Referensi PTP
-
Upload
asmarasabda -
Category
Documents
-
view
71 -
download
0
Transcript of Referensi PTP
PENGANTAR TEKNIK PERMINYAKAN
1. ASAL MULA HIDROKARBON
Ada dua teori yang mencoba untuk menjelaskan asal mula minyak bumi, yaitu
teori organik dan teori anorganik. Secara umum teori yang paling banyak dianut
adalah teori organik. Pada umumnya proses pembentukan minyak bumi melalui
fasa-fasa sebagai berikut :
Pembentukannya, yaitu :
- pengumpulan zat organik didalam sedimen
- pengawetan zat organik didalam sedimen
- perubahan zat organik menjadi minyak bumi
Migrasi dari minyak bumi yang tersebar didalam batuan sedimen ke
perangkap dimana minyak berada.
Akumulasi dari tetes minyak yang tersebar didalam lapisan sedimen
sehingga berkumpul menjadi akumulasi yang mempunyai nilai ekonomis.
Lingkungan Terdapatnya Minyak dan Gas Bumi
Hampir sebagian besar minyak dan gas bumi diketemukan pada lapisan batuan
pasir karbonat. Sangat terbatas terbentuk batuan shale, batuan vulkanik, ataupun
rekahan batuan kasar (basalt).
Studi pendahuluan meliputi geologi regional, yang menyangkut studi
komparatif atau perbandingan dengan daerah geologi lainnya yang telah terbukti
produktif. Studi ini mempertimbangkan formasi yang bisa dijadikan sasaran
eksplorasi, struktur yang dapat bertindak sebagai perangkap dan seterusnya.
Pada umumnya lebih tebal lapisan sedimen didapatkan, kemungkinan
ditemukannya minyak bumi akan lebih besar. Hal ini disebabkan karena pada
umumnya lebih tebal lapisan sedimen itu, tentu lebih banyak lagi formasi yang
dapat bertindak sebagai reservoir maupun sebagai batuan induk. Lebih luasnya
batuan sedimen tersebar, akan lebih memungkinkan atau lebih leluasa kita
mencari perangkap minyak dan gas bumi.
Gambar 1
Lingkungan terdapatnya minyak dan gas bumi
Gambar 2
Lingkungan terdapatnya minyak dan gas bumi
Gambar 3
Lingkungan terdapatnya minyak dan gas bumi
Gambar 4
Lingkungan terdapatnya minyak dan gas bumi
Gambar 5
Lingkungan terdapatnya minyak dan gas bumi
Gambar 6
Lingkungan terdapatnya minyak dan gas bumi
RESERVOIR MINYAK DAN GAS
Dalam bagian ini akan dibahas mengenai reservoir minyak, tingkah laku
reservoir serta identitas-identitasnya dan juga cara-cara peningkatan recovery.
2.1. Reservoir Minyak dan Gas
Reservoir minyak dan atau gas yaitu batuan-batuan yang berpori-pori dan
permeable pada mana minyak dan atau gas bergerak serta berakumulasi. Dan
melalui ini fluida dapat bergerak kearah titik serap (sumur-surnur produksi)
dibawah pengaruh tekanan yang dimiliki atau yang diberikan dari luar.
Suatu reservoir yang dapat mengandung minyak dan atau gas harus
memiliki beberapa syarat, yang merupakan unsur-unsur :
1. Batuan reservoir (reservoir rocks).
2. Lapisan penutup (sealing cap rocks).
3. Perangkap reservoir (reservoir trap).
Batuan Reservoir
Didefinidikan sebagai suatu wadah yang diisi dan dijenuhi minyak dan
atau gas, berupa lapisan berongga/berpori-pori. Secara teoritis semua
batuan, baik batuan beku maupun batuan metaforf dapat bertindak sebagai
batuan reservoir, tetapi pada kenyataan 99 % batuan sedimen.
Jenis dari batuan reservoir ini akan berpengaruh terhadap besarnya
porositas dan permeabilitas. Porositas merupakan perbandingan volume
pori-pori terhadap volume batuan keseluruhan, sedangkan permeabilitas
merupakan kemampuan dari medium berpori untuk mengalirkan fluida dan
sebagai fungsi dari pada ukuran butiran, bentuk butiran serta distribusi
butiran. Disamping itu batuan reservoir akan mempengaruhi juga apakan
phase fluida yang mengisi pori-pori tersebut berhubungan atau tidak satu
sama lainnya.
Lapisan Penutup (Sealing Cap Rocks)
Minyak dan atau gas terdapat di dalam reservoir. Untuk dapat menahan
dan melindungi fluida tersebut, maka lapisan reserveir ini harus mempunyai
penutup di bagial luar lapisannya. Sebagai penutup lapisan reservoir
biasanva merupakan lapisan batuan yang rnempunyai sifat kekedapan
(impermeabel), yaitu sifat yang tidak dapat meloloskan fluida yarg
dibatasinya.
Jadi lapisan penutup didefinisikan sebagai lapisan yang berada dibagian
atas dan tepi reservoir yang dapat dan melindungi fluida yang berada di
dalam lapisan di bawahnya.
Perangkap Reservoir (Reservoir Trap)
Merupakan unsur pembentuk reservoir sedemikian rupa sehingga lapisan
beserta penutupnya merupakan bentuk yang konkap ke bawah, hal ini akan
mengakumulasikan minyak dalam reservoir.
2.2 Sifat Fisik Batuan Reservoir dan Fluidanya
2.2.1 Porositas
Porositaa didefinisikan sebagai perbandingan antara volume batuan yang
tidak terisi oleh padatan terhadap volume batuan secara keseluruhan.
Berdasarkan sifat-sifat batuan reservoir, maka porositas dapat dibagi lagi
dalam/atas porositas effektif dan porositas absolut.
Porositas effektif yaitu perbandingan volume pori-pori yan saling
berhubungan terhadap volume batuan secara keseluruhan.
Porositas absolut adalah perbandingan volume pori-pori total tanpa
memandang saling berhubungan atau tidak, terhadap volume batuan secara
keseluruhan.
Untuk dapat menentukan harga porositas, dapat dilakukan dalam
berbagai cara :
di laboratorium dengan sample yang diukur bulk volume volume pori-
pori dan volume butiran batuannya.
di lapangan dengan data logging.
2.2.2 Permeabilitas
Permeabilitas batuan didefinisikan sebagai kemampuan batuan tersebut
untuk melewatkan fluida dalam medium berpori-pori yang saling berhubungan.
Dikenal 3 istilah untuk permeabilitas yaitu permeabilitis absolut,
permeabilitas effektif dan permeabilitas relatif.
Permeabilitas absolut dipakai untuk aliran fluida satu phasa. Permeabilitas
effektif digunakan untuk aliran yang terdiri dari dua phasa atau lebih. Di sini
dikenal : Ko, Kw, Kg.
Permeabilitas relatif adalah perbandingan permeabilitas effektif terhadap
adalah perbandingan permeabilitas effektif terhadap permeabilitas absolut, ini
tergantung pada jenis fluidanya.
Untuk mendapatkan harga permeabilitas, dilakukan di laboratorium. Dalam
hal ini fluida yang dipakai adalah udara atau gas. Untuk pengukurannya
diperlukan koreksi terhadap beberapa faktor; antara lain effek dari gas slippage,
effek dari cairan reaktif dan pengaruh tekanan overburden.
Untuk pengukuran permeabilitas relatif dapat ditentukan dengan Pressure
Buildup Test.
2.2.3 Saturasi
Reservoir mengandung fluida-fluida berupa; minyak, gas, atau air.
Saturasi didefisikan sebagai fraksi salah satu fluida terhadap pori-pori dari
batuan. Di sini dikenal So, Sw, dan Sg, di mana :
sehingga : So + Sw + Sg = 1.0
Untuk mendapatkan harga saturasi dapat dilakukan di laboratorium
dengan prinsip penguapan air dan pelarutan minyak. Untuk ini dapat
digunakan alat-alat : ASTM Extraction, Soxlet Extractor.
2.2.4 Hubungan Permeabilitas dengan Saturasi
Sesuai dengan definisi-definisi mengenai saturasi dan permeabilitas,
berdasarkan hasil-hasil percobaan, kita dapat lihat hubungan antara
permeabilitas terhadap saturasi seperti pada Gambar 21 dan 22.
2.2.5 Kebasahan (wettability)
Kebasahan didefinisikan sebagai suatu kecenderungan suatu fluida untuk
menyebar atau menempel pada permukaan padatan dengan adanya fluida
lain yang immiscible.
Kecenderungan untuk menyebar atau menempel ini karena adanya gaya
adhesi, yang merupakan faktor tegangan permukaan. Faktor inii pula yang
menentukan fluida mana yang akan lebih membasahi suatu padatan.
Gambar 21
Kurva Permeabilitas Relatif vs. Saturasi, KKurva Permeabilitas Relatif vs. Saturasi, Kroro + K + Krwrw 1 1
Gambar 22
Kurva Permeabilitas Relatif vs. Saturasi, KKurva Permeabilitas Relatif vs. Saturasi, Kroro + K + Krgrg 1 1
Apabila kita memperhatikan gambaran ideal sistem air dan minyak
(Gambar 23), maka berdasarkan persamaan Young-Dupre :
(1)
di mana :
Gambar 23
Kebasaan Sistem Minyak, Air, dan Padatan Serta Effek Perubahan Sudut
Kontak
Untuk menentukan energi antar muka sistem di atas, biasanya dapat
dilakukan di laboratorium secara langsung.
Harga c atau disebut juga sudut kontak, berkisar antara 0o – 180o.
Pada Gambar 23 c > 90o, maka sifat kebasahan padatannya adalah
“basah minyak” (oil wet).
2.2.6 Tekanan Reservoir
Derdidefisikan sebagai tekanan fluida di dalam pori-pori reservoir, yang
berada dalam keadaan setimbang, baik sebelum maupun sesudah berlakunya
suatu proses produksi.
Berdasarkan hasil penyelidikan, besarnya tekanan reservoir mengikuti
suatu hubungan yang linear dengan kedalam reservoir tersebut dari
permukaan bumi. Hal ini diinterpretasikan sebagai akibat dari penyingkapan
perluasan formasi batuan reservoir tersebut ke permukaan, sehingga
reservoir menerima tekanan hidrostatis fluida pengisi formasi.
Berdasarkan ketentuan ini, maka pada umumnya gradient tekanan
berkisar 0,435 psi/ft.
Dengan adanya tekanan overburden dari batuan di atasnya, gradient
tekanan dapat lebih besar dari harga tersebut di atas, hal ini tergantung pada
kedalaman reservoir. Dengan adanya kebocoran gas sebelum/selama umur
geologi migrasi minyak, dapat mengakibatkan tekanan reservoir akan lebih
rendah.
Besarnya tekanan reservoir dapat diketahui dengan merata-ratakan hasil
pengukuran bottom hole pressure sumur statis. Pengukurannya dapat
diperoleh langsung dengan pengukuran sub surface bomb.
Dengan metoda analisa pressure buildup, sebagaimana persamaannya
telah disederhanakan oleh Horner, dapat diketahui bottom hole pressure
sebagai fungsi dari waktu penutupan.
(2)
di mana :
Pt = bottom hole pressure pada saat shut in time t + t, psi
q = produksi rata-rata yang stabil sebelum shut ini, bbl/day
u = viskositas, cp
h = tebal lapisan minyak/produktif
k = permeabilitas, Darcy
t = waktu produktif effektif, hari
i = saat mula-mula
Dalam sejarah produksi, besarnya tekanan akan selalu menurun.
Kecepatan penurunannya tergantung pada pengaruh-pengaruh tenaga yang
berada di luar reservoir. Dalam hal ini adalah mekanisme pendorong.
2.2.7 Temperatur Reservoir
Temperatur reservoir merupakan fungsi dari kedalaman. Hubungan ini
dinyatakan oleh gradient geothermal. Harga gradient geothermal itu
berkisar antara 0,3oF/100 ft sampai 4oF/ 100 ft.
2.2.8 Perubahan Phasa
Perubahan phasa sistem hidrokarbon dalam bentuk cairan dan gas
merupakan fungsi tekanan, temperatur serta komposisinya.
Menurut Hawkin NF., phasa adalah bagian dan sistem yang sifat-
sifatnya homogen dalam komposisi, memiliki batas permukaan secara fisis
serta terpisah secara mekanis dengan phasa lainnya yang mungkin ada.
Fluida hidrokarbon suatu sistem yang heterogen, sangat dipengaruhi oleh
jumlah komponen yang ada di dalamnya. Untuk itu analisa phasa fluida
hidrokarbon dilakukan dalam berbagai kornponen yang kemudian
diinterpretasikan dalam macam-macam tekanan dan temperatur diagram.
Berdasarkan posisi tekanan dan temperatur pada diagram phasa, kita
dapat membedakan berbagai type reservoir, misalnya gas condensate
reservoir, gas reservoir dan lain-lain.
Disamping itu berdasarkan penomena perubahan phasa fluida ini, kita
dapat merencanakan suatu fasilitas untuk produksi, separator, pemipaan
serta storage.
2.2.9 Karakteristik fluida hidrokarbon
Fluida reservoir umumnya terdiri dari minyak, gas dan air connate.
Minyak dan gas kebanyakan merupakan campuran yang rumit sebagai
senyawa hidrokarbon, yang terdiri dari golongan naftan, parafin, aromatik
dan sejumlah kecil gabungan oksigen, nitrogen, dan belerang.
Karakteristik-karakteristik fluida hidrokarbon yang berhubungan dengan
sifat fisis, digambarkan dalam berbagai besaran-besaran :
a. Faktor volume formasi gas.
b. Kelarutan gas.
c, Faktor volume formasi minyak.
d. Faktor volume formasi dwi-fasa.
e. Viskositas.
f. berat Jenis (oAPI).
a. Faktor volume formasi gas (Bg)
Faktor volume formasi gas didefinisikan sebagal volume (dalam
barrels) yang ditempati oleh suatu standard cubic feet gas (60oF, 14,7
psi) bila dikembalikan pada keadaan temperatur dan tekanan reservoir.
Hubungan faktor volume formasi gas (Bg) sebap;ai fungsi tekanan
dan temperatur, digambarkan sebagal berikut
(2-3)
dimana :
Bg = faktor volume formasi gas, bbl/scf.
Po = tekanan reservoir, psia.
To = temperatur reservoir, oF
zo = kompressibilitas, dimensionless.
b. Kelarutan gas
Kelarutan gas (Rs) didefinisikan sebagai banyaknya cubic feet gas
(yang demikian dalam keadaan standard) yang berada dalam larutan
minyak mentah sebanyak satu barrel tangki pengumpulan minyak,
ketika minyak dan gas kedua-duanya masih berada dalam keadaan
temperatur dan tekanan reservoir.
Rs merupakan fungsi dari tekanan, untuk minyak mentah yang
jenuh, penurunan tekanan akan nengakibatkan kelarutan gas menurun
karena gas yang semula larut dalam minyak mentah pada tekanan yang
lebih rendah. Untuk minyak mentah yang tak jenuh, penurunan tekanan
sampai tekanan gelembung, tidak akan menurunkan kelarutan gas,
tetapi setelah melewati tekanan gelembung, penurunan tekanan
mengakibatkan menurunnya kelarutan gas. Hal ini terlihat pada Gambar
24.
Gambar 24
Kurva Kelarutan Gas sebagai Fungsi dari Tekanan untuk Minyak
Mentah Tak Jenuh, kemudian Jenuh.
c. Faktor volume formasi minyak (Bo)
Faktor volume formasi minyak (Bo) didefinisikan sebagai
perbandingan V1 barrel minyak pada keadaan reservoir terhadap V2
barrel minyak pada tangki pengumpul ( 60oF, 14,7 psi).
VI – V2 adalah berupa gas yang dibebaskan karena penurunan
tekanan dan temperatur.
Penaksiran faktor volume formasi minyak dapat dilakukan dengan tiga
cara, berdasarkan data-data yang tereedia dan prosen ketelitian yang
dibutuhkan.
d. Faktor voolume formasi dwi-fasa (Bt)
Faktor volume formasi dwi-fasa (Bt) didefinisikan sebagai volume
formasi pada tekanan tertentu, yang ditempati oleh minyak sebanyak
satu barrel tangki pengumpul ditambah dengan gas bebas yang semula
larut dalam sejumlah minyak tersebut di atas.
Harg Bt dapat ditentukan dan karakteristik cairan reservoir yang
disebutkan terdahulu, yang digambarkan sebagai :
Bt = Bo + (Rsi – Rs) Bg (4)
dimana :
Bt = faktor volume formasi dwi-fasa
Bo = faktor volume formasi minyak
Bg = faktor volume formasi gas
Rs = kelarutan gas.
i = keadaan mula-mula.
e. Viskositas ()
Viskositas suatu cairan adalah suatu ukuran tentang besarnya
keengganan cairan itu untuk mengalir.
Viskositas didefinisikan sebagai besarnya gaya yang harus bekerja
pada satu satuan luas bidang horizontal yana terpisah sejauh satu satuan
jarak dan suatu bidang horizontal lain, agar relatip terhadap bidang
kedua inii, bidang pertama bergerak sebesar satu satuan kecepatan.
Diantara kedua bidang horizontal inii terdapat cairan yang dimaksud.
Umumnya viskositas dipengaruhi langsung oleh tekanan dan
temperatur. Hubungan tersebut adalah :
viskositas akan menurun dengan naiknya temperatur.
viskositas akan naik dengan naiknya tekanan, dimana tekanan
tersebut semta-mata untuk pemanfaatan cairan.
viskositas akan naik dengan bertambahnya gas dalam larutan.
Pengukuran viskositas dapat dilakukan dengan metoda grafis atau di
laboratorium dengan :
Viskosimeter kapiler Rankine.
Viskosimeter bola menggelinding.
f. Berat jenis (oAPI)
Berat jenis (oAPI) minyak menunjukkan kwalitas fluida
hidrokarbon. Apakah hidrokarbon tersebut termasuk minyak ringan,
gas atau minyak berat maupun aspal. Besaran ini dinyatakan dalam :
(5)
dimana, makin besar oAPI berarti berat jenis minyak semakin kecil dan
sebaliknya.
2.3 Jenis-jenis reservoir berdasarkan mekanisme pendorongan minyak
dan/atau gas
Berdasarkan mekanisme pendorongan yang menyebabkan minyak dan/atau
gas dapat bergerak ketitik serap (sumur produksi), maka reservoir minyak
dan/atau gas dapat dibagi atas :
1. Water drive reservoir
2. Solution gas drive
3. Gas cap drive reservoir
4. Combinationdrive reservoir
2.3.1 Water drive reservoir
Pada reservoir dengan type pendorongan "water drive”, energi yang
menyebabkan perpindahan minyak dari reservoir ke titik serap adalah
disebabkan oleh ; pengembangan air, penyempitan pori-pori dari lapisan dan
sumber air dipermukaan bumi yang berhubungan dengan formasi yang
mengandung 100 % air (aquifer) sebagai akibat adanya penurunan tekanan
selama produksi.
Air sebagai suatu phasa yang sering berada bersama-sama dengan
minyak dan/atau gas dalam suatu reservoir yang mengandung hidrokarbon
tersebut seringkali merupakan suatu phasa yang kontinu dalam suatu
formasi sedimen yang berdekatan dengan reservoir tersebut.
Setiap perubahan tekanan dalam reservoir minyak sebagai akibat dan
pada produksi minyak melalui sumur akan diteruskan kedalam aquifer.
Terbentuknya gradient tekanan ini akan mengakibatkan air mengalir ke
dalam lapisan minyak (merembes) bila permeabilitas disekitarnya
memungkinkan. Secara umum dapat dikatakan bahwa aquifer merupakan
suatu tenaga yang membantu dalam hal pendorongan minyak.
Dilihat dari sudut gerakan air dari aquifer ke dalam Iapisan minyak,
maka aquifer dapat dibedakan atas 3 macam :
1. Gerakan air dari bawah (bottom water drive)
2. Gerakan air dari samping (edge water drive)
3. Gerakan air dari bawah dan dari samping (bottom & edge water drive).
A. Gerakan air dari bawah (bottom water drive)
Dalam hal ini reservoir minyak terdapat pada puncak suatu batuan
reservoir, sedangkan di bawahnya adalah air yang mengandung tenaga
pendorongan. Tebal dan lapisan yang mengandung minyak relatip tipis
dibandingkan tebal aquifer.
Gambar 25
Reservoir Minyak dengan Bottom Water Drive
B. Gerakan air dari samping (edge water drive)
Dalam keadaan ini tenaga pendorongan minyak berasal dari aquifer
dalam arah tidak vertikal dari bawah ke atas, tetapi dari samping, seperti
terlihat pada Gambar 26.
C. Gerakan air dari bawah dan dari samping (bottom & edge water drive)
Pada keadaan ini tenaga pendorongan minyak berasal dari kombinasi
antara “bottom water drive” dan “edge water drive".
Dari kurva sejarah produksi suatu reservoir dengan water - drive,
memperlihatkan bahwa pada permulaan produksi, tekanan akan turun
dengan sedikit tajam. Karena air memerlukan waktu dulu untuk mengisi
ruangan yang ditinggalkan oleh minyak yang diproduksi. Kemudian tekanan
akan menurun secara perlahan-lalahan, seperti terlihat pada Gambar 28.
Pada reservoir water drive, gas tidak memegang peranan, sehingga
perbadingan produksi gas terhadap produksi minyak (GOR) dapat dianggap
konstan. Sedangkan perbandingan produksi air terhadap produksi minyak
(WOR) akan naik, karena air yang mendorong dari belakang mungkin saja
akan melewati minyak yang di dorongnya akibat dari sifat mobiIitynya,
sehingga air akan terproduksi.
Recovery minyak dari type pendorongan "water drive" ini berkisar 30
% - 60 %.
Gambar 28
Waktu Sejarah Produksi dan Tekanan Reservoir pada Reservoir Water
Drive
2.3.2 Solution Gas Drive Reservoir
Pada reservoir dengan type pendorongan “solution gas drive” energi
yang menyebabkan minyak bergerak ke titik serap berasal dari ekspansi
volumetrik larutan gas yang berada dalam minyak dan pendesakan minyak
akibat berkurangnya tekanan karena produksi. Hal ini akan menyebabkan
gas yang larut di dalam minyak akan ke luar berupa gelembung-gelembung
yang tersebar merata di dalam phasa minyak. Penurunan tekanan
selanjutnya akan menyebabkan gelembung-gelembung gas tadi akan
berkembang, sehingga mendesak minyak untuk mengalir ke daerah yang
bertekanan rendah.
Dari kurva sejarah produksi suatu lapangan yang reservoirnya
mempunyai mekanisme pendorong "solution gas drive" diperlihatkan pada
Gambar 29.
Gambar 29
Kurva Sejarah Produksi Reservoir dengan Solution Gas Drive
Kurva ini memperlihatkan bahwa pada saat produksi baru dimulai,
tekanan turun dengan perlahan dan selanjutnya menurun dengan cepat. Hal
ini disebabkan karena pada saat pertama, gas belum bisa bergerak, karena
saturasinya masih berada di bawah saturasi kritis, setelah saturasi kritis
dilampaui, barulah tekanan turun dengan cepat.
Perbandingan gas terhadap minyak (GOR), terlihat mula-mula hampir
konstan, selanjutnya akan naik dengan cepat, dan kemudian turun lagi. Hal
ini disebabkan karena mula-mula saturasi gas masih berada dibawah saturasi
kritisnya. Sehingga permeabilitasnya masih sama dengan nol. Setelah
saturasi kritis dilampaui, gas mulai bergerak dan membentuk saturasi yang
kontinu. Kemudian gas ikut terproduksi bersama minyak.
Semakin lama GOR semakin besar, ini disebabkan karena mobility gas
lebih besar dari mobility minyak sehingga terjadi penyimpangan/slippage
dimana gas bergerak lebih cepat dari minyak.
Oleh karena gas lebih banyak dlproduksikan, lama kelamaan kandungan
gasnya semakin berkurang sehingga recoverynya akan turun. Recovery
minyak dengan jenis “solution gas drive reservoir” berkisar 5 - 20 %
2.3.3 Gas Cap Drive Reservoir
Pada reservoir dengan mekanisme pendorongan “gas cap drive” energi
pendorongan berasal dari ekspansi gas bebas yang terdapat pada gas bebas
(gas cap). Hal ini akan mendorong minyak ke arah posisi yang bertekanan
rendah yaitu ke arah bawah struktur dan selanjutnya ke arah sumur
produksi.
Gas yang berada di gas cap ini sudah ada sewaktu reservoir itu
ditemukan atau bisa juga berasal dari gas yang terlarut dalam minyak dan
akan ke luar dari zone minyak bila tekanan reservoirnya di bawah bubble
point pressure.
Sejarah produksi dari reservoir dengan gas cap drive memperlihatkan
suatu kurva dimana tekanan akan menurun lebih cepat dibandingkan dengan
water drive reservoir. Sedangkan GOR-nya akan terus naik sampai akhirnya
hanya gas yang terproduksi. Hal ini disebabkan karena mobilijy gas lebih
besar dibandingkan dengan mobility minyak. Kemungkinan slippage
dimana gas akan mendahului minyak, lebih besar sehingga gas ikut tar
produksi. Akibatnya effisiensi pendorongannya akan berkurang dari
semestinya. Recovery minyak pada jenis “gas cap reservoir’ berkisar 20 - 40
%.
2.3.4 Combination Drive Reservoir
Pada reservoir type ini, mekanisme pendorongan minyak dapat berasal
dari kombinasi antara water drive dengan solution gas drive ataupun
kombinasi antara water drive dengan gas cap drive. Pada banyak reservoir,
keempat mekanisme pendorongan dapat bekerja secara simultan, tetapi
biasanya salah satu atau dua yang lebih dominan.
3. EKSPLORASI
Perencanaan eksplorasi meliputi :
Pemilihan daerah eksplorasi
Pemilihan daerah eksplorasi juga berhubungan dengan permintaan daerah
kuasa pertambangan yang berlaku terutama untuk perusahaan minyak dan
gas bumi asing. Jadi selain menyangkut keadaan geologinya, pemilihan
daerah ini tergantung dari negara atau benua tempat dilakukan eksplorasi,
di darat atau pantai.
Studi pendahuluan
Meliputi studi geologi regional yang manyangkut studi komparatif atau
perbandingan dengan daerah geologi lainnya yang telah dieksplorasi,
struktur yang bertindak sebagai perangkap dan seterusnya, serta juga
memperhatikan feasibility study.
Operasi eksplorasi
1. Survey Geologi Permukaan
Pemetaan geologi pada permukaan secara detail dapat dilakukan jika
memang terdapat singkapan pada rintisan dan juga di sepanjang sungai.
2. Survey Seismik
Untuk survey detail, metoda seismik merupakan metoda yang paling
teliti dan dewasa ini telah melalupaui kemampuan geologi permukaan.
Metoda yang digunakan adalah khusus metoda refleksi. Walaupu
pemetaan geologi detail terhadap tutupan telah dilakukan, untuk
penentuan kedalaman objektif pemboran serta batuan dasar dan juga
lapisan yang akan menghasilkan minyak.
3. Survey Gravitasi Detail
Survey gravitasi detail kadang-kadang juga digunakan untuk
mendetailkan adanya suatu tutupan (closure), terutama jika yang
diharapkan adalah suatu intrusi kubah garam (salt dome) atau suatu
terumbu, dari stu diharapkan terdapatnya kontras dalam gravitasi antara
lapisan penutup dengan batuan reservoir atau batuan garam. Metoda ini
sudah agak jarang digunakan karena teknologi seismik sudah semakin
maju.
Prognosis
Semua prospek yang telah dipilih serta dinilai dalam suatu sistem penilaian,
kemudian dipilih untuk dilakukan pemboran eksplorasi terhadapnya. Maka
semua proses ini haruslah diberi prognosis. Yang dimaksud dengan
prognosis adalah rencana pemboran secara terperinci serta ramalan-ramalan
mengenai apa yang akan ditemui waktu pemboran dan pada kedalaman
berapa. Prognosis ini meliputi:
1. Lokasi yang tepat
Lokasi ini biasanya harus diberikan dalam koordinat. Untuk mencegah
kesalahan dalam lokasi titik terhadap tutupan struktur, sebaliknya
semua koordinat lokasi tersebutpenentuannya dilakukan dari
pengukuran seismik, terutama jika tutupan ditentukan oleh metoda
seismik. Jika hal ini terjadi di laut misalnya, maka pengukuran harus
dilakukan dari pelampung (buoy) yang sengaja ditinggalkan di laut
pada pengukuran seismik, juga dari titik pengukuran radar di darat.
Setidak-tidaknya pengukuran lokasi itu harus teliti sekali sebab
kemelesetan beberapa ratus meter dapat menyebabkan objektif tidak
diketemukan.
2. Kedalaman Akhir
Kedalaman akhir pemboran eksplorasi biasanya merupakan batuan
dasar cekungan sampai mana pemboran itu pada umumnya
direncanakan. Penentuan kedalaman akhir ini sangat penting karena
dengan demikian kita dapat memperkirakan berapa lama pemboran itu
akan berlangsung dan dalam hal ini juga untuk berapa lama alat bor itu
ita sewa. Penentuan kedalaman akhir ini didasarkan atas data seismik,
setelah dilakukan korelasi dengan semua sumur yang ada dan juga dari
kecepatan rambat reflektor yang ditentukan sebagai batuan dasar.
3. Latar Belakang Geologi
Alasan untuk pemboran didasarkan atas latar belakang geologi. Maka
harus disebutkan keadaan geologi daerah tersebut, formasi yang
diharapkan terdapat di daerah tersebut, alasan pemboran eksplorasi di
lakukan di daerah tersebut, jenis tutupan prospek dan juga struktur yang
diharapkan dari prospek tersebut.
4. Objektif atau Lapisan Reservoir yang Diharapkan
Ini biasanya sudah ditentukan dari stratigrafi regional dan juga diikat
dengan refleksi yang didapat dari seismik. Objektif lapisan reservoir ini
harus ditentukan pada tingginya kedalaman yang diharapkan akan
dicapai oleh pemboran, hal mana diperoleh oleh dari perhitungan
kecepatan rambat seismik.
5. Kedalaman Puncak Formasi yang akan Ditembus
Juga dalam prognosis ini harus kita tentukan formasi-formasi mana
yang akan dilalui bor, maka kedalaman puncak (batas) formasi ini harus
ditentukan dari batas seismik.
6. Jenis Survey Lubang Bor yang akan Dilaksanakan
Pada setiap pemboran eksplorasi selalu dilakukan survey lubang bor.
Survey meliputi misalnya peng-log-an lumpur, cutting, listrik,
radioaktif, dsb. Sebaiknya pada pemboran eksplorasi dilakukan survey
yang lengkap, selain itu juga harus direncanakan apakah akan dilakukan
pengambilan batu inti (core) atau tidak.
Dalam pembuatan prognosis ini juga pada ahli geologi juga harus bekerja
sama dengan bagian eksploitasi dan bagian pemboran. Dengan demikian
diharapkan diperoleh hasil yang sangat baik dalam pengembangan suatu lapangan
nantinya.
4. Mengetahui Produksi Kumulatif Sekarang dan Kernudian Hari
Untuk mengetahui produksi kumulatif sekarang dan kemudian hari, dapat
ditentukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Konsep Material balance
2. Analisa decline curve
4.1 Peramalan Performance Berdasarkan Konsen Material
Balance
Metoda material balance digunakan untuk peramalan reservoir
performance baik pada masa lalu maupun untuk kemudian hari oleh karena
konsep inl berdasarkan kesetimbangan masa. Dalam hal mana digunkan
data-data yang diperoleh setelah sumur-sumur berproduksi.
Persamaan material balance inl digunakan sesuai dengan anggapan-
anggapan yang harus dlpenuhi, yaitu :
a. terjadi kesetimbangan tekanan selama produksi
b. terjadi penurunan tekanan yang tetap selama produksi
c. produksi hanya melalui satu sumur,
d. volume fluida hidrokarbon yang dihitung hanya meliputi
drainage area dari sumur tersebut.
A.Dasar-dasar persamaan
Dasar dari persamaan material balance, yaitu :
(Ekspansi) - (Withdrawal) + (lnfluksi) = 0 ( nol ).
Yang mengalami ekspansi :
1. Minyak + gas yang larut dalam minyak
2. Gas bebas zone gas cap
3. Air didalam zone minyak dan gas
4. Penyusutan volume
Withdrawal merupakan fluida-fuida yang diproduksikan :
1. Minyak
2. Cas, gas berasal dari dua sumber yaitu :
- gas bebas (bukan dan gas cap) tapi dari zone minyak
- gas yang larut dalam minyak
3. Air
Influks berupa :
1. Gas yang diinjeksikan kembali
2. Perembesan air dan injeksi air
Jadi dapat diperoleh suatu persamaan material balance secara umum
adalah sebagai berikut :
atau :
4.2 Reservoir Performance dengan Decline Curve
Perkiraan performance dengan cara decline curve adalah perkiraan yang
didasarkan data kelakuan produksi dari suatu reservoir atau suatu surmur,
dengan jalan ekstrapolasi trend, digambarkan oleh kelakuan produksi
sebelumnya.
Dua hal yang dapat ditentukan dengan cara ini, yaitu :
Cadangan minyak tersisa
Umur produksi reservoir atau sumur tersebut
Ada tiga type declina curve yang biasa dipakai, yaitu
1. Rate produksi vs. waktu
2. Rate produksi vs. kumulatif produksi
3. Prosen water cut vs. kumulatif produksi
A.Pengaruh Karakteristik Reservoir.
Penutupan sumur akan mempengaruhi atau menganggu bentuk penurunan
produksi (decline curve), kecuali dengan penggantian metoda produksi serta
perubahan effisiensi produksi karena alat-alat, sehingga karakteristik reservoir
juga akan menghasilkan bentuk kurva decline yang berbeda-beda puia.
Untuk rnenganalisa pengaruh karakteristik reservoir ini terhadap jenis decline
curve maka perlu adanya asumsi-asumsi bahwa reservoirnya adalah ideal dimana
tidak ada water drive dan tekanan sebanding dengan jumlah minyak yang
tertinggal. Kemudian dianggap pula productivity index (PI) dari sumur-sumur
adalah tetap, sehingga produksi selalu sebanding dengan tekanan reservoir.
Dengan anggapan ini maka hubungan antara produksi kumulatif minyak dengan
tekanan reservoir adalah linier. Hubungan yang, demikian akan menghasilkan
type exponential decline curve atau semilog decline.
Keadaan ideal seperti di atas jarang didapat, biasanya tekanan tidak
sebanding dengan minyak yang tertinggal, tetapi akan menurun pada rate
yang kecil kecuali dengan berkurangnya minyak yang tinggal. Dengan
demikian PI juga tidak tetap tetapi cenderung untuk turun sesuai dengan
pengosongan reservoir dan bertambahnya gas oil ratio (GOR). Hubungan
antara produksi dan waktu atau kumulatif produksi tidak lagi linier
melainkan merupakan kurva yang melengkung atau membelok. Dari kurva
type ini akan dihasilkan type hyperbolic atau log-log decline yaitu bila
rnelengkungnya tidak jelas dan harmonic decline bila melengkung tegas.
B. Bentuk-bentuk Kurva Penurunan Produksi (Production Decline.
Curve)
Seperti telah disebutkan di atas, bahwa berdasarkan loss rationya bentuk-
bentuk kurva penurunan produksi diklasifikasikan dalam 3 type, yaitu :
1. Exponential decline curve,
2. Hyperbolic decline curve.
3. harmonic decline curve.
a. Exponential Decline Curve.
Exponential decline curve atau semi-log deline, adalah type yang
paling sederhana dan paling tepat untuk penaksiran, dan lagi pula
sejumlah curve memperlihatkan decline yang konstan, maka type ini
menjadi paling populer.
Type ini ditandai oleh kenyataan bahwa turunnya rate produksi per
satuan waktu sebanding dengan rate produksi dan loss ratio (a) yang
didefinisikan sebagai perbandingan antara rate produksi terhadap selisih
rate produksi adalah konstan atau hampir konstan.
b. Hyperbolic Decline Curve
Bentuk hyperbolic atau log-log decline, ditandai oleh perubahan loss
ratio menurut deret hitung, karenanya turunan pertama dan loss ratio
terhadap waktu akan konstan atau hampir konstan.
Hubungan Laju Produksi – Waktu
Bila turunan pertama dari loss ratio konstan dapat dinyatakan dalam
persamaan differensial sebagai berikut :
(60)
dimana b adalah konstanta positip.
Setelah diintegrasi dengan batas a = ao untuk t = 0, persamaan (60)
menjadi :
(61)
(62)
Apabila persarnaan (62) diintegrasi dengan batas-batas Q = Qo untuk
t = 0, akan diperoleh :
(63)
Persamaan (63) terlihat bahwa untuk hyperbolic akan merupakan
garis lurus pada kertas log-log, diperlukan penggeseran sejauh ao/b dan
slope dari garis lurus adalah -1/b.
Hubungan Laju Produksi – Kumulatif Produksi
Kumulatip produksi C diperoleh dari integrasi laju produksi –
waktu.
(64)
Setelah diintegrasi dengan b = 1 dan memasukkan batas-batas C = 0
untuk t = 0, diperoleh
(65)
Persamaan ini menunjukkan hubungan antara laju produksi –
kumulatif produksi akan memberikan garis lurus pada kertas log - log.
c. Harmonic Decline Curve
Pada dasarnya harmonic decline curve adalah sama dengan
hyperbolic decline dimana harga b = 1, sehingga dengan memasukkan
persarnaan (63) dan (64) akan didapatkan hubungan yang sama untuk
harmonic decline dengan bentuk grafik yang lurus pada kertas skala
semi-log.
Hubungan Laju Produksi - waktu
(66)
Hubungn Laju Produksi - kumulatif Produksi
(67)
Untuk lebih jelasnya bentuk-bentuk decline curve di atas dapat
dilihat pada Gambar 19.
Gambar 38
Grafik Plot D G Vs. n
Gambar 39
Tiga type curve penurunan produksi pada kertas grafik koordinat,
semilog, dan log-log. Di mana I, II, dan III masing-masing
menggambarkan Exponential, Hyperbolic, dan Harmonic Decline Curve
5. PEMBORAN
Setelah dilakukan eksplorasi, maka tahap selanjutnya adalah tahap
pemboran. Terdapat lima komponen utama dalam tahap pemboran, yaitu,
3.1 Hoisting System
Hoisting sistem (Gambar 7) adalah perlengkapan utama dalam sistem
dan perlengkapan pemboran. Fungsi utamanya adalah mengangkat,
menahan, dan menurnkan peralatan serta pendukung peralatan rotary pada
rig. Sistem ini terdiri dari dua komponen utama yaitu :
a. Supporting Structure (rig), yang terbuat dari kerangka baja, yang terletak
tepat di atas lubang pemboran. Struktur ini terdiri dari :
Drilling tower (derick atau mask)
Substructure, memberikan ruang bebas untuk dudukan BOP
Rig floor, memberikan ruang bebas untuk kegiatan pemboran
b. Hoisting equipment, peralatan pengangkat ini berfungsi untuk
mengangkat dan menurunkan peralatan ke dan dari dasar sumur, yang
terdiri dari :
Draw works
Overhead loss
Crown blocks
Traveling blocks
Hook
Elevator
Drilling line
Gambar 7
Hoisting System
5.2 Rotating System
Rotating system (Gambar 8) berfungsi untuk memutar drillstring selama
operasi pemboran, sehingga daya yang dihasilkan oleh prime mover dapat
ditransmisikan sampai ke bawah permukaan.
Rotating System ini terdiri dari :
a. Rotary assebly, yang terdiri dari :
Ratary table
Master bushing
Kelly bushing
Rotary slips
Make up dan break out tongs
b. Drillstem, menghubungkan rangkaian dari swivel sampai bit, yang
terdiri dari
Swivel
Kelly
Kelly saver sub
Drillpipe
Drill collar
BHA (bottom hole assembly)
c. Bit
Pada saat sekarang , penggunaan rotary table dan kelly sudah jarang, fungsinya
digantikan oleh top drive.
5.3 Circulating system
Merupakan komponen utama lainnya dari peralatan pemboran. Peralatan
ini berfungsi untuk memberikan service berupa penyediaan lumpur serta
penyediaan sifat-sifat fisiknya selama perboran berlangsung, termasuk
dengan peralatan conditioning equipment (Gambar 9).
Circulating system terdiri dari :
a. Drilling Fluid, yang befungsi untuk :
Mengimbangi tekanan formasi (hidrstatik)
Mengangkat dan membersihkan cutting dari lubang bor
Mendukung kestabilan lubang bor
Mendinginkan dan melumasi bit dan drillstring
Menyediakan hydraulic horsepower pada bit
Media logging
b. Preparation Area
Suatu tempat untuk mempersiapkan lumpur sebelum disirkulasikan
ke dalam sumur, yang terdiri dari :
Mud house
Steel mud pits/tanks
Mixing hopper
Chemical mixing barrel
Bulk mud storage bins
Water tank
Reserve pit
c. Circulating Equipment
Merupakan peralatan khusus untuk memberikan tenaga pada lumpur
sehingga dapat masuk dan ke luar dari kepala sumur. Susunan dari
peralatan ini adalah :
Gambar 9
Circulating System
Triplex Pump
Surface Connection
Stand Pipe
Mud hose ke Drill String
d. Conditioning Area
Merupakan tempat atau peralatan untuk mengembalikan kondisi
lumpur setelah mengalami berbagai beban selama operasi pemboran
berlangsung. Lumpur akan ditreatment sebelum masuk ke prefaration
area, yang terdiri dari :
Shale shaker
Desander
Desilter
Degaser
Hydrocyclone
5.4 Power System
Merupakan komponen yang memberikan sumber daya untuk mendukung
terlaksananya semua proses yang telah dijelaskan sebelumnya. Power
system (Gambar 10) ini dapat dibagi menjadi :
Primary power source
Power transmision
5.5 Blow Out Preventer (BOP)
Peranan pendukung untuk pengontrol dan safety tekanan selama
pemboran berlangsung. Peralatan ini berfungsi untuk menutup sumur bila
terjadi kick atau sembur liar yang mungkin terjadi selama pemboran akibat
masuknya gas/fluida formasi dan mengalir secara liar ke permukaan. BOP
(Gambar 11) ini terbagi menjadi :
a. BOP Stack dan Accumulator, yang terdiri dari :
Annular preventer
Pipe ram preventer
Drilling spool
Blind ram preventer
b. Supproting Choke dan Kill System, yang terdiri dari :
Choke manifold
Kill line
Fungsi Lumpur Pemboran
a. Mengangkat Cutting ke Permukaan
Serbuk bor yang dihasilkan dari pengikisan formasi oleh pahat sebaiknya
secepatnya diangkat ke permukaan, yang mempunyai pertimbangan effisiensi dan
rate penetrasi. Keefektifan dari pengangkatan cutting ini tergantung dari faktor-
faktor yaitu : Kecepatan fluida di annulus, Densitas, dan Viskositas.
b. Membentuk Mudcake yang tipis dan licin
Lumpur akan membuat lapisan zat padat tipis (mud cake) di permukaan
formasi yang permeabel (lulus air). Pembentukan mud cake ini akan menyebabkan
tertahannya aliran yang masuk ke formasi (adanya aliran yang masuk, yaitu cairan
plus padatan yang menyebabkan padatan tertinggal dan tersaring). Cairan yang
masuk kedalam formasi disebut filtrat. Mud cake dikehendaki yang tipis karena
dengan demikian lubang bor tidak terlalu sempit dan cairan tidak banyak yang
hilang.
c. Mengontrol Tekanan Formasi
Tekanan fluida formasi umumnya adalah sekitar 0.465 psi/ft kedalaman.
Pada tekanan yang normal, air dan padatan di pemboran telah cukup untuk
menahan tekanan formasi ini. Untuk tekanan lebih kecil dari normal (subnormal),
densitas lumpur harus diperkecil agar lumpur tidak masuk hilang ke formasi.
Sebaliknya untuk tekanan yang lebih besar dari normal (lebih dari 0.465 psi/ft,
abnormal pressure), maka barite kadang-kadang perlu ditambahkan untuk
memperberat lumpur.
d. Cutting Suspension
Suspensi serbuk bor merupakan kemampuan lumpur untuk menahan
serbuk bor selama sirkulasi lumpur dihentikan, terutama dari gel strength. Serbuk
bor perlu ditahan agar tidak turun kebawah, karena jika mengendap kebawah akan
mengakibatkan akumulasi serbuk bor dan pipa akan terjepit selain juga akan
memperberat rotasi permulaan dan kerja pompa untuk memulai sirkulasi kembali.
Gel yang terlalu besar dapat memperburuk kondisi lumpur bor yaitu tertahannya
pembuangan serbuk bor ke permukaan (selain pasir). Penggunaan alat-alat seperti
desander atau shale shaker dapat membantu pengambilan serbuk bor/pasir dari
lumpur di permukaan. Pasir harus dibuang dari aliran lumpur, karena sifatnya
yang sangat abrasive (mengikis) pipa, pompa, fitting dan bit. Untuk itu biasanya
kadar pasir maksimal yang diperbolehkan adalah 2 %
e. Mendinginkan dan Melumasi Pahat dan Rangkaian Pipa
Dalam proses pemboran, panas dapat timbul karena gesekan antara pahat
dan rangkaian pipa yang kontak dengan formasi. Konduksi formasi umumnya
kecil, sehingga sukar untuk menghilangkan panas yang timbul. Tetapi umumnya
dengan adanya aliran lumpur maupun panas jenis (spesific heat) lumpur telah
cukup untuk mendinginkan dan melumasi sistem sehingga peralatan tidak menjadi
rusak dan memperpanjang umur pahat.
f. Menahan Sebagian Berat Drillstring dan Casing
Pada saat memasukkan atau mencabut rangakain pipa bor, demikian pula
saat memasukkan casing kedalam lubang bor yang berisi lumpur, sebagian berat
rangkaian pipa bor atau casing akan ditahan oleh gaya keatas dari lumpur yang
sebanding dengan lumpur yang dipindahkan. Bertambah dalamnya formasi yang
dibor, maka rangkaian pipa bor serta casing yang diperlukan juga bertambah
banyak sehingga beban rangkaian pipa bor serta casing semakin berat.Berat
rangkaian pipa dalam lumpur akan berkurang sebesar gaya keatas yang
ditimbulkan lumpur yang bersangkutan,
Mencegah Gugurnya Dinding Lubang Bor
Lumpur pemboran dapat menahan dinding lubang bor agar tidak mudah
runtuh, sebab jika lubang bor itu kosong maka ada kemungkinan dinding lubang
bor tersebut akan runtuh. Adanya kolom lumpur pada lubang bor akan
memberikan tekanan hidrostatik yang mampu menahan gugurnya dinding lubang
bor, terutama untuk formasi yang tidak kompak.
h. Media Logging
Pelaksanaan logging selalu menggunakan lumpur sebagai media
penghantar arus listrik dilubang bor. Selain itu juga peralatan logging selalu
diturunkan saat lubang bor terisi oleh lumpur. Penerapan penggunaan jenis
lumpur ditentukan dari kebutuhan di lapangan. Dari jenis-jenis logging yang ada
(log listrik, log radio aktif maupun log suara), maka lumpur sangat berperan pada
penggunaan log listrik.
i. Mendapatkan Informasi Sumur
Pada operasi pemboran, lumpur biasanya dapat dianalisis untuk
mengetahui ada tidaknya kandungan Hidrokarbon (HC) berdasarkan mud log.
Selain itu juga dilakukan analisa cutting untuk mengetahui jenis formasi apa yang
sedang dibor.
RIG ORGANIZATION
OPERATOR
SENIOR DRILLINGOPERATION SUPERINTENDENTGEOLOGIST
GOVERNMENT
AND
PARTNERS
COMPANYMAN
WELLSITEGEOLOGIST
TOOL PUSHER
SOLIDCONTROL
CEMENTING
CASING OPERATION
COMPLETION
SAFETY OFFICER
DD
ROUSTABOUT
ROUGHNECK
DERRICKMAN
DRILLER
ELECTRICLOGGING
MWD/LWD
CORING
MARINE CREW
OIM / RIG SUPT
MECHANICS
ELECTRICIAN
WELLTESTING
MUD ENG
CRANE OPERATOR
PUMPMAN
LEASONOFFICER
BARGE CREW
CATERINGCREW
RADIOOPERATOR
MEDIC
MUD LOGGING
Wellsite Personnel
Rig Personnel Responsibilities
Senior Operation Geologist and Drilling Superintendent
Monitor the geologic and mechanical progress of the well. Often they
simultaneously follow the progress of other wells, and coordinate
operation between them.
Company Man
Client representative, overall control on all operation on the rig and make
sure the contractors follows the well plan.
Wellsite Geologist
Client representative handling the geological monitoring and reporting on
the well and assist company man make a critical decision affecting the
well plan.
Offshore Installation Manager (OIM)
Drilling rig personnel, overall in charge on all operation on the rig and the
one who approved permit to work (PTW) to work in safe way.
Marine Crew
Drilling rig personnel, in charge of the marine activities on the rig.
Tool Pusher
Drilling rig personnel, in charge of drilling operation on the rig.
Safety Officer
Drilling rig personnel, person who responsible of the safety on the
rig,either to check and recheck the safety of the equipment or activities on
the rig and make a report on it.
Radio Operator
Drilling rig personnel, person in charge of the communication on the rig
and arrange the arrival of the transport for crew change.
Medic
Drilling rig personnel, as a doctor on the rig if there is an emergency
situation that need medical treatment or if the crew need some medicine.
Leason Officer
Drilling rig personnel, person responsibility of the legality of the activities
on the rig.
Catering Crew
Drilling rig personnel, person in charge to prepare the food and supplies
for the rig crew.
Barge Crew
Drilling rig personnel, person who work in barge.
Mechanics
Drilling rig personnel, person who handle mechanics problem on the rig.
Electrician
Drilling rig personnel, person who handle electrics problem on the rig.
Crane Operator
Drilling rig personnel, operate a large crane that are used on most offshore
rig to load and unload supplies.
Driller
Drilling rig personnel, person who leads the drilling operation.
Derrickman
Drilling rig personnel, person who handle pipe at the mast.
Pumpman.
Drilling rig personnel, person who maintain and handles the pumps and
pits.
Roughneck
Drilling rig personnel, person who handles the pipe and operation on the
rig floor.
Roustabout
Drilling rig personnel, person who handles the operation on the deck
(offshore) or the ground (onshore).
Mud Engineers
Service Personnel, person who handles the operation on the mud
treatment, test and reporting regularly.
Solid Control
Service Personnel, person who handles and maintain the equipment for
mud treatment.
Mud Loggers
Service Personnel, monitoring and alerting to Driller, Company Man, Mud
Engineer for the well information. Collect and describe the cutting sample,
prepare the Master Log.
Directional Driller
Service Personnel, person who handles the directional works in drilling.
MWD/LWD Engineers
Service Personnel, person who handles the Measurement / Logging While
Drilling operation to provide the data of deviation, direction and electrical
logging while drilling.
Coring
Service Personnel, person who handles the coring operation and examine
it.
Electric Loggers
Service Personnel, operates specialized downhole tools for formation
evaluation, either during measurement while drilling or after drilling.
Casing Operation
Service Personnel, person who handle the installation of the casing in the
well.
Cementer
Service Personnel, person who handles the cementing operation.
Completion Engineer
Service Personnel, person who handle the installation of tubing.
CIRCULATING SYSTEM
Solids control is the process of controlling the buildup of undesirable
solids in a mud system. The buildup of solids has undesirable effects on drilling
fluid performance and the drilling process. Rheological and filtration properties
can become difficult to control when the concentration of drilled solids (low-
gravity solids) becomes excessive. Penetration rates and bit life decrease and hole
problems increase with a high concentration of drill solids. Solids-control
equipment on a drilling operation should be operated like a processing plant. In an
ideal situation, all drill solids are removed from a drilling fluid. Under typical
drilling conditions, low-gravity solids should be maintained below 6 percent by
volume.
Figure 1
The mud has several functions:
1. To cool and lubricate the bit and drill string.
2. To flush drilled cuttings from the bottom of the hole
3. To carry the cuttings out of the well
4. To support the well bore wall
5. To hold back formation fluids
6. To prevent lost circulation
7. To transmit data to the surface. (MWD, mud logging, etc.)
Sources and sizes of solids
The two primary sources of solids (particles) are chemical additives and formation
cuttings. Formation cuttings are contaminants that degrade the performance of the
drilling fluid. If the cuttings are not removed, they will be ground into smaller and
smaller particles that become more difficult to remove from the drilling fluid.
Most formation solids can be removed by mechanical means at the surface. Small
particles are more difficult to remove and have a greater effect on drilling fluid
properties than large particles. The particle size ofdrilled solids incorporated into
drilling fluid can range from 1 to 250 microns (1 micron equals 1/25,400 of an
inch or 1/1,000 of a millimeter).
Mechanical solids-removal Equipment
One method of solids control is the use of mechanical solids-removal equipment.
Another method, dilution, is discussed later in this chapter. Equipment that
removes solids mechanically can be grouped into two major classifications:
Screen devices
Centrifugal separation devices
Screen devices The most common screen device is a shale shaker, which contains
one or more vibrating screens that mud passes through as it circulates out of the
hole. Shale shakers are classified as circular/elliptical or linear motion shale
shakers.
• Circular/elliptical motion shaker. This shaker uses elliptical rollers to generate
a circular rocking motion to provide better solids removal through the screens.
• Linear motion shaker. This shaker uses a straight forward-and-back rocking
motion to keep the fluid circulating through the screens.
Screen effectiveness
Two factors that determine the effectiveness of a screen are mesh size and screen
design.
Mesh size. The screen opening size determines the particle size a shaker can
remove. Screen mesh is the number of openings per linear inch as measured from
the center of the wire. For example, a 70 by 30 oblong mesh screen (rectangular
opening) has 70 openings along a one-inch line one way and 30 openings along a
one-inch line perpendicular to the first. Actual separation sizes are determined by
factors such as particle shape, fluid viscosity, feed rates, and particle
cohesiveness. Some muds can form a high surfacetension film on the wires of the
screen and reduce the effective opening size of the screen. Tables 10-3 and 10-4
list specifications for different screen sizes and mesh shapes.
Screen design. Screens are available in two- and threedimensional designs.
Two-dimensional screens can be classified as:
a Panel screens, with two or three layers bound at each side by a one-piece,
double-folded hook strip
b Perforated plate screens, with two or three layers bonded to a perforated, metal
plate that provides support and is easy to repair
Three-dimensional screens are perforated, plate screens with a corrugated surface
that runs parallel to the flow of fluid. This configuration provides more screen
area than the two-dimensional screen configuration. The different types of three-
dimensional screens are:
a Pyramid
b Plateau
Figure 1 shows the difference between two- and three-dimensional screens.
Figure 2
Centrifugal separation devices
The two types of centrifugal separation devices are:
a Decanting centrifuges
b Hydrocyclones
Decanting centrifuges
A decanting centrifuge consists of a conical, horizontal steel bowl that rotates at
high speed using a double screw-type conveyor. The conveyor rotates in the same
direction as the outer bowl but at a slightly slower speed (Figure 3). An important
aspect of centrifuge operation is the dilution of the slurry being fed into the unit.
The slurry dilution reduces the feed viscosity and maintains the separation
efficiency of the machine. The higher the viscosity of the base mud, the more
dilution is needed (2 to 4 gallons of water per minute is common). The effluent
(liquid output from the centrifuge) viscosity should be 35 to 37 seconds per quart
for efficient separation. If the viscosity falls below 35 seconds per quart, too much
water is being added. This will cause turbulence within the bowl and reduce
efficiency. Manufacturers' recommendations concerning mud-feed rates and bowl
speeds should be followed closely.
Figure 3A single centrifuge unit set for total solids discard should be used for low-density systems. The primary function of a centrifuge is not to control total percent solids in a system, but rather to maintain acceptable and desirable flow properties in that system. Two centrifuges operating in series are recommended for the following systems:
Invert emulsion (i.e., synthetic and oil-based systems)
High-density, water-based systems
Water-based systems in which base fluid is expensive (i.e., brines)
Closed loop
Zero discharge
The first centrifuge unit is used to separate barite and return it to the mud system.
The second unit processes the liquid overflow from the first unit, discarding all
solids and returning the liquid portion to the mud system.
Centrifuge efficiencies are influenced by mud weight and mud viscosity. During
centrifuge operation, the underflow should be analyzed regularly to determine the
amount of low-gravity solids and barite being removed and retained.
Hydrocyclones
Hydrocyclones, classified as desanders or desilters, areconical solids separation
devices in which hydraulic energy is converted to centrifugal force. Mud is fed
by a centrifugal pump through the feed inlet tangentially into the feed chamber.
The centrifugal forces thus developed multiply the settling velocity of the heavier-
phase material, forcing it toward the wall of the cone. The lighter particles move
inward and upward in a spiraling vortex to the overflow opening at the top. The
discharge at the top is the overflow or effluent; the discharge at the bottom is the
underflow. The underflow should be in a fine spray with a slight suction at its
center. A rope discharge with no air suction is undesirable. Figure 4 illustrates the
hydrocyclone process.
The sizes of the cones and the pump pressure determine the cut obtained. Lower
pressures result in coarser separation and reduced capacity. Figure 10-5 shows the
equivalent particle-size cut (in microns) of different diameter cones.
Figure 4
Desanders. Desanders consist of a battery of 6-inch or larger cones. Even though
desanders can process large volumes of mud per single cone, the minimum size
particles that can be removed are in the range of 40 microns (with 6-inch cones).
Figure 5
Desilters. Desilters consist of a battery of 4-inch or smaller cones. Depending on
the size of the cone, a particle size cut between 6 and 40 microns can be obtained.
Even though hydrocyclones are effective in removing solids from a drilling fluid,
their use is not recommended for fluids that contain significant amounts of
weighting materials or muds that have expensive fluid phases. When
hydrocyclones are used with these fluids, not only will undesirable drilled solids
be removed, but also the weight material along with base fluid, which can become
cost-prohibitive.
Figure 6
Degasser, to separate gas in the mud.
Figure 7
Mud cleaner. The mud cleaner is a solids separation device that combines a
desilter with a screen device. The mud cleaner removes solids using a two-stage
process. First, the drilling fluid is processed by the desilter. Second, the discharge
from the desilter is processed by a high-energy, fine-mesh screen shaker. This
method of solids removal is recommended for muds containing significant
amounts of weighting materials or having expensive fluid phases.
When recovering weight material with a mud cleaner, be aware that any fine
solids that go through the cleaner's screen are also retained in the mud. Over time,
this process can lead to a fine-solids buildup
Dilution
Dilution, or the addition of base fluid to a mud system, serves to:
a Reduce concentration of solids left by mechanical solids-removal equipment
b Replenish liquids lost when using mechanical solids-control equipment
Dilution can generate excessive volumes, however, thedisposal and clean-up costs
can be very expensive.