan Metode Modified Joint HyipocenterDeterministik dan Double Difference, Prodi Geofisika, JurusanGeofisika, Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin.
BMKG., 2016, http://www.bmkg.go.id/ Diakses, 29 April 2018.
BMKG Kotabumi., 2016, Peran dan Kapasitas BMKG Kotabumi DalamMendukung Sistem Peringatan Dini, Stasiun Geofisika Kotabumi.
Douglas, A., 1967, Joint Epicenter Determination, Nature, 215 : 47 – 48.
Fauzi., 2010. Analisis Data Seismogram untuk Menentukan Parameter MagnitudeGempa bumi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Fredman, H.W., 1967, A Statistical Discussion of P Residual From Explosion,Part II, Bulletin of The Seismological Soecity of America, 57 : 545-546.
Hidayati, S., Sumaryono, dan Eka, S., 2010, Tsunami Mentawai 25 Oktober2010, Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Vol 5 No 3 : 1-11.
Hurukawa, N., dan Imoto, M., 1992, Subducting Oceanic Crust of thePhilippine Sea and Pacific Plates and Weak-Zone-Normal Compressionin Kanto District, Japan, Geophys. J. Int., 109: 639652.
Hurukawa, N., 1995, Quick Aftershock Relocation of the 1994 ShikotanEarthquake and its fault plane. Geophys. Res. Lett., 22, 3159-3162.
Hurukawa, N., Popa, M., dan Radulian, M. 2008. Relocation of LargeIntermediate Depth Earthquakes in The Vrancea Region, Romania, Since1934 and a Seismic Gap. Earth, Planets and Space. 60(6):565-572.
Husein, S., 2012, Tektonik Lempeng. Jurusan Teknik Geologi. Yogyakarta:Universitas Gadjah Mada.
Irsyam, M., Sengara, W., Aldiamar, F., Widiantoro, S., Triyoso, W., Hilman,D., Kertapati, E., Meilano, I., Suhardjono, Asrusifak, dan Ridwan, M.,2010, Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Peta Gempabumi Indonesia2010, Kementerian Pekerjaan Umum.
Madlazim, 2013, Kajian Awal Tentang b Value Gempabumi di SumateraTahun 1964-2013, Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya (JPFA).
Malik., 2009, Analisa Pola Subduksi Daerah Bengkulu dengan Metode SegmenIrisan Vertikal, Skripsi, Jakarta: Akademi Meteorologi dan Geofisika.
Mangga, S.A., Amirudin, T., Suwarti, S., Gafoer dan Sidarto, 1993, PetaGeologi Tanjungkarang, Sumatera, Pusat Penelitian dan PengembanganGeologi, Bandung.
Maung, P.M., 2009, Relocation of Earthquakes in Myanmar by MJHD Method:Aftershocks of Large Earthquakes and Seismicity Along the SagaingFault, IISEE, Tsukuba, Ibaraki, Japan.
Mustafa, B., 2010, Analisis Gempa Nias dan Gempa Sumatera Barat danKesamaannya yang Tidak Menimbulkan Tsunami, Jurnal Ilmu Fisika(JIF), Vol 2 No 1.
Pujol, J., 2000, Joint Event Location – The JHD Technique and Applications toData From Local Seismic Networks, Advances in Seismic Location, 163-204.
Putri, Y.T., 2012, Relokasi Gempabumi Utama Dan Gempabumi SusulanMenggunakan Metode MJHD (Studi Kasus Gempabumi Mentawai 25Oktober 2010), Skripsi, Depok: Universitas Indonesia.
Santoso dan Soehaemi, A., 2010, Analisis Bahaya Gempabumi Lengan UtaraSulawesi, Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral (JGSM), Vol 20No 6.
Sieh, K., dan Natawidjaja, D.H., 2000, Neotectonics of th Sumateran Fault,Indonesia. Journal of Gophysical Research. Vol 105.
Setyonegoro, W., Sunardi, B., Sulastri, Nugraha, J., dan Susilanto, P., 2012,Analisis Sumber Gempabumi pada Segmen Mentawai (Studi Kasus:Gempabumi 25 Oktober 2010), Jurnal Meteorologi dan Geofisika(JMG), Vol 13 No 2.
Subardjo, dan Ibrahim, G., 2004, Pengetahuan Seismologi, Jakarta: BadanMeteorologi dan Geofisika.
Sukamto, R., Ratman, N., dan Simandjuntak, T.O., 1996, Peta GeologiIndonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Sri, W., 2008, Penentuan Magnitude Momen Gempabumi MenggunakanAmplitudo Gelombang P (Mwp) Metode Tsuboi. Skripsi Jurusan Fisika.fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas gajah Mada:tidak diterbitkan.
Supartoyo, Surono, dan Putranto, E.T., 2014, Katalog Gempabumi Merusak diIndonesia Tahun 1612-2014, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi BencanaGeologi.
USGS., 2012, https://www.usgs.gov/. Diakses 30 April 2018.