refferat pengendalian infeksivjhf

16
1 BAB I PENDAHULUAN Pengendalian infeksi nosokomial semakin membutuhkan perhatian terutama dalam keadaan sosi al ekonomi yang kurang menguntungkan seperti yang dihadapi Indonesia saat ini. Indikasi perawatan pasien semakin ketat, pasien datang dalam keadaan yang semakin parah, sehingga perlu perawatan yang lebih lama, perlu tindakan bedah, yang juga berarti pasien memerlukan tindakan invasif yang lebih banyak. Secara keseluruhan berarti daya tahan pasien lebih rendah dan  pasien cenderung untuk mengalami berbagai tindakan invasif yang akan memudahkan masuknya mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial. Oleh karena itu mutu pelayanan di Rumah Sakit sangat dipengaruhi oleh bagaimana Rumah Sakit tersebut melakukan pengendalian infeksi nosokomial. Risiko infeksi nosokomial dapat juga terjadi pada para petugas Rumah Sakit tersebut (dokter, dokter bedah, perawat, petugas kesehatan lain, dokter muda, petugas kebersihan, serta seluruh petugas lain). Berbagai prosedur  penanganan pasien memungkinkan petugas kesehatan terpajan kuman yang  berasal dari pasien. Pengetahuan tentang pencegahan infeksi sangat penting untuk  petugas Rumah Sakit. Kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi di Rumah Sakit dan upaya pencegahan infeksi merupakan hal penting dalam pemberian  pelayanan yang bermutu. Untuk seorang petugas kesehatan, kemampuan mencegah infeksi memiliki keterkaitan dengan pekerjaan, karena mencakup setiap aspek penanganan pasien. Peran petugas adalah sebagai pelaksana langsung dalam upaya pencegahan infeksi. Di Rumah Sakit, infeksi dapat terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas, dari petugas k e pasien dan antar petugas, mengingat pentingny a hal ini untuk dipahami, maka pada kesempatan ini, akan dibahas pentingnya peran Dokter Muda dalam pencegahan infeksi nosokomial selama bertugas di bagian bedah.

description

vkhgjjf

Transcript of refferat pengendalian infeksivjhf

Page 1: refferat pengendalian infeksivjhf

7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf

http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 1/16

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pengendalian infeksi nosokomial semakin membutuhkan perhatian

terutama dalam keadaan sosial ekonomi yang kurang menguntungkan seperti yang

dihadapi Indonesia saat ini. Indikasi perawatan pasien semakin ketat, pasien

datang dalam keadaan yang semakin parah, sehingga perlu perawatan yang lebih

lama, perlu tindakan bedah, yang juga berarti pasien memerlukan tindakan invasif 

yang lebih banyak. Secara keseluruhan berarti daya tahan pasien lebih rendah dan

 pasien cenderung untuk mengalami berbagai tindakan invasif yang akan

memudahkan masuknya mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial. Oleh

karena itu mutu pelayanan di Rumah Sakit sangat dipengaruhi oleh bagaimana

Rumah Sakit tersebut melakukan pengendalian infeksi nosokomial.

Risiko infeksi nosokomial dapat juga terjadi pada para petugas Rumah

Sakit tersebut (dokter, dokter bedah, perawat, petugas kesehatan lain, dokter 

muda, petugas kebersihan, serta seluruh petugas lain). Berbagai prosedur 

 penanganan pasien memungkinkan petugas kesehatan terpajan kuman yang

 berasal dari pasien. Pengetahuan tentang pencegahan infeksi sangat penting untuk 

 petugas Rumah Sakit. Kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi di Rumah

Sakit dan upaya pencegahan infeksi merupakan hal penting dalam pemberian

 pelayanan yang bermutu. Untuk seorang petugas kesehatan, kemampuan

mencegah infeksi memiliki keterkaitan dengan pekerjaan, karena mencakup setiap

aspek penanganan pasien. Peran petugas adalah sebagai pelaksana langsung dalam

upaya pencegahan infeksi.

Di Rumah Sakit, infeksi dapat terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas,

dari petugas ke pasien dan antar petugas, mengingat pentingnya hal ini untuk 

dipahami, maka pada kesempatan ini, akan dibahas pentingnya peran Dokter 

Muda dalam pencegahan infeksi nosokomial selama bertugas di bagian bedah.

Page 2: refferat pengendalian infeksivjhf

7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf

http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 2/16

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi

Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh

yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Cara transmisi

mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airborne,

atau dengan kontak langsung. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut

dirawat di Rumah Sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu

dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum,

 pasien yang masuk Rumah Sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari

72 jam (3 hari) menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum

 pasien masuk Rumah Sakit, dan infeksi yang baru (yang didapatkan di Rumah

Sakit) menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada di Rumah Sakit, baru

disebut infeksi nosokomial.

Jenis infeksi nosokomial yang sering dijumpai pada pasien bedah adalah

infeksi saluran kemih, infeksi arena bedah, dan infeksi saluran nafas bawah, serta

 bakteriemia, dan sepsis yang berkaitan dengan penggunaan alat intravaskuler.

Upaya identifikasi dan pengamatan pasien yang beresiko tinggi harus dilakukan

sehingga kemudian dapat dilakukan upaya pencegahan, diagnosis, dan

 penanggulangannya.

2.2 Epidemiologi

Di negara maju, infeksi yang didapat dalam Rumah Sakit terjadi dengan

angka yang cukup tinggi. Misalnya, di Amerika Serikat, ada 20.000 kematiansetiap tahun akibat infeksi nosokomial. Di seluruh dunia, 10 persen pasien rawat

inap di Rumah Sakit mengalami infeksi yang baru selama dirawat  –  1,4 juta

infeksi setiap tahun. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 Rumah Sakit di

DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 persen pasien rawat inap

mendapat infeksi yang baru selama dirawat. Jumlah penderita bedah dan non-

 bedah yang mengalami infeksi nosokomial adalah sebanding.

Page 3: refferat pengendalian infeksivjhf

7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf

http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 3/16

3

2.3 Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial

2.3.1 Agent (Agen Infeksi)

Berbagai macam mikroorganisme dapat menginfeksi pasien selama

dirawat di Rumah Sakit. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:

  karakteristik mikroorganisme,

  resistensi terhadap zat-zat antibiotika,

  tingkat virulensi,

  dan banyaknya materi infeksius.

Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat

menyebabkan infeksi nosokomial. Kebanyakan infeksi yang terjadi di Rumah

Sakit lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu melalui makanan dan udara

dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Karakteristik mikroorganisme:

1.  Bakteri

Ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat.

Keberadaan flora normal ini sangat penting dalam melindungi tubuh

dari pajanan bakteri patogen. Tetapi pada beberapa kasus infeksi dapat

tetap terjadi jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang rendah

terhadap mikroorganisme. Contohnya  Escherichia coli paling banyak 

dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran kemih. Bakteri patogen

lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik 

maupun endemik. Contohnya :

•  Anaerobik Gram positif, Clostridium yang dapat menyebabkan

gangren

•  Bakteri gram positif: Staphylococcus aureus, parasit di kulit dan

hidung dapat menyebabkan gangguan pada paru, jantung serta

 pembuluh darah serta seringkali telah resisten terhadap antibiotika.

•  Bakteri gram negatif:  Escherichia coli, Proteus, Klebsiella,

 Enterobacter. Pseudomonas sering sekali ditemukan di air dan

 penampungan air yang menyebabkan infeksi di saluran pencernaan

dan pasien yang dirawat.

•  Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka

 bekas jahitan, paru, dan peritoneum.

Page 4: refferat pengendalian infeksivjhf

7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf

http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 4/16

4

2.  Virus

Infeksi virus seperti termasuk virus hepatitis B dan C ditularkan

dengan media penularan dari transfusi, dialisis, suntikan dan

endoskopi.  Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan

enteroviruses yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau melalui

rute fekal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum

suntik, dan transfusi darah. Rute penularan untuk virus sama seperti

mikroorganisme lainnya. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi

nosokomial adalah Cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes

simplex virus, dan varicella-zoster virus.

3.  Parasit dan Jamur 

Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah

ke orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat

timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri dan obat

immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans,

 Aspergillus sp, Cryptococcus neoformans, dan Cryptosporidium.

  Resistensi Antibiotika

Banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten. Meningkatnya

resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap

 pasien yang immunocompromised. Resitensi dari bakteri ditransmisikan

antar pasien dan faktor resistensinya dipindahkan antar bakteri.

Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini meningkatkan multipikasi

dan penyebaran strain yang resistan. Penyebab utamanya karena penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol, dosis

antibiotika yang tidak optimal, terapi dan pengobatan menggunakan

antibiotika yang terlalu singkat, dan kesalahan diagnosa.

Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen

yang resisten terhadap antibiotika, mengakibatkan timbulnya

multiresistensi kuman terhadap obat-obatan tersebut.

Page 5: refferat pengendalian infeksivjhf

7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf

http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 5/16

5

2.3.2 HOST (Respon dan toleransi tubuh pasien)

Hal-hal yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien

dalam hal ini adalah:

  Umur 

  Status imunitas penderita

  Penyakit yang diderita

  Obesitas dan malnutrisi

  Orang yang menggunakan obat-obatan secara sembarangan (tidak sesuai

dosis dan waktu)

  Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan

terapi.

Faktor usia berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi

kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor,

anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-

keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang

semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat

menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan

 penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan

 pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.

Adanya port-entry dan juga port-exit juga merupakan salah satu penyebab

terjadinya infeksi nosokomial.  Port-entry dapat berupa luka pada kulit, luka

terbuka, bekas jahitan yang belum tertutup sempurna, dan juga membran mucous.

Sedangkan port-exit yaitu tempat keluarnya bahan-bahan yang dapat menginfeksi,

yaitu melalui kulit, saluran pernafasan, plasenta, saluran pencernaan, dan lain-lain.

2.3.3 Environment (Lingkungan Rumah Sakit)

Rumah Sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat

dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Dari suatu penelitian klinis,

infeksi nosokomial terutama disebabkan tindakan yang dilakukan di lingkungan

Rumah Sakit, antara lain infeksi dari kateter urin, jarum infus, infeksi saluran

nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia.

Page 6: refferat pengendalian infeksivjhf

7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf

http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 6/16

6

2.4 Macam penyakit yang disebabkan oleh infeksi nosokomial di bagian bedah

2.4.1 Infeksi saluran kemih

Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat penyakit dasar pada saluran

kemih atau penggunaan kateter uretra yang lama. Walaupun tidak terlalu

 berbahaya, tetapi dapat menyebabkan terjadinya bakteremia dan mengakibatkan

kematian. Sangat sulit untuk dapat mencegah penyebaran mikroorganisme

sepanjang uretra yang melekat dengan permukaan dari kateter. Oleh karena itu,

sebaiknya pemakaian kateter pasca bedah sebaiknya tidak lebih dari 3 hari. Jika

 pada pasien kritis, hal ini tidak dapat dilakukan, perlu dilakukan kultur urin untuk 

menentukan jumlah kolonisasi bakteri. Infeksi baru dapat ditegakkan jika terdapat

koloni bakteri sebanyak 105/ml. Organisme yang bisa menginfeksi biasanya

E.Coli atau Enterococcus faecalis. Pengobatan diberikan selama 10-14 hari

dengan menggunakan antibiotik yang diketahui efektif terhadap koloni bakteri

yang ditemukan.

Penyebab paling utama adalah kontaminasi tangan atau sarung tangan

ketika pemasangan kateter, atau air yang digunakan untuk membesarkan balon

kateter. Usaha untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih adalah dengan

menggunakan teknik aseptik ( prinsip bedah untuk mempertahankan keadaan bebas

kuman) dan septik (cara dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai keadaan bebas

kuman patogen) pada pemasangan kateter uretra, penggantian kateter secara

 berkala, dan pencucian meatus uretra setiap hari.

2.4.2 Pneumonia pasca bedah

Pneumonia pasca bedah merupakan infeksi saluran nafas yang paling

sering dijumpai. Penderita yang terpaksa lama menggunakan pipa trakea denganventilator paru, penderita luka bakar, dan pasien trakeostomi berisiko tinggi untuk 

mendapatkan pneumonia. Diagnosis dapat ditegakkan dari gejala klinis, foto

thorax yang menunjukkan adanya infiltrat pada paru, dan ditemukannya

mikroorganisme penyebabnya dari pulasan gram sputum. Penyebab tersering

adalah Pseudomonas aureginosa, Klebsiella sp., E. Coli, dan Staphylococcus

aureus. Oleh karena itu terapi harus diberikan antibiotik yang efektif terhadap

 bakteri tersebut secara parenteral selama dua sampai tiga minggu.

Page 7: refferat pengendalian infeksivjhf

7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf

http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 7/16

7

2.4.3 Infeksi Arena Bedah

Infeksi pada arena bedah dapat terjadi pada luka operasi superfisial atau

 pada rongga tubuh tempat operasi dilakukan. Infeksi luka operasi dapat terjadi

 pada permukaan kulit, jaringan lemak bawah kulit, dan di atas fasia. Infeksi luka

dalam terjadi pada luka operasi di bawah fasia sampai dengan rongga tubuh atau

organ di bawahnya. Kriteria diagnosis adanya infeksi di arena operasi antara lain:

  terdapat cairan purulen dari luka superfisial

  dokter bedah menilai adanya infeksi luka (selulitis, demam, dan infeksi

yang dicurigai) dan membuka luka tersebut

  luka superfisial atau dalam yang menghasilkan cairan yang terbukti

adanya bakteri pada pemulasan Gram atau kultur luka dengan teknik 

aseptik 

  adanya abses pada luka dalam

  luka dalam dilakukan reeksplorasi karena adanya dehisensi akibat infeksi

Penggunaan antibiotik profilaksis atau terapuetik tergantung pada jenis luka

operasi.

Infeksi luka superfisial ditatalaksanai dengan membuka jahitan luka,

mengeluarkan pus, membuang jaringan nekrotik, dan menutupnya dengan balutan

kassa steril. Kultur dan kompres antibiotik diperlukan jika batas selulitis melebihi

dua sentimeter tepi sayatan luka atau pada pasien yang mengalami supresi

imunitas. Infeksi luka dalam dapat ditatalaksanai dengan pengeluaran per kutan

 jika tidak ada sumber infeksi yang akan terus berlangsung, seperti kebocoran

saluran cerna. Operasi reeksplorasi diperlukan jika terdapat kebocoran dari

anastomosis saluran cerna.

2.4.4 Infeksi akibat penggunaan kateter intravaskuler 

Penggunaan kateter intravaskuler baik untuk pemberian obat, nutrisi

 parenteral, pemantauan hemodinamik, hemodialisis, maupun plasmaferesis dapat

menimbulkan bakteriemia. Bakteriemia dapat menyebabkan sepsis dan kegagalan

oragan ganda, serta dapat berakhir fatal jika tidak ditanggulangi. Infeksi sering

kali terjadi apabila kateter intravaskuler digunakan untuk waktu lama. Infeksi

Page 8: refferat pengendalian infeksivjhf

7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf

http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 8/16

8

lebih sering terjadi ada kateter yang dimasukkan ke dalam vena femoralis

daripada ke vena perifer, vena subklavia, maupun vena jugularis. Risiko tinggi

terjadinya infeksi timbul bila ada infeksi kulit, pada luka bakar, atau penggunaan

kateter multi lumen serta penggantian berulang. Tanda lokal yang dapat

ditemukan di dekat kateter adalah kemerahan, edema, nyeri, dan kadang-kadang

ditemukan eksudat purulen.

Untuk mencegah terjadinya bakteriemia dan sepsis, insersi kateter 

intravaskuler harus dilakukan dengan teknik aseptik dan antiseptik yang benar,

dan dengan insersi yang hati-hati dan teliti.

2.5 Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial dalam ruang operasi

Berbagai upaya pencegahan yang dilakukan untuk menghindari timbul

infeksi nosokomial pada pasien bedah yaitu:

1. Kamar operasi

  Penggunaan arus udaralaminer dan

  Filtrasi udara sedangkan dipertahankan

  Tekanan udara positif 

  Pembatasan jumlah tenaga medis di kamar operasi

2. Tindak bedah aseptik 

  Pencucian tangan dengan aseptik 

  Penggunaan sarung tangan steril

  Penggunaan penghalang : tutup kepala, mulut, dan baju bedah steril

  Penggunaan alat bedah steril

  Kain /duk steril

3. Tindakan pada pasien

  Mempersingkat waktu rawat preoperasi

  Pengobatan infeksi yang menyertai

  Pencukuran bulu dan rambut di daerah operasi

  Preparasi kulit dengan zat antiseptik 

  Meningkatkan daya tahan pasien : penanggulangan malnutrisi, obesitas,

 berhenti merokok, pengobatan penyakit penyerta

Page 9: refferat pengendalian infeksivjhf

7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf

http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 9/16

9

4. Teknik bedah yang baik 

  Trauma yang minimal

  Hemostasis yang baik 

  Pengeluaran benda asing dan jaringan nekrotik dari luka traumatis

Beberapa upaya tersebut akan dibahas singkat berikut ini:

1.  Lingkungan pembedahan

Lingkungan sekitar tempat pembedahan merupakan daerah aseptik.

Karena itu kamar bedah tidak dapat dipakai untuk macam-macam tindakan

lain agar keadaan aseptik tersebut tetap terjaga. Hal-hal yang perlu

diperhatikan adalah mengurangi jumlah kuman dalam udara dan lamanya

luka terbuka. Jumlah kuman di udara dipengaruhi oleh kelembaban dan

suhu udara, dan dapat dikurangi dengan penggantian udara. Udara kamar 

 bedah harus diganti sekitar 18-25 kali setiap jam dan ini baru dapat

dilaksanakan bila tekanan dalam kamar bedah lebih positif. Kelembaban

udara yang rendah akan mengurangi kelistrikan statik dalam udara

sehingga transmisi bakteria lebih sedikit. Kelembaban udara kamar bedah

ini sebaiknya dijaga sekitar 50% (udara luar normal 70-90%).

2.  Personil kamar bedah

Untuk mempertahankan keadaan aseptik dalam kamar bedah sewaktu

 pembedahan, setiap orang yang bekerja dalam kamar bedah harus tunduk 

 pada peraturan dan teknik aseptik yang berlaku. Disiplin dasar dalam

teknik aseptik harus dipatuhi oleh setiap personil kamar bedah maupun

orang yang masuk ke dalam kamar bedah.

Personil medik dan perawat merupakan pembawa kuman melalui kontak langsung atau udara, karena Staphylococcus aureus dari hidung, ketiak,

dan daerah anus, perineum dan genitalia mudah disebarkan. Maka disiplin

dasar ini menyangkut higiene pribadi, kebersihan kulit, pakaian dalam

termasuk kebersihan daerah perineum. Disiplin kerja yang baik dalam

 pembedahan adalah berbicara seperlunya selama pembedahan, membatasi

 berjalan-jalan dalam kamar bedah, dan membatasi kontak dengan orang

lain.

Page 10: refferat pengendalian infeksivjhf

7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf

http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 10/16

10

3.  Pakaian dasar dan gaun bedah

Setiap orang yang masuk ke kamar bedah harus menggunakan pakaian

 penutup permukaan kulit yang dapat berhubungan dengan daerah

 pembedahan. Pakaian ini termasuk sarung tangan, masker, dan tutup

kepala. Pakaian dasar tidak boleh dipakai di luar ruang bedah.

Pakaian bedah dibagi dalam dua macam yaitu yang dipakai oleh setiap

orang yang masuk kamar bedah yang merupakan pakaian dasar, dan yang

dipakai oleh pembedah serta para assistennya sewaktu pembedahan yang

disebut gaun bedah. Pakaian dasar harus memenuhi syarat bersih, ringan,

 berbahan tipis dan tembus udara. Pakaian dasar tidak perlu steril, tetapi

dicuci dan disetrika setiap akan dipakai. Pakaian dasar harus menutupi

tungkai bawah, berlengan pendek, dan seragam untuk setiap unit bedah.

Sedangkan tutup kepala dan masker juga bersih dan tidak dipakai berkali-

kali. Tutup kepala harus menutupi semua bagian rambut, masker menutupi

kumis, cambang, jenggot, lubang hidung, dan mulut. Alas atau sarung kaki

harus bersih dan jangan sekali-kali dipakai di luar unit bedah tersebut.

Pakaian dasar harus dipakai oleh setiap orang yang masuk ke kamar 

 bedah, termasuk mereka itu yang masuk sebentar saja. Gaun bedah harus

memenuhi syarat steril, disediakan di atas meja instrumen, menutupi tubuh

secara melingkar, berlengan panjang, menutup leher, panjangnya sampai

di bawah lutut, dan terbuat dari bahan yang tipis tetapi kuat.

4.  Cuci tangan

Mencuci tangan dilakukan dengan air mengalir dan dianjurkan teknik 

Fuerbringer. Handuk harus dilepaskan jatuh setelah menyentuh siku.

Teknik tanpa singgung, dalam teknik asepsis digunakan teknik tanpa singgungyang bertujuan mengusahakan agar benda steril yang akan dipakai sewaktu

 pembedahan tidak langsung bersinggungan dengan kulit tangan pemakai. Terlebih

dahulu dikenakan masker dan tutup kepala. Teknik tanpa singgung ini harus

diterapkan dalam tindakan mengeringkan tangan dan lengan, memasang gaun

 bedah, mengambil dan memakai sarung tangan, memasangkan gaun bedah untuk 

orang lain, memasang dan melepas sarung tangan, membuka bungkusan kain dan

instrumen, menyerahkan set instrumen, melakukan desinfeksi kulit penderita.

Page 11: refferat pengendalian infeksivjhf

7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf

http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 11/16

11

Prinsip cuci tangan

a.  Cara memegang sikat dan sabun,

 b.  Sikat tangan secara sistematik; satu per satu jari dicuci,

c.  Sikat kuku

d.  Tutup kran dengan siku; tangan dikeringkan dengan kain handuk 

steril, yang dijatuhkan segera setelah menyentuh siku

e.  Tangan harus selalu lebih tinggi daripada siku.

f.  Mengambil handuk,

g.  Keringkan tangan,

h.  Keringkan pergelangan tangan,

i.  Lengan bawah,

 j.  Siku,

k.  Handuk langsung dijatuhkan, sebab dikontaminasi oleh siku.

l.  Memakai gaun operasi steril & sarung tangan steril

2.6 Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial dalam ruang rawat inap

2.6.1 Dekontaminasi tangan

Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga

kebersihan tangan. Penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan

melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit

infeksi. Hal yang perlu diingat adalah memakai sarung tangan ketika akan

mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin,

membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, dan segera

mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.

Pada setiap keadaan berikut, kecuali dalam keadaan benar-benar gawatdarurat, personil harus selalu cuci tangan:

1.  sebelum melakukan prosedur invasif 

2.  sebelum melakukan perawatan langsung, khususnya pada pasien yang

rentan, misalnya pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah dan

neonatus

3.  sebelum dan sesudah merawat setiap jenis luka

Page 12: refferat pengendalian infeksivjhf

7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf

http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 12/16

12

4.  setelah tindakan tertentu, tangan diduga tercemar dengan

mikroorganisme khususnya pada tindakan yang memungkinkan kontak 

dengan darah, selaput lendir, cairan tubuh, sekresi, ekskresi

5.  setelah menyentuh benda yang memungkinkan terkontaminasi dengan

mikroorganisme virulen atau secara epidemiologis merupakan

mikroorganisme penting, benda ini termasuk pengukur urin atau alat

 penampung sekresi

6.  setelah melakukan perawatan langsung pada pasien yang terinfeksi

atau kemungkinan kolonisasi mikroorganisme yang bermakna secara

klinis atau epidemiologi

7.  setiap kontak dengan pasien di unit resiko tinggi

8.  setelah melakukan perawatan langsung maupun tidak langsung pada

 pasien yang tidak infeksius

Teknik cuci tangan rutin

a.  gunakan sabun dan basuh 10-15 detik di bawah air mengalir 

 b.  gosokkan telapak tangan, kemudian punggung tangan, dan ibu jari

c.   jangan lupakan bagian yang sering terlewatkan, yaitu kuku, dengan

gerakan memutar pada telapak tangan

d.   jangan menutup kran dengan tangan yang telah bersih

e.  Keringkan tangan dengan kain yang bersih dan belum terpakai

f.  Matikan kran dengan kain tersebut

g.  Jangan menyentuh barang-barang lain yang tidak bersih

2.6.2 Instrumen bedah, serta alat kesehatan lain

Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikanyang dilakukan di negara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum, tabung

atau keduanya yang dipakai berulang-ulang) dan banyaknya suntikan yang tidak 

 penting (misalnya penyuntikan antibiotika). Untuk mencegah penyebaran

 penyakit melalui instrumen bedah, maka diperlukan:

  Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan

  Pergunakan jarum steril

Page 13: refferat pengendalian infeksivjhf

7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf

http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 13/16

13

  Penggunaan alat suntik yang disposabel, setelah penggunaan, alat suntik 

disposabel dibuang ke tempat khusus (kotak kuning)

  Masker, sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui

udara.

  Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah,

cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti

untuk tiap pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda yang

kotor, sarung tangan harus segera diganti.

  Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama

kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan

tubuh, urin dan feses. Setelah penggunaan, baju khusus dan linen

ditempatkan pada tempat khusus yang telah ditentukan.

  Penempatan masker, sarung tangan, kassa, serta alat-alat lain pada tempat

sampah medis, dengan kantong plastik warna kuning.

  Instrumen yang akan digunakan harus sudah didisinfeksi atau disterilisasi.

Semua benda yg akan didisinfeksi atau disterilkan terlebih dahulu

dibersihkan dg seksama untuk menghilangkan semua bahan organik 

(darah dan jaringan) dan sisa2 lainnya. Sterilisasi dapat menggunakan

autoclave, dryheat, sterilisasi gas atau dengan perendaman di larutan

chlorine 0,5 %.

Page 14: refferat pengendalian infeksivjhf

7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf

http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 14/16

14

BAB III

KESIMPULAN

Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di Rumah Sakit

dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah

selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Dokter muda sebagai petugas Rumah

Sakit juga bertanggung jawab dalam pencegahan infeksi nosokomial. Dari semua

 pembahasan di atas, maka dapat dipahami bahwa terjadinya infeksi nosokomial

didasari oleh 3 faktor, yaitu agen penyakit, yaitu bakteri, virus, jarum, dan parasit,

host atau pasien/ petugas Rumah Sakit sendiri, serta lingkungan Rumah Sakit, di

mana semuanya ini saling terkait. Host mengeluarkan agen penyakit dari port-exit,

melalui udara, air, ataupun peralatan Rumah Sakit yang digunakan untuk 

 perawatannya, kemudian host lain yang mempunyai port-entry, dapat berupa luka

di kulit, luka di kamar operasi, luka bekas operasi, menerima agen yang

dikeluarkan oleh host yang lain, sehingga timbullah infeksi nosokomial. Peranan

seluruh petugas kesehatan dalam menjaga kebersihan, mematuhi seluruh

 peraturan yang dibuat dalam menjaga kebersihan sangat berperan penting dalam

 pencegahan infeksi nosokomial.

Sebagaimana seluruh petugas kesehatan pencegahan infeksi nosokomial,

demikian juga halnya kami sebagai Dokter Muda. Dokter Muda wajib melakukan

 pencegahan infeksi nosokomial dengan:

  menjaga tubuh dalam keadaan sehat, sehingga tidak menjadi sumber 

 penyakit.

  Selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa pasien.

  Tidak menggunakan satu alat secara berturut-turut pada beberapa pasientanpa dibersihkan dan distrerilasikan dengan baik lebih dahulu setelah

dipakai pada seorang pasien.

  Memakai sarung tangan ketika akan mengambil atau menyentuh darah,

cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang

kita anggap telah terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah

melepas sarung tangan.

Page 15: refferat pengendalian infeksivjhf

7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf

http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 15/16

15

  Menggunakan masker dan topi pelindung, serta baju pelindung untuk 

 perlindungan diri dan untuk sterilitas

  Penggunaan alat-alat medis dengan tindakan septik dan aseptik, sterilisasi

dan disinfektan, dengan autoclave, dry-heat, atau dengan perendaman

chlorine 0,5 % 

  Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka

diperlukan: pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan,

 pergunakan jarum steril, penggunaan alat suntik yang disposabel,

menggunakan, menutup, dan membuang instrumen tajam pada tempatnya

(box kuning)

  Pengangkutan barang-barang maupun bahan bekas pakai pasien infeksi,

harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan, tidak asal angkut. 

Page 16: refferat pengendalian infeksivjhf

7/14/2019 refferat pengendalian infeksivjhf

http://slidepdf.com/reader/full/refferat-pengendalian-infeksivjhf 16/16

16

DAFTAR PUSTAKA

1.  Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta. EGC.

2002. Hal 1500.

2.  Syamsuhidayat, R. Wim, de Jong. Buku-Ajar Ilmu Bedah, Ed.-2. Jakarta:

EGC; 2004. Hal 63-65.

3.  Universal Precaution Guidelines for Primary Health Care Centers in

 Indonesia, Juli 2000.