Referat Edit Baru
-
Upload
kurrotun-ayni-b -
Category
Documents
-
view
88 -
download
4
Transcript of Referat Edit Baru
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya dan
merupakan sensor pada tubuh manusia yang bermanfaat untuk membedakan
siang dan malam, hujan dan tidak hujan dan sebagainya. Seringkali seiring
dengan perkembangan jaman, fungsi sensor ini khususnya pada manusia telah
banyak berubah. Dewasa ini banyak orang yang telah memanfaatkan mata
sebagai alat untuk membaca atau melihat. Dengan mata orang dapat
menyerap informasi yang ada dihadapannya, diatasnya, dibelakangnya, dan di
tempat lain. Mata yang lebih kompleks dipergunakan untuk memberikan
pengertian visual5.
Lapisan air mata adalah lapisan yang melembabkan konjungtiva dan
kornea.1 Lapisan ini merupakan suatu komponen yang penting untuk
menciptakan tajam pengelihatan yang baik. Lapisan ini memiliki peran yang
sangat penting dalam menjaga stabilitas pengelihatan.2 Fungsi dari lapisan air
mata dihasilkan oleh refleks berkedip dari kelopak mata yang menjadikan
permukaan mata menjadi licin dan pengelihatan yang jernih.1 Fungsi utama
dari lapisan air mata adalah untuk media mengeluarkan debris, melindungi
permukaan mata, dan mensuplai oksigen, faktor pertumbuhan, serta
komponen lain pada epitel kornea. Lapisan ini juga membawa komponen air
mata dan debris ke daerah punctum. Lapisan air mata juga mengandung
sejumlah besar agen mikroba melalui kerja lisozim, laktoferin, dan
immunoglobulin, terutama sekresi Ig A sebagai pelumas antara kornea dan
kelopak mata, serta mencegah pengeringan dari permukaan mata.3,4
Keluhan yang sering ditemui pada penderita dengan kelainan sistem
lakrimal ialah keluhan mata kering (Dry eye syndrome). Dry eye syndrome
merupakan suatu keadaan dimana terjadi ketidaknyamanan dalam
pengelihatan penderita yang disebabkan karena kekurangan kelembaban,
lubrikasi dan agen dalam mata. Saat ini, dry eyes lebih sering terjadi
dibandingkan pada masa-masa lampau. Hal ini dapat distimulasi oleh
1
berbagai aspek lingkungan seperti udara yang dapat mengiritasi mata dan
lapisan air mata menjadi kering.
Dry eye syndrome yang juga di kenal sebagai keratokonjungtivitis sicca adalah
kondisi umum yang dikeluhkan oleh kebanyakan pasien yang berobat pada dokter mata.
Keadaan Dry eye syndrome ini merupakan gangguan akibat berkurangnya produksi air
mata atau penguapan air mata yang berlebihan. Adanya gangguan pada salah satu
komponen lapisan air mata akan mengakibatkan terjadinya dry eye syndrome, yang
menimbulkan keluhan mata terasa tidak nyaman. Dry eye biasanya bersifat kronis dengan
keluhan yang samar-samar dan biasanya agak sulit menemukan tanda-tanda klinisnya
terutama pada awal perjalanan penyakitnya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomis dan Fisiologis lapisan air mata
Sistem air mata dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian sekresi yang
memproduksi air mata ( kelenjar air mata) dan bagian ekskresi yang memberi
jalan kepada air mata kedalam rongga hidung. Kelenjar air mata terletak di
daerah supero-lateral rongga orbita. Sepanjang fornik terdapat kelenjar-
kelenjar yang sangat kecil, dinamakan kelenjar krause. Bagian ekresi terdiri
dari pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal dan duktus
nasolakrimal.1
Gambar 1. Sistem saluran airmata
Kelenjar lakrimal menerima persarafan dari nervus lakrimalis. Suplai
saraf parasimpatik sekretomotorik berasal dari nervus intermedius, dan
serabut saraf simpatik berjalan dari ganglion simpatik servikal superior dan
mengikuti aliran darah ke kelenjar lakrimalis. 1
1. Sistem Sekresi Air Mata
3
Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7 – 10 um yang menutupi
epitel kornea dan konjungtiva. Isotonik dengan pH rata – rata 7,35. Volum air
mata normal : 7+/-2 uL pada setiap mata. Kandungan air mata yaitu protein
(albumin (60% dari total protein), globulin dan lisosim), immunoglobulin IgA
(terbanyak), IgG, dan IgE, konsentrasi K+, Na+, Cl- tinggi dibandingkan
dalam plasma dan glukosa (5mg/dl) dan urea (0,04mg/dl) yang rendah.2
Fungi dari air mata yaitu (1). Menghapus benda asing dari permukaan
kornea (2). Sumber oksigen terhadap epitel kornea dan konjuntiva (3). Pelicin
antara kelopak mata dan permukaan kornea mata (4). Jalur untuk sel–sel
leukosit menuju ke bagian sentral kornea avaskuler bila terjadi trauma kornea,
(5) Sebagai antibacterial (6). Media untuk membuang debris dan sel yang
mengalami deskuamasi.
Lapisan air mata melapisi permukaan okuler normal. Pada dasarnya,
lapisan air mata terdiri dari 3 lapisan yang terdiri dari: (1) Lapisan tipis
superfisial (0.11um) diproduksi oleh kelenjar meibomian dan fungsi
utamanya adalah menahan evaporasi air mata dan mempertahankan
penyebaran air mata (2) Lapisan tengah, lapisan tebal (lapisan aqueous, 7 um)
diproduksi oleh kelenjar air mata utama ( untuk refleks menangis), seperti
halnya kelenjar air mata tambahan dari kelenjar Krause dan Wolfring (3)
Lapisan terdalam, lapisan musin hidrofilik diproduksi oleh sel-sel goblet
konjungtiva dan epitel permukaan okuler dan berhubungan dengan
permukaan okuler melalui ikatan jaringan longgar dengan glikokalik dari
epitel konjungtiva. Adanya musin yang bersifat hidrofilik membuat lapisan
aqueous menyebar ke epitel kornea.7
4
Gambar 2. Lapisan air mata
1. Lapisan Lemak
Lapisan lemak memiliki fungsi antara lain menghambat penguapan,
memiliki kontribusi sebagai properti optikal karena terletak antara media
udara dan lapisan air mata, menjaga pertahanan hidrofobik (lipid strip) yang
mencegah aliran air mata berlebih dikarenakan peningkatan tekanan
permukaan, mencegah kerusakan pada kulit permukaan palpebra dengan
adanya air mata. Selain itu lapisan lemak juga berfungsi untuk stabilisasi
lapisan air mata. Dengan struktur hidrofobik, lapisan ini dapat mencegah
penguapan yang cepat seperti lapisan lilin.1
Lipid polar merupakan suatu senyawa posfolipid yang terletak antara
lapisan aquos dan lipid. Asam lemak dari posfolipid berinteraksi dengan lipid
hidrofobik (kolesterol dan wax esters- yang meyusun sebagian besar lapisan
lemak) melalui noncovalent dan noncharged bonds. Lapisan lemak tidak
rentan terhadap peroksidasi lemak karena mengandung asam lemak ganda tak
jenuh yang rendah. 3
2. Lapisan Aquos
5
Lapisan aquos memiliki beberapa fungsi yaitu mensuplai oksigen ke
epitel avaskular kornea, menjaga keseimbangan elektrolit pada epitel
permukaan mata, emberikan pertahanan teradap bakteri dan virus,
pengeluaran debris, memodulasi fungsi kornea dan sel epitel konjuctiva.3
Selain itu lapisan aquos berfungsi untuk membersihkan permukaan kornea serta
memastikan mobilitas konjunctiva palpebra di atas permukaan kornea untuk
menciptakan tajam pengelihatan yang baik. 1
Protein dalam lapisan air mata mengandung immunoglobulin A (IgA)
dan Immunoglobulin A secretori (sIgA). Ig A terbentuk dari sel plasma
jaringan interstisial pada kelenjar air mata utama dan kelenjar air mata
tambahan, serta pada substansi propria konjungtiva. Komponen sekretori
diproduksi oleh kelenjar air mata acini dan sIgA disekresikan ke dalam lumen
kelenjar air mata utama maupun tambahan. IgA memainkan peran yang
penting dalam mekanisme pertahanan host dari bagian mata luar, yang
ditandai dengan meningkatnya kadar IgA dan IgG pada pasien yang
mengaami reaksi peradagan pada matanya. Immunoglobulin lain pada lapisan
air mata yaitu IgM, IgD, dan IgE. Pada konjunctivitis Vernal, terjadi
peningkatan dari kadar IgE yang memproduksi sel plasma pada giant papil
konjungtiva tarsal superior serta peningkatan produksi histamin yang
disebabkan oleh interaksi IgE tersebut.3 Lapisan air mata juga mengandung
sitokin dan growth factor, yang berperan dalam proliferasi, migrasi, dan
diferensiasi sel epitel kornea dan konjungtiva, serta berperan dalam
pengaturan penyembuhan luka pada permukaan mata.
3. Lapisan Musin
Fungsi lapisan musin antara lain mengubah epitel kornea dari lapisan
bersifat hidrofobik menjadi hidrofilik yang sangat esensial dalam
pendistribusian lapisan air mata, berinteraksi dengan lapisan lipid untuk
tekanan permukaan yang lebih rendah, sehingga dapat menstabilkan lapisan
air mata, mengeksfoliasi permukaan sel, partikel asing, dan bakteri dengan
pengeluaran jaringan musin yang melapisi konjungtiva bulbi.3
Lapisan musin disekresikan oleh sel goblet pada konjungtiva dan sel
stratified scuamosa pada epitel kornea dan konjungtiva. Sel goblet
memproduksi musin rata-rata 2-3μL per hari yang kontras dengan aquos yang 6
diproduksi 2-3 ml per harinya. Disfungsi dari air mata dapat terjadi apabila
terdapat defisiensi (avitaminosis A, kerusakkan konjungtiva), ataupun
kelebihan jumlahnya (hipertiroidisme, alergi, virus, giant papil
konjungtivitis), serta gangguang biokimia (keratokonjungtivitis). 3
2. Sistem Ekresi Air Mata
Sistem sekresi air mata terdiri atas puncta, kanalikuli, sakus lakrimalis,
dan duktus nasolakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mulai di
lateral, menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan
menyalurkannya ke sistem eksresi pada medial palpebra. Dalam keadaan
normal, air mata dihasilkan dengan kecepatan yang sesuai dengan jumlah
yang diuapkan, dan itulah sebabnya hanya sedikit yang sampai ke sistem
eksresi.9 Bila memenuhi sakus konjungtiva air mata akan memasuki puncta
sebagian karena sedotan kapiler. Dengan menutupnya mata, bagian khusus
orbikularis pra-tarsal yang mengelilingi ampula mengencang untuk
mencegahnya keluar. Bersamaan palpebra ditarik ke arah krista lakrimalis
posterior, dan traksi fascia mengelilingi sakus lakrimalis berakibat
memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif di dalam sakus.
Kerja pompa dinamik ini menarik air mata kedalam sakus yang kemudian
berjalan melalui duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan
elastisitas jaringan, ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan mirip
katup dari epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik air mata
dan udara. Yang paling berkembang di antara lipatan ini adalah katup Hasner
di ujung distal duktus nasolakrimalis. Strukrur ini penting karena bila tidak
berlubang pada bayi, menjadi penyebab obstruksi kongenital dan darkosistitis
menahun.8
7
Gambar 3. Sistem ekresi air mata
2.2 Pengertian Dry Eye Syndrome
Dry eye atau nama lain keratokonjungtivitis sicca adalah suatu keadaan di
mana terjadi pengeringan pada bagian kornea dan konjungtiva mata disebabkan oleh
defisiensi komponen lapisanair mata atau penguapan air mata yang terlalu cepat.
Dry eye syndrome merupakan penyakit multifaktorial pada kelenjar air mata
dan permukaan okuler yang menghasilkan gejala-gejala ketidaknyamanan,
gangguan pengelihatan, air mata yang tidak stabil sehingga berpotensi untuk
menimbulkan kerusakan pada permukaan okuler. Dry eye syndrome sering
disertai dengan peningkatan osmolaritas dari air mata dan peradangan dari
permukaan okuler.10
Gambar 4. Permukaan okuler pada pasien dry eye syndrome
8
2.3 Etiologi Dry Eye Sindrome
Banyak diantara penyebab dry eye sindrome mempengaruhi lebih dari
satu komponen lapisan air mata atau berakibat perubahan permukaan mata
yang secara sekunder menyebabkan lapisan air mata menjadi tidak stabil. Ciri
histopatologik termasuk timbulnya bintik-bintik kering pada kornea dan epitel
konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva,
pembesaran abnormal sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan
penambahan keratinasi.1,2,6
Kondisi yang menandai hipofungsi kelenjar air mata pada kongenital
adalah dysautonomia familier (sindrom Riley-Day, aplasia kelenjar lakrimal
(alakrima kongenital), aplasia nervus trigeminus, dysplasia ectodermal).
Sedangkan yang pada hipofungsi kelenjar air mata didapat pada penyakit
sistemik, sindrom sjorgen, sklerosis sistemik progresif, sarkoidosis, leukimia,
limfoma, amyloidosis, hemokromatosis, infeksi (trachoma, parotitis
epidemica), cedera (pengangkatan kelenjar lakrimal), iradiasi, luka bakar
kimiawi, medikamentosa (antihistamin, antimuskarinik: atropin, skopolamin,
anestetika umum: halothane, nitrous oxide, beta-adregenik blocker: timolol,
practolol), neurogenik-neuroparalitik (fasial nerve palsy). Pada kondisi
ditandai defisiensi musin (avitaminosis A, sindrom steven-johnson,
pemfigoid okuler, konjungtivitis menahun, luka bakar kimiawi, edikasi-
antihistamin, agen muskarin, agen beta-adregenic blocker). Pada kondisi
defisiensi lipid ditandai dengan parut tepian palpebral, blepharitis,
penyebaran defektif film air mata disebabkan kelainan palpebral, defek,
coloboma, ektropion atau entropion, keratinasi tepian palpebral, berkedip
berkurang atau tidak ada gangguan neurologic (hipertiroid, lensa kontak,
obat, keratitis herpes simpleks, lepra), lagophthalmus (lagophthalmus
nocturna, hipertiroidi, lepra). Pada kelainan konjungtiva (pterygium,
symblepharon, proptosis).10,11
2.4 Epidemiologi
9
Dry eye syndrome merupakan salah satu gangguan yang sering pada
mata, persentase insidenisanya sekitar 10-30% dari populasi, terutama pada
orang yang usianya lebih dari 40 tahun dan 90% terjadi pada wanita. Di
Amerika Serikat, diperkirakan ada sekitar 3,23 juta wanita dan 1,68 juta pria yang
berusia 50 tahun ke atas yang menderita dry eyes syndrome. Frekuensi penyakit dry
eye syndrome di beberapa negara hampir serupa dengan frekuensi di Amerika
Serikat. Frekuensi insidensi dry eyes syndrome lebih banyak terjadi pada ras
Hispanic dan Asia dibandingkan dengan ras kaukasius. dry eyes syndrome juga
lebih cenderung terjadi pada pasien wanita berbanding laki-laki4.
Pada penyakit permukaan mata seperti dry eyes syndrome menjadi sering
ditemukan pada praktek optometrik sekitar 35 % di Amerika serikat. Populasi
yang mengalami gejala dry eye syndrome, untuk contohnya 9,3 juta pasien
didiagnosa sebagai keratokonjungtivitis sicca pada tahun 199912.
2.5 Manifestasi Klinis
Pasien akan mengeluh gatal, mata seperti berpasir, silau, dan
penglihatan kabur. Mata akan memberikan gejala sekresi mukus yang
berlebihan, suka menggerakkan kelopak mata, mata tampak kering dan
terdapat erosi kornea. Konjungtiva bulbi edem, hiperemik menebal, dan
kusam. Kadang-kadang terdapat benda mukus kekuning-kuningan pada
formik konjungtiva bagian bawah.
Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau
tiadanya meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang
mukuskental kekuning-kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix
conjungtivae inferior. Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang
normal dan mungkin menebal, beredema dan hiperemik.1
2.6 Patofisiologi
Keratokonjungtivitis sicca (KCS) pada sindroma Sjogren (SS)
dipredisposisi oleh kelainan genetik yang terlihat adanya prevalensi dari
10
HLA-B8 yang meningkat. Kondisi tersebut dapat memicu terjadinya proses
inflamasi kronis yang mengakibatkan terjadinya produksi autoantibodi yang
meliputi produksi antibodi antinuklear, faktor reumatoid, fodrin (protein
sitoskeletal), reseptor muskarinik M3, antibodi spesifik SS ( seperti anti –RO,
anti-LA, pelepasan sitokin peradangan dan infiltrasi limfositik fokal terutama
sel limfosit T, CD4+ namun terkadang juga sel B) dari kelenjar air mata dan
kelenjar ludah dengan degenerasi glandular dan induksi apoptosis pada
kelenjar air mata dan konjungtiva. Keadaan ini dapat menimbulkan disfungsi
kelenjar air mata, penurunan produksi air mata, penurunan respon terhadap
stimulasi saraf dan berkurangnya refleks menangis. Infiltrasi sel limfosit T
aktif pada konjungtiva juga sering dilaporkan pada KCS non SS.13
Reseptor androgen dan estrogen terdapat di dalam kelenjar air mata dan
meibom. SS sering ditemukan pada wanita post menopause. Pada wanita
menopause, terjadi penurunan hormon seks ( seperti estrogen, androgen) dan
juga mempengaruhi fungsi dari sekresi kelenjar air mata. 40 tahun yang lalu,
penelitian mengenai defisiensi estrogen dan atau progesteron sering berkaitan
dengan insidensi KCS dan menopause.
Disfungsi kelenjar meibom, defisiensi hormon androgen akan berakibat
kehilangan lapisan lipid terutama trigliserida, kolesterol, asam lemak esensia
monosaturasi (MUFA seperti asam oleat), dan lipid polar (seperti
phosphatidiletanolamin, sfingomielin). Kehilangan polaritas lemak (pada
hubungan antara lapisan aqueous-air mata) akan mencetuskan terjadinya
kehilangan air mata atau evaporasi dan penurunan asam lemak tidak jenuh
yang akan meningkatkan produksi meibum, memicu penebalan serta sekresi
air mata yang bersifat viskos sehingga dapat mengobstruksi duktus dan
menyebabkan stagnasi dari sekresi. Pasien dengan terapi antiandrogenik pada
penyakit prostat juga dapat meningkatkan viskositas sekret kelenjar meibom,
menurunkan waktu kecepatan penyerapan air mata dan meningkatkan jumlah
debris.
Sitokin proinflamasi juga dapat menimbulkan destruksi seluler,
meliputi interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6), interleukin 8 (IL-8), TGF
beta, TNF alpha. IL-1 beta dan TNF-alfa juga ditemukan pada air mata dari
11
KCS dimana dapat menimbulkan pelepasan opioid yang akan mengikat
reseptor opioid pada membran neural dan menghambat pelepasan
neurotransmiter melalui NF-K beta. IL-2 juga dapat mengikat reseptor opioid
delta dan menghambat produksi cAMP dan fungsi neuronal. Kehilangan
fungsi neuronal akan menurunkan tegangan neuronal normal, yang dapat
memicu isolasi sensoris dari kelenjar lakrimalis dan atrofi kelenjar lakrimalis
secara bertahap.13
Neurotransmiter proinflamasi seperti substansi P dan kalsitonin gen
related peptide (CGRP) dilepaskan dan dapat mengaktivasi sel limfosit lokal.
Substansi P juga berperan melalui pelepasan sinyal lewat jalur NF-AT dan
NFKb yang memicu ekspresi ICAM-1 dan VCAM-1, adesi molekul yang
mempromosi munculnya limfosit dan kemotaksis limfosit ke daerah
inflamasi. Siklosporin A merupakan reseptor sel natural killer (NK)-1 dan
NK-2 yang dapat menurunkan regulasi molekul sinyal yang dapat digunakan
untuk mengatasi defisiensi lapisan aqueous air mata dan disfungsi kelenjar
meibom. Proses tersebut juga dapat meningkatkan jumlah sel goblet dan
menurunkan jumlah sel inflamasi dan sitokin di dalam konjuntiva.13
Sitokin-sitokin tersebut dapat menghambat fungsi neural yang dapat
mengkonversi hormon androgen menjadi estrogen yang merupakan hasil dari
disfungsi kelenjar meibom. Peningkatan rata-rata apoptosis juga terlihat pada
sel konjungtiva dan sel air mata asiner yang mungkin disebabkan karena
kaskade sitokin. Elevasi enzim pemecah jaringan yaitu matriks
metalloproteinase (MMPs) juga ditemukan pada sel epitel.
Gen yang berperan dalam produksi musin yaitu MUC1-MUC 17 akan
memperlihatkan fungsi sekresi dari sel goblet, musin yang soluble dan
tampak adanya hidrasi dan stabilitas dari lapisan air mata yang terganggu
pada penderita dry eyes syndrome. Kebanyakan MUC 5AC berperan dominan
dalam lapisan mukus air mata. Adanya defek gen musin makan akan memicu
perkembangan dry eyes syndrome. Steven-Johnson syndrome, defisiensi
vitamin A akan memicu kekeringan pada mata atau keratinisasi dari epitel
okuler dan bahkan dapat menimbulkan kehilangan sel goblet. Musin juga
12
menurun pada penyakit tersebut dan terjadi penurunan ekspresi gen musin,
translasi dan terjadi perubahan proses post-translasi.
Produksi protein air mata normal seperti lisosim, laktoferin, lipocalin,
fosfolipase A2 juga menurun pada KCS.13
2.7 Pemeriksaan klinis
Pasien dengan dry eyes syndrome paling sering mengeluh tentang sensasi
gatal atau berpasir (benda asing). Gejala umum lainnya adalah gatal, sekresi
mucus berlebihan, tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi terbakar,
fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra.2 Pada
kebanyakan pasien, ciri pada pemeriksaan mata adalah tampilan yang nyata-
nyata normal. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah
terputus atau tiadanya meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-
benang mucus kental kekuning-kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix
conjunctivae inferior.Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang
normal dan mungkin menebal, beredema dan hiperemik.1
Epitel kornea terlihat bertitik halus pada fissura interpalpebra. Sel-sel
epitel konjungtiva dan kornea yang rusak terpulas dengan bengal rose 1% dan
defek pada epitel kornea terpulas dengan fluorescein. Pada tahap lanjut
keratokonjungtivitis sika tampak filamen-filamen dimana satu ujung setiap
filamen melekat pada epitel kornea dan ujung lain bergerak bebas. Pada
pasien dengan sindrom sjorgen, kerokan dari konjungtiva menunjukkan
peningkatan jumlah sel goblet.
Diagnosis sindrom dry eye syndrome dapat diperoleh dengan memakai cara
diagnostik berikut: 14
A. Tes Schirmer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan lapisan air mata dan memasukkan
strip Schirmer (kertas saring Whartman No. 41) ke dalam cul de sac
konjungtiva inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra
inferior. Bagian basah yang terpapar diukur lima menit setelah dimasukkan.
Panjang bagian basah kurang dari 10 mm tanpa anestesi dianggap abnormal.
13
Gambar 5. Tes Scrhirmer
B. Tes Break-up Time
Pengukuran tear film break-up time kadang-kadang berguna untuk
memperkirakan kandungan musin dalam cairan air mata. Kekurangan musin
mungkin tidak mempengaruhi tes Schirmer namun dapat berakibat tidak stabilnya
lapisan air mata. Ini yang menyebabkan lapisan itu mudah pecah. Bintik-bitik
kering terbentuk dalam lapisan air mata, sehingga memaparkan epitel kornea atau
konjungtiva. Proses ini pada akhirnya merusak sel-sel epitel, yang dapat dipulas
dengan bengal rose 1%. Sel-sel epitel yang rusak dilepaskan kornea,
14
meninggalkan daerah-daerah kecil yang dapat dipulas, bila permukaan kornea
dibasahi flourescein.
Tear film break-up time dapat diukur dengan meletakkan secarik keras
berflourescein pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien berkedip. lapisan air
mata kemudian diperiksa dengan bantuan saringan cobalt pada slitlamp,
sementara pasien diminta agar tidak berkedip. Waktu sampai munculnya titik-titik
kering yang pertama dalam lapisan flourescein kornea adalah tear film break-up
time. Biasanya waktu ini lebih dari 15 detik, namun akan berkurang nyata oleh
anestetika lokal, memanipulasi mata, atau dengan menahan palpebra agar tetap
terbuka. Waktu ini lebih pendek pada mata dengan defisiensi air pada air mata dan
selalu lebih pendek dari normalnya pada mata dengan defisiensi musin.15
Gambar 3.Tes Break-up Time Diambil dari http://www.systane.ca
C. Tes Ferning Mata
Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti komponen musin air mata ;
dilakukan dengan mengeringkan kerokan lapisan air mata di atas kaca obyek
bersih.
D. Sitologi Impresi
15
Adalah cara menghitung densitas sel Goblet pada permukaan konjungtiva.
Pada orang normal, populasi sel Goblet paling tinggi di kuadran infra nasal.
E. Pemulasan Fluorescein
Dilakukan dengan secarik kertas kering fluorescein untuk melihat derajat
basahnya air mata dan melihat meniskus air mata. Fluorescein akan memulas
daerah yang tidak tertutup oleh epitel selain defek mikroskopik pada epitel
kornea.
F. Pemulasan Rose Bengal
Rose Bengal lebih sensitif daripada fluorescein. Pewarna ini akan memulas
semua sel epitel yang tidak tertutup oleh lapisan musin yang mengering dari
kornea dan konjungtiva.
Gambar 6. Pemulasan Bengal Rose
G. Pengujian kadar lisozim air mata
Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya dengan cara
spektrofotometri.
H. Osmolalitas air mata
Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sika dan
pemakai lensa kontak; diduga sebagai akibat berkurangnya sensitifitas
kornea. Laporan-laporan penelitian menyebutkan bahwa hiperosmolalitas
adalah tes yang paling spesifik bagi keratokonjungtivitis sika, karena dapat
ditemukan pada pasien dengan tes Schirmer normal dan pemulasan Rose
Bengal normal.
I. Laktoferin
Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan hiposekresi
kelenjar lakrimal.14 16
2.8 Penatalaksanaan
Pasien harus mengerti bahwa dry eye syndrome adalah suatu keadaan
kronik dan pemulihan total sukar terjadi, kecuali pada kasus ringan, saat
perubahan epitel kornea dan konjungtiva masih reversibel. Air mata buatan
adalah terapi yang kini dianut. Salep berguna untuk pelumas jangka panjang,
terutama saat tidur. Pemulihan dapat di tingkatkan dengan memakai
pelembab, moisture-chamber spectacles atau kacamata renang.
Fungsi utama pengobatan ini adalah penggantian cairan. Pemulihan
musin sangat memerlukan waktu yang lama. Tahun-tahun belakangan ini,
telah ditambahkan polimer-polimer larut air dengan berat molekul tinggi pada
air mata buatan, sebagai usaha memperbaiki dan memperpanjang lama
pelembaban permukaan. Agen mukomimetik lain termasuk Na-hialuronat dan
larutan dari serum pasien sendiri sebagai tetesan mata. Jika mukus itu kental,
seperti pada sindrom Sjorgen, agen mukolitik (misalnya acetylcystein 10%)
dapat menolong.
Pasien dengan kelebihan lipid dalam air memerlukan instruksi spesifik
untuk menghilangkan lipid dari tepian palpebra. Mungkin diperlukan
antibiotik topikal atau sistemik. Vitamin A topikal mungkin berguna untuk
memulihkan metaplasia permukaan mata.
Semua pengawet kimiawi dalam air mata buatan akan menginduksi
sejumlah toksisitas kornea dalam batas tertentu. Benzalkonium chlorida
adalah preparat umum yang paling merusak. Pasien yang memerlukan
beberapa kali penetesan sebaiknya memakai larutan tanpa bahan pengawet.
Bahan pengawet dapat pula menimbulkan reaksi idiosinkrasi. Ini paling serius
dengan timerosal.8
Pasien dengan mata kering oleh sembarang penyebab lebih
besar kemungkinan terkena infeksi. Blepharitis kronik sering terdapat dan
harus diobati dengan memperhatikan higiene dan memakai antibiotika
topikal. Acne rosacea sering terdapat bersamaan dengan keratokonjungtivitis
sicca, dan pengobatan dengan tetrasklin sistemik ada manfaatnya.9
17
Tindakan bedah pada dry eye syndrome adalah pemasangan sumbatan
pada punktum yang bersifat temporer (kolagen) atau untuk waktu lebih lama
(silikon),untuk menahan sekret air mata. Penutupan puncta dan kanalikuli
secara permanen dapat dilakukan dengn terapi themal (panas), kauter listrik
atau dengan laser.9 Macam-macam tindakan bedah lid surgery, tarsorrhaphy,
mucous membrane grafting, salivary gland duct transposition, amniotic
membrane transplantation.13
2.9 Prognosis Dry Eyes
Secara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan
sindrom mata kering baik.1
2. 10 Komplikasi Dry Eyes
Pada awalnya perjalanan mata kering, penglihatan sedikit terganggu.
Dengan memburuknya keadaan, ketidaknyamanan sangat terganggu. Pada
kasus lanjut, dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea, dan perporasi.
Kadang-kadang terjadi infeksi bakteri sekunder dan berakibat timbulnya
jaringa parut dan vaskularisasi pada kornea yang sangat menurunkan
penglihatan. Terapi dini dapat mencegah komplikasi-komplikasi ini.1,2,3
18
BAB III
KESIMPULAN
Lapisan air mata merupakan media refraksi paling luar yang memiliki
penanan yang penting dalam menciptakan tajam pengelihatan yang baik.
Lapisan air mata terbagi menjadi 3 bagian, yaitu lapisan lemak, aquos, dan
musin.
Dry eye syndrome merupakan penyakit multifaktorial pada kelenjar air
mata dan permukaan okuler yang menghasilkan gejala-gejala
ketidaknyamanan, gangguan pengelihatan. Karena bersifat multifaktorial,
maka penyebab Dry eye syndrome sangat bervariasi dan penanganannya
disesuaikan dengan penyebabnya. Deteksi dini Dry eye syndrome diperlukan
karena keluhan Dry eye syndrome ini sangat mengganggu pengelihatan kita.
Banyak diantara penyebab dry eye syndrome yang mempengaruhi lebih
dari satu komponen lapisan air mata atau berakibat perubahan permukaan
mata yang secara sekunder menyebabkan lapisan air mata menjadi tidak
stabil. Pasien dengan dry eye syndrome paling sering mengeluh tentang
sensasi gatal atau berpasir (benda asing). Gejala umum lainnya adalah gatal,
sekresi mukus berlebihan, tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi
terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra. Air
mata buatan adalah terapi yang kini dianut. Salep berguna sebagai pelumas
jangka panjang, terutama saat tidur. Bantuan tambahan diperoleh dengan
memakai pelembab, kacamata pelembab bilik, atau kacamata berenang. Secara
umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan sindrom mata kering
baik. Pada kasus lanjut, dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea, dan
perforasi. Kadang-kadang terjadi infeksi bakteri sekunder, dan berakibat parut
19
dan vaskularisasi pada kornea, yang sangat menurunkan penglihatan. Terapi dini
dapat mencegah komplikasi-komplikasi ini.
20