REHABILITASI SOSIAL TERHADAP KORBAN PERKOSAAN DI...
Transcript of REHABILITASI SOSIAL TERHADAP KORBAN PERKOSAAN DI...
REHABILITASI SOSIAL TERHADAP KORBAN PERKOSAAN DI
PUSAT PELAYANAN TERPADU PEREMPUAN DAN ANAK
KORBAN KEKERASAN (P2TPAKK) “REKSO DYAH UTAMI”
YOGYAKARTA
Oleh :
Ageng Widodo, S.Sos.I
NIM: 1520010006
TESIS
Diajukan kepada Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh
Gelar Magister of Arts
Program Studi Interdisciplinary Islamic Studies
Konsentrasi Pekerjaan Sosial
YOGYAKARTA
2017
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
NIM
Jenjang
Progran-r Studi
Konsentrasi
Menyatakan bahwa
penelitian/karya saya
sumbernya.
Ageng Wicioclo, S. Sos.I
I 52001 0006
Magister
lnterdiscipli rrarv I slem rc Strrdres
Pekerjaan Sosial
naskah tesis ini secara keseluruhan adalah hasil
sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk
Yogyakarla, 13 Juni 2017
Saya yang men
geng Widodo, S.
NIM:1520010006
PERNYATAAI{ BEBAS PLAGIASI
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
NIM
Jenjang
i'rogram Studi
Konsentrasi
Ageng Widoclo. S. Sos.l
1 52001 0rJ06
\ lagrste r'
Irrtert.lrseipl irtarl Isirritrc Studies
Pekcr;aan Sosial
Menyatakan bahwa naskah tesis ini secara keseluruhan benar-benar bebas
plagiasi. Jika di kemudian hari terbukti melakukan plagiasi, maka saya
ditindak sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Yogyakarta, 73 Juni 2077
dari
siap
Saya yang menyatakan,
Ageng Widodo,
NIM:152001
iii
ak xffiE !tse$ gE g&F 8kd&E,g
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
UIN ST]NAN KALIJAGA YOGYAKARTAPASCASARJANA
Tesis Berjudul
Nama
NIM
Jenjang
Program Studi
Konsentrasi
Tanggal Ujian
PENGtrSAHAN
REHABILITASI SOSIAL TERHADAP KORBAN
PERKOSAAN DI PUSAT PELAYANAN TERPADU
PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN
(P2TPAKK) "REKSO DYAH UTAMI" YOGYAKARTA
Ageng Widodo, S.Sos.I
1 5200 1 0006
Magister (S2)
I nte rdisci p I i n o ry lsl o mi c Stu di e s
Pekerjaan Sosial
21 Jdi20t7
Telah dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains
(M.si)
.Iuli 2017
PERSETUJUAN TIM PBNGUJIUJIAN TESIS
Tesis berjudul
Nama
NIM
Jenjang
Program Studi
Konsentrasi
Waktu
Hasil,{{ilai
Predikat Kelulusan
(P2TPAKK) "REKSO DYAHYOGYAKARTA
Ageng Widodo, S.Sos.l
1 s200 1 0006
Magister (S2)
Int e r cl i s c ipl i ncty' Is I ctnt ic Studies
Pekerjaan Sosial
REHABILITASI SOSIAL TERHADAP KORBANPERKOSAAN DI PUSAT PELAYANAN TERPADUPEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN
UTAMI"
Ketua/Penguji : Dr. Roma Ulinnuha, M.Hum
Pembimbing/Penguji : Dr. Nina Mariani Noor. MA.
Penguji : Ro'fah, BSW., M.A., Ph.D
diLrji di Yogr.akarta pada tanggal2l Juli2017
: 10.00 - 1 1.00 WIB
: 96 lA
: / Cum Laude*
* Coret yang tidak perlu
Telah disetujui tim penguji ujian munaqosyah
'frD"'
NOTA DINAS PEMBIMBING
Kepacla Yth.,
Direktur Pascasarjana
UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarla
Assalamualaikum Wr.Wb
Setelah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi terhadap penulisan tes"is yang
berjudul:
REHABILITASI SOSIAL TERHADAP KORBAN PERKOSAAN DIPUSAT PELAYANAN TERPADU PEREMPUAN DAN ANAK
KORBAN KEKERASAN(P2TPAKIO *REKSO DYAH UTAMI'YOGYAKARTA
Yang ditulis oleh:
NamaNIMJenjangProgram StudiKonsentrasi
Ageng Widodo1520010006MagisterInterdisciplanary Islamic StudiesPekerjaan Sosial
Saya berpendapat bahwa tesis tersebut sudah dapat diajukan kepada Pascasarjana
UIN Sunan Kalijaga untuk diujikan dalam rangka memperoleh gelar Magister ofArt
Wassalamualaikum wr.wb
Yogyakarta l?juni 2017
I!-t
It..
ina Mariani Noor, MA
' :-Y*::+
vii
MOTTO
Setiap orang yang sukses adalah pemimpi-pemimpi besar. Mereka berimajinasi
tentang masa depan, berbuat sebaik mungkin dalam setiap hal dan bekerja setiap
hari menuju visi jauh kedepan yang menjadi tujuan.
(Brian Tracy)
Kalau tak sanggup menjadi beringin yang tumbuh di puncak bukit jadilah saja
belukar. Tetapi belukar yang baik yang tumbuh di tepi danau. Kalau tak sanggup
menjadi belukar jadilah saja rumput. Tetapi rumput yang terbaik yang menjadi
tanggul pinggiran jalan. Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
rendahnya dirimu. Jadilah saja dirimu, Ya !!! sebaik-baiknya dirimu.
(Muhammad Ali)
viii
ABSTRAK
Secara umum korban perkosaan akan mengalami berbagai dampak
diantaranya dampak fisik, ekonomi, psikologis dan sosial. Berdasarkan dampak
yang dialami korban perkosaan, bantuan rehabilitasi sosial menjadi salah satu
alternatif untuk melakukan penyembuhan. Di samping itu bantuan ini diberikan
karena korban akan kembali ke lingkungan di mana dia bersosialisasi yaitu
keluarga dan masyarakat. Pekerja sosial sebagai tenaga profesional diharapkan
mampu melakukan pertolongan terhadap korban perkosaan dengan melakukan
rehabilitasi sosial. Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian
ini yaitu pertama, bagaimanakah pelaksanaan rehabilitasi sosial terhadap korban
perkosaan di Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan
(P2TPAKK) Rekso Dyah Utami, Yogyakarta. Kedua, apakah faktor pendukung
dan penghambat dalam proses rehabilitasi sosial di Pusat Pelayanan Terpadu
Perempuan dan Anak Korban Kekerasan (P2TPAKK) Rekso Dyah Utami,
Yogyakarta.
Dalam penelitian ini peneliti menerapkan metode deskriptif kualitatif,
dengan pendekatan studi kasus yang berusaha memahami secara mendalam terkait
pelaksanaan rehabilitasi sosial yang dilakukan oleh pekerja sosial. Sumber data
dalam penelitian ini dipilih secara purposive. Teknik pengumpulan data yang
peneliti lakukan dengan tiga metode yaitu observasi, wawancara dan
dokumentasi. Dalam penelitian ini peneliti mewawancarai delapam orang
informan yaitu tiga pekerja sosial, seorang pramu sosial, seorang konselor medis,
seorang konselor hukum, seorang konselor agama dan seorang psikolog.
Hasil penelitian ini sebagai berikut: pertama, pelaksanaan rehabilitasi
sosial yang dilaksanakan oleh Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak
Korban Kekerasan (P2TPAKK) Rekso Dyah Utami Yogyakarta meliputi:
assesment, terapi psikososial, kegiatan bimbingan, resosialisasi dan bimbingan
lanjut. Kedua, faktor pendukung dalam proses rehabilitasi sosial adalah keluarga,
klien, semangat spiritualitasi, terapi dan bimbingan dalam rehabilitasi, teman klien
dan sistem berjejaring. Sementara itu faktor penghambat dalam proses
rehabilitasi sosial yaitu sumber daya manusia, home visit kurang dilakukan dan
keterbatasan waktu.
Kata kunci: Perkosaan, Pekerja Sosial, Rehabilitasi Sosial, Terapi
Psikososial, RDU.
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi Arab-Latin dalam penyusunan tesis ini menggunakan
pedoman transliterasi dari Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI tanggal 10 September 1987 No. 158 dan No.
0543b/U/1988. Secara garis besar uraiannya adalah sebagai berikut:
A. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
Aliĭf اTidak
dilambangkan Tidak dilambangkan
Bă’ B Be ة
Tă’ T Te ت
Ṡă’ Ś es (dengan titik di atas) ث
Jīm J Je ج
Ḥă‟ ḥ ha (dengan titik di bawah) ح
Khă’ Kh ka dan ha خ
Dăl D De د
Żăl Ż zet (dengan titik di atas) ذ
Ră’ R Er ر
Zai Z Zet ز
Sin S Es ش
Syin Sy es dan ye ش
Ṣăd Ṣ es (dengan titik di bawah) ص
Ḍăd ḍ de (dengan titik di bawah) ض
x
Ṭă’ ṭ te (dengan titik di bawah) ط
Ẓă’ ẓ zet (dengan titik di bawah) ظ
ain ‘ Koma terbalik di atas‘ ع
Gain G Ge غ
Fă’ F Ef ف
Qăf Q Qi ق
Kăf K Ka ك
Lăm L ‘el ل
Mĭm M ‘em و
Nŭn N ‘en
Wăwŭ W W و
Hă’ H Ha
hamzah ‘ Apostrof ء
yă’ Y Ye ي
B. Konsonan Rangkap karena Syaddah ditulis rangkap
ditulis Muta’addidah يتعد دة
ditulis ‘iddah عدة
C. Ta’ Marbutah di akhir kata
1. Bila dimatikan ditulis h
ditulis ḥikmah حكة
ditulis Jizyah جسية
xi
(Ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata arab yang sudah terserap ke
dalam bahasa Indonesia, seperti zakat, salat dan sebagainya, kecuali bila
dikehendaki lafal aslinya).
2. Bila diikuti dengan kata sandang 'al' serta bacaan kedua itu terpisah,
maka ditulis dengan h.
’ditulis Karămah al-auliyă كراية األونيبء
3. Bila ta’ Marbutah hidup atau dengan harakat, fathah, kasrah dan dammah
ditulis t atau h
ditulis Zakăh al-fiṭri زكبة انفطر
D. Vokal Pendek
Fathah فعلDitulis A
Ditulis fa'ala
kasrah ذكرDitulis i
Ditulis Żukira
Dammah يذهبDitulis U
Ditulis Yażhabu
E. Vokal Panjang
1. fathah + alif ditulis Ă
ditulis Jăhiliyah جبههية
2. fathah + ya’ mati ditulis Ă
ditulis tansă تـسى
3. kasrah + ya’ mati ditulis Ĭ
ditulis Karĭm كـريى
4. dammah + wawu mati ditulis Ŭ
ditulis fur ŭḍ فروض
F. Vokal Rangkap
1. fathah + ya’ mati ditulis Ai ditulis Bainakum بيكى
2. fathah + wawu mati ditulis Au
ditulis Qaul قول
xii
G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan apostrof
ditulis a’antum أأتى ditulis u’iddat أعد ت
ditulis la’in syakartum نئ شكـرتى
H. Kata Sandang Alif +Lam
1. Bila diikuti huruf Qamariyyah ditulis dengan menggunakan huruf "Ґ"
ditulis al-Qur’ăn انقرآ
ditulis al-Qiyăs انقيبش
2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan huruf
Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkan huruf "l" (el) nya.
’ditulis as-Samă انسبء
ditulis asy-Syams انشص
I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
Ditulis menurut penulisannya.
ditulis żawҐ al-furŭḍ ذوي انفروض ditulis ahl as-Sunnah أهم انسة
xiii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi
Muhammad saw semoga kita semua mendapatkan syafa‟at di akhirat.
Tesis ini berjudul “Rehabilitasi Sosial terhadap Korban Perkosaan di
Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan (P2TPAKK)
„Rekso Dyah Utami‟ Yogyakarta” dalam hal ini peneliti ingin mengetahui
pelaksanaan rehabilitasi sosial serta faktor pendukung dan penghambat dalam
pelaksanaan rehabilitasi sosial. Peneliti menyadari bahwa terselesainya penelitian
ini karena bantuan berbagai pihak, baik itu secara langsung ataupun tidak
langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
terutama pihak yang telah membantu membantu penyelesaian tesis ini
diantaranya:
1. Bapak Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA.Ph.D, selaku Rektor
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
2. Bapak Prof. H. Noorhaidi Hasan, MA.,M. Phil., Ph.D, selaku Direktur
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
3. Teruntuk Bunda Ro‟fah Ph.D selaku ketua jurusan IIS sekaligus dosen
istimewa yang menjadi motivasi penulis untuk terus berkarya dan
berkarya. Terimakasih atas bimbingan dan perhatiannya selama awal
perkuliahan sampai selesainya penulis dalam program pascasarjana UIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
4. Iluncla Dr. Nina N{ariani Noor. MA sclaku closen pcnrbirnbing tesis yang
teiah nrenrbinrbing dan n-iengarahkan pcncliti clen-qan penuh kesabaran
dan ketelitian schingga peneliti dapat nrcn1,'elesaikan tesis ini.
5. Bapak, lbu dosen dan seluruh staff- pengajar prograrn Interrlisciltlitttuv
lslamic: StLrr.lies koscntrasi pekerjaan sosial y-ang telah r-nen-rberikan.ilmu
pengetahuarl yang luar biasa tentang clunia pekcrjaan sosial dan ilrnu-
ilmr"r lainnya.
6. Sahabat-sahabat AMPIBI (Asosiasi Pencrima Bidik Misi), KMBL
(Komunitas Minat Baca Lampurig). IFL (lkatan Fasilitator Lampr,urg),
IPPA (lkatan Putra Putri Alr,vashliyah), PMII (Per-eerakau Mahasisrva
Islam Inclonesia) Serta IKA PMI Se-lndoncsia. Terimakasih telah
mengijinkan saya berproses dan belajar banyak hal.
Dalarn pcnyuslrnan tesis ini penulis mer-ryadari bahrva karya ini masih jauh
dari kesempufflaan, baik dali isi maLrpun tata cara penulisannya. Oleh karena itu
penulis halapkan saran dan kritik yang konstruktif (membangr"ur). Dan akhir kata
semoga tesis ini bermanfaat bagi dr-uria pendidikan dair mendapat ridlta Allah
SWT, Aamiin ya Robbal'Alamin.
3 Juni20ll
:1520010006
xiv
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................... ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ............................................................... iii
PERSETUJUAN TIM PENGUJI ..................................................................... iv
NOTA DINAS PEMBIMBING .......................................................................... v
HALAMAN MOTO ........................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vii
ABSTRAK ........................................................................................................viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN .............................................. ix
KATA PENGANTAR ......................................................................................xiii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 11
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..................................................... 11
D. Kajian Pustaka ................................................................................. 13
E. Metode Penelitian ............................................................................ 19
F. Sistematika Pembahasan .................................................................. 30
BAB II REHABILITASI SOSIAL KORBAN PERKOSAAN
A. Rehabilitasi Sosial ............................................................................ 32
1. Assesment ..................................................................................... 33
2. Terapi Psikososial ......................................................................... 35
3. Kegiatan Bimbingan...................................................................... 35
4. Resosialisasi .................................................................................. 36
xvi
5. Bimbingan Lanjut ......................................................................... 36
B. Intervensi Pekerja Sosial terhadap Korban Perkosaan .................... 37
1. Faktor Penyebab dan Dampak Perkosaan .................................... 37
2. Intervensi Pekerja Sosial ............................................................... 43
BAB III GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN
A. Sejarah Berdirinya RDU .................................................................. 52
B. Pembiayaan dan Kerjasama ............................................................ 56
C. Sasaran, Tujuan dan Ruang Lingkup Kegiatan .............................. 62
D. Fasilitas Fisik dan Layanan ............................................................ 65
E. Alur Penanganan Klien .................................................................... 73
F. Data Korban Kekerasan .................................................................. 76
G. Identitas Informan ............................................................................ 78
BAB IV PELAKSANAAN REHABILITASI SOSIAL KORBAN
PERKOSAAN
A. Pendahuluan ..................................................................................... 82
1. Deskripsi Klien .......................................................................... 82
2. Pra Rehabilitasi Sosial ............................................................... 85
B. Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial ....................................................... 89
1. Assesment ................................................................................. 89
2. Terapi Psikososial...................................................................... 95
3. Kegiatan Bimbingan ................................................................ 104
4. Resosialisasi ............................................................................110
5. Bimbingan Lanjut ...................................................................113
C. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pelaksanaan Rehabilitasi
Sosial .............................................................................................. 114
1. Faktor pendukung ..................................................................115
2. Faktor penghambat ................................................................122
xvii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................125
B. Saran ...........................................................................................128
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 130
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..............................................................................137
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .........................................................................140
xviii
DAFTAR GAMBAR
No Nama Gambar Hal
1. Data Kekerasan Perempuan dalam Ranah Komunitas Tahun
2015-2017 Berdasarkan Catahu
3
2. Persentasi Kekerasan Seksual 2016 4
3. Faktor penyebab perkosaan 39
4. Tiga komponen praktik pekerja sosial 44
5. Permasalahan dalam keluarga 50
6. Alur penanganan korban 73
DAFTAR TABEL
No Nama Tabel Hal
1. Data korban kekerasan berdasarkan cakupan wilayah 76
2. Data berdasarkan jenis kasus 2012-2016 77
3. Pelaksanaan Assesment terhadap Elizabeth dan Markonah 91
4.
Tahapan dan tujuan terapi individu 97
5. Subyek terapi keluarga 102
6.
Perkembangan bimbingan fisik dalam waktu 2 bulan 105
7.
Perkembangan bimbingan spiritual 106
8.
Perkembangan bimbingan sosial dalam waktu 2 bulan 108
9.
Kegiatan resosialisasi 111
10.
Bimbingan lanjut 113
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Relasi sosial antara perempuan dan laki-laki tidak bisa terlepas dari
dua hal penting yaitu seks (jenis kelamin) dan gender. Seks sebagai bentuk
(fisik) permanen yang melekat sejak lahir sementara gender dibangun
berdasarkan konstruksi sosial.1 Perubahan paradigma telah terjadi dalam
masyarakat terkait peran sosial laki-laki dan perempuan (gender). Konsep
gender ini memfokuskan pada perbedaan peran laki-laki dan perempuan
yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan norma, nilai sosial dan
budaya masyarakat.2
Perdebatan akademis terkait konsep gender melalui proses yang
panjang, hal ini disebabkan masih adanya stereotip yang melekat dalam
suatu kelompok masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan yang seharusnya
dibangun atas dasar rasionalitas dan bebas nilai ternyata membuka ruang
bagi konsep dan dominasi gender. Keadaan dominasi gender inilah
penyebab yang menjadikan perempuan menjadi obyek dan praktek
maskulinitas.3 Terbentuknya perbedaan gender ini juga merupakan bukti
masih melekatnya budaya patriarkhi dalam masyarakat.
1Rendra Widyatama, Bias Gender dalam Iklan Televisi (Yogyakarta: Media Pressindo,
2006), 3. 2 Nuril Huda, “Analisis Gender „Bantaran Kejujuran‟ dalam kebudayaan Banjar”, Jurnal
Mu‟adalah, Vol. II No. 1, (Januari-juni 2014), 51. 3Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, Kebijakan Publik Pro Gender (Surakarta: LPP UNS dan UNS
Press, 2009), 41.
2
Budaya patriarkhi dikonstruksikan secara sosial maupun kultural
baik melalui ajaran agama maupun negara. Melalui konstruksi sosial,
gender tersosialisasikan secara evolusional yang mempengaruhi keadaan
biologis masing-masing jenis kelamin. Misalnya, karena konstruksi sosial
kaum laki-laki harus bersifat kuat, tangguh, rasional, jantan, perkasa dan
pemberani maka kaum laki-laki berlatih untuk menuju ke sifat gender
yang telah ditentukan oleh masyarakat. Sebaliknya kaum perempuan harus
bersifat lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan maka sejak bayi
sampai dewasa perempuan akan diperlakukan berbeda dengan laki-laki.4
Berdasarkan pernyataan di atas maka posisi perempuan dalam
masyarakat tidak dapat terlepas dari konteks nilai dan pandangan kultural
serta ideologis patriarkhi. Berbagai konflik yang menimpa kaum
perempuan merupakan bukti subordinasi perempuan atas nilai-nilai
patriarkhi. Ideologis patriarkhi memposisikan perempuan sebagai obyek
sehingga menyebabkan terjadi ketimpangan kekuasaan (power). Dengan
kata lain ada pihak yang merasa lebih kuat dan berkuasa terhadap pihak
lainnya. Ironisnya perempuan seringkali dijadikan target penganiayaan,
kekerasan, kejahatan serta sebagai sumber konflik.
Kejahatan dan konflik yang menimpa perempuan di antaranya
pertama, perempuan sebagai obyek untuk diperdagangkan. Kedua,
perempuan sering kali menjadi obyek penyiksaan. Ketiga, perempuan
sering kali mengalami kekerasan seksual mulai dari pelecehan seksual
4 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996), 9-10
3
sampai perkosaan. Keempat, penculikan juga sering dialami oleh
perempuan. Kelima, sampai kepada kejahatan pelacuran baik di ranah
privat maupun publik.5
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) mengeluarkan catatan tahunan (Catahu) setiap tahunnya.
Berdasarkan data komnas perempuan dalam Catahu tahun 2015-2017
menempatkan kekerasan seksual sebagai kekerasan pertama yang
menyerang perempuan. Adapun data kekerasan perempuan dalam ranah
komunitas tahun 2015-2017 berdasarkan laporan Catahu sebagai berikut:
Gambar 1: Data Kekerasan Perempuan dalam Ranah Komunitas tahun
2015-2017 berdasarkan Catahu.
Sumber: Data olahan peneliti berdasarkan Catahu 2015-2017.6
Berdasarkan data jenis kekerasan di ranah komunitas tahun 2015-
2017 di atas, secara spesifik menggambarkan bahwa pada tahun 2016
(laporan Catahu 2017) kekerasan seksual mencapai 2.270 kasus (74%),
5Romany Sihite, Perempuan, Kesetaraan dan Keadilan Suatu Tinjauan Berwawasan
Gender (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), 49. 6Komisi Perempuan Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Ringkasan Eksekutif Catatan
Tahunan 2017 (Jakarta: Komisi Perempuan Anti Kekerasan terhadap Perempuan, 2016), 26-27.
56% 61%
74%
23% 23% 16%
1% 3% 3%
20% 13%
7%
0%10%20%30%40%50%60%70%80%
2015 2016 2017
Kekerasan seksual Fisik Psikis Dan lain-lain
4
kekerasan fisik mencapai 490 kasus (16%), kekerasan khusus mencapai
229 kasus (7%) dan psikis mencapai 83 kasus (3%). Dari data tersebut
kasus tertinggi adalah kekerasan seksual di antaranya perkosaan mencapai
1.036 kasus, pencabulan 838 kasus, pelecehan seksual 251, percobaan
perkosaan 111, persetubuhan 31, dan kekerasan seksual lainya 23.
Berdasarkan data di atas maka kekerasan seksual berupa perkosaan di
urutan tertinggi yaitu 1.036 kasus atau 46%. Berikut ini adalah persentase
kekerasan seksual tahun 2016 (laporan Catahu 2017):
Gambar 2. Persentasi Kekerasan Seksual 2016.
Sumber: Data olahan peneliti berdasarkan laporan Catahu 2017.7
Menurut Majelis Umum PBB dalam The Declaration on The
Elimination of Violence Againts Women (DEVAW) yang dimaksud
dengan perkosaan merupakan tindakan kekerasan yang akan berdampak
pada seksual, fisik, sosial serta psikologis dengan cara menyakiti,
7Ibid., 27.
Perkosaan;
45,24%
Melahirkan
anak; 0,04%
Pencabulan;
36,60%
Percobaan
Pemerkosaan;
4,85%
Pelecehan Seksual;
10,96%
Persetubuhan;
1,35% Kekerasan Seksual
Lain; 0,96%
5
mengancam, merampas kebebasan perempuan baik yang terjadi dalam
kehidupan publik maupun pribadi.8
Persoalan perkosaan sebagai refleksi keinginan terhadap kekuasaan
yang terhubung dengan sistem sosial masyarakat. Perkosaan sebagai salah
satu bentuk kekerasan terhadap perempuan sebagai kerentanan posisi
perempuan terhadap kepentingan seksual laki-laki. Perkosaan sebagai
perjalanan kekuasaan bukanlah suatu perjalanan yang etis.9 Perkosaan
sebagai kejahatan seksual yang sengaja dilakukan dalam keadaan koersif
sehingga dalam hal ini perkosaan memerlukan bantuan yang serius dari
sistem peradilan pidana dan masyarakat. Melihat persoalan perkosaan
yang kompleks maka kasus ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan
kriminalitas yang melanggar Hak Asasi Manusia(HAM).10
Mengenai perkosaan, negara Indonesia telah memberikan regulasi
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah menjelaskan
di dalam Pasal 285 sebagai berikut:
“Barang siapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman
akan memakai kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya
bersetubuh dengan dia karena perkosaan di pidana dengan pidana
penjara selama-lamanya dua belas tahun”
Ketentuan dalam Pasal 285 dapat disebut sebagai kejahatan
perkosaan jika memiliki unsur-unsur pembuktian sebagai berikut:
pertama, adanya kekerasan atau ancaman kekerasan artinya pelaku
8Chineze J. Onyejekwe, “Nigeria: The Dominance Of Rape”, Journal Of International
Womans Studies, Vol.10 (Oktober 2008), 50. 9Richard J. Gelles, “Power, Sex and Violance: The Case of Marital Rape”, Journal
National Cauncil on Family Relations, Vol.26, No.4 (Oct 1977), 342. 10
Merab Kambamu Kiremire, “Repe of Prostetuties: A Toll of Male Power and Control”,
Taylor & Francis, Ltd. On Behalf of Agenda Feminist Media, No.74 (2007), 103.
6
menggunakan kekuatan fisik untuk memaksa korban dengan menampar,
memukul, menendang dan berbagai kekerasan lainnya sehingga korban
tidak berdaya. Dengan demikian seseorang perempuan dapat dikatakan
diperkosa apabila terdapat bekas-bekas kekerasan terhadap tubuhnya
misalnya memar ataupun pakaian rusak. Kedua, memaksa seorang wanita
yang bukan istrinya untuk bersetubuh baik dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan. Perbuatan memaksa dapat dilakukan dengan
perbuatan dan dapat pula dilakukan dengan ucapan. Dalam tindak pidana
perkosaan seorang perempuan dipaksa sehingga akhirnya tidak dapat
melawan dan terpaksa mau melakukan persetubuhan. Ketiga, bersetubuh
di luar perkawinan dengan pelaku. Dapat dikatakan persetubuhan, apabila
anggota kelamin pria telah masuk kedalam anggota kelamin wanita
sehingga akhirnya mengeluarkan air mani dengan wanita yang bukan
istrinya.11
Korban perkosaan dalam pemeriksaan penyidik sering diposisikan
tidak jauh berbeda dengan tersangka yang harus diperiksa secara detail
dalam waktu berjam-jam. Pihak korban yang sudah tersiksa secara
psikologis masih harus dihadapkan dengan suasana yang kurang
mendukung secara fisik maupun psikologisnya.12
Korban perkosaan
berpotensi mengalami trauma karena kegoncangan jiwa saat perkosaan
maupun sesudahnya. Korban akan terserang depresi, fobia dan mimpi
11
Wiwik Afifah,”Perlindungan Hukum bagi Perempuan Korban Perkosaan yang
Melakukan Aborsi”, Jurnal Ilmu Hukum, No. 18 (Februari 2013), 96-97. 12
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan
Seksual (Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan) (Bandung: Refika Aditama, 2001), 77.
7
buruk. Selain itu, korban perkosaan juga akan menaruh kecurigaan
terhadap orang lain dalam waktu yang lama. Bagi korban perkosaan yang
mengalami trauma psikologis yang berat ada kemungkinan akan
merasakan dorongan yang kuat untuk bunuh diri.13
Situasi dalam masyarakat dapat memperburuk trauma yang dialami
oleh korban. Korban perkosaan seringkali bersikap tertutup (introvert) hal
ini dikarenakan pandangan masyarakat tentang gejala perkosaan yang
berhubungan erat dengan citra diri dan keluarga. Korban akan khawatir
jika melaporkan kasus perkosaan yang menimpanya dianggap sebagai
keluarga yang gagal dan tidak bermoral. Terlebih lagi jika korban belum
menikah maka masyarakat akan menilai korban sudah tidak perawan atau
tidak suci. Lebih ironis lagi korban sering disalahkan misalnya karena dia
dianggap menggoda, memancing, genit serta memakai pakaian ketat
sehingga korban wajar mengalami gejala perkosaan. Korban perkosaan
akan merasa malu, bersalah, tidak berharga, terhina, takut dicederai
sehingga akan meninggalkan beban psikologis yang berat.14
Secara umum korban perkosaan akan dihadapkan dengan beberapa
dampak yaitu fisik, psikologis dan sosial. Dampak fisik menyebabkan luka
pada organ tubuh seperti terkena pukulan, tendangan, dan bentuk fisik
lainnya. Dampak psikologis menyebabkan trauma yang dialami korban
seperti menangis, murung dan menyesali dirinya sendiri secara terus
13
Ekandari Sulistyaningsih, “Dampak sosial psikologis perkosaan”, “Buletin Psikolog”
No 1 (Juni 2002), 12. 14
Mariana Amiruddin, “Kekerasan Seksual: Bukan Kejahatan Kesusilaan Melainkan
Kriminal”, Journal Perempuan, Edisi 71, 1.
8
menerus yang berakibat fatal jika tidak segera ditolong. Sementara
dampak sosial, korban akan merasa malu dan bersalah terhadap keluarga
serta lingkungan sehingga korban akan menarik diri dari pergaulan.
Melihat dampak perkosaan yang berbahaya baik pemerintah
maupun masyarakat berupaya melindungi perempuan dengan regulasi dan
membentuk pusat pemulihan (recovery center). Pemulihan melalui
rehabilitasi sosial menjadi salah satu alternatif untuk melakukan
penyembuhan. Bantuan rehabilitasi sosial diberikan kepada korban
perkosaan mengingat bahwa secara fisik, psikis dan sosial korban
mengalami trauma, depresi serta fobia yang harus mendapatkan
pertolongan. Di samping itu bantuan ini diberikan kerena korban akan
kembali ke lingkungan di mana dia bersosialisasi dengan keluarga dan
masyarakat.
Rehabilitasi sosial sebenarnya sudah dibicarakan pada taraf
Internasional yaitu Konvenan HAM PBB yang telah diratifikasi oleh
KEPRES No 36 Tahun 1990. Berdasarkan KEPRES tersebut, negara
hendaknya memberikan hak berupa pemulihan melalui rehabilitasi sosial
terhadap korban yang menderita trauma dan masalah kejiwaan.15
Sementara itu menurut Dapertemen Sosial RI Direktorat Jendral dan
Jaminan Sosial Korban Tindak Kekerasan, menjelaskan rehabilitasi sosial
sebagai bentuk pelayanan psikologis, spiritual, fisik serta sosial untuk
mengembalikan kondisi klien menjadi berfungsi seperti sebelumnya.
15
Ni Luh Ade Yuryawati, “Kajian Yuridis tentang Pemulihan Psikologis bagi Korban
Kekerasan Terhadap Perempuan”, Jurnal Ganec Swara, No. 1 (Februari 2010), 31.
9
Korban tindak kekerasan khusunya perkosaan membutuhkan semua
pelayanan dan bantuan tersebut.16
Berdasarkan penjelasan dari konvensi HAM PBB dan Dapertemen
Sosial RI Direktorat Jendral dan Jaminan Sosial Korban Tindak
Kekerasan, dalam melaksanakan rehabilitasi sosial memerlukan tenaga
profesional. Pekerja sosial sebagai tenaga profesional diharapkan mampu
memberikan pertolongan yang tepat (intervensi) terhadap korban
perkosaan. Proses rehabilitasi yang dilakukan oleh pekerjaan sosial
menekankan pada penyembuhan fisik, psikologis dan sosial sehingga
korban dapat melewati proses adaptasi yang berat dan dapat bersosialisasi
kembali dengan keluarga dan masyarakat. Dalam pelaksanaan rehabilitasi,
pekerjaan sosial memerlukan kolaborasi dengan berbagai pihak di
antaranya tenaga medis, tenaga hukum, tenaga psikolog termasuk
subsistem dari korban tersebut yaitu keluarga dan masyarakat di mana
korban perkosaan berasal.
Menanggapi kasus perkosaan yang semakin merajalela, Pemerintah
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengeluarkan beberapa produk
hukum di antaranya Peraturan Daerah DIY nomor 3: tahun 2012 tentang
perlindungan perempuan dan anak provinsi DIY yang menangani masalah
perlindungan perempuan dan anak. Salah satu kegiatan tersebut adalah
melakukan pelayanan perlindungan perempuan dan anak korban
kekerasan. Pelaksana teknis kegiatan ini adalah Pusat Perlindunagn
16
Kementrian Sosial RI, Rehabilitasi Sosial Korban Traffiking Perempuan dalam Rumah
Perlindungan Sosial Wanita (Jakarta: Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial Direktorat Jendral
Rehabilitasi Sosial Kementrian Sosial RI, 2011), 17.
10
Terhadap Perempuan dan Anak Korban Kekerasan (P2TPAKK) „Rekso
Dyah Utami‟ Yogyakarta.17
(Selanjutnya peneliti menyebutnya RDU).
Kelebihan lembaga RDU dibanding dengan lembaga lainnya di
antaranya pertama, RDU merupakan lembaga pemerintah yang proaktif
dan secara khusus berfokus dalam upaya rehabilitasi sosial termasuk
korban perkosaan. Kedua, dalam pemberian layanan, RDU menggunakan
sistem berjejaring. Sistem berjejarang merupakan penanganan yang
dilakukan secara komprehensif, dalam hal ini klien korban perkosaan akan
mendapatkan pelayanan terbaik karena RDU dalam pelaksanaan
rehabilitasi sosial telah bergabung dalam Forum Perlindungan Korban
Kekerasan (FPKK).
Selain berfokus terhadap layanan rehabilitasi sosial dan sistem
penanganan berjejaring, seluruh fasilitasi yang diberikan kepada klien
bersifat gratis. Pendanaan atas kegiatan perlindungan bagi korban
termasuk korban perkosaan dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Pendanaan
ini dibebankan kepada APBD dan atau sumber lain dengan peraturan
daerah Provinsi DIY tersebut.18
Berdasarkan beberapa uraian di atas
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait pelaksanaan
rehabilitasi sosial yang dilakukan oleh RDU terhadap korban perkosaan.
17
Yonahes Cristian Adiyuwara,”Perencanaan dan Implementasi Perlindungan Perempuan
dan Anak Korban Kekerasan di DIY (Studi pada P2TPA “RDU” DIY)”, Jurnal Ilmiah
Administrasi Publik (JIAP), No. 1 (2016), 28 18
Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan „Rekso Dyah
Utami‟ Yogyakarta, Profil Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan
„Rekso Dyah Utami‟ (Yogyakarta: BPPM DIY, 2012), 1-5
11
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan rehabilitasi sosial terhadap korban
perkosaan di Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Korban
Kekerasan (P2TPAKK) Rekso Dyah Utami, Yogyakarta?
2. Apakah faktor pendukung dalam penghambat dalam proses rehabilitasi
sosial terhadap korban perkosaan di Pusat Pelayanan Terpadu
Perempuan dan Anak Korban Kekerasan (P2TPAKK) Rekso Dyah
Utami, Yogyakarta?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: pertama, menjelaskan dan
menggambarkan pelaksanaan rehabilitasi sosial di Pusat Pelayaan
Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan (P2TPAKK) Rekso
Dyah Utami, Yogyakarta. Kedua, menjelaskan dan menggambarkan
faktor pendukung dan penghambat dalam rehabilitasi sosial di Pusat
Pelayaan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan
(P2TPAKK) Rekso Dyah Utami, Yogyakarta.
2. Kegunaan Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat dilihat dari segi
teoritis dan praktis. Adapun kegunaan teoritis dan praktis sebagai
berikut:
12
a. Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan
dalam kajian keilmuan bidang pekerjaan sosial pada khususnya
dan di bidang ilmu pengetahuan pada umumnya.
2. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memotivasi peneliti lain
untuk mengadakan penelitian lebih lanjut terkait pelaksanaan,
faktor pendukung dan penghambat proses rehabilitasi sosial
terhadap korban perkosaan yang belum terungkap dalam
penelitian ini.
b. Manfaat Praktis
1. P2TPAKK Rekso Dyah Utami Yogyakarta
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
positif bagi lembaga Pusat Pelayaan Terpadu Perempuan dan
Anak Korban Kekerasan (P2TPAKK) Rekso Dyah Utami,
Yogyakarta berupa masukan-masukan dalam pelaksanaan
rehabilitasi sosial.
2. Korban perkosaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi bagi korban
perkosaan untuk dapat survive kembali dalam masyarakat serta
mampu mengatasi segala permasalahan yang dihadapinya. Selain
itu korban diharapkan mampu mengikuti rehabilitasi dengan baik.
13
3. Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-
masukan khususnya bagi masyarakat untuk membantu
keberfungsian sosial korban perkosaan. Untuk itu masyarakat
perlu memberikan perhatian penuh bagi korban perkosaan.
D. Kajian Pustaka
Penelitian tentang perkosaan sudah banyak dilakukan sehingga peneliti
perlu mensejajarkan penelitian-penelitian sebelumnya untuk menghindari
duplikasi serta dapat menjamin keaslian dalam penelitian ini. Peneliti akan
menyajikan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dan memiliki korelasi
dengan objek penelitian ini. Dalam bagian kajian pustaka ini peneliti akan
memaparkan sejauhmana penelitian yang telah dilakukan terhadap subyek
bahasan, perbedaan dan kesamaan serta kontribusi penelitian yang dilakukan
terhadap kajian yang sama. Beberapa penelitian di bawah ini peneliti
kelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Perkosaan: Perspektif Hukum dan Upaya Penanggulangan
Penelitian tentang kejahatan perkosaan dalam perspektif hukum
telah dilakukan oleh beberapa peneliti berikut di antaranya: Ni Made Dwi
Kristiani.19
Ni Made meneliti tentang “Kejahatan Perkosaan Ditinjau dari
Perspektif Kriminologi”. Penelitian ini mengkritisi Pasal 285 KUHP,
secara yuridis pengaturan kejahatan kekerasan perkosaan harus memenuhi
unsur dalam pasal tersebut. Adanya unsur kekerasan merupakan unsur
19
Ni Made Dwi Kristiani, “Kejahan kekerasan Seksual (Perkosaan) ditinjau dari
perspektif kriminologi”, Journal Magister Hukum Udiyana, Vol 7 No 3 (2014), 371-382.
14
pembeda antara perkosaan dengan kejahatan kesusilaan yang lain. Dalam
perspektif kriminologi, unsur ini dijadikan kunci pengkualifikasian suatu
perbuatan dikatakan sebagai perkosaan atau bukan. Ni Made menyebutkan
dalam penelitiannya dalam upaya penanggulangan kejahatan perkosaan
harus dilakukan secara kompak antara masyarakat dan pemerintah. Upaya
dalam lingkungan masyarakat dapat dilakukan dengan pendidikan hukum.
Selain itu pendidikan moral dan agama tetap menjadi prioritas dengan
memegang teguh terhadap pancasila. Pemerintah juga diharapkan
memperbarui produk perundang-undangan dengan mengoptimalkan saksi
pidana agar pelaku jera.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Hilary Chucwuka Achunike
dan Rimamsikwe Habila Kitause di Negeria, Afrika Barat.20
Penelitian
menggunakan metode fenomenologis dengan desain ekspositori. Hasil
penelitian menjelaskan bahwa untuk memberantas kejahatan perkosaan
perlu melibatkan berbagai elemen di antaranya Gereja, orang tua,
masyarakat sipil, LSM dan pemerintah. Gereja di Negeria terlibat aktif
dalam membatasi permasalahan sosiomoral masyarakat Nigeria. Gereja
telah melakukan berbagai penanganan dengan mengkhotbahkan injil
terkait martabat mendasar pribadi dan kesetaraan semua manusia dalam
hak dan tugas. Selain itu gereja juga memberikan kontribusi pada
pengembangan beberapa kehidupan budaya dan sosial.
20
Hilary Chucwuka Achunike dan Rimamsikwe Habila Kitause, “Rape Epidemic In
Negeria: Cases, Causes, Consequences and Responses to the Pandemic”, IMPACT:International
Journal of research in Applied, Natural and Social Sciences (IMPACT:IJRANSS), Vol.2 (Januari
2014), 31-44.
15
Sementara itu Mfrekemfon P.Inyang dan Nwakwaola Chidi
Linda21
membahas terkait pemerkosaan, faktor predisposisi pemerkosaan,
efek pada anak perempuan dan perawatan korban pemerkosaan. Saran
yang memadai dibuat untuk mencegah anak perempuan dari pemerkosaan.
Setiap tindakan pencegahan harus dilakukan untuk mencegah agar
perempuan tidak diperkosa karena memiliki efek jangka panjang terhadap
mereka. Orangtua, terutama ibu harus memastikan bahwa anak perempuan
mereka menghindari hal-hal dan lingkungan yang akan memengaruhi
mereka untuk diperkosa dan standar moral yang baik harus dijaga di
rumah dengan cinta di antara anggota keluarga. Selain itu remaja (anak
perempuan) memerlukan informasi yang akurat tentang faktor predisposisi
pemerkosaan dan pengaruhnya untuk mencegahnya. Pendidik kesehatan
harus dapat menangani aspek psikologis dari masalah ini karena
kebanyakan korban perkosaan memiliki trauma jangka panjang. Setiap
orang harus terlibat dalam pencegahan pemerkosaan untuk mengurangi
kemunculannya dalam masyarakat dan pemerkosa harus dihukum karena
hal ini akan membantu mengurangi ancaman di masyarakat.
Secara general ketiga penelitian di atas lebih fokus membahas
perlindungan hukum korban perkosaan dan upaya penanggulangnya.
Penelitian-penelitian di atas tidak menyinggung secara spesifik terkait
rehabilitasi sosial yang dilakukan oleh instansi terhadap korban perkosaan
sehingga terdapat perbedaan yang signifikan dengan peneliti.
21
Mfrekemfon P.Inyang dan Nwakwaola Chidi Linda,“Rape and the Girl Child”, IOSR
Journal of Dental and Medical Sciences (IOSR-JDMS), Vol.14, (Januari 2015), 52-56.
16
2. Perkosaan: Dampak Sosial Psikologis
Perkosaan sebagai tindakan kekerasan menyebabkan dampak sosial
dan psikologis korban. Penelitian terkait dampak sosial psikologis korban
perkosaan telah dilakukan oleh beberapa peneliti di antaranya M.Anwar
Fuadi22
serta Sushama dan Sanjedda.23
Penelitian yang dilakukan oleh Anwar mengkaji secara detail
terhadap dampak psikologis yang dihadapi oleh korban perkosaan. Dalam
penelitian ini Anwar meneliti dua subyek korban perkosaan. Kedua subyek
ini mengalami dampak psikologis berupa Post Traumatic Stress Disolder
(PTSD). PTSD merupakan reaksi psikologis yang terjadi akibat traumatik
yang mengancam korban atau disebut dengan situasi stress dengan depresi,
kecemasan dan ketakutan. Berbagai pikiran negatif yang membuat subyek
mengalami tekanan yang bersifat kronik, hal ini berpengaruh pada psikis
dan psikologis subyek. Untuk menghindari berbagai tekanan, berbagai
strategi coping dilakukan di antaranya mencari dukungan sosial dari LSM,
menggunakan aktifitas alternatif, berusaha, membangun suatu pemikiran
yang positif dan mencari dukungan moral terhadap stressor.
Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Sushama dan Sanjedda
terkait dampak perkosaan di Delhi, India. Delhi merupakan salah satu
daerah yang memiliki angka perkosaan tinggi, untuk itu diperlukan
visibilitas dan perhatian dari masyarakat serta negara. Dalam melakukan
22
M.Anwar Fuadi,”Dinamika Psikologis Kekerasan Seksual: Sebuah Studi
Fenomenologi”, Journal Psikologi Islam: Lembaga Peneliti Psikologi dan Keislaman, Vol 8 No.2
(Januari 2011), 191-208. 23
Sushma Suri and Sanjedda, “An Analytical Study of Rape in Delhi”, International
Journal of Education and Psychological Research (IJEPR),Vol.2 (Agustus 2013), 60-68.
17
penelitian, peneliti menggunakan pendekatan studi kasus dengan
wawancara secara informal. Sebanyak 100 korban perkosaan dari rumah
penampungan diambil sebagai sampel penelitian. Hasil penelitian
menjelaskan bahwa, korban perkosaan adalah mereka yang memiliki
pendidikan rendah atau bahkan buta huruf, belum menikah dan sosial
ekonomi yang rendah. Adapun dampak dari perkosaan dalam penelitian ini
korban akan mengalami stigma sosial, aib dan merasa bersalah terhadap
dirinya sendiri sehingga korban mengalami tekanan psikis dan kesehatan
mental yang buruk. Korban Perkosaan akan berfikir dua kali untuk
melaporkan kasus perkosaan karena merasa malu, lemah dan terluka.
Korban perlu diyakinkan bahwa mereka layak untuk mendapatkan
pertolongan dan klarifikasi atas kejadian yang menimpa mereka.
3. Rehabilitasi Sosial Korban Perkosaan
Rehabilitasi sebagai proses pemulihan terhadap korban perkosaan
merupakan bantuan yang diperlukan oleh korban perkosaan. Beberapa
penelitian terkait rehabilitasi korban perkosaan di antaranya: Phebe Illenia
S dan Wulan Handadari24
.
Penelitian yang dilakukan oleh Phebe dan Wulan membandingkan
dua informan korban perkosan dalam pemulihan diri. Kedua informan
memiliki latar belakang kekerasan seksual yang berbeda namun kedua
informan tersebut dapat pulih dari trauma yang dialaminya dengan
melakukan terapi. Bagi informan pertama, faktor yang mempengaruhi
24
Phebe Illenia S dan Walan Handadari, “Pemulihan diri pada korban kekerasan seksual”,
Journal INSAN vol 13 No 2 (Agustus 2011), 118-128.
18
adalah dukungan dari keluarga dan penerimaan teman, dan proses terapi
yang diikutinya. Begitu juga dengan informan kedua, faktor yang
mempengaruhi proses pemulihan adalah keluarga, penerimaan teman dan
terapi yang dilakukan. Di sini peneliti menarik central dari penelitian ini
bahwa significant other sangat mempengaruhi proses rehabilitasi korban
perkosaan.
Sementara itu Ekandari, Mustaqfirin dan Faturochman25
meneliti
terkait “Perkosaan, Dampak dan Penyembuhannya”. Hasil dari penelitian
ini terlihat betapa dukungan keluarga terhadap korban memiliki pengaruh
yang sangat besar terhadap rehabilitasi korban perkosaan. Korban
perkosaan memiliki kemungkinan mengalami stres paska perkosaan
seperti kesakitan secara fisik, rasa bersalah, takut, cemas, malu, marah,
dan tidak berdaya. Dukungan keluarga secara emosional, psikologis,
sosiologis dan materi membantu korban dalam menghadapi trauma yang
dihadapi.
Dari kedua penelitian di atas maka peneliti mendeskripsikan
kesamaan dan perbedaan dalam kajian peneliti. Adapun persamaan
penelitian yang peneliti angkat dengan tulisan di atas adalah sama-sama
membahas tentang perkosaan dan rehabilitasinya. Sedangkan letak
perbedaannya adalah dilihat dari pertama, pendekatan penelitian yang
digunakan dalam mengumpulkan data penelitian tentu berimplikasi
25
Ekandari, Mustaqirin Dan Faturachman, Perkosaan,“Dampak dan Alternatif
Penyembuhannya”, Jurnal Sosial Vol. III, No. 7. (Juli 2012), 1-18.
19
terhadap hasil dalam kajian peneliti. Kedua, obyek penelitian, selain aspek
pendekatan yang menjadi perbedaan adalah objek penelitian hal ini terlihat
jelas dan sudah tentu hasil yang peneliti paparkankan berbeda dengan
penelitian terdahulu. Ketiga, kedua penelitian di atas tidak membahas
tentang rehabilitasi sosial yang dilakukan oleh lembaga.
Sebagai catatan dari peneliti, orang (peneliti) yang menulis terkait
perkosaan ini cukup banyak serta banyak ditemukan di berbagai jurnal
yang tidak memungkinkan untuk peneliti masukan secara menyeluruh.
Beberapa karya penelitian di atas merupakan tulisan yang peneliti anggap
sesuai dengan kajian dari tulisan peneliti.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Peneliti menggunakan jenis penelitian studi kasus. Studi kasus
dipahami sebagai jenis penelitian yang mendalam tentang suatu aspek
lingkungan sosial termasuk manusia yang merupakan unsur di
dalamnya. Studi kasus dapat dilakukan terhadap individu (pekerja
sosial), segolongan manusia (keluarga) serta lingkungan hidup
manusia (masyarakat). Bahan studi kasus dapat diperoleh dari sumber-
sumber seperti laporan pengamatan, catatan pribadi, kitab harian atau
biografi orang yang diselidiki, laporan atau keterangan dari orang yang
mengerti tentang obyek penelitian tersebut.26
26
S.Nasution, Metode Reseach:Penelitian Ilmiah (Jakarta: Bumi Aksara, 2007),
25.
20
Peneliti menggunakan studi kasus dengan tujuan untuk
mendeskripsikan, mengungkap dan menjelaskan tentang pelaksanaan
rehabilitasi sosial terhadap korban pemerkosaan di RDU. Selain itu
juga untuk menjelaskan faktor pendukung dan penghambat dalam
proses rehabilitasi sosial di RDU.
2. Pendekatan penelitian
Selain menggunakan jenis penelitian studi kasus, peneliti juga
menggunakan pendekatan kualitatif. Secara terminologi pendekatan
kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
pelaku yang dapat diamati.27
Pada penelitian kualitatif memerlukan
identifikasi partisipan serta memberi informasi yang mendalam
berkaitan penelitian ini, dalam penelitian kualitatif diperlukan izin
akses mendalam ke partisipan dengan tidak membatasi pandangan
partisipan.
Tujuan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk
mengidentifikasi masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan
rehabilitasi sosial di RDU. Peneliti mendengar pandangan informan
secara holistik yakni dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata
untuk menggali data pelaksanaan rehabilitasi sosial dan berbagai
informasi yang dibutuhkan. Selain Mendeskripsikan pelaksanaan,
27
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung:PT. Remaja
Posdakarya,2013), 4.
21
peneliti juga mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat
dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial di RDU.
3. Informan Penelitian
Informan penelitian ini adalah pihak-pihak yang melaksanakan
rehabilitasi sosial terhadap korban perkosaan di RDU. Adapun dalam
penelitian ini peneliti mewawancarai delapan orang di antaranya tiga
orang pekerja sosial, konselor hukum, koselor agama, konselor medis,
tenaga psikolog, dan seorang pramu sosial. Delapan informan tersebut
merupakan tenaga professional dalam melaksanakan rehabilitasi sosial
terhadap korban perkosaan di RDU.
Adapun kriterian informan dalam penelitian ini adalah pertama,
pekerja sosial yang memahami proses pelaksanaan rehabilitasi sosial
terhadap korban perkosaan. Kedua, pekerja sosial yang terlibat
langsung dalam proses rehabilitasi sosial terhadap korban perkosaan.
Ketiga, pekerja sosial yang telah menangani masalah rehabilitasi sosial
minimal 2 tahun.
4. Sumber Data
Sumber data merupakan subyek dari mana data didapat dan
diperoleh.28
Sumber data dalam penelitian ini dipilih secara purposive
dengan pengambilan data melalui pertimbangan tertentu. Misalnya
orang tersebut mengerti tentang apa data yang peneliti harapkan,
sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi
28
Suharsimi Arikunto, Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), 129.
22
sosial yang akan diteliti. Menurut Spradley dalam Sugiyono, sumber
data dalam penelitian setidaknya memiliki kriteria yaitu mereka yang
masih terlibat pada kegiatan yang sedang diteliti dan mereka yang
memiliki waktu untuk memberikan informasi kepada peneliti.29
Sumber data penelitian ini adalah pekerja sosial sebagai pelaksana
dalam rehabilitasi sosial korban perkosaan. Selain pekerja sosial
peneliti juga mendapatkan data terkait pelaksanaan rehabilitasi sosial
dari konselor hukum, psikolog, konselor medis, konselor agama dan
pramu sosial. Hal ini peneliti lakukan karena tenaga tersebut ikut serta
dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial terhadap korban perkosaan di
RDU.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan bagian terpenting dalam
suatu penelitian. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan tiga
teknik penelitian kualitatif yaitu:
a. Observasi
Observasi atau sering disebut sebagai pengamatan adalah
proses di mana peneliti mengamati atau terjun langsung dalam
lokasi penelitian. Proses pengumpulan informasi dengan cara
mengamati dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data
langsung dari objek penelitian. Dalam melakukan pengamatan juga
melakukan pencatatan guna memperoleh data yang lebih kongkrit
29
Sugiyono, Metode Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfa Beta. CV, 2009),
221.
23
dan jelas.30
Pengumpulan data melalui observasi menurut Spradley
dalam Arikunto terdiri atas tiga komponen yaitu tempat, pelaku
dan aktifitas. Dengan menggunakan tiga komponen ini akan
memperoleh data yang sistematis, efektif dan efisien.31
Data yang dihrapkan diperoleh oleh peneliti dengan
menggunakan metode observasi adalah pelaksanaan rehabilitasi
sosial terhadap korban perkosaan, faktor pendukung dan
penghambat dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial korban
perkosaan di RDU. Dengan menggunakan observasi, peneliti
mengumpulkan data dengan cara mengamati pelaku dalam
melaksanakan rehabilitasi sosial terhadap korban perkosaan di
RDU.
b. Wawancara
Interview atau wawancara merupakan teknik pengumpulan
data yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung
antara peneliti dengan narasumber. Wawancara juga disebut
sebagai proses interaksi dan komunikasi verbal dengan tujuan
untuk mendapatkan informasi penting yang diinginkan.32
Hasil dari
wawancara ini peneliti rekam dan rangkum dengan tidak
mengubah konteks dari isi hasil wawancara tersebut. Dengan
menggunakan wawancara peneliti memperoleh data yang lebih
30
Ahsannudin Mudi, Profesional Sosiologi (Jakarta: Mendiatama, 2004), 44. 31
Suharsimi Arikunto, Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, 229. 32
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian, Sosial Pendidikan (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2009), 179.
24
mendalam, karena mampu menggali pemikiran atau pendapat
secara detail.
Peneliti melakukan wawancara langsung kepada informan
yaitu pekerja sosial, konselor agama, konselor hukum, konselor
medis, psikolog dan pramu sosial. Dalam melakukan wawancara
ini peneliti menyiapkan pedoman pertanyaan dan tape atau
recorder hal ini untuk memudahkan proses pengumpulan data.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya
monumental dari seseorang. Dokumentasi dapat mencakup diaries,
surat, catatan pribadi, jurnal personal, foto keadaan objek yang
diteliti, email dan lain-lain.33
Peneliti juga selektif dalam memilih
dokumen yang dijadikan sumber penelitian karena tulisan
seringkali tidak sistematis (dokumen pribadi), tidak akurat, ditulis
dalam masa untuk tujuan tertentu sehingga perlu rekonstruksi.34
Data dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah arsip-arsip dokumen rapat dan laporan tahunan yang
berhubungan dengan pelaksanaan rehabilitasi sosial terhadap
korban perkosaan di RDU. Dokumen sebagai pelengkap bagi
peneliti setelah menggunakan metode observasi dan wawancara
33
Sugiono, Metode Penelitian Kombinasi Mixed Methods (Bandung: Alfabeta, 2013),
326. 34
Basri Ms, Metodologi Penelitian Sejarah ( Pendekatan , Teori Dan Praktik ) ( Jakarta:
Restu Agung, 1997), 63.
25
dalam penelitian kualitatif. Data yang diambil dari dokumentasi ini
adalah letak geografis RDU, letak monografis RDU, buku profil
dari BPPM Yogyakarta, buku saku RDU, buku profil RDU, data
korban kekerasan RDU dan berbagai data yang berkaitan dengan
informan.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar
sehingga dapat ditemukan tema, dirumuskan tema dan hipotesis
penelitian. Prinsip utama dalam analisis data adalah bagaimana
menjadikan data atau informasi yang telah dikumpulkan disajikan
dalam bentuk uraian dan sekaligus memberikan makna atau
interprestasi sehingga informasi memiliki signifikan ilmiah atau
teoritis. 35
Setelah data terkumpul sesuai kebutuhan baik data dari
interview, observasi dan dokumentasi data-data tersebut diolah
sebagai laporan. Dengan demikian akan terlihat kesesuaian ideal
dalam teori dan kenyataan di lapangan. Selanjutnya dengan
diketahui adanya persamaan dan perbedaan tersebut dijadikan
landasan dalam melakukan analisa. Dibutuhkan analisa secara teliti
35
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara,
1997), 98.
26
dan cermat untuk mendapatkan data akhir yang baik dan mudah
dibaca.36
Peneliti menggunakan analisis data kualitatif, adapun hal-
hal yang terdapat dalam analisis kualitatif, akan muncul data
terwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka. Menurut Matthew
B. Miles dan A. Michael Huberman dalam Munawaroh bahwa
analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara
bersamaan yaitu: pertama, reduksi data sebagai proses pemilihan,
pemusatan perhatian, pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan
transformasi data yang muncul dari catatan-catatan tertulis di
lapangan.
Kedua, penyajian data sebagai sekumpulan informasi
tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian yang paling
sering digunakan pada data kualitatif pada masa lalu atau dalam
bentuk naratif. Dengan menggunakan bentuk naratif akan
memudahkan, menggambarkan dan memahami penelitian tersebut.
Teks berbentuk naratif merupakan ciri dalam penelitian kualitatif.
Ketiga, verifikasi sebagai kegiatan analisis ketiga yang
paling penting adalah menarik kesimpulan (verifikasi). Penarikan
kesimpulan sebagai kegiatan atau konfigurasi yang utuh. Pada
36
Muhammad Nazhir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), 358.
27
tahap ini peneliti melakukan pengkajian dengan simpulan yang
telah diambil dengan data pembanding teori tertentu.37
7. Validitas data
Validitas data dilakukan dalam rangka untuk membuktikan
data yang diperoleh dengan keadaan sesungguhnya. Hal ini
dilakukan dalam upaya memenuhi informasi yang dikemukakan
oleh peneliti sehingga mengandung nilai kebenaran.38
Upaya
peneliti dalam memperoleh keabsahan data dapat dilakukan dengan
beberapa teknik di antaranya:
a. Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan pengamatan dilakukan dengan cara
kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawacara lagi
dengan informan hal ini dilakukan untuk menguji kredibilitas
data penelitian ini.
b. Ketekunan pengamatan
Ketekunan pengamatan bermaksud menentukan ciri-ciri
dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan
persoalan atau isu yang sedang dicari kemudian memusatkan
dari pada hal-hal tersebut dengan rinci. Pengamatan sangat
dibutuhkan dengan penelitian kualitatif dengan tujuan untuk
menghindari data yang tidak benar yang diperoleh dari
informan yang bisa jadi objek akan menutup diri dari fakta
37
Munawaroh, Panduan Memahami Metedologi Penelitian (Malang: Intimedia, 2012),
85. 38
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian, 325.
28
yang sebenarnya. Oleh karena itu ketekunan penelitian dalam
pengamatan sangat dituntut lebih serius.
c. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu
sendiri. Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini
diantaranya:
1) Triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan dan
mengecek kembali kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh pada waktu yang cukup dan alat yang berbeda
dengan metode kualitatif.
2) Triangulasi dengan metode, wawancara berarti suatu
strategi dengan pengecekan kepercayaan penemuan hasil
penelitian beberapa sumber data dengan metode yang sama.
3) Triangulasi dengan teori, berdasarkan anggapan bahwa
fakta tertentu tidak dapat diperiksa terhadap kepercayaan
dengan satu atau teori yang lebih.39
8. Kode Etik Penelitian
Penelitian kualitatif memerlukan identifikasi partisipan serta
memberi informasi yang mendalam berkaitan penelitian, dalam
penelitian kualitatif diperlukan izin akses mendalam ke partisipan dan
39
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian, 330
29
tempat dengan tidak membatasi pandangan partisipan.40
Kode etik
menentukan bagaimana sikap seorang peneliti terhadap objek
penelitian. Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengurus
perizinan sebagai salah satu prosedur etis yang harus dipenuhi sesuai
dengan alur perizinan yang telah ditentukan oleh institusi setempat.41
Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu
melakukan perizinan kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
(Kesbangpol) Daerah Istimewa Yogyakarta. Setelah mendapatkan
surat pengantar penelitian, peneliti mengajukan perizinan ke Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM) Daerah Istimewa
Yogyakarta. Setelah itu BPPM kemudian mengeluarkan surat izin
guna melanjutkan penelitian di RDU
Pihak RDU menghubungkan peneliti dengan informan dan
berbagai sumber data yang diperlukan peneliti. Fokus penelitian ini
adalah untuk mengamati pelaksanaan rehabilitasi sosial, faktor
pendukung serta kendala yang dihadapi dalam rehabilitasi sosial
terhadap korban perkosaan. Konsekuensi dalam hal ini adalah peneliti
dituntut untuk menyesuaikan proses penelitian dengan ritme kerja para
informan penelitian.
Lebih dari 50% profesi informan selain sebagai pekerja sosial
di RDU juga merupakan anggota LSM atau praktisi di lingkungan
40
Sugiono, Metode Penelitian Kombinasi (mixed methods)( Bandung: Alfabeta, 2013 ),
285. 41
John W Cresswell, Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), 134.
30
Yogyakarta. Hal ini berimplikasi terhadap sulitnya untuk menemui
informan (pekerja sosial) untuk menggali dan mengumpulkan data.
Peneliti harus menyesuaikan dengan jadwal informan terkadang
peneliti juga harus ikut serta dalam kegiatan LSM yang dilakukan oleh
pekerja sosial RDU misalnya pada tanggal 21 April 2017 peneliti
harus bertemu dengan Margaret (nama samaran) sebagai pekerja
sosial di RDU. Meskipun informan memiliki jadwal yang padat
peneliti tetap bisa bertemu dengan informan untuk menggali data
pelaksanaan rehabilitasi sosial.
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti diharuskan untuk
merahasiakan identitas informan, korban dan keluarga. Untuk itu
peneliti menggunakan nama samaran dalam tesis ini. Peneliti tetap
menerapkan kode etik dalam penelitian ini misalnya sebelum
melakukan perekaman peneliti terlebih dahulu meminta izin dari
informan. Peneliti juga menjelaskan bahwa segala kerahasiaan
informan akan dijaga seperti penyimpaan di file khusus yang tidak
tersambung dengan internet.
F. Sistematika Pembahasan
Tesis ini terdiri dari lima BAB yang berkaitan satu dengan yang
lainya secara runtut dalam satu kesatuan bahasan yang utuh yaitu:
BAB I PENDAHULUAN berisikan latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka, metode
penelitian dan sistematika pembahasan.
31
BAB II KERANGKA TEORI berisikan teori terkait pelaksanaan
rehabilitasi sosial dan intervensi pekerja sosial terhadap korban perkosaan.
BAB III GAMBARAN UMUM RDU berisikan sejarah berdirinya RDU,
pembiayaan dan kerjasama, sasaran, tujuan dan ruang lingkup kegiatan
RDU, fasilitas fisik dan layanan, alur penanganan klien, data korban
kekerasan RDU dan profil informan.
BAB IV PEMBAHASAN berisikan pendahuluan, pelaksanaan rehabilitasi
sosial serta faktor pendukung dan penghambat dalam proses rehabilitasi
sosial.
BAB V PENUTUP berisikan rangkuman hasil penelitian berbentuk
kesimpulan. Selanjutnya peneliti mengajukan beberapa saran bagi pihak-
pihak yang relevan.
125
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Peneliti menemukan warna baru dalam melihat pelaksanaan
rehabilitasi sosial yang dilakukan oleh RDU terhadap korban
perkosaan. RDU berpedoman dengan Peraturan Gubernur Nomor 67
Tahun 2012. Adapun pelaksanaan dalam rehabilitasi sosial sebagai
berikut: pertama, assesment yaitu menggali permasalahan korban
untuk membantu pemecahan masalahnya. Kegiatan assesment ini
sebagai kegiatan awal dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial. Dengan
melakukan assesment maka akan terungkap latar belakang kejadian
perkosaan, relasi korban dengan keluarga, relasi korban dengan
masyarakat dan semua permasalahan yang berhubungan dengan
kejadian perkosaan tersebut. Kedua, terapi psikososial, dalam
melaksanakan terapi psikososial, RDU menerapkan tiga terapi yaitu
terapi individu, terapi medis dan terapi keluarga. Ketiga, melakukan
kegiatan bimbingan terhadap klien. Kegiatan bimbingan ini di
antaranya bimbingan fisik, bimbingan spiritual, bimbingan vocational
training serta bimbingan sosial. Keempat, melakukan kegiatan
resosialisasi. Resosialisasi sebagai kegiatan untuk menyiapkan klien
agar mampu berintegrasi dalam kehidupan masyarakat. Resosialisasi
126
dilakukan setelah klien mendapatkan terapi dan bimbingan atau
pendampingan sesuai dengan kondisi klien. Resosialisasi sebagai
langkah untuk memastikan apakah klien sudah siap secara fisik,
mental, emosi dan sosial dalam berintegrasi dengan masyarakat.
Kelima, bimbingan lanjut. Perubahan yang diharapkan dari proses
intervensi ini adalah perubahan kognitif, perubahan lingkungan dan
perubahan emosi. Sebelum terjadinya perubahan di atas maka akan
dilaksanakan bimbingan lanjut.
2. Faktor pendukung dalam proses rehabilitasi sosial terhadap korban
perkosaan di RDU adalah pertama, dukungan keluarga memiliki
pengaruh yang besar terhadap keberhasilan dalam rehabilitasi sosial.
Kedua, keyakinan diri klien sendiri merupakan faktor pendukung
dalam keberhasilan rehabilitasi sosial. Klien yang memiliki motivasi
tinggi akan lebih cepat untuk pulih. Ketiga, semangat spiritual
merupakan aspek terpenting dalam diri individu. Agama sangat erat
hubunganya dengan proses penyembuhan klien. Keyakinan agama
sebagai bentuk spiritual memiliki doktrin tersendiri dalam kehidupan
klien. Keempat, terapi dan bimbingan dalam rehabilitasi. Proses terapi
dalam rehabilitasi juga memiliki pengaruh penting dalam proses
keberhasilan rehabilitasi sosial. Kelima, teman klien Dukungan dari
teman merupakan faktor pendukung dalam rehabilitasi sosial. Bentuk
bantuan ini memberikan dorongan untuk memberikan kehangatan dan
kasih sayang, kepedulian dan mengungkapkan rasa empati dan
127
simpati. Dukungan penghargaan dapat diberikan melali penghargaan
atau penilain yang positive kepada individu, dorongan maju dan
semangat. Keenam, sistem berjejaring merupakan salah satu faktor
pendukung dalam proses rehabilitasi sosial. Hal ini karena adanya
dukungan dan kerjasama dengan lembaga yang telah bergabung dalam
FPKK. Sementara itu faktor penghambat dalam proses rehabilitasi
sosial di antaranya: pertama, Sumber Daya Manusia (SDM). Pekerja
sosial sebagai tenaga profesional tidak memiliki latar belakang
pendidikan pekerja sosial hal ini berimplikasi terhadap pelaksanaan
rehabilitasi sosial. Selain ketidakpahaman dalam melakukan
rehabilitasi sosial mereka juga merangkap sebagai praktisi atau LSM
dalam masyarakat. Kedua, Home Visit kurang dilakukan. Home visit
merupakan kegiatan penting yang seharusnya dilakukan oleh pekerja
sosial untuk mendapatkan informasi dengan keluarga dan masyarakat.
Ketiga, keterbatasan waktu. Keterbatasan waktu dalam artian ini
pekerja sosial dan tenaga professional yang menangani rehabilitasi
sosial memiliki kesibukan di luar hal ini yang menyebabkan mereka
kurang berkoordinasi.
128
B. Saran
1. Penambahan sarana dan prasarana, pelaksanaan rehabilitasi sosial
memerlukan saranan dan prasarana yang memadai dan dapat
memberikan keamanan bagi klien. Hal ini tentu menyangkut bangunan,
sarana perlengkapan dan peralatan yang memadai. Berdasarkan hasil
observasi, peneliti menemukan masih kurangnya sarana dan prasarana
seperti ruangan konseling yang hanya terdiri dari satu ruang.
Sementara itu kasus di RDU komplek mulai dari kasus anak sampai
perempuan yang memerlukan ruangan memadai dalam melakukan
intervensi.
2. Sumber Daya Manusia harus dipersiapkan secara matang. Dalam
melakukan rehabilitasi sosial seharusnya tenaga multisidipliner
khususnya peksos sudah memiliki kemampuan yang profesional dalam
pelaksanaa rehabilitasi sosial. Pimpinan RDU dapat melakukan
permohonan penambahan SDM melalui BPPM.
3. Home visit seharusnya selalu dilaksanakan. Hal ini dikarenakan
keberadaan klien tidak terlepas dari lingkungan sosialnya. Dengan
melakukan home visit dapat menggali permasalahan klien secara
mendalam dengan keluarga dan masyarakat. Jika pekerja sosial dan
tenaga multidisipliner tidak melakukan home visit maka akan
memperlambat proses rehabilitasi sosial karena minimnya informasi
yang didapatkan.
129
4. Tindak lanjut perlu dilaksanakan yaitu pemantauan terhadap klien. Hal
ini dimaksud agar pekerja sosial mengetahui klien dalam keadaan baik
secara fisik, psikis, sosial dan spiritualnya. Pekerja sosial tidak bisa
lepas tangan setelah melakukan rehabilitasi sosial, pemantaun
dilakukan untuk memastikan bahwa hubungan klien dengan keluarga
dan masyarakat berjalan dengan baik.
5. Koordinasi antar tenaga multidisipliner harus lebih ditingkatkan.
Pekerja sosial dan tenaga yang lain dalam melaksanakan rehabilitasi
sosial harus memiliki koordinasi yang baik. Jadwal kegiatan perlu
dikoordinir dengan lebih baik dan diperlukan ketegasan untuk
meningkatkan kinerja petugas.
6. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa keluarga memiliki
pengaruh yang besar terhadap proses rehabilitasi sosial. Untuk itu
diperlukan dukungan keluarga dalam rehabilitasi sosial. Selain itu,
pekerja sosial juga harus berani mengambil tindakan dalam
memberikan terapi keluarga meskipun pelaku merupakan anggota
keluarga. Misalnya pada kasus Markonah, pekerja sosial dilema
dengan tidak memberikan terapi keluarga. Padahal ketika Markonah
dikembalikan kedalam keluarga akan bertemu juga dengan pelaku.
Dengan memberikan terapi keluarga maka sebagai upaya untuk
menyadarkan pelaku untuk tidak melakukan kejahatan serupa.
130
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Amiri, tatang. Pokok-Pokok Teori Sistem. Jakarta: Rajawali Press. 1992.
Arikunto, Suharsimi. Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta. 2006.
Azis, Asmaeni. Feminisme Profetik. Yogyakarta: Kreasi Wacana. 2007
Basri Ms. Metodologi Penelitian Sejarah (Pendekatan , Teori Dan Praktik).
Jakarta: Restu Agung. 1997.
Charles H. Zastrow, Charle. The Practice of Social Work. Pasific Grove: Books
Cole Publishing Company. 1999.
Cholid Narbuko Cholid dan Abu Achmadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi
Aksara. 1997.
Damanik, Juda. Pekerjaan Sosial. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan Dapertemen Pendidikan Nasional. 2008.
Fakih, Mansur. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 1996.
Hollis, Woods. Casework: a Psychosocial Therapy. New York: Mc Graw-Hill.
1990.
Huda, Miftachul. Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial Sebuah Pengantar.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009.
Huda, Miftachul. Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial: Sebuah Pengantar.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009.
131
J.Early, Theresa. Valuing Family: Social Work Practice with Families from A
Strength perspective. Washington: National Assosiation of Social
Workers Inc, 2000.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:PT. Remaja Posdakarya.
2013
Mudi, Ahsanuddin. Profesional Sosiologi. Jakarta: Mendiatama. 2004.
Munawaroh. Panduan Memahami Metedologi Penelitian. Malang: Intimedia.
2012.
Nasution, S. Metode Reseach:Penelitian Ilmiah . Jakarta: Bumi Aksara. 2007.
Nazhir, Muhammad. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1983
Nugroho, Riant. Gender dan Strategi Pengarusutamaannya di Indonesia.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011.
Nurhaeni, Ismi Dwi Astuti. Kebijakan Publik Pro Gender. Surakarta: LPP UNS
dan UNS Press. 2009.
Romany, Sihite. Perempuan, Kesetaraan dan Keadilan Suatu Tinjauan
Berwawasan Gender. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2007.
Sosetiawan dkk. Perempuan dalam Wacana Perkosaan. Yogyakarta:
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Daerah Istimewa
Yogyakarta/ PKBI DIY. 1997.
Sugiono. Metode Penelitian Kombinasi Mixed Methods. Bandung: Alfabeta. 2013.
Sugiyono. Metode Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfa Beta. CV.
2009.
Suharto, Edi. Membangun Masyarakat, Memperdayakan Masyarakat Kajian
Strategi Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial.
Bandung:PT. Refika Aditama.2009.
132
------------- Pekerja Sosial di Dunia Industri Memperkuat CSR. Bandung: Alfa
Beta. 2009.
W Cresswell, Jhon. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan
Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2014.
Widyatama, Rendra. Bias Gender dalam Iklan Televisi. Yogyakarta: Media
Pressindo, 2006.
Willis,Sofyan S. konseling keluarga (family counseling). Bandung, Alfabeta. 2004
Zastraw, Charles. Understanding Human Behavior and The Social Environtment.
Belmont USA: Thomson Brooks and Cole. 2007.
Zuriah, Nurul. Metodologi Penelitian, Sosial Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi
Aksara. 2009.
Jurnal dan Arsip
Afifah, Wiwik. ”Perlindungan Hukum bagi Perempuan Korban Perkosaan yang
Melakukan Aborsi”. Jurnal Ilmu Hukum. No. 18. 2013.
Amiruddin,Mariana. “Kekerasan Seksual: Bukan Kejahatan Kesusilaan
Melainkan Kriminal”. Journal Perempuan, Edisi 71, 1.
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM) Daerah Istimewa
Yogyakarta. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 67 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat
Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan „Rekso
Dyah Utami‟. Yogyakarta: BPPM DIY. 2012.
Chineze J. Onyejekwe, Chineze. “Nigeria: The Dominance Of Rape”. Journal Of
International Womans Studies. Vol.10. 2008.
Chucwuka Achunike, Hilary dan Rimamsikwe Habila Kitause. “Rape Epidemic
In Negeria: Cases, Causes, Consequences and Responses to the
133
Pandemic”. IMPACT:International Journal of research in Applied,
Natural and Social Sciences (IMPACT:IJRANSS). Vol.2. 2014.
Cristian Adiyuwara, Yohanes. ”Perencanaan dan Implementasi Perlindungan
Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di DIY (Studi pada P2TPA
“RDU” DIY)”. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP). No. 1.
2016.
Dapertmen Agama RI. QS. At-Tahrim (66:6)
Fuadi, M. Anwar. ”Dinamika Psikologis Kekerasan Seksual: Sebuah Studi
Fenomenologi”. Journal Psikologi Islam: Lembaga Peneliti Psikologi
dan Keislaman. Vol 8 No.2. 2011.
Gelles, Richard. “Power, Sex and Violance: The Case of Marital Rape”. Journal
National Cauncil on Family Relations. Vol.26, No.4. 1977.
Hakim Nainggolan, lukman. ”Bentuk-bentuk Kekerasan Seksual Anak Dibawah
Umur”. Jurnal Equality, Vol.13 No.1. 2008.
Hany Almasitoh, Ummu. “Model Terapi dalam Keluarga”. Journal Magistra.
No.80. 2012.
Huda, Nurril. “Analisis Gender „Bantaran Kejujuran‟ dalam Perspektif Banjar”.
Jurnal Mu‟adalah. Vol II, No.1. 2014.
Illenia S, Pheb dan Walan Handadari. “Pemulihan diri pada korban kekerasan
seksual”. Journal INSAN vol 13 No 2. 2011.
Kementrian Sosial RI, Rehabilitasi Sosial Korban Traffiking Perempuan dalam
Rumah Perlindungan Sosial Wanita. Jakarta: Direktorat Rehabilitasi
Sosial Tuna Sosial Direktorat Jendral Rehabilitasi Sosial Kementrian
Sosial RI. 2011.
134
Komisi Perempuan Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Ringkasan Eksekutif
Catatan Tahunan 2017. Jakarta: Komisi Perempuan Anti Kekerasan
terhadap Perempuan. 2016
Luh Ade Yuryawati, Ni. “Kajian Yuridis tentang Pemulihan Psikologis bagi
Korban Kekerasan Terhadap Perempuan”. Jurnal Ganec Swara. No.
1. 2010.
M.Anwar Fuadi. “Dinamika Pikologis Kekerasan Seksual: Sebuah Studi
Fenomenologi”. Jurnal Psikoislamika: Jurnal Psikologi Islam, Vol 8
No 2. 2011.
Made Dwi Kristiani, Ni. “Kejahan kekerasan Seksual (Perkosaan) ditinjau dari
perspektif kriminologi”. Journal Magister Hukum Udiyana. Vol 7 No
3. 2014
Merab Kambamu Kiremire, Merab. “Repe of Prostetuties: A Toll of Male Power
and Control”. Taylor & Francis, Ltd. On Behalf of Agenda Feminist
Media. No.74. 2007.
Mustaqirin, Ekandari Faturachman. Perkosaan,“Dampak dan Alternatif
Penyembuhannya”. Jurnal Sosial Vol. III, No. 7. 2012.
P.Inyang, Mfrekemfon dan Nwakwaola Chidi Linda,“Rape and the Girl Child”.
IOSR Journal of Dental and Medical Sciences (IOSR-JDMS). Vol.14.
2015.
Peraturan Mentri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Layanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Korban
Kekerasan.
Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan „Rekso Dyah
Utami‟ Yogyakarta. Profil Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan
135
Anak Korban Kekerasan „Rekso Dyah Utami‟. Yogyakarta: BPPM
DIY. 2012.
Sulistyaningsih, Ekandari. “Dampak sosial psikologis perkosaan”. “Buletin
Psikolog”. No 1. 2002.
Suri, Suhma dan Sanjedda. “An Analytical Study of Rape in Delhi”. International
Journal of Education and Psychological Research (IJEPR). Vol.2.
2013.
Wahid, Abdul dan Muhammad Irfan. Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan
Seksual (Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan). Bandung: Refika
Aditama. 2011
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
1. Nama : Ageng Widodo
2. Tempat/tgl. Lahir : Sinarsari Lampung Tengah/ 22 Juni 1993
3. Alamat Rumah : Perumahan III Gunung Madu Plantations (GMP) Blok
E No 37 Lampung Tengah.
4. Nama Ayah : Munthalib
5. Nama Ibu : Supayem
6. Email : [email protected]
7. No. Hp : 085766688234
B. Riwayat Pendidikan Formal
1. Sekolah Dasar Negeri 2 Sinarsari Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah
lulus pada Tahun 2005
2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kalirejo Kecamatan Kalirejo lulus
pada Tahun 2008
3. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bangunrejo Kecamatan Bangunrejo
lulus pada Tahun 2011
4. Strata satu Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Raden Intan Lampung
C. Riwayat Pendidikan Non Formal
1. Pelatihan Budidaya Jamur Tiram Tahun 2011
2. Pelatihan DEDEMIT (Desa-Desa Melek IT) Tahun 2014
3. Pelatihan In House Treaning Publik Speaking and Master Of Ceremony
Professional Tahun 2012.
4. PKMTD (Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa Tingkat Dasar) Tahun
2012
5. PKMTM (Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa Tingkat Menengah)
Tahun 2013
6. Relawan LSM Kawan Tani (Kelompok Relawan untuk penguatan peran
petani) sejak Tahun 2014.
7. Pelatihan Kewirausahaan Berbasis Potensi Lokal Ikatan Fasilitator
Lampung Tahun 2013
8. Pelatihan Pupuk Kompos HMJ-PMI Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Tahun 2014
9. Pelatihan fasilitator HMJ-PMI Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Tahun 2014
10. PKD (Pelatihan Kader Dasar) PK PMII Se-Sumatera Tahun 2013
11. PKD (Pelatihan Kader Dasar) PC PMII Bandar Lampung Tahun 2014
12. Pelatihan Penulisan Jurnal dan Artikel Tahun 2011
13. Pelatihan Administrasi PMII Rayon Tahun 2012
ix
14. Pelatihan Pemasyarakatan Pemahaman Koperasi Melalui Gerakan
Kewirausahaan Nasional Tahun 2013
15. Jambore Perpustakaan Lampung (improving library professionalism)
Tahun 2013
16. Pelatihan Analisi Wacana Tahun 2014
17. Pelatihan Pemahaman Pemilu Yang Berkualitas Di Novotel Tahun 2014
18. Pelatihan Penyuluhan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Oleh POLDA
Lampung Tahun 2013
19. Pelatihan Developing attractive library programs by information literacy
skills Tahun 2012.
20. Pelatihan Pengawasan Pemilu Bagi Media Massa Dan Ormas Tahun 2013.
21. Pelatihan penumbuhan dan pengembangan kewirausahaan bagi kelompok
pemuda dan sarjana Tahun 2013.
22. Pelatihan Optimalisasi Penggunaan Media Sosial Dalam Pemeliharaan
Komunitas Tahun 2014.
23. Pelatihan Penuluhan, Informasi dan Konseling bagi Remaja BKKBN
Tahun 2012
D. Pengalaman Organisasi
1. Kordinator Asosiasi Penerima Bidik Misi (AMPIBI) angkatan 2011 UIN
Raden Intan Lampung
2. Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Jurusan Pengembangan Masyarakat
Islam (HMJ-PMI) 2012-2013
3. Ketua Umum Ikatan Putra Putri Alwashliyah (IPPA) Propinsi Lampung
2014
4. Kordinator dapertemen kelembagaan dan hubungan antar organisasi
Pengurus Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PK PMII)
2013-2014
5. Kordinator biro kaderisasi Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesai (PC PMII) Bandar Lampung 2014-2015
6. Kordinator Pengembangan Sumber Daya Anggota (PSDA) koperasi
mahasiswa UIN Raden Intan Lampung 2013
7. Ketua badan pengawas koperasi mahasiswa UIN Raden Intan Lampung
2014
8. Wakil ketua Komunitas Minat Baca Lampung (KMBL) 2013-2014
E. Prestasi/Penghargaan
1. Penghargaan wisudawan terbaik UIN Raden Intan Lampung, Wisuda
periode II tahun 2015.
2. Penghargaan mahasiwa Lampung berprestasi program ARB (Abu Rizal
Bakhri) tahun 2014.
3. Juara III penulisan karya ilmiah oleh perpustakaan UIN Raden Intan
Lampung 2013
x
4. Pemateri Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) PMII dengan
materi ” AD/ART PMII” Tahun 2014-2015.
5. Pemateri Followup PMII dengan materi “PMII dan Tanggung Jawab
Sosial” Tahun 2014-2015.
6. Pemateri “Semangat Berprestasi” DIKLAT KOPMA (Koprasi
Mahasiswa) IAIN Raden Intan Lampung. Tahun 2014-2015.
Yogyakarta, 13 Juni 2017
Ageng Widodo, S. Sos. I
NIM: 1520010006