Referat LDL.docx
-
Upload
jupelatinos -
Category
Documents
-
view
27 -
download
7
Transcript of Referat LDL.docx
REFERAT
HIPERBARIK OKSIGEN
HUBUNGAN TERAPI HBO TERHADAP LDL
Pembimbing:
dr. Ni Komang Sri Dewi Untari Sp.S
Penyusun:
Muhammad Habibie 2008.04.0.0015
Dewi Ratnasari 2008.04.0.0082
Lisa Kartika 2010.04.0.0011
Akhmad Ikhwan Baidlowi 2009.04.0.0171
Vega Fitriansiatika S.P 2010.04.0.0171
LEMBAGA KESEHATAN ANGKATAN LAUT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2014
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat
dan Hidyah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat Hiperbarik Oksigen,
dengan judul Hubungan Terapi HBO Terhadap LDL.
Dengan rasa hormat yang tinggi, penulis menyampaikan banyak terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu kelancaran pembuatan referat ini. Kami
ucapkan terima kasih kepada dr. Ni Komang Sri Dewi Untari Sp. S yang berkenan
menjadi dokter pembimbing kami dan memberikan dukungan dan motivasi dalam
menyelesaikan referat ini. Terima kasih juga kami sampaikan kepada orang tua,
teman-teman yang saling memberikan dukungan untuk belajar dan menyelesaikan
tugas bersama-sama. Serta kepada pembaca, terima kasih telah meluangkan waktu
untuk membaca referat ini, semoga bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan
tentang terapi hiperbarik dan prngaruhnya terhadap LDL.
Surabaya, 1 September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ....................................................................................................... 1
Daftar Isi ................................................................................................................. 2
Bab 1 Pendahuluan ................................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 3
1.2 Tujuan Umum.............................................................................................. 4
1.3 Tujuan Khusus ........................................................................................... 4
1.4 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
Bab 2 Tinjauan Pustaka.......................................................................................... 5
2.1 Terapi Oksigen Hiperbarik .......................................................................... 5
2.1.1 Pengertian ......................................................................................... 5
2.1.2 Fisiologi Terapi Oksigen Hiperbarik................................................... 5
2.1.3 Efek Terapi HBO................................................................................ 5
2.1.4 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik.................................................... 6
2.1.5 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik.......................................... 7
2.1.6. Komplikasi Terapi Oksigen Hiperbarik.............................................. 10
2.2 LDL.............................................................................................................. 11
2.3 Hubungan Terapi Oksigen Hiperbarik terhadap LDL.................................. 12
Daftar Pustaka ........................................................................................................ 13
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan jaman dan teknologi, gaya hidup
masyarakat semakin berubah. Kebiasaan untuk hidup sehat dengan
beraktivitas seperti berjalan, jogging di pagi hari ataupun berolahraga menjadi
jarang dilakukan. Hal ini semakin diperparah dengan maraknya makanan fast
food yang dapat terjangkau oleh semua khalayak. Akibatnya, penimbunan
lemak dalam tubuh tidak dapat terhindari lagi.
Lemak dalam tubuh ini dikenal dalam masyarakat luas sebagai lemak
jahat dan lemak baik. Salah satu lemak jahat tersebut adalah LDL atau disebut
pula sebagai Low density lipoproteins yang merupakan lipoprotein yang
memiliki konsentrasi kolesterol sangat tinggi dan fosfolipid yang cukup tinggi.
LDL dalam konsentrasi yang tinggi dapat menjadi faktor resiko yang berbahaya
karena dapat menimbulkan aterosklerosis, penyakit jantung koroner, stroke
ataupun penyakit kardiovaskular lainnya.
Untuk mengatasi tingginya kadar LDL tersebut, dapat digunakan
simvastatin yang berperan dalam menurunkan kolesterol. Namun, dapat pula
dilakukan pengobatan tambahan lainnya seperti terapi oksigen hiperbarik.
Terapi ini merupakan terapi dengan pemberian oksigen 100% bertekanan
tinggi untuk pengobatan yang dilaksanakan di dalam Ruang Udara Bertekanan
Tinggi (RUBT). Dengan adanya terapi oksigen hiperbarik, diharapkan
penurunan kadar LDL dalam plasma tersebut menjadi lebih signifikan.
1.2 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan terapi hiperbarik oksigen dengan LDL
1.3 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran umum tentang terapi hiperbarik oksigen.
2. Mengetahui manfaat dari terapi hiperbarik oksigen.
3. Mengetahui tentang LDL
4. Mengetahui hubungan terapi hiperbarik oksigen dengan LDL
1.4 Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran umum terapi hiperbarik oksigen?
2. Apa manfaat dari terapi hiperbarik oksigen?
3. Apakah yang disebut LDL?
4. Apa hubungan terapi hiperbarik oksigen dengan LDL?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terapi Oksigen Hiperbarik
2.1.1 Pengertian
Terapi dengan pemberian oksigen 100% dengan tekanan tinggi (>
1ATA) di dalam Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT). Terapi ini telah
digunakan untuk menanggulangi berbagai macam penyakit, baik penyakit
penyelaman maupun penyakit non-penyelaman (Sahni. 2003).
Tekanan 1 atmosfer adalah tekanan udara yang dialami oleh semua
benda, termasuk manusia, diatas permukaan laut, bersifat tetap dari semua
jurusan dan berada dalam keseimbangan (Rijadi. 2013).
2.1.2 Fisiologi Terapi Oksigen Hiperbarik
Tekanan parsial O2 arteri adalah 100 mm Hg, saturasi Hb adalah 95%
dan 100 ml darah membawa 19 ml O2 yang berikatan dengan Hb dan 0,32 ml
dilarutkan dalam plasma. Jika konsentrasi O2 100%, O2 yang berikatan
dengan Hb dapat meningkat maksimal menjadi 20 ml ketika saturasi Hb 100%
dan jumlah O2 terlarut dalam plasma bisa meningkat sampai 2.09 ml. Selama
HBO selain saturasi Hb 100%, jumlah O2 meningkat menjadi 4,4 ml pada
tekanan 2 ATA, menjadi 6,8 ml pada 3 ATA, yang hampir cukup untuk
memasok kebutuhan oksigen keseluruhan dari banyak jaringan tanpa
kontribusi dari oksigen terikat hemoglobin (Sahni. 2013).
2.1.3 Efek Terapi HBO
Mekanis :
Mengurangi ukuran gelembung
Hiperoksigenasi
1. Stimulasi imun
2. Neovaskularisasi
3. ↑ Fibroblas
4. ↑ Osteoklas
5. Bakterisidal
6. Mengurangi edema
Peningkatan tekanan oleh efek langsung mekanik mengurangi ukuran
gelembung dalam kondisi seperti emboli udara dan penyakit dekompresi.
Hiperoksigenasi menyebabkan stimulasi kekebalan dengan mengembalikan
fungsi leukosit, meningkatkan kemampuan fagositosis dan neutrofil untuk
membunuh bakteri. HbO2 mempercepat neovaskularisasi di daerah hipoksia
oleh peningkatan aktivitas fibroblastik yang selanjutnya mendorong
pertumbuhan kapiler. HBO menyebabkan vasokonstriksi pada jaringan normal.
Ini adalah dasar dalam mengurangi edema dan pembengkakan jaringan.
Dalam edema serebral, hal ini membantu untuk mengurangi edema dan tetap
menjaga hiperoksia. Hal ini juga mengurangi kerja dari sel darah putih untuk
dinding kapiler dan berguna dalam kelainan otak akut dan cedera tulang
belakang. Terapi HBO adalah bakterisida untuk organisme anaerob seperti
Clostridi welchii, dan juga menghambat pertumbuhan bakteri aerobik pada
tekanan lebih besar dari 1,3 ATA. HBO pada 2,5 ATA mengurangi paruh
karboksihemoglobin 4-5 jam dan merupakan terapi pilihan pada
karbonmonoksida (CO), penarikan asap dan keracunan sianida akut
2.1.4 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik
Kondisi akut (di mana terapi HBO harus diberikan awal dan dikombinasikan
dengan pengobatan konvensional) :
1. Ulkus yang tidak mengalami penyembuhan, luka bermasalah, cangkok
kulit yang mengalami reaksi penolakan
2. Crush injury, sindrom kompartemen dan penyakit iskemi traumatik akut
yang lain
3. Gangrene gas / infeksi clostridial
4. Infeksi jaringan lunak yang necrotizing (jaringan subkutan, otot, fascia)
5. Luka pada kulit akibat suhu (air panas, tersetrum)
6. Kehilangan darah yang luar biasa (anemia)
7. Abses intrakranial
8. Encephalopathy Post-anoxic
9. Luka bakar
10. Tuli mendadak
11. Iskemik patologis pada mata
12. Emboli udara atau gas *
13. Decompression sickness *
14. Keracunan gas karbon monoksida dan menghirup asap *
Nb: * Kuratif / lini utama dari pengobatan
Kondisi kronis :
1. Ulkus yang tidak mengalami penyembuhan / luka bermasalah (diabetes
/ vena dll)
2. Radiasi yang menyebabkan kerusakan jaringan
3. Cangkok kulit dan penutup (yang mengalami reaksi
penolakan/rejection)
4. Osteomielitis kronis
2.1.5 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik (Rijadi. 2013)
a. Kontraindikasi absolut:
1. Pneumothorax
Kontraindikasi absolut adalah pneumothorax yang belum dirawat,
kecuali bila sebelum pemberian oksigen hiperbarik dapat dikerjakan
tindakan bedah untuk mengatasi pneumothorax tersebut
2. Keganasan
Selama beberapa tahun orang beranggapan bahwa keganasan
yang belum diobati atau keganasan metastasik dapat menjadi lebih
buruk pada pemakaian oksigen hiperbarik untuk pengobatan dan
termasuk kontraindikasi absolut kecuali pada keadaan-keadaan luar
biasa. Namun penelitian-penelitian yang dikerjakan akhir-akhir ini
menunjukan bahwa sel-sel ganas tidak tumbuh lebih cepat dalam
suasana oksigen hiperbarik, biasanya secara bersama –sama juga
menerima terapi radiasi atau kemoterapi.
3. Kehamilan
Kehamilan juga dianggap kontraindikasi karena tekanan parsial
oksigen yang tinggi nerhubungan dengan penutupan patent ductus
arteriosus sehingga pada bati prematur secara teori dapat terjadi
fibroplasia retrolental. Namun penelitian yang kemudian dikerjakan
menunjukan bahwa komplikasi ini tidak terjadi.
b. Kontraindikasi relatif
1. ISPA
Menyulitkan penderita untuk melaksanakan ekualisasi. Dapat
ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan
miringotomi bilateral
2. Sinusitis kronis
Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan
miringotomi bilateral.
3. Penyakit kejang
Menyebabkan penderita lebih mudah terserang konvulsi oksigen.
Bilamana perlu penderita dapat diberikan anti-konvulsan
sebelumnya.
4. Emfisema dengan retensi CO2
Ada kemungkinan bahwa penambahan oksigen lebih dari normal
akan menyebabkan penderita secara spontan berhenti bernafas
akibat rangsangan hipoksik. Pada penderita dengan penyakit paru
yang disertai retensi CO2, terapi oksigen hiperbarik dapat dikerjakan
bila penderita diintubasi atau memakai ventilator.
5. Panas tinggi yang tidak terkontrol
Merupakan predisposisi terjadinya konvulsi oksigen.
Kemungkinan ini dapat diperkecil dengan pemberian obat antipiretik
juga dapat dengan pemberian anti konvulsan.
6. Riwayat penumothorax spontan
Penderita yang mengalami pneumothorax spontan dalam RUBT
tunggal akan menimbulkan masalah tetapi di dalam RUBT kamar
ganda dapat dilakukan pertolongan-pertolongan yang memadai.
Sebab itu bagi penderita yang mempunyai riwayat pneumothorax
spontan harus dilakukan persiapan-persiapan untuk mengatasi hal
tersebut.
7. Riwayat operasi dada
Menyebabkan terjadinya luka dengan air trapping yang timbul
saat dekompresi. Setiap operasi dada harus diteliti kasus demi kasus
untuk menentukan langkah-langkah yang harus diambil. Tetapi jelas
dekompresi harus dilakukan secara lambat.
8. Riwayat operasi telinga
Operasi pada telinga dengan penempatan kawat atau topangan
plastik di dalam telinga setelah stapedoktomi, mungkin suatu
kontraindikasi pemakaian oksigen hiperbarik sebab perubahan
tekanan dapat mengganggu implan terseut konsultasi dengan
spesialis THT perlu dilakukan.
9. Kerusakan paru asimptomatis yang nampak secara radiologis
Memerlukan proses dekompresi yang sangat lambat. Menurut
pengalaman, waktu dekompresi antara 5-10 menit tidak
menimbulkan masalah
10. Infeksi virus
Pada percobaan binatang ditemukan bahwa infeksi virus akan
lebih hebat bila binatang tersebut diberi oksigen hiperbarik. Dengan
alasan ini dianjurkan agar penderita yang terkena salesma (common
cold) menunda pengobatan dengan oksigen hiperbarik sampai gejala
akut menghilang apabila tidak memerlukan pengobaran sehera
dengan oksigen hiperbarik
11. Spherosis kongenital
Pada keadaan ini butir-butir eritrosit sangat fragil dan pemberian
oksigen hiperbarik dapat diikuti dengan hemolisis yang berat. Bila
memang pengobatan hiperbarik mutlak diperlukan, keadaan ini tidak
boleh jadi penghalang sehingga harus dipersiapkan langkah-langkah
yang perlu untuk mengatasi komplikasi yang mungkin timbul.
12. Riwayat neuritis optik
Pada beberapa penderita dengan riwayat neuritis optik terjadinya
kebutaan dihubungkan dengan terapi oksigen hiperbarik. Namun
kasus yang terjadi sangat sedikit. Tetapi jika ada penderita dengan
riwayat neuritis optik diperkirakan mengalami gangguan penglihatan
yang berhubungan dengan retina, bagaimanapun kecilnya
pemberian oksigen hiperbarik harus segera dihentikan dan perlu
konsultasi dengan ahli mata.
2.1.6 Komplikasi Terapi Oksigen Hiperbarik (Sahni. 2013)
Ketika digunakan dalam protokol standar tekanan yang tidak melebihi 3
ATA (300 kPa) dan panjang pengobatan kurang dari 120 menit, terapi oksigen
hiperbarik aman. Efek samping yang paling umum adalah :
1. Barotrauma telinga
Sebagai akibat dari ketidakmampuan untuk menyamakan tekanan di kedua
sisi membran timpani akibat tuba eustachius tertutup . Barotrauma telinga
tengah dan sinus dapat dicegah dengan teknik ekuilisasi, dan otitis media
dapat dicegah dengan pseudoephidrine. Barotrauma telinga dalam sangat
jarang, tapi jika membran timpani ruptur dapat menyebabkan gangguan
pendengaran permanen, tinnitus dan vertigo.
2. Barotrauma paru
Pneumotoraks dan emboli udara lebih berbahaya pada terapi ini. komplikasi
akibat robek di pembuluh darah paru karena perubahan tekanan tapi jarang
terjadi.
3. Barotrauma dental
Menyebabkan nyeri pada gigi yang berlubang akibat penekanan saraf.
4. Toksisitas oksigen
Toksisitas oksigen dapat dicegah dengan bernafas selama lima menit udara
biasa di ruang udara bertekanan tinggi untuk setiap 30 menit oksigen . Hal
ini memungkinkan antioksidan untuk menetralisir radikal oksigen bebas
yang terbentuk selama terapi.
5. Gangguan neurologis
Meningkatkan potensi terjadinya kejang akibat tingginya kadar O2.
6. Fibroplasia retrolental
Tekanan parsial oksigen yang tinggi nerhubungan dengan penutupan
patent ductus arteriosus sehingga pada bati prematur secara teori dapat
terjadi fibroplasia retrolental.
7. Katarak.
Komplikasi ini jarang terjadi. Menyebabkan pandangan berkabut.
8. Transient miopia reversibel
Meskipun jarang namun dapat terjadi setelah terapi HBO berkepanjangan
yang menyebabkan perubahan bentuk/deformitas dari lensa.
2.2 LDL
LDL adalah lipoprotein pengangkut kolesterol yang akan membawa
sebagian kolesterol ke hepar serta beberapa jaringan yang memiliki reseptor
LDL yaitu Apo B-100 E, sedangkan sebagian kolesterol lainnya akan
mengalami oksidasi dan diterima oleh reseptor scavenger – A (SR-A) pada
makrofag untuk menjadi foam cell (Purwanti, 2012). DIkarenakan oleh hal
tersebut, LDL disebut memiliki efek aterogenik karena mudah melekat pada
pembuluh darah dan menyebabkan penumpukan lemak yang lambat laun
mengeras membentuk plaque dan menyumbat pembuluh darah.
Reseptor LDL dapat ditemukan pada permukaan sel di cekungan yang
diselubungi oleh protein yang disebut clathrin di sisi sitosolik membran sel.
Reseptor glikoprotein menembus membran dengan bagian yang mengikat B-
100 terletak di ujung terminal amino. Setelah menempel, LDL diserap melalui
endositosis. Kemudian, apoprotein dan kolesteril ester akan mengalami
hidrolisis dalam lisosom, lalu kolesterol akan ditranslokasikan untuk masuk ke
dalam sel. Reseptornya kemudian akan di daur ulang pada permukaan sel.
Masuknya kolesterol ini akan menghambat HMG-CoA sintase, HMG-CoA
reduktase dan juga sintesis daripada kolesterol. Selain daripada itu, masuknya
kolesterol akan menstimulasi aktivitas dari ACAT (acyl-CoA cholesterol
acytransferase) dan mengatur sintesis dari reseptor LDL itu sendiri. Oleh
karena itu, jumlah reseptor LDL pada permukaan sel diregulasi sendiri oleh
kebutuhan kolesterol untuk membentuk membran, hormon steroid ataupun
sintesis asam empedu. Apolipoprotein B-100 dan apolipoprotein E memiliki
afinitas yang tinggi sebagai reseptor LDL. Reseptor-reseptor tersebut dapat
tersaturasi pada keadaan tertentu.
Peningkatan kadar LDL di dalam darah akan mengakibatkan
metabolisme kolesterol terganggu sehingga terjadi pembentukan lapisan lemak
atau dikenal pula dengan sebutan fatty streak. Lapisan lemak ini awalnya tipis,
namun lama kelamaan akan terjadi proses proliferatif sehingga terbentuk kerak
berserat atau fibrous plaque. Bila sel endotel pembuluh darah arteri
dibawahnya terkoyak maka trombosit akan menempel pada dinding arteri yang
rusak. Interaksi antara trombosit dengan sel endotel yang rusak akan
merangsang proliferasi jaringan ikat pada dinding arteri yang disebut
atherosclerotic plaque atau ateroma. Atherosclerotic plaque ini akan tumbuh
terus secara progresif selama bertahun-tahun dan akhirnya dapat menghambat
aliran darah.
2.3 Hubungan Terapi Oksigen Hiperbarik terhadap LDL
Dalam beberapa studi yang telah dilakukan terhadap hewan coba, terapi
oksigen hiperbarik tidak memiliki efek yang bermakna terhadap kadar
lipoprotein dalam plasma. Tidak ditemukan perbedaan yang cukup mencolok
antara kelompok hewan coba yang diberikan terapi oksigen hiperbarik dan
kelompok hewan coba yang tidak diberikan apapun. Namun meskipun
demikian, dapat ditemukan dampak yang signifikan terhadap jumlah lipid yang
teroksidasi dalam darah hewan coba.
Lipid yang teroksidasi merupakan jenis lipid yang akan di uptake oleh
makrofag dalam pembuluh darah dan nantinya akan membentuk suatu
macrophag-foam cell. Foam cell yang menumpuk terus-menerus, lambat laun
akan membentuk suatu fatty streak yang dapat menyumbat pembuluh darah
dan menyebabkan terjadinya aterosklerotik.
Dengan menggunakan terapi oksigen 100% bertekanan tinggi secara
berulang, resiko terjadinya aterosklerotik dapat diturunkan secara cukup
drastis. Hal ini disebabkan karena terapi HBO dapat mencegah penurunan
aktivitas paraoxonase. Paraoxonase ini merupakan suatu enzim yang berperan
sebagai agen anti inflammatory serta dapat berguna sebagai proteksi terhadap
kerusakan oksidatif pada sel dan lipoprotein. Sejumlah studi menemukan
bahwa paraoxonase sangatlah penting dalam detoksifikasi lipid peroksida
untuk mencegah pembentukan lipid yang teroksidasi seperti dien yang
terkonjugasi, triene yang terkonjugasi, serta substansi reaktif dari asam
thiobarbiturat.
Terapi hiperbarik oksigen dapat meningkatkan konsentrasi serum
glutathione dan menginduksi ekspresi sejumlah enzim antioksidan didalam
jaringan, salah satu contoh enzim tersebut adalah heme oxygenase yang dapat
menghambat pembentukan aterosklerosis.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Waili, N. S., et al 2005, Hyperbaric Oxygen Therapy in Stroke, Brain Trauma and
Neurologic Disease
Bahaudin, Aziz 2008, Profil Lemak Darah dan Respon Fisiologis Tikus Putih yang
Diberi Pakan Gulai Daging Domba dengan Penambahan Jeroan, Skripsi, Institut
Pertanian Bogor Guyton, A.C & Hall, E.C., 2007, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,
Edisi 11, EGC, Jakarta
Kudchodkar, Bhalchandra J., Wilson, Judy, Lacko, Andras 2000, Hyperbaric Oxygen
Reduces the Progression and Accelerates the Regression of Atherosclerotic in
Rabbits, viewed on 1 September 2014.
(http://atvb.ahajournals.org/content/20/6/1637.full)
Longo, D.L. et al, 2012, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 18th edition volume
1, The McGraw-Hill Companies, United States of America
Murray, Robert K, Granner, Daryl K, Rodwell, Victor W 2006, Biokimia Harper, Edisi
27, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Rijadi, R, 2013, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik, LAKESLA,
Surabaya
Sahni, T, 2003, Hyperbaric Oxygen Therapy : Current Trends and Applications,
viewed on 31 August 2014-09-02
(http://www.japi.org/march2003/R-Hyperbaric%20Oxygen%20Therapy
%20Current.pdf)
.
.