Referat Ortho Pkl
description
Transcript of Referat Ortho Pkl
TUGAS BEDAH ORTHOPEDI
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN FRAKTUR
Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Senior Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Disusun oleh :
Victoria Cynta Yogya Astuti 22010112210123
Fathurrahman Andiyoga 22010112210159
Mega Yuni Ari Susanti 22010112220200
Gerin Orviyanti 22010113210072
Fathia Khairani 22010113210073
Ani Safitri 22010113210076
Pembimbing :
dr. Hari Suko W, Sp.OT, FICS, MH.Kes
BAGIAN ILMU BEDAH
RSUD KRATON PEKALONGAN
2014
I. PENGERTIAN FRAKTUR
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer S.C & Bare B.G, 2001) atau terputusnya
kontuinitas tulang dan/atau tulang raan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa
(Syamsuhidayat, 2005). Menurut Chairudin Rasjad (1998), fraktur adalah hilangnya
kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik bersifat total
maupun parsial.
Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada perempuan dengan umur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau
kecelakaan. Sedangkan pada lansia, prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada
wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan
hormon.
II. ETIOLOGI DAN PROSES TERJADINYA FRAKTUR
Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan
terjadinya fraktur antara lain :
1. Trauma langsung
Trauma langsung yang dapat menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya
kekerasan itu, misalnya kecelakaan lalu lintas. Patah tulang demikian sering
bersifat terbuka dengan garis patah melintang atau miring
2. Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari
tempat terjadinya trauma. Yang patah biasanya bagian yang paling lemah dalam
hantaran vektor kekerasan. Contoh bila seseorang jatuh dari ketinggian dengan
tumit kaki terlebih dahulu. Selain tulang tumit yang berpotensi mengalami patah
tulang, tulang tibia dan femur serta tulang belakang juga memeiliki potensi untuk
mengalami patah tulang. Demikian pula bila jatuh dengan telapak tangan sebagai
penyangga, dapat menyebabkan patah pada pergelangan tangan dan tulang lengan
bawah
Tekanan pada tulang dapat berupa :
1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau obliq
2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur tranversal
3. Tekanan sepanjang axis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,
dislokasi atau fraktur dislokasi
4. Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah
misalnya pada vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak anak
5. Trauma langsung disertai dengan resistensi pada jarak tertentu akan
menyebabkan fraktur obliq atau fraktur Z
6. Fraktur karena remuk
7. Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian
tulang.
3. Trauma akibat tarikan otot
Dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang. Patah tulang akibat tarikan otot
biasanya jarang terjadi. Contoh akibat terjadi regangan otot yang kuat sehingga
dapat menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani)
4. Kelelahan atau stress fraktur
Fraktur ini terjadi pada orang yang melakukan aktivitas berulang pada suatu
daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas yang lebih berat dari biasanya.
Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat pengulangan tekanan pada
tempat yang sama atau peningkatan beban secara tiba-tiba pada suatu daerah
tulang.
5. Proses penyakit
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan ataupun beban yang normal dikarenakan
lemahnya suatu tulang akibat proses suatu penyakit infeksi< penyakit
metabolisme contoh osteoporosis,tumor dan keganasan yang bermetastasis ke
tulang. Sedikit saja tekanan dapat mengakibatkan fraktur pada daerah tersebut.
III. PATOFISIOLOGI FRAKTUR
Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, ada 2 faktor yang mempengaruhi
terjadinya fraktur yaitu ekstrinsik (meliputi kecepatan, sedangkan durasi trauma yang
mengenai tulang, arah dan kekuatan), intrinsik (meliputi kapasitas tulang
mengabsorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan, adanya densitas tulang). Yang
dapat menyebabkan terjadinya patah pada tulang bermacam-macam antara lain
trauma (langsung dan tidak langsung), akibat keadaan patologi serta secara spontan.
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada
daerah tekanan. Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah
yang lebih jauh dari daerah fraktur, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap
utuh. Tekanan pada tulang dapat berupa teknan berputar, membengkok, kompresi
bahkan tarikan. Sementara kondisi patologis disebabkan karena kelemahan tuklang
sebelumnya akibat kondisi patologis yangterjadi di dalam tulang. Akibat trauma pada
tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Sementara fraktur
spontan terjadi akibat stress tulang yang terjadi terus menerus misalnya pada orang
yang bertugas kemiliteran.
IV. KLASIFIKASI FRAKTUR
A. KLASIFIKASI ETIOLOGIS
1. Fraktur traumatik
Karena trauma yang tiba tiba
2. Fraktur patologis
Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patolis dalam
tulang
3. Fraktur stress
Terjadi karena ada nya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu
B. KLASIFIKASI KLINIS
Fraktur terbuka/compound fracture
Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit
dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam ) atau from
without (dari luar)
Fraktur tertutup/simple fracture.
Fraktur tertutup merupakan suatu fraktur dimana tidak adanya hubungan
dengan dunia luar melalui kulit sehingga tempat fraktur tidak
tercemar/terkontaminasi.
Fraktur dengan komplikasi/complicated fracture
Fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union,
nonunion, infeksi tulang.
C. KLASIFIKASI RADIOLOGIS
Fraktur dapat diklasifikasikan menurut :
1. Luas garis fraktur yang terjadi
Complete seluruhnya putus
Incomplete / Parsial
a. Fissure / Crack / Hairline
Tulang terputus seluruhnya tapi masih tepat di tempat
Biasanya terjadi pada anak anak dan pada tulang panjang
b. Greenstick fracture
Fraktur yang terjadi pada anak anak, hanya terlihat bengkok karena
periosteumnya masih tebal
Fraktur yang terjadi pada orang tua periosteumnya tipis dan
tidak elastis
c. Bucke fracture
Tulang terputus seluruhnya tapi pada daerah ujung tulang panjang
dimana kortexnya tipis.
Merupakan fraktur , dimana pada cortexnya melipat ke dalam
(kortex terihat menekuk)
2. Konfigurasi Tulang
Transversal karena bending (tekukan)
Oblique karena puntitran (twisting)
Spiral karena puntritran (twisting)
Comminuted Karena tekanan , trauma berat
3. Hubungan Fragmen oleh karena fraktur satu sama lain
Harus dilihat dari 2 proyeksi untuk menghindari kesalahan baca .
Undisplace bentuk masih baik, tulang fraktur masih pada tempat anatomisnya.
Misalnya : Hairline
Displace membaca fraktur dari yang disebelah distal displace (berpindah
tempat) yang dapat terjadi karena pengaruh : trauma , spasme/ kontraksi otot ,
gaya gravitasi bumi.
Ada 6 macam bentuk displace :
1. Shifted Sideways menggeser ke samping tetapi dekat
2. Angulated membentuk sudut
3. Rotated memutar
4. Distracted saling jauh katena ada interposisi
5. Overriding tumpang tindih
6. Impacted 1 fragmen masuk kef ragmen lain (seperti pada buckle
fracture)
V. DIAGNOSIS FRAKTUR
A. GAMBARAN KLINIS FRAKTUR
1. Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan keluhan suatu trauma (tramatik fraktur),
baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena
fraktur tidak selamanya terjadi didaerah trauma dan mungkin fraktur terjadi di
daerah lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakan lalu lintas, jatuh
dikamarmandi pada orang tua, prnganiayaan, kecelakaan pada kerja oleh karena
mesin, trauma olahraga penderita biasanya datang karena nyeri, pembengkakan,
gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi, atau datnag
dengan gejala lain.
Beberapa hal yang penting untuk ditanyakan dalam anamnesis fraktur tulang:
a. Identitas Penderita
- Nama
- Usia
- Jenis kelamin
- Alamat
- Pekerjaan
- Status perkawinan
- Sumber pembiayaan
b. Keterandalan
Bagaimana pasien menyampaikan keterangan yang dibutuhkan, apakah ragu-
ragu atau yakin.
c. Keluhan utama
Gejala yang paling dirasakan pasien sehingga menuntunnya untuk
mendapatkan pertolongan dokter. Apabila fraktur yang dialami tampak jelas,
keluhan patah tulang lah yang menjadi alasan pasien datang ke dokter. Namun
pada fraktur yang tidak tampak jelas, keluhan utama yang mungkin adalah
rasa nyeri atau nyeri yang disertai atau tidak disertai dengan bengkak.
d. Riwayat penyakit sekarang
Peninjauan lebih lanjut dari keluhan utama yang diutarakan pasien, meliputi:
- Onset
Dengan mengetahui kapan dimulainya keluhan penderita, dokter dapat
memperkirakan sejauh apa proses pathogenesis telah terjadi.
- Lokasi
Lokasi fraktur tidak selalu berada di lokasi terjadinya cedera, misalnya pada
pasien yang terpeleset dan keseleo kaki, mungkin terjadi patah tulang mata
kaki karena tarikan ligamentum kolateral.
- Mekanisme Trauma
Meliputi waktu terjadinya trauma, hal yang menyebabkan trauma, aktivitas
yang saat itu sedang dilakukan pasien sehingga terjadi trauma. Dengan
mendapatkan keterangan mengenai riwayat terjadinya trauma ini, dokter dapat
memperkirakan berat ringannya fraktur yang terjadi maupun kemungkinan
terjadinya fraktur patologis.Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu
lintas , jatuh dari ketinggian atau jatuh dari kamar mandi bagi orang tua,
penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja karena mesin atau
trauma karena olahraga.
- Kualitas
Misalnya pada keluhan nyeri, perlu ditanyakan seperti apa rasa nyeri yang
dirasakan. Pasien mungkin mendeskripsikannya dengan kata perih, nyut-
nyutan atau sakit.
- Kuantitas/ intensitas
Pada keluhan nyeri, dapat ditanyakan apakah nyeri yang dirasakan terus-
terusan atau hanya pada saat tertentu saja (intermitten).
- Durasi dan frekuensi
- Situasi saat gejala timbul
- Faktor yang memperingan
Apakah pada posisi atau gerakan tubuh tertentu keluhan terasa lebih ringan
atau lebih berat.
- Faktor yang memperberat
Hal ini diperlukan untuk mengetahui adanya kemungkinan terjadinya tarikan
dan otot yang menyebabkan dislokasi atau rotasi tulang.
- Gejala penyerta
Keluhan lain yang dialami pasien di samping keluhan utama. Dapat berupa
rasa baal maupun ketidakmampuan menggunakan bagian tubuh yang terkena
cedera. Hal ini penting untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penekanan
terhadap saraf perifer di sekitarnya.
e. Riwayat penyakit dahulu
Keterangan ini dibutuhkan untuk mengetahui kemungkinan adanya fraktur
patologis yang mungkin disebabkan oleh penyakit osteoporosis, tumor atau
infeksi tulang.
- Penyakit yang dialami saat anak-anak
- Penyakit yang dialami saat dewasa
- Riwayat trauma sebelumnya
- Riwayat konsumsi obat-obatan
- Riwayat alergi
- Kebiasaan merokok
- Kebiasaan mengonsumsi alkohol
f. Riwayat keluarga
Untuk memperkuat diagnosis apabila dicurigai fraktur patologis, apakah
mungkin anggota keluarga lain pernah mengalami fraktur yang serupa.
Keterangan ini berguna untuk mendapatkan kemungkinan ada/ tidaknya
penyakit menurun yang menyebabkan fraktur patologis.
- Usia, kesehatan, penyebab kematian keluarga kandung
- Ada tidaknya penyakit spesifik pada keluarga
g. Riwayat personal dan sosial
- Pendidikan
- Asal keluarga
- Anggota keluarga
- Gaya hidup
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal, perlu diperhatikan adanya
syok hipovolemik, anemia atau perdarahan
tanda – tanda sepsis karena infeksi pada fraktur terbuka
kerusakan pada organ-organ lain
factor predisposisi, misalnya fraktur patologis
3. Pemeriksaan Lokal berupa :
a. Inspeksi (look)
1. Bandingkan dengan bagian yang sehat
2. Perhatikan posisi anggota gerak
3. Keadaan umum penderita secara keseluruhan
4. Ekspresi wajah karena nyeri
5. Lidah kering atau basah
6. Adanya tanda tanda anemia karena perdarahan
7. Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membandingkan fraktur tertutup dan terbuka
8. Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
9. Adanya deformitas (kelainan bentuk), seperti :
- Penonjolan yang abnormal, misalnya pada fraktur kondilus lateralis
humeri
- Bengkak, pemendekan, rotasi, angulasi.
- Fungsio lesa, yaitu hilangnya fungsi misalnya pada fraktur kruris tidak
dapat berjalan dan pada fraktur antebrakhii tidak dapat menggunakan
lengan.
10. Lakukan survey pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ lain
11. Perhatikan kondisi mental penderita
12. Keadaan vaskularisasi
b. Palpasi (feel)
Palpasi dilakukan secara hati hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal hal yang perlu diperhatikan :
1. Temperatur setempat yang meningkat
2. Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan
oleh jaringan lunak yang rusak dalam akibat fraktur pada tulang.
3. Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara
hati hati
4. Pemeriksaan vaskuler pada distal trauma berupa palpasi arteri radialis.
Arteri dorsalis pedis, tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak
yang terkena.
Capilary refill pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah
trauma, temperatur kulit
5. Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui
adanya perbedaan panjang tungkai.
c. Gerakan (move)
Adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur.
- Terasa krepitasi bila fraktur digerakkan. Krepitasi timbul karena
pergeseran atau beradunya ujung – ujung tulang kortikal.
- Nyeri apabila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif.
- Memeriksa seberapa jauh gangguan – gangguan fungsi, gerakan yang
tidak mampu dilakukan, range of motion dan kekuatan.
- Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang tidak terjadi pada
sendi, misalnya pertengahan femur dapat digerakkan. Ini adalah bukti
paling penting adanya fraktur yang membuktikan terputusnya
kontinuitas tulang.
d. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan syaraf secara sensoris dan
motoris serta degradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia,
aksonatmesis atau neurotmesis. Kelaian syaraf didapatakan harus dicatat
dengan baik karena dapat menimbulkan masalah ansuransi dan tuntutan
penderita serta melupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Polos
Pemeriksaan radiologis dilakukan berdasarkan prinsip dua :
2 posisi proyeksi, sekurang-kurangnya yaitu antero-posterior dan
lateral dan harus tegak lurus
2 sendi harus difoto, di bawah dan di atas sendi yang mengalami
fraktur
2 anggota gerak, kanan dan kiri. Terutama pada anak dengan frakur
epifisis.
2 kali dilakukan foto, sebelum dan sesudah penatalaksanaan
Evaluasi fraktur;
- Lokasi anatomi dan perluasan
Misal pada tulang panjang, lokasi berupa 1/3 atas, 1/3 tengah, 1/3
distal. Perluasan suprakondiler dan intraartikuler
- Jenis atau Tipe Fraktur : inkomplit, komplit
Inkomplit sering pada anak berupa fraktur Torus, Bowing, dan
Greenstick. Komplit sering pada dewasa berupa fraktur simpel dan
kominutif
- Alignment : displacement (medial/lateral), angulasi (varus/valgus),
rotasi (internal/eksternal), shortening, distraksi
- Arah garis fraktur terhadap aksis longitudinal (transversal, oblique,
spiral, longitudinal)
- Gambaran fraktur khusus: impaksi, depresi, kompresi
- Keadaan khusus yang menyertai: fraktur dengan dislokasi atau
diastasis
- Tipe khusus: stress/ pathologic fracture
b. CT Scan
CT Scan biasanya tidak digunakan dalam evaluasi rutin pada fraktur, akan
tetapi tergantung dari bagian tulang yang terlibat dan derajat kerusakan,
CT scan bisa sangat diperlukan apabila terjadi Complicated Fracture.
Termasuk apabila terjadi fraktur periartikular yang pada kasus tersebut
dicurigai juga terjadi fraktur intraarticular. CT scan juga penting untung
menilai reduksi dan fiksasi dari fraktur
c. MRI
Metode pencitraan yang lebih canggih, biasanya diindikasikan untuk
menilai keadaan columna spinalis apabila terjadi trauma.
VI. PENATALAKSANAAN FRAKTUR
A. PENATALAKSANAAN AWAL FRAKTUR
Hampir sebagian besar pasien yang mengalami fraktur datang dengan kondisi
kegawatdaruratan. Untuk itu, sebelum dilakukan pengobatan definitif pada suatu
fraktur, maka diperlukan :
a. Pertolongan pertama
Menggunakan prinsip ABCDE:
A (Airway) Periksa apakah jalan nafas tersumbat baik kareana perdarahan
atau organ tubuh yang menutup jalan nafas. Apabila ada bersihkan segera.
B (Breathing) Periksa apakah ada usaha nafas dari penderita. Berikan
bantuan oksigen bila perlu
C (Circulation) Periksa detak jantung, denyut nadi dan tanda vital lainnya
untuk mendeteksi apakah ada terdapat syok terutama syok hipovolemik
akibat perdarahan dari fraktur
D (Disability) Periksa secara singkat dan tepat apakah ada kelainan nervus
akibat fraktur
E (Exposure) Periksa dengan cermat apakah ada luka-luka yang
tersembunyi. Apabila memungkinkan lepas seluruh pakaian penderita
namun perlu diingat untuk tetap mencegah hipotermi.
Pertolongan dilakukan agar dapat mengurangi rasa nyeri dan penderita dapat
merasa lebih nyaman sebelum dilakukan tindakan lebih lanjut untuk penyembuhan
fraktur.
b. Penilaian klinis
Setelah dilakukan pertolongan ABCD kemudian sebelum menilai fraktur dilihat
pada luka, apakah luka tersebut menembus hingga bagian tulang dan adakah trauma
berat pada pembuluh darah maupun saraf. Serta adakah trauma organ dalam yang
lain.
c. Resusitasi
Kebanyakan penderita dengan fraktur multiple tiba di Rumah Sakit dalam
keadaan syok baik akibat perdarahan ataupun tersumbatnya jalan nafas. Sehingga
sangat penting diberikan resusitasi sebelum melakukan terapi pada fraktur itu sendiri.
Pertolongan resusitasi dapat berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya
serta obat anti nyeri.
B. PRINSIP UMUM PENATALAKSANAAN FRAKTUR
Ada enam prinsip umum pengobatan fraktur :
1. Jangan membuat keadaan lebih jelek
2. Pengobatan berdasarkan atas diagnosis dan prognosis yang akurat
3. Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus
a. Menghilangkan nyeri
b. Memperoleh posisi yang baik dari fragmen
c. Mengusahakan terjadinya penyambungan tulang
d. Mengembalikan fungsi secara optimal
4. Mengingat hukum-hukum penyembuhan secara alami
5. Bersifat realistis dan praktis dalam memilih jenis pengobatan
6. Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip
pengobatan ada empat (4R) yaitu :
1. Recognition : diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan :
- Lokalisasi fraktur
- Bentuk fraktur
- Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
- Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction ; reduksi fraktur apabila perlu
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula
secara optimum. Dapat juga diartikan, reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis
(brunner, 2001).
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat
diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat
mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti
kekakuan, deformitas serta perubahan osteoarthritis di kemudian hari.
Reduksi tertutup , traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang
mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan. Sebelum reduksi
dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk menjalani prosedur;
harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai
ketentuan.
3. Retention ; imobilisasi fraktur
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimum. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus di
imobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu,
pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk
fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
4. Rehabilitation ; mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin.
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran
darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu
segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan
ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan,
perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika).
Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse
dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian
bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya,
fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang
memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres
pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan
beban berat badan.
C. PENGOBATAN
1. Fraktur Tertutup
Metode pengobatan pada umumnya dibagi dalam
a. Konservatif : Proteksi semata-mata, immobilisasi dengan bidai eksterna
( tanpa reduksi ), reduksi tertutup dengan manipulasi dan immobilisasi
eksterna , mempergunakan gips, reduksi tertutup dengan traksi berlanjut
diikuti dengan immobilisasi, reduksi tertutup tertutup dengan traksi
continue dan counter traksi
b. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus dengan
K-wire
c. Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang
d. Eksisi fragmen tulang dan penggantian tulang dengan protesis
2. Fraktur Terbuka
Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka
a. Obati fraktur terbuka sebagai fraktur kegawatan
b. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat
menyebabkan kematian
c. Berikan antibiotic dalam ruangan gawat darurat , di kamar operasi dan
setelah operasi
d. Segera dilakukan debridemant dan irigasi yang baik
e. Ulangi debridemant 24-72 jam berikutnya
f. Stabilisasi fraktur
g. Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari
h. Lakukan Bone graft autogenous secepatnya
i. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena
VII. PENYEMBUHAN FRAKTUR TULANG
Proses penyembuhan fraktur adalah proses biologis alami yang terjadi pada
kejadian fraktur. Setiap tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan
parut. Proses penyembuhan mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan
bila lingkungannya memadai maka bisa sampai terjadi konsolidasi. Banyak faktor
yang mempengaruhi penyembuhan fraktur antara lain keparahan jejas, jenis fraktur,
kerusakan vaskuler, cara pengobatan, infeksi, umur penderita, faktor nutrisi dan
hormonal serta penyakit sistemik. Proses penyembuhan fraktur juga berbeda-beda
pada tulang kortikal ( pada tulang panjang ), tulang kanselosa ( pada metafisis tulang
panjang dan tulang-tulang pendek ) dan pada tulang rawan persendian.
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :
1. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah
fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma
yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat
mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi
ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya yang
terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati,
yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati padasisi-
sisi fraktur segera setelah trauma.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik
yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada
daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam
kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka
penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang
tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari
penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang
memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih
cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari
organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu,
kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan
osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang
sehingga merupakan suatu daerah radiolusen.
3. Fase pembentukan kalus ( fase union secara klinis )
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel
dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk
tulang rawan. Tempat osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan
perlengketan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang
yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan
radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik
pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
4. Fase konsolidasi ( fase union secara radiologik )
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah
menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur
lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.
5. Fase remodeling
Jika fase union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang
menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase
remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi
proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan
menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi
sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk
membentuk ruang sumsum.
Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi secara cepat karena beberapa
faktor, yaitu :
1. Vaskularisasi yang cukup.
2. Terdapat permukaan yang lebih luas.
3. Kontak yang baik memberikan kemudahan vaskularisasi yang cepat.
4. Hematoma memegang peranan dalam penyembuhan fraktur.
Tulang kanselosa yang berlokalisasi pada metafisis pada tulang panjang, tulang
pendek serta tulang pipih diliputi oleh korteks yang tipis. Penyembuhan fraktur
pada daerah tulang kanselosa melalui proses pembentukan kalus interna dan
endosteal. Pada anak-anak proses penyembuhan pada daerah korteks juga memegang
peranan penting. Proses osteogenik penyembuhan sel dari bagian endosteal yang
menutupi trabekula, berproliferasi untuk membentuk woven bone primer di dalam
daerah fraktur yang disertai hematoma. Pembentukan kalus interna mengisi ruangan
pada daerah fraktur. Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi pada daerah
dimana terjadi kontak langsung diantara kedua permukaan fraktur yang berarti satu
kalus endosteal. Apabila terjadi kontak dari kedua fraktur maka terjadi union secara
klinis. Selanjutnya woven bone diganti oleh tulang lamelar dan tulang mengalami
konsolidasi.
Penyembuhan fraktur pada tulang persendian seperti pada fraktur intra artikuler
penyembuhan tidak terjadi melalui tulang rawan hialin, tetapi terbentuk melalui
fibrokartilago karena tulang rawan hialin memiliki permukaan sendi sangat terbatas
kemampuannya untuk regenerasi.
Penyembuhan tulang disertai faal memadai umumnya dapat dicapai dengan
a. imobilisasi dengan gips atau traksi
b. mempertahankan penjajaran
c. pencegahan rotasi
d. latihan persendian secara aktif
e. penggunaan keempat ekstremitas ( kecuali bagian anggota gerak yang
diimobilisasi )
VIII. KOMPLIKASI FRAKTUR
A. KOMPLIKASI SEGERA
1. Lokal :
a. kulit dan otot berbagai vulnus (abrasi, lasersi, sayatan dll) kontusio avlsi
b. vaskular : terputus, kontusio, perdarahan
c. organ dalam : jantung, paru-paru hepar limpa (pada fraktur kosta), buli-
buli ( pada fraktur pelvis)
d. neurologis : otak, medulla spinalis, kerusakan saraf perifer
2. Umum : trauma multiple, syok
B. KOMPLIKASI DINI
1. Lokal : nekrosis kulit-otot, sindrom kompartemen,
thrombosis, infeksi sendi, osteomielitis
2. Umum : ADRS, emblosi paru, tetanus
C. KOMPLIKASI LAMA
1. Lokal :
a. tulang : malunion, nonunion, delayed union, osteomielitis, gangguan
pertumbuhan, patah tulang rekuren
b. sendi : ankilosis penyakit degeneratif sendi pascatrauma
c. meositis osifikan
d. distrofi reflex
e. kerusakan tulang
2. Umum :
a. batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur dan hiperkalsemia)
b. neurosis pascatrauma
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, A. Graham. 1996. Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley; Alih
bahasa Edi Nugroho; Edisi ketujuh. Jakarta : Penerbit Widya Medika.
2. Buckley, Richard. 2010. General Principles of Fracture Care Workup. Medscape.
Available from URL : http://emedicine.medscape.com/article/ .
3. De Jong W Sjamsuhidayat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah 2nd. Jakarta : EGC.
4. Gleadle, Jonathan. 2007. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta :
EMS.
5. Oswari. 1989. Bedah dan Perawatannya. Jakarta : PT Gramedia
6. Rasjad, Chairuddin. 2009. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta :Yasif
Watampone.
7. Tim Pengajar Ilmu Bedah FKUI. 2008. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta :
FKUI.
8. Wheeless, C R, Wheeless. 2011. Textbook of Orthopedics. Duke University.
Available from URL : http://www.wheelessonline.com/ortho/pathologic_fracture