REFERAT Hemoroid
-
Upload
drfadli-robby-amsriza -
Category
Documents
-
view
8.313 -
download
144
description
Transcript of REFERAT Hemoroid
1
REFERAT
HEMORRHOID
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik Stase
Ilmu Bedah Rumah Sakit panembahan senopati bantul
Disusun Oleh :
Fadli Robby
2004 031 0084
Dokter Pembimbing :
dr. Gunawan S, Sp. B
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2006
2
BAB I
PENDAHULUAN
Hemoroid merupakan salah satu penyakit yang paling
sering dijumpai. Sulit untuk memperoleh angka insidensi dari penyakit ini.
Tapi pengalaman klinik menyokong dugaan bahwa sangat banyak orang,
baik laki-laki maupun perempuan, yang menderita hemoroid. Bahkan yang
lebih banyak lagi menderita hemoroid dalam bentuk tanpa gejala atau
keluhan. Dikatakan bahwa baik pria maupun wanita mempunyai peluang
yang sama untuk terkena hemoroid. Semua orang di atas 30 tahun
mempunyai kemungkinan 30 – 50 % untuk mendapat varises ditungkai,
pleksus hemoroidalis maupun di tempat-tempat lain (Dudley).
Insidensi Hemoroid meningkat dengan bertambahnya usia.
Mungkin sekurang-kurangnya 50 % orang yang berusia lebih dari 50
tahun menderita hemoroid dalam berbagai derajat. Namun demikian, tidak
berarti penyakit ini hanya diderita oleh orang tua saja. Hemoroid dapat
mengenai segala usia, bahkan kadang-kadang dapat dijumpai pada anak
kecil. Walaupun hemoroid tidak mengancam keselamatan jiwa tetapi
dapat menyebabkan perasaan yang tidak nyaman. Hanya apabila hemoroid
ini menyebabkan keluhan atau penyulit, maka diperlukan tindakan.
3
A. Tujuan Penulisan
Tujuan dilakukan pembuatan referat ini adalah sebagai salah satu
syarat untuk menempuh ujian akhir stase Bedah di RSUD Panembahan
Senopati Bantul.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Hemoroid adalah pelebaran vena-vena di dalam pleksus
hemoroidalis. Patologi keadaan ini dapat bermacam-macam, yaitu
trombosis, ruptur, radang, ulserasi, dan nekrosis (Manjoer).
Umumnya istilah hemoroid dianggap sinonim dari piles,
dan istilah tersebut dapat saling mengantikan. Namun secara etimologis
kedua istilah tersebut memiliki pengertian istilah yang sangat berbeda.
Istilah hemoroid berasal dari kata Yunani Haimorrhoides yang berarti
perdarahan (haema = darah, rhoos = aliran), sesuai dengan gejala yang
paling menonjol pada kebanyakan kasus. Tapi istilah ini tidak dapat secara
tepat digunakan untuk semua kasus, karena terdapat juga hemoroid yang
tidak pernah memberikan gejala perdarahan. Istilah piles berasal dari kata
latin pile, yang berarti bola, sesuai dengan kenyataan bahwa semua kasus
hemoroid menimbulkan gejala pembengkakan atau terdapatnya benjolan
dalam berbagai ukuran, meskipun kadang-kadang benjolan tersebut tidak
tampak dari luar (Anonim).
B. ANATOMI REKTUM dan ANUS.
Rektum bermula dari rectosigmoid junction yang biasanya
terletak setinggi vertebra sacral III. Dari tempat ini rectum terus kebawah,
5
mengikuti lengkung sacrokoksigeal, melewati pelvic-floor yang dibentuk
oleh otot levator ani, dan kemudian berlanjut sebagai canalis anal. Garis
batas atau pertemuan antara rectum dengan kanalis anal dinamakan linea
dentata. Linea dentata selain merupakan garis yang menunjukan akhir dari
rectum, juga merupakan suatu garis tempat terjadinya perubahan dari tipe
sel yang melapisi saluran pencernaan. Rectum di atas linea dentata dilapisi
oleh membrana mukosa sedangkan kanalis anal dilapisi oleh kulit yang
mengalami modifikasi. Rektum terdiri atas 4 lapisan: serosa (peritoneum),
muskuler, submukosa, dan mukosa. Penyangga yang penting dari rektum
adalah mesosigmoid, mesorectum, ligamentum laterale rectum, dan otot
levator ani (Sobiston).
Anus adalah lubang yang merupakan lubang keluar dari
kanalis anal. Anus berbentuk oval dengan diameter panjangnya mengarah
antero posterior dan terletak pada garis tengah dari perineum, pada suatu
tempat yang dinamai anal triangle, yang terletak antara perineal body di
depan dan os cocygeus di belakang.
Vaskularisasi rectum dan kanalis anal sebagian besar
diperoleh melalui arteri hemoroidalis superior, media, dan inferior. Arteri
hemoroidalis superior merupakan kelanjutan akhir arteri mesentrika
inferior. Arteri hemoroidalis media merupakan cabang ke anterior dari
arteri hipogastrika. Arteri hemoroidalis inferior dicabangkan oleh arteri
pudenda interna yang merupakan cabang dari arteri iliaca interna, ketika
arteri tersebut melewati bagian atas spina ischiadica.
6
Gambar 1: Aliran vena
Sedangkan vena-vena dari kanalis anal dan rectum
mengikuti perjalanan yang sesuai dengan perjalanan arteri. Vena-vena ini
berasal dari 2 pleksus yaitu pleksus hemoroidalis superior (interna) yang
terletak di submukosa di atas anorectal junction, dan pleksus hemoroidalis
inferior (eksterna) yang terletak di bawah anorectal junction dan di luar
lapisan otot.
Persarafan rectum terdiri atas sistim simpatik dan
parasimpatik. Serabut simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior
dan dari system parasacral yang terbentuk dari ganglion simpatis lumbal
ruas kedua, ketiga, dan keempat. Persarafan parasimpatik (nervi erigentes)
berasal dari saraf sacral kedua, ketiga, dan keempat.
7
C. FISIOLOGI REKTUM dan ANUS
Fungsi utama dari rektum dan kanalis anal ialah untuk
mengeluarkan massa feses yang terbentuk di tempat yang lebih tinggi dan
melakukan hal tersebut dengan cara yang terkontrol. Rectum dan kanalis
anal tidak begitu berperan dalam proses pencernaan, selain hanya dapat
menyerap sedikit cairan. Selain itu, sel-sel Goblet mukosa mengeluarkan
mucus yang berfungsi sebagai pelicin keluarnya massa feses.
Pada hampir setiap waktu rektum tidak berisi feses. Hal ini
sebagian diakibatkan adanya otot sfincter yang tidak begitu kuat yang
terdapat pada rectosigmoid junction kira-kira 20 cm dari anus.
Terdapatnya lekukan tajam dari tempat ini juga memberi tambahan
penghalang masuknya feses ke rektum. Akan tetapi, bila suatu gerakan
usus mendorong feses ke arah rektum, secara normal hasrat untuk defekasi
akan timbul, yang ditimbulkan oleh reflek kontraksi dari rektum dan
relaksasi dari otot sfincter. Feses tidak keluar secara terus menerus dan
sedikit demi sedikit dari anus berkat adanya kontraksi tonik otot sfincter
ani interna dan eksterna.
D. KLASIFIKASI
Hemoroid diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu: hemoroid
interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid interna terletak di sebelah atas
linea dentata, pada bagian yang dilapisi oleh epitel sel kolumner. Secara
klinis hemoroid interna dibagi atas 4 derajat:
8
1. Hemoroid interna derajat I. Ini merupakan hemoroid stadium awal.
Hemoroid hanya berupa benjolan kecil di dalam kanalis anal pada
saat vena-vena mengalami distensi ketika defekasi.
2. Hemoroid interna derajat II. Hemoroid berupa benjolan yang lebih
besar, yang tidak hanya menonjol ke dalam kanalis anal, tapi juga
turun kearah lubang anus. Benjolan ini muncul keluar ketika
penderita mengejan, tapi secara spontan masuk kembali kedalam
kanalis anal bila proses defekasi telah selesai.
3. Hemoroid interna derajat III. Benjolan hemoroid tidak dapat
masuk kembali secara spontan. Benjolan baru masuk kembali
setelah dikembalikan dengan tangan ke dalam anus.
4. Hemoroid interna derajat IV. Hemoroid yang telah berlangsung
sangat lama dengan bagian yang tertutup kulit cukup luas,
sehingga tidak dapat dikembalikan dengan baik ke dalam kanalis
anal.
Tabel 1: Pembagian derajat hemoroid interna.
Hemoroid Interna
Derajat Berdarah Menonjol Reposisi
I + - -
II (+) + spontan
III (+) + manual
IV (+) tetap tidak dapat
9
Gambar 2: Hemoroid interna dn Hemoroid interna.
Sedangkan hemoroid eksterna terletak di sebelah bawah
linea dentata, pada bagian yang dilapisi oleh kulit. Hemoroid eksterna
diklasifikasikan sebagai akut dan kronik.
1. Hemoroid eksterna akut. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat
kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma,
walaupun disebut sebagai hemoroid trombosis eksterna akut.
Bentuk ini sering sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf
pada kulit merupakan reseptor nyeri.
10
2. Hemoroid eksterna kronik. Disebut juga skin tag itu berupa satu
atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung
dan sedikit pembuluh darah.
E. ETIOLOGI
Penyebab pelebaran pleksus hemoroidalis dibagi menjadi 2,
yaitu: Hemoroid akibat obstruksi organik pada aliran vena hemoroidalis
superior. Contohnya: sirosis hepatis, trombosis vena porta, tumor intra
abdomen (tumor ovarium, tumor rectum).
Hemoroid idiopatik tanpa obstruksi organik aliran vena. Faktor-faktor
yang mungkin berperan adalah keturunan/ herediter (dalam hal ini yang
menurun adalah kelemahan dinding pembuluh darah dan bukan
hemoroidnya), anatomi (vena di daerah mesenterium tidak mempunyai
katup sehingga darah mudah kembali, menyebabkan meningkatnya
tekanan di pleksus hemoroidalis), pekerjaan (orang yang pekerjaannya
banyak berdiri karena gaya gravitasi akan mempengaruhi timbulnya
hemoroid, misalnya polisi lalu lintas, ahli bedah), tekanan intra abdomen
yang meningkat secara kronis (misal: mengedan, batuk kronis).
Pada seorang wanita hamil terdapat 3 faktor yang mempengaruhi
timbulnya hemoroid, yaitu: adanya tumor intraabdomen, kelemahan
pembuluh darah sewaktu hamil akibat pengaruh perubahan hormonal,
mengedan waktu partus.
11
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari hemoroid dapat berupa:
1. Perdarahan pada waktu defekasi merupakan gejala utama. Ciri
khas adanya darah segar pada kertas toilet, feses, atau air dalam
toilet. Darah dapat menetes keluar dari anus beberapa saat sesudah
defekasi.
2. Prolapsus suatu massa pada waktu defekasi merupakan gejala
utama yamg kedua. Massa ini mula-mula dapat kembali lagi secara
spontan sesudah defekasi, tetapi kemudian harus dimasukkan
secara manual dan akhirnya tak dapat dimasukkan lagi.
3. Pengeluaran lendir dialami oleh beberapa pasien yang menderita
hemoroid yang prolapsus.
4. Iritasi dari kulit perianal yang disebabkan lembab dan basahnya
daerah itu oleh discharge hampir selalu menyertai hemoroid derajat
III yang besar.
5. Gejala-gejala anemi sekunder penting untuk diingat sebagai akibat
dari perdarahan hemoroid interna. Gejala-gejala itu dapat berupa
sesak nafas bila bekerja, pusing bila berdiri, lemah, pucat.
G. DIAGNOSIS
Diagnosis dari hemoroid dapat ditegakkan dari hasil
pemeriksaan:
1. Inspeksi
12
Hemoroid derajat I biasanya tidak menyebabkan suatu kelainan di
regio anal yang dapat dideteksi dengan inspeksi saja. Pada
hemoroid derajat II tidak terdapat benjolan mukosa yang keluar
melalui anus, akan tetapi bagian hemoroid yang tertutup kulit dapat
kelihatan sebagai pembengkakan yang jelas di 3 posisi utama,
terutama sekali pada posisi anterior kanan. Hemoroid derajat III
dan IV yang besar akan segera dapat dikenali dengan adanya
massa yang menonjol dari lobang anus yang bagian luarnya
ditutupi kulit dan bagian dalamnya oleh mukosa yang berwarna
keunguan atau merah.
2. Palpasi
Hemoroid interna pada stadium-stadium awalnya merupakan
pelebaran vena yang lunak dan mudah kolaps sehingga tidak dapat
dideteksi dengan palpasi. Hanya setelah hemoroid berlangsung
beberapa lama dan telah prolaps, sehingga jaringan ikat mukosa
mengalami fibrosis, hemoroid dapat diraba. Hemoroid interna
tersebut dapat diraba sebagai lipatan longitudinal yang lunak ketika
jari tangan meraba sekitar rektum bagian bawah.
Sebenarnya ada tiga pokok keluarnya vena yang kemudian
berkelok-kelok dan seringkali semua tampak bersatu, sehingga ada
istilah hemoroid sirkuler. Ketiga tempat tersebut disebut “primary
piles/ sites of Morgan” dan berada pada jam 3, 7, dan 11.
3. Anoskopi
13
Diperlukan untuk menilai hemoroid interna yang tidak menonjol
keluar.
4. Proktosigmoidoskopi
Diperlukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan
oleh proses radang atau proses keganasan ditingkat tinggi.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi dari hemoroid yang paling sering adalah
perdarahan, trombosis, dan strangulasi. Hemoroid yang mengalami
strangulasi adalah hemoroid yang mengalami prolapsus dimana suplai
darah dihalangi oleh sfingter ani. Keadaan trombosis dapat menyebabkan
nyeri yang hebat dan dapat menyebabkan nekrosis mukosa dan kulit yang
menutupinya (Dardjat).
I. DIAGNOSIS BANDING
Perdarahan rektum yang merupakan manifestasi utama
hemoroid interna juga terjadi pada karsinoma kolorektum, penyakit
divertikel, polip, colitis ulserosa.
J. TERAPI
Pada dasarnya tujuan terapi hemoroid bukan untuk
menghilangkan pleksus hemoroidal tetapi untuk menghilangkan keluhan.
Pada prinsipnya terapi hemoroid terdiri atas 2 macam, yaitu:
14
1. Non Operatif.
a. Diet tinggi serat untuk melancarkan buang air besar.
Kebanyakan pasien hemoroid derajat I dan II dapat
ditolong dengan tindakan lokal yang sederhana disertai
nasehat tentang makanan. Makanan sebaiknya terdiri atas
makanan berserat tinggi. Makanan ini membuat gumpalan
isi usus besar, namun lunak, sehingga mempermudah
defekasi dan mengurangi keharusan mengedan secara
berlebihan. Hemoroid interna yang mengalami prolaps oleh
karena udem umumnya dapat dimasukkan kembali secara
perlahan disusul dengan istirahat baring dan kompres lokal
untuk mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan
cairan hangat dapat meringankan nyeri.
b. Skleroterapi.
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang
merangsang, misalnya 5% fenol dalam minyak nabati.
Penyuntikan diberikan ke submukosa didalam jaringan
areolar yang longgar dibawah hemoroid interna dengan
tujuan menimbulkan peradangan steril yang kemudian
menjadi fibrotik dan meninggalkan parut. Terapi suntikan
bahan sklerotik bersama dengan nasehat tentang makanan
merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid interna
derajat I dan II.
15
c. Ligasi dengan gelang karet.
Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat
ditangani dengan ligasi gelang karet menurut Barron.
Dengan bantuan anoskopi, mukosa diatas hemoroid yang
menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap kedalam tabung
ligator khusus. Gelang karet didorong dari ligator dan
ditempatkan secara rapat disekeliling mukosa pleksus
hemoroidalis tersebut. Nekrosis karena iskemia terjadi
dalam beberapa hari. Mukosa bersama karet akan lepas
sendiri. Fibrosis dan parut akan terjadi pada pangkal
hemoroid tersebut. Pada satu kali terapi hanya diikat satu
kompleks hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan
dalam jarak waktu dua sampai empat minggu.
Penyulit utama dari ligasi ini ialah timbulnya nyeri karena
terkenanya garis mukokutan. Untuk menghindari ini maka
gelang tersebut ditempatkan cukup jauh dari garis
mukokutan. Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan oleh
infeksi. Perdarahan dapat terjadi pada waktu hemoroid
mengalami nekrosis , biasanya setelah tujuh sampai
sepuluh hari.
16
2. Operatif, yaitu hemoroidektomi.
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan
menahun dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi
bedah juga dapat dilakukan pada penderita dengan perdarahan
berulang dan anemia yang tidak sembuh dengan cara terapi lainya
yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV yang
mengalami trombisis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera
dengan hemoroidektomi.
Ada 2 prinsip dalam melakukan hemoroidektomi, yaitu:
1. Pengangkatan pleksus dan mukosa.
2. Pengangkatan pleksus tanpa mukosa.
Teknik pengangkatan dapat dilakukan menurut 4 metoda:
1. Metoda Langen-beck (eksisi + jahitan primer radier)
Semua sayatan di tempat keluar varises harus sejajar dengan
sumbu memanjang dari rektum. Keuntungannya berapa banyak
varisespun dapat diangkat. Bila, sayatan ini kemudian dijahit tidak
menimbulkan stenosis. Umumnya dengan metoda ini mukosa turut
diangkat bersama varises. Kelihatannya lebih kasar, tetapi
penyembuhannya lebih baik. Waktu untuk mengerjakan metoda
ini kira-kira 15 menit.
2. Metoda White-head (eksisi + jahitan primer longitudinal).
Sayatan dilakukan sirkuler, sedikit jauh dari varises yang
menonjol. Keuntungannya setelah varises diangkat mukosa
17
dikembalikan ke tempatnya sehingga hasil operasi kelihatan rapi.
Tetapi dengan metoda ini bahaya striktur lebih besar, sehingga
sebelum menjadi sempit sekali harus selalu dilakukan dilatasi
dengan “bougie”. Cara lain adalah hemoroid dilepaskan tetapi
mukosa tidak dibuang (eksisi dan ligasi). Dengan demikian bahaya
striktur dapat dihindari.
3. Metoda Morgan-Milligan.
Dengan metoda ini semua “primary piles” diangkat, sehingga tidak
timbul residif.
4.Teknik Ferguson
Berkembang di Amerika Serikat oleh Dr. Ferguson pada
tahun 1952. Ini merupakan modifikasi dari tehnik Milligan-
Morgan, dengan jalan insisi tertutup total atau sebagian
dengan jahitan running absorbable.
Penarikan kembali digunakan untuk membuka jaringan
hemoroidal, yang mana lebih dari menghilangkan dengan
pembedahan. Jaringan yang tersisa adalah jahitan atau efek
koagulasi dari pembedahan. Caranya benjolan hemoroid
ditampakkan melalui anoskopi kemudian dilakukan eksisi dan
18
ligasi pada posisi anatomik hemoroid tersebut. Metode ini sering
digunakan di Amerika Serikat
5. Bedah beku
Hemoroid dapat pula dibekukan dengan pendinginan pada suhu
yang rendah sekali. Bedah beku atau bedah krio ini tidak dipakai
secara luas oleh karena mukosa yang nekrotik sukar ditentukan
luasnya.
Dalam melakukan operasi diperlukan narkose yang dalam karena
sfingter ani harus benar-benar lumpuh. Pada orang-orang tua,
penderita tuberculosis dan penyakit saluran pernafasan lainnya,
dapat dipakai anastesi lumbal, dimana orangnya tetap sadar tetapi
relaksasi sfingter baik.
Hemoroid derajat I dan II dapat diobati dengan terapi non-
operatif, tetapi bila sudah mencapai derajat III dan IV hemoroid
tidak akan sembuh dengan terapi non-operatif. Hal ini dikarenakan
hemoroid yang telah mati tetap bisa keluar akibat adanya terombus
di situ. Akibatnya hemoroid tidak mengalami perubahan apa-apa.
Bila seseorang datang dengan hemoroid derajat IV tidak
boleh segera dilakukan operasi. Harus diusahakan agar menjadi
derajat III terlebih dahulu dengan cara: Setiap 2 hari sekali
penderita duduk berendam dalam larutan PK 1/10.000 selama 15
menit. Kemudian dikompres dengan larutan garam hipertonik
sehingga edema akan hilang dan semua kotoran terserap keluar.
19
Biasanya setelah 2 minggu benjolan yang keluar itu
mengeriput/kempes hingga dapat dimasukkan/didorong kembali
(ini derajat III). Bila telah berada pada derajat III, baru dilakukan
hemoroidektomi.
Perlu diperhatikan bahwa pada hemoroidektoni selalu
terjadi infeksi dan edema pada luka bekas sayatan, yang akhirnya
menimbulkan fibrosis. Ini terjadi karena dalam traktus gastro-
intestinal banyak kumannya. Tidak dibutuhkan imunisasi tetanus,
karena meskipun banyak kuman, traksus gastro-intestinal bukan
port d’entre kuman tetanus.
20
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. What Are Hemorrhoids. http://www.hemorrhoid.net/
hemorrhoids. php
Anonim. Hemorrhoid. http://en.wikipedia.org/wiki/Hemorrhoid
Dardjat, M.N., Achijat, A.K., 1987, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Khusus,
Aksara Medisina, Jakarta.
Dudley. H. A. F, 1992, Hamilton Bailey: Ilmu Bedah Gawat Daruarat,
Edisi XI, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Manjoer Arief, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 2, Media
Aesculapius, Jakarta.
Sabiston, 1994, Buku Ajar Bedah, Bagian II, EGC, Jakarta.
Sobiston, 1997, Atlas Bedah Umum, Binarupa Aksara, Jakarta.
Schrock, R, Theodore, M.D, 1993, Ilmu Bedah, Edisi VII, EGC, Jakarta.
Schwartz Seymour, I, M.D, 1989, Principles of Surgery, Fifth Edition,
Jilid II, Mc. Graw Hill International Book Company,
Singapore.
Sjamsuhidajat. R, Wim De Jong, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC,
Jakarta.
Sylvia A. Price dan Lorraine M. Willson, 1995, Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi IV, EGC, Jakarta.