refrad glaukoma sekunder
-
Upload
reani-ani-muchlis -
Category
Documents
-
view
294 -
download
14
Transcript of refrad glaukoma sekunder
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut Von Graefe (abad 19) glaukoma merupakan kumpulan beberapa
penyakit dengan tanda utama tekanan intraokuler yang tinggi dengan segala
akibatnya yaitu penggaungan dan atrofi saraf optik serta defek lapangan pandang
yang khas.
2.2 Anatomi
Anatomi sudut filtrasi terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah
bagian yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran
Descement dan membran Bowman, lalu ke posterior 0,75 mm, kemudian ke
dalam mengelilingi kanal Schlemn dan trabekula sampai ke coa. Akhir dari
membran Descment disebut garis Schwalbe.2
Limbus terdiri dari 2 lapisan epitel dan stroma. Epitelnya 2 kali setebal
epitel kornea. Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari
a. siliaris anterior. Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula, yang
terdiri dari :
1. Trabekula korneoskleral, serabutnya berasal dari dalam stroma kornea dan
menuju ke belakang, mengelilingi kanal Schlemn untuk berinsersi pada
sklera.
2. Trabekula uveal, serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke
scleralspur (insersi dari m. Siliaris) dan sebagian ke m. Siliaris meridional.
3. Serabut berasal dari akhir membran Descment (garis Schwalbe), menuju ke
jaringan pengikat m. Siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter, berasal dari dataran depan iris menuju
ke depan trabekula.
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan homogen, elastis dan
seluruhnya diliputi endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus
pandang, sehingga bila ada darah di dalam kanal Schlemn dapat terlihat dari luar.2
3
Kanal Schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi yang mengelilingi
kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0,5 mm. Pada
dindingnya sebelah dalam terdapat lubang-lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat
hubungan langsung antara trabekula dan kanal Schlemn. Dari kanal Schlemn,
keluar saluran kolektor 20-30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam
jaringan sklera dan episklera dan v. Siliaris anterior di badan siliaris.
a. Uveal meshwork
b. Corneoskleral meshwork
c. Schwalbe line
d. Schlemm canal
e. Collector channels
f. Longitudinal muscle of ciliary body
g. Scleral spur
2.3 Fisiologi akuos humor
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan akuos humor
bola mata oleh badan siliar dan hambatan yang terjadi pada jaringan trabecular
meshwork. Akuos humor yang dihasilkan badan siliar masuk ke bilik mata
belakang kemudian melalui pupil menuju ke bilik mata depan, tepatnya di
jaringan trabekulum, mencapai kanal schlemm dan ke subkonjungtiva.
Volumenya adalah sekitar 250 μL, dan kecepatannya pembentukannya, yang
memiliki variasi diurnal adalah 2,5 μL/mnt. Komposisi akuos humor serupa
4
dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat
dan laktat yang lebih tinggi, protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.1
Gambar 2.1 Fisiologis Aliran Aqueous Humor
2.4 Klasifikasi glukoma
a. Klasifikasi menurut Sugar
1. Glaukoma primer : a. Dewasa
Glaukoma simpleks (sudut terbuka, kronis)
Glaukoma akut (sudut tertutup)
b. Kongenital / juvenil
2. Glaukoma sekunder : a. Sudut tertutup
b. Sudut terbuka
b. Klasifikasi berdasarkan etiologi
1. Glaukoma Primer
a. Glaukoma sudut terbuka
i. Glaukoma sudut terbuka primer (glaukoma sudut terbuka
kronik, glaukoma simpleks kronik)
ii. Glaukoma tekanan normal (glaukoma tekanan rendah)
b. Glaukoma sudut tertutup
i. Akut
ii. Subakut
iii. Kronik
5
iv. Iris Plateu
2. Glaukoma Kongenital
a. Glaukoma kongenital primer
b. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata
lain
i. Sindrom-sindrom pembelahan bilik mata depan
Sindrom Axenfeld
Sindrom Reiger
Sindrom Peter
ii. Aniridia
c. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan
ekstraokular
i. Sindrom Sturge-Weber
ii. Sindrom Marfan
iii. Neurofibromatosis 1
iv. Sindrom Lowe
v. Rubela kongenital
3. Glaukoma Sekunder
a. Glaukoma pigmentasi
b. Sindrom eksfoliasi
c. Akibat kelainan lensa (fakogenik)
i. Dislokasi
ii. Intumesensi
iii. Fakolitik
d. Akibat kelainan traktus uvea
i. Uveitis
ii. Sinekia posterior (seklusio pupilae)
iii. Tumor
iv. Edema corpus ciliare
e. Sindrom iridokorneoendotelial (ICE)
f. Trauma
6
i. Hifema
ii. Kontusio/resesi sudut
iii. Sinekia anterior perifer
g. Pascaoperasi
i. Glaukoma sumbatan siliaris (glaukoma maligna)
ii. Sinekia anterior perifer
iii. Pertumbuhan epitel ke bawah
iv. Pascabedah tandur kornea
v. Pascabedah ablatio retina
h. Glaukoma neovaskular
i. Diabetes melitus
ii. Oklusi vena centralis retinae
iii. Tumor intraokular
i. Peningkatan tekanan vena episklera
i. Fistula karotis-kavernosa
ii. Sindrom Sturge-Weber
j. Akibat steroid
4. Glaukoma Absolut
1. Klasifikasi berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular
Glaukoma sudut terbuka
a. Membran pratrabekular : semua kelainan ini dapat berkembang
menjadi glaukoma sudut tertutup akibat kontraksi memran
pratrabekular
i. Glaukoma neovaskular
ii. Pertumbuhan epitel ke bawah
iii. Sindrom ICE
b. Kelainan trabekular
i. Glaukoma sudut terbuka primer
ii. Glaukoma kongenital
iii. Glaukoma pigmentasi
7
iv. Sindrom eksfoliasi
v. Glaukoma akibat steroid
vi. Hifema
vii. Kontusio atau resesi sudut
viii. Iridosiklitis (uveitis)
ix. Glaukoma fakolitik
c. Kelainan pasca trabekular
i. Peningkatan tekanan vena episklera
2. Glaukoma sudut tertutup
a. Sumbatan pupil (iris bombe)
i. Glaukoma sudut tertutup primer
ii. Seklusio pupilae (sinekia posterior)
iii. Intumesensi lensa
iv. Dislokasi lensa anterior
v. Hifema
b. Pergeseran lensa ke anterior
i. Glaukoma sumbatan siliaris
ii. Oklusi vena centralis retinae
iii. Skleritis posterior
iv. Pascabedah ablatio retinae
c. Pendesakan sudut
i. Iris plateau
ii. Intumesensi lensa
iii. Midriasis untuk pemeriksaan fundus
d. Sinekia anterior perifer
i. Penyempitan sudut kronik
ii. Akibat bilik mata depan yang datar
iii. Akibat iris bombe
iv. Kontraksi membran pratrabekular
Glukoma sekunder
8
Definisi
Glukoma sekunder adalah peningkatan tekanan intraokular yang terjadi
sebagai suatu manifestasi dari penyakit mata lain.1-4
Patofisiologi glukoma sekunder
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis
sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan
inti dalam retina serta berkurangnya akson di nervus opticus. Diskus optikus
menjadi atrofi, disertai pembesaran cawan optik.1
1. Glaukoma Pigmentasi
Sindrom dispersi pigmen ditandai oleh pengendapan abnormal pigmen di
bilik mata depan terutama di anyaman trabekular yang sesuai perkiraan akan
mengganggu aliran keluar aqueous dan di permukaan kornea posterior
(Krukenberg’s spindle) disertai defek transiluminasi iris. Studi dengan
ultrasonografi menunjukkan pelekukan iris ke posterior sehingga iris
berkontak dengan zonula atau processus ciliares, mengindikasikan
pengelupasan granul-granul pigmen dari permukaan belakang iris akibat
friksi dan menimbulkan defek transluminasi iris. Sindrom ini paling sering
terjadi pada pria miopia berusia antara 25 dan 40 tahun yang memiliki bilik
mata depan yang dalam dengan sudut bilik mata depan yang lebar.1-4
Baik sindrom dispersi pigmen maupun glaukoma pigmentasi khas dengan
kecenderungannya mengalami episode-episode peningkatan tekanan
intraokular secara bermakna terutama setelah berolahraga atau dilatasi pupil
dan glaukoma pigmentasi akan berkembang dengan cepat. Masalah
selanjutnya adalah glaukoma pigmentasi biasanya timbul pada usia muda, ini
meningkatkan kemungkinan diperlukannya tindakan bedah drainase
glaukoma disertai terapi antimetabolit. Trabekuloplasti dengan laser sering
digunakan pada keadaan ini, tetapi kecil kemungkinan dapat menghilangkan
kebutuhan akan bedah drainase.1-4
2. Glaukoma Pseudoeksfoliasi
Pada sindrom eksfoliasi terlihat endapan-endapan bahan berserat warna putih
di permukaan anterior lensa (berbeda dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati
9
akibat terpajan radiasi inframerah, yakni “katarak glassblower”), di processus
ciliares, zonula, permukaan posterior iris, melayang bebas di bilik mata depan
dan di anyaman trabekular (bersama dengan peningkatan pigmentasi). Secara
histologis, endapan-endapan tersebut juga dapat dideteksi di konjungtiva,
yang mengisyaratkan bahwa kelainan sebenarnya terjadi lebih luas. Terapinya
sama dengan terapi glaukoma sudut terbuka. Insidens timbulnya komplikasi
saat bedah katarak lebih tinggi pada mata dengan sindrom pseudoeksfoliasi.1-4
3. Akibat Perubahan Lensa4,6,8,9
a. Dislokasi lensa
Pada katarak stadium matur yang diobati dapat terjadi terlepasnya zonula
Zinii sehingga menyebabkan dislokasi lensa yang juga dapat menyebabkan
glaukoma dan uveitis.
b. Intumesensi lensa yang katarak (fakotopik)
Berdasarkan kedudukan lensa. Oleh karena proses intumesensi, iris
terdorong ke depan, sudut coa dangkal, aliran coa tidak lancar sedang
produksi terus berlangsung sehingga tekanan intraokular meninggi dan
menimbulkan glaukoma.
c. Karena proses fakolitik dan fakotoksik pada katarak
Proses fakolitik maksudnya pada lensa yang keruh jika kapsulnya menjadi
rusak, substansi lensa yang keluar akan diresorpsi oleh serbukan fagosit
atau makrofag yang banyak di coa, serbukan ini sedemikian banyaknya
sehingga dapat menyumbat sudut coa dan menyebabkan glaukoma.
Penyumbatan dapat terjadi pula oleh karena substansi lensa sendiri yang
menumpuk di sudut coa terutama bagian kapsul lensa dan menyebabkan
exfoliation glaucoma.
d. Glaukoma kapsularis
Terjadi karena terlepasnya kapsul lensa, maka jaringan kapsul lensa ini
dapat menutupi trabekula sehingga menghalangi keluarnya humor akueus
dari bilik mata depan.
Pada prinsipnya glaukomanya dapat diobati seperti pada glaukoma akut dan bila
sudah tenang lensanya dikeluarkan.
10
4. Akibat Perubahan Uvea4,6,8,9
a. Uveitis
Uveitis dapat menimbulkan glukoma karena terbentuknya perlekatan iris
bagian perifer ( sinekia ) dan eksudatnya yang menutup celah trabekulum
hingga outflow akuos humor terhambat.
Terapi terutama ditujukan untuk mengontrol uveitis disertai pemberian
terapi glaukoma sesuai keperluan, miotik dihindari karena dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya sinekia posterior. Latanoprost
mungkin juga harus dihentikan karena dilaporkan menimbulkan
eksaserbasi dan reaktivasi uveitis. Terapi jangka panjang, diantaranya
tindakan bedah, sering dilakukan karena kerusakan anyaman trabekular
bersifat ireversibel.
b. Tumor yang cepat pertumbuhannya
Seperti melanoma, yang berasal dari jaringan uvea. Terjadinya glaukoma
dapat disebabkan oleh karena ukurannya dapat menyempitkan rongga bola
mata atau mendesak iris kedepan dan menutup sudut bilik mata depan.
pengobatannya dengan enukleasi bulbi.
c. Rubeosis iridis
Trombosis vena retina sentral dan retinopati diabetik diikuti dengan
pembentukan pembuluh darah di iris. Dibagian iris perifer pembuluh darah
ini mengakibatkan perlekatan-perlekatan sehingga sudut dbilik mata depan
menutup. Glukoma yang ditimbulkan biasanya nyeri dan sulit diobati.
5. Akibat trauma 4,12-13
a. Hifema
Perdarahan dibilik mata depan berasal dari robekan diiris atau badan siliar
dapat menutupi sudut bilik mata, timbulkan gangguan aliran keluar humor
akueus.
b. Kontusio bulbi
Dapat pula menyebabkan perdarahan dibagian posterior mata yang
menyebabkan tekanan intraokuler cepat naik. Pengobatan dari glaukoma
ini ditujukan pada perdarahannya.
11
c. Robeknya kornea atau limbus dapat disertai dengan prolaps iris
Sehingga dapat menyebabkan tertutupnya sudut bilik mata depan dengan
cepat karena menempelnya iris pada kornea. Tindakannya dapat diatasi
dengan cepat-cepat memotong iris yang keluar, iris reposisi, luka dikornea
dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva supaya jangan timbul
perlekatan iris pada kornea yang menetap yang disebut leukoma adherens
yang dapat menyebabkan glaukoma pula.
6. Sindrom Iridokornea Endotel (ICE)10
Seperti atrofi iris esensial, sindrom Chandler dan sindrom nevus iris.
Kelainan idiopatik pada dewasa muda yang jarang ini biasanya unilateral dan
bermanifestasi sebagai dekompensasi kornea, glaukoma, dan kelainan iris
(corectopia dan polycoria).
7. Akibat Operasi4
a. Pertumbuhan epitel yang masuk ke dalam bilik mata depan. Terjadi setelah
mengadakan insisi kornea atau sklera dan dapat menutup sudut bilik mata
depan sedang lukanya sukar sembuh. Kalau hal ini terjadi sukar
disembuhkan dapat dicoba dengan mengerok epitel tersebut. Hal yang
terpenting adalah pencegahan agar hal tersebut tidak terjadi.
b. Gagalnya pembentukan bilik mata depan setelah operasi katarak. Hal ini
disebabkan adanya kebocoran pada luka operasi. Kalau hal ini didiamkan
selama 5 hari pasca bedah, maka timbullah sinekia anterior yang menetap.
Karena itu harus diusahakan supaya sebelum hari ke 5 atau ke 6 untuk
memperbaiki bilik mata depan dengan menyuntikkan udara ke dalam bilik
mata depan. Kalau glaukomanya timbul kemudian maka siklodialise
merupakan tindakan yang tepat.
c. Setelah ektraksi katarak dapat timbul uveitis yang dapat menyebabkan
perlengketan iris pada membran hialoid sehingga dengan demikian timbul
hambatan pupil (blokade pupil), humor akueus tak dapat masuk ke bilik
mata depan, mendorong iris kedepan menyebabkan goniosinekhia (sinekia
anterior perifer) dan menghambat aliran cairan ke trabekula.
8. Glaukoma Neovaskular 11-13
12
Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut bilik mata depan paling
sering disebabkan oleh iskemia retina yang luas seperti yang terjadi pada
retinopati diabetik stadium lanjut dan oklusi vena centralis retinae iskemik.
Glaukoma mula-mula timbul akibat sumbatan sudut oleh membran
fibrovaskular, tetapi kontraksi membran selanjutnya menyebabkan penutupan
sudut.
Glaukoma neovaskular yang telah terbentuk sulit diatasi dan terapi sering
tidak memuaskan. Baik rangsangan neovaskularisasi maupun peningkatan
tekanan intraokular perlu ditangani. Pada banyak kasus, terjadi kehilangan
penglihatan dan diperlukan prosedur siklodestruktif untuk mengontrol
tekanan intraokular.
9. Akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera11
Peningkatan tekanan vena episklera dapat berperan menimbulkan glaukoma
pada sindrom Sturge-Weber, yang juga terdapat anomali perkembangan
sudut, dan fistula karotis-kavernosa, yang juga dapat menyebabkan
neovaskularisasi sudut akibat iskemia mata yang luas. Terapi medis tidak
dapat menurunkan tekanan intraokular di bawah tingkat tekanan vena
episklera yang meningkat secara abnormal dan tindakan bedah berkaitan
dengan resiko komplikasi yang tinggi.
10. Akibat Steroid1-4
Kortikosteroid intraokular, periokular, dan topikal dapat menimbulkan sejenis
glaukoma yang mirip dengan glaukoma sudut terbuka primer, terutama pada
individu dengan riwayat penyakit ini pada keluarganya, dan akan
memperparah peningkatan tekanan intraokular pada para pengidap glaukoma
sudut terbuka primer. Penghentian pengobatan biasanya menghilangkan efek-
efek tersebut, tetapi dapat terjadi kerusakan permanen apabila keadaan
tersebut tidak didasari dalam waktu lama. Apabila terapi steroid topikal
mutlak diperlukan, terapi glaukoma secara medis biasanya dapat mengontrol
tekanan intraokular.
2.5 Gambaran klinis1-4
13
Tergantung kecepatan kenaikan TIO, jika kenaikan TIO terjadi perlahan-
lahan maka tidak menimbulkan gejala yang nyata. Jika TIO naik dengan cepat dan
tinggi maka dapat terjadi gejala seperti penglihatan kabur, mata merah dan rasa
sakit di mata dan sakit kepala.
Pasien dengan glaukoma fakolitik akan mengeluh sakit kepala berat, mata
sakit, tajam penglihatan hanya tinggal proyeksi sinar. Pada pemeriksaan objektif
terlihat edema kornea dengan injeksi silier, flare berat dengan tanda-tanda uveitis
lainnya, bilik mata yang dalam disertai dengan katarak hipermatur, tekanan bola
mata sangat tinggi.
Gejala-gejala lain biasanya berhubungan dengan peningkatan mendadak
TIO, terutama glaukoma akut sudut tertutup dan mungkin termasuk penglihatan
yang kabur, lingkaran cahaya di sekitar lampu, nyeri pada mata, sakit kepala, sakit
perut, mual, dan muntah.
Kebanyakan penderita glaukoma tidak menyadari gejala sampai mereka
mulai kehilangan penglihatan yang signifikan. Serabut saraf optik yang rusak
akibat glaukoma, bintik buta kecil dapat mulai berkembang, biasanya dalam
penglihatan tepi atau sisi. Jika terjadi kerusakan saraf optik seluruhnya dapat
mengakibatkan kebutaan.
2.6 Diagnosis 1-4
Berdasarkan penjelasan di atas, maka diagnosis dapat ditegakkan dari
anamnesis, pemeriksaan status umum dan oftalmologis serta pemeriksaan
penunjang. Sebelum melakukan penanganan lebih lanjut sebaiknya dilakukan
pemeriksaan terlebih dahulu sesuai dengan gejala yang ada pada penderita. Gejala
yang ditimbulkan tergantung penyakit dasarnya.
Dari anamnesis pasien akan mengeluhkan pandangan kabur, mata merah
atau adanya rasa sakit pada bagian mata atau kepala. Pada pemeriksaan akan
ditemukan tanda-tanda seperti visus yang turun, konjungtiva hiperemis, kornea
keruh, pupil dapat kecil ataupun melebar tergantung penyebabnya, papil dapat
normal ataupun terjadi penggaungan. Dari pemeriksaan penunjang, dapat
dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengukur tekanan intraokular,
gonioskopi, penilaian diskus optikus serta pemeriksaan lapangan pandang.
14
2.7 Pemeriksaan penunjang8,9,11
1. Tonometri
Tingginya tekanan intraokular tergantung kepada banyaknya produksi
aqueous humor oleh badan siliar dan pengaliran keluarnya melalui sudut
bilik mata depan yang juga tergantung dari keadaan sudut bilik mata
depannya sendiri, trabekula kanal Schlemm dan keadaan di dalam vena
episklera. Tonometri diperlukan untuk mengukur besarnya tekanan
intraokular. Ada 3 macam tonometri yaitu :
a. Secara digital dengan palpasi dengan menggunakan jari telunjuk
yang diletakkan di atas bola mata sambil pasien diminta untuk
melihat ke bawah.
b. Tonometri dengan tonometer Schiotz.
c. Aplanasi dengan tonometer aplanasi Goldmann.
Gambar 2.2 Tonometri Schiotz
Tekanan intraocular (TIO) normalnya 10-21 mmhg. Pada glukoma akut TIO 40-
80 mmhg.
2. Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan
dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dengan pemeriksaan ini dapat
dilihat sudut bilik mata yang merupakan tempat keluarnya cairan mata dari
bola mata.
15
Mengevaluasi anatomi sudut mata, appositional closure, adanya sinekia
anterior perifer.
Konfigurasi sudut: bentuk kornea, pembesaran lensa
Menentukan apakah sudut terbuka, sempit, tertutup dan untuk
menyingkirkan kondisi lain yang dapat menyebabkan peningkatan TIO
Derajat besar sudut
0→Tidak terlihat struktur sudut dan terdapat kontak kornea dengan
iris→sudut tertutup.
1→Tidak terlihat ½ bagian trabekulum sebelah belakang dan garis
schwalbe
2à sebagian kanal Schlemm terlihat àsudut sempit sedang. Mempunyai
kemampuan untuk jadi tertutup
3à sebagian kanal Schlemm masih terlihat termasuk skleral spur à sudut
terbuka sedang, tidak akan terjadi sudut tertutup
4à badan siliar terlihat à sudut terbuka
3. Oftalmoskopi
16
Prosedur diagnostik ini membantu pemeriksaan saraf optik untuk kasus
glaukoma. Tetes mata digunakan untuk melebarkan pupil sehingga dapat
terlihat melalui mata bentuk dan warna saraf optik.9
Gambar 2.3 Kelainan Akibat Glaukoma pada Nervus Optikus
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk memperhatikan keadaan papil
saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang kronik.
Papil saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnya
ekskavasi. Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat dari
ekskavasi yang luasnya tetap atau terus membesar. Kelainan papil saraf
optik: Rasio cekungan-diskus > 0,5. Kelainan serabut saraf retina, serat
yang pucat atau atropi akan berwarna hijau. Tanda lainnya ada perdarahan
peripapiler.
4. Pemeriksaan Lapangan Pandang
Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak spesifik
karena gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat
dijumpai pada semua penyakit nervus opticus, namum pola, kelainan
lapangan pandang, sifat progresivitas dan hubungannya dengan kelainan-
kelainan diskus optikus merupakan ciri khas penyakit ini. Kelainan yang
yang ditemukan berupa gangguan lapang pandang terutama mengenai 30◦
lapangan pandang bagian tengah. Dini semakin nyatanya bintik buta
meluas`kedaerah Bjerrum lapang padang di 15 derajat dari fiksasi.
17
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan lapangan pandang adalah
perimeter Goldmann yang merupakan pemeriksaan khusus pada
glaukoma. Alat ini digunakan untuk diagnosis dan penilaian kemajuan
terapi. Apabila alat ini tidak tersedia, dapat dilakukan secara konfrontasi.
Komplikasi
Glaukoma sekunder yang tidak diobati akan menyebabkan kebutaan yang
ireversibel. Papil yang mengalami perubahan penggaungan (cupping) dan
degenerasi dari saraf optik (atrofi) yang mungkin disebabkan beberapa faktor
seperti peninggian tekanan intraokular mengakibatkan gangguan perdarahan pada
papil sehingga terjadi degenerasi berkas-berkas serabut saraf pada papil saraf
optik. Peningkatan tekanan intraokular juga dapat menekan bagian tengah optik
yang mempunyai daya tahan terlemah dari bola mata. Bagian tepi papil relatif
lebih kuat dari bagian tengah sehingga terjadi penggaungan pada papil ini.12
Penatalaksanaan11-13
Prinsip pengobatan pada glaukoma sekunder adalah mengobati penyakit
dasarnya. Untuk glaukoma, penatalaksanaannya tergantung tipe glaukoma yang
ditimbulkan.
Pada glaukoma pigmentasi diperlukannya tindakan bedah drainase
glaukoma disertai terapi antimetabolit. Trabekuloplasti dengan laser sering
digunakan pada keadaan ini, tetapi kecil kemungkinan dapat menghilangkan
kebutuhan akan bedah drainase. Terapi glaukoma pseudoeksfoliasi sama dengan
glaukoma sudut terbuka.
Apabila terjadi karena uveitis, maka kita obati dulu penyebab awalnya
disertai pemberian terapi glaukoma sesuai keperluan, miotik dihindari karena
dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya sinekia posterior. Latanoprost
mungkin juga harus dihentikan karena dilaporkan menimbulkan eksaserbasi dan
reaktivasi uveitis. Terapi jangka panjang diantaranya tindakan bedah, sering
diperlukan karena kerusakan anyaman trabekular bersifat ireversibel. Setiap
uveitis dengan kecenderungan pembentukan sinekia posterior harus diterapi
dengan midriatik selama uveitisnya aktif untuk mengurangi resiko seklusi pupil.
Pada glaukoma sekunder yang disebabkan oleh katarak yang pertama
18
turunkan dahulu tekanan intraokulernya, setelah turun baru dilanjutkan dengan
operasi katarak. Sedangkan pada glaukoma sekunder yang terjadi karena
penggunaan steroid jangka panjang yaitu hentikan dulu penggunaan steroidnya
baru kemudian dilakukan penurunan tekanan intraokuler. Pada glaukoma yang
disebabkan oleh tumor yang berasal dari uvea atau retina seabaiknya diberikan
obat penurun tekanan intraokuler sampai dengan dilakukan tindakan enukleasi
bulbi. Sedang glaukoma yang disebabkan oleh neovaskularisasi pada retinopati
diabetikum dapat diberikan obat penurun tekanan intraokuler yang bersifat
menurunkan produksi humor akuos. Pada banyak kasus, terjadi kehilangan
penglihatan dan diperlukan prosedur siklodestruktif untuk mengontrol tekanan
intraokular. Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan
intraokular serta meningkatkan aliran humor aquos (drainase) dengan efek
samping yang minimal. Penanganannya meliputi :
1. Medikamentosa
a. Supresi pembentukan aqueous humor
Β blockers (misalnya timolol, levobunolol, carteolol, betaxolol, dan
metipranolol). Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular
dengan menurunkan sekresi dari humor aqueos. Sedian berupa obat tetes
mata yang dapat diberikan dua kali sehari atau sekali sehari (long acting).
Carbonic anyidrase inhibitors (misalnya, dorzolamide, brinzolamide,
azetozolamide). Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular
dengan jalan menghambat produksi humor aqueos. Asetazolamide 250 mg
dapat diberikan 4 kali sehari 1 tablet.
b. Fasilitasi aliran keluar aqueous humor
Prostaglandin analogues (misalnya latanoprost, travoprost, dan
bimatoprost). Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular
dengan melancarkan drainase dari humor aquos melalui jalur uveosklera.
Latanoprost, travoprost, dan bimatoprost masing-masing sekali setiap
malam dan larutan unoprostone dua kali sehari. Sympathomimetic agents
seperti epinefrin 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari
19
meningkatkan aliran keluar aqueous humor dan sedikit banyak disertai
penurunan pembentukan aqueous humor.
c. Miotik, midriatik dan sikloplegik
Parasympathomimetic agents seperti pilokarpin 2-4% diberikan 3-6 kali
sehari. Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular dengan jalan
memperkecil diameter pupil sehingga meningkatkan drainase/aliran humor
aquos ke trabecular meshwork.
2. Terapi Bedah dan Laser
a. Iridoplasti, iridektomi dan iridotomi perifer
Blokade pupil pada glaukoma sudut tertutup paling baik diatasi dengan
membentuk saluran langsung antara blik mata depan dan belakang
sehingga tidak ada perbedaan tekanan diantara keduanya. Iridotomi
perifer paling baik dilakukan dengan laser YAG:neomdymium walaupun
laser argon mungkin diperlukan pada iris berwarna gelap. Tindakan
bedah iridektomi perifer dilakukan bila iridotomi laser YAG tidak
efektif. Iridotomi laser YAG menjadi suatu tindakan pencegahan bila
dikerjakan pada sudut sempit sebelum serangan penutupan sudut. Pada
beberapa kasus penutupan sudut yang tekanan intraokularnya tidak
mungkin dikendalikan dengan obat atau tidak dapat dilakukan iridotomi
laser YAG dapat dikerjakan iridoplasti perifer laser argon (ALPI).
b. Trabekuloplasti Laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan bakaran melalui
suatu lensa-gonio ke anyaman trabekular akan memudahkan aliran keluar
aqueous humor, ini terjadi karena efek yang dihasilkan pada anyaman
trabekular dan kanal Schlemm atau adanya proses selular yang
meningkatkan fungsi anyaman trabekular.
c. Bedah Drainase Glaukoma
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk
memintas saluran-saluran drainase normal sehingga terbentuk akses
langsung aqueous humor dari bilik mata depan ke jaringan
subkonjungtiva dan orbita.
20
d. Tindakan Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah pada glaukoma lanjut dapat menjadi
alasan untuk mempertimbangkan tindakan destruksi corpus ciliare
dengan laser atau pembedahan untuk mengontrol tekanan intraokular.
Krioterapi, diatermi, terapi laser YAG; neodymium thermal mode, atau
laser dioda dapat digunakan untuk menghancurkan corpus ciliare.
Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total.
Apabila proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar penyakit glaukoma dapat
ditangani dengan baik.13
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal :
21
172-9, 220-4.
2. Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya
Medika. Jakarta. 2000.hal : 220-38.
3. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. Hal : 97-100.
4. Ilyas, S. Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi). Edisi 2. Balai Penerbit
FK UI. Jakarta. 2001. Hal: 1-33.
5. DEPKES RI, 1,5 PERSEN penduduk Indonesia Mengalami Kebutaan
2008.
6. Wijaya, N. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Jakarta: Abaditegal. 1993.
Hal: 219-243.
7. Lang,G. Glaukoma. In: Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas. 2ed ed.
New York:Thieme Stuttgart. 2007. P: 239-257.
8. Ilyas S, Tanzil M, Salamun, Azhar Z. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai
Penerbit FK UI. Jakarta. 2000. Hal: 155-72.
9. Ilyas, S. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai
Penerbit FK UI. Jakarta. 2000. Hal: 117-37.
10. American academy of ophthalmology. Glaucoma, lens, and anterior
segment trauma. California : American academy of ophthalmology. 1991.
11. Kanski JJ and Mc Allister JA. Glaucoma. Butterworth. 1989.
12. Ilyas S, Mailangkay, Taim H, Saman RR, Simarta M, Widodo PS. Ilmu
Penyakit Mata. Edisi 2. Sagung Seto. Jakarta. 2002. Hal: 239-261.
13. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Balai Penerbit FK UI.
Jakarta. 2011. Ha:169-174.
22