REFERAT NEFROPATI DIABETIKUM
description
Transcript of REFERAT NEFROPATI DIABETIKUM
REFERAT
NEFROPATI DIABETIKUM
Disusun Oleh :
Mochamad Zulfar Aufin
110.2009.174
Pembimbing :
DR. HAMI ZULKIFLI ABBAS SP.PD, MH.KES.FINASIM
DR. SIBLI SP.PD
DR. SUNHADI
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD ARJAWINANGUN
1 APRIL – 8 JUNI 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya,
penyusun dapat menyelesaikan referat dengan judul Nefrophaty Diabetik ini tepat
pada waktunya.
Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Arjawinangun. Pada kesempatan ini penyusun
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Hami Zulkifli Abbas,
Sp.PD, MH.Kes. FINASIM; Dr. Sibli, Sp.PD; dan Dr. Sunhadi, selaku dokter
pembimbing dalam kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam ini dan rekan-rekan
koas yang ikut membantu memberikan dorongan semangat serta moril.
Penyusun menyadari bahwa referat ini tidak luput dari kesalahan. Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca . Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam
bidang Ilmu Penyakit Dalam khususnya dan bidang kedokteran pada umumnya.
Arjawinangun, April 2013
Penulis
2
1. Pendahuluan
Pada umumnya nefropati diabetikum didefinisikan sebagai sindrom klinis
pada pasien diabetes mellitus yang ditandai dengan albuminuria menetap
(>300mg/24jam atau >200mg/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam
kurun waktu 3 sampai 6 bulan.
Di Amerika dan Eropa, nefropati diabetic merupakan penyebab utama gagal
ginjal terminal. Angka kejadian nefropati diabtik pada diabetes mellitus tipe 1 Dan 2
sebanding tetapi insiden tipe 2 sering lebih besar daripada tipe 1 karena jumlah pasien
diabtese mleitus tipe 2 lebih banyak disbanding tipe1 . Di amerika, neforpati dibaetik
merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi diantara semua komplikasi
diabetes mellitus dan penyebab kematian tersering adalah karena komplikasi
kardiovaskuler.
Secara epidemiologis, ditentukan perbedaan terhadap kerentanan untuk
timbulnya nefropati diabteik, yang antara lain dipengaruhi oleh jenis, etnis serta umur
saat terkena diabtes mellitus.
2. Definisi
Nefropati Diabetika adalah penyakit ginjal akibat penyakit DM yang
merupakan penyebab utama gagal ginjal. Ada 5 fase Nefropati Diabetika. Fase I,
adalah hiperfiltrasi dengan peningkatan GFR, AER (albumin ekretion rate) dan
hipertropi ginjal. Fase II ekresi albumin relative normal (<30mg/24jam) pada
beberapa penderita mungkin masih terdapat hiperfiltrasi yang mempunyai resiko
3
lebih tinggi dalam berkembang menjadi Nefropati Diabetik. Fase III, terdapat mikro
albuminuria (30-300mg/24j). Fase IV, Difstick positif proteinuria, ekresi albumin
>300mg/24j, pada fase ini terjadi penurunan GFR dan hipertensi biasanya terdapat.
Fase V merupakan End Stage Renal Disease (ESRD), dialisa biasanya dimulai ketika
GFRnya sudah turun sampai 15ml/mnt.
3. Klasifikasi
Tahap 1. Terjadi hipertrofi dan hiperfiltasi pada saat diagnosis
ditegakkan. Laju filtrasi glomerolus dan laju eksresi albumin dalam urin
meningkat
Tahap 2. Secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, laju filtrasi
glomerolus tetap meningkat, eksresi albumin dalam urin dan tekanan
darah normal. Terdapat perubahan histologist awal berupa penebalan
membrane basalis yang tidak spesifik.
Tahap 3. Pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria atau nefropati
insipient. Laju filtrasi glomerolus meningkat atau dapat menurun sampai
derajat normal. Laju eksresi albumin dalam urin adalah 20-200 ig/menit
(30-300mg/24jam). Tekanan darah meningkat, secara histologist
didapatkan peningkatan penebalan membrane basalis dan volume
mesangium fraksional dalam glomerolus.
Tahap 4. Merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut, perubahan
histologi jelas, juga timbul hipertensi pada sebagian besar pasien.
4
Sindroma nefrotik sering ditemukan pada tahap ini. Laju filtrasi
glomerolus menurun menjadi 10ml/menit
- Tahap 5. Timbulnya gagal ginjal terminal.
4. Patofisiologi
Pada diabetes perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah pembesaran
ukuran ginjal dan hiperfiltrasi. Glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh tubulus
dan sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan efek insulin (eksogen pada
IDDM dan endogen pada NIDDM) yang merangsang reabsorbsi tubuler natrium,
akan menyebabkan volume ekstrasel meningkat, terjalah hiperfiltrasi. Pada diabetes,
arteriole eferen, lebih sensitive terhadap pengaruh angiotensin II dibanding arteriole
aferen,dan mungkin inilah yang dapat menerangkan mengapa pada diabetes yang
tidak terkendali tekanan intraglomeruler naik dan ada hiperfiltrasi glomerus.
Hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam
laju kerusakan ginjal. Saat jumlah nefron berkurang maka mengalami pengurangan
yang berkelanjutanm filtrasi glomerolus dari nefron yang masih sehat
mengkompensasinya dewngan menignkatkan filtrasi. Lambat laun akan
menyebabklan sklerosis pada nefron tersebut. Efek langsung dari hiperglikemia
adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGF-
Beta yang diperantarai protein kinase C yang memiliki fungsi seperti kontraktilitas,
aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler. Hiperglikemi kronik dapat
menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein. Dari berbagai
5
proses yang ada akan menyebabkan terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks
ekstraseluler serta inhibisi sijtesis nitric oxide sampai terjadi ekspansi mesangium dan
pembentukan nodul serta fibrosis tubulointestinal.
5. Gambaran Klinik
Progresifitas kelainan ginjal pada diabetes militus tipe I (IDDM) dapat
dibedakan dalam 5 tahap:
1. Stadium I (Hyperfiltration-Hypertropy Stage)
Secara klinik pada tahap ini akan dijumpai: Hiperfiltrasi: meningkatnya laju filtrasi
glomerules mencapai 20-50% diatas niali normal menurut usia. Hipertrofi ginjal,
yang dapat dilihat melaui foto rontgen. Glukosuria disertai poliuria.
Mikroalbuminuria lebih dari 20 dan kurang dari 200 ug/min.
2. Stadium II (Silent Stage) Ditandai dengan:
Mikroalbuminuria normal atau mendekati normal (<20ug/min). Sebagian penderita
menunjukan penurunan laju filtrasi glomerulus ke normal. Awal kerusakan struktur
ginjal
3. Stadium III (Incipient Nephropathy Stage)
Stadium ini ditandai dengan: Awalnya dijumpai hiperfiltrasi yang menetap yang
selanjutnya mulai menurun Mikroalbuminuria 20 sampai 200ug/min yang setara
dengan eksresi protein 30-300mg/24j. Awal Hipertensi.
4. Stadium IV (Overt Nephroathy Stage)
6
Stadium ini ditandai dengan: Proteinuria menetap(>0,5gr/24j). Hipertensi Penurunan
laju filtrasi glomerulus.
5. Stadium V (End Stage Renal Failure)
Pada stadium ini laju filtrasi glomerulus sudah mendekati nol dan dijumpai fibrosis
ginjal.Rata-rata dibutuhkan waktu15-17 tahun untuk sampai pada stadium IV dan5-
7tahun kemudian akan sampai stadiumV. Ada perbedaan gambaran klinik dan
patofisiologi Nefropati Diabetika antara diabetes mellitus tipe I (IDDM) dan tipe II
(NIDDM). Mikroalbuminuria seringkali dijumpai pada NIDDM saat diagnosis
ditegakkan dan keadaan ini serigkali reversibel dengan perbaikan status
metaboliknya. Adanya mikroalbuminuria pada DM tipe II merupakan prognosis yang
buruk.
6. Diagnosis
Diagnosis Nefropati Diabetika dapat dibuat apabila dipenuhi persyaratan
seperti di bawah ini:
1. DM
2. Retinopati Diabetika
3. Proteinuri yang presisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu tanpa penyebab
proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan plus kadar kreatinin serum
>2,5mg/dl.
Dari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan tidak khas dari
gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuri, polidipsi, polipagi, penurunan
berat badan. Keluhan tidak khas berupa: kesemutan, luka sukar sembuh, gatal-gatal
7
pada kulit, ginekomastia, impotens, serta kelainan-kelainan yang menyertai kelainan
ginjal. Proteinuria yang persisten selama 2 kali pemeriksaan dengan interval 3-6
bulan tanpa ditemukan penyebab proteinuria yang lain.
7. Penatalaksanaan
Pengendalian hiperglikemia
Pengendalian hiperglikemia merupakan langkah penting untuk mencegah/mengurangi
semua komplikasi makroangiopati dan mikroangiopati.
a. Diet
Penatalaksanaan diet sangatlah penting untuk mencegah terjadinya nefropati
diabetik lebih lanjut dan mencegah komplikasi penyakit lainnya. Zat gizi yang
mendapat perhatian adalah
Protein: Pembatasan protein pada pasien nefropati diabetik merupakan hal yang
penting. Asupan protein lebih rendah dari diet diabetes pada umumnya. Protein
dianjurkan sesuai dengan tingkatan penurunan fungsi ginjal. Pada saat ini anjuran
asupan protein 0.8 gr/kg BB/hari, kurang atau sama dengan 10% dari total energi.
Apabila terjadi penurunan fungsi ginjal lebih lanjut dimana fungsi ginjal sudah sangat
buruk, ditandai dengan nilai glomerolus filtration rate (GFR)/creatinine clearance
test (CCT) 10-15 ml/menit), maka asupan protein dianjurkan 0.6 gr/kg BB.
Karbohidrat: Karbohidrat yang dianjur-kan adalah 60% dari total kalori.
Penggunaan karbohidrat komplek tetap diutamakan. Pada diet nefropati diabetik,
8
dengan pembatasan protein, dirasakan sulit untuk mencapai kebutukan kalori apabila
menggunakan karbohidrat komplek saja. Oleh karena itu bahan makanan tinggi kalori
rendah protein dari karbohidrat sederhana dapat diberikan untuk memenuhi
kebutuhan kalori. Pemberian karbohidrat sederhana seperti gula dapat dikonsumsi
bersamaan dengan makanan, atau dimasukan dalam makanan olahan. Anjuran diet
pada pasien diabetes yang terbaru mengutamakan jumlah karbohidratnya,
Lemak: Lemak dianjurkan 30% dari total kalori. Persentase lemak lebih tinggi
dari diet diabetes pada umumnya, hal ini dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan
energi, karena sumber energi dari protein terbatas. Lemak diutamakan dari jenis tidak
jenuh ganda maupun tunggal yaitu minyak jagung, minyak wijen, minyak zaitun.
Asupan lemak jenuh dianjurkan kurang dari 10%. Asupan kholesterol dianjurkan
kurang dari 300 mg/hari.
Garam (natrium): Anjuran asupan garam natrium (Na) pasien nefropati diabetik
berkisar antara 1000 – 3000 mg Na sehari, tergantung pada tekanan darah, ada
tidaknya udema atau asites, serta pengeluaran urine sehari. Pada pasien nefropati
diabetik yang sudah menjalani terapi pengganti hemodialisis kebutuhan natrium
adalah 1000 mg + 2000 mg apabila jumlah urine sehari 1000 ml.
Kalium: Kadar kalium darah harus dipertahankan dalam batas normal. Pada
beberapa pasien, kadar kalium darah meningkat disebabkan karena asupan kalium
dari makanan yang berlebihan atau obat-obatan yang diberikan. Anjuran asupan
kalium tidak selalu dibatasi, kecuali bila terjadi hiperkalemia yaitu kalium darah >
5.5 mEq, jumlah urine sedikit atau GFR/CCT kurang atau sama dengan 10 ml/mt.
9
Pada kondisi ini anjuran asupan kalium berkisar 40-70 mEq/hari (1600-2800 mg/hari)
atau 40 mg/kgBB/hari, hindari makanan tinggi sumber kalium. Pada nefropati
diabetik dengan terapi pengganti hemodialisis kebutuhan kalium dapat dihitung
berdasarkan pengeluaran urine sehari, yaitu kebutuhan dasar 2000 mg + jumlah urine
sehari. Obat pengikat kalium dapat diusulkan kepada dokter yang merawat.
Cairan: Kebutuhan cairan perhari disesuaikan dengan jumlah urine sehari
ditambah dengan pengeluaran cairan melalui keringat dan pernapasan (± 500 ml) .
b. Insulin
Optimalisasi terapi insulin eksogen sangat penting .
a). Normalisasi metabolisme seluler dapat mencegah penimbunan toksin
seluler (polyol) dan metabolitnya (myoinocitol)
b). Isnulin dapat mencegah kerusakan glomerulus
c). Mencegah dan mengurangi glikolisis protein glomerulus yang dapat
menyebabkan penebalan membran basal dan hilangnya kemampuan untuk
seleksi protein dan kerusakan glomerulus (permselectivity).
d). Memperbaiki fatal tubulus proksimal dan mencegah reabsorpsi glukosa
sebagai pencetus nefomegali. Kenaikan konsentrasi urinary N-acetyl-
Dglucosaminidase (NAG) sebagai petanda hipertensi esensial dan
nefropati.
e). Mengurangi dan menghambat stimulasi growth hormone (GH) atau
insulin-like growth factors (IGF-I) sebagai pencetus nefromegali.
10
f). Mengurangi capillary glomerular pressure.
2. Pengendalian hipertensi
Pengelolaan hipertensi pada diabetes sering mengalami kesulitan berhubungan
dengan banyak faktor antara lain :
(a) efikasi obat antihipertensi sering mengalami perubahan,
(b) kenaikan risiko efek samping,
(c) hiperglikemia sulit dikendalikan,
(d) kenaikan lipid serum.
Sasaran terapi hipertensi terutama mengurangi/mencegah angka morbiditas
dan mortalitas penyakit sistem kardiovaskuler dan mencegah nefropati diabetik.
Pemilihan obat antihipertensi lebih terbatas dibandingkan dengan pasien angiotensin-
corverting (EAC)
a. Golongan penghambat enzim angiotensin-coverting (ACE inhibitor)
b. Golongan antagonis kalsium
Mekanisme potensial untuk meningkatkan risiko (efek samping):
1) Efek inotrofik negatif
2) Efek pro-aritmia
3) Efek pro-hemoragik
c. Obat-obat antihipertensi lainnya dapat diberikan tetapi harus memperhatikan
kondisi setiap pasien :
11
- Blokade kardioselektif dengan aktivitaas intrinsik simpatetik minimal misal
atenolol.
- Antagonis reseptor II misal prozoasin dan doxazosin.
- Vasodilator murni seperti apresolin, minosidil kontra indikati untnuk pasien yang
sudah diketahui mengidap infark miokard.
3. Mikroalbuminuria
a. Pembatasan protein hewani
diet rendah protein mencegah progresivitas perjalanan penyakit dari penyakit
ginjal, tetapi mekanismenya masih belum jelas. Pembatasan konsumsi protein hewani
(0,6-0,8 per kg BB per hari) dapat mengurangi nefromegali, memperbaiki struktur
ginjal pada nefropati diabetik (ND).
1) Efek hemodinamik
Perubahan hemodinamik intrarenal terutama penurunan LFG, plasma flow
rate (Q) dan perbedaan tekanan-tekanan hidrolik transkapiler, berakhir dengan
penurunan tekanan kapiler glomerulus (PGC = capillarry glomerular preessure)
2) Efek non-hemodinamik
- Memperbaiki selektivitas glomerulus
Kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus menyebabkan transudasi
circulating macromolecules termasuk lipid ke dalam ruang subendotelial dan
mesangium. Lipid terutama oxidize LDL merangsang sintesis sitokin dan
chemoattractant dan penimbunan sel-sel inflamasi terutama monosit dan makrofag.
12
- Penurunan hipermetabolisme tubular
Konsumsi (kebutuhan) O2 meningkat pada nefron yang Masih utuh, diikuti
peningkatan transport Na+ dalam tubulus dan merangsang pertukaran Na+/H+.
- Mengurangi growth factors & systemic hormones
Growth factors memegang peranan penting dalam mekanisme progresivitas
kerusakan nefron (sel-sel glomerulus dan tubulus).
Diet rendah protein diharapkan dapat mengurangi :
- Pembentukan transforming growth factor beta (TGF-betadan platelet-
derived growth factors (PDGF).
- Konsentrasi insulin-like growth factors (IGF-1), epithelial-derived growth
factors (EDGF), Ang-II (lokal dan sirkulasi), dan parathyroid hormones
(PTH).
3) Efek antiproteinuria dari obat antihipertensi
Ace inhibitor sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan antagonis kalsium
non-dihydropiridine dapat mengurangi proteinuria disertai stabilisasi faal ginjal.
13
DAFTAR PUSTAKA
Breener, BM,. Cooper, ME., De Zeeuw., ‘Nephropathy in Diabetes’. American
Diabetes association. 2004. Volume 27: 579-583.
Departemen Farmakologi dan terapeutik FK UI.Farmakologi dan Terapi. Edisi V.
Jakarta:Balai penerbit FKUI. 2009.
Giuseppe Remuzzi , M.D., Arrigo S Chieppati , M.D., And Piero R Uggenenti, M.D.
‘Nephropathy In Patients With Type 2 Diabetes‘. N Engl J Med.2002, Vol. 346
(15): 1145-1151.
Hendromartono, Bab 303: Nefropati diabetik,dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi 5, editor Sudoyo A.W dkk ,2009, p.1942-1946, Interna Publishing,
Jakarta.
Longo, Fauci, Kasper, Hauser, Jameson, Loscalzo, Chapter 344: Diabetes Melitus, in
Harrison’s principles of internal medicine 18th edition, 2012, p.2982-2984,
McGraw-Hill, America.
Piero Ruggenenti, MD et all, ‘Preventing microalbuminuria in type 2 Diabetes’. N
Engl J Med. 2004. 351:1941-1951.
Qian Y, Feldman E, Pennathur S, Kretzler M, Brosius. ‘From fibrosis to sclerosis:
Mechanisms of glomerulosclerosis in diabetic nephropathy’ . National Institute
of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. 2008, 57:1439– 1445.
14
S M Marshall. ‘Recent advances in diabetic nephropathy’. Postgrad Med J.
2004;80:624–633
Thijs W. Cohen Tervaert, Antien L. Mooyaart, Kerstin Amann.’Pathologic
Classification of Diabetic Nephropathy’. J Am Soc Nephrol, 2010.
William E.Mitch, Saulo Klahr. Nutrition for Kidney disease. In Handbook of
Nutrition and the Kidney. 3 rd edition. Lippincott-Raven. 1998. p.201-210.
Philadelphia. New York.
15