Referat Kolesteatom
-
Upload
rinitandarto -
Category
Documents
-
view
45 -
download
13
description
Transcript of Referat Kolesteatom
Bagian Ilmu Kesehatan THT Referat
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
KOLESTEATOM
Disusun Oleh:
Radhiyana Putri 0910015031
Marini Tandarto 0910015036
Pembimbing:
dr. Rahmawati, Sp.THT-KL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
KOLESTEATOM
Referat
Diajukan Dalam Rangka Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik
pada Bagian Ilmu Kesehata
Disusun oleh:
Radhiyana Putri 0910015031
Marini Tandarto 0910015036
Dipresentasikan pada 24 April 2015
Pembimbing
dr. Rahmawati, Sp.THT-KL
NIP. 19740901 200903 2 005
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Kolesteatoma telah diakui selama puluhan tahun sebagai lesi destruktif dasar
tengkorak yang bisa mengikis dan menghancurkan struktur penting dalam tulang temporal.
Kolesteatoma berpotensi untuk menyebabkan komplikasi pada sistem saraf pusat (misalnya,
abses otak,meningitis) membuat lesi ini bersifat fatal.1
Kolesteatoma pertama kali dijelaskan pada tahun 1829 oleh Cruveilhier, tetapi
dinamakan pertama kali oleh Muller pada tahun 1858.Kolesteatoma adalah suatu kista
epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).2 yang biasanya terjadi pada telinga
tengah, mastoid dan epitimpani.3 Mungkin secara progresif membesar, meliputi dan
menghancurkan osikel, mengakibatkan gangguan pendengaran konduktif. Gangguan
pendengaran juga dapat terjadi jika kolesteatoma yang menghalangi lubang tuba eustachius,
yang menyebabkan efusi telinga tengah. Terapi bedah diperlukan pada sebgian besar
kolesteatoma. Tingkat dan efektivitas operasi tergantung pada ukuran kolesteatoma.
Diagnosis dini sangat penting untuk hasil yang sukses.2
Berdasarkan terjadinya kolesteatom dapat dibagi dua jenis yaitu kolesteatom
kongenital dan kolesteatom akuisital yang terbentuk setelah anak lahir.2 Kolesteatoma dapat
menekan dan mendesak organ sekitarnya sehingga mendestuksi tulang sekitarnya yang dapat
menimbulkan komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses otak.2
Kejadian kolesteatoma di Eropa utara adalah 9,2 per 100 000 penduduk dalam satu
tahun. Oleh karena itu dokter umum dengan ukuran praktek 2500 pasien akan diharapkan
untuk melihat rata-rata satu kasus baru setiap empat sampai lima tahun.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kolesteatom
1.1 Definisi
Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).
Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah besar. Istilah
kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johannes Muller pada tahun 1838 karena
disangka kolesteatoma merupakan suatu tumor, yang kemudian ternyata bukan. Beberapa
istilah lain yang diperkenalkan oleh para ahli antara lain: keratoma (Schucknecht), squamos
epiteliosis (Birrel, 1958), kolesteatosis (Birrel, 1958), epidermoid kolesteatoma (Friedman,
1959), kista epidermoid (Ferlito, 1970), epidermosis (Sumarkin, 1988).1
Kolesteatoma terdiri dari epitel skuamosa yang terperangkap di dalam basis cranii.
Epitel skuamosa yang terperangkap di dalam tulang temporal, telinga tengah, atau
tulang mastoid hanya dapat memperluas diri dengan mengorbankan tulang yang
mengelilinginya. Akibatnya, komplikasi yang terkait dengan semakin membesarnya
kolesteatoma adalah termasuk cedera dari struktur-struktur yang terdapat di dalam
tulang temporal. Kadang-kadang, kolesteatomas juga dapat keluar dari batas-batas tulang
temporal dan basis cranii. Komplikasi ekstrarempotal dapat terjadi di leher, sistem
saraf pusat, atau keduanya. Kolesteatomas kadang-kadang menjadi cukup besar untuk
mendistorsi otak normal dan menghasilkan disfungsi otak akibat desakan massa.1
1.2 Epidemiologi
Insiden sebenarnya kolesteatoma tidak diketahui. Data retrospektif menunjukkan insiden
tahunan rata-rata 9,2 kasus per 100.000 orang dari segala usia (kisaran 3,7-13,9). Dalam
penelitian yang terbatas pada anak-anak, insiden berkisar dari sekitar 5 sampai 15 per
100.000 anak. Tingkat 1 persen terlihat dalam serangkaian retrospektif 45.980 anak-anak
yang telah menjalani penempatan tabung timpanostomi. Kolesteatoma kongenital pada 1
sampai 5 persen dari kolesteatoma.2
Puncak kejadian adalah pada rentang usia 5-15 tahun, tetapi klesteatoma dapat muncul
dalam setiap kelompok usia. Insiden ini dilaporkan lebih tinggi pada kulit putih daripada
populasi kulit non-putih.3
4
1.3 Klasifikasi5
Kolesteatoma dapat dibagi atas dua jenis:
1. Kolesteatoma kongenital yang terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada
telinga dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma
biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle.
Kolesteatoma di cerebellopontin angle sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli
bedah saraf.
Gambar 1 Kolesteatoma kongenital
2. Kolesteatoma akuisita yang terbentuk setelah anak lahir, jenis ini terbagi atas dua:
a. Kolesteatoma akuisita primer
Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani.
Kolesteatoma timbul akibat terjadinya proses invaginasi membran timpani pars
flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba
(teori invaginasi)
Gambar 2. Kolesteatoma akuisita primer1
b. Kolesteatoma akuisita sekunder
5
Kolesteatoma terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani. Kolesteatoma
terbentuk sebagai akibat dari masuksnya epitel kulit dari liang telinga atau dari
pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi
akibat metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung
lama (teori metaplasia).
1.4 Etiologi6
Penyebab kolesteatom didapat primer masih diperdebatkan sejak akhir abad 19. Banyak
teori yang diajukan tetapi sampai sekarang belum ada yang bisa menunjukkan penyebab yang
sebenarnya. Teori-teori itu, antara lain:
1. Tekanan negatif di dalam atik, menyebabkan invaginasi pars flasida dan pembentukan
kista (Habermann, Bezold, Tumarkin, Shambaugh, Jordan)
2. Metaplasia mukosa telinga tengah dan atik akibat infeksi (Tumarkin)
3. Hiperplasia invasif diikuti terbentuknya kista di lapisan basal epidermis pars flasida,
akibat iritasi oleh infeksi (Habermann, Nager, Hauze, Ruedi)
4. Sisa-sisa epidermis kongenital yang terdapat di daerah atik (Mc Kenzie, Diamant, Teed<
Cawthorn)
5. Hiperkeratosis invasif dari kulit liang telinga bagian dalam (Mc Gukin)
Faktor yang penting adalah kemampuan epitel membran timpani berproliferasi secara cepat,
khususnya pars flasida dan bagian superior pars tensa.
1.5 Patogenesis5
Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma, antara lain
adalah: teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi dan teori implantasi.
Teori tersebut akan lebih mudah dipahami bila memperhatikan definisi kolesteatoma
menurut Gray (1964) yang mengatakan bahwa kolesteatoma adalah epitel kulit yang berada
di tempat yang salah, atau menurut pemahaman penulis, kolesteatoma dapat terjadi oleh
karena adanya epitel kulit yang terperangkap.
Sebagaimana kita ketahui bahwa seluruh epitel kulit (keratinizing stratified squamous
epitelium) pada tubuh kita berada pada lokasi yang terbuka atau terpapar ke dunia luar. Epitel
kulit di liang telinga merupakan suatu daerah Cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen
6
padat di liang telinga pada waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada medial dari
serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma.
Pada teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatoma terjadi akibat implantasi epitel kulit
secara iatrogenik ke dalam telinga tengah sewaktu operasi, setelah blush injury, pemasangan
pipa ventilasi atau setelah miringotomi.
Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman (infeksi), yang
paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Sebaliknya infeksi dapat memicu
respon imun lokal yang mengakibatkan produksi berbagai mediator inflamasi dan berbagai
sitokin. Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matriks kolesteatoma adalah interleukin-1
(IL-1), interleukin-6, tumor necrosis factor-α (TNF-α), dan transforming growth factor
(TGF). Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatoma bersifat
hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis.
1.6 Manifestasi Klinis
Otore menjadi gejala utama kolesteatoma. Sekret ini khas berbau busuk dan sering
berwarna hijau. Ciri kolesteatoma adalah otore yang tidak sakit, baik tak henti-hentinya atau
sering berulang. Ketika kolesteatoma terinfeksi, infeksi mungkin sangat sulit untuk
diberantas. Karena kolesteatoma tidak memiliki suplai darah, antibiotik sistemik tidak dapat
7
dikirim ke pusat kolesteatoma. Antibiotik topikal sering mengelilingi sebuah kolesteatoma,
menekan infeksi, dan menembus beberapa milimeter ke arah pusat, namun sebuah
kolesteatoma besar terinfeksi, tahan terhadap semua jenis terapi antimikroba. Akibatnya,
otorrhea baik menetap atau berulang, meskipun pengobatan sering dan agresif dengan
antibiotik.1,7
Biasanya terdapat gangguan pendengaran dengan atau tanpa tinitus, tetapi dapat timbul
suatu kolesteatoma akuisita primer yang besar tanpa ketulian yang jelas. Umumnya nyeri
telinga bukan suatu masalah. Bila nyeri telinga hebat timbul mendadak, berarti timbul
mastoiditis akuisita sekunder dan pasien mungkin menderita komplikasi yang gawat.7
Pusing adalah gejala yang relatif jarang pada kolesteatoma, tapi itu terjadi jika erosi
tulang menghasilkan fistula labirin atau jika kolesteatoma yang terdapat langsung pada kaki
dari stapes. Pusing adalah gejala mengkhawatirkan karena mungkin pertanda perkembangan
komplikasi lebih serius.1
1.7 Diagnosis
1.7.1 Anamnesis
Riwayat keluhan pada telinga sebelumnya harus diselidiki untuk memperoleh gejala
awal kolesteatoma. Gejala yang sering dikeluhkan adalah otore, otalgia, obstruksi nasal,
tinitus dan vertigo. Riwayat penyakit dahulu menderita penyakit pada telinga tengah seperti
otitis media dan atau perforasi membrana timpani harus ditanyakan, kehilangan
pendengaran unilateral progresif dengan otore yang berbau busuk, dan riwayat operasi
sebelumnya.
1.7.2 Pemeriksaan Fisik
Tak diragukan lagi, pemeriksaan dengan otoskopi, terutama dengan pembesaran,
merupakan cara terbaik untuk membuat diagnosis yang tepat pada penyakit telinga kronik.
Dengan cara ini, dapat dinilai luasnya kerusakan membran timpani, tulang-tulang
pendengaran dan dinding tulang telinga tengah.6
Pemeriksaan yang lengkap harus mencakup penanganan yang teliti terhadap daerah-
daerah berikut ini:
1. Liang telinga dan membran timpani harus dibersihkan dari serumen dan debris yang
menghalangi pandangan ke membran timpani.
2. Semua kuadran pars tensa diamati dan perhatikan lokasi dan ukuran perforasi, bila
ada.
8
3. Cari apakah ada retraksi atau perforasi pars flaksida.
4. Perhatikan bila ada epitel skuamosa di telinga tengah. Keadaan patologis ini
ditandai oleh adanya debris di belakang membran timpani.
5. Keadaan mukosa yang mengalami perforasi harus dicatat. Bila ada sekret di teringa
tengah dihisap sampai bersih untuk mendapatkan lapangan pandangan yang jelas.
6. Sifat sekret diperhatikan
7. Dinding liang telinga bagian tulang harus diobservasi untuk melihat adanya
destruksi. pelebaran ”lekuk” Rivinus merupakan penemuan dini adanya
kolesteatoma.
8. Perhatikan adanya granulasi atau polip serta lokasinya.
9. Terakhir, daerah muara tuba Eustachius diperiksa, perhatikan apakah tuba paten.
baik juga pasien diminta melakukan perasat Valsava sambil telinga diamati.6
Gambar A: Telinga kiri, terdapat epitimpanik erosi dengan kolesteatoma. Jaringan yang mengelilingi
hiperemis dan eversi. Gambar B: Telinga kiri, terdapat etimpanik erosi yang luas dengan kolesteatom dan
otorrhea berbau. Terdapat erosi pada kepala malleolus dan badan dari inkus.
Pemeriksaan telinga akan menunjukan cacat atik, atau perforasi membrana tampani.
kadang-kadang terdapat keduanya. Cacat atik mungkin kecil dan sulit dilihat, dan
kehadirannya mungkin ditunjukan oleh noda nanah. Sering bisa terlihat timbul polip
jaringan granulasi hemoragik yang timbul dari cacat atik atau dari perforasi membran
timpani. Ia dapat sedemikin besar sehingga mengaburkan gambaran membran timpani,
dalam kasus mana pasien harus dianggap menderita kolesteatoma sampai dapat dibuktikan
9
bukan. Massa kolesteatoma yang putih mungkin terlihat pada cacat atik, di telinga tengah
melalui peforasi membran timpani atau di belakang membran yang utuh.7
Gambar A: Telinga kiri, terdapat erosi epitimpani yang luas, disertai dengan adanya epidermisasi pada daerah
atik. Kolesteatoma yang tampak pada transparasi menyebabkan bulging pada membrane timpani kuadran
posterior inferior. Gambar B: Telinga Kanan, tampak epitimpanik erosi dengan kolesteatoma, dimana tampak
membrane timpani posterior bulging sebagai akibat dari pendorongan koesteatom.
1.7.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Tes laboratorium
Harus diambil contoh nanah untuk kultur dan tes sensitivitas antibiotika.
walaupun terdapat banyak jenis organisme yang terkultur dari telinga ini, tiga
bakteri patogen tersering ditemukan meliputi P.aeruginosa, S.aureus, dan
P.vulgaris.7
2. Evaluasi audiometri
Evaluasi audiometri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi
koklea. dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan
tulang serta penilaian diskriminasi tutur, besarnya kerusakan tulang-tulag
pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstrusi
telinga tengah untuk perbaikan pendengarannya.
Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu:
Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-
20 dB.
10
Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.
Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran di belakang membran yang
masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tak peduli bagaimanapun
keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan koklea yang parah.6
3. Radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai
diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemeriksaan audiografi yang dikontrol dengan teliti bisa sangat berguna untuk
mendiagnosis kolesteatoma kongenital, osteitis dan osteomielitis. Keadaan sistem
tulang-tulang pedengaran dapat juga diperlihatkan menggunakan teknik yang
cermat. proyeksi radiografi yang biasa digunakan adalah:
Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari
arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena
memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang
sklerotik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk
mengenai dura atau sinus lateral.
Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah atas dan anterior telinga
tengah. akan tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga
dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur ini.
Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan
yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan
kanalis semisirkularis. Proyeksi ini juga menempatkan antrum dalam
potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat
kolesteatoma
Proyeksi Chause III, memberikan gambaran atik secara longitudinal sehingga
dapat memperlihatkan kerusakan dinding lateral atik.6
1.8 Penatalaksanaan
Terapi Medis
Terapi medis bukanlah pengobatan yang bermakna untuk kolesteatoma. Pasien yang
menolak pembedahan atau kondisi medis yang membuat anestesi umum terlalu berbahaya
11
harus membersihkan telinga mereka secara teratur. Pembersihan secara teratur dapat
membantu pengendalian infeksi dan dapat memperlambat pertumbuhan, tetapi tidak
menghentikan ekspansi lebih jauh dan tidak menghilangkan risiko. Terapi antimikroba yang
utama adalah terapi topikal, akan tetapi terapi sistemik juga dapat membantu sebagai terapi
tambahan.1
Antibiotik oral bersama pembersihan telinga atau bersama dengan tetes telinga lebih
baik hasilnya daripada masing-masing diberikan tersendiri. Diperlukan antibiotik pada setiap
fase aktif dan dapat disesuaikan dengan kuman penyebab. Antibiotik sistemik pertama dapat
langsung dipilih yang sesuai dengan keadaan klinis, penampilan sekret yang keluar serta
riwayat pengobatan sebelumnya. Sekret hijau kebiruan menandakan Pseudomonas , sekret
kuning pekat seringkali disebabkan oleh Staphylococcus, sekret berbau busuk seringkali
disebabkan oleh golongan anaerob.8
Kotrimokasazol, Siprofloksasin atau ampisilin-sulbaktam dapat dipakai apabila
curiga
Pseudomonas sebagai kuman penyebab. Bila ada kecurigaan terhadap kuman anaerob, dapat
dipakai metronidazol, klindamisin, atau kloramfenikol. Bila sukar mentukan kuman
penyebab, dapat dipakai campuran trimetoprim-sulfametoksazol atau amoksisillin-klavulanat.
Antibitotik topikal yang aman dipakai adalah golongan quinolon. Karena efek samping
terhadap pertumbuhan tulang usia anak belum dapat disingkirkan, penggunaan ofloksasin
harus sangat hati-hati pada anak kurang dari 12 tahun.8
Pembersihan liang telinga dapat menggunakan larutan antiseptik, seperti asam asetat
1-2%, hidrogen peroksisa 3%, povidon-iodine 5%, atau larutan garam fisiologis. Larutan
harus dihangatkan dulu sesuai dengan suhu tubuh agar tidak mengiritasi labirin setelah itu
dikeringkan dengan lidi kapas.8
Terapi Pembedahan
Sebagaimana prosedur pembedahan lainnya, konseling preoperatif dianjurkan.
Konseling meliputi penjelasan tujuan pembedahan, resiko pembedahan (paralisis fasial,
vertigo, tinnitus, kehilangan pendengaran), memerlukan follow up lebih lanjut dan aural
toilet.
Prosedur pembedahan meliputi:
a. Canal Wall Down Procedure (CWD)
b. Canal Wall Up Procedure (CWU)
12
c. Transcanal Anterior Atticotomi
d. Bondy Modified Radical Procedure
Berbagai macam faktor turut menentukan operasi yang terbaik untuk pasien. Prosedur
canal-wall-down prosedur memiliki probabilitas yang tinggi membersihkan permanen
kolesteatomanya. Prosedur canal-wall-up memiliki keuntungan yaitu mempertahankan
penampilan normal, tetapi resiko tinggi terjadinya rekurensi dan persisten kolestatoma.
Resiko rekurensi cukup tinggi sehingga ahli bedah disarankan melakukan
timpanomastoidektomi setelah 6 bulan sampai 1 tahun setelah operasi pertama.9
Dalam keadaan tertentu, ahli bedah dapat membuat keputusan untuk menggunakan
teknik canal wall up atau canal wall down. Jika pasien memiliki beberapa episode
kekambuhan dari kolesteatoma dan keinginan untuk menghindari operasi di masa datang,
teknik canal wall down adalah yang paling sesuai. Bagi mereka yang tidak mau atau tidak
dapat untuk kembali untuk prosedur yang kedua, operasi canal-wall down lebih aman.1
1.9 Komplikasi
Komplikasi operasi pada mastoidektomi dan timpanoplasti dibagi berdasarkan
komplikasi segera dan komplikasi lambat. Komplikasi segera termasuk parese nervus fasialis,
kerusakan korda timpani, tuli saraf, gangguan keseimbangan, fistel labirin, trauma pada sinus
sigmoid, bulbus jugularis, likuor serebrospinal. Infeksi pasca-operasi juga dapat dimasukkan
sebagai komplikasi segera.
Komplikasi lambat termasuk kolesteatoma rekuren, reperforasi, lateralisasi tandur,
stenosis liangg telinga luar, displasi atau lepasnya prostesis tulang pendengaran yang
dipasang. Pada kebanyakan, kasus trauma nervus fasialis tidak disadari pada waktu operasi.
Trauma nervus fasialis yang paling sering terjadi adalah pada pars vertikalis waktu
melakukan mastoidektomi, bisa juga terjadi pada pars horizontal waktu manipulasi daerah di
dekat stapes atau mengorek daerah bawah inkus baik dari arah mastoid ataupun dari arah
kavum timpani. Trauma dapat lebih mudah terjadi bila tpografi daerah sekitarnya sudah tidak
dikenali dengan baik, misalnya pada kelainan letak kongenital, jaringan parut karena operasi
sebelumnya, destruksi kanalis fasialis karean kolesteatoma.
Derajat parese harus ditentukan, paling sederhana adalah menurut klasifikasi House-
Bregmann. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan EMG untuk melihat derajat kerusakan pada
saraf dan menentukan prognosis penyembuhan spontan.
13
Trauma operasi terhadap labirin sukar diketahui dengan segera, sebab vertigo pasca-
operasi dapat terjadi hanya karena iritasi selam operasi, belum tentu karena cedera operasi.
Trauma terhadap labirin bisa menyebabkan tuli saraf total. Manipulasi di daerah aditus ad
antrum dan sekitarnya pada lapangan operasi yang ditutupi oleh jaringa kolesteatoma dan
matriks koleteatoma dapat menyebabkan fistel labirin.
Trauma terhadap tulang pendengaran diperkirakan akan memperbuuk sistem konduksi
telinga tengah sedapat mungkin langsung rekonstruksi. Trauma terhadap dinding sinus dan
duramater sehingga terjadi perdarahan dan bocornya cairan otak, bila tidak luas dapat
ditungggu sebentar dan langsung ditutup dengan tandu komposit sampai kebocoran berhenti.
Trauma pada sinus lateralis, sinus sigmoid, bulbus jugularis, dan vena emissari dapat
menyebabkan perdarahan besar.
1.10 Prognosis1
Mengeliminasi kolesteatoma hampir selalu berhasil, namun mungkin memerlukan
beberapa kali pembedahan. Karena pada umumnya pembedahan berhasil, komplikasi dari
pertumbuhan tidak terkendali dari kolesteatoma sekarang ini jarang terjadi.
Timpanoplasti dinding runtuh menjanjikan tingkat kekambuhan yang sangat rendah
dari kolesteatoma. Pembedahan ulang pada kolesteatoma terjadi pada 5% kasus atau kurang,
yang cukup menguntungkan bila dibandingkan tingkat kekambuhan timpanoplasti dinding
utuh yang 20- 40%.
Meskipun demikian, karena rantai osikular dan atau membran timpani tidak selalu
dapat sepenuhnya direstorasi kembali normal, maka kolesteatoma tetaplah menjadi penyebab
umum relatif tuli konduktif permanen.
`Terapi kolesteatoma dengan pembedahan, dan jenis operasi yang menawarkan
kesempatan terbaik bagi penyembuhan menetap adalah modifikasi mastoidektomi radikal dan
mastoidektomi radikal. Modifikasi mastoidektomi radikal menjadi operasi terpilih karena ia
menawarkan kesempatan melindungi pendengaran yang berguna; tetapi pada penyakit yang
luas, mungkin diindikasikan operasi radikal.
Sebelum pembedahan, harus diberikan terapi medis yang serupa dengan yang
digunakan pada infeksi tanpa kolesteatoma untuk menghilangkan infeksi atau mengontrol
semaksimum mungkin infeksi tersebut.
14
BAB III
KESIMPULAN
1. Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).
Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma semakin
bertambah besar.
2. Etiologi kolesteatoma sampai sekarang belum ada yang bisa menunjukkan penyebab
yang sebenarnya tetapi banyak teori yang diajukan .
3. Otore menjadi gejala utama kolesteatoma. Sekret ini khas berbau busuk dan sering
berwarna hijau. Ciri kolesteatoma adalah otore yang tidak sakit, baik tak henti-
hentinya atau sering berulang.
4. Penatalaksanaan kolesteatoma meliputi terapi medis dan terapi pembedahan
5. Prognosis terapi kolesteatoma dengan jenis operasi yang menawarkan kesempatan
terbaik bagi penyembuhan menetap adalah modifikasi mastoidektomi radikal dan
mastoidektomi radikal karena menawarkan kesempatan melindungi pendengaran yang
berguna.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Emedicine. June 29, 2009 (cited April 18,
2015). Available at http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview.
2. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI; 2008
3. Lalwani, AK. Current diagnosis and treatment otolaryngology heah and neck surgery.
Edition 2. Mc Graw Hill
4. Barath K, Huber AM, Stampfli P, Varga Z, Kollias S. Neuroradiology of
cholesteatomas. AJNR. Feb 2011.
5. Olszewska E, Olszewska S, Kluczyk MB, Zwierz K. Role of N-acetyl-β-D-
hexosaminidase in cholesteatoma tissue. Acta Biochimica Polonica. Vol 54. 2007.
Available from: http://www.actabp-pl/pdf/2_2007/365.pdf
6. Kanemaru S, Kikkawa Y, Omori K, Ito J. Bone destructive mechanisms of
cholesteatoma. Diakses dari
http://taimuihonghue21.files.wordpress.com/2010/10/21268_ftp.pdf
7. Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-
6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997
16