Referat Forensik - Akreditasi Rumah Sakit.docx
-
Upload
loraine-harinda -
Category
Documents
-
view
175 -
download
3
description
Transcript of Referat Forensik - Akreditasi Rumah Sakit.docx
REFERAT ILMU KEDOKTERANFORENSIK DAN STUDI MEDIKOLEGAL
Akreditasi Rumah SakitDitujukan untuk memenuhi syarat menempuh ujian Kepaniteraan di bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Studi Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
Disusun oleh:1. I Made Raditya NIM 0561050012 FK UKI2. Mega Carkaninba S. NIM 0661050089 FK UKI3. Atrika Desi Suryoputri NIM 22010111200042 FK UNDIP 4. Bonaventura Adhi Yogiswara NIM 22010111200046 FK UNDIP5. Hasri Nopianto NIM 22010112210025 FK UNDIP6. Loraine Harinda NIM 22010112210030 FK UNDIP7. Patricia Vanessa Antolis NIM 22010112210038 FK UNDIP8. Putri Pratama NIM 22010112210040 FK UNDIP
Dosen Pengujidr. Santoso, Sp.F
Residen Pembimbingdr. Theza E.A. Pellondo’u
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN STUDI MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONOGORORSUP DR. KARIADI SEMARANG
PERIODE 1 APRIL - 27 APRIL 2013
i
LEMBAR PENGESAHAN
Telah disetujui oleh dosen penguji, referat dari:
No Nama NIM Asal Universitas1. Mega Carkaninba S. 0661050089 FK UKI2. I Made Raditya 0561050012 FK UKI3. Atrika Desi Suryoputri 22010111200042 FK UNDIP 4. Bonaventura Adhi Yogiswara 22010111200046 FK UNDIP5. Hasri Nopianto 22010112210025 FK UNDIP6. Loraine Harinda 22010112210030 FK UNDIP7. Patricia Vanessa Antolis 22010112210038 FK UNDIP8. Putri Pratama 22010112210040 FK UNDIP
Fakultas : Kedokteran Umum
Bagian : Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal
Dosen Penguji : dr. Santoso, Sp.F
Residen Pembimbing : dr. Theza E.A. Pellondo’u
Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
Semarang, 15 April 2013
Dosen Penguji, Residen Pembimbing
dr. Santoso, Sp.F dr. Theza E.A. Pellondo’u
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang
berjudul “ Akreditasi Rumah Sakit ”. Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam
mengikuti program Profesi dokter di bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Diponogoro Semarang. Pada penulisan dan penyusunan referat
ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung, untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr.Santoso,Sp.F selaku dosen penguji
2. dr.Theza E.A. Pellondo’u selaku residen pembimbing
Penulis sadar bahwa dalam tugas ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu
penulis berharap agar para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun dalam
perbaikan referat ini.
Penulis berharap agar referat ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan bagi pihak yang memerlukan khususnya bagi Penulis sendiri.
Semarang, 15 April 2013
Penulis
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................................2
KATA PENGANTAR..................................................................................................................3
DAFTAR ISI.................................................................................................................................4
BAB I. PENDAHULUAN..........................................................................................................5
1. Latar Belakang.......................................................................................................................1
2. Tujuan
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................ 4
2.1. Pengertian Akreditasi Rumah Sakit.......................................................................................4
2.2. Dasar Hukum Akreditasi Rumah Sakit.................................................................................5
2.3. Tujuan Akreditasi Rumah Sakit............................................................................................5
2.4. Tahapan Akreditasi Rumah Sakit.........................................................................................6
2.5. Penyelenggaraan Akreditasi Rumah Sakit............................................................................7
2.6. Komisi Akreditasi Rumah Sakit...........................................................................................10
2.7. Instrumen Pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit..................................................................13
2.8. Tipe Pelayan Rumah Sakit.....................................................................................................15
BAB III KESIMPULAN...............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................18
LAMPIRAN
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kementerian Kesehatan berupaya untuk menjaga mutu layanan melalui kegiatan
akreditasi rumah sakit baik rumah sakit pemerintah maupun swasta. Dasar hukum
pelaksanaan akreditasi rumah sakit adalah UU no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan,
permenkes no. 159 B tahun 1988 yang mengatur tentang akreditasi rumah sakit,
S.K.Menkes no 436/93 tentang berlakunya standar layanan rumah sakit dan layanan medik
dan SK Dirjen YanMedik no. YM.02.03.3.5.2626 tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit
dan Sarana Kesehatan lainnya (KARS).
Berbagai keputusan strategis mengenai peraturan perundang-undangan juga
mengamanatkan bahwa program akreditasi rumah sakit harus dilaksanakan. Hal ini dapat
dilihat dari dua Undang-Undang yaitu UU Nomor 29 tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran dan UU Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Dalam Undang-Undang
Nomor 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran dapat dilihat bahwa semua penyedia
pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan profesi kedokteran harus membenahi
diri. Penyedia pelayanan kesehatan tersebut meliputi Puskesmas, Balai Pengobatan,
Praktek Dokter, Rumah Sakit, dan sebagainya.
Dari beberapa institusi tersebut, Rumah Sakit merupakan institusi yang memiliki
beban yang paling berat mempersiapkan diri dalam menyesuaikan Undang-Undang praktik
kedokteran tersebut . Dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis mengerjakan kegiatan
profesinya paling banyak di Rumah Sakit oleh karena itu di Rumah Sakitlah terdapat
paling banyak kegiatan pembenahan administrasi pelayanan kedokteran. Rumah Sakit
harus melaksanakan perubahan dalam rangka menyesuaikan diri terhadap Undang-Undang
praktik kedokeran tersebut. Mulai mempersiapkan Prosedur Tetap (Standard Operating
Procedure) tiap pelayanan kedokteran, memperbaiki kebijakan persetujuan pelayanan oleh
pasien (informed consent) dan segala sesuatu yang diamanatkan oleh Undang-Undang
tersebut.
v
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Pasal 29 huruf
b menyebutkan bahwa Rumah Sakit wajib memberikan pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit, kemudian pada Pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa
dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara
berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali. Dari kedua Undang-Undang tersebut diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa Akreditasi rumah sakit penting untuk dilakukan dengan alasan
agar mutu/kualitas diintegrasikan dan dibudayakan kedalam sistem pelayanan di Rumah
Sakit.
Sebagai salah satu subsistem dalam pelayanan kesehatan, rumah sakit menjadi
tempat rujukan bagi berbagai unit pelayanan kesehatan dasar. Rumah sakit merupakan
organisasi yang bergerak dalam bidang jasa dengan ciri-ciri padat karya, padat modal,
padat teknologi, padat masalah dan padat umpatan. Sejalan dengan lajunya pembangunan
nasiona maka tuntutan akan mutu pelayanan kesehatan oleh rumah sakit juga semakin
meningkat. Hal ini ditandai dengan berbagai kritikan tentang ketidakpuasan terhadap
pelayanan rumah sakit berbagai upaya termasuk melalui jalur hukum. Oleh karena itu
upaya untuk menjaga dan meningkatkan mutu layanan rumah sakit baik untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat baik internal maupun eksternal rumah sakit perlu dilaksanakan.
1.2 Tujuan
Tujuan dalam penyusunan makalah yang berjudul Akreditasi Nasional Rumah Sakit
adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui definisi akreditasi rumah sakit level nasional
b. Mengetahui tahap pelaksanaan akreditasi rumah sakit level nasional
c. Mengetahui keterkaitan akreditasi dengan pelayanan rumah sakit
vi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Akreditasi Rumah Sakit
Akreditasi menurut ensiklopedi nasional adalah suatu bentuk pengakuan yang
diberikan oleh pemerintah untuk suatu lembaga atau institusi. Pasal satu Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 417 tahun 2011 tentang Komisi Akreditasi Rumah
Sakit menyebutkan bahwa Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan terhadap rumah sakit
yang diberikan oleh lembaga independen yang ditetapkan oleh Menteri, setelah dinilai
bahwa rumah sakit itu memenuhi standar pelayanan rumah sakit yang berlaku. Untuk
sampai kepada pengakuan, rumah sakit melalui suatu proses penilaian yang didasarkan
pada standar nasional perumahsakitan (depkes.1999).
Akreditasi rumah sakit mencakup penilaian terhadap terhadap fisik bangunan,
pelayanan kesehatan, perlengkapan, obat-obatan, ketenagaan dan administrasi. Akreditasi
dilakukan sekurang-kurangnya setiap tiga tahun sekali dan ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan. Penilaian dilakukan berulang dengan interval yang regular diawali dengan
kegiatan kajian mandiri (self assessment) oleh rumah sakit yang dinilai. Survei akreditasi
ini dilakukan oleh badan yang terlegitimasi dan di Indonesia adalah komite akreditasi
rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya (KARS). Sedangkan sertifikasi diberikan oleh
dirjen pelayanan medis depkes RI berdasarkan rekomendasi KARS.
2.2. Dasar Hukum Akreditasi Rumah Sakit
Dasar hukum akreditasi rumah sakit adalah sebagai berikut:
a. UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit Pasal 40
(1) Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi
secara berkala minimal 3 tahun sekali.
(2) Akreditasi Rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu
lembaga independen baik dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan standar
akreditasi yang berlaku.
(3) Lembaga independen sebagaimana dimaksud ayat (2) ditetapkan oleh menteri.
vii
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
b. Permenkes no. 159b/88 tentang rumah sakit, pasal 26 mengatur tentang akreditasi
Rumah Sakit.
c. SK Menkes 436/93 menyatakan berlakunya standard pelayanan Rumah Sakit dan
standard pelayanan medis.
d. SK Dirjen Yanmed No. YM.02.03.3.5.2626 tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit
dan Sarana Kesehatan Lainnya.
2.3. Tujuan Akreditasi Nasional Rumah Sakit
Pada dasarnya tujuan utama akreditasi rumah sakit agar kualitas pelayanan yang
diberikan terintegrasi dan menjadi budaya sistem pelayanan di rumah sakit.
Secara khusus tujuan akreditasi adalah sebagai berikut:
a. Memperoleh gambaran seberapa jauh rumah sakit di Indonesia telah memenuhi
berbagai standard yang ditentukan sehingga mutu pelayanan rumah sakit dapat
dipertanggungjawabkan.
b. Memberikan pengakuan dan penghargaan kepada rumah sakit yang telah mencapai
tingkat pelayanan sesuai dengan standard yang ditetapkan.
c. Memberikan jaminan kepada petugas rumah sakit bahwa semua fasilitas, tenaga dan
lingkungan yang diperlukan tersedia sehingga dapat mendukung upaya penyembuhan
dan pengobatan pasien dengan sebaiknya.
d. Memberikan jaminan dan kepuasan kepada individu, keluarga dan masyarakat
sebagai pelanggan bahwa pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit
diselenggarakan dengan baik.
2.4. Tingkat Pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit
Ada 3 cara pelaksanaan akreditasi yaitu tingkat dasar, tingkat lanjut dan tingkat
lengkap yang disesuaikan dengan kegiatan pelayanan di rumah sakit.
a. Akreditasi Tingkat Dasar
viii
Menilai 5 kegiatan pelayanan di rumah sakit yaitu Administrasi dan
Manajemen, Pelayanan Medis, Pelayanan Keperawatan, Pelayanan Gawat Darurat
dan Rekam Medik.
b. Akreditasi Tingkat Lanjut
Menilai 12 kegiatan pelayanan di rumah sakit yaitu Administrasi dan
Manajemen, Pelayanan Medis, Pelayanan keperawatan, Pelayanan Gawat Darurat,
Rekam Medik, Farmasi, Radiologi, Kamar Operasi, Pengendalian Infeksi, Pelayanan
Resiko tinggi, Laboratorium dan Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan
Bencana.
c. Akreditasi Tingkat Lengkap
Menilai 16 kegiatan pelayanan di rumah sakit yaitu Administrasi dan
Manajemen, Pelayanan Medis, Pelayanan keperawatan, Pelayanan Gawat Darurat,
Rekam Medik, Farmasi, Radiologi, Kamar Operasi, Pengendalian Infeksi, Pelayanan
Resiko tinggi, Laboratorium dan Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan
Bencana ditambah Pelayanan Intensif, Pelayanan Transfusi Darah, Pelayanan
Rehabilitasi Medik dan Pelayanan Gizi.
Rumah sakit boleh memilih akan melaksanakan akreditasi tingkat mana sesuai
dengan kemampuan, kesiapan dan kebutuhan rumah sakit baik pada penilaian
pertama kali atau penilaian ulang setelah akreditasi.
Perlu dipahami bahwa pelaksanaan kegiatan akreditasi rumah sakit sebaiknya
berdasarkan perencanaan rumah sakit dan terjadwal sehingga dapat disesuaikan
dengan jadwal pembinaan di Dinas Kesehatan Provinsi dan KARS.
2.5. Metode Pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit
Survei akreditasi dilaksanakan dalam beberapa tahap yaitu tahap persiapan,
tahap pelaksanaan survei akreditasi dan tahap pascasurvei akreditasi.
a. Tahap persiapan
Kegiatan yang dilaksanakan disini adalah self assessment (kajian mandiri) yang
dilakukan oleh rumah sakit yang akan dinilai menggunakan instrumen survei
akreditasi rumah sakit. Kajian mandiri dilaksanakan oleh tim akreditasi rumah sakit
ix
yang terdiri dari beberapa kelompok kerja, sesuai dengan pelayanan yang akan
dinilai. Misalnya bila rumah sakit memilih untuk akreditasi tingkat dasar maka tim
akreditasi rumah sakit terdiri dari 5 kelompok kerja.
Langkah-langkah persiapan survei akreditasi di rumah sakit adalah sebagai
berikut:
1) Pimpinan, pemilik dan seluruh pegawai sepakat melaksanakan persiapan survei
akreditasi rumah sakit dengan sosialisasi pada setiap kesempatan dengan
menjelaskan kaitan akreditasi dengan mutu pelayanan di rumah sakit
2) Tim akreditasi rumah sakit perlu dibentuk dengan surat keputusan direktur
3) Ubah pola kerja menjadi kerja tim, saling terbuka dan menghargai
4) Sosialisasikan apa yang dimaksud dengan akreditasi dan makna yang
terkandung di dalamnya, kepada seluruh jajaran rumah sakit mulai dari manjer
puncak hingga pelaksana di lapangan termasuk satpam, tukang kebun, juru
masak dan lainnya.
Tim akreditasi rumah sakit terdiri atas kelompok kerja yang sesuai dengan
instrumen kajian mandiri serta mempunyai uraian tugas yang jelas berdasarkan SK
direktur rumah sakit. Tim akreditasi bersifat terbuka, koordinasi sangat diperlukan
dalam tim karena banyak hal menjadi lebih efisien bila dikerjakan secara tim.
Tugas yang dilaksanakan oleh Tim akreditasi diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Membuat rencana kerja dengan koordinasi antar kelompok kerja dan ketua tim
akreditasi
2) Siapkan ruangan yang dapat digunakan untuk bekerja
3) Sosialisasikan pada setiap kesempatan pentingnya akreditasi
4) Melakukan kajian mandiri dengan memberi skor yang sesuai pada kegiatan
pelayanan yang dinilai
5) Mempelajari dan memahami setiap standard an definisi operasional dari setiap
parameter, sistem skoring, data pelengkap yang ada untuk setiap parameter
sebagai cara pembuktian
6) Selalu melakukan cek dan ricek antar kelompok kerja secara proaktif.
x
b. Tahap pelaksanaan survei akreditasi rumah sakit
Pada tahap ini, survei dilaksanakan oleh KARS menggunakan instrumen
akreditasi rumah sakit. Pelaksanaan survei didampingi oleh staf Dinkes Provinsi dari
seksi rujukan bidang pelayanan kesehatan. Hal ini dilakukan supaya Dinkes Provinsi
juga tahu hal apa saja yang menjadi rekomendasi untuk perbaikan pada kegiatan
pascasurvei akreditasi. Hasil penilaian dirangkum untuk diserahkan ke Dirjen
YanMedik Depkes RI sebagai rekomendasi untuk sertifikasi.
c. Tahap pascasurvei akreditasi
Kegiatan pada paska survei akreditasi berupa pembinaan yang bertujuan
mendorong manajemen rumah sakit untuk memantau pelaksanaan rekomendasi hasil
survei, memberikan arahan untuk dapat memenuhi rekomendasi, melakukan evaluasi
terhadap penerapan standar yang berdampak pada peningkatan mutu pelayanan di
rumah sakit serta meningkatkan interaksi antara rumah sakit, Dinkes Provinsi dan
KARS.
Kegiatan pembinaan paska akreditasi dilakukan paling cepat 12 bulan setelah
dilakukan survei akreditasi oleh KARS. Hasil pembinaan dalam bentuk laporan
sebagai umpan balik terhadap upaya rumah sakit untuk memenuhi rekomendasi hasil
survei kepada pimpinan rumah sakit.
2.6. Komisi Akreditasi Rumah Sakit
Komisi Akreditasi Rumah Sakit, yang selanjutnya disingkat KARS adalah lembaga
independen pelaksana akreditasi rumah sakit yang bersifat fungsional, non-struktural, dan
bertanggung jawab kepada Menteri. Komisi ini merupakan badan independen yang
dibentuk berdasarkan surat keputusan Dirjen Pelayanan Medik Depkes RI No.
YM.02.03.3.5.2626 tanggal 8 April 1998. Maka semua hasil penilaian akreditasi rumah
sakit disampaikan ke Dirjen Pelayanan Medik untuk pengeluaran sertifikat status akreditasi
yang dicapai.
KARS mempunyai fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengembangan, pembimbingan
dan pelatihan serta monitoring dan evaluasi dalam bidang akreditasi rumah sakit di
xi
Indonesia, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan perkembangan
akreditasi rumah sakit secara internasional. Masa bakti Komisi Akreditasi Rumah Sakit
adalah 5 tahun untuk pelaksana akreditasi (surveyor).
Tugas pokok dan fungsi KARS adalah:
a. Merumuskan kebijakan dan tata laksana akreditasi rumah sakit
b. Menyusun rencana strategis akreditasi rumah sakit
c. Menyusun peraturan internal KARS
d. Menyusun standar akreditasi
e. Menetapkan status akreditasi rumah sakit
f. Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan pembimbingan serta pengembangan di
bidang akreditasi dan mutu layanan rumah sakit
g. Mengangkat dan memberhentikan tenaga surveyor
h. Membina kerja sama dengan institusi di dalam negeri maupun di luar negeri yang
berkaitan dengan bidang akreditasi dan peningkatan mutu layanan rumah sakit
i. Melakukan sosialisasi dan promosi kegiatan akreditasi
j. Melakukan monitoring dan evaluasi dalam bidang akreditasi rumah sakit
k. Melakukan pencatatan dan pelaporan kegiatan akreditasi rumah sakit.
Surveyor adalah seseorang yang diberi tugas oleh KARS untuk melakukan survei
akreditasi dan bimbingan akreditasi rumah sakit. Surveyor merupakan tenaga yang handal
yang diperoleh melalui rekrutmen dari tenaga yang ada di daerah atau dari pelamar dan
memenuhi persyaratan yang ditentukan KARS serta wajib mengikuti pelatihan surveyor.
Surveyor terbagi menjadi surveyor administasi, surveyor medis dan surveryor
keperawatan dengan tugas pokok dan fungsi (1) membimbing dan memberikan asistensi
pada manajemen rumah sakit agar dapat mencapai standar pelayanan yang ditetapkan serta
(2) mengukur tingkat kepatuhan rumah sakit dalam menerapkan standard dan parameter
akreditasi dengan cara melihat dan mencatat keadaan sebenarnya pada saat survei
dilakukan.
Dalam pelaksanaannya, surveyor administasi memberikan bimbingan dan penilaian
dalam kegiatan pelayanan administasi dan manjemen, rekam medis, farmasi dan K3.
Surveyor medis dalam pelayanan medis, gawat darurat, laboratorium, radiologi dan kamar
xii
operasi. Sedangkan surveyor keperawatan bertanggungjawab dalam pelayanan
keperawatan, perinatal resiko tinggi dan pengendalian infeksi.
Untuk menjaga konsistensi penilaian maka ada program Jaga Mutu Surveyor dengan
membentuk tim etik dan kredensial yang melakukan evaluasi sikap, perilaku dan
kemampuan surveyor setiap tahun sehingga yang tidak memenuhi syarat maka SK
pengangkatan tidak diperpanjang. Disamping itu dilakukan pertemuan surveyor setahun
dua kali sebagai cara untuk menjaga mutu dalam mengikuti perkembangan yang terjadi
dalam perumahsakitan.
KARS dapat bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi, Perhimpunan Rumah
Sakit Seluruh Indonesia dan Komite Akreditasi Nasional dalam melakukan monitoring dan
evaluasi kinerja rumah sakit pascaakreditasi dan untuk membina rumah sakit dalam upaya
meningkatkan mutu layanannya. Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi kinerja
rumah sakit pascaakreditasi, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
mengikutsertakan asosiasi perumahsakitan lainnya.
2.7. Instrumen Pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit
Embrio instrumen survei akreditasi adalah format penilaian penampilan rumah sakit
yang dilaksankan setiap tahun dalam rangka hari kesehatan nasional yang dikembangkan
tahun 1984. Pengembangan dan penyempurnaan indikator penilaian dilakukan berkala
setiap 2 tahun sekali. Format penilaian penampilan rumah sakit ini dikembangkan Dirjen
Pelayanan Medik bersama Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan di
Surabaya dan hingga tahun 1994 menjadi instrumen untuk survei akreditasi. Instrumen
survei akreditasi mengalami perbaikan hingga tahun 2003 sebagai instrumen kajian
mandiri yang digunakan sampai saat ini.
Pelayanan yang dinilai dalam instrumen survei akreditasi mengacu pada SK menkes
pada tahun 1993 tentang standard pelayanan rumah sakit. Pada tahun 1999 dilakukan revisi
sehingga terdiri dari 20 kegiatan pelayanan. Standar pelayanan rumah sakit tersebut
meliputi Administrasi dan Manajemen, Pelayanan Medis, Pelayanan keperawatan,
Pelayanan Gawat Darurat, Rekam Medik, Farmasi, Radiologi, Kamar Operasi,
Pengendalian Infeksi, Pelayanan Resiko tinggi, Laboratorium dan Keselamatan Kerja,
Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana ditambah Pelayanan Intensif, Pelayanan Transfusi
xiii
Darah, Pelayanan Rehabilitasi Medik dan Pelayanan Gizi, Sterilisasi sentral, Pemeliharaan
sarana, Pelayanan Anesteti dan Perpustakaan.
Setiap kegiatan pelayanan mengandung 7 standard yaitu falsafah dan tujuan,
administrasi dan pengelolaan, staf dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan
prosedur, pengembangan staf dan program pendidikan serta evaluasi dan pengendalian
mutu. Setiap standard mempunyai parameter dengan skor 0-5 dan dilengkapi dengan
definisi operasional, cara pembuktian dokumen, observasi dan kepada siapa surveyor
melakukan wawancara.
Dalam perkembangannya, instrumen survei akreditasi pada tingkat lengkap setelah
melalui pembahasan menjadi 16 kegiatan pelayanan saja, karena ada beberapa kegiataan
pelayanan yang dapat digabungkan. Pelayanan perpustakaan dimasukkan di pelayanan
administrasi dan manajemen, pelayanan pemeliharaan sarana dimasukkan juga ke
pelayanan administrasi dan manajemen, pelayanan anesteti dimasukkan dalam pelayanan
kamar operasi.
Berikut adalah salah satu contoh instrumen survei akreditasi bidang pelayanan gawat
darurat.
Pedoman Survei Akreditasi Rumah Sakit
xiv
Pedoman Khusus
Pelayanan Gawat Darurat
Standar 1. Falsafah dan tujuan
Instalasi gawat darurat dapat memberikan pelayanan gawat darurat kepada
masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan, sesuai dengan
standar.
S.1.P.1. Rumah sakit menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam terus
menerus.
Skor
0 = Tidak ada pelayanan gawat darurat.
1 = Ada pelayanan gawat darurat digabungkan
dengan pelayanan lain.
2 = Ada pelayanan gawat darurat, terpisah dari
pelayanan lain, tersedia didalam waktu jam
kerja.
3 = Ada pelayanan gawat darurat, terpisah dari
pelayanan lain, tersedia dalam waktu 24 jam,
ada perawat jaga on site.
4 = Ada pelayanan gawat darurat, terpisah dari
pelayanan lain, tersedia dalam waktu 24 jam,
ada dokter dan perawat jaga on site.
5 = Ada pelayanan gawat darurat, terpisah dari
pelayanan lain, tersedia dalam waktu 24 jam
terus menerus, ada dokter dan perawat jaga
on site, ada dokter konsulen jaga on call, ada
petugas jaga dari pelayanan radiologi dan
laboratorium on site; Petugas mampu
memberikan informasi secara benar.
xv
D.O. = Informasi pelayanan gawat darurat adalah
semua keterangan tentang pelayanan yang
tersedia di unit / instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit.
C.P. =
D = Jadwal jaga, daftar absen, informasi gawat
darurat, laporan jaga harian.
O = Pelaksanaan Pelayanan.
W = Perawat, dokter dan petugas administrasi
yang melaksanakan pelayanan gawat darurat
Sko
r :
Catatan / keterangan :
S.1.P.2. Ada instalasi atau unit gawat darurat yang terpisah secara fungsional dari unit-unit
pelayanan lainnya.
Skor
0 = Tidak ada instalasi/unit gawat darurat dan
tidak ada pelayanan gawat darurat
1 = Tidak ada instalasi/unit gawat darurat; Ada
pelayanan gawat darurat di unit kerja lain
dalam jam kerja.
2 = Tidak ada instalasi/unit gawat darurat; Ada
pelayanan gawat darurat di unit kerja lain
dalam waktu 24 jam.
3 = Ada instalasi/unit gawat darurat terpisah dari
unit kerja lain; Ada pelayanan gawat darurat
diberikan dalam jam kerja.
xvi
4 = Ada instalasi/unit gawat darurat terpisah dari
unit kerja lain; Ada pelayanan gawat darurat
diberikan sesudah jam kerja.
5 = Ada instalasi / unit gawat darurat terpisah
dari unit kerja lain; Ada pelayanan gawat
darurat diberikan selama 24 jam terus
menerus.
D.O
.
= Parameter ini mengukur keberadaan instalasi
atau unit gawat darurat secara organisatorik
dan fisik serta berlangsungnya pelayanan
gawat darurat yang disediakan
C.P. =
D = SK Pembentukan Instalasi / Unit.
O = Pembangunan / ruangan dan alat-alat.
W = Kepala UGD, Dokter dan Perawat UGD.
Skor
:
Catatan / keterangan :
S.1.P.3. Ada kebijakan dan prosedur tentang pasien yang tidak tergolong akut dan gawat
yang datang berobat di instalasi/unit gawat darurat.
Skor
0 = Tidak ada kebijakan dan prosedur.
1 = Ada kebijakan dan prosedur tidak tertulis.
2 = Ada kebijakan dan prosedur tertulis
ditetapkan sendiri di instalasi/unit gawat
xvii
darurat
3 = Ada kebijakan dan prosedur tertulis
ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit tetapi
belum dilaksanakan.
4 = Ada kebijakan dan prosedur tertulis
ditetapkan pimpinan rumah sakit dan sudah
ada pelaksanaannya
5 = Ada kebijakan dan prosedur tertulis
ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit; sudah
ada pelaksanaan disertai adanya evaluasi dan
tindak lanjut.
D.O. = Yang dimuat dalam kebijakan adalah kriteria
pasien akut dan gawat darurat serta
penanganan pasien tidak akut dan tidak gawat
yang datang di Instalasi/Unit Gawat Darurat
diluar jam kerja dan pelaporan dari pasien-
pasien ini. Kebijakan dan prosedur harus
ditetapkan dengan SK pimpinan rumah sakit.
C.P. =
D = SK Penetapan kebijakan, prosedur tertulis.
O = Kegiatan Pelayanan.
W = Kepala Instalasi / Unit Gawat Darurat, perawat dan
dokter Gawat Darurat.
Skor :
Catatan / keterangan :
Standar. 2. Administrasi dan pengelolaan
xviii
Unit gawat darurat harus diatur, dipimpin dan di integrasikan dengan bagian lain dan
instalasi rumah sakit lainnya
S.2.P.l. Instalasi/unit gawat darurat dilengkapi dengan bagan organisasi disertai uraian
tugas, pembagian kewenangan dan mekanisme hubungan kerja dengan unit kerja
lain didalam rumah sakit.
Skor
0 = Tidak ada bagan organisasi.
1 = Ada bagan organisasi lengkap ditetapkan sendiri di
instalasi/unit gawat darurat tanpa uraian tugas, pembagian
kewenangan dan mekanisme hubungan kerja dengan unit
kerja lain.
2 = Ada bagan organisasi lengkap ditetapkan sendiri di
instalasi/unit gawat darurat disertai uraian tugas; tidak ada
pembagian kewenangan dan mekanisme hubungan kerja
dengan unit kerja lain.
3 = Ada bagan organisasi lengkap ditetapkan sendiri di
instalasi/unit gawat darurat disertai uraian tugas dan
pembagian kewenangan; Tidak ada mekanisme hubngan
kerja dengan unit kerja lain.
4 = Ada bagan organisasi lengkap ditetapkan pimpinan rumah
sakit disertai uraian tugas dan pembagian kewenangan; Tidak
ada mekanisme hubungan kerja dengan unit kerja lain.
5 = Ada bagan organisasi lengkap ditetapkan pimpinan rumah
sakit disertai uraian tugas, pembagian kewenangan dan
mekanisme hubungan kerja dengan unit kerja lain.
D.O. = Yang diartikan dengan bagan organisasi lengkap adalah
struktur organisasi instalasi/unit gawat darurat yang terisi
pegawai lengkap yang dibutuhkan sesuai pola ketenagaan
yang ditetapkan. Bagan organisasi harus dilengkap dengan
xix
uraian tugas pegawai, pembagian kewenangan pegawai yang
ada dan prosedur atau mekanisme hubungan kerja dengan
unit kerja lain diluar instalasi/unit gawat darurat.
C.P. =
D = SK Pimpinan Rumah Sakit tentang struktur organisasi
instalasi/unit gawat darurat, penjabaran uraian tugas,
deskripsi kewenangan, hubungan kerja dengan unit kerja lain
didalam rumah sakit.
O = Unit Gawat Darurat, Sekretariat.
W = Pimpinan RS, Petugas UGD.
Skor :
Catatan / keterangan :
S.2.P.2. Ada jadwal jaga harian bagi dokter, perawat, konsulen dan petugas pendukung
lain yang bertugas di instalasi/unit gawat darurat.
Skor
0 = Tidak ada penjadwalan kerja.
1 = Ada jadwal jaga dari perawat dan petugas pendukung.
2 = Ada jadwal jaga dokter, perawat dan petugas pendukung
Tidak ada jadwal jaga dari konsulen .
3 = Ada jadwal jaga dokter, perawat, petugas pendukung dan
konsulen.
4 = Ada jadwal jaga dokter, perawat, petugas pendukung dan
konsulen disertai prosedur kerja.
5 = Ada jadwal jaga dokter, perawat, petugas pendukung dan
konsulen disertai prosedur kerja dan evaluasi terhadap
prosedur yang ada.
xx
D.O. = Yang dimaksud dengan prosedur kerja adalah SPO (standar
prosedur operasi atau Protap) untuk mengatur dan
melaksanakan tugas jaga di instalasi/unit gawat darurat.
Yang dimaksud dengan petugas pendukung adalah pegawai
administrasi, radiologi, laboratorium, teknik, ambulans
Pelaksanaan baik; petugas datang sesuai dengan jadwal jaga
dan tepat waktu (dapat dilihat dari absensi).
Pengaturan jadwal dan tugas jaga ditetapkan dengan SPO.
C.P. =
D = SPO, jadwalnya jaga bulanan, daftar hadir petugas dan
laporan jaga.
O = Pelaksanaan jaga.
W = Petugas jaga.
Skor :
Catatan / keterangan :
S2.P.3. Ada petunjuk dan informasi yang disediakan bagi masyarakat untuk menjamin
adanya kemudahan, kelancaran dan ketertiban dalam memberikan pelayanan di
instalasi/unit gawat darurat.
Skor
0 = Tidak ada petunjuk dan informasi.
1 = Ada petunjuk tidak jelas; informasi tersedia lisan.
2 = Ada petunjuk tidak jelas; informasi tersedia tertulis, tidak
lengkap , tidak ada petugas yang dapat menjelaskannya
dengan benar .
3 = Ada petunjuk tidak jelas; informasi tersedia tertulis,
lengkap, tidak semua petugas dapat menjelaskannya dengan
xxi
benar .
4 = Ada petunjuk jelas; informasi tersedia tertulis, lengkap,
semua petugas dapat menjelaskannya dengan benar.
5 = Ada petunjuk jelas; informasi tersedia tertulis, lengkap,
semua petugas dapat menjelaskannya dengan benar disertai
adanya evaluasi terhadap pelaksanaan pemberian informasi
dan cara-cara menyediakan petunjuk yang jelas.
D.O. = Yang dimaksud petunjuk adalah tanda, rambu atau papan
pemberitahuan yang menunjukkan arah, lokasi dan cara
mencapai unit/ instalasi Gawat Darurat. Adanya petunjuk
ini untuk memudahkan orang yang ingin mencari atau
mencapai lokasi unit/instalasi gawat darurat baik dari luar
maupun dari dalam rumah sakit.
Informasi yang lengkap harus disediakan tertulis dan
memuat penjelasan tentang pelayanan yang tersedia, tarif
untuk pasien, tata tertib dan lain sebagainya yang
dibutuhkan oleh pasien dan keluarganya.
Untuk proses evaluasi agar diadakan angket ke
pasien/keluarganya sebagai umpan balik.
C.P. =
D = Brosur, leaflet.
O = Di unit / instalasi Gawat Darurat, dilokasi yang strategis.
W = Perawat, dokter dan petugas di unit / instalasi Gawat
Darurat.
Skor :
Catatan / keterangan :
xxii
Standar. 3. Staf dan Pimpinan
Instalasi gawat darurat dipimpin oleh dokter yang telah mendapat pelatihan gawat
darurat, dibantu oleh tenaga medis, para medis perawatan, para medis non perawatan dan
tenaga non medis yang terampil
S.3.P.1. Ditetapkan dokter sebagai kepala instalasi/unit gawat darurat yang bertanggung
jawab atas pelayanan di UGD.
Skor
0 = Tidak ada dokter sebagai penanggung jawab.
1 = Ada dokter sebagai penanggung jawab; bekerja paruh waktu.
2 = Ada dokter sebagai penanggung jawab; bekerja purna waktu;
belum ada SK pimpinan rumah sakit.
3 = Ada dokter sebagai penanggung jawab; bekerja purna waktu
dan sudah ada SK pimpinan rumah sakit.
4 = Ada dokter sebagai penanggung jawab; bekerja purna waktu
dan sudah ada SK pimpinan rumah sakit; pernah mengikuti
pelatihan penanggulangan kegawatdaruratan tanpa sertifikat.
5 = Ada dokter sebagai penanggung jawab; bekerja purna waktyu
dan sudah ada SK pimpinan rumah sakit; pernah mengikuti
pelatihan penanggulangan kegawatdaruratan dengan
memperoleh sertifikat.
D.O. = - Dokter Bedah dan Dokter Anestesi dikecualikan dari
pelatihan penanggulangan kegawatdaruratan.
- Yang dimaksud dengan bekerja paruh waktu adalah bahwa
yang bersangkutan mempunyai tugas pokok ditempat lain,
di unit kerja diluar unit/instalasi gawat darurat. Bekerja
purna waktu adalah bekerja secara penuh di unit/instalasi
gawat darurat.
- Yang dimaksud dengan pelatihan penanggulangan
xxiii
kegawatdaruratan adalah pelatihan yang diselenggarakan
oleh kalangan profesi atau Departemen Kesehatan dengan
memberikan sertifikat PPGD atau sejenisnya (ATLS,
ACLS).
C.P. = D: SK pengangkatan, Sertifikat PPGD / ATLS / ACLS.
O: Pelayanan di gawat darurat.
W: Kepala Unit.
D = SK pengangkatan dokter Gawat Darurat, bukti pelatihan yang
diikuti.
O = Unit Gawat Darurat.
W = Dokter Gawat Darurat.
Skor :
Catatan / keterangan :
S.3.P.2. Ditetapkan perawat sebagai penanggung jawab pelayanan keperawatan di
unit/instalasi gawat darurat.
Skor
0 = Tidak ada perawat sebagai penanggung jawab .
1 = Sudah ada perawat sebagai penanggung jawab dan bekerja
paruh waktu.
2 = Sudah ada perawat sebagai penanggung jawab dan bekerja
purna waktu; belum ada SK pimpinan rumah sakit.
3 = Sudah ada perawat sebagai penanggung jawab dan bekerja
purna waktu; Sudah ada SK pimpinan rumah sakit.
4 = Sudah ada perawat sebagai penanggung jawab dan bekerja
xxiv
purna waktu; Sudah ada SK pimpinan rumah sakit; pernah
mengikuti pelatihan kegawatdaruratan tanpa sertifikat.
5 = Sudah ada perawat sebagai penanggung jawab dan bekerja
purna waktu; Sudah ada SK pimpinan rumah sakit; pernah
mengikuti pelatihan kegawatdaruratan dengan sertifikat.
D.O. = - Periksa DO pada S.3.P.1.
C.P. = D: SK pengangkatan, Sertifikat PPGD.
O: Pelayanan di gawat darurat.
W: Kepala Unit.
Skor :
Catatan / keterangan :
S.3 P.3. Jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga yang tersedia sesuai dengan kebutuhan
pasien.
Skor
0 = Jumlah dan kualifikasi tidak memenuhi kebutuhan
1 = Tersedia tenaga perawat; belum terlatih; belum cukup
jumlahnya.
2 = Tersedia tenaga perawat dan dokter; belum terlatih; belum
cukup jumlahnya.
3 = Tersedia tenaga perawat dan dokter; sudah terlatih; belum
cukup jumlahnya.
4 = Tersedia tenaga perawat, dokter dan konsulen; sudah
terlatih tetapi tidak cukup jumlahnya.
5 = Tersedia tenaga perawat, dokter dan konsulen, cukup
xxv
jumlahnya serta sudah mengikuti pelatihan
penanggulangan kegawatdaruratan; tersedia dokter
konsulen jaga lebih dari 4 jenis spesialisasi.
D.O. = Kecukupan jumlah dan kualifikasi tenaga perawat, dokter
dan konsulen harus ditetapkan melalui penetapan pola
ketenagaan di unit/instlasi gawat darurat. Pola ketenagaan
ini harus ditetapkan dengan SK pimpinan rumah sakit.
Pelatihan penanggulangan kegawatdaruratan harus
dibuktikan dengan sertifikat PPGD, ATLS atau ACLS.
Jenis spesialisasi disesuaikan dengan jenis pelayanan yang
tersedia di Rumah Sakit.
C.P. =
D = Ketetapkan Pola Ketenagaan Unit/Instalasi Gawat Darurat,
SK pengangkatan pegawai UGD, sertifikat/bukti pelatihan,
uraian tugas masing-masing petugas.
O = Instalasi Gawat Darurat, Bagian kepegawaian.
W = Penanggung jawab/Kepala UGD .
Skor :
Catatan / keterangan :
S.3.P.4. Semua dokter dan tenaga keperawatan mampu melakukan teknik pertolongan
hidup dasar (Basic Life Support).
Skor
0 = Tidak pernah ada pelatihan bagi tenaga unit/instalasi gawat
darurat.
xxvi
1 = Ada pelatihan tidak teratur untuk tenaga perawat
2 = Ada pelatihan tidak teratur untuk tenaga dokter
3 = Ada pelatihan tidak teratur untuk sebagian kecil tenaga
dokter dan perawat
4 = Ada pelatihan teratur untuk sebagian besar tenaga dokter
dan perawat
5 = Ada pelatihan teratur untuk semua tenaga dokter dan
perawat
D.O. = - Kemampuan melakukan teknik pertolongan hidup dasar
(Basic Life Support) diperoleh melalui pelatihan-
pelatihan yang harus dilakukan oleh rumah sakit bagi
tenaga staf yang bekerja di unit/instalasi gawat darurat;
- Pelatihan ini bisa diselenggarakan oleh tiap-tiap rumah
sakit sepanjang dapat memenuhi kualifikasi pelatihan
yang tersedia di rumah sakit sesuai dengan kurikulum
yang ada. Pelatihan teratur minimal 1 tahun 1 kali
- Pimpinan rumah sakit dapat menerbitkan surat
keterangan / sertifikat dari tenaga-tenaga yang selesai
menjalani pelatihan.
- Yang dimaksud dengan sebagian kecil adalah kurang 60
% jumlah perawat.
- Diperagakan teknik mengatasi masalah A, B dan C.
C.P. =
D = Daftar pegawai UGD, bukti pelatihan .
O = UGD
W = Pegawai UGD .
Skor :
Catatan / keterangan :
xxvii
S.3.P.5.Informasi tentang pelayanan yang diperlukan sudah dikomunikasikan kepada staf
yang berkepentingan sebelum pasien sampai.
Skor
0 = Tidak ada sistem informasi yang digunakan
1 = Sistem informasi sedang dalam proses penyusunan.
2 = Sistem informasi sudah ditetapkan dengan SK Direktur
akan tetapi belum disosialisasikan.
3 = Sistem informasi sudah ditetapkan dengan SK Direktur
akan tetapi sudah disosialisasikan.
4 = Sistem informasi sudah ditetapkan dengan SK Direktur
akan tetapi sudah disosialisasikan, sistem belum berjalan
lancar.
5 = Sistem informasi sudah ditetapkan dengan SK Direktur
akan tetapi sudah disosialisasikan, sistem sudah berjalan
lancar.
D.O. = Dalam sistem informasi ini yang perlu diatur adalah muatan
informasi yang dibutuhkan, media menyampaikan
informasi yang harus tersedia dan disampaikan.
Muatan informasi berisikan segala sesuatu tentang
kemampuan pelayanan gawat darurat dan pelayanan medis
lainnya untuk menangani pasien gawat darurat yang akan
disampaikan kepada pasien/keluarga yang meminta
informasi, termasuk pelayanan untuk bencana massal
(disaster).
C.P. =
D = Sistem informasi yang ditetapkan : untuk Rutin maupun
xxviii
untuk Bencana massal.
O = Unit Gawat Darurat, Komite Medik.
W = Staf penerima pasien Gawat Darurat, perawat UGD.
Skor :
Catatan / keterangan :
Standar 4. Fasilitas dan Peralatan
Fasilitas yang disediakan harus menjamin efektivitas bagi pelayanan pasien gawat
darurat dalam waktu 24 jam terus menerus.
S.4.P.1 Ada kemudahan bagi kendaraan roda empat dari luar untuk
mencapai lokasi Instalasi/ Unit Gawat Daurat di rumah sakit,
dan kemudahan transportasi pasien dari dan ke UGD dari arah
dalam RS.
Skor :
0 = Tidak ada akses
1 = Ada akses tak langsung
2 = Ada akses langsung, tetapi tidak dapat dicapai dari arah dalam
RS
3 = Ada akses langsung, tetapi sukar dicapai dari arah dalam RS
4 = Ada akses langsung, mudah dicapai dari luar dan dari dalam
tetapi tidak tersedia tempat parkir khusus Ambulance atau
sebaliknya.
5 = Ada akses langsung, mudah dicapai dari luar dan dari dalam
dan ada lahan parkir bagi ambulance.
xxix
D.O : Akses langsung artinya, kendaraan roda empat dapat
sampai ke UGD tanpa hambatan.
Akses tidak langsung artinya, kendaraan roda empat sukar
mencapai UGD.
Tidak ada akses artinya kendaraan roda empat/ambulance
tidak dapat mencapai UGD.
Tidak dapat dicapai dari arah dalam RS artinya tidak ada
hubungan langsung UGD dengan Instalasi/Unit lain RS.
C.P. : D : Denah
W: Pasien, Keluarga, masyarakat, petugas RS
O : Lokasi UGD.
Skor :
Keterangan / catatan :
S.4. P.2 Ada pemisahan tempat pemeriksaan dan tindakan sesuai
dengan kondisi penyakitnya.
Skor :
0 = Tidak ada tempat pemeriksaan dan tindakan khusus
1 = Ada tempat pemeriksaan dan tindakan khusus tetapi bergabung
dengan Unit kerja lain
2 = Ada tempat pemeriksaan dan tindakan khusus tetapi kasus
medical dan bedah digabung
3 = Pemeriksaan dan tindakan untuk kasus medical dan bedah
xxx
terpisah tetapi sebagian ruang lain belum lengkap.
4 = Pemeriksaan dan tindakan untuk kasus medical dan bedah
terpisah belum ada ruangan petugas dan ruang tunggu
keluarga, fungsi belum berjalan baik
5 = Pemeriksaan dan tindakan untuk kasus medical dan bedah
terpisah, ruangan-ruangan lain lengkap, fungsi berjalan baik.
D.O : Ruangan di UGD meliputi :
Tempat triase
Tempat tindakan khusus yaitu resusitasi
Ruang tindakan : a. Medical
b. Bedah
Ruang observasi
Ruang tunggu keluarga
Ruang istirahat petugas
C.P. : D : Denah
O : Ruangan Instalasi/Unit Gawat Darurat
W: --
Skor :
Keterangan / Catatan
S.4. P.3 Pengadaan dan penyediaan peralatan, obat, bahan, cairan infus
dilakukan sesuai dengan standar pada Buku Pedoman Pelayanan
Gawat Darurat.
Skor :
0 = Tidak ada obat dan alat untuk life saving
xxxi
1 = Ada obat, tidak ada alat, atau sebaliknya
2 = Ada obat, ada alat tak lengkap
3 = Ada obat, ada alat cukup
4 = Ada obat, alat lengkap
5 = Ada obat, alat sangat lengkap/sesuai dengan standar
D.O : Obat dan alat sangat lengkap : sesuai dengan standar yang
tercantum dalam buku “Pedoman Pelayanan Gawat Darurat”
dikecualikan 3 jenis alat yang tercantum halaman 22 dibawah
judul Alat dan Obat yang perlu untuk resusitasi
1. Pneumatic Trousers
2. Pace Maker
3. CVP (Central Venous Presure)
Tidak menjadi persyaratan
C.P. : D : Daftar alat dan obat untuk life sving. Prosedur / SPO
pengadaan / penyediaan obat / alat
O : Alat dan obat pelaksanaan pelayanan
W: Petugas
Skor :
Keterangan / catatan :
xxxii
S4. P4 Ada sistem komunikasi untuk menjamin kelancaran hubungan
antara unit gawat darurat dengan :
unit lain di dalam dan di luar runah sakit yang terkait
rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya
pelayanan ambulance
unit pemadam kebakaran
konsulen SMF di UGD
Skor :
0 = Sarana komunikasi sangat minim; tidak ada prosedur.
1 = Sarana komunikasi cukup memadai; tidak ada prosedur.
2 = Sarana komunikasi cukup memadai; ada prosedur tetapi
tidak lengkap.
3 = Sarana komunikasi cukup baik; ada prosedur lengkap.
4 = Sarana komunikasi cukup baik, ada prosedur lengkap tetapi
belum berfungsi baik.
5 = Sarana komunikasi cukup baik, ada prosedur lengkap dan
berfungsi dengan baik.
DO : Sarana komunikasi minim: unit/instalasi gawat darurat tidak
mempunyai telepon intern maupun extern
Sarana komunikasi cukup memadai : unit/instalasi gawat
darurat mempunyai telepon intern dan extern. Hubungan
keluar unit/instalasi gawat darurat melalui telepon sentral
rumah sakit
Sarana komunikasi cukup baik : unit/instalasi gawat darurat
mempunyai telepon intern dan extern. Hubungan keluar
unit/instalasi gawat darurat dapat langsung
Yang dimaksud dengan prosedur adalah standar prosedur
operasi yang harus ditetapkan tertulis oleh pimpinan rumah
sakit
xxxiii
CP : D : Sistem komunikasi, sarana komunikasi, SPO
O : Pelaksanaan
W : Petugas gawat darurat
Skor :
Keterangan / Catatan :
S.4.P.5 Ada ketentuan tentang pemeriksaan, pemeliharaan dan
perbaikan peralatan secara berkala
Skor :
0 = Tidak ada ketentuan
1 = Ada ketentuan tidak tertulis
2 = Ada ketentuan tertulis tetapi tidak lengkap
3 = Ada ketentuan tertulis, lengkap, akan tetapi belum
dilaksanakan
4 = Ada ketentuan tertulis, lengkap, sebagian besar sudah
dilaksanakan
5 = Ada ketentuan tertulis, lengkap, semua sudah dilaksanakan
DO : - Yang dimaksud dengan ketentuan disini adalah Juklak atau
prosedur (SPO) yang mengatur tentang adanya daftar
peralatan yang berada dan digunakan di unit/instalasi
gawat darurat, skedul pemeriksaan/pemeliharaan peralatan,
kalibrasi peralatan, prosedur perbaikannya jika rusak,
xxxiv
penggantian (replacement) peralatan dan petugas yang
diberi tanggung jawab untuk melasanakan ketentuan ini.
- Yang dimaksud dengan “ semua sudah dilaksanakan”
adalah jika semua peralatan sudah menjalani pemeriksaan
dan pemeliharaan secara berkala, dan alat siap pakai.
C.P : D : Daftar perlatan, Juklak/SPO, bukti pemeliharaan
O : lingkungan UGD
W : petugas yang diberi tanggung jawab
Skor :
Keterangan / Catatan :
Standar 5. Kebijakan dan Prosedur
Harus ada kebijakan dan prosedur pelaksanaan tertulis di unit yang selalu ditinjau
dan disempurnakan (bila perlu) dan mudah dilihat oleh seluruh petugas.
S.5. P.1 Ditetapkan kebijakan tentang TRIASE
Skor :
0 = Tidak ada kebijakan
1 = Kebijakan dalam proses penyusunan
2 = Ada kebijakan tetapi belum lengkap dan belum dilaksanakan
3 = Ada kebijakan, sudah lengkap, tetapi belum dilaksanakan
4 = Ada kebijakan, sudah lengkap, dilaksanakan oleh perawat
5 = Ada kebijakan, sudah lengkap, dilaksanakan oleh dokter
xxxv
D.O : TRIASE adalah system :
1. Seleksi terhadap keluhan atau masalah penderita dalam
situasi sehari-hari
2. Seleksi penderita atau korban akibat adanya bencana
Yang dimaksud dengan kebijakan disini adalah ketentuan
tertukis yang ditetapkan pimpinan rumah sakit yang mengatur
tentang pelaksanaan Triase di unit/instalasi gawat darurat,
memuat juga Juklak/SPO
C.P. : D : Kebijakan, SPO, ketentuan tertulis di unit gawat darurat,
pelaksanaan
O : Pelaksanaan TRIASE
W: Petugas Triase.
Skor :
Keterangan / Catatan
S 5. P2 Ditetapkan kebijakan tentang pasien yang perlu dirujuk ke
rumah sakit lain.
Skor:
0 = Tidak ada kebijakan
1 = Kebijakan dalam proses penyusunan
2 = Ada kebijakan tetapi belum lengkap dan belum dilaksanakan
3 = Ada kebijakan, sudah lengkap, tetapi belum dilaksanakan
xxxvi
4 = Ada kebijakan, sudah lengkap, pelaksanaan tidak sesuai
Juklak/SPO
5
=
Ada ketentuan, sudah lengkap, pelaksanakaan sesuai
Juklak/SPO
D.O : Yang dimaksudkan rujukan disini adalah pengiriman
pasien untuk dilakukan pemeriksaan diagnostik/therapy
atau pasien yang dikirim untuk alih rawat
Untuk hal-hal tertentu dalam keadaan tertentu
pemeriksaan spesimen juga dapat dimasukkan kedalam
ketentuan rujukan ini.
Yang dimaksud kebijakan disini adalahg ketentuan
tertulis ketentuan tertulis yang ditetapkan pimpinan
rumah sakit yang mengatur tentang pelaksanaan dari
ketentuan ini, termasuk Juklak/SPO.
C.P : D : Juklak/SPO, laporan berkala, Daftar pasien yang dirujuk
O : Pelaksanaan SPO
W : Dokter dan perawat
Skor :
Keterangan / Catatan:
S 5.P 3 Ditetapkan kebijakan tentang penggunaan obat dan peralatan
untuk life saving.
Skor :
0 = Tidak ada kebijakan
1 = Kebijakan dalam proses penyusunan
xxxvii
2 = Ada kebijakan tetapi belum lengkap dan belum dilaksanakan
3 = Ada kebijakan , sudah lengkap, tetapi belum dilaksanakan
4 = Ada kebijakan, sudah lengkap, pelaksanaan belum sesuai
Juklak/SPO
5 = Ada kebijakan, sudah lengkap, dilaksanakan sesuai
Juklak/SPO
D.O : Yang dimaksud dengan kebijakan disini adalah ketentuan
tertulis yang ditetapkan pimpinan rumah sakit yang
mengatur tentang penggunaan obat dan peralatan life-saving,
termasuk juga Juklak dan SPO
C.P : D : Kebijakan, Juklak/Protap, SK penetapan, pelaksanaan
O : Pelaksanaan protap
W : Petugas
Skor :
Keterangan / Catatan :
S.5. P.4 Ditetapkan kebijakan, program, prosedur penanggulangan
bencana (Disaster Plan) yang mungkin terjadi didalam atau di
luar rumah sakit.
Skor :
0 = Tidak ada program
1 = Program sedang dalam proses penyusunan
2 = Ada program tidak lengkap
3 = Ada program lengkap tetapi belum dilaksanakan latihan
4 = Ada program lengkap, sudah dilaksanakan latihan tetapi belum
xxxviii
baik
5 = Ada progran lengkap dan sudah dilaksanakan latihan dengan
teratur
D.O :
Program harus berisi
Methodologi
Organisasi
Perencanaan SDM
Perencanaan Logistik
Perencanaan Komunikasi
Perencanaan transportasi
Pelaporan
Bencana/disaster yang mungkin terjadi dapat dalam bentuk
a.l. : kebakaran, keracunan massal, gempa bumi dan
kecelakaan massal.
C.P : D : Program, Pelaksanaan Latihan
O : -
W : -
Skor :
Catatan / keterangan :
Standar 6. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan
Instalasi gawat darurat dapat dimanfaatkan untuk pendidikan (in-service training)
dan pendidikan berkelanjutan bagi petugas.
S 6. P 1. Ada program orientasi/pelatihan bagi petugas baru yang bekerja di UGD.
Skor
0 = Tidak ada program pelatihan .
xxxix
1 = Ada semacam orientasi tetapi diberikan secara lisan saja .
2 = Ada orientasi tertulis tetapi dilaksanakan secara terbatas .
3 = Ada orientasi dan pelatihan sudah tertulis tetapi belum ada
penetapan pimpinan RS .
4 = Ada penetapan pimpinan RS, belum pernah dievaluasi .
5 = Ada program orientasi / pelatihan tertulis, sudah ditetapkan
pimpinan, dilaksanakan dengan baik, dievaluasi secara berkala
serta ditindaklanjuti.
D.O. = Program memuat:
1. Pengenalan RS.
2. Pengenalan tugas dan tata laksana di UGD.
C.P. =
D = Program tertulis, laporan pelaksanaan dan hasil evaluasi
tahunan tertulis.
O =
W = Petugas baru di UGD.
Skor :
Catatan / keterangan :
S.6.P2. Setiap tahun ditetapkan program pelatihan dan pengembangan pegawai yang
menyeluruh untuk meningkatkan keterampilan tenaga yang bertugas di UGD.
Program pelatihan dan pengembangan ini telah sesuai dengan kebutuhan
perseorangan dan organisasi.
Skor
xl
0 = Tidak ada program pelatihan dan pengembangan pegawai.
1 = Ada program pelatihan pegawai tetapi dampak dari program
ini tidak diukur.
2 = Ada program pelatihan, dampak terukur, belum ada evaluasi.
3 = Ad 2. Evaluasi dilakukan secara terbatas.
4 = Ad 3. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh, berkala dan
terstruktur.
5 = Ad 4. Ditambah tindak lanjut.
D.O. = Yang dimaksud dengan Program Pelatihan dan Pengembangan
pegawai yang lengkap adalah:
1 = Program ini disusun secra terstruktur, ditetapkan oleh
pimpinan
dan diterapkan secara luas.
2 = Ada sistem yang mengatur cara monitoring serta evaluasi
secara berkala.
3 = Ada sistem yang mengatur tentang tindak lanjut,
penyempurnaan materi pelajaran serta pengukuran
dampak program.
C.P. =
D = Adanya kebijaksanaan, SK, SPO, bukti-bukti evaluasi, laporan
tindak lanjut.
O = Bagian Diklat, Staf Diklat.
W = Staf bagian Diklat RS, salah satu pegawai yang pernah dilatih.
Skor :
Catatan / keterangan :
xli
S.6.P.3. Ditetapkan program pelatihan secara teratur bagi petugas UGD untuk menghadapi
kemungkinan terjadinya berbagai macam bencana (disaster).
Skor
0 = Tidak ada pelatihan .
1 = Ada semacam pelatihan tetapi disampaikan secara lisan
saja.
2 = Ada pelatihan sudah tertulis, hanya beberapa petugas saja
yang sudah mengikuti.
3 = Sudah seluruh pegawai mengikuti pelatihan
penanggulangan bencana, tetapi belum teratur
dilaksanakan.
4 = Sudah teratur dilaksanakan tetapi belum pernah dievaluasi.
5 = Ada pelatihan teratur, meliputi seluruh petugas UGD,
dilaksanakan dengan baik dan dievaluasi secara berkala.
D.O. = Latihan yang dimaksud adalah membiasakan pegawai pada
tindakan-tindakan yang harus dilakukan apabila terjadi
bencana misalnya:
- Latihan menggunakan alat pemadam kebakaran.
- Evakuasi pasien.
- Latihan minimal 1 tahun 1 kali.
C.P. : Program pelatihan, laporan pelaksanaan, evaluasi tahunan.
D = Modul pelatihan (Kerangka acuan), penetapan direktur,
jadwal pelatihan, bukti hadir, evaluasi berkala .
O = UGD
W = Petugas UGD .
Skor :
xlii
Catatan / keterangan :
S.6.P.4. Setiap tahun ditetapkan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan
dalam bidang gawat darurat bagi pegawai rumah sakit dan masyarakat.
Skor
0 = Tidak ada program pelatihan tertulis.
1 = Sedang dalam proses penyusunan.
2 = Ada, tetapi belum lengkap.
3 = Ada, lengkap, belum dilaksanakan.
4 = Ada, lengkap, pelaksanaan belum baik.
5 = Ada program tahunan secara tertulis , untuk pegawai
Rumah Sakit dan masyarakat, dilaksanakan dengan baik,
dievaluasi secara berkala.
D.O. = Cukup jelas.
C.P. :
D = Program tertulis, laporan kegiatan, evaluasi tahunan
program tindak lanjutnya.
O = --
W = Petugas rumah sakit.
Skor :
Catatan / keterangan :
xliii
S.6.P.5. Pelayanan medis di UGD diberikan oleh Dokter Terampil.
Skor
0 = Jumlah dan kualifikasi tenaga dokter belum memenuhi
syarat; Tidak ada program pelatihan dokter terampil.
1 = Jumlah sudah memenuhi syarat akan tetapi kualifikasi
tenaga dokter belum memenuhi syarat; Tidak ada program
pelatihan dokter terampil.
2 = Jumlah dan kualifikasi tenaga dokter belum memenuhi
syarat; Ada program pelatihan dokter terampil.
3 = Jumlah sudah memenuhi syarat akan tetapi kualifikasi
tenaga dokter belum memenuhi syarat; Ada program
pelatihan dokter terampil.
4 = Jumlah dan kualifikasi tenaga dokter sudah memenuhi
syarat; Ada program pelatihan dokter terampil.
5 = Jumlah dan kualifikasi tenaga dokter sudah memenuhi
syarat; Ada program pelatihan dokter terampil, disertai
evaluasi terhadap program latihan dan tindak lanjutnya.
D.O. = Yang dimaksud dengan dokter terampil adalah dokter yang
sudah pernah mengikuti pelatihan PPGD/ATLS/ACLS.
Pelatihan ini harus dibuktikan dengan adanya sertifikat
pelatihan yang masih berlaku. Pelatihan dapat dilaksanakan
dalam bentuk in-house training atau diluar rumah sakit.
Pimpinan rumah sakit harus mendaftarkan pola ketenagaan
dokter di UGD sebagai dasar untuk merencanakan
kebutuhan tenaga dan dasar untuk mengukur kecukupan
jumlah dan kualifikasi tenaga dokter.
C.P. :
D = Dokumen pola ketenagaan, daftar tenaga dokter yang
bekerja purna waktu di UGD, program pelatihan dan
pelaporannya, dokumen evaluasi program pelatihan.
xliv
O = -
W = Ka UGD
Skor :
Catatan / keterangan :
S.6.P.6 Pelayanan keperawatan di UGD diberikan oleh perawat mahir.
Skor
0 = Jumlah dan kualifikasi tenaga perawat belum memenuhi
syarat; Tidak ada program pelatihan perawat mahir.
1 = Jumlah sudah memenuhi syarat akan tetapi kualifikasi
tenaga perawat belum memenuhi syarat; Tidak ada program
pelatihan perawat mahir.
2 = Jumlah dan kualifikasi tenaga perawat belum memenuhi
syarat; Ada program pelatihan perawat mahir.
3 = Jumlah sudah memenuhi syarat akan tetapi kualifikasi
tenaga perawat belum memenuhi syarat; Ada program
pelatihan perawat mahir.
4 = Jumlah dan kualifikasi tenaga perawat sudah memenuhi
syarat; Ada program pelatihan perawat mahir.
5 = Jumlah dan kualifikasi tenaga perawat sudah memenuhi
syarat; Ada program pelatihan perawat mahir, disertai
evaluasi terhadap program latihan dan tindak lanjutnya.
D.O. = Yang dimaksud dengan perawat mahir adalah perawat yang
sudah pernah mengikuti PPGD.
xlv
Pelatihan ini harus dibuktikan dengan adanya sertifikat
pelatihan. Pelatihan dapat dilaksanakan dalam bentuk in-
house training atau diluar rumah sakit. Pimpinan rumah
sakit harus menetapkan pola ketenagaan keperawatan di
UGD sebagai dasar untuk merencanakan tenaga perawat
dan dasar untuk mengukur kecukupan jumlah dan
kualifikasi tenaga perawat.
C.P. :
D = Dokumen pola ketenagaan, daftar tenaga perawat yang
bekerja purna waktu di UGD, program pelatihan dan
pelaporannya, dokumen evaluasi program pelatihan.
O =
W = Ka UGD, Kepala keperawatan, peserta program pelatihan.
Skor :
Catatan / keterangan :
Standar 7. Evaluasi dan Pengendalian Mutu
Ada upaya penilaian kemampuan dan hasil pelayanan instalasi gawat darurat secara
terus menerus.
S.7.P.l. Data dan informasi tentang pelayanan gawat darurat serta analisisnya disediakan
dan disampaikan kepada unit lain yang terkait.
Skor
0 = Tidak ada pengumpulan data.
1 = Ada pengumpulan data, tetapi tidak teratur.
xlvi
2 = Ada pengumpulan, teratur, belum diolah.
3 = Ada pengumpulan data, teratur, sudah diolah.
4 = Ada pengumpulan data, teratur, sudah diolah disertai
analisisnya.
5 = Ada pengumpulan data, teratur, sudah diolah disertai
analisis; Informasi sudah disampaikan ke unit kerja lain
yang terkait.
D.O. = - Informasi adalah data yang telah diolah dan dianalisa.
Informasi ini harus paling sedikit memuat :
- * jumlah kunjungan
- * penggunaan pemeriksaan penunjang
- * pola penyakit dan kecelakaan (10 terbanyak)
- * angka kematian
- * kasus mediko-legal (visum et repertum)
- Angka kematian adalah:
Death on arrival.
Kematian di UGD.
- Diinformasikan di dalam RS artinya:
Di pertemuan dalam RS.
Bulletin RS / Surat Edaran / Laporan Internal.
- Diinformasikan di luar RS artinya:
Di papan informasi untuk masyarakat umum.
Pertemuan ilmiah di luar RS.
Publikasi
C.P. :
D = Laporan tertulis, buletin / majalah ilmiah, informasi di
papan untuk masyarakat umum.
O = Instalasi UGD.
W = Kepala UGD, staf, petugas unit terkait.
Skor :
xlvii
Catatan / keterangan :
S.7.P.2. Dilakukan evaluasi mengenai penanganan kasus kecelakaan dan kasus medis
paling sedikit setahun sekali.
Skor
0 = Tidak ada kasus kecelakaan.
1 = Ada kasus kecelakaan dan medis tetapi tidak pernah didata.
2 = Ada data tentang kasus kecelakaan dan kasus medis tetapi
dimasukkan kedalam kasus kasus umum.
3 = Ada data tentang kasus kecelakaan dan medis tetapi belum
pernah dianalisis dan dievaluasi.
4 = Ada data tentang kasus kecelakaan dan medis; dilakukan
evaluasi dan analisis tetapi tidak teratur.
5 = Ada data tentang kasus kecelakaan dan medis; dilakukan
evaluasi dan analisis secara teratur dan berkala.
D.O. = Penekanan parameter ini adalah pada evaluasi penanganan
kasus “True emergency”.
Evaluasi mengandung:
1. Jumlah kasus.
2. Jenis.
3. Rujukan.
4. Umpan balik hasil penanganan.
5. Kematian.
C.P. =
D = Data UGD, informasi teratur tentang kasus kecelakaan,
bukti analisis dan evaluasi .
O = Rekam Medik, UGD
xlviii
W = Petugas Rekam Medik RS, petugas UGD
Skor :
Catatan / keterangan :
S.7.P.3. Ketentuan tentang Informed Consent (IC) telah dilaksanakan oleh staf medis dan
perawat.
Skor
0 = Tidak ada prosedur IC; Tidak ada formulir IC.
1 = Tidak ada prosedur IC; Ada formulir IC ditetapkan sendiri
oleh IGD;
2 = Ada prosedur dan formulir IC, ditetapkan sendiri oleh IGD,
tetapi belum dilaksanakan.
3 = Ada prosedur dan formulir IC, ditetapkan sendiri oleh IGD,
sudah dilaksanakan
4 = Ada prosedur dan formulir IC, ditetapkan oleh pimpinan
rumah sakit, sudah dilaksanakan.
5 = Ada prosedur dan formulir IC, ditetapkan oleh pimpinan
rumah sakit, sudah dilaksanakan disertai adanya
evaluasi/audit dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan
ketentuan tentang IC.
D.O. = Pengaturan IC dalam bentuk ketentuan atau peraturan
rumah sakit harus dibuat tertulis dan ditetapkan oleh
pimpinan rumah sakit mengacu pada pedoman yang dimuat
dalam :
1. Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor : 585/MENKES/PER/X/1989 tentang
xlix
Persetujuan Tindakan Medik;
2. Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik
Nomor : HK. 00.06.3.5.1866, tanggal 21 April 1999
tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik
(Informed Consent).
Kepala Unit Gawat Darurat (UGD) harus melakukan
evaluasi berkala terhadap pelaksanaan ketentuan ini dan
melaporkan hasil evaluasi ini kepada Pimpinan rumah sakit.
C.P. =
D = SK Direktur RS, Juklak/SPO IC, hasil evaluasi, laporan
O = Observasi: pelayanan
W = Wawancara: perawat, staf medis.
Skor :
Catatan / keterangan :
S.7.P.4. Indikator klinis dikumpulkan, diolah dan dianalisis untuk digunakan melakukan
evaluasi terhadap mutu pelayanan.
Skor
0 = Tidak ada pengumpulan data indikator klinis
1 = Ada pengumpulan data indikator klinis, akan tetapi tidak
teratur
2 = Ada pengumpulan data indikator klinis, teratur, tanpa
analisis
3 = Ada pengumpulan data indikator klinis, teratur disertai
l
analisis
4 = Ada pengumpulan data indikator klinis, teratur disertai
analisis dan rekomendasi.
5 = Ada pengumpulan data indikator klinis, teratur disertai
analisis, rekomendasi dan tindak lanjut
D.O. = Yang dimaksud dengan indiaktor klinis adalah indikator
yang tercantum dslsm Buku Petunjuk Pelaksanaan Indikator
Mutu Pelayanan Rumah Sakit ( World Health Organization
–Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen
Kesehatan, 1998 ). Salah satu indikator klinis yang harus
dikumpulkan, diolah dan dinalisis dalam standard ini adalah
Angka Keterlambatan Pelayanan Pertama Gawat
Darurat (Emergency Response Time Rate), atau
disingkat Angka KPPGD.
Pengumpulan data dan analisis untuk keperluan ini harus
ditetapkan secara tertulis disertai kerangka acuan (TOR)
jelas. Analisis harus dilakukan secara berkala 3 (tiga) bulan
sekali secara terus menerus. Yang harus disimpulkan dari
analisis ini adalah kecenderungan (trend) dari
Keterlambatan Pelayanan Pertama Gawat Darurat. Perlu
dilakukan penilaian, analisis serta evaluasi kemajuan
pelayanan.
C.P. =
D = Kerangka Acuan (TOR), pembentukan unit pelaksana,
dokumen analisis, rekomendasi dan tindak lanjut
O = UGD,
W = Ketua Komite Medis, Ketua Komite Mutu
Skor :
li
Catatan / keterangan :
S.7.P.5. Dilakukan evaluasi terhadap kejadian kematian di UGD.
Skor
0 = Tidak ada pencatatan dan pelaporan kematian di UGD
1 = Tidak ada pencatatan kematian di UGD; Ada pelaporan
tidak tertulis
2 = Ada pencatatan akan tetapi tidak ada pelaporan kematian di
UGD
3 = Ada pencatatan dan pelaporan kematian di UGD
4 = Ada pencatatan dan pelaporan kematian di UGD disertai
analisis terhadap kematian secara berkala
5 = Ada pencatatan dan pelaporan kematian di UGD disertai
analisis terhadap kematian secara berkala, rekemondasi dan
tindak lanjutnya.
D.O. = Angka Kematian di UGD = Jumlah kematian x 100
Jumlah Pasien UGD
Angka kematian ini harus dikumpulkan dan dilaporkan
setiap 3 bulan sekali. Yang perlu diperhatikan adalah
kecenderungan angka kematian ini dari waktu ke waktu.
Tidak dimasukkan didalam angka kematian ini Death On
Arrival (DOA).
C.P. =
D = Laporan, notulen pertemuan, bukti tindak lanjut.
O = -
W = Direksi RS, Ka UGD, Kepala Rekam Medis.
lii
Skor :
Catatan / keterangan :
2.8. Status Akreditasi
Keputusan status akreditasi nasional rumah sakit adalah:
a. Tidak diakreditasi/ Tidak lulus
- Nilai total < 65%
b. Akreditasi Bersyarat
- Nilai total > 65% , < 75%
- Tidak ada nilai <= 60%
- Satu tahun diakreditasi lagi
c. Akreditasi Penuh
- Nilai total >= 75%
- Tidak ada nilai <= 60%
- Tiga tahun masa berlaku
d. Akreditasi Istimewa
- Didapat 3x berturut-turut
- Lima tahun masa berlaku
liii
BAB III
STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1. Contoh Kasus
71% RS di Jatim Tak Terakreditasi
Jumat, 12/08/2011 | 10:28 WIB sumber : Surabaya post online
SURABAYA- Bertambahnya jumlah rumah sakit (RS) di Jatim ternyata masih saja
tak diimbangi dengan peningkatan layanan kesehatan memadai. Indikasi ini setidaknya
masih rendahnya jumlah RS yang mengantongi akreditasi dari Kementerian Kesehatan.
Dari 309 RS di Jatim hanya sekitar 29% atau sekitar 90 RS yang sudah terakreditasi.
Sisanya 71% atau sebanyak 219 tidak terakreditasi.
Kepala Dinas Kesehatan Jatim, Drs Mudjib Affan MARS mengatakan, akreditasi RS
menjadi sesuatu hal yang penting lantaran menjadi jaminan bagi masyarakat mendapatkan
kualitas layanan kesehatan. “Setiap rumah sakit harus terakreditasi, karena akreditasi
merupakan salah satu standart kualitas dan pelayanan rumah sakit,” kata Affan, Kamis
(11/8).
Lantaran itu, Dinkes Jatim menargetkan tahun 2012 nanti seluruh RS harus sudah
mendapatkan akreditasi paling tidak secara nasional di Jatim yang berlaku untuk rumah
sakit tipe A, B, C dan D.
Ia menyebutkan, dari 309 RS di Jatim rinciannya 206 RS swasta, 58 RS
pemerintah, 12 RS BUMN atau BUMD dan 25 RS milik TNI dan polri. ”Jumlah tersebut
telah memenuhi jumlah penduduk di Jatim,” paparnya.
Sebab dari 309 RS tersebut setidaknya ada lebih dari 4.000 tempat tidur.“Untuk
jumlah rumah sakit memang sudah mencukupi. Namun, persebarannya belum merata,”
katanya.
Ia mengungkapkan, RS tersebut sebagian ada di kota besar. Seperti Surabaya,
Malang, Kediri, Jombang dan kota besar lainnya. Di kota tersebut semua tipe rumah sakit
ada di kota besar. Sedangkan di daerah kebanyakan rumah sakit bertipe C dan D dengan
jumlah yang cukup sedikit. Karena itu, ia mengimbau agar lembaga swasta yang ingin
liv
mendirikan rumah sakit di kota besar dan kota lain dibatasi. Dengan memberlakukan syarat
yang lebih tinggi. Sebab, dengan penyebaran rumah sakit yang tidak merata tersebut maka,
akreditasi bisa menjadi jaminan mutu pelayanan bagi masyarakat. “Jadi, kalau bisa dengan
adanya akreditasi rumah sakit maka pelayanan di RS daerah dan kota besar sama,”
ungkapnya.
Dihubungi terpisah, Dr Slamet Riyadi Yuwono, DTMH, MARS, Ketua Persatuan
Rumah Sakit Indonesia (PERSI) Jatim membenarkan, kalau tidak semua rumah sakit di
Jatim terakreditasi. “Jumlahnya memang relatif masih kecil,” paparnya.
Jumlah yang cukup kecil tersebut, lantaran dulunya akreditasi dilakukan sebagai
imbauan saja. Namun, setelah muncul Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit maka akreditasi menjadi kewajiban bagi semua rumah sakit.
Tapi, lanjut dia, hal ini tidak hanya terjadi di Jatim saja. Sebab data Kementerian
Kesehatan tahun 2010 mengungkapkan dari 1.523 rumah sakit di Indonesia dan baru 653
RS yang terakreditasi. Sedangkan saat ini jumlah rumah sakit sudah 1.668 unit. “Sebanyak
50 persen dari rumah sakit yang belum terakreditasi adalah rumah sakit pemerintah, dan 50
persen lainnya rumah sakit swasta,” terangnya.
Akreditasi rumah sakit, kata dia, diperlukan sebagai batas penilaian pelayanan yang
diberikan rumah sakit. Rumah sakit yang terakreditasi berarti sudah memenuhi standar
pelayanan yang ditentukan pemerintah. Akreditasi rumah sakit dibagi tiga, yaitu untuk lima
pelayanan, 12 pelayanan dan 16 pelayanan. Saat ini mayoritas RS yang mendapatkan
akreditasi, baru sampai tahap lima pelayanan “ Rumah sakit yang terakreditasi akan
memberikan keuntungan pada masyarakat berupa kepastian hukum serta standart
pelayanan medis. Seperti jaminan pelayanan dan Standart Operation Procedure (SOP). Di
Jatim langkah langkah yang rumah sakit akreditasi yang belum,”terangnya.
Ia mengatakan, terdapat beberapa kendala yang menyebabkan rumah sakit tidak
mendapatkan akreditasi, di antaranya mutu pelayanan yang memang tidak memenuhi
syarat atau kurang tenaga kerja. “Selain akreditasi lokal, pemerintah juga mendorong agar
seluruh rumah sakit memiliki akreditasi internasional. Hingga saat ini, hanya empat rumah
sakit di Indonesia yang memiliki mutu dunia, antara lain, RS Siloam, RS Sentosa dan RS
Eka,” katanya.
lv
3.2. Analisis dan Solusi Masalah
Berdasarkan studi kasus tersebut alasan dari masih banyaknya rumah sakit yang
belum mendapatkan akreditasi adalah pelaksanaan akreditasi sebelumnya hanya berupa
imbauan, sehingga hanya sedikit yang berinisiatif untuk mengajukan akreditasi. Ketika UU
no 44 tahun 2009 tentang diterapkan, terlihatlah bahwa masih banyak RS yang belum
melakukan akreditasi. Permasalahan lain yang menjadi kendala pelaksanaan akreditasi
adalah banyak RS yang belum memiliki tenaga kerja yang memadai, seperti belum adanya
tenaga dokter dan tenaga medis tetap. Selain itu mutu pelayanan di banyak RS juga tidak
memenuhi mutu pelayanan yang disyaratkan. Sehingga banyak RS masih sulit untuk
mendapatkan sertifikat akreditasi.
Pelaksanaan akreditasi RS sangat penting, karena akan memberi jaminan kualitas
pelayanan bagi masyarakat. Akreditasi akan memberikan standard bagi RS secara nasional,
sehingga memungkinkan penyetaraan kualitas RS di daerah dan kota. Pemberian akreditasi
memungkinkan RS berkompetisi secara sehat, dalam meningkatkan pelayanan dan mutu
rumah sakit itu sendiri. Sehingga bagi masyarakatnya pun bisa memudahkan mereka dalam
mendapatkan akses rujukan dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu
sesuai dengan tujuannya yaitu menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat.
Akreditasi memberikan jaminan bagi masyarakat tentang mutu pelayanan dari rumah
sakit. Sementara itu, jika sebuah rumah sakit tidak melakukan akreditasi maka izin
operasionalnya akan dicabut. Per- 1 november 2011 akan dimulai akreditasi. Sesuai dengan
peraturan yang mengatur tentang akreditasi itu berlaku setelah dua tahun masa sosialisasi.
Maka setelah tanggal itu sanksi pencabutan izin operasional bagi rumah sakit yang belum
terakreditasi benar-benar di berlakukan.
Salah satu solusi dari permasalahan diatas adalah dengan pemenuhan sumber daya
yang lebih baik. Setiap rumah sakit hendaknya memiliki tenaga dokter dan tenaga medis
yang mencukupi, sehingga pelayanan yang ditawarkan akan lebih bermutu kepada
masyarakat. Bukan hanya dari segi kuantitas tenaga dokter dan medis, namun kualitas dari
skill mereka pun harus ditingkatkan. Selain itu juga pemenuhan fasilitas dan peralatan
kesehatan yang diperlukan masyarakat yang berada dalam jangkauan rumah sakit juga
dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
lvi
Dalam upaya pemenuhan akreditasi, rumah sakit sudah seharusnya memberi
perhatian yang lebih. Pihak rumah sakit harus mempersiapkan semua hal mulai dari fisik
bangunan, pelayanan kesehatan, perlengkapan, obat-obatan, ketenagaan dan administrasi
sebelum pelaksanaan akreditasi. Sehingga target pemenuhan akreditasi dapat terpenuhi,
dan pelayanan rumah sakit pun dapat meningkat sesuai dengan harapan masyarakat.
3.3.
lvii
KESIMPULAN
Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan terhadap rumah sakit yang diberikan oleh
lembaga independen yang ditetapkan oleh Menteri, setelah dinilai bahwa rumah sakit itu
memenuhi standar pelayanan rumah sakit yang berlaku. Tujuan utama akreditasi rumah sakit
adalah agar kualitas pelayanan yang diberikan terintegrasi dan menjadi budaya sistem pelayanan
di rumah sakit sehingga memberikan jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Akreditasi dilakukan sekurang-kurangnya setiap tiga tahun sekali dan ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan. Survei akreditasi ini dilakukan oleh badan yang terlegitimasi dan di
Indonesia adalah komite akreditasi rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya (KARS).
Sedangkan sertifikasi diberikan oleh dirjen pelayanan medis depkes RI berdasarkan rekomendasi
KARS.
Dinas kesehatan hendaknya melakukan koordinasi dan pembinaan ke rumah sakit, baik
negeri maupun swasta agar melaksanakan akreditasi. Karena sesuai dengan UU No 44 tahun
2009 menyebutkan bahwa RS yang tidak melaksanakan standarisari akreditasi terancam dicabut
izin operasionalnya.
lviii
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No. 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 417/Menkes/Per/II/2011 tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
3. Komisi Akreditasi Rumah Sakit 2012. Referensi Akreditasi 2012. Available from :
http://kars.or.id
4. Pembahasan Akreditasi Rumah Sakit 2012. Available from : http://akreditasi.web.id
lix