Refrat Osteoporosis Indunk

20

Click here to load reader

Transcript of Refrat Osteoporosis Indunk

Page 1: Refrat Osteoporosis Indunk

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandai pengurangan

massa tulang, kemunduran mikroarsitekur tulang dan fragilitas tulang yang meningkat,

sehingga resiko fraktur menjadi lebih besar (Kaniawati, 2003; Hammett, 2004; Sennang,

2006).

Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan hidup rakyat

Indonesia pada penyakit kerapuhan tulang akan sering dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai

2005 akan terjadi kenaikan jumlah penduduk Indonesia sampai 41,4 % dan osteoporosis

selalu menyertai usia lanjut baik perempuan maupun laki – laki, meskipun diupayakan

pengobatan untuk mengobati osteoporosis yang sudah terlambat dan upaya pencegahan

dengan mempertahankan massa tulang sepanjang hidup jauh lebih dianjurkan

(Djokomoeljanto, 2003).

Kerapuhan tulang yang disebut sebagai penyakit osteoporosis adalah pengurangan

massa dan kekuatan tulang dengan kerusakan mikroarsitektur dan fragilitas tulang,

sehingga menyebabkan tulang rapuh dan mudah patah. Osteopenia menunjukkan bahwa

telah terjadi penurunan volume tulang (Djokomoeljanto, 2003; Hammett, 2004;

Setyohadi, 2006).

Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki – laki dan

merupakan problema pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi

penting karena problema fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas

maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas

1.2. Tujuan

Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui tentang penyakit osteoporosis yang

meliputi definisi, etiologi, faktor resiko, patogenesis, klasifikasi, diagnosis, pemeriksaan

radiologis dan juga pencegahan osteoporosis.

Page 2: Refrat Osteoporosis Indunk

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

11.1. Definisi

Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya massa tulang secara nyata yang

berakibat pada rendahnya kepadatan tulang. Akibatnya tulang menjadi rapuh dan mudah

patah. Menurut Dr. Robert P. Heaney dalam Reitz (1993) penyakit osteoporosis paling

umum diderita oleh orang yang telah berumur, dan paling banyak menyerang wanita yang

telah menopause (Hortono, 2000).

Osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang atau disebut juga penyakit tulang

rapuh atau tulang keropos. Osteoporosis diistilahkan juga dengan penyakit silent

epidemic karena sering tidak memberikan gejala hingga akhirnya terjadi fraktur (patah)

(Dalimartha, 2002).

11.2. Etiologi

Ada dua penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang

yang selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan mass tulang setelah

menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40

tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30 – 35 tahun. Walaupun demikian tulang yang

hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan

memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur

formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui dua proses yang selalu berada dalam

keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas

formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12

minggu pada orang muda dan 16 – 20 minggu pada usia menengah atau lanjut.

Remodelling rate adalah 2 – 10 % massa skelet per tahun (Sudoyo et al., 2006). Proses

remodelling ini dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan

terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation Resorption Formation (ARF).

Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang

preosteoblas supaya membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivtas resorpsi oleh

Page 3: Refrat Osteoporosis Indunk

osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal.

Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan

1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin,

estrogen, dan glukokortikoid. Proses – proses yang mengganggu remodelling tulang

inilah yang menyebabkan osteoporosis.

Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah pengaturan

metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium yang besar,

tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap. Pengaturan

homeostasis kalsium serum pada kadar yang tetap. Pengaturan homeostasis kalsium

serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal, dan usus melalui pengaturan paratiroid hormon

(PTH), hormon kalsitonin, kalsitrol (1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan fosfat serum.

Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin C

dan inhibitor mineralisasi tulang (pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar

1000 mg/harinya antara tulang dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase

formasi dan resorpsi tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang

efisien tergantung pada asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur. Di dalam

darah absorpsi tergantung kadar protein tubuh, yaitu albumin, karena 50 % kalsium yang

diserap oleh tubuh terikat oleh albumin, 40 % dalam bentuk kompleks sitrat dan 10 %

terikat fosfat (Sinnathamby, 2010).

11.3. Faktor Resiko

1. Usia

Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4 – 1,8

2. Genetik

Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)

Seks (wanita > pria)

Riwayat keluarga

Page 4: Refrat Osteoporosis Indunk

3. Lingkungan, dan lainnya

Defisiensi kalsium

Aktivitas fisik kurang

Obat – obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)

Merokok, alkohol

Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan

penglihatan)

Hormonal dan penyakit kronik

o Defisiensi estrogen, androgen

o Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme

o Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)

Sifat fisik tulang

o Densitas (massa)

o Ukuran dan geometri

o Mikroarsitektur

o Komposisi

4. Faktor resiko fraktur panggul yaitu :

a. Penurunan respons protektif

Kelainan neuromuskular

Gangguan penglihatan

Gangguan keseimbangan

b. Peningkatan fragilitas tulang

Densitas massa tulang rendah

Hiperparatiroidisme

c. Gangguan penyediaan energi

Malabsorpsi

Page 5: Refrat Osteoporosis Indunk

11.4. Klasifikasi

1. Osteoporosis Primer

a. Osteoporosis primer tipe I adalah osteoporosis pasca menopause. Pada masa

menopause, fungsi ovarium menurun sehingga produksi hormon estrogen dan

prgesteron juga menurun. Estrogen berperan dalam proses mineralisasi tulang dan

menghambat resorbsi tulang serta pembentukan osteoklas melalui produksi

sitokin. Ketika kadar hormon estrogen darah menurun, proses pengeroposan

tulang dan pembentukan mengalami ketidakseimbangan. Pengeroposan tulang

menjadi lebih dominan (Wirakusumah, 2007).

b. Osteoporosis primer tipe II adalah osteoporosis senilis yang biasanya terjadi lebih

dari usia 50 tahun. Osteoporosis terjadi akibat dari kekuragan kalsium

berhubungan dengan makin bertambahnya usia (Hortono, 2000).

c. Osteoporosis primer tipe III adalah osteoporosis idiopatik merupakan osteoporosis

yang penyebabnya tidak diketahui. Osteoporosis ini sering menyerang wanita dan

pria yang amsih dalam usia muda yang relative jauh lebih muda (Hortono, 2000).

2. Osteoporosis Sekunder

Osteoporosis sekunder terjadi karena adanya penyakit tertentu yang dapat

mempengaruhi kepadatan massa tulang dan gaya hidup yang tidak sehat. Faktor

pencetus dominan osteoporosis sekunder adalah seperti di bawah ini (Wirakusumah,

2007).

a. Penyakit endokrin : tiroid, hiperparatiroid, hipogonadisme.

b. Penyakit saluran cerna yang menyebabkan absorbsi gizi kalsium, fosfor, vitamin D

terganggu .

c. Penyakit keganasan (kanker).

d. Konsumsi obat – obatan seperti kortikosteroid.

e. Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kurang olahraga.

Page 6: Refrat Osteoporosis Indunk

11.5. Patogenesis

Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus. Pada

osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang pasti

melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi pada

korteks.

A. Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium

Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri dari substansi

organik (30 %) dan substansi mineral yang paling banyak terdiri dari kristal hidroksiapatit

(95 %) serta sejumlah mineral lainnya (5 %) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr, dan Pb.

Substansi organik terdiri dari sel tulang (2 %) seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas dan

matriks tulang (98 %) terdiri kolagen tipe 1 (95 %) dan protein nonkolagen (5 %) seperti

osteokalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein morfogenik tulang, proteolipid

tulang dan fosfoprotein tulang.

Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses mineralisasi tulang

tidak mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul yang sangat

bersifat anionik dan berperan penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi

apatit pada serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban mekanik

sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang akan diikuti oleh

perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal dan penyesuaian eksternal

sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai

“bentuk akan selalu mengikuti fungsi”.

B. Patogenesis Osteoporosis Primer

Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal

setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal

meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone

marrow stromal cells dan sel – sel mononuklear, seperti IL – 1, IL – 6, dan TNF – α yang

berperan meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen

akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga

aktivitas osteoklas meningkat.

Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH

akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada

Page 7: Refrat Osteoporosis Indunk

menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini

disebabkan oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan

bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar

kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi

akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.

C. Patogenesis Osteoporosis Sekunder

Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42 % dan

kehilangan tulang femurnya sebesar 58 %. Pada dekade ke – 8 dan 9 kehidupannya,

terjadi ketidakseimbangan remodelling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat,

sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan

kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko

fraktur.

Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini

disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi, dan

paparan sinar matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan

osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin.

Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki – laki akan menyebabkam

osteoporosis, karena laki – laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar

estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita

tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki – laki akan

menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat.

Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk

kompleks yang inaktif.

Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua

adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat – obatan, imobilisasi

lama). Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih

tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan

penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan

penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata.

Page 8: Refrat Osteoporosis Indunk

11.6. Gambaran Klinis

Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan

karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur

osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama dari

osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan

tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung

dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra

terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering menyebar

ke sekitar pinggang hingga ke dalam perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan

sedikit gerakan misalnya berbalik di tempat tidur. Istirahat di tempat tidur dapat

meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang

bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus.

Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan :

Patah tulang akibat trauma yang ringan.

Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.

Gangguan otot (kaku dan lemah).

Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.

11.7. Diagnosis

Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa

nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada

wanita – wanita menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi

dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan

lunak (Wallaca 1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai baju,

pekerjaan rumah tangga, taman, dll. Jadi secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis

hanya dari tanda sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti :

Tinggi badan yang makin menurun.

Obat – obatan yang diminum.

Penyakit – penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium.

Jumlah kehamilan dan menyusui.

Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.

Page 9: Refrat Osteoporosis Indunk

Apakah sering beraktivitas di luar rumah, sering mendapat paparan matahari

cukup.

Apakah sering minum susu, asupan kalsium lainnya.

Apakah sering merokok, minum alkohol.

11.8. Pemeriksaan Fisik

Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis.

Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal.

Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan

penurunan tinggi badan.

11.9. Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan

daerah trabekuler yag lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang – tulang vertebra yang

memberikan gambaran picture – frame vertebra.

11.10. Pemeriksaan Densitas Massa Tulang (Densitometri)

Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur

untuk menilai hasil pemeriksaan densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok kerja

WHO, yaitu :

Normal bila densitas massa tulang di atas – 1 SD rata – rata nilai densitas massa

tulang orang dewasa muda (T – score)

Osteopenia bila densitas massa tulang diantara – 1 SD dan 2,5 SD dari T – score

Osteoporosis bila densitas massa tulang – 2,5 SD T – score atau kurang

Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur

11.11. Penatalaksanaan

Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan

yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang. Dengan cara

yaitu memperhatikan faktor makanan, latihan fisik (senam pencegahan osteoporosis),

pola hidup yang aktif dan paparan sinar ultraviolet. Selain itu juga menghindari obat –

Page 10: Refrat Osteoporosis Indunk

obatan dan jenis makanan yang merupakan faktor resiko osteoporosis seperti alkohol,

kafein, diuretika, sedatif, kortikosteroid.

Selain pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang

dengan melakukan pemberian obat – obatan antara lain hormon pengganti (estrogen dan

progesteron dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti

kalsium serta senam beban. Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi

fraktur, terutama bila terjadi fraktur panggul.

11.12. Pencegahan

Pencegahan osteoporosis meliputi :

Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi

kalsium yang cukup

Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama

sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Minum 2

gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang

pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium.

Akan tetapi tablet kalsium dan susu yang dikonsumsi setiap hari akhir – akhir ini

menjadi perdebatan sebagai pemicu terjadi osteoporosis, berhubungan dengan teori

osteoblast.

Melakukan olah raga dengan beban

Olahraga dengan beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan

meningkatkan kepadatan tulang.

Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu)

Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering

diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif

dimulai dalam 4 – 6 tahun setelah menopause, tetapi jika baru dimulai lebih dari 6

tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan

mengurangi resiko patah tulang. Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen

yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam mencegah

kerapuhan tulang, tetapi tidak meiliki efek terhadap payudara atau rahim. Untuk

Page 11: Refrat Osteoporosis Indunk

mencegah osteoporosis, bifosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri

atau bersamaan dengan terapi sulih hormon.

Page 12: Refrat Osteoporosis Indunk

BAB III

KESIMPULAN

1. Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya massa tulang secara nyata yang

berakibat pada rendahnya kepadatan tulang.

2. Dua penyebab osteoporosis adalah pembentukan massa puncak tulang selama masa

pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause.

3. Faktor resiko terjadinya osteoporosis, yaitu usia, genetik, lingkungan, dan fraktur

panggul.

4. Osteoporosis terbagi menjadi primer dan sekunder. Osteoporosis primer adalah

osteoporosis pasca menopause dan sekunder biasanya terjadi pada usia lebih dari 50

tahun.

5. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan

tangan, pinggul, humerus, dan tibia.

6. Terapi osteoporosis mempertimbangkan 2 hal, yaitu menghambat hilangnya massa

tulang dan peningkatan massa tulang.

7. Pencegahan osteoporosis adalah mengkonsumsi kalsium yang cukup, olahraga

beban dan mengkonsumsi obat contohnya estrogen.

Page 13: Refrat Osteoporosis Indunk

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Broto, R, 2004. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Osteoporosis. Dexa Media No. 2 Vol 17:47 – 57

Dalimartha, S, 2002. Resep Tumbuhan Obat Untuk Penderita Osteoporosis. Penebar Swadaya. Jakarta.

Djokomoeljanto R, 2003. Postmenopausal osteoporosis. Patofisiologi dan dasar pengobatan. Simposisum Osteoporosis Postmenopausal. Semarang: p. 1 – 12

Hammett, Stabler CA, 2004. Osteoporosis from pathophysiology to treatment. In: Washington American Association for Clinical Chemistry Press.p. 1 – 86

Hortono, M, 2000. Mencegah dan Mengatasi Osteoporosis. Puspa Swara. Jakarta.

Kaniawati, M., Moeliandari, F, 2003. Penanda Biokimia untuk Osteoporosis. Forum Diagnosticum Prodia Diagnostics Educational Services. No 1: hal. 1 – 18

Lane NE. 2003. Osteoporosis. Jakarta. Raja Garfindo Persada.

Sennang AN, Mutmainnah, Pakasi RDN, Hardjoeno, 2006. Analisis Kadar Osteokalsin Serum Osteopenia dan Osteoporosis. Dalam Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. Vol.12, No.2: hal 49 – 52

Setiyohadi B, 2006. Pemeriksaan Densitometri Tulang. Dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi IV. Editor: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Pusat penerbiatan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Hal. 112 – 75

Sinnathamby, Hemanath. 2010. Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Osteoporosis Dan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause Di Kecamatan Medan Selayang Ii. Skripsi. FK Universitas Sumatra Utara.

Sudoyo, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI.

Wirakusmah, E.S., 2007. Mencegah Osteoporosis Lengkap dengan 39 Jus dan 38 Resep. Avaible at url: http://books.google.co.id/books?od=voPEmYEwjXwC&pg=PAI&dq=osteoporosis#PPP1M1. (Diakses 28 November 2012).