Referat Parkinson
-
Upload
ika-novita -
Category
Documents
-
view
9 -
download
3
description
Transcript of Referat Parkinson
BAB IPENDAHULUAN
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis
progresif, merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer.
Penyakit ini memiliki dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun keluarga. 1
Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter inggris yang bernama James Parkinson
pada tahun 1817. Penyakit ini merupakan suatu kondisi ketika seseorang mengalami
ganguan pergerakan.1
Tanda-tanda khas yang ditemukan pada penderita diantaranya resting tremor,
rigiditas, bradikinesia (perlambatan gerak), dan instabilitas postural. Tanda-tanda
motorik tersebut merupakan akibat dari degenerasi neuron dopaminergik pada system
nigrostriatal. Hilangnya sel neuron berpigmen terutama pada substansia nigra dan
adanya α-synuclein yang positif pada sitoplasma (lewy body) adalah gambaran utama
penyakit Parkinson. Namun, derajat keparahan defisit motorik tersebut beragam.
Tanda-tanda motorik pasien sering disertai depresi, disfungsi kognitif, gangguan
tidur, dan disfungsi autonom.2
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria
dan wanita seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala
awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada
usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di
seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun
sampai 3,5 % pada usia 85 – 89 tahun. Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000
penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta
1
orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia
penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia sesuai dengan penelitian yang
dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan Jawa 18 hingga 85 tahun.
Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih
banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan yang belum diketahui.3
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Definisi Penyakit Parkinson
Merupakan bagian dari parkinsonisme yang secara patologis ditandai
dengan degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars kompakta
(SNc) yang disertai dengan adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (lewy bodies).
Disebut juga Parkinsonisme idiopatik atau primer.
Parkinsonisme adalah sindrom yang ditandai dengan adanya tremor waktu
istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya reflex postural akibat penurunan
kadar dopamine oleh berbagai macam sebab. Disebut juga dengan sindrom
Parkinson.4
2.2 Etiologi
Etiologi parkinson primer masih belum diketahui. Terdapat beberapa
dugaan, di antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-konvensional(belum
diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat
toksik yang belum diketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra.
Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki
(involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan
yang tidak disadarinya. Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar.
Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan parkinson adalah sebagai berikut.5
1. Usia : Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200
dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi
mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia
nigra, pada penyakit parkinson.
3
2. Geografi : Di Libya 31 dari 100.000 orang, di Buinos aires 657 per 100.000
orang. Faktor resiko yang mempengaruhi perbedaan angka secara geografis ini
termasuk adanya perbedaaan genetik, kekebalan terhadap penyakit dan paparan
terhadap faktor lingkungan.
3. Periode : Fluktuasi jumlah penderita penyakit parkinson tiap periode mungkin
berhubungan dengan hasil pemaparan lingkungan yang episodik, misalnya
proses infeksi, industrialisasi ataupun gaya hidup. Data dari Mayo Klinik di
Minessota, tidak terjadi perubahan besar pada angka morbiditas antara tahun
1935 sampai tahun 1990. Hal ini mungkin karena faktor lingkungan secara
relatif kurang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit parkinson.6
4. Genetik : Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada
penyakit parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan panjang
kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan.
Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi
point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan
adanya disfungsi mitokondria. Adanya riwayat penyakit parkinson pada
keluarga meningkatkan faktor resiko menderita penyakit parkinson sebesar 8,8
kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun.
Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonisme
tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA sangat sedikit,
belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di Eropa
pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita.
4
Contoh klasik dari penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di
Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun. 7
5. Faktor Lingkungan
a. Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan
kerusakan mitokondria.
b. Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c. Infeksi
Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi
penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan
menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d. Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu
mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya, kopi
merupakan neuroprotektif.
e. Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski
peranannya masih belum jelas benar
f. Stress dan depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik.
Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress dan
depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.
5
Jika penyakit murni tidak didahului trauma atau stroke, dikatakan penyakit
Parkinson atau primer parkinsonisme.Tetapi jika diawali dengan trauma,
dikatakan parkinsonisme. Trauma kepala juga berhubungan dengan penyakit
Parkinson pada usia muda. Resiko menderita penyakit parkinson rendah pada
orang diet tinggi antioksidan, peminum caffeine, dan perokok. 8
2.3 Klasifikasi
Parkinsonisme dapat digolongkan atas dua kategori yaitu ; parkinsonisme
primer dan parkinsonisme sekunder (berhubungan dengan infeksi, obat, toksin,
penyakit vascular, trauma dan tumor otak).9
Tabel. Parkinsonisme primer dan parkinsonisme sekunder
Parkinsonisme primer Parkinsonisme sekunder
Penyakit Parkinson idiopatik
Demensia lewy body
Parkinsonisme karena penyakit
genetic
Frontotemporal demensia dengan
parkinsonisme
Alzeimer’s
MSA (multy system athrophy)
PSP (progressive
supranuclearmpalsy)
CBD (corticobasal degeneration)
Iatrogenik:fenothiazin thioxantin,
benzamide, lithium, sodium
valproat, Ca blocker, reserpin,
tetrabenazin.
Toksik : MPTP =1 methyl, 4
phenyl, 1,2,3,6 tetra-
hydropiridin), CO,mangan,
sianida, organofosfat
Infeksi : encephalitis lethargia,
AIDS,syphilis
Metabolik: hipoparatiroid,
6
Neurocantosis
Huntington
Degenerasi spinocerebellar
penyakit Wilson
Struktural : normal pressure
hydrocephalus, trauma SSP,
tumor, infark
2.4 Patofisiologi
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena
penurunan kadar dopamine akibat kematian neuron di substansia nigra pars
compacta (SNc) sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplasmik
eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab multifaktor.
Substansia nigra (sering disebut black substance), adalah suatu region
kecil di otak (brain stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini
menjadi pusat control/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya
menghasilkan neurotransmitter yang disebut dopamine, yang berfungsi untuk
mengatur seluruh gerakan otot dan keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh
sistem saraf pusat. Dopamine diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara
sel-sel neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan
refleks postural, serta kelancaran komunikasi (bicara). Pada penyakit Parkinson
sel-sel neuron di SNc mengalami degenerasi, sehingga produksi dopamine
menurun dan akibatnya semua fungsi neuron di system saraf pusat (SSP) menurun
dan menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia), kelambatan bicara dan
berpikir (bradifrenia), tremor dan kekauan (rigiditas).10
7
Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi
neuron SNc adalah stress oksidatif. Stress oksidatif menyebabkan terbentuknya
formasi oksiradikal, seperti dopamine quinon yang dapat bereaksi dengan alfa
sinuklein (disebut protofibrils). Formasi ini menumpuk, tidak dapat di gradasi
oleh ubiquitin-proteasomal pathway, sehingga menyebabkan kematian sel-sel
SNc. Mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan antara lain :
1. Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal dengan
nitric-oxide (NO) yang menghasilkan peroxynitric-radical.
2. Kerusakan mitokondria sebagai akibat penurunan produksi adenosin trifosfat
(ATP) dan akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stres oksidatif,
akhirnya menghasilkan peningkatan apoptosis dan kematian sel.
3. Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang
memicu apoptosis sel-sel SNc.11
2.5 Gejala Klinik
1. Gejala Motorik
8
a. Tremor
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan
dianggap sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri
khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang
beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut
tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur.
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi
metakarpofalangis, kadang kadang tremor seperti menghitung uang logam atau
memulung-mulung (pill rolling). Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-
supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut
membuka menutup, lidah terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat
dan menghebat waktu emosi terangsang (resting/alternating tremor).
9
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi
pada kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang
menghitung uang). Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan,
kepala penderita bisa bergoyanggoyang jika tidak sedang melakukan aktivitas
(tanpa sadar). Artinya, jika disadari, tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya
tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa
terjadi pada kedua belah sisi.
b. Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang
tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu
pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang
bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan
maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu,
gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti break-dance. Gerakan yang kaku
membuat penderita akan berjalan dengan postur yang membungkuk. Untuk
mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat
tetapi pendek-pendek. Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni
seluruh gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa,
adanya fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon).
c. Akinesia/Bradikinesia
10
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga
tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat.
Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang
semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret.
Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres)
karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata
berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar
air liur.
Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif,
misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil
suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia
mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan
yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang,
berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.
d. Tiba-tiba berhenti atau ragu-ragu untuk melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai
melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-
ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit.
Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. Hilangnya refleks postural
disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian
kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan
mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita
mudah jatuh.
11
e. Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa
kasus hal ini merupakan gejala dini.
f. Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat
(marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu
membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.
g. Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot
laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan
volume suara halus (suara bisikan) yang lambat.
h. Dimensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan
defisit kognitif.
i. Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain), mudah
takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan
lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal
diberi waktu yang cukup.
j. Gejala Lain
12
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas
pangkal hidungnya (tanda Myerson positif)
2. Gejala non motorik
a. Disfungsi otonom
~ Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik
~ Kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik
~ Pengeluaran urin yang banyak
~ Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat
seksual, perilaku, orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi
~ kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna
~ penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension
orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian
tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan.
~ berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atau
anosmia).12
Skala hoehn dan yahrn
13
1. Stadium 1
Gejala dan keluhan pada satu sisi
Gejal ringan
Gejala tidak nyaman namun tidak menyebabkan kecacatan
Gejala muncul tremor pada satu sisi
Orang sekitar melihat perubahan postur,lokomotor dan perubahan wajah
2. Stadium 2
Gejala bilateral
Kecacatan minimal
Postur dan gait
3. Stadium 3
Terdapat perlambatan gerak tubuh
Ganggaun keseimbangan awal terutama pada saat berjalan dan berdiri
Disfungsi umum yang agak parah
4. Stadium 4
Gejala berat
Masih bisa berjalan namun langkahnya terbatas
Rigiditas dan bradikinesia
14
Tidak mampu untuk hidup sendiri
Tremor lebih jarang pada stadium awal
5. Stadium 5
Kakeksia
Invalid
Tidak dapat berdiri atau berjalan
Membutuhkan perawatan 13
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada biomarker pada pemeriksaan laboratorium parkinson. Serum
ceruloplasmin yang didapatkan pada urin tampung 24 jam untuk mendiagnosa
Wilson Dissease dimana muncul gejala parkinsonism syndrome pada usia <40
yahun.
Pemeriksaan radiologi berupa :
a. MRI dan CT-scan untuk menyingkirkan diagnosa banding seperti stoke
cardioemboli, htdrosephallus dan Wilson Dissease.
b. PET (Positron Emission Tomography) dan SPECT (Single Photon Emission
Computed Tomography). Didapatkan gambaran penurunan uptake 18-F dopa
pada putamen kontralateral.
2.7 Diagnosis Banding
15
Penyakit Parkinson ini harus dibedakan dengan penyakit degenerative
yang lain seperti multi system,progesif supra nuclear palsy,degenerasi kortiko
basal,demensia pronto temporal dengan gejala parkisonisme,atau parkinsen karena
penyakit vascular. Gejala parkinsenisme ini juga sering ditemui pada penyakit
infeksi (ensefalitis letargi, intoksikasi,kondisi iatrogenic dan gangguan ssp. Untuk
membedakan anatara parkinsen idiopatik dapat dilakukan pemeriksaan genetic.
a. Multiple system atropi
Tanda klinisnya :
1. Disautonomia (hipotensi ortostatik dan impoten)
2. Disfungsi bladder
3. Tanda traktus pyramidal
4. Fleksi leher yang ekstrim
5. Respon terhadap L-dopa baik
b. Progresif supranuclear palsy
Tanda klinis :
1. Oftamoflegia
2. Adanya Aksial rigidity lebih baik daripada limb regidity
3. Perubahan kognitf dan perilaku
4. Respon dengan L-dopa baik.15
2.8· Diagnosis
Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria :
16
1. Secara klinis
· Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas,
bradikinesia atau
· 3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia dan ketidakstabilan
postural.
2. Kriteria Koller
· Didapati 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik : tremor saat istirahat atau
gangguan refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang berlangsung 1 tahun atau
lebih.
· Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan sedang
(minimal 1.000 mg/hari selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1 tahun atau lebih.
3. Kriteria Gelb & Gilman
· Gejala kelompok A (khas untuk penyakit Parkinson) terdiri dari :
1) Resting tremor
2) Bradikinesia
3) Rigiditas
4) Permulaan asimetris
· Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif, terdiri dari:
1) Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
2) Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun pertama
3) Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3 tahun pertama
4) Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.
Diagnosis “possible” : terdapat paling sedikit 2 dari gejala kelompok A dimana
17
salah satu diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tak terdapat gejala
kelompok B, lama gejala kurang dari 3 tahun disertai respon jelas terhadap
levodopa atau dopamine agonis.
Diagnosis “probable” : terdapat paling sedikit 3 dari 4 gejala kelompok A, dan
tidak terdapat gejala dari kelompok B, lama penyakit paling sedikit 3 tahun dan
respon jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis.
Diagnosis “pasti” : memenuhi semua kriteria probable dan pemeriksaan
histopatologis yang positif.16
2.9 Penatalaksanaan
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang
progresif dan penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu strategi
penatalaksanaannya adalah 1) terapi simtomatik, untuk mempertahankan
independensi pasien, 2) neuroproteksi dan 3) neurorestorasi, keduanya untuk
menghambat progresivitas penyakit Parkinson. Strategi ini ditujukan untuk
mempertahankan kualitas hidup penderitanya.17
1. Terapi farmakologik
a. Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa)
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di
dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi
dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase
(dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki
neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat,
mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi
18
inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa
dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah metabolisme Ldopa sebelum
mencapai neuron dopaminergik. Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan
memperbaiki gerakan. Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali
menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk
meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai
memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu,
sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa
efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya. Levodopa
melintasi sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf pusat dan mengalami
perubahan ensimatik menjadi dopamin. Dopamin menghambat aktifitas neuron di
ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa:
1) Nausea, muntah, distress abdominal
2) Hipotensi postural
3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia
lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada system
konduksi jantung. Ini bisa diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol.
4) Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau
muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap terapi
19
levodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat
mengganggu karena penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi
terhenti, membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum
darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi
levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia
yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon
penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang.
Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan
ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang
memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau
MAO-B inhibitor.
b. Agonis Dopamin
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax),
Pramipexol (Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid dianggap
cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan
merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan
reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya akan menimbulkan
peningkatan gejala Parkinson. Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien
yang pernah mengalami serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat
dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah
yang diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik. Efek
20
samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema kaki, mual dan
muntah.18
c. Antikolinergik
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat
aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu membantu
mengoreksi keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin, sehingga dapat
mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat antikolinergik yang banyak
digunakan untuk penyakit parkinson, yaitu thrihexyphenidyl (artane) dan
benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah
biperidon (akineton), orphenadrine (disipal) dan procyclidine (kamadrin).
Efek samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan kabur.
Sebaiknya obat jenis ini tidak diberikan pada penderita penyakit Parkinson usia
diatas 70 tahun, karena dapat menyebabkan penurunan daya ingat.
d. Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor)
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga
berguna pada penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat
ditingkatkan dengan mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula
memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi
levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk
mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson yaitu untuk mengaluskan
pergerakan. Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan
menginhibisi monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan
dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya
21
mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin. Biasa dipakai sebagai
kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu obat ini juga
berfungsi sebagai antidepresan ringan. Efek sampingnya adalah insomnia,
penurunan tekanan darah dan aritmia.
e. Amantadin
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak.
Obat ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat
menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor,
bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat menghilangkan
fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan diskinesia pada penderita Parkinson
lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi dengan levodopa atau
agonis dopamine. Efek sampingnya dapat mengakibatkan mengantuk.
f. Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Obat ini masih relatif baru,
berfungsi menghambat degradasi dopamine oleh enzim COMT dan memperbaiki
transfer levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi levodopa saat
efektivitas levodopa menurun. Diberikan bersama setiap dosis levodopa. Obat ini
memperbaiki fenomena on-off, memperbaiki kemampuan aktivitas kehidupan
sehari-hari. Efek samping obat ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu
diperiksa tes fungsi hati secara serial. Obat ini juga menyebabkan perubahan
warna urin berwarna merah-oranye.
22
g. Neuroproteksi
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang
diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen
neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids,
bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang
sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and
rasagiline), dopamin agonis, dan complek I mitochondrial fortifier coenzyme
Q10.19
23
2. Terapi pembedahan
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses
patologis yang mendasari (neurorestorasi).
a. Terapi ablasi lesi di otak
Termasuk kategori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy
Indikasi : - fluktuasi motorik berat yang terus menerus
- diskinesia yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan medik
Dilakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan menggunakan kauterisasi.
Efek operasi ini bersifat permanen seumur hidup dan sangat tidak aman untuk
melakukan ablasi dikedua tempat tersebut.
b. Deep Brain Stimulation (DBS)
Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang
dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada seperti
alat pemacu jantung. Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi di otak, jadi
relatif aman. Manfaatnya adalah memperbaiki waktu off dari levodopa dan
mengendalikan diskinesia.
c. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982
oleh Lindvall dan kawannya, jaringan medula adrenalis (autologous adrenal)
yang menghasilkan dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang pernah
digunakan antara lain dari jaringan embrio. Ventral mesensefalon yang
menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor cells, non neural cells
24
(biasanya fibroblast atau astrosytes), testis-derived sertoli cells dan carotid body
epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan jaringan diberikan obat
immunosupressant cyclosporin A yang menghambat proliferasi T cells sehingga
masa hidup graft jadi lebih panjang. Transplantasi yang berhasil baik dapat
mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya menurun
4 – 6 tahun sesudah transplantasi. Teknik operasi ini sering terbentur bermacam
hambatan seperti ketiadaan donor, kesulitan prosedur baik teknis maupun
perijinan.20
3. Non Farmakologik
a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya,
misalnya pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan
rasa simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan
psikik mereka menjadi maksimal.
b. Terapi rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi
masalah-masalah sebagai berikut : Abnormalitas gerakan, Kecenderungan postur
tubuh yang salah, Gejala otonom, Gangguan perawatan diri (Activity of Daily
Living – ADL), dan Perubahan psikologik. Latihan yang diperlukan penderita
parkinson meliputi latihan fisioterapi, okupasi, dan psikoterapi.
Latihan fisioterapi meliputi : latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan ekstensi
trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada tanda-tanda
25
di lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan otot ekstensor panggul
agar memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari kursi.
Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian
lingkungan tempat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai
bermacam strategi, yaitu :
~ Strategi kognitif : untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara jelas dan
tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal maupun visual dan hanya
melakukan satu tugas kognitif maupun motorik.
~ Strategi gerak : seperti bila akan belok saat berjalan gunakan tikungan yang
agak lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin memungut sesuatu
dilantai.
~ Strategi keseimbangan : melakukan ADL dengan duduk atau berdiri dengan
kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan pada dinding. Hindari
eskalator atau pintu berputar. Saat bejalan di tempat ramai atau lantai tidak rata
harus konsentrasi penuh jangan bicara atau melihat sekitar. Seorang psikolog
diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif, kepribadian, status mental pasien dan
keluarganya. Hasilnya digunakan untuk melakukan terapi rehabilitasi kognitif dan
melakukan intervensi psikoterapi.21
c. Terapi Suara
Perawatan yang paling besar untuk kekacauan suara yang diakibatkan oleh
penyakit Parkinson adalah dengan Lee Silverman Voice Treatment ( LSVT ).
LSVT fokus untuk meningkatkan volume suara. Suatu studi menemukan bahwa
26
alat elektronik yang menyediakan umpan balik indera pendengar atau frequency
auditory feedback (FAF) untuk meningkatkan kejernihan suara.
d. Terapi gen
Pada saat sekarang ini, penyelidikan telah dilakukan hingga tahap terapi
gen yang melibatkan penggunaan virus yang tidak berbahaya yang dikirim ke
bagian otak yang disebut subthalamic nucleus (STN). Gen yang digunakan
memerintahkan untuk mempoduksi sebuah enzim yang disebut glutamic acid
decarboxylase (GAD) yang mempercepat produksi neurotransmitter (GABA).
GABA bertindak sebagai penghambat langsung sel yang terlalu aktif di STN.
Terapi lain yang sedang dikembangkan adalah GDNF. Infus GDNF (glial-
derived neurotrophic factor) pada ganglia basal dengan menggunakan implant
kathether melalui operasi. Dengan berbagai reaksi biokimia, GDNF akan
merangsang pembentukan L-dopa.
e. Pencangkokan syaraf
Cangkok sel stem secara genetik untuk memproduksi dopamine atau sel
stem yang berubah menjadi sel memproduksi dopamine telah mulai dilakukan.
Percobaan pertama yang dilakukan adalah randomized double-blind sham-placebo
dengan pencangkokan dopaminergik yang gagal menunjukkan peningkatan mutu
hidup untuk pasien di bawah umur.22
f. Terapi neuroprotektif
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang
diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen
neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids,
27
bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang
sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and
rasagiline), dopamine agonis, dan complek I mitochondrial fortifier coenzyme
Q10.
g. Nutrisi
Beberapa nutrient telah diuji dalam studi klinik klinik untuk kemudian
digunakan secara luas untuk mengobati pasien Parkinson. Sebagai contoh, L-
Tyrosin yang merupakan suatu perkusor L-dopa mennjukkan efektifitas sekitar 70
% dalam mengurangi gejala penyakit ini. Zat besi (Fe), suatu kofaktor penting
dalam biosintesis L-dopa mengurangi 10%- 60% gejala pada penelitian terhadap
110 pasien. THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan koenzim dan perkusor
koenzim dalam biosintesis dopamine menunjukkan efektifitas yang lebih rendah
dibanding L-Tyrosin dan zat besi. Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi secara
teori dapat mengurangi kerusakan sel yang terjadi pada pasien Parkinson. Kedua
vitamin tersebut diperlukan dalam aktifitas enzim superoxide dismutase dan
katalase untuk menetralkan anion superoxide yang dapat merusak sel. Belum
lama ini, Koenzim Q10 juga telah digunakan dengan cara kerja yang mirip dengan
vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu zat sintesis baru yang memiliki struktur dan
fungsi mirip dengan koenzim Q10.22
2.10 Prognosis
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,
sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali
terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa
28
perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat
menyebabkan kematian.
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.
Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan
lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang
dapat sangat parah. Penyakit Parkinson sendiri tidak dianggap sebagai penyakit
yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada
pasien Parkinson pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita
Parkinson. Pada tahap akhir, penyakit Parkinson dapat menyebabkan komplikasi
seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian.
Progresifitas gejala pada Parkinson dapat berlangsung 20 tahun atau lebih.
Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang
tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu.
Dengan treatment yang tepat, kebanyakan pasien Parkinson dapat hidup produktif
beberapa tahun setelah diagnosis.23
29
BAB IIIPENUTUP
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis
progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis
akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus
palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency). Di Amerika Serikat, ada sekitar
500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta
orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan
secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk
menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang
timbul . Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,
sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena
parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat
menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-
berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang,
dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang
dapat sangat parah.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjahrir H, Nasution D, Gofir A. 2007. Parkinson’s Disease & Other Movement
Disorders. Pustaka Cedekia dan Departemen Neurologi FK USU Medan. Hal
4-53.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. 2007. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III. FKUI. Hal 1373-1377.
3. Price SA, Wilson LM, Hartwig MS. 2006. Gangguan Neurologis dengan
Simtomatologi Generalisata. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 1139-1144.
4. Harsono. 2008. Buku Ajar Neurologis Klinis. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia dan UGM. Hal 233-243.
5. Duus Peter. 1996. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan
Gejala Edisi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 231-243.
6. Adam D, Raymond. 1989. Principles of Nuerology 4th Edition.
7. Fauci, dkk. 2008. Harrisson’s Principles of Internal Medicine 17th edition.
8. Walton N, John. 1977. Brain Disease of The Nervous System
9. Harsono dr. 2005. Kapita Selekta Neurologi. Edisi Kedua. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
10. Gilroy John. 2000. Basic Neurology. Third Edition. McGraw-Hill. New York
11.Victor M, Ropper AH. 2001. Adam’s and Victor Principles of Neurology.
Seventh Edition. McGraw-Hill. New York
31
12. Sidharta Priguna. 1999. Neurologi Klins Dalam Praktek Umum. Dian Rakyat.
Jakarta
13. Zorniak M. 2007. Mitochondrial Deficiencies and Oxidative Stress in
Parkinson’s Disease: A Slippery Slope to Cell Death. Eukaryon.hal 87-91.
14.Remy P, Doder M, Lees A, Turjanski N, Brooks D. 2008. Depression in
Parkinson’s Disease: loss of dopamine and noradrenaline innervation in the
limbic system brain.
15. Okun MS, Watts RL.2002. Depression associated with Parkinson’s Disease.
Neurology.
16. Joesoef AA. 2001. Patofisiologi dan managemen penyakit parkinson. Dalam:
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan V. FK. Unair , hal : 27 – 53
17. Olanow C.W, Tatton W.G. 1999. Etiology and pathogenesis of parkinson′s
disease . Annu. Rev. Neurosci.hal 123 – 44.
18. Syamsudin T. 2004. Diagnosis and Management Early and Advance
Parkinson’s Disease. Disampaikan pada Simposium Nasional II
Neurogeriatry , Hotel Sahid Jaya , Makasar.
19. Widjaja D. 2003. Pathophysiology and Pathogenesis of Parkinson′s Disease .
Disampaikan pada Simposium A New Paradigm in The Management of
Parkinson′s Disease.
20. Hermanowicz N. 2001. Management of Parkinson′s Disease . In :
Postgraduate Medicine , Vol. 110 , Des.
32
21. Hristova A, Koller W. 2000.Treatment of early Parkinson′s Disease . In :
Disease Management , Neurology Departement University of Miami ,
Florida. hal 167 – 177
22. Rao G. Does This Patient Have Parkinson Disease. In : The Rational Clinical
Examination , 289 : 347 – 353
23. Misbach J. 2003. Current Management and Update Algorithm of Parkinson′s
Disease. Disampaikan pada Simposium A New Paradigm in The
Management of Parkinson′s Disease.
33