Referat anestesi GETA & Facemask

24
MAKALAH (TINJAUAN PUSTAKA) ANESTESI UMUM: KAP DAN GETA DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SYARAT KEPANITERAAN KLINIK BIDANG ANESTESIOLOGI DAN RAWAT INTENSIF DI BLUD RSUD KOTA SEMARANG Oleh : FELANI DWIJAYANTI 030.11.100

description

Teknik Anestesi Regional

Transcript of Referat anestesi GETA & Facemask

Page 1: Referat anestesi GETA & Facemask

MAKALAH

(TINJAUAN PUSTAKA)

ANESTESI UMUM: KAP DAN GETA

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SYARAT KEPANITERAAN KLINIK

BIDANG ANESTESIOLOGI DAN RAWAT INTENSIF

DI BLUD RSUD KOTA SEMARANG

Oleh :

FELANI DWIJAYANTI

030.11.100

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

2015

Page 2: Referat anestesi GETA & Facemask

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Felani Dwijayanti

NIM : 030.11.100

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Trisakti

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang pendidikan : Anestesiologi dan Terapi Intensif

Periode Kepaniteraan klinik : 10 Agustus – 12 September 2015

Judul Makalah : Anestesi Umum: Kap dan GETA

Diajukan : September 2015

Pembimbing : Dr. Purwito Nugroho, Sp. An, MM

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL : …..………………..

PEMBIMBING

Dr. Purwito Nugroho Sp.An, M.M.

NIP : 19531105 198111 1 002

ii

Page 3: Referat anestesi GETA & Facemask

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang sebesar-besarnya kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang

telah memberikan kasih, rahmat dan karuniaNya sehingga makalah dengan judul “Anestesi

Umum: Kap dan GETA” ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun guna melengkapi tugas kepaniteraan Ilmu Anestesiologi dan Rawat

Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD Kota Semarang periode 10 Agustus

2015 – 12 September 2015.

Melalui makalah ini, penulis ingin mencoba menyajikan informasi mengenai “Anestesi

Umum: Kap dan GETA” bagi pada pembaca, khususnya kalangan medis dan paramedis, dengan

harapan agar menambah pengetahuan mengenai “Anestesi Umum: Kap dan GETA”.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengahadapi berbagai hambatan dalam

memperoleh informasi, seperti sulitnya memperoleh keakuratan data dengan melakukan seleksi

dari berbagai sumber, serta kurangnya pengalaman penulis dalam menyusun karya ilmiah.

Pada kesempatan ini, tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-

dalamnya kepada:

1. Dr. Susi Herawati, M.Kes., selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang.

2. Dr. Purwito Nugroho, Sp.An. M.M, selaku Koordinator Tim Anestesiologi RSUD Kota

Semarang dan pembimbing Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif.

3. Dr. Donni Indra Kusuma, Sp.An, Msi.Med, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik

Anestesiologi RSUD Kota Semarang.

4. Dr. Satrio, Sp.An, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Anestesiologi RSUD Kota

Semarang.

5. Dr. Taufik, Sp An, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Anestesiologi RSUD Kota

Semarang.

6. Dr. Diana dan Dr. Ibnu, selaku residen Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas

Diponegoro Semarang.

7. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Anestesiologi RSUD Kota

Semarang Periode 10 Agustus 2015 – 12 September 2015.

iii

Page 4: Referat anestesi GETA & Facemask

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah ikut membantu

sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan karena kemampuan dan pengalaman

penulis yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan

kritik yang membangun dari semua pihak agar makalah ini dapat menjadi lebih baik dan

dapat berguna bagi yang membacanya.

Semarang, September 2015

Penulis

iv

Page 5: Referat anestesi GETA & Facemask

KAP DAN GETA

Felani Dwijayanti*, Purwito Nugroho**

ABSTRACT

Airway management is the most important skill for an emergency physician to master because

failure to secure an adequate airway can quickly lead to disability or even death. The decision

to do an intubation is sometimes difficult and requires clinical experiences to recognize signs

of impending respiratory failure. Patients who require intubation have at least one of the

following 3 indications: 1) inability to maintain airway patency or protect the airway against

aspiration, 2) failure to adequately oxygenate pulmonary capillary blood, 3) anticipation of a

deteriorating course that will eventually lead to the inability to maintain airway patency or

protection, ventilate, or oxygenate.

Key words: airway management, endotracheal intubation, indications

ABSTRAK:

Manajemen saluran napas merupakan suatu keterampilan terpenting yang harus dikuasai bagi

seorang dokter sebab kegagalan dalam mengamankan jalan napas dapat menyebabkan adanya

disabilitas bahkan kematian dengan cepat. Keputusan untuk dilakukan intubasi kadang sulit

dan butuh pengalaman klinis untuk mengenali tanda-tanda akan terjadinya suatu kegagalan

napas. Pasien yang perlu dilakukan intubasi paling tidak memiliki salah satu indikasi berikut:

1) ketidakmampuan untuk mempertahankan patensi jalan napas atau perlindungan terhadap

aspirasi, 2) kegagalan oksigenasi darah kapiler paru secara adekuat, 3) antisipasi

memburuknya kasus yang akan mengarah pada ketidakmampuan untuk mempertahankan jalan

napas.

Kata kunci: manajemen saluran napas, intubasi endotrakeal, indikasi

*Ko-asisten FK Trisakti

**Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif BLU RSUD Kota Semarang

1

Page 6: Referat anestesi GETA & Facemask

PENDAHULUAN

Pengelolaan jalan napas menjadi salah satu bagian terpenting dalam suatu tindakan.

Dengan dilakukan anestesi umum, jalan napas pasien harus dijaga dimana jalan napas harus

bebas, berjalan lancar, serta teratur. Salah satu usaha untuk menjaga jalan napas pasien adalah

dengan penggunaan kap atau dilakukannya tindakan intubasi endotrakeal. 1

PEMBAHASAN

Anatomi Saluran Napas

Traktus respiratorius dimulai dari kedua lubang hidung (nares anterior) dan berakhir

dalam alveoli di paru. Saluran pernapasan dibagi menjadi dua yaitu saluran nafas bagian atas

dan saluran nafas bagian bawah dimana keduanya dipisahkan oleh batas setinggi plika vokalis.

Gambar 1. Anatomi saluran napas (Dikutip dari daftar pustaka nomer 2)

Saluran Napas Bagian Atas

Hidung dan Mulut

Udara dihangatkan dan dihumidifikasi setelah masuk lubang hidung selama

pernapasan normal. Rongga mulut dan hidung dipensarafi oleh N. olfaktorius untuk indra

penciuman, N. trigeminus yang mensarafi mukosa nasal, palatum, dan 2/3 lidah anterior, serta

N. glossofaringeal yang mensarafi 1/3 posterior lidah dan soft palatine.2

Faring

2

Page 7: Referat anestesi GETA & Facemask

Cavum nasi dan cavum oris dihubungkan dengan laring dan esophagus oleh faring.

Faring merupakan suatu musculofascial tube yang dapat dibagi menjadi nasofaring, orofaring,

dan hipofaring. Nasofaring bermula dari koana dan berlanjut ke orofaring sampai setinggi

palatum mole, orofaring merupakan kelanjutan dari nasofaring dan berlanjut sebagai

laringofaring sampai batas setinggi tepi epiglottis, dan laringofaring dimulai dari sekitar

anterolateral laring sampai lamina kartilago tiroid. Faring diinervasi oleh N. glossofaringeal

dan N. vagus.3

Laring

Laring pada orang dewasa terletak antara vertebra servikal 3 sampai 6. Laring disusun

oleh otot, ligament, dan kartilago. Laring diinervasi oleh N. superior laryngeal dan N. rekuren

laryngeal yang merupakan cabang dari N. vagus.1

Saluran Napas Bagian Bawah

Trakea dimulai dari vertebra servikal 6 sampai carina yang rata-rata setinggi vertebra

thorakal 5. Panjang trakea 10-15cm dan diperkuat oleh 16-20 cincin kartilago. Trakea

kemudian bervabang menjadi cabang bronkus utama setinggi karina. Trakea dibagi menjasi

dua cabang bronkus utama kanan dan kiri dimana bronkus kanan lebih vertikal sedangkan

bronkus utama kiri lebih kecil, pendek, dan horizontal. Setelah menembus paru, bronkus

utama kanan dibagi menjadi tiga untk lobus atas, tengah, dan bawah sedangkan bronkus utama

kiri dibagi untuk lobus atas dan bawah. Bronkus akan berlanjut menjadi bronkiolus atau

bronkiolus terminalis dan berlanjut ke alveolus.1

Fisiologi Respirasi

Sistem respirasi manusia memiliki gambaran desain umum yang dapat dihubungkan

dengan sejumlah aktivitas penting. Respirasi merupakan kombinasi dari proses fisiologi

dimana oksigen dihisap dan karbondioksida dikeluarkan oleh sel-sel dalam tubuh. Respirasi

adalah pertukaran gas-gas antara organisme hidup dan lingkungan sekitarnya. Pada manusia

dikenal dua macam respirasi yaitu eksternal dan internal. Respirasi eksternal adalah

pertukaran gas-gas antara darah dan udara sekitarnya. Pertukaran ini meliputi beberapa proses

yaitu ventilasi, distribusi, difusi, dan perfusi. Respirasi internal adalah pertukaran gas-gas

antara darah dan jaringan. Pertukaran ini meliputi beberapa proses yaitu efisiensi

3

Page 8: Referat anestesi GETA & Facemask

kardiosirkulasi dalam menjalankan darah kaya oksigen, distribusi kapiler, difusi, dan

metabolisme sel.4

ANESTESI UMUM

Anestesi umum adalah menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral disertai

hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel. Anestesi memungkinkan pasien untuk mentoleransi

prosedur bedah yang akan menimbulkan sakit yang tak tertahankan. Anestesi memiliki tujuan-

tujuan sebagai berikut hipnotik/sedasi, analgesia, dan muscle relaxant.1

Pemberian anestesi dimulai dengan induksi yaitu memberikan obat sehingga pasien

tidur. Pada operasi yang berlangsung lama, kedalaman anestesi perlu dipertahankan dengan

memberikan obat terus-menerus dengan dosis tertentu, hal ini disebut pemeliharaan

(maintenance). Setelah tindakan selesai, pemberian obat anestesi dihentikan dan fungsi tubuh

penderita dipulihkan, periode ini disebut pemulihan (recovery). Beberapa teknik anestesi

umum antara lain sungkup muka/kap (face mask), intubasi endotrakeal, induksi intravena,

induksi inhalasi, induksi intramuskular, dan induksi per rektal.1

KAP

Penguasaan jalan napas dengan kap (face mask/ sungkup) dan bag adalah hal yang

penting untuk melakukan tindakan anestesi yang aman dan merupakan tindakan dasar yang

digunakan untuk melakukan ventilasi pada pasien yang bernapas spontan ataupun pada pasien

yang telah diberikan pelumpuh otot.

Penggunaan kap dalam anestesi umum memfasilitasi pengaliran oksigen atau gas

anestesi dari sistem breathing ke pasien. Pada operasi yang singkat atau operasi dengan posisi

yang tidak sulit dapat dilakukan teknik penguasaan jalan napas menggunakan kap.

Penggunaan kap selama operasi kini sudah mulai tergantikan dengan adanya laryngeal mask

airway. Penggunaan kap yang sesuai dinilai aman, efektif, lebih murah, dan tidak memiliki

banyak komplikasi. Penggunaan kap juga dinilai membantu meningkatkan kemampuan

manajemen jalan napas.5

Lingkaran dari kap disesuaikan dengan bentuk muka pasien. Orifisium kap dapat

disambungkan ke sirkuit mesin anestesi melalui konektor. Tersedia beberapa desain kap. Kap

yang transparan dapat mengobservasi uap gas ekspirasi dan muntahan. Kap yang dibuat dari

karet berwarna hitam cukup lunak untuk menyesuaikan dengan bentuk muka yang tidak

4

Page 9: Referat anestesi GETA & Facemask

umum. Retaining hook dipakai untuk mengkaitkan head scrap sehingga kap tidak perlu terus

dipegang.6

Gambar 2. Face mask (Dikutip dari daftar pustaka nomer 6)

Ventilasi yang efektif memerlukan jalan napas yang bebas dan kap yang rapat atau

tidak bocor. Teknik pemasangan kap yang tidak tepat dapat meyebabkan reservoir bag

mengempis walaupun klepnya ditutup, hal ini menunjukkan adanya kebocoran sekeliling kap.

Bila kap dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan digunakan untuk melakukan ventilasi

dengan tekanan positif dengan memeras breathing bag. Kap ditempatkan pada muka, dagu

ditahan atau sedikit ditarik ke belakang (posisi kepala ekstensi), angulus mandibular ditarik ke

atas agar jalan napas bebas. Jari kelingking ditempatkan di sudut mandibular, jari telunjuk

merapatkan sungkup dengan dagu, sedangkan ibu jari merapatkan sungkup ke bagian hidung

sehingga jari I dan II membentuk huruf C dan jari III, IV, dan V membentuk huruf E.

Biasanya jalan napas pasien dapat dipertahankan dengan kap dan oral airway.6

5

Page 10: Referat anestesi GETA & Facemask

Gambar 3. Teknik memasang kap (Dikutip dari daftar pustaka nomer 6)

Kesulitan ventilasi dengan kap dapat diperkirakan pada beberapa pasien. Berbagai

faktor dilaporkan berhubungan dengan kesulitan ventilasi dengan kap, antara lain overweight

(IMT >25), adanya jenggot yang tebal, elderly (usia >55 tahun), adanya riwayat snoring, dan

edentulous.7

GETA

GETA atau General Endotracheal Anesthesia merupakan suatu teknik anestesi umum

dengan melibatkan perlindungan pada jalan napas. Perlindungan jalan napas tersebut

dilakukan dengan memasukkan pipa endotrakea (Endotracheal tube/ ET) ke dalam trakea

melalui hidung atau mulut. ET dapat digunakan sebagai penghantar gas anestesi ke dalam

trakea dan memudahkan kontrol ventilasi dan oksigenasi.

Indikasi dilakukannya tindakan pemasukkan (intubasi) ET pada pasien antara lain :1

1. Untuk patensi jalan napas, menjamin ventilasi, oksigenasi yang adekuat, dan menjamin

keutuhan jalan napas.

2. Perlindungan terhadap paru dengan penutupan cuff dari ET pada pasien yang baru saja

makan atau pasien dengan obstruksi usus.

3. Operasi yang membutuhkan ventilasi tekanan positif paru, misalnya torakotomi,

penggunaan pelumpuh otot, atau ventilasi kontrol yang lama.

4. Operasi yang membutuhkan posisi selain terlentang.

5. Operasi daerah kepala, leher, atau jalan napas.

6. Diperlukan untuk kontrol dan pengeluaran sekret paru (bronchialpulmoner toilet)

7. Diperlukan proteksi jalan napas pada pasien yang tidak sadar atau dengan depresi

refleks muntah.

8. Adanya penyakit atau kelainan jalan napas atas.

Kontraindikasi dilakukannya intubasi antara lain :1

1. Beberapa keadaan trauma jalan napas atas atau obstruksi yang tidak memungkinkan

untuk dilakukannya intubasi.

6

Page 11: Referat anestesi GETA & Facemask

2. Trauma servikal yang memerlukan immobilisasi sehingga sangat sulit untuk dilakukan

intubasi agar tidak memperberat cedera atau luka.

Teknik Intubasi

Dalam hal ini dilakukan persiapan terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan intubasi

ET ataupun nasotracheal tube.

Persiapan pasien dan keluarga

Persiapan ini mencakup pemberitahuan kepada pasien dan keluarga mengenai tindakan

yang akan dilakukan dan meminta persetujuan (informed consent), pasien dipasang IV line,

kemudian diperkirakan adanya kesulitan intubasi dengan standard Cormack dan Lehane atau

Mallampati.

Derajat kesulitan berdasarkan Cormack dan Lehane :8

Derajat I : Semua glotis terlihat, tidak ada kesulitan

Derajat II : Hanya glotis bagian posterior yang terlihat

Derajat III : Tidak ada bagian glotis yang terlihat tetapi epiglotis terlihat

Derajat IV : Epiglotis tidak terlihat

Gambar 4. Derajat kesulitan Cormack & Lehane (Dikutip dari daftar pustaka nomer 8)

Derajat kesulitan berdasarkan Mallampati :9

Kelas I : Tonsil, uvula, dan soft palatine terlihat

Kelas II : Soft palatine serta bagian atas tonsil dan uvula terlihat

Kelas III : Soft palatine dan basis uvula terlihat

Kelas IV : Hanya hard palatine yang terlihat

7

Page 12: Referat anestesi GETA & Facemask

Gambar 5. Derajat kesulitan Mallampati (Dikutip dari daftar pustaka nomer 9)

Persiapan obat dan alat intubasi

Obat-obat emergency serta obat-obat anestesi sebagai premedikasi, induksi, serta obat

pelumpuh otot yang akan digunakan sebelum dilakukan intubasi dipersiapkan. Alat-alat yang

akan digunakan antara lain :

Face mask, untuk dilakukan ventilasi sebelum intubasi. Pilih ukuran yang sesuai yaitu

yang dapat menutupi mulut dan hidung dan tidak terlalu lebar menutupi pipi.

Laringoskop, pilih jenis dan ukuran laringoskop yang sesuai, periksa lampu

laringoskop, pastikan alat sudah terpasang dan mudah dijangkau tangan.

Stetoskop, untuk auskultasi setelah intubasi.

Pipa Endotrakeal, ukuran ET dinyatakan dalam mm berdasarkan diameter internal

yang tertera dan ada pula yang dinyatakan dalam French unit. Ukuran rata-rata untuk

wanita adalah 7,0-7,5 mm, dan untuk pria adalah 7,5-8,0 mm. Pada anak dapat

digunakan rumus 4 + BB/4 untuk menentukan ukuran ET. Cara lain untuk menentukan

ukuran ET adalah dengan menggunakan patokan besar jari kelingking pasien. Untuk

menentukan kedalaman insersinya adalah besar diameter internal (ukuran ET)

dikalikan tiga. Periksa cuff ET dengan cara menginflasi cuff kemudian dapat

dicelupkan ke dalam air untuk menilai adanya kebocoran. Setelah itu berikan pelicin

atau lidokain jeli.

Guedel (OPA) atau NPA.

Plester, akan digunakan untuk fiksasi ET setelah tindakan intubasi.

Stilet atau forsep intubasi

Suction

8

Page 13: Referat anestesi GETA & Facemask

Prosedur Intubasi

1. Pasien terlentang dengan posisi sniffing untuk meluruskan aksis. Oksiput ditinggikan

dan kepala diekstensikan pada sendi atlantooksipital.

2. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan oksigenasi 3-5 menit.

Face mask dipegang dengan tangan kiri dan tangan kanan memompa bag. Dada harus

mengembang setiap pernapasan atau tidak ada kebocoran udara saat dilakukan

oksigenasi.

3. Buka mulut pasien dengan cross finger tangan kanan, blade laringoskop dimasukkan

dari sudut kanan mulut pasien. Dorong dan geser lidah sehingga lapang pandang tidak

terhalang oleh lidah. Akan terlihat uvula, faring, serta epiglotis, angkat epiglotis dan

akan tampak pita suara yang berbentuk huruf V.

Gambar 6. Intubasi (Dikutip dari daftar pustaka nomer 10)

4. ET yang sesuai ukurannya dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan

mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara kemudian laringoskop ditarik. Cuff

dikembangkan atau diinflasi dengan udara dari spuit sesuai dengan kebutuhan.

5. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi juga dilakukan auskultasi paru

kanan dan kiri dibandingkan suaranya. Jika suara paru kanan lebih besar dari kiri

berarti ET masuk ke dalam bronkus kanan dan ET segera ditarik pelan-pelan sampai

9

Page 14: Referat anestesi GETA & Facemask

terdengar suara yang sama antara kanan dan kiri. Auskultasi juga dilakukan di daerah

epigastrium untuk menyingkirkan kemungkina intubasi esofagus.

6. Fiksasi ET dengan plester melingkar yang ditempatkan di bawah dan di atas bibir yang

diperpanjang sampai ke pipi.

Pada intubasi nasotrakea, pipa nasotrakea dimasukkan melalui hidung yang lebih paten

sejajar dengan palatum. Pipa di dorong sampai terasa hilangnya tahanan pada sudut

nasofaring. Bila mulut dapat dibuka, intubasi dapat dipermudah dengan visualisasi laring

dengan menggunakan laringoskop yang dipegang dengan tangan kiri sementara tangan kanan

mengarahkan pipa dengan menggunakan forsep magill. Langkah selanjutnya sama dengan

intubasi oral yang telah dipaparkan sebelumnya.10

Komplikasi Intubasi

Tindakan intubasi ET memiliki beberapa komplikasi antara lain :

1. Malposisi berupa intubasi esophagus, intubasi endobronkial, serta malposisi laryngeal

cuff.

2. Trauma jalan napas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah, atau mukosa mulut,

cedera tenggorok, ekskoriasi hidung, dislokasi mandibula.

3. Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardia, spasme laring.

4. Malfungsi tuba.

KESIMPULAN

Pengelolaan jalan napas menjadi salah satu bagian terpenting dalam suatu tindakan.

Salah satu usaha untuk menjaga jalan napas pasien adalah dengan penggunaan kap atau

dilakukannya tindakan intubasi endotrakeal. Penguasaan jalan napas dengan kap (face mask/

sungkup) dan bag adalah hal yang penting untuk melakukan tindakan anestesi yang aman dan

merupakan tindakan dasar yang digunakan untuk melakukan ventilasi pada pasien yang

bernapas spontan ataupun pada pasien yang telah diberikan pelumpuh otot. Penggunaan kap

10

Page 15: Referat anestesi GETA & Facemask

yang sesuai dinilai aman, efektif, lebih murah, dan tidak memiliki banyak komplikasi.

Penggunaan kap juga dinilai membantu meningkatkan kemampuan manajemen jalan napas.

Perlindungan jalan napas juga dapat dilakukan dengan memasukkan pipa endotrakea

(Endotracheal tube/ ET) ke dalam trakea melalui hidung atau mulut. ET dapat digunakan

sebagai penghantar gas anestesi ke dalam trakea dan memudahkan kontrol ventilasi dan

oksigenasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soenarjo, Jatmiko HD. Anestesiologi. Semarang: IDSAI: 2010; 185-207.

2. Wilson WC, Bemenof JL. Respiratory physiology and Respiratory Function during

Anesthesia. In: Miller’s Anesthesia, 9th ed. Philadelphia : Churchill Livingstones;

2005: 679-718.

3. Ellis H, Feldman S, Griffiths WH. The respiratory pathway. In: Anatomy for

Anaesthetics, 8th ed. Massachusetts: Blackwell publishing; 2004: 10-55.

4. Sherwood L. Sistem pernapasan. In: Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Jakarta:

EGC; 2001: 410-13.

5. Bamgbade OA. Facemask General Anaesthesia for Minor and Outpatient Surgery : A

Dying Art? J Natl Med Assoc. 2006; 98(7): 1202.

6. Morgan GE. Clinical anesthesiology, 4th ed. United State: Mc Graw-Hill Companies;

2005: 953-91.

7. Langeron O, Masso E, Huraux C, Guggiari M, Bianchi A, Coriat P, et al. Prediction of

difficult mask ventilation. Anesthesiology, 2000; 92: 1229–36

8. Cormack RS, Lehane J. Difficult tracheal intubation in obstetrics. Anaesthesia, 1984;

39: 1105-11.

9. Mallampati SR, Gatt SP, Gugino LD. A clinical sign to predict difficult tracheal

intubation: a prospective study. Can Anaesth Soc J: 1985; 32: 429-34.

10. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Clinical Anesthesia. Philadelphia: JB Lippincott;

2002; 506.

11