Referat hh
-
Upload
her-herpratiwi -
Category
Documents
-
view
235 -
download
1
description
Transcript of Referat hh
REFERAT
PERDARAHAN POST PARTUM
Oleh:
Fatwa Maratus Sholihah, S. Ked
1118011040
Pembimbing:
dr. Dino Rinaldy, Sp. OG (K) Onk.
KEPANITERAAN KLINIK
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RUMAH SAKIT UMUM AHMAD YANI METRO
2015
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir yang
melewati batas fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu melahirkan akan
mengeluarkan darah secara fisiologis sampai jumlah 500 ml tanpa menyebabkan
gangguan homeostasis. Dengan demikian secara konvensional dikatakan bahwa
perdarahan yang melebihi 500 ml dapat dikategorikan sebagai perdarahan
postpartum dan perdarahan yang secara kasat mata mencapai 1000 ml harus
segera ditangani secara serius. Definisi baru mengatakan bahwa setiap perdarahan
yang yang dapat mengganggu homeostasis tubuh atau mengakibatkan tanda
hipovolemia termasuk dalam kategori perdarahan postpartum.1
Perdarahan postpartum dapat membunuh wanita dalam waktu 2 jam apabila tidak
ditangani dengan baik.2 Kemampuan seorang wanita untuk menanggulangi akibat
buruk perdarahan tergantung pada status kesehatan sebelumnya, ada tidaknya
anemia, ada tidaknya hemokonsentrasi seperti pada preeklamsia dan ada tidaknya
dehidrasi. Perdarahan sebanyak lebih dari 1/3 volume darah atau 1000 ml harus
segera mendapatkan penanganan. Volume darah (dalam ml) dihitung dengan
rumus berat badan (BB) dalam kg dikalikan dengan angka 80.3 Perdarahan
postpartum masih merupakan penyebab terbanyak kematian maternal, terhitung
sekitar 100.000 kematian maternal setiap tahunnya.5 Di negara maju dan
berkembang, penyebab kematian yang paling umum adalah perdarahan berat.1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau lebih
pada persalinan pervaginam dan lebih dari 1000 cc pada sectio cesarea..
Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta.3
2.2. Epidemiologi
Kematian maternal didefinisikan sebagai kematian ibu yang ada hubungannya
dengan kehamilan, persalinan, dan nifas yakni 6 minggu setelah melahirkan.
Angka kematian maternal adalah jumlah kematian maternal per 100.000 kelahiran
hidup.4 Perdarahan postpartum masih merupakan penyebab terbanyak kematian
maternal, terhitung sekitar 100.000 kematian maternal setiap tahunnya.5 Di negara
maju dan berkembang, penyebab kematian yang paling umum adalah perdarahan
berat.1
Tabel 1. Insiden Global Komplikasi Mayor Persalinan
3
Perdarahan masif terjadi sekitar 5-15 % pada wanita setelah mengalami
persalinan.3 Secara global, diperkirakan jumlah kematian maternal dunia pada
tahun 2000 mencapai 529 ribu yang tersebar di Asia 47,8% (253 000); Afrika
47,4% (251 000); Amerika Latin dan Caribbean 4% (22 000); dan kurang dari 1%
(2500) di negara maju. Di kawasan Asean, Indonesia menempati urutan tertinggi
dalam angka kematian maternal yakni 390/100.000 kelahiran hidup, jauh di atas
negara Asean lainnya.6
Gambar 1. Perbandingan Angka Kematian Maternal di Beberapa Negara Asia
2.3. Klasifikasi dan Etiologi
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian:2
- Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi
dalam 24 jam setelah anak lahir.
- Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi
setelah 24 jam biasanya antara hari ke 5 sampai hari ke 15 postpartum.
Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan perdarahan post partum, faktor-
faktor yang menyebabkan perdarahan post partum adalah atonia uteri, perlukaan
jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah.4,5,7
4
2.3.1. Tone Dimished: Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan
mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis
dikontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar
pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia
uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena
atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi. Atonia uteri juga dapat
timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan
mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya
bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan
postpartum.8
Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi:7
- General anestesi (pada persalinan dengan operasi),
- Uterus yang teregang berlebihan:
- Kehamilan ganda
- Fetal macrosomia (berat janin antara 4500 – 5000 gram)
- polyhydramnion
- Kehamilan lewat waktu
- Partus lama
- Grande multipara (fibrosis otot-otot uterus)
- Anestesi yang dalam
- Infeksi uterus (chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia)
- Plasenta previa
- Solutio plasenta
5
Gambar 2. Atonia Uteri
2.3.2 Tissue
Apabila plasenta belum lahir tiga puluh menit setelah janin lahir, hal itu
dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena plasenta belum lepas
dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan. Jika
plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, tapi apabila terlepas
sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya.6
Gambar 3. Perlekatan Plasenta
6
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan
oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III.
Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Sisa plasenta yang tertinggal
merupakan penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan postpartum.5
2.3.3 Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir:
a. Ruptur uterus
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan
antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus
sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin. Ruptur uterus sering
terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya.2,6,7
b. Inversio Uteri
Inversi uteri adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium)
turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, dimana fundus uteri terbalik
sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri.1,2 Inversi uteri
merupakan kasus yang jarang terjadi, kejadiannya terjadi pada 1 di antara
2.500 kelahiran.3 Inversio uteri dibagi 3 yaitu:
- Inversio uteri ringan
Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum
keluar dari ruang rongga rahim.
- Inversio uteri sedang
Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina
- Inversio uteri berat
Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.
Ada pula yang membaginya menjadi inversio uteri inkomplit yaitu 1 dan
2; dan komplit: 3.2
7
Faktor terjadinya inversio uteri adalah tonus otot rahim yang lemah, tekanan
atau tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan dengan tangan dan
tarikan pada tali pusat), kanalis servikalis yang longgar. Oleh karena itu,
inversio uteri dapat terjadi saat batuk, bersin, atau mengejan juga karena
perasat crede.4
Gejala-gejalanya yaitu syok karena kesakitan, perdarahan banyak bergumpal,
di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang masih
melekat (seperti tumor merah di luar vulva). Bila baru terjadi, maka prognosis
cukup baik akan tetapi bila kejadiannya cukup lama maka jepitan servix yang
mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis dan infeksi.1,4
c. Perlukaan jalan lahir
Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya
terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam
dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacum atau forcep, walau
begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan. Laserasi pembuluh
darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom,
perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan
terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok.1,6
Gambar 4. Derajat Laserasi
8
d. Vaginal hematoma
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai
arteri atau vena yang besar jika episitomi luas, jika ada penundaan antara
episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan
perbaikan episiotomi. Perdarahan yang terus terjadi dan kontraksi uterus baik
akan mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episiotomi.5
Gambar 5. Episiotomi
2.3.4 Trombin
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun
didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa:
- Hipofibrinogenemia
- Trombocitopeni
- Idiopathic thrombocytopenic purpura
- HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count)
- Disseminated Intravaskuler Coagulation
- Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit.1,5
2.4 Diagnosis
9
2.4.1. Anamnesis
Selain menanyakan hal umum tentang periode perinatal, tanyakan tentang episode
perdarahan postpartum sebelumnya, riwayat seksio sesaria, paritas, dan riwayat
fetus ganda atau polihidramnion. Tentukan jika pasien atau keluarganya memiliki
riwayat gangguan koagulasi atau perdarahan massif dengan prosedur operasi atau
menstruasi. Dapatkan informasi mengenai pengobatan, dengan pengobatan
hipertensi (calcium-channel blocker) atau penyakit jantung (misal digoxin,
warfarin). Informasi ini penting jika koagulopati dan pasien memerlukan
transfusi.2
2.4.2. Pemeriksaan Fisik
Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan ditatalaksana
sesuai penyebabnya.6 Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat
dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan
syok. Atau dapat berupa perdarahan yang merembes perlahan-lahan tapi terjadi
terus menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas
ataupun jatuh kedalam syok.4
Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan
darah, nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai terjadi syok. Pada
perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta atau
laserasi jalan lahir, bila karena retensio plasenta maka perdarahan akan berhenti
setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi setelah plasenta lahir perlu
dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan lahir. Pada
pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan lembek dan membesar jika ada atonia
uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk mengetahui adanya
sisa plasenta atau laserasi jalan lahir.3
Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan postpartum: 4
1. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
10
Palpasi bimanual uterus terasa lunak, atonia, atau pembesaran uterus, dengan
suatu akumulasi darah yang banyak. Palpasi juga dapat merasakan adanya
hematom dalam perineum atau pelvis. Periksa adanya jaringan plasenta yang
hilang, yang menandakan adanya kemungkinan retensio plasenta.
2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :
a. Sisa plasenta dan ketuban
b. Robekan rahim
c. Plasenta succenturiata
4. Inspekulo: untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang
pecah.
2.4.3. Pemeriksaan Penunjang
2.4.3.1 Laboratorium
a. Darah Lengkap
- Untuk memeriksa kadar Hb dan hematokrit
- Perhatikan adanya trombositopenia
b. PT dan aPTT diperiksa untuk menentukan adanya gangguan koagulasi.
c. Kadar fibrinogen diperiksa untuk menilai adanya konsumtif koagulopati.
Kadarnya secara normal meningkat dari 300-600 pda kehamilan, pada kadar
yang terlalu rendah atau dibawah normal mengindikasikan adanya konsumtif
koagulopati.6
2.4.3.2 Radiologi
a. USG dapat membantu menemukan abnormalitas dalam kavum uteri dan
adanya hematom.
b. Angiografi dapat digunakan pada kemungkinan embolisasi dari pembuluh
darah.3
2.5. Penatalaksaan
a. Perkiraan Kehilangan Darah
11
Kebanyakan perdarahan mengakibatkan bertambahnya morbiditas sekunder
akibat perkiraan darah yang hilang tidak adekuat pada persalinan. Pada onset
perdarahan post partum penting bagi para klinisi untuk memperkirakan darah
yang hilang secara tepat. Pada saat ini, pemantauan hemoglobin, hematokrit,
trombosit, fibrinogen, waktu perdarahan, waktu pembekuan harus dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium yang cepat tidak bisa dilakukan. Pengambilan
darah sebanyak 5 cc ke dalam tabung kosong dan dilihat waktu pembekuan
dalam waktu 6 menit bisa memberikan peringatan kepada klinisi perkiraan
derajat pembekuan darah yang terjadi. Bila darah tidak membeku, fibrinogen
pasien kurang dari 200 mg/dL.3
b. Etiologi
Setelah kita menemukan kemungkinan adanya perdarahan, explorasi secara
cepat diperlukan untuk mencari darimana perdarahan tersebut berasal.2,3,6,7
- Atonia uteri
Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di fundus
uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan
vagina. Apabila terus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik
perlu dilakukan massase yang lebih keras dan pemberian oksitocin.
Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus dan
memudahkan tindakan selanjutnya.4
Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut, letakkan
satu tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan
lewat jalan lahir dan ditekankan pada fornix anterior. Pemberian
uterotonica jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian oxytocin dan
kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya
adalah ergotamine.4
12
Gambar 6. Kompresi Bimanual Interna dan Eksternal
- Retensio plasenta
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir
disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan
penanganan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara
plasenta dan uterus. Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum
terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta
yang sudah lepas dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak
(perdarahan kala tiga) dan harus diantisipasi dengan melakukan plasenta
manual, meskipun kala plasenta belum lewat setengah jam.5,6
Gambar 7. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut
13
Gambar 8. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Gambar 9. Mengeluarkan plasenta.
- Sisa Plasenta
Sebagian kecil dari plasenta yang tertinggal dalam uterus disebut sisa
plasenta. Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah
kompresi bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian
uterotonica lakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual/digital
atau kuret. Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi
hal ini sulit dilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalam
syok. Jangan hentikan pemberian uterotonica selama dilakukan eksplorasi.
Setelah eksplorasi lakukan massase dan kompresi bimanual ulang tanpa
menghentikan pemberian uterotonica.8
14
Pemberian antibiotik spectrum luas setelah tindakan eksplorasi dan manual
removal. Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak
baik bisa dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan
tamponade uterovaginal juga cukup berguna untuk menghentikan
perdarahan selama persiapan operasi.6,8
Gambar 10. Eksplorasi ke dalam rahim
- Gangguan Pembekuan Darah
Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya ruptur uteri, sisa
plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik mak
kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan darah.
Lanjutkan dengan pemberian product darah pengganti (trombosit,
fibrinogen).4
- Trauma Jalan Lahir
Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus sudah
berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan
eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan
penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui
sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan
berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah
penjahitan selesai. Hematoma jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi
apabila terjadi laserasi pembuluh darah dibawah mukosa,
penetalaksanaannya bisa dilakukan insisi dan drainase. Apabila hematom
15
sangat besar curiga sumber hematoma karena pecahnya arteri, cari dan
lakukan ligasi untuk menghentikan perdarahan.3,8
c. Penggantian Perkiraan Kehilangan Darah
Pemahaman akan kebutuhan pasien terhadap terapi komponen cairan dan
darah penting untuk menyediakan perawatan yang adekuat bagi pasien
perdarahan. Perkiraan penggantian kehilangan darah dimulai dengan
resusitasi cairan. Cairan kristaloid yang hangat dengan rasio perbandingan 3:1
sebagai therapy inisial penting untuk menstabilisasi pasien dengan
perdarahan.3
d. Penatalaksanaan Medikamentosa
- Oksitosin
Merupakan profilaksis pertama, pemberian pada menit pertama setelah
persalinan 10 IU/mL atau 5 IU bolus perlahan.
- Ergometrin / Metilergometrin
0,2 mg IM pada menit pertama setelah persalinan.
- Misoprostol
600 mirkrogram oral pada menit pertama setelah persalinan, bila
oksitosin tidak tersedia.4
Tabel 2. Obat-obatan Uterotonika
ObatCara Kerja dan Keefektifitasan Efek Samping
Oksitosin(ekstrak hipofisis anterior)
- Onset: 2- 3 menit
- Lama kerja: 15- 30 menit
- Belum diketahui kontraindikasinya untuk pemakaian pasca persalinan
- Tidak ada/minimal efek samping- Jika untuk induksi persalinan, jangan gunakan
oksitosin sebelum 6 jam setelah pemberian dosis misoprostol
Misoprostol(E1 analog prostaglan
din)
- Onset: 3-5 menit)
- Konsentrasi tertinggi dalam darah pada 18- 34 menit
- Lama kerja 75 menit
- Belum diketahui kontraidikasinya untuk pemakaian pasca persalinan
- Efek samping: menggigil dan kenaikan suhu tubuh sementara
16
Syntome trin (kombinasi dari 5IU oksitosin dan 0,5 mg ergometrin)
- Kombinasi kerja cepat oksitosin dan kerja ergometrin yang terus-menerus
- Kontraindikasinya sama dengan ergometrin (pada wanita yang mempunyai riw.hipertensi, preeklamsi, eklamsi, penyakit jantung, dan plasenta inkarserata)
- Hanya digunakan pada pasca persalinan- Efek samping: mual, muntah, sakit kepala, dan
TD meningkat
Ergometrin (Preparat Ergot)
- Onset: 6- 7 menit (IM)
- Lama Kerja: 2- 4 jam
- Kontraindikasi pada wanita yang mempunyai riw.hipertensi, preeklamsi, eklamsi, penyakit jantung, dan r. retensi plasenta .
- Hanya digunakan pada pasca persalinan- Menyebabkan kontraksi kuat uterus-resiko
plasenta inkarserata- Efek samping: mual, muntah, sakit kepala, dan
hipertensi.- Jangan digunakan bila obat sudah berubah warna
Tabel 3. Pemakaian Oksitosin pada Penanganan Aktif Kala III
Dosis dan RuteIM = 10 unitWanita yang terpasang jalur IV = 10 IU IM atau 5 IU bolus perlahan
Yang Harus Diperhatikan dan Kontraindikasi
Sebelum pemberian oksitosin, pastikan tidak ada bayi kedua. Bila sudah diberi oksitosin, namun ternyata ada bayi kedua, kemungkinan bayi kedua terperangkap di uterus sangat kecil resikonya
Tabel 4. Pemakaian Oksitosin pada Manajemen Perdarahan Postpartum
Dosis dan RuteIV = infus 20 unit dalam 1 L cairan infus dengan 60 tetes per menitIM = 10 unit
Dosis LanjutanIV = infus 20 unit dalam 1 L cairan infus dengan 40 tetes per menit
Dosis Maximum Tidak lebih dari 3 L cairan infus+oksitosin
Yang Harus Diperhatikan dan Kontraindikasi
Jangan diberikan dalam bolus
Tabel 5. Pemakaian Misoprostol pada Manajemen Perdarahan Postpartum
Dosis Maksimum dan RuteRectal = dosis singel 1000 mcgOral = dosis singel 600 mcgSublingual = dosis singel 800 mcg
Dosis Lanjutan Belum diketahui
17
Yang Harus Diperhatikan dan Kontraindikasi
(-)
e. Terapi Pembedahan
- Laparatomi
Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel) adalah
tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk
memudahkan mengeksplorasi uterus dan jaringan sekitarnya untuk
mencari tempat ruptur uteri ataupun hematoma. Reparasi tergantung tebal
tipisnya ruptur. Pastikan reparasi benar-benar menghentikan perdarahan
dan tidak ada perdarahan dalam karena hanya akan menyebabkan
perdarahan keluar lewat vagina. Pemasangan drainase apabila perlu.
Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intak dan tidak ada
perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi bimanual disertai pemberian
uterotonica.7
- Ligasi arteri
Ligasi arteri uterine
Prosedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang
berasal dari uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang
mengalir ke uterus. Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan
kesuburan.
Ligasi arteri ovarii
Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikan
Ligasi arteri iliaca interna
Efektif mengurangi perdarahan yany bersumber dari semua traktus
genetalia dengan mengurangi tekanan darah dan circulasi darah
sekitar pelvis. Apabila tidak berhasil menghentikan perdarahan,
pilihan berikutnya adalah histerektomi.7
18
Gambar 11. Ligasi Arteri Uterina
- Histerektomi
Merupakan tindakan curative dalam menghentikan perdarahan yang
berasal dari uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus
ini walaupun subtotal histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini
disebabkan subtotal histerektomi tidak begitu efektif menghentikan
perdarahan apabila berasal dari segmen bawah rahim, servix,fornix
vagina.6
19
BAB III
KESIMPULAN
Perdarahan postpartum sering bersifat akut, dramatik, underestimated dan
merupakan sebab utama kematian maternal. Pendekatan resiko diperlukan untuk
mengantisipasi kemungkinan kejadiannya. Penanganan perdarahan postpartum
ditujukan pada 3 hal yakni pencegahan, penghentian perdarahan dan mengatasi
syok. Penanganan aktif kala III persalinan merupakan tindakan preventif yang
harus diterapkan pada setiap persalinan. Oksitosin dan metilergonovin merupakan
obat lini pertama baik dalam upaya pencegahan maupun pengobatan. Misoprostol
dengan dosis 600- 1000 μg dapat dipakai bila obat lini pertama gagal. Restorasi
cairan melalui dua jalur infus dengan venokateter ukuran besar adalah tindakan
pertama mengatasi syok hemoragik. Larutan kristaloid sebanyak 3 kali estimasi
jumlah darah yang hilang dapat mempertahankan perfusi jaringan. Dalam keadaan
yang sangat mendesak (perdarahan mencapai 40% volume darah) dan masih
berlangsung pemberian darah yang sesuai tanpa crossmatching adalah tindakan
live safing yang dapat dibenarkan. Tindakan bedah dilakukan bila usaha
menhentikan perdarahan secara medis tdak berhasil. Tindakan tersebut adalah
kompresi bimanual, tamponade, jahitan B Lynche, histerektomi dan tamponade
intraabdominal.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, H. 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.
2. Cunningham F G, Gant NF. 2011. Williams Obstetri. Volume 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
3. Chandra PK. 2013. Perdarahan Postpartum. Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti: Jakarta.
4. Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetris. Edisi Kedua. EGC: Jakarta.
5. Mansjoer, A, et al. 2002. Kapita Selekta Kedokteran: Perdarahan Pasca
Persalinan. Edisi ke tiga. Media Aesculapius FKUI: Jakarta.
6. The International Federation of Gynecology and Obstetrics. Prevention and
Treatment of Postpartum Hemorrhage in Low Resourse Settings. FIGO
Guidelines. International Journal Gynecology and Obstetrics 2012; 117:
108-118
7. World Health Organization. 2012. WHO recommendations for the preventiom
and treatment of postpartum haemorrhage. WHO Guidelines.
8. United Stated Agency International Development. Fact Sheets: Uterotonic
Drugs for the Prevention and Treatment of Postpartum Hemorhage.
Prevention of Postpartum Hemorrhage Initiative 2008: 1-10
21