Referat dislipidemia baru

30
BAB I PENDAHULUAN 1

Transcript of Referat dislipidemia baru

BAB I

PENDAHULUAN

1

BAB II

DISLIPIDEMIA

1. DISLIPIDEMIA

1.1 Pengertian

Dislipidemia adalah kalainan metabolisme lipid yang ditandai dengan

peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Beberapa kelainan

fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL,

dan atau trigliserida, serta penurunan kolesterol HDL (Davey, 2002).

1.2 Etiologi dan Faktor Resiko

Kadar lipoprotein, terutama LDL meningkat sejalan dengan bertambahnya

usia. Pada keadaan normal pria memiliki kadar LDL yang lebih tinggi, tetapi

setelah menopause kadarnya pada wanita lebih banyak. Faktor lain yang

menyebabkan tingginya kadar lemak tertentu (VLDL dan LDL) adalah

(Davey,2002):

1. Riwayat keluarga dengan hiperlipidemia

2. Obesitas

3. Diet kaya lemak

4. Kurang melakukan olah raga

5. Penyalahgunaan alkohol

6. Merokok sigaret

7. Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik

8. Hipotiroidisme

9. Sirosis

1.3 Patofisiologi

Lipid dalam plasma terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan

asam lemak bebas. Normalnya lipid ditranspor dalam plasma darah berikatan

dengan protein yang berbentuk lipoprotein. Ikatan protein dan lipid tersebut

menghasilkan 4 kelas utama lipoprotein bergantung pada kandungan lipid dan

jenis apoproteinnya : Kilomikron, VLDL, LDL, dan HDL. Peningkatan lipid

2

dalam darah akan mempengaruhi kolesterol, trigliserida dan keduanya

(hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia atau kombinasinya yaitu

hiperlipidemia).

Tabel 1. Jenis Lipoprotein, Apoprotein, dan Kandungan Lipid

Gambar 1. Lipoprotein Metabolisme (Silbernagl, 2000)

3

Pasien dengan hiperkolesterolemia (> 200 – 220 mg/dl serum) merupakan

gangguan yang bersifat familial, berhubungan dengan kelebihan berat badan dan

diet. Makanan berlemak meningkatkan sintesis kolesterol di hepar yang

menyebabkan penurunan densitas reseptor LDL di serum (> 135 mg/dl). Ikatan

LDL mudah melepaskan lemak dan kemudian membentuk plak pada dinding

pembuluh darah yang selanjutnya akan menyebabkan terjadinya arterosklerosis

dan penyakit jantung koroner (Silbernagl, 2000).

Gambar 2. Metabolisme Lipoprotein Lanjutan (Silbernagl, 2000)

4

Jalur transport lipid dan tempat kerja obat

1. Jalur eksogen

Trigliserida dan kolesterol dari usus akan dibentuk menjadi kilomikron di sel

epitel usu halus, yang kemudian akan diangkut masuk ke aliran darah melalui

sistem limfatik masuk ke duktus torasikus. Di dalam jaringan adiposa dan sel otot,

trigliserida dari kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh lipoprotein lipase yang

terdapat pada permukaan endotel sehingga akan terbentuk trigliserida dan asam

lemak bebas. Kemudian kilomikron tersebut berubah nama menjadi kilomikron

remnan (kilomikron yang kehilangan trigliseridanya tetapi masih memiliki ester

kolesterol). Kemudian asam lemak bebas masuk ke dalam endotel, jaringan lemak

dan sel otot yang selanjutnya akan diubah kembali menjadi trigliserida untuk

disimpan atau dioksidasi untuk menghasilkan energi (Ganiswarna, 2007).

Kilomikron remnan akan dibersihkan oleh hepar dengan mekanisme

endositosis dan lisosom sehingga terbentuk kolesterol bebas yang berfungsi

sintesis membran plasma, mielin dan steroid. Kolesterol dalam hepar akan

membentuk kolesterol ester atau diekskresikan dalam empedu atau diubah

menjadi lipoprotein endogen yang masuk ke dalam plasma (Ganiswarna, 2007).

Jika tubuh kekurangan kolesterol, HMG-CoA reduktase akan aktif dan terjadi

sintesis kolesterol dari asetat (Ganiswarna, 2007).

2. Jalur endogen

Trigliserida dan kolesterol ester dari hepar diangkut dengan bentuk VLDL ke

sirkulasi darah kemudian mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase

(LPL) menjadi asam lemak dan gliserol. Sekali terekspos dengan LPL, VLDL

akan menjadi VLDL remnan. VLDL remnan terutama diambil oleh hati melalui

LDL reseptor dan sisa VLDL remnan akan membentuk lipoprotein yang lebih

kecil, yaitu IDL. IDL kemudian akan menjadi LDL yang merupakan lipoprotein

dengan kadar kolesterol terbanyak (60-70%). Peningkatan katabolisme LDL di

plasma dan hepar yang akan meningkatkan kadar kolesterol plasma. Peningkatan

kadar kolesterol tersebut akan membentuk foam cell di dalam makrofag yang

berperan pada aterosklerosis prematur (Ganiswarna, 2007).

5

Gambar 3. Jenis Lipoprotein

Jenis lipoprotein

1. Kilomikron

Lipoprotein dengan komponen 80% trigliserida dan 5% kolesterol ester.

Kilomikron membawa makanan ke jaringan lemak dan otot rangka serta

membawa kolesterol kembali ke hepar. Kilomikron yang dihidrolisis akan

mengecil membentuk kilomikron remnan yang kemudian masuk ke hepatosit.

Kilomikronemia post pandrial mereda setelah 8 – 10 jam (Ganiswarna, 2007).

2. VLDL

Lipoprotein terdiri dari 60% trigliserida dan 10 – 15 % kolesterol. VLDL

digunakan untuk mengangkut trigliserida ke jaringan. VLDL reman sebagian akan

diubah menjadi LDL yang mengikuti penurunan hipertrigliserida sedangkan

sintesis karbohidrat yang berasal dari asam lemak bebas dan gliserol akan

meningkatkan VLDL (Ganiswarna, 2007).

3. IDL

Lipoprotein yang mengandung 30% trigliserida, dan 20% kolesterol. IDL

merupakan zat perantara sewaktu VLDL dikatabolisme menjadi IDL

(Ganiswarna, 2007).

4. LDL

Lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar (70%). Katabolisme LDL melalui

receptor-mediated endocytosis di hepar. Hidrolisis LDL menghasilkan kolesterol

bebas yang berfungsi untuk sintesis sel membran dan hormone steroid. Kolesterol

juga dapat disintesis dari enzim HMG-CoA reduktase berdasarkan tinggi

rendahnya kolesterol di dalam sel (Ganiswarna, 2007).

6

5. HDL

HDL diklasifikasikan lagi berdasarkan Apoprotein yang dikandungnya. Apo

A-I merupakan apoprotein utama HDL yang merupakan inverse predictor untuk

resiko penyakit jantung koroner. Kadar HDL menurun pada kegemukan, perokok,

pasien diabetes yang tidak terkontrol dan pemakai kombinasi estrogen-progestin.

HDL memiliki efek protektif yaitu mengangkut kolesterol dari perifer untuk di

metabolisme di hepar dan menghambat modifikasi oksidatif LDL melalui

paraoksonase (protein antioksidan yang bersosiasi dengan HDL) (Ganiswarna,

2007).

1.4 Klasifikasi

Klasifikasi dislipidemia didasarkan pada fenotip dan patogenik

1. Klasifikasi Fenotip

a. Klasifikasi EAS (European Atheroselerosis Society) (Anwar, 2004).

Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan EAS (European Atheroselerosis

Society) (Anwar, 2004).

b. Klasifikasi NECP (National Cholesterol Education Program) (Anwar,

2004).

Tabel 3. Klasifikasi Berdasarkan NECP (National Cholesterol Education

Program) (Anwar, 2004).

c. Klasifikasi WHO (World Health Organization) (Anwar, 2004).

Tabel 4. Klasifikasi Berdasarkan WHO (World Health Organization)

(Anwar, 2004).

7

2. Klasifikasi Patogenik

Klasifikasi dislipidemia berdasarkan atas ada atau tidaknya penyakit dasar

yaitu primer dan sekunder. Dislipidemia primer memiliki penyebab yang tidak

jelas sedangkan dislipidemia sekunder memiliki penyakit dasar seperti

sindroma nefrotik, diabetes melitus, hipotiroidisme (Sudoyo, 2006). Contoh

dari dislipidemia primer adalah hiperkolesterolemia poligenik,

hiperkolesterolemia familial, hiperlipidemia kombinasi familial, dan lain-lain

(Anwar, 2004).

Tabel 5. Dislipidemia Sekunder

KLASIFIKASI KADAR LIPID PLASMA MENURUT NCEP ATP III

National Cholesterol Education Program Adult Panel III pada tahun 2001

membuat klasifikasi kadar lipid yang digunakan saat ini. Berbeda dengan

8

klasifikasi sebelumnya, pada klasifikasi yang baru tertera kadar lipid yang

diinginkan (optimal).

Tabel 6. Klasifikasi Kadar Lipid Plasma (mg/dL)

1.5 Gejala Klinis

Kebanyakan pasien adalah asimptomatik selama bertahun-tahun sebelum

penyakit jelas secara klinis, dan biasanya ditemukan pada saat pasien melakukan

pemeriksaan rutin kesehatan (medical check-up). Pasien mungkin terdapat

obesitas atau memiliki gejala awal nyeri dada. Gejala-gejala lain yang mungkin

bisa tampak diantaranya berkeringat, jantung berdebar, nafas pendek dan cemas

1.6 Diagnosis

1. Pada anamnesis biasanya didapatkan pasien dengan faktor risiko seperti

kegemukan, diabetes mellitus, konsumsi tinggi lemak, merokok dan faktor

risiko lainnya.

2. Pada pemeriksaan fisik sukar ditemukan kelainan yang spesifik kecuali

jika didapatkan riwayat penyakit yang menjadi faktor risiko dislipidemia.

Selain itu, kelainan mungkin didapatkan bila sudah terjadi komplikasi

lebih lanjut seperti penyakit jantung koroner.

3. Pemeriksaan Laboratorium

9

Pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam menegakkan

diagnosa. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar kolesterol

total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida plasma (Anwar, 2004).

a. Persiapan

Pasien sebaiknya berada dalam keadaan metabolik yang stabil tanpa

adanya perubahan berat badan, pola makan, kebiasaan merokok, olahraga,

tidak sakit berat ataupun tidak ada operasi dalam 2 bulan terakhir. Selain

itu, sebaiknya pasien tidak mendapatkan pengobatan yang mempengaruhi

kadar lipid dalam 2 minggu terakhir. Apabila keadaan ini tidak

memungkinkan, pemeriksaan tetap dilakukan dan disertai dengan catatan

(Anwar, 2004).

Untuk pemeriksaan TG diperlukan puasa 12 jam (semalam),

selama puasa boleh minum air putih.

Untuk pemeriksaan kol-total tidak perlu puasa.

Bila kol-LDL diperiksa secara direk, tidak perlu puasa.

Bila kol-LDL diperiksa secara indirek, persiapannya tetap dengan

puasa 12 jam.

b. Pengambilan Bahan Pemeriksaan

Pengambilan bahan dilakukan dengan melakukan bendungan vena

seminimal mungkin dan bahan yang diambil adalah serum.

c. Analisis

Analisis kadar kolesterol dan trigliserida dilakukan dengan metode

enzimatik sedangkan analisis kadar kolesterol HDL dan kolesterol LDL

dilakukan dengan metode presipitasi dan enzimatik. Kadar kolesterol LDL

dapat dilakukan secara langsung atau menggunakan rumus Friedewaid jika

didapatkan kadar trigliserida < 400mg/d menggunakan rumus sebagai

berikut (Anwar, 2004):

*Rumus ini tidak dapat digunakan bila kadar TG > 400 mg/dL.

10

BAB III

PENATALAKSANAAN DISLIPIDEMIA

Penatalaksanaan dalam dislipidemia dimulai dengan melakukan penilaian

jumlah faktor risiko penyakit jantung koroner pada pasien untuk menentukan

kolesterol-LDL yang harus dicapai. Berikut ini adalah tabel faktor resiko (selain

kolesterol LDL) yang menentukan sasaran kolesterol LDL yang ingin dicapai

berdasarkan NCEP-ATP III (Sudoyo, 2006):

Tabel 7. Faktor Risiko (Selain Kolesterol LDL) yang Menentukan Sasaran Kolesterol

LDL yang Ingin Dicapai

Faktor Risiko (Selain Kolesterol LDL) yang Menentukan Sasaran Kolesterol LDL yang Ingin Dicapai

- Umur pria ≥ 45 tahun dan wanita ≥ 55 tahun.- Riwayat keluarga PAK (Penyakit Arteri Koroner) dini yaitu ayah

usia < 55 tahun dan ibu < 65 tahun. - Kebiasaan merokok- Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat obat

antihipertensi)- Kolesterol HDL rendah ( <40 mg/dl). Jika didapatkan kolesterol

HDL ≥60mg/dl maka mengurangi satu faktor risiko dari jumlah total

Setelah menemukan banyaknya faktor risiko pada seorang pasien, maka

pasien dibagi kedalam tiga kelompok risiko penyakit arteri koroner yaitu risiko

tinggi, risiko sedang dan risiko tinggi. Hal ini digambarkan pada tabel berikut ini

(Sudoyo, 2006) :

Tabel 8. Tiga Kategori Resiko yang Menentukan Sasaran Kolesterol LDL yang Ingin

Dicapai berdasarkan NCEP (Sudoyo, 2006)

Kategori Resiko Sasaran Kolesterol LDL (mg/dl)

1. Resiko Tinggia. Mempunyai Riwayat PJK danb. Mereka yang mempunyai risiko yang disamakan

dengan PJK- Diabetes Melitus- Bentuk lain penyakit aterosklerotik yaitu stroke,

penyakit arteri perifer, aneurisma aorta abdominalis

- Faktor risiko multipel (> 2 faktor risiko) yang mempunyai risiko PJK dalam waktu 10 tahun

<100

11

> 20 % (lihat skor risiko Framingham)2. Resiko Multipel (≥2 faktor resiko) dengan risiko PJK

dalam kurun waktu 10 tahun < 20%3. Resiko Rendah (0-1 faktor resiko) dengan risiko PJK

dalam kurun waktu 10 tahun < 10 %

<130

<160

Selanjutnya penatalaksanaan pada pasien ditentukan berdasarkan kategori

risiko pada tabel diatas. Berikut ini adalah bagan penatalaksanaan untuk masing-

masing katagori risiko ( Sudoyo, 2006):

Gambar 4. Bagan Penatalaksanaan dislipidemia dengan faktor resiko tinggi

Gambar 5. Bagan Penatalaksanaan dislipidemia dengan faktor resiko sedang

Gambar 6. Bagan Penatalaksanaan Dislipidemia dengan faktor resiko 0-1

12

Penatalaksanaan Dislipidemia terdiri dari:

1. Penatalaksanaan Umum

Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya nonfarmakologis yang

meliputi modifikasi diet, latihan jasmani serta pengelolaan berat badan. Terapi

diet memiliki tujuan untuk menurunkan risiko PJK dengan mengurangi asupan

lemak jenuh dan kolesterol serta mengembalikan keseimbangan kalori, sekaligus

memperbaiki nutrisi. Perbaikan keseimbangan kalori biasanya memerlukan

peningkatan penggunaan energi melalui kegiatan jasmani serta pembatasan

asupan kalori (Anwar, 2004)

2. Penatalaksanaan Non- Farmakologi

a. Terapi Nutrisi Medis

Terapi diet dimulai dengan menilai pola makan pasien, mengidentifikasi

makanan yang mengandung banyak lemak jenuh dan kolesterol serta berapa

sering keduanya dimakan. Jika diperlukan ketepatan yang lebih tinggi untuk

menilai asupan gizi, perlu dilakukan penilaian yang lebih rinci, yang biasanya

membutuhkan bantuan ahli gizi. Penilaian pola makan penting untuk

menentukan apakah harus dimulai dengan diet tahap I atau langsung ke diet

tahap ke II. Hasil diet ini terhadap kolesterol serum dinilai setelah 4-6 minggu

dan kemudian setelah 3 bulan (Anwar, 2004). Pada pasien dengan kadar

kolesterol LDL atau kolesterol total yang tinggi sebaiknya mengurangi asupan

lemak total dan lemak jenuh (saturated fatty acid/SAFA), dan meningkatkan

asupan lemak tak jenuh rantai tunggal dan ganda (mono dan poly unsaturated

fatty acid/MUFA dan PUFA). Asupan karbohidrat, alkohol dan lemak perlu

dikurangi pada pasien dengan kadar trigliserida yang tinggi (Sudoyo, 2006).

Tabel 9. Komposisi Tahap I dan Tahap II

13

Tabel 10. Komposisi Makanan untuk Hiperkolesterolemia

b. Aktivitas Fisik

Dari beberapa penelitian diketahui bahwa latihan fisik dapat meningkatkan

kadar HDL dan Apo AI, menurunkan resistensi insulin, meningkatkan

sensitivitas dan meningkatkan keseragaman fisik, menurunkan trigliserida

dan LDL, dan menurunkan berat badan (Azwar, 2004).

Setiap melakukan latihan jasmani perlu diikuti 3 tahap :

1. Pemanasan dengan peregangan selama 5-10 menit

2. Aerobik sampai denyut jantung sasaran yaitu 70-85 % dari denyut jantung

maksimal ( 220 - umur ) selama 20-30 menit .

3. Pendinginan dengan menurunkan intensitas secara perlahan - lahan, selama

5-10 menit. Frekuensi latihan sebaiknya 4-5 x/minggu dengan lama latihan

seperti diutarakan diatas. Dapat juga dilakukan 2-3x/ minggu dengan lama

latihan 45-60 menit dalam tahap aerobik.

Pada prinsipnya pasien dianjurkan melaksanakan aktivitas fisik sesuai

dengan kondisi dan kemampuan pasien agar aktivitas ini berlangsung terus-

menerus (Sudoyo, 2006).

3. Penatalaksanaan Farmakologi

Setelah 6 minggu terapi non farmakologis, dilakukan evaluasi ulang. Bila

belum mencapai kadar kolesterol LDL sasaran yang diharapkan, perlu

14

Makanan Asupan yang dianjurkan

Total Lemak 20-255 dari kalori total

- Lemak Jenuh <7% dari kalori total

- Lemak PUFA Sampai 10% dari kalori total

- Lemak MUFA Sampai 10% dari kalori total

Karbohidrat 60% dari kalori total

Serat 30 gr perhari

Protein Sekitar 15% dari kalori total

Kolesterol <200 mg/hari

ditingkatkan/intensifikasi terapi non-farmakologis. Disamping itu, tentu harus

dicari pula penyebab dislipidemia sekunder. Bila 6 minggu berikutnya kadar

kolesterol LDL masih belum mencapai sasaran, ditambahkan terapi farmakologis

dengan tetap melanjutkan terapi non-farmakologis. Saat ini didapat beberapa

golongan obat yaitu golongan resin, asam nikotinat, golongan statin, derivat asam

fibrat, ezetimibe, dan lain-lain namun obat lini pertama yang danjurkan oleh

NCEP-ATP III adalah HMG-CoA reductase inhibitor (Azwar, 2004). Apabila

ditemukan kadar trigliserida >400mg/dl maka pengobatan dimulai dengan

golongan asam fibrat untuk menurunkan trigliserida. Menurut kesepakatan kadar

kolesterol LDL merupakan sasaran utama pencegahan penyakit arteri koroner

sehingga ketika telah didapatkan kadar trigliserida yang menurun namun kadar

kolesterol LDL belum mencapai sasaran maka HMG-CoA reductase inhibitor

akan dikombinasikan dengan asam fibrat. Selain itu, terdapat obat kombinasi

dalam satu tablet (Niaspan yang merupakan kombinasi lovastatin dan asam

nikotinik) yang jauh lebih efektif dibandingkan dengan lovastatin atau asam

nikotinik sendiri dalam dosis tinggi (Sudoyo, 2006).

Tabel 11. Target kolesterol LDL (mg/dl):

Kategori ResikoTarget LDL

Kadar LDL untuk mulai

PGH

Kadar LDL untuk mulai terapi farmakologis

PJK atau yang disamakn PJK

< 100 100 130(100-129 pemberian obat

opsional)Faktor resiko 2

< 130 130 10 tahun risiko 10-20% : 130

10 tahun risiko <10% : >160Faktor resiko 0-1 < 160 160 190

(160-189 pemberian obat opsional)

Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan primer, dimulai dengan

statin atau sekuestran asam empedu atau nicotic acid. Pemantauan profil lipid

dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai, pemantauan dilanjutkan

setiap 4-6 bulan. Bila setelah 6 minggu terapi target belum tercapai,

intensifkan/naikkan dosis statin atau kombinasi dengan yang lain (PDT, 2009).

15

KLASIFIKASI OBAT-OBAT HIPOLIPIDEMIKPenghambat

HMGCoA Reduktase

Sekueastran Asam Empedu

Asam Nikotinat

Asam FibratPenghambat

Absorpsi Kolesterol

SimvastatinLovastatinPravastatinFluvastatin

AtorvastatinRosuvastatin

KolestiraminKolestipol

Asam Nikotinat

BezafibratFenofibrat

Gemfibrozil

Ezetimibe

Tabel 12. Klasifikasi Obat-obat Hipolipidemik

Setiap obat hipolipidemik memiliki kekuatan kerja masing-masing

terhadapat kolesterol LDL, kolesterol HDL, maupun trigliserida. Sesuai dengan

kemampuan tiap jenis obat, maka obat yang dipilih bergantung pada jenis

dislipidemia yang ditemukan.

Tabel 13. Obat Hipolipidemik: Efek Obat Terhadap Kadar Lipid Serum

Kebanyakan obat hipoglikemik dapat dikombinasikan penggunaannya

tetapi kombinasi golongan statin dan golongan fibrat, atau golongan statin dan

asam nikotinat, perlu pemantauan lebih ketat. Sebaiknya tidak memberikan

kombinasi gemfibrozil dan statin. Pada penderita dengan kadar trigliserida >350

mg/dl, golongan statin dapat digunakan (statin dapat menurunkan trigliserida)

karena sasaran kolesterol LDL adalah sasaran pengobatan. Pada pasien dengan

dislipidemia campuran yaitu hiperkolesterolemia dan hipertrigliserida, terapi tetap

dimulai dengan statin. Apabila kadar trigliserida masih tetap tinggi maka perlu

kombinasi dengan fibrat atau kombinasi statin dan asam nikotinat. Harus berhati-

16

Obat Kol-LDL Kol-HDL TrigliseridStatin 18-55 % 5-15 % 7-30 %Resin 15-30 % 3-5 % -/Fibrat 5-25 % 10-20% 20-50 %Asam

Nikotinat5-25 % 15-35 % 20-50 %

Penghambat Absorbsi

Kolesterol

17-18 % 3-4 % -

hati dengan terapi kombinasi statin dan fibrat maupun statin asam nikotinat oleh

karena dapat meningkatkan timbulnya efek samping yaitu miopati.

Pemantauan efek samping obat harus dilakukan terutama pada mereka

dengan gangguan fungsi ginjal atau hati. Kemudian setiap terdapat keluhan yang

mirip miopati maka sebaiknya diperiksa kadar creatinin kinase (CK).

Obat Hipolipidemik diantaranya adalah :

1. Golongan Statin

Statin sangat efektif dalam menurunkan kol-LDL dan relatif aman.

Obat ini bekerja menghambat sintesis kolesterol di hati, dengan demikian

akan menurunkan kolesterol darah. Efek samping golongan statin terjadi

pada sekitar 2% kasus, biasanya berupa nyeri muskuloskeletal, nausea,

vomitus, nyeri abdominal, konstipasi dan flatulen. Makin tinggi dosis

statin makin besar kemungkinan terjadinya efek samping.

2. Golongan Asam Fibrat

Derivat dari asam fibrat mempunyai efek meningkatkan aktivitas

lipoprotein lipase, menghambat produksi VLDL hati dan meningkatkan

aktivitas reseptor LDL. Golongan ini terutama menurunkan trigliserida

dan meningkatkan kol-HDL dengan efek terhadap kol-total dan LDL

cukup. Efek samping jarang, yang tersering adalah gangguan

gastrointestinal, peningkatan transaminase, dan reaksi alergi kulit, serta

miopati.

3. Golongan Asam Nikotinat

Asam nikotinat memiliki efek yang bermanfaat untuk semua

kelainan fraksi lipid. Obat ini menurunkan produksi VLDL di hepar yang

berakibat turunnya kol-LDL dan trigliserida serta meningkatnya kol-HDL.

Efek sampingnya cukup besar, antara lain flusihing, gatal di kulit,

gangguan gastrointestinal, hiperglikemia, dan hiperurisemia. Asam

nikotinat lepas lambat seperti niaspan mempunyai efek samping yang

lebih rendah.

4. Golongan Resin Pengikat Asam Empedu

17

Golongan ini mengikat asam empedu di dalam usus, menghambat

resirkulasi entero-hepatik asam empedu. Hal ini berakibat peningkatan

konversi kolesterol menjadi asam empedu di hati sehingga kandungan

kolesterol dalam sel hati menurun. Akibatnya aktivitas reseptor LDL dan

sintesis kolesterol intrahepatik meningkat. Total kolesterol dan kolesterol

LDL menurun, tetapi kolesterol HDL tetap atau naik sedikit. Pada

penderita hipertrigliserida, obat ini dapat menaikkan kadar trigliserida dan

menurunkan kolesterol HDL. Obat ini tergolong kuat dan efek samping

yang ringan. Efek sampingnya adalah keluhan gastrointestinal seperti

kembung, konstipasi, sakit perut dan perburukan hemoroid.

5. Golongan Penghambat Absropsi Kolesterol

Ezetimibe adalah obat pertama yang dipasarkan dari golongan obat

penghambat absorpsi kolesterol, secara selektif menghambat absorpsi

kolesterol dari lumen usus halus ke enterosit. Obat ini tidak mempengaruhi

absorpsi trigliserida, asam lemak, asam empedu, atau vitamin yang larut

dalam lemak termasuk A, D, E, dan a dan carotene. Ezetimibe 10 mg

dikombinasikan dengan atorvastatin 10 mg sama efektifnya dengan

pemberian atorvastatin 80 mg. Efek samping bila diberikan tanpa

kombinasi, adalah sakit kepala, sakit perut, dan diare.

Tabel 14. Obat Hipolipidemik, Dosis, dan Efek Sampingnya

18

BAB IV

KESIMPULAN

19

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Bahri. 2004. Dislipidemia sebagai Faktor Resiko Penyakit Jantung

Koroner. Medan : FK USU.

Darey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.

Ganiswarna, Sulistia. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru.

PDT. 2009. Standar Pelayanan Medis RSUD AW Sjahrannie SMF IPD.

Samarinda : RSUD AW Sjahrannie SMF IPD.

Silbernagl, Stefan, Florian, Lang. 2000. Color Atlas of Patophysiology. New York

: Thieme.

Sudoyo, Ary, Setyohadi, Bambang, Alwi, Idrus. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jakarta : FK UI.

Sukandar, Elind., et al. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI.

20