Refka Gizbur
-
Upload
brown-sugar -
Category
Documents
-
view
248 -
download
0
description
Transcript of Refka Gizbur
REFLEKSI KASUS APRIL 2015
“GASTROENTERITIS AKUT”
Nama : Mohammad Fadhil, S.Ked.
No. Stambuk : N 111 14 061
Pembimbing : dr. Nurhaedah T, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA
PALU
2015
PENDAHULUAN
Gizi buruk adalah keadaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam waktu cukup lama yang ditandai
dengan berat badan menurut umur (BB/U) yang berada pada <-3SD tabel baku WHO-
NCHS dan < - 3 SD juga pada tabel Z-score. Gizi buruk secara klinis terdiri atas
marasmus, kwasiorkor, dan marasmus-kwasiorkor.1,2,3
Menurut Depkes (2003), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan
seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang
berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan
indikator yang digunakan dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran
baku yang sering disebut reference. Baku antropometri yang sering digunakan di
Indonesia adalah World Health Organization – National Centre for Health Statistic
(WHO-NCHS). Berdasarkan baku WHO - NCHS status gizi dibagi menjadi empat :
Pertama, gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas. Kedua, Gizi
baik untuk well nourished. Ketiga, Gizi kurang untuk under weight yang mencakup
mild dan moderat, PCM (Protein Calori Malnutrition). Keempat, Gizi buruk untuk
severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor dan kwashiorkor. 3
Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk
adalah dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya menangani setiap
kasus yang ditemukan. Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi
tatalaksana gizi buruk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani dengan dua
pendekatan. Gizi buruk dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia berat,
dehidrasi berat, demam tinggi dan penurunan kesadaran) harus dirawat di rumah sakit,
Puskesmas perawatan, Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau Therapeutic Feeding Center
(TFC), sedangkan gizi buruk tanpa komplikasi dapat dilakukan secara rawat jalan.4
Penyakit penyerta yang sering pada gizi buruk adalah defisiensi vitamin A,
tuberkulosis paru, bronkopneumonia, askariasis, dan sebagainya. Pneumonia ialah
suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,
virus, jamur, dan benda asing. Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita
pneumonia berulang atau tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna.
Malnutrisi energi protein (MEP) merupakan faktor lain yang mempengaruhi
timbulnya pneumonia dikarenakan daya tahan tubuh menurun.4,5
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama : An. D
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 5 tahun
Tanggal Lahir : 08 Oktober 2009
Tanggal Masuk RS : 27 Oktober 2014
Anamnesa
Keluhan utama : BAB cair
Riwayat penyakit sekarang :
BAB cair (+) banyak kali/ lebih dari 3 kali sehari sejak 4 hari yang lalu
sebelum masuk rumah sakit, volume banyak, ampas (+), lendir (+), darah (-),
bau amis, warna kuning kehijauan.
Mual muntah (-).
Panas (+) sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, panas naik turun
dan turun dengan pemberian obat penurun panas, kejang (-), menggigil (-),
mimisan (-), perdarahan spontan (-).
Batuk (+) sejak ±12 jam sebelum masuk rumah sakit, lendir (+) namun sulit
dikeluarkan, sesak napas (+). Flu (-).
Nafsu makan menurun saat sakit, minum seperti orang kehausan
BAK biasa
Riwayat penyakit sebelumnya : Pasien pernah dirawat di RS 5 hari dengan
perawatan anemia dan sesak napas.
Riwayat keluarga : Tidak ada yang memiliki riwayat penyakit
yang sama. Riwayat alergi (-), riwayat asma (-)
Riwayat persalinan & kehamilan :
G2P0A1, anak lahir spontan dirumah dibantu oleh dukun beranak
pasien cukup bulan, dengan BBL = 3800 gram, dan PBL tidak diketahui
Kondisi ibu hamil dalam keadaan normal.
Anamnesis Makanan :
Anak mengkonsumsi ASI dan susu formula sejak lahir sampai usia 4 bulan.
Susu formula diteruskan sampai usia 2 tahun
Mulai makan nasi pada usia 3 tahun
Sekarang anak sudah makan nasi, sayur dan lauk pauk, namun sejak sakit
nafsu makan anak menurun.
Imunisasi : Imunisasi wajib lengkap
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 9,3 kg
Tinggi badan : 90 cm
Status Gizi : CDC 9,3/14 = 66% Gizi buruk
Tanda vital
Denyut nadi : 100 x/menit
Suhu : 39oC
Pernapasan : 44 x/menit
Tekanan darah : 85/65 mmHg
Kulit :
Ruam (-)
Turgor melambat
CRT < 2 detik
Warna sawo matang
Rumple leed Test (-)
Lapisan lemak di bawah kulit kurang (severe wasting) mengakibatkan kulit
menjadi keriput, kurangnya lapisan lemak terutama pada daerah bahu, lengan
atas, paha,dan pada bagian bokong (baggy pants)
Tidak ditemukan edema
Kepala : Normocephal, rambut kering, wajah tampak seperti orang tua
(old man face), tulang pipi tampak menonjol menutup
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
gerakan bola mata normal, refleks cahaya (+/+), palpebra
mata cekung (+)
Hidung : Sekret (-/-), pernapasan cuping hidung (+/+)
Telinga : Sekret (-/-)
Mulut : bibir tidak tampak sianosis, bibir kering (+),
lidah kotor (-), gusi normal, tonsil T1/T1 hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-)
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris bilateral,
retraksi intercosta (+)
Palpasi : vocal fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : Bronkovesikuler +/+,Rhongki +/+,Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada interkosta V linea
midklavikula sinistra
Perkusi : batas jantung atas teraba di sela interkosta II
linea parasternal sinistra; batas jantung kanan pada sela
interkosta IV linea midklavikula dekstra; batas jantung kiri
pada sela interkosta V linea midklavikula sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I & II murni reguler, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : cekung , distensi (-)
Auskultasi : peristaltik usus (+) kesan meningkat
Perkusi : timpani pada 4 kuadran abdomen
Palpasi : nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)
Genitalia : Normal
Anggota gerak
Ekstremitas atas : akral hangat, edema (-/-)
Ekstremitas bawah : akral hangat, edema (-/-)
Tulang belakang : tidak ada kelainan
Otot-otot : tonus otot menurun, atrofi (tidak terdapat otot di bawah
kulit)
Refleks : Refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)
Pemeriksaan Laboratorium :
a. Pemeriksaan Darah Lengkap
WHOLE BLOOD Hasil Rujukan Satuan
Hemoglobin 12,3 12-14 g/dl
RBC 3,52 4,10-5,50 106/mm3
WBC 24,0 5-15 103/mm3
HCT 29,6 36- 44 %
PLT 281 200-400 103/mm3
MCHC 32,6 32-36 g/dl
MCH 27,4 24- 30 Pg
MCV 84 73-89 fl
b. Pemeriksaan Feses
Eritrosit = 1
Leukosit = 1
Epitel = positif
Telur cacing = tidak ditemukan
Pemeriksaan Radiologi
Foto thorax PA :
difus bilateral dengan peningkatan
corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang
paru.
RESUME
Pasien laki-laki usia 5 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan BAB cair
sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi banyak kali, volume
banyak, konsistensi lunak, berlendir, berampas, warna kuning kehijauan dan
bau amis.
Nafsu makan menurun saat sakit, minum seperti orang kehausan.
Berdasarkan skor WHO ditemukan turgor melambat, mata cekung, bibir
kering dan kuat minum sehingga dikategorikan sebagai dehidrasi ringan
sedang.
Pasien juga demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, suhu tubuh
meningkat dan menurun saat di beri obat antipiretik
Batuk sejak ±12 jam sebelum masuk rumah sakit, berlendir namun sulit
dikeluarkan, batuk disertai sesak napas.
Skor TB
- Batuk berulang 1
- Gizi buruk 2
- Limfadenopati 0
- Ro. Thorax 0
- Kontak TB tidak jelas 0
- Demam berulang 1
- Tes Tuberkulin tidak dilakukan
Total Score 4 (TB paru negatif)
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan, lapisan lemak di bawah kulit kurang
(severe wasting) mengakibatkan kulit menjadi keriput, kurangnya lapisan
lemak terutama pada daerah bahu, lengan atas, paha,dan pada bagian bokong
(baggy pants), dan tampakan wajah seperti orang tua (Old Man Face)
Pada pemeriksaan abdomen diperoleh peristaltik usus (+) kesan meningkat
dan timpani pada 4 kuadran abdomen.
Pada pemeriksaan darah lengkap diperoleh leukositosis dengan kadar
leukositosis dengan kadar WBC 24,0 103/mm3
Hasil pemeriksaan radiologi Ro thorax PA ditemukan difus bilateral dengan
peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil serta halus yang
tersebar di pinggir lapang paru.
Diagnosis : Gizi buruk tipe marasmus dengan konsidi 3 (Diare dan
dehidrasi ringan sedang) + bronkopneumonia
Terapi :
Oksigen 1-2 L/menit
Bolus D10% 50 ml
2 jam pertama Resomal 50 cc tiap 30 menit
10 jam berikutnya resomal selang-seling dengan F75 tiap
1 jam
(Resomal 50-100 cc)
(F75 105 cc tiap 2 jam)
bila diare (-) hentikan Resomal
IVFD Dex 5% 8 tpm
Ceftriaxone 2 x 350 mg IV
Observasi Tanda vital tiap 2 jam
FOLLOW UP
Tanggal : 28 Oktober 2014
Subjek (S) : BAB cair (+) 6 kali, darah (-), lendir (+), ampas (+) warna
kuning kehijauan, bau tinja biasa, demam (+), batuk (+), sesak
(+)
Objek (O) :
o Denyut Nadi : 96 kali/menit
o Respirasi : 44 kali/menit
o Suhu : 380 C
o BB : 9,3 kg
o Mata cekung (-), konjungtiva anemis (-), bibir kering (-), turgor kembali
cepat, peristaltik (+) kesan meningkat. Rhonki basah halus +/+ pada area
bronkial
Assesment (A) : Gizi buruk tipe marasmus dengan konsidi 3 (Diare akut post
dehidrasi ringan sedang) dengan Bronkopneumonia
Plan (P) : Lanjut pengobatan fase stabilisasi hari ke-2
- IVFD Dex 5% 8 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2 x 350 mg
- Tablet Zinc 1 x 20 mg
- Vitamin A 1 Kapsul merah (200.000 IU)
- F-75 setiap 3 jam 150 ml
- Beri resomal jika diare (50-100 cc)
- Observasi tanda vital tiap 3 jam
Tanggal : 29 Oktober 2014
Subjek (S) : BAB cair (+) 5 kali, darah (-), lendir (+), ampas (+) warna
kuning kehijauan, bau tinja biasa, demam (+), batuk (+) sekali-
sekali, sesak napas (+)
Objek (O) :
o Denyut Nadi : 112 kali/menit
o Respirasi : 36 kali/menit
o Suhu : 37,50 C
o BB : 9,3 kg
o Mata cekung (-), konjungtiva anemis (-), bibir kering (-), turgor kembali
cepat, peristaltik (+) kesan meningkat, pernapasan cuping hidung (+),
retraksi interkosta (+), Rhonki basah halus +/+ pada bronkial
\Assesment (A) : Gizi buruk tipe marasmus dengan konsidi 3 (Diare akut post
dehidrasi ringan sedang) + bronkopneumonia
Plan (P) : Lanjut pengobatan fase stabilisasi hari ke-3
- Oksigen 1-2 L/menit
- IVFD Dex 5%
- Ceftriaxone 2 x 350 mg
- Tablet Zinc 1 x 20 mg
- F-75 setiap 3 jam 150 ml
- Beri resomal jika diare (50-100 cc)
- Periksa tanda vital tiap 3 jam
Tanggal : 30 Oktober 2014
Subjek (S) : BAB dan BAK biasa, demam (+), batuk (+) sekali-sekali,
lendir (+), sesak napas (+)
Objek (O) :
o Denyut Nadi : 108 kali/menit
o Respirasi : 48 kali/menit
o Suhu : 39,20 C
o BB : 9,4 kg
o Mata cekung (-), konjungtiva anemis (-), bibir kering (-), turgor kembali
cepat, peristaltik (+) kesan normal. pernapasan cuping hidung (+),
retraksi interkosta (+), rhonki basah halus +/+ pada area bronkhial
Assesment (A) : Gizi buruk tipe marasmus dengan Bronkopneumonia
Plan (P) : Lanjut pengobatan fase stabilisasi hari ke-4
- IVFD D5% 8 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2 x 350 mg
- Vitamin B 2 x 1
- Pct 4 x 100 mg
- Terapi gizi buruk, diberikan F-75 setiap 3 jam 150 ml
- Periksa tanda vital tiap 3 jam
Tanggal : 31 Oktober 2014
Subjek (S) : BAB dan BAK biasa, demam (+), batuk (+) sekali-sekali,
lendir (+), sesak napas napas (+)
Objek (O) :
o Denyut Nadi : 116 kali/menit
o Respirasi : 60 kali/menit
o Suhu : 37,70 C
o BB : 9,4 kg
o Mata cekung (-), konjungtiva anemis (-), bibir kering (-), turgor kembali
cepat, peristaltik (+) kesan normal, rhonki +/+ pada area bronkial
Assesment (A) : Gizi buruk tipe marasmus dengan bronkopneumonia
Plan (P) : Lanjut pengobatan fase stabilisasi hari ke-5
- Oksigen 1-2 L/menit
- IVFD D5% 8
- Inj. Ceftriaxone 2 x 350 mg
- Vitamin B 2 x 1
- Pct 4 x 100 mg
- F-75 setiap 3 jam 150 ml
- Periksa tanda vital tiap 3 jam
Tanggal : 01 November 2014
Subjek (S) : BAB dan BAK biasa, demam (+), batuk (+) sekali-sekali,
lendir (+), sesak napas (+).
Objek (O) :
Denyut Nadi : 140 kali/menit
Respirasi : 60 kali/menit
Suhu : 380 C
BB : 9,5 kg
Mata cekung (-),konjungtiva anemis (-),bibir kering (-),
turgor kembali cepat, peristaltik (+) kesan meningkat,
pernapasan cuping hidung (+), retraksi interkosta (+),
rhonki basah halus +/+ pada area bronkial (mulai
berkurang)
Assesment (A) : Gizi buruk tipe marasmus dengan Bronkopneumonia
Plan (P) : Lanjut pengobatan fase stabilisasi hari ke-6
- Oksigen 1-2 L/menit
- IVFD D5% 8
- Inj. Ceftriaxone 2 x 350 mg
- Vitamin B 2 x 1
- Pct 4 x 100 mg
- F-75 setiap 3 jam 150 ml
- Periksa tanda vital tiap 3 jam
Tanggal : 02 Oktober 2014
Subjek (S) : BAB dan BAK biasa, demam (+), batuk (+) sekali-sekali,
lendir (+)
Objek (O) :
o Denyut Nadi : 116 kali/menit
o Respirasi : 44 kali/menit
o Suhu : 380 C
o BB : 9,5 kg
o Mata cekung (-), konjungtiva anemis (-), bibir kering (-), turgor kembali
cepat, peristaltik (+) normal, sesak (+), pernapasan cuping hidung (-),
retraksi interkosta (+), rhonki basah halus +/+ pada area bronkial (mulai
berkurang)
Assesment (A) : Gizi buruk tipe marasmus dengan Bronkopneumonia
Plan (P) : Lanjut pengobatan fase stabilisasi hari ke-7
- IVFD D5% 8
- Inj. Ceftriaxone 2 x 350 mg
- Vitamin B 2 x 1
- Pct 4 x 100 mg
- F-75 setiap 3 jam 150 ml
- Periksa tanda vital tiap 3 jam
Pasien Pulang Atas Permintaan Keluarga
DISKUSI
Pada kasus ini, gizi buruk yang dialami oleh pasien termasuk tipe Marasmus.
Hal ini berdasarkan pada hasil perhitungan status gizi menggunakan grafik CDC
didapatkan hasil < 70% yang menunjukkan bahwa berat badan (BB) dan tinggi badan
(TB) anak tidak sesuai dengan umurnya dimana harusnya anak memiliki BB 14 kg
dari TB 90 cm.1,6
Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis
besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang
kurang atau anak sering sakit / terkena infeksi. Gizi buruk di kategorikan berdasarkan
gambaran klinisnya sebagai berikut : 2,3,7
1. Marasmus
Ciri dari marasmus menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004) antara lain:4
- Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus
- Perubahan mental
- Kulit kering, dingin dan kendur
- Rambut kering, tipis dan mudah rontok
- Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang
- Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas
- Sering diare atau konstipasi
- Kadang terdapat bradikardi
- Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
- Kadang frekuensi pernafasan menurun
2. Malnutrisi protein (Malnutrisi protein-kalori (PCM), kwashiorkor)
Ciri dari Kwashiorkor menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004)
antara lain:4
- Perubahan mental sampai apatis
- Sering dijumpai Edema
- Atrofi otot
- Gangguan sistem gastrointestinal
- Perubahan rambut dan kulit
- Pembesaran hati
- Anemia
3. Marasmus-kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinis kwashiorkor
dan marasmus. Jika diukur dengan menggunakan antropometri maka didapatkan
hasil perhitungan BB/TB < -3SD. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.5,6
Pada kasus ini, gizi buruk yang dialami oleh pasien termasuk tipe marasmus.
Hal ini berdasarkan pada hasil perhitungan status gizi menggunakan grafik CDC
yakni <70% menunjukkan bahwa BB dan TB anak tidak sesuai dengan umurnya
dimana harusnya anak memiliki BB ≥ 14 kg dan TB ≥ 90 cm. Selain itu pada
pemeriksaan fisik didapatkan lapisan lemak di bawah kulit kurang (severe
wasting) mengakibatkan kulit menjadi keriput, kurangnya lapisan lemak terutama
pada daerah bahu, lengan atas, paha, dan pada bagian bokong (baggy pants), tidak
ditemukan edema. Wajah tampak seperti orang tua (old man face), tulang pipi
tampak menonjol dan perut cekung.4,6
Pada kasus ini, anak mengalami gizi buruk karena:
a) Penyebab langsung
Penyebab langsung timbulnya kurang gizi pada anak balita adalah makanan
tidak seimbang dan penyakit infeksi yang mungkin di derita anak. Kedua penyebab
tersebut saling berpengaruh. Penyebab langsung pada kasus ini yaitu anak terkena
penyakit infeksi dimana pasien terkena infeksi paru sehingga menyebabkan
bronkopneumonia, kaitan infeksi dan kurang gizi seperti lingkaran setan yang sukar
diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi
malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan tubuh
sehingga mempermudah terjadinya infeksi.5
Pasien ini juga mendapatkan ASI hanya sampai umur 4 bulan. Hal inilah yang
dapat menyebabkan anak kekurangan gizi karena anak hanya mendapatkan sumber
nutrisi dari susu formula, yang tidak mampu mencukupi gizi dari anak.3
b) Penyebab tidak langsung
Penyebab langsung yang seperti diuraikan diatas, timbul karena ketiga faktor
penyebab tidak langsung, yaitu: (1) tidak cukup tersedia pangan atau makanan di
keluarga, (2) pola pengasuhan anak yang tidak memadai, dan (3) keadaan sanitasi
yang buruk dan tidak tersedia air bersih, serta pelayanan kesehatan dasar yang tidak
memadai. Ketiga faktor penyebab tidak langsung tersebut tidak berdiri sendiri tetapi
saling berkaitan. 3
Pada kasus ini, penyebab tidak langsung memegang peranan penting karena
pasien pada kasus ini berasal dari keluarga menengah kebawah, sehingga akan
mempengaruhi ketersedian pangan atau makanan keluarga.
Pada kasus ini, terdapat penyakit penyerta yaitu terdapat bronkopneumonia,
dan diare. Jadi, anak ini masuk dalam kelompok gizi buruk dengan komplikasi yang
merupakan indikasi dirawat di rumah sakit. Gangguan gizi dan infeksi sering saling
bekerja sama, dan bila bekerja bersama-sama akan memberikan dampak yang lebih
buruk dibandingkan bila kedua faktor tersebut masing-masing bekerja sendiri-sendiri.
Infeksi memperburuk taraf gizi dan sebaliknya, gangguan gizi memperburuk
kemampuan anak untuk mengatasi penyakit infeksi. Mikroorganisme yang tidak
terlalu berbahaya pada anak-anak dengan gizi baik, akan bisa menyebabkan kematian
pada anak-anak dengan gizi buruk. Hal ini terjadi karena pada gizi buruk protein
kurang karena asupan yang tidak adekuat menyebabkan sistem imun terganggu.3
Penatalaksanaan gizi buruk berdasarkan kondisi yang dialaminya. Menurut
Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 fase yang harus dilalui yaitu
fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 – 14), fase rehabilitasi (Minggu ke 3 –
6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7 – 26). Dimana tindakan pelayanan terdiri dari 10
tindakan pelayanan sebagai berikut:6,8
1. Fase stabilisasi (hari 1-7)
Pada fase ini energi yang dibutuhkan adalah 640 – 800/hari, protein 8-12
gr/hari, dan cairan 1040 ml/hari. Terapi yang diberikan pada fase ini adalah:
Mengatasi hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa dalam darah pada anak
gizi buruk < 3 mmol/liter atau 54 mg/dl. Tanda-tanda hipoglikemia adalah letargi,
tidak sadar, dan nadi lemah. Gejala lain berkeringat dan pucat tapi sangat jarang
dijumpai pada anak gizi buruk. Biasa gejalanya hanya diawali oleh mengantuk saja.
Cara mengatasi hipoglikemia:6,8
1) Jika pasien masih sadar: berikan cairan glukosa 10% atau glukosa oral 10% atau
NGT 50 ml.
2) Jika pasien tidak sadar: berikan cairan glukosa 10% (IV) dan bolus sebanyak 5
mL/kgBB. Selanjutnya larutan glukosa 10% atau gula pasir 10 % secara oral
atau NGT bolus 50 mL.
3) Jika pasien syok: Berikan cairan IV berupa RL dan dekstrose/glukosa 10%
dengan perbandingan 1:1 (= RL D 5%) sebanyak 15 mL/kgBB selama1 jam
pertama atau 5 tetes/menit/kgBB.
Mencegah dan mengatasi dehidrasi, dalam hal ini sesuai terapi rencana 3,
pasien diberi cairan resomal pada 10 jam pertama masuk RS ditambah dengan
pemasangan cairan infus
Pada pasien ini tidak terjadi hipotermia
Mengobati infeksi
Infeksi ditangani pada fase stabilisasi dan transisi. Pada kasus ini karena
terdapat penyakit penyerta yaitu bronkopneumonia, sehingga diberi antibiotik
ceftriaxone 2 x 350 mg.
Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro
Pada pasien ini diberikan vitamin A pada hari pertama. Dosis yang diberikan
pada anak ini adalah 200.000 SI (1 kapsul merah)
Tabel 3. Dosis vitamin A
Asam folat diberikan pada fase stabilisasi dan transisi dengan dosis 5 mg/hari
pada hari pertama, selanjutnya 1 mg/hari.
Vitamin B kompleks 1 tablet/hari selama fase stabilisasi dan transisi.
2. Fase transisi (hari 8-14)
Fase transisi energi yang dibutuhkan adalah 930-1391 kkal/hari, protein 219-
28 gr/hari, dan cairan 1425 ml/hari. Pada fase transisi F-75 diubah menjadi F-100.
Sebelum diganti ke F-100, diberikan dulu 1 hari F-100 dengan volume seperti F-
75. dosis F-100/4 jam sesuai dengan BB pada kasus, didapatkan dosis F-100: 235
ml. Dosisnya dimulai dari dosis rendah, kemudian 4 jam dosisnya dinaikkan 10 ml
sampai dosis maksimal. F-100 diberikan dari hari ke 3-7.6
Namun, pada kasus ini pasien pulang sebelum mendapatkan penanganan fase
transisi.
3. Fase rehabilitasi
Kebutuhan energi pada fase ini adalah 1425-2090 kkal/hari, protein 38-57
gr/hari, dan cairan 1425-1900 ml/kgBB/hari. Pada fase rehabilitasi tetap diberikan
F-100 sesuai dengan dosis pada fase transisi, tapi harus perhatikan kondisi anak.
Pada fase ini F-100 diberikan bersama dengan makanan padat sesuai dengan BB
anak. Pemberian F-100 pada fase ini diberikan selama minggu 2-6.
Tablet Fe mulai diberikan pada fase rehabilitasi selama 4 minggu. Dosis yang
diberikan pada kasus ini adalah 1 x 1 sendok teh (1 sendok=5ml=30 mg).
Tabel 5. Dosis Fe
Kurangi pemberian F-100 bila ada tanda bahaya sebagai berikut:8
Denyut nadi dan frekuensi nafas meningkat
Vena jugularis terbendung
Edema meningkat
Pada kasus ini, pasien sudah pulang sebelum fase rehabilitasi.
4. Fase tindak lanjut
Dimulai pada minggu 7-26 minggu. Memberikan makanan dengan porsi kecil dan
sering, sesuai dengan umur anak. Pada kasus ini, anak pada fase tindak lanjutnya
seharusnya diberikan makanan seperti dibawah ini :
Berikan nasi lembek yang ditambah telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging
sapi/wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak.
Berikan makanan tersebut 3 x sehari
Berikan juga makanan selingan 2 x sehari diantara waktu makan seperti: bubur
kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya.
Pada kasus ini, pasien hanya diberi edukasi berupa makanan tersebut tapi
petugas kesehatan tidak dapat memantau apakah anak memenuhi gizi yang seharusnya
atau tidak.
Adapun penatalaksanaan gizi buruk kondisi 3 ialah :
Pasien dalam kasus ini mengalami gizi buruk marasmus dengan kondisi 3, namun
setelah 2 hari dirawat inap, pasien tidak diare lagi, tidak ada dehidrasi, syok, maupun
letargi. Namun pemberian F75 di lanjutkan tanpa resomal.
Selain itu, anak mengalami batuk yang dicurigai sebagai infeksi TB Paru.
Namun, setelah dilakukan skoring TB hasilnya negatif, sehingga berdasarkan tanda
dan gejala anak sesak, retraksi interkosta, napas cepat dan demam tinggi , maka
disimpulkan anak mengalami bronkopneumonia.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC. Anak sangat
gelisah, dispnu, pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan
sianosis disekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan
penyakit, mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari, mula-mula kering menjadi
produktif. Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisis tergantung daripada luas
daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemui kelainan. Pada
auskultasi mungkin hanya terjadi ronki basah nyaring halus atau sedang.
Kemungkinan pada perkusi terdengar keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi
terdengar mengeras.5
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme.
Keadaan ini disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di
dalam paru menunjukkan adanya gangguan daya tahan tubuh, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan mengakibatkan timbulnya infeksi
penyakit. Masuknya mikroorganismeke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui
berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan-bahan yang
ada di nasofaring dan orofaring serta perluasan langsung dari tempat-tempat lain,
penyebaran secara hematogen.9
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk
mencegah infeksi yang terdiri dari susunan anatomis rongga hidung, jaringan limfoid
di nasofaring, bulu getar yang meliputi sebagian besarepitel traktus respiratorius dan
sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel terseb ut. Reflek batuk, refleks epiglotis
yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan
fungsi menyaring kelenjar limfe regional. Fagositosis, aksi limfosit dan respon
imunohumoral terutama dari IgA. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi
trakeo-bronkial yang bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik. Bila pertahanan
tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli
yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu
mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi
empat stadium, yaitu :6,9,10
A. Stadium (4–12 jam pertama/ kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatanpermeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma kedalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida, sehingga mempengaruhi perpindahan gas dalam darah dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.5
B. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
C. Stadium III (3–8hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi
di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini
eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
D. Stadium IV (7–11hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.9
Pemeriksaan Penunjang Bronkopneumonia: 5
a) Ro torak PA merupakan dasar diagnosis utama pneumonia
b) Leukosit>15.000/ul, dengan didominasi sel neutrofil
c) Trombositopenia bisa didapatkan pada pneumonia dengan empiema
d) Pemeriksaan sputum kurang berguna
e) Biakan darah jarang positif (3 – 11%) kecuali untuk Pneumokokus dan
H. Influenzae(25 – 95%)
f) Rapid test untuk deteksi antigen bakteri mempunyai sensitifitas dan spesifisitas
rendah.
g) Pemeriksaan serologis kurang bermanfaat.
Dari kasus ini, pemeriksaan penunjang yang memenuhi kriteria
bronkopneumonia adalah leukositosis yakni 24,0 103/mm3 dan terdapat gambaran
radiologi difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat
kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru.
TERAPI
Diagnosis etiologi pneumonia sangat sulit untuk dilakukan, sehingga pemberian
antibiotik diberikan secara empirik sesuai dengan pola kuman tersering yaitu
Streptococcus pneumonia dan H. influenza. Pemberian antibiotik sesuai kelompok
umur. Untuk umur dibawah 3 bulan diberikan golongan penisilin dan aminoglikosida.
Untuk usia > 3 bulan, pilihan utama adalah ampisilin dipadu dengan kloramfenikol.
Bila keadaan pasien berat atau terdapat empiema, antibiotik adalah golongan
sefalosporin. Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun,
dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7 – 10 hari. Bila diduga penyebab
pneumonia adalah S.aureus, kloksasilin dapat segera diberikan. Bila alergi terhadap
penisilin dapat diberikan cefazolin, klindamisin, atau vancomycin. Lama pengobatan
untuk Stafilokokus adalah 3 – 4 minggu.5
Pada pasien ini, diberi antibiotik ceftriaxone 2 x 350 mg, dimana ceftriaxone
dikenal sebagai generasi ketiga cephalosporin dengan spektrum luas gram negatif dan
memiliki khasiat lebih rendah terhadap organisme gram positif tetapi keberhasilan
yang lebih tinggi terhadap organisme resisten.9
Prognosis pada pasien ini adalah buruk, karena pasien meminta untuk pulang.
Sehingga petugas RS tidak dapat memantau fase pemulihan gizi buruk, selain itu
pasien juga mengalami bronkopneumonia, dimana pada anak-anak dengan keadaan
malnutrisi energi-protein berat dan tidak ditangani dengan baik akan memiliki
mortalitas yang lebih tinggi.9
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusat data dan informasi departemen kesehatan Republik Indonesia 2006. Glosarium data & informasi kesehatan. Available from:URL:http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/Glosarium%202006.pdf.
2. WHO Severe Acute Malnutrition:
http://www.who.int/nutrition/topics/malnutrition/en/
3. Anonim. Gizi buruk. Available from.URL:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20850/4/Chapter%20II.pdf
4. IDAI. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta. Penerbit Infomedika
6. Kementerian kesehatan republik indonesia. Bagan tatalaksana anak gizi buruk
buku I. Jakarta; Departemen kesehatan: 2003.
7. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 1995.
8. Kementerian kesehatan republik indonesia. Bagan tatalaksana anak gizi buruk
buku II. Jakarta; Departemen kesehatan: 2003.
9. Webmaster. Bronkopneumonia. Disitasi dari :
http://hsilkma.blogspot.com/2008/03/bronkopneumonia.html pada tanggal 18
November 2014.