Referat Miopia Degeneratif Bram
-
Upload
alfian-hasbi -
Category
Documents
-
view
251 -
download
9
Transcript of Referat Miopia Degeneratif Bram
BAB I
PENDAHULUAN
Miopia adalah status refraksi dimana berkas paralel cahaya yang masuk ke
dalam mata pada saat mata istirahat difokuskan di depan retina. Menurut Curtin,
secara klinik miopia dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) miopia fisiologi dan (2)
miopia patologi.1 Miopia patologi menurut American Academy of Ophthalmology
(AAO) disebutkan dengan istilah miopia tinggi atau miopia degeneratif. Miopia
patologi adalah miopia dengan perubahan retina disertai dengan sangat
bertambahnya panjang bola mata dan biasanya walaupun tidak selalu, besar
refraksinya 8 dioptri atau lebih atau axial lenght (AL) sama dengan 32,5 mm atau
lebih.2
Miopia degeneratif dilaporkan menjadi penyebab kebutaan ketujuh di
Amerika Serikat, keempat di Hongkong, dan kedua di Cina dan Jepang. Miopia
degeneratif merupakan masalah kesehatan yang penting di dunia seiring dengan
penanganan yang kurang efektif sehingga kebanyakan ahli ophtalmologis
beranggapan bahwa penyebabnya tidak diketahui atau hilang. Sebagai hasilnya,
kondisi ini menyebabkan hilangnya penglihatan dari begitu banyak orang selama
bertahun-tahun pada periode pertengahan kehidupan dan usia tua.3
Miopia degeneratif tampaknya merupakan suatu kondisi genetik yang
diwariskan. Inilah sebabnya kondisi ini menjadi bervariasi begitu banyak antar
berbagai kelompok ras atau etnis. Cacat genetik yang bertanggung jawab dapat
ditransmisikan antara generasi dalam berbagai cara, dan dapat menghasilkan
derajat yang sangat berbeda dari miopia pada anggota keluarga yang berbeda.3
Seorang individu yang terkena akan menunjukkan percepatan
pertumbuhan ukuran mata selama periode pertumbuhan normal anak-anak dan
remaja, remaja akhir, ukuran mata jauh lebih panjang dari ukuran normal sehingga
mata mengalami miopia aksial tinggi. Bayangan akan jatuh di depan retina. Hal
ini dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata, lensa kontak, dan bedah
refraktif.3
1
Sayangnya, bentuk miopia ini sering berlangsung progresif dalam
kehidupan dewasa, dengan proses yang berlangsung bertahap pada berbagai usia.
Kebanyakan kebutaan pada miopia degeneratif disebabkan oleh peregangan dan
penipisan mata bagian dalam. Sklera, koroid, retina, dan permukaan antara retina
dan cairan vitreous dipengaruhi oleh deformasi ini. Miopia degeneratif dapat
dicegah untuk selanjutnya. Hal ini memerlukan evaluasi mata dan penglihatan
secara periodik, tergantung pada keparahan perubahan okuler.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina
2.1.1 Anatomi Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan
multilapis yang melapisi bagian dalam 2/3 poterior dinding bola mata. Retina
membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan corpus sillier, dan berakhir di
tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada disekitar 6,5 mm di
belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada
sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel
pigmen retina sehingga juga bertumpuk dengan membrane Bruch, khoroid, dan
sclera. Di sebagian besar tempat, retina dan epithelium pigmen retina mudah
terpisah hingga membentuk ruang subretina. tetapi pada discus optikus dan ora
serrata, retina dan epithelium pigmen retina saling melekat kuat.
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada
sentral retina. Di tengah-tengah retina posterior terdapat macula. Di tengah
macula, sekitar 3,5 mm sebelah lateral discus optikus terdapat fovea.
Retina menerima asupan darah dari dua sumber : khoriokapilaria yang
berada tepat di luar membrane Bruch yang memperdarahi sepertiga luar retina,
termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar fotoreseptor dan lapisan
epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari ateria sentralis retina yang
memperdarahi dua pertiga sebelah dalam.
Berdasarkan topografi, retina dibagi menjadi retina sentral yaitu kurang
lebih sama dengan daerah macula dan retina perifer yaitu di daerah retina di luar
daerah macula.
Fungsi retina pada dasarnya ialah menerima bayangan visual yang dikirim
ke otak. Bagian sentral retina atau daerah macula mengandung lebih banyak
fotoreseptor kerucut daripada bagian perifer retina yang memiliki banyak sel
batang.
3
Retina manusia terdiri atas sepuluh lapis. Urutan lapisan-lapisan tersebut (ke arah
kornea) adalah:
1. Retinal pigment epithelium (RPE)
2. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel
batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut
(Rods/Cones).
3. Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi.
4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel batang dan
kerucut. Ketiga lapis diatas avaskuler dan mendapat metabolism dari
kapiler koroid.
5. Lapisan plexiformis luar, atau dikenal sebagai "Lapisan serat Henle"
(Fiber layer of Henle) merupakan lapisan aseluler dan merupakan
tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapisan nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal
dan sel muller. Lapis ini mendapat metabolism dari arteri retina
sentral.
4
7. Lapisan plexiformis dalam, merupakan lapisan aseluler, tempat sinaps
sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion, merupakan lapisan yang terdiri dari inti sel
ganglion dan merupakan asal dari serat saraf optik.
9. Lapisan serabut saraf, merupakan lapisan akson sel ganglion menuju
kearah saraf optic. Di dalam lapisan ini terletak sebagian besar
pembuluh darah retrina.
10. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina
dan badan kaca.
Epitel pigmen retina ( RPE ) terbentuk dari satu lapis sel, melekat longgar
pada retina kecuali diperifer ( ora serata ) dan disekitar lempeng optic. RPE ini
membentuk mikrovili yang menonjol diantara lempeng segmen luar sel batang
dan sel kerucut dan menyeimbanginya. Lapisan ini berfungsi memfagosit sisa
segmen eksternal sel batang dan kerucut, memfasilitasi pasase nutrient dan
metabolit antara retina dan koroid, serta berperan dalam regenerasi rodopsin dan
opsin sel kerucut, pigmen visual fotoreseptor yang mengolah kembali vitamin A.
RPE juga mengandung granula melanin yang mengabsorpsi cahaya yang
terpencar.
Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari
koroid. Batang lebih banyak daripada kerucut, kecuali didaerah makula, dimana
kerucut lebih banyak. Fotoreseptor kerucut berfungsi untuk sensasi terang, bentuk
serta warna. Fovea hanya mengandung fotoreseptor kerucut. Apabila fovea atau
daerah makula menderita penyakit, maka visus sentral (dan tajam penglihatan)
akan terganggu. Fotoreseptor batang berfungsi untuk melihat dalam suasana gelap
atau remang-remang. Apabila bagian retina perifer menderita penyakit, maka
penglihatan malam, adaptasi gelap dan penglihatan samping akan terganggu.
Daerah papil saraf optik terutama terdiri atas serabut saraf optik dan tidak
mempunyai daya penglihatan (bintik buta). Penyakit retina biasanya tidak
memberi keluhan nyeri dan mata tidak merah. Pemeriksaan retina dilakukan
dengan oftalmoskop direk atau oftalmoskop indirek, foto fundus biasa dan
angiografi.
5
2.1.2 Fisiologi Retina 4
Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata
harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan
sebagai suatu transducens yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan
fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf
yang dihantarkan oleh lapisan, serta saraf retina melalui saraf optikus dan
akhirnya ke konteks penglihatan.
Macula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan
untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Macula
terutama digunakan untuk ketajaman sentral dan warna (fotopik) sedangkan
bagian retina lainnya, yang besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan
terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).
2.2 Fisiologi Penglihatan Normal 4
Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama,
pembiasan sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang
berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, humor aqueous ,
lensa, dan humor vitreus. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi
cembung atau cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh.
Ketiga, konstniksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di
retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang
terlalu terang memasukinya atau melewatinya, dan ini penting untuk melindungi
mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat,
pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua
bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat.
Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa.
Mata memiliki sususan lensa, sistem diafragma yang dapat berubah-ubah (pupil),
dan retina yang dapat disamakan dengan film. Susunan lensa mata terdiri atas
empat perbatasan refraksi: (1) perbatasan antara permukaan anterior kornea dan
udara, (2) perbatasan antara permukaan posterior kornea dan udara, (3) perbatasan
antara humor aqueous dan permukaan anterior lensa kristalinaa, dan (4)
6
perbatasan antara permukaan posterior lensa dan humor vitreous. Masing-masing
memiliki indek bias yang berbeda-beda, indek bias udara adalah 1, kornea 1.38,
humor aqueous 1.33, lensa kristalinaa (rata-rata) 1.40, dan humor vitreous 1.34.
Bila semua permukaan refraksi mata dijumlahkan secara aljabar dan
bayangan sebagai sebuah lensa. Susunan optik mata normal akan terlihat
sederhana dan skemanya sering disebut sebagai reduced eye. Skema ini sangat
berguna untuk perhitungan sederhana. Pada reduced eye dibayangkan hanya
terdpat satu lensa dengan titik pusat 17 mm di depan retina, dan mempunyai daya
bias total 59 dioptri pada saat mata melihat jauh. Daya bias mata bukan dihasilkan
oleh lensa kristalinaa melainkan oleh permukaan anterior kornea. Alasan utama
dari pemikiran ini adalah karena indeks bias kornea jauh berbeda dari indeks bias
udara. Sebaliknya, lensa kristalinaa dalam mata, yang secara normal
bersinggungan dengan cairan disetiap permukaannya, memiliki daya bias total
hanya 20 dioptri, yaitu kira-kira sepertiga dari daya bias total susunan lensa mata.
Bila lensa ini diambil dari mata dan kemudian lingkungannya adalah udara, maka
daya biasnya akan menjadi 6 kali lipat. Sebab dari perbedaan ini ialah karena
cairan yang mengelilingi lensa mempunyai indeks bias yang tidak jauh berbeda
dari indeks bias lensa. Namun lensa kristalinaa adalah penting karena lengkung
permukaannya dapat mencembung sehingga memungkinkan terjadinya
“akomodasi”.
7
Pembentukan bayangan di retina sama seperti pembentukan bayangan oleh
lensa kaca pada secarik kertas. Susunan lensa mata juga dapat membentuk
bayangan di retina. Bayangan ini terbalik dari benda aslinya, namun demikian
presepsi otak terhadap benda tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti
bayangan yang terjadi di retina, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan
yang terbalik itu sebagai keadaan normal. (Guyton, 1997)
Mata kita menjalani serangkaian proses untuk dapat melihat. Proses ini
mirip dengan proses yang terjadi dalam sebuah kamera saat digunakan untuk
memotret. Gelombang cahaya masuk melewati sejumlah lensa kamera yang
kemudian memfokuskan gambar yang kita potret serta memproyeksikannya ke
permukaan film. Pada mata kita, yang berfungsi sebagai film adalah retina. Saat
mata kita melihat suatu benda, mata kita menerima cahaya yang dipantulkan oleh
benda tersebut. Cahaya masuk melalui lensa mata yang memfokuskan gambar dan
memproyeksikannya ke retina yang terletak di belakang. Retina merupakan
lapisan sel-sel yang sangat sensitif terhadap cahaya. Bagian retina yang dapat
menerima dan meneruskan detil-detil gambar disebut macula. Macula tersusun
dari lapisan-lapisan sel yang dapat mengubah energi cahaya menjadi impuls
elektrokimia. Informasi ini kemudian dikirim ke syaraf optik yang akan
meneruskannya ke otak yang kemudian memprosesnya sehingga dapat mengenali
gambar tersebut.
2.3 Definisi Miopia
Miopia adalah status refraksi dimana berkas paralel cahaya yang masuk ke
dalam mata pada saat mata istirahat difokuskan di depan retina.1
8
Menurut Curtin, secara klinik miopia dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1)
miopia fisiologi dan (2) miopia patologi.
Miopia fisiologi (simple, school) adalah suatu keadaan refraksi dengan
struktur bola mata masih dalam batas normal. Kurvatura kornea dan lensa ataupun
peningkatan aksial dari bola mata sesuai dengan laju pertumbuhan normal.1
Miopia patologi menurut American Academy of Ophthalmology (AAO)
disebutkan dengan istilah miopia tinggi atau miopia degeneratif. Miopia patologi
adalah miopia dengan perubahan retina disertai dengan sangat bertambahnya
panjang bola mata dan biasanya walaupun tidak selalu, besar refraksinya 8 dioptri
atau lebih atau axial lenght (AL) sama dengan 32,5 mm atau lebih.2
Miopia patologi (degenerative, progressive, malignant) adalah miopia
yang berkaitan dengan konsekuensi langsung dari abnormalitas pemanjangan
aksial bola mata (axial length). Proses pemanjangan ini diikuti oleh regangan
sklera yang melibatkan seluruh sklera posterior., begitu juga di bagian anterior
sampai ke insersi muskuli recti. Dalam hal ini istilah miopia patologi
dimaksudkan dengan sebagai adanya pemanjangan aksial bola mata yang
abnormal dan disertai adanya stafiloma posterior.1
2.4 Prevalensi Miopia Secara Umum.
Prevalensi miopia bervariasi dengan usia dan faktor lainnya. Prevalensi
miopia meningkat pada usia sekolah dan dewasa muda,mencapai 20-25% pada
populasi remaja dan 25-35% pada dewasa muda di Amerika Serikat dan negara-
9
negara maju. Dilaporkan bahwa prevalensi miopia lebih tinggi pada beberapa area
di Asia,seperti Cina dan Jepang. Prevalensi miopia pada populasi Asia sekarang
mencapai 70-90%. Prevalensi ini berkurang pada populasi berusia di atas 45
tahun, mencapai 20% pada usia 65 tahun, dan menurun hingga 14% pada orang
berusia 70-an.3
2.5 Etiologi Miopia Secara Umum.1
Teori yang telah diajukan sebagai etiologi dari miopia ada tiga, yaitu :
1. Herediter. Belum ada kesepakatan mengenai pola herediter ini, tetapi
umumnya merupakan autosomal resesif.
2. Miopia sehubungan penyakit sistemik serta okular yang transmisi
penyakitnya juga melalui transmisi herediter.
3. Faktor environment/ lingkungan. Dalam hal lingkungan ini tekanan
intraokular berperanan penting pada timbulnya sklerektasi dan
stafiloma.
2.6 Faktor Resiko5
Faktor risiko yang penting dalam perkembangan miopia adalah riwayat
keluarga miopia. Penelitian menunjukkan prevalensi 33-60% miopia pada anak,
yang kedua orang tuanya mengalami miopia. Pada anak yang memiliki satu orang
tua penderita miopia,prevalensinya adalah 23-40%. Bila tak satupun orang tua
yang menderita miopia, hanya 6-15% anak-anak mereka yang miopia.
Miopia yang diketahui dengan retinoskopi nonsikloplegi pada masa bayi
dan kemudian menurun menjadi emetropia sebelum anak tersebut memasuki usia
sekolah tampaknya adalahfaktor risiko perkembangan miopia pada masa kanak-
kanak. Suatu analisis menyatakan bahwa anomali refraksi yang dialami saat
masuk sekolah adalah prediktor yang lebih baik untuk mengetahui siapa yang
akan mengalami miopia pada masa kanak-kanak dibandingkan riwayat miopia
pada orang tua. Anak dan dewasa muda dengan anomali refraksi berkisar antara
emetropia hingga hiperopia 0,5 D memiliki kemungkinan mengalami miopia yang
10
lebih besar dibanding individu berusia sama dengan hiperopia lebihdari 0,5 D.
Selain itu, risiko miopia lebih tinggi pada anak dengan astigmatagainst-the-rule.
Melakukan sejumlah pekerjaan jarak dekat secara teratur dapat
meningkatkan risiko miopia. Miopia berkaitan denganbanyaknya waktu yang
digunakan untuk membaca, pendidikanyang lebih tinggi, dan pekerjaan yang
melakukan banyak kegiatan jarak dekat.
Kurvatura kornea yang lebih tajam dan rasio panjang aksial terhadap
radius kornea yang lebih dari 3,00 dapat menjadi faktor risiko. Pada anak-anak,
kondisi yang mengganggu pembentukan penglihatan yang normal sering
menyebabkan miopia.
2.7 Klasifikasi Miopia
Pada tahun 1968 Goldschmidt mengemukakan bahwa miopia dibagi atas 3
bentuk simple myopia/ stasionary, late myopia, dan high/ patologic myopia atau
miopia degeneratif. Klasifikasi lain menurut Curtin adalah miopia fisiologi dan
patologi. Miopia patologi disebut juga miopia degeneratif, progresif, miopia
maligna.1,6
2.8 Miopia Degeneratif.
Miopia Degeneratif adalah tipe miopia dengan perubahan-perubahan
degenerasi yang terjadi terutama di segmen posterior bola mata. Biasanya
berhubungan dengan memanjangnya aksis antero-posterior (A-P) bola mata, tapi
tak selalu berarti progresif. 1,6
Istilah miopia degeneratif tidak berkaitan dengan derajat refraksi.
Sedangkan istilah miopia maligna lebih ditujukan adanya stafiloma posterior yang
juga meliputi makula sehingga tajam penglihatan penderita termasuk dalam
golongan legally blind di kemudian hari. Istilah miopia patologis sebaiknya
digunakan untuk keadaan axial length abnormal dengan tanda stafiloma posterior.
Stafiloma posterior pada penderia miopia merupakan tanda proses degenerasi
koriaretina.1
11
Miopia tinggi dianggap dengan ukuran lebih dari 6 Dioptri. Menurut
penelitian Guttman tentang populasi miopia, miopia lebih dari 6D (27% - 32%)
(Guttman 1902; Blegvad 1927) dan lebih dari 8 D (6% - 18%) (Hartel, 1903;
Betsch, 1929), prosesnya lebih sering pada wanita.6
Miopia patologi sebagaimana namanya, merupakan kelainan yang khas,
yaitu pembesaran bola mata, dengan pemanjangan segmen posterior. Secara garis
besar tampak bola mata memanjang dan bentuknya lebih kearah bulat telur
daripada bentuk bola dunia. Tingginya refraksi pada miopia sesuai dengan
perubahan degenerasi pada fundus dan sebanding dengan pemanjangan axial
length.1,6
2.9 Gejala dan Tanda Miopia Degeneratif.
Pada penderita miopia degeneratif didapatkan tanda dan gejala sebagai
berikut :
1. Penurunan tajam penglihatan (visus).
Penurunan visus yang bertahap setelah usia pertengahan disebabkan
proses degenerasi yang melibatkan makula, tapi bisa juga karena
katarak, ablasio retina, dan glaukoma.
Bila penderita mengeluh penurunan visus tiba-tiba, harus dilakukan
pemeriksaan fundus perifer karena kemungkinan hal ini diakibatkan
adanya retinal tear yang mengenai pembuluh darah kecil dengan
konsekuensi perdarahan intravitreal. 1
2. Floaters.
Merupakan keluhan lapangan pandang paling sering. Hal ini terjadi
pada awal dari proses degenerasi vitreous. Keluhan berupa bayangan
berupa goresan di dalam lapangan pandang, dan bila bayangan goresan
itu bertambah merupakan tanda adanya vitreous detachment dan
hyaloid hole di dekat aksis visualis. 1\
3. Asthenopia
12
Asthenopia disebabkan kemampuan mata yang hanya dapat melihat
pada jarak dekat dan memerlukan konvergensi berlebihan tanpa
menggunakan kacamata koreksi.1
4. Cephalgia
Sakit kepala dan daerah mata atau periorbital kadang-kadang
dikeluhkan oleh penderita.1
5. Fotopsia
Keluhan yang paling sering adalah melihat kilat yang diasumsikan
sebagai adanya traksi retina dan awal dari suatu ablasio retina atau ada
goncangan vitreous yag encer. Pada penderita ini harus dilakukan
pemeriksaan retina perifer.1
6. Metamorfopsia
Adalah gejala gangguan penglihatan yang sangat serius karena
biasanya disebabkan transudasi atau perdarahan pada area makula
yang sebelumnya sudah terbentuk membran neovaskular subretina.
Bila kelainan ini terdapat diluar daerah fovea dapat disarankan terapi
laser.1
7. Diplopia
Juga merupakan keluhan pada penglihatan bila kerja otot luar bola
mata terganggu akibat memakai kacamata dengan ukuran koreksi yang
tidak sesuai.1
8. Penurunan Rigiditas Okular
Pada miopia degeneratif, rigiditas okular menurun. Tidak ada korelasi
antara rigiditas okular dengan tingginya refraksi.1
2.10 Perubahan pada pemeriksaan dengan fundus yang merupakan dasar
diagnosis miopia degeneratif terutama pole posterior.
1. Penipisan sclera
Penipisan sklera dan lokalisasi ektasia di pole posterior adalah
khas untuk miopia degeneratif. Pemanjangan diameter bola mata
13
antero-posterior (AP) disertai penipisan sklera di posterior tampak
sebagai posterior ectasia atau stafiloma.
Left fundus with tilted disc, myopic degeneration,and posterior staphyloma.
Curtin pada tahun 1977 menemukan stafiloma tersebut di
daerah pole posterior, area makular, area peripapil, area nasal atau
inferior. Juga ditemukan bentuk campuran dan kompleks. Penelitian
tersebut stafiloma posterior terdapat pada 19% mata miopia dengan
axial length 26,5 mm. Peningkatan usia juga sangat mempengaruhi
timbulnya stafiloma posterior dan adanya stafiloma posterior
merupakan petunjuk bagi prognosa visus, sebab 19,6% diantaranya
termasuk dalam keadaan buta sosial. Sesudah usia 60 tahun, 53,3%
mata dengan stafiloma termasuk buta sosial.1,6,7,8
Stafiloma posterior merupakan tanda karakteristik pada miopia
degeneratif.1
2. Retina schisis
Pada miopia pembesaran bola mata tidak disertai pemanjangan
vassa retina sebagaimana retina. Dan inilah salah satu mekanisme
terjadinya retina schisis yaitu pemisahan vassa retina yang besar pada
membrana limitan interna dari lapisan retina yang lain.1,6
14
Development of myopic CNV from lacquer cracks. Patient 3. A 28 year old woman. (A) Left fundus at the initial examination (November 1993) revealed two lacquer cracks above the macula (arrows). (B) Fluorescein angiogram at the initial examination showed linear hyperfluorescence corresponding to the lacquer cracks (arrows). (C) Three years later (December 1996), CNV developed at corresponding site of previous lacquer crack (arrow). (D) Fluorescein angiogram at the onset of CNV. At 1 minute after dye injection, there was intense hyperfluorescence corresponding to the site of the CNV (arrow). The patient’s visual acuity dropped from 20/20 to 20/200.10
3. Perubahan degenerasi pada lapisan koroid
Perubahan degenerasi pada lapisan koroid awalnya melibatkan
koriokapilaris, vitreous, dan retinal pigment epitel (RPE). Diantaranya
perubahan berupa tigroid retina. Di tempa atrofi korioretina terlihat
berbatas tegas serta tampak hilangnya koriokapilaris di daerah tersebut.
Penelitian terakhir menyebutkan adanya gangguan aliran darah
koriokapilaris pada keadaan ini.1
4. Lacquer cracks
Bila proses degenerasi pada koroid berlanjut timbul pembentukan
jaringan kolagen menggantikan jaringan koriokapilaris. Tetapi bila hal
ini tidak terjadi, penipisan koroid akan berkembang sampai ke
15
membran Bruch’s dan akan terjadi robekan. Klein dan Curtin tahun
1975 memperkirakan bahwa robekan-robekan ini akan membaik lalu
mengecil dan kemudian membentuk garis kuning tak beraturan,
bercabang, dan membentuk garis bersilang di sekitar pole posterior.
Garis-garis tersebut disebut dengan lacquer cracks yang hanya tampak
pada 4,3% penderita miopia tinggi (axial length 26,5 mm atau lebih)
dan terdapat pada kelompok laki-laki muda. Pada penelitian Clein dan
Curtin ditemukan 22 mata dengan lacquer cracks, semuanya
mengalami stafiloma dan temporal crescent.6
5. Perdarahan koroid sepanjang lacquer cracks dan membran
neovaskular.
Keadaan ini diperkirakan merupakan proses robeknya membran Bruch
dan merupakan faktor predisposisi terbentuknya membran neovaskular
pada sub RFE yang selannjutnya bisa berakibat timbulnya perdarahan
maupun sikatrik disciformis.6,8
6. Fuch’s spot
Sebanyak 5,2% penderita miopia degeneratif yang telah diteliti
mempuyai lesi berpigmen di area sentral dan dikenal dengan Fuch’s
spot. Lesi ini berbeda dengan degenerasi makula senilis yang juga
mempunyai kecenderungan tinggi terbentuknya deposit pigmen. Pada
16
miopia hal ini terjadi pada daerah atrofi korioretinal. Kebanyakan
Fuch’s spot diikuti neovaskularisasi koroid yang menembus membran
Bruch kemudian meluas ke bawah RFE akhirnya mengakibatkan
detachment RPE tipe serous dan hemorraghic. Secara histologi,
tampak bercak sebagai jaringan sikatriks fibrovaskular. Anastomosis
vaskular-vaskular tersebut mengelilingi RPE sehingga pada FFA
terlihat kebocoran fluorescein didaerah tersebut.1,6
7. Degenerasi Lattice
Pertama kali dideskripsikan oleh Gonin tahun 1904. Merupakan bercak
penipisan retina berbatas tegas, terletak di lapisan retina dalam.
Beberapa lesi bisa disertai dengan hiperpigmentasi atau tanpa pigmen.
Di daerah tersebut tampak vitreous encer dan kondensasi serabut
17
vitreous tampak melekat di daerah tersebut. Merupakan hal yang serius
pada miopia degeneratif karena merupakan predileksi timbulnya
robekan dan ablasio retina. Biasanya terdapat dikuadran
supratemporal.1,6
Pada penelitian terhadap 1437 mata oleh Karlin dan Curtin tahun
1976 ada hubungan positif diantara prevalensi keempat tanda
degenerasi yaitu stafiloma posterior, lattice degenerasi, pavingstone
appearance, dan white without pressure dengan axial length mata.6
8. Degenerasi peripapil nervus optikus.
Degenerasi juga meliputi daerah peripapil yang merupakan
tanda awal yang dapat dilihat, sehingga terlihat lapisan koroid di area
tersebut.1,6
Pada papil nervus optikus terlihat gambaran klasik akibat
miopia. Dengan oftalmoskop papil nervus optikus arahnya tampak
miring ke arah sisi temporal (tilted disc) dengan permukaan datar,
tampaknya peningkatan ratio cup dan disc yang sesuai dengan axial
length. Di daerah temporal disc terlihat kresen putih terang dari sklera
yang dipinggirnya ada pigmentasi. Pigmen di daerah kresen
disebabkan oleh hipertrofi dan kadang-kadang hiperplasia RPE.
Gambaran ophtalmoskopik ini adalah bentuk klasik dari Schnabel yang
merupakan akibat dari tarikan pada koroid dan membran Bruch atau
dorongan ke posterior ke daerah ekstasi. Akibatnya daerah retina
disekitar papil nervus optikus tertarik menjauhi posisi normalnya.
Insiden kresen temporal berhubungan langsung dengan axial length
adalah 0% pada axial length pendek dan 100% pada axial length
panjang. Dengan pemeriksaan histopatologi adanya kresen temporal
mengakibatkan posisi nervus optikus di dalam kanal sklera menjadi
oblik. Pada diskus sebelah temporal, RPE dan membran Bruch
berhenti dengan jarak yang sama dari pinggir papil. Oleh karena itu
koroid tak tertutup oleh pigmen epitel sedangka RPE pun menipis.
18
Biasanya koroid sendiri berakhir di dekat pinggir diskus dan
meninggalkan sklera sehingga sklera yang membentuk kanal optik
dapat tampak.1,6
2.11 Perubahan di segmen anterior pada miopia degeneratif
Degenerasi pigmen dengan akumulasi pigmen pada kamera okuli anterior
biasanya tampak pada penderita miopia degenerasi usia tua. Dengan terjadinya
pembesaran bola mata maka kamera okuli anterior menjadi lebih dalam. Korpus
siliaris biasanya menjadi lebih datar pada miopia tinggi.1,6
2.12 Tatalaksana 5,9
1. Kacamata
Meskipun masih sedikit bukti ilmiah untuk menyatakan bahwa
pemakaian kacamata koreksi secara terus menerus progresivitas miopia
atau mempertahankan visus namun dapat mengurangi kelelahan pada
mata dan melatih mata terutama pada anak-anak. Miopi dikoreksi
dengan lensa konkaf atau lensa negatif. Pada kasus dengan miopi
tinggi koreksi yang penuh jarang diberikan. Pengurangan koreksi
dilakukan sampai tercapai penglihatan binokuler yang masih nyaman.
Jika sudah terdapat perubahan patologis pada fundus maka sedikit
sekali keuntungan yang didapat pada pemakaian kacamata.Kacamata
yang terbuat dari bahan kaca dan plastik dengan indeks yang tinggi
dan lensa polikarbonat cocok digunakan. Bahkan lensa polikarbonat
dapat memberikan derajat proteksi yang lebih tinggi.
2. Penggunaan Lensa kontak
Lensa kontak telah menjadi pilihan yang baik untuk miopia tinggi
selama bertahun-tahun karena disamping dapat mengurangi berat dan
ketebalan lensa pada kacamata, juga mengeliminasi kesulitan akibat
pemakaian lensa yang tebal tersebut. Pasien miopia biasanya akan
memiliki mengatasi masalah yang timbul pada pemakaian kacamata.
19
Lensa kontak yang sering digunakan yaitu lensa kontak yang soft dan
lensa kontak gas-permeabel. Lensa kontak yang soft dapat
menimbulkan kenyamanan namun harus dimonitor pemakaiannya
karena dapat menyebabkan terjadinya hipoksia. Lensa gas-permeabel
memberikan optik yang penuh dan fisiologi yang baik.Lensa gas-
permeabel memberikan optik yang penuh dan fisiologi yang baik.
3. Bedah Refraktif / LASIK (Laser Assisted In-Situ Keratomileusis)
LASIK (Laser Assisted In-situ Keratomileusis) adalah suatu
prosedur untuk mengubah bentuk lapisan kornea mata dengan
menggunakan sinar excimer laser. Prosedur LASIK dapat dilakukan
untuk mengoreksi miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat)
maupun astigmatisme (silinder). Tindakan ini bertujuan untuk
membantu melepaskan diri dari ketergantungan pada kacamata dan
lensa kontak.
LASIK konvensional menggunakan alat mikrokeratom untuk
membuka lapisan permukaan kornea mata. Kemudian dilakukan
excimer laser untuk menghilangkan sebagian lapisan kornea.
Lapisan permukaan kornea yang dibuka (flap), dikembalikan ke
posisi semula. Karena prosedur LASIK hanya dikerjakan pada lapisan
dalam kornea saja (permukaan kornea sama sekali tidak disentuh),
maka tidak ada rasa sakit pasca tindakan. Flap akan secara alami
melekat kembali setelah beberapa menit tanpa perlu dijahit sama
sekali.
4. Alternatif lain untuk pasien miopia adalah penanaman lensa
intraokular yaitu suatu lensa yang ditanam bilik mata depan melalui
insisi kecil sedangkan lensa yang asli masih tetap ada terutama
dilakukan untuk mengoreksi miopi yang berat. Akan tetapi keamanan
penggunaan pada beberapa kasus dapat dilakukan ekstraksi lensa tapi
lensa intraokular tidak dipasang. Dengan mengangkat lensa maka
20
sekitar 15 D dari miopi secara otomatis akan terkoreksi. Namun harus
diingat bahwa teknik ini dapat menimbulkan komplikasi berupa
ablasio retina sehingga jarang digunakan.
2.13 Komplikasi 5,9
Komplikasi miopia yang sering terdapat pada miopia tinggi adalah ablasio
retina, perdarahan vitreous, katarak, perdarahan koroid, dan julginesotropi. Bila
terdapat eksotropia mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat
ambliopia.
Penderita miopia tinggi memiliki risiko 3-4 kali lebih besar untuk
mengalami komplikasi pada mata, seperti degenerasi retina perifer, robekan pada
retina, ablasio retina, neovaskularisasi koroid, dan atrofi korioretinal dan mungkin
berkaitan dengan katarak dan glaukoma. Penambahan panjang aksial bola mata
yang berlebihan pada miopia dapat menyebabkan peregangan mekanik dan
penipisan lapisan koroid dan epitel retina.
21
BAB III
KESIMPULAN
Miopia degeneratif dilaporkan menjadi penyebab kebutaan ketujuh di
Amerika Serikat, keempat di Hongkong, dan kedua di Cina dan Jepang. Miopia
degeneratif merupakan masalah kesehatan yang penting di dunia seiring dengan
penanganan yang kurang efektif sehingga kebanyakan ahli ophtalmologis
beranggapan bahwa penyebabnya tidak diketahui atau hilang. Sebagai hasilnya,
kondisi ini menyebabkan hilangnya penglihatan dari begitu banyak orang selama
bertahun-tahun pada periode pertengahan kehidupan dan usia tua.3
Miopia Degeneratif adalah tipe miopia dengan perubahan-perubahan
degenerasi yang terjadi terutama di segmen posterior bola mata. Faktor risiko
yang penting dalam perkembangan miopia adalah riwayat keluarga miopia.
Tingginya refraksi pada miopia sesuai dengan perubahan degenerasi pada fundus
dan sebanding dengan pemanjangan axial length.1,6
Pada penderita miopia degeneratif didapatkan gejala berupa penurunan
visus, floaters, asthenopia, cephalgia, fotopsia, metamorfopsia, diplopia, dan
penurunan rigiditas ocular. Pemeriksaan segmen anterior individu dengan miopia
degeneratif akan menunjukkan adanya degenerasi pigmen, pada kamera okuli
anterior, dan pendataran dari korpus siliaris akibat memanjangnya axial length
pada mata. Sedangkan pada pemeriksaan pole posterior biasanya ditemukan tanda
penipisan sclera, retina schisis, perubahan degenerasi pada lapisan koroid,
22
Lacquer cracks, perdarahan koroid sepanjang lacquer cracks dan membran
neovaskular, Fuch’s spot, degenerasi Lattice, dan degenerasi papil nervusoptikus.
Tatalaksana pada miopia degeneratif sama dengan tatalaksana miopia pada
umumnya, yaitu dengan koreksi kacamata, penggunaan lensa kontak, tatalaksana
dengan bedah refraktif seperti LASIK, ataupun dengan penanaman lensa intra
ocular.
Komplikasi miopia yang sering terdapat pada miopia tinggi adalah ablasio
retina, perdarahan vitreous, katarak, perdarahan koroid, dan julginesotropi. Bila
terdapat eksotropia mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat
ambliopia.
Miopia degeneratif dapat dicegah untuk selanjutnya. Hal ini memerlukan
evaluasi mata dan penglihatan secara periodik, tergantung pada keparahan
perubahan okuler.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Curtin, BJ. The Nature of Pathologic Myopia. In : The Myopias. Basic
Science and Clinical Management. Philadelphia. Harper and Row,
Publisher 1985:6, 63-104, 237-315
2. Slamovits, TL. Basic and Clinical Science Course. Retina and Vitreous.
San Fransisco : American Academy of Ophthalmology, 1997-1998; 12:
59-60
3. Ward, Brian. 2011. Degenerative Myopia: a Review of its Nature and
Current Treatment. Retinal Diagnostic Center. Campbell, California.
4. Guyton & Hall.2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit
Buku kedokteran EGC.
5. Vaughanand Asbury. 2007. General Ophthalmology 17 th edition.
6. Duke Elder, SS. System Ophthalmology. Ophthalmic Optics and
Refraction. St. Louis : CV, Mosby Co, 1970; V: 300-355.
7. Thomas, JV. Primary of Open Angle Glaucoma. In : Clinical Practice,
Principles and Practice of Ophthalmology. Philadelphia : WB. Saunders
Company, 1994;3 : 1342-9
8. Supiandi E, Haroen M. Glaukoma. Cara Pemeriksaan dan Jenis Glaukoma.
Penerbit: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1986:28
9. Ilyas, Sidarta 2008. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Balai Penerbit
FKUI; Jakarta.
24
10. K Ohno-Matsui, T Yoshida, S Futagami, K Yasuzumi, N Shimada, A
Kojima, T Tokoro, M Mochizuki. 2003. Patchy Atrophy and Lacquer
Cracks Predispose to the Development of Choroidal Neovascularisation in
Pathological Myopia. Br J Ophthalmol 2003;87:570-573
doi:10.1136/bjo.87.5.570
25